Makalah Hukum PDF
Makalah Hukum PDF
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai salah
penyelenggaraan tugas dan fungsi pemerintahan dalam
satu
lembaga
fungsi nya juga harus berdasarkan legitimasi hukum yang berlaku. Dimana fungsi
utama dari polisi adalah menegakkan hukum dan melayani kepentingan masyarakat
umum. Sehingga dapat dikatakan bahwa tugas polisi adalah melakukan pencegahan
terhadap kejahatan dan memberikan perlindungan kepada masyarakat. 1
Polisi adalah hukum yang hidup. Melalui polisi janji-janji dan tujuan-tujuan
hukum untuk mengamankan serta melindungi masyarakat menjadi kenyataan.
Perincian tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia, misalnya membuktikan hal
tersebut, diantaranya yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
Mahmud Mulyadi,
Medan,2009,halaman 40
Kepolisian
dalam
sistem
peradilan
pidana,
USU
press,
tetangga, dan kasus-kasus depresi serta bunuh diri yang kondusif bagi
kerjasama yang lebih besar dengan biro jasa sosial. Diantara kegiatan mereka, aparat
kepolisian harus tiba-tiba berurusan dengan pemberi jasa lain, atau dalam beberapa
kasus, berhadapan dengan masalah pencegahan kejahtan yang barangkali lebih
beresiko, misalnya yang menyangkut orang-orang jompo atau manula atau pemabuk,
keduanya memerlukan kepekaan yang berbeda antara calon korban dan calon
pelanggar. 3
Polisi pada hakekatnya dihadapkan kepada suatu situasi konflik dan polisi
bertugas untuk mengambil keputusan. Apabila pada akhirnya polisi bertindak, maka
pada saat tersebut polisi telah melakukan suatu yang menguntungkan atau melindungi
salah satu pihak dalam konflik, tetap dengan melawan, mengalahkan merugikan
pihak yang lain, tetapi sulit juga untuk mengharapkan, polisi selalu akan
mempertimbangkan dengan masak-masak segala segi etis dan moral. Untuk itu, maka
3
polisi tidak hanya harus berbuat sebagai seorang polisi, melainkan juga seorang
filosofi. 4
Kepolisian Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 Kitab Undangundang Hukum Acara Pidana (KUHAP) diberikan kewenangan dalam hal
melaksanakan tugas sebagai penyelidik dan penyidik.
Penyelidikan merupakan tindakan, bukanlah suatu tindakan atau fungsi yang
berdiri sendiri, terpisah dari fungsi penyidikan. Penyelidikan merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari fungsi penyidikan. Penyelidikan merupakan salah satu cara
atau metode atau sub fungsi penyidikan yang mendahului tindakan lain, yaitu
penindakan yang berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan,
pemeriksaan surat, pemanggilan, tindakan pemeriksaan dan penyerahan berkas
kepada penuntut umum. 5
Berdasarkan kewenangan Aparat Kepolisian sebagai penyelidik dan penyidik
dalam membantu memperlancar proses penyidikan maka seorang aparat kepolisian
juga berwenang untuk melakukan Penangkapan, yaitu Wewenang yang diberikan
kepada penyidik khusus nya yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana sangatlah luas.
Bersumber dari wewenang tersebut,penyidik berhak mengurangi kebebasan dan hak
asasi seseorang, selama masih berpijak pada suatu landasan hukum yang sah. Salah
satu wewenang untuk melakukan penangkapan terhadap tersangka pelaku tindak
4
penyidik apabila seseorang itu: diduga keras melakukan tindak pidana, dan dugaan
itu didukung oleh permulaan bukti yang cukup. Pembuat Undang-undang
menyerahkan sepenuhnya kepada penilaian penyidik. Akan tetapi, sangat disadari
cara penerapan yang demikian, bisa menimbulkan kekurangpastiandalam praktek
hukum serta sekaligus membawa kesulitan bagi praperadilan untuk menilai tentang
ada atau tidak permulaan bukti yang cukup.
Salah satu solusi yang rasional dan realistis adalah apabila kata permulaan
dalam ketentuan tersebut dihilangkan. Dengan demikian nya ada tercipta suatu
kepastian dalam melakukan proses penangkapan, sebagaimana yang telah diterapkan
dalam hukum acara pidana Amerika yang menentukan bahwa untuk melakukan
tindakan penangkapan atau penahanan harus didasarkan atas affidavit and testimony
yakni harus berdasarkan adanya bukti dan kesaksian . 10
Penangkapan tidak boleh dilakukan terhadap tersangka tindak pidana
pelanggaran sebagaimana yang telah ditentukan dalam Pasal 19 ayat 2 KUHAP,
9
Anton F. Susanto, Wajah Peradilan Kita, PT. Refika Aditama, Bandung, 2004, Halaman 6-7
M.Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan penerapan KUHP,(penyidikan dan
penuntutan)buku I, Sinar grafika, Jakarta, 2007, Halaman 158
10
11
P.A.F. Lamintang, Dasar-dasar hukum pidana Indonesia, Citra Aditya bakti, Bandung,
1997, halaman 123
langsung dengan
emosi dan
kemudian dianiaya oknum polisi dan tidak bertanggungjawab atas perbuatan itu.
"Sampai saat ini tidak ada itikad baik dari kepolisian terkait salah tangkap ini," jelas
kuasa hukum korban. Kuasa hukum korban menjelaskan bahwa Ujang diperlakukan
bak tahanan selama 12 hari. Ia ditangkap, dipaksa mengaku, dianiaya kemudian
dilepas kemudian diajak belanja beli baju lalu diberi uang Rp1 juta. "Keadilannya
dimana, sudah dituduh yang tidak benar, disiksa, lalu sadar telah salah menangkap,
klien dikeluarkan begitu saja tanpa kata maaf dan surat perintah perhentian
penyidikan (SP3)," paparnya. Ujang K sudirman, sehari-harinya bekerja sebagai
12
Anton Tabah, Menetap Dengan Mata Hati Polisi Indonesia, Gramedia Pustaka
Utama,Jakarta,1991, Halaman 23
tukang ojek. Ia sendiri dituduh terlibat kasus pencurian brankas berisi uang tunai Rp.
80 juta dan surat-surat berharga di rumah Mintarja, warga Perumahan Citra Raya,
Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang. 13
Medan Sumatera Utara, juga ada terdapat kasus salah tangkap Sumiyati dan
Sia Kim Tui, istri korban salah tangkap melaporkan kasus kekerasan dan intimidasi
aparat kepolisian ke Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres). Ditemani aktivis
KontraS Usman Hamid, mereka diterima secara langsung oleh anggota bidang
Hukum Albert Hasibuan.
Menurut laporannya itu, mereka meminta agar pemerintah menindak aparat
yang menangkap suaminya Ang Ho dan Sun An karena dituduh sebagai otak
pembunuhan di Medan, Sumatera Utara. Tidak hanya ditangkap, korban juga
mengalami kekerasan fisik dan seksual saat menjalani pemeriksaan.Sia Kim Tui
ditangkap bersama suaminya saat berada di Hotel JW Marriot. Sedangkan Sumiyati
ditahan kesesokan harinya di Kisaran, Sumatera Utara. Keempatnya dibawa ke ruang
tahanan Mako Brimob Medan, Polsek Medan Timur dan Polresta Medan."Saya dan
suami Sun An ditangkap polisi tanpa surat penangkapan. Saat di tahanan, saya
mendengar suami berteriak karena disiksa. Saya juga diancam intel dan penyidik
berjumlah 10 orang untuk mengakui suami saya otak pelaku pembunuhan," ujar Sia
Kim
di
Wantimpres,
Jakarta,
Selasa
(23/10).
13
perbuatan yang belum pernah dia lakukan dan menandatangani BAP. Saat
menandatangani,
Sun
An
tidak
didampingi
pengacara
yang
ditunjuk
14
pasti mengalami mental dan fisik yang negatif pula bagi si korban, selain mendapati
kerugian-kerugian besar bagi keluarga korban salah tangkap tersebut yang sebagian
merupakan tulang punggung bagi kehidupan keluarganya selama ini, kemudian pada
akhirnya di ketahui terjadinya kesalahan Penyidik Polri dalam melakukan tugasnya
sebagai penegak hukum, tetapi hanya dengan membebaskan atau meminta maaf
kepada korban salah tangkap tanpa melihat kerugian-kerugian yang diterima si
korban. Hal tersebut sudah jelas tidak bertanggung jawab atas kesalahan yang
diperbuat oleh Polri sebagai penyidik.
Aparatur harus mampu mengoptimalkan fasilitas, kinerja yang ditopang oleh
sikap mental agar hasil optimal, dan suasana kondusif dapat diwujudkan. Hal ini
dapat menjadi umpan balik yaitu sebagai bentuk pengendalian diri sekaligus
mekanisme tanggung jawab (akuntabilitas) peradilan yang selama ini sulit dipastikan.
Sangat tidak bijaksana dan memperlihatkan rentannya persoalan apabila seorang
(pejabat peradilan), atau kelompok tertentu yang memiliki kekuasaan (dalam sebuah
birokrasi) melakukan tindakan (pelanggaran hak asasi) yang merugikan (tersangka
atau masyarakat umum), terlebih jika tindakan tersebut dilakukan dengan dalih atau
dasar
sebuah
aturan
yang
mendukung.
Etika,
akuntabilitas
pejabat
dan
15
Untuk itu saya ingin mengetahui secara lebih jelas bagaimana upaya-upaya
dan pertanggungjawaban penyidik Polri atas kesalahan yang diperbuat dan apa yang
dapat dilakukan korban salah tangkap tersebut untuk menuntut atas hukuman dan
kerugian yang telah korban alami.
Maka dalam kasus diatas saya selaku penulis tertarik untuk membahas dan
untuk mengetahui lebih lanjut mengenai judul skripsi yang berjudul Analisa
Pertanggungjawaban Penyidik Polri Dalam Kaitan Terhadap Terjadinya Salah
Tangkap atau Error In Persona.
A. Rumusan Masalah
Permasalahan yang dirumuskan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah fungsi Polri dalam penegakan hukum?
2. Bagaimanakah pertanggungjawaban penyidik Polri terhadap terjadinya salah
tangkap atau error in persona.
B. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah dirumuskan
sebelumnya, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini antara lain:
1.
2.
C. Manfaat penelitian
1.
Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran secara teoritis
kepada disiplin ilmu hukum sehingga dapat berguna bagi pengembangan ilmu
hukum pidana di Indonesia khususnya terhadap pengaturan-pengaturan
pertanggungjawaban penyidik Polri terhadap korban salah tangkap yang terjadi
atas kesalahan si penyidik sehingga kemungkinan terjadinya kerancuankerancuan dan tumpang tindih hukum dapat diminimalisasi.
2.
Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat member manfaat untuk kepentingan penegakan
hukum, sehingga dapat dijadikan masukan kepada aparatur pelaksana penegakan
hukum dalam rangka melaksanakan tugas-tugas mulianya memperjuangkan
keadilan dan mewujudkan tujuan hukum yang dicita-citakan.
D. Keaslian Penulisan
Penulisan skripsi mengenai Analisa Pertanggungjawaban Penyidik Polri
dalam Kaitan Terhadap Terjadinya Salah tangkap atau Error In Persona berdasarkan
pemeriksaan arsip hasil penulisan skripsi di Fakultas Universitas Sumatera Utara
(USU) belum pernah dilakukan.
Penulisan skripsi ini adalah asli dari ide, gagasan pemikiran dan usaha
penulisan sendiri tanpa ada penipuan, penjuplakan atau dengan cara lain yang dapat
merugikan pihak-pihak tertentu. Hasil dari upaya penulisan dalam mencari
keterangan-keterangan
baik
berupa
buku-buku
maupun
internet,
peraturan
16
Muhammad
Joe
Sekigawa,
Tanggung
Jawab
Sosial
Perusahaan,
http://bocahbancar.wordpress.com, Diakses tanggal 28 November 2012, jam 15.34 WIB
sebagai usaha mencari dan menemukan jejak berupa keterangan dan bxikti-bukti
sesuatu peristiwa yang diduga merupakan tindak pidana. 17
Penyidik sebagaimana diatur didalam KUHAP terdiri dari dua bagian yaitu:
A. Penyidik Polri
Penyidik menurut ketentuanTasal 6 ayat (l) huruf a, salah satu instansi yang
diberi wewenang melakukan penyidikan ialah pejabat polisi Negara. Memang dari
segi diferensiasi fungsional, KUHAP telah meletakkan tanggung jawab fungsi
penyidikan kepada instansi kepolisian. Cuma agar seorang pejabat kepolisian dapat
diberi jabatan sebagai penyidik, haras memenuhi syarat kepangkatan sebagaimana
hal itu ditegaskan dalam pasal 6 ayat (2), Menurut penjelasan Pasal 6 ayat (2),
kedudukan dan kepangkatan penyidik yang diatur dalam Peraturan Pemerintah
diselaraskan dan diseimbangkan dengan kedudukan dan kepangkatan penuntut umum
dan hakim peradilan umum. Dari bunyi penjelasan ini, KUHAP sendiri belum
mengatur syarat kepangkatan yang dikehendaki Pasal 6. Syarat kepangkatan itu diatur
lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. Untuk itu, penjelasan Pasal 6 telah memberi
petunjuk supaya dalarn menetapkan kepangkatan jabatan penyidik disesuaikan
dengan kepangkatan penutut umum dan Hakim Peradilan Negeri Peraturan
Pemerintah yang mengatur masalah kepangkatan pejabat penyidik sebagaimana yang
dikehendaki ketentuan Pasal 6 sudah ada, dan telah ditetapkan pada tanggal 1
Agustus 1983, berupa PP No. 27 tahun 1983. Syarat kepangkatan pejabat penyidik
diatur dalam Bab II. Memperhatikan ketentuan kepangkatan yang diatur dalam Bab
17
b.
c.
2. Penyidik Pembantu
Pejabat polisi yang dapat diangkat sebagai penyidik pembantudiatur dalam
Pasal 3 PPNo. 27 Tahun 1983.menurut ketentuan ini, syarat kepangkatan
untuk dapat diangkat sebagai pejabat penyidik umum:
a. Sekurang-kurangnya berpangkat Sersan Dua Polisi;
b. Atau pegawai negeri sipil dalam lingkungan kepolisian Negara dengan
syarat sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Muda (golongan II/a)
c. Diangkat oleh Kepala Kepolisian RI atas usul komandan atau pimpinan
kesatuan masing-masing.
Penyidikan pembantu bukan mesti terdiri dari anggota Polri, tetapi bisa
diangkat dari kalangan pegawai sipil Polri, sesuai dengan keahlian khusus yang
mereka miliki dalam bidang tertentu.misalnya ahli kimia atau ahli patologi. Kalau
pegawai negeri sipil Polri yang demikian tidak bisa diangkat menjadi penyidik
pembantu, mungkin akan menimbulkan hambatan dalam pelaksanaan penyidikan.
Sebab di kalangan anggota Polri sendiri, yang memiliki syarat pengangkatan dan
keahlian tertentu mungkin masih sangat langka. Itu sebab utama yang menjadi
motivasi keperluan penyidik pembantu dapat diangkat dari kalangan pegawai sipil.
tersebut
harus
diserahkan
kepada
penuntut
umum.
Cara
kepada
penyidik
Polri,
penghentian
penyidikan
itu
harus
diberitahukan kepada penyidik Polri dan penuntut umum (pasal 109 ayat (3)). 18
3.
Penangkapan
Sering kali dikatakan pengertian penangkapan dan penahanan. Penangkapan
Penyidik dan alas perintah penyidik juga penyelidik serta penyidik pernbanru
untuk kepentingan penyidikan.
b.
c.
b.
Dan dugaan yang kuat itu, didasarkan pada permulaan bukti yang cukup.
Yang dimaksud dengan bukti permulaan yang cukup menurut penjelasan pasal
17 ialah bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana sesuai dengan bunyi
pasal 1 butir 14. Selanjtrtnya penjelasan pasal 17 menyatakan; Pasal ini
menunjukkan bahwa perintah penangkapan tidak dapat dilakukan dengan sewenangwenang, tetapi ditujukan kepada mereka yang betul-betul melakukan tindak pidana.
Sebagai pegangan, tindakan penangkapan bara dapat dilakukan oleh penyidik
apabila seseorang itu: diduga keras melakukan tindak pidana, dan dugaan itu
didukung oleh permulaan bukti yang cukup. Pembuat undang-undang menyerahkan
sepenuhnya kepada penilaian penyidik. Akan tetapi, sangat disadari cara penerapan
19
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan yuridis normatif dan yuridis
empiris. Pendekatan yuridis normatif dimaksudkan untuk melakukan
pengkajian terhadap hukum pidana dan penerapan pidana sebagai sarana
kebijakan hukum pidana, dalam rangka pembangunan dan pembaharuan
hukum pidana Indonesia. Pendekatan yuridis empiris dimaksudkan untuk
melakukan penelitian terhadap eksistensi pidana badan di Indonesia dan
aplikasinyaterhadap penegakan hukum di Indonesia.
2. Sumber Data
a. Data primer, yaitu data yang diperoleh dari penelitian lapangan.
b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan yang
berupa bahan-bahan hukum yang terdiri dari :
1) Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang bersifat mengikat yang
terdiri dari :
a.
4. Narasumber Penelitian
a. Kepala Direktur Resort kriminal Umum atau yang mewakilinya
b. Pelaku atau korban salah tangkap atau yang mewakilinya.
5. Teknik Pengumpulan Data
a. Library research (penelitian kepustakaan).
Yaitu dengan melakukan penelitian terhadap berbagai sumber bacaan.
dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan cara studi
dokumen, yaitu mengkaji, mempelajari dan menelaah bahan-bahan hukum
yang ada kaitannya dengan penelitian ini.
b. Field research (penelitian lapangan)
Yaitu data dilakukan dengan cara wawancara dan mengajukan daftar
pertanyaan kepada responden penelitian.
6. Analisis Data
Metode analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif,
yaitu data yang diperoleh dari penelitian disajikan dan diolah secara kualitatif
dengan langkah-langkah sebagai berikut :
H. Sistematika Penulisan
Dalam membantu penulis dan pembaca dalam memahami suatu skripsi perlu
dibuat suatu sistematika (gambaran isi) dengan menguraikan secara singkat materimateri yang terdapat didalam uraian mulai dari bab pertama sampai dengan bab yang
terakhir sehingga tergambar hubunaan antara bab yang satu dengan bab yang lain.
Maka dalam penulisan skripsi ini penulis menyusun secara sistematis dalam
beberapa bab sebagai berikut:
BAB I
: PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan tentang : Latar belakang, Perumusan
Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan,
Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian, Sistemarika Penulisan.
BAB II
BAB III
: PERTANGGUNGJAWABAN
PENYIDIK
POLRI MENURUT
bab
ini
akan
diuraikan
pembahasan
tentang
teknis
Proses
Praperadilan
sebagai
upaya