Putusan Sela 2 Des 2016

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 98

Pid.I.A.

9
PUTUSAN

SELA

Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa dan mengadili perkara
pidana, dengan acara pemeriksaan biasa dalam tingkat pertama, telah
menjatuhkan putusan sela sebagai berikut dalam perkara Terdakwa:
1. Nama lengkap
: Agus Saepul Alam
2. Tempat lahir
: Jakarta, 20 Agustus 1954
3. Umur/tanggal lahir
: 55 tahun
4. Jenis kelamin
: laki-laki
5. Kebangsaan
: Indonesia
6. Tempat tinggal
: Jalan Bango Raya No. 14, Jakarta Selatan
7. Agama
: Islam
8. Pekerjaan
: Direktur Utama PLN
9. Pendidikan
: S2
Terdakwa ditahan berdasarkan Surat Perintah Penahanan oleh:
- Penahanan di tingkat penyidikan oleh Penyidik pada Direktorat Tipikor
Bareskrim Mabes Polri dari tanggal 25 Desember 2008 sampai dengan
tanggal 14 Januari 2009 berdasa\rkan Surat Perintah Penahanan Nomor:
-

SP.Han-185/XII/2008/Dit.Tipikor tertanggal 25 Desember 2008;


Penahanan di tingkat penuntutan oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan
dari tanggal 12 Januari 2009 sampai dengan tanggal 2 Februari 2009
berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor: PRINT-27/F/F.2.1/01/2009

tertanggal 12 Januari 2009;


Perpanjangan penahanan di tingkat penuntutan oleh Ketua Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan dari tanggal 2 Februari 2009 sampai dengan tanggal

4 Maret 2009;
Penetapan Penahanan tahap Pemeriksaan Pengadilan oleh Ketua Majelis
Hakim dari tanggal 9 Februari 2009 sampai dengan tanggal 11 Maret 2009;

Terdakwa didampingi oleh Penasehat Hukum Puspa Meidyana, S.H., LL.M. dan
Seyla Silitonga, S.H., LL.M. Advokat dari Kantor Hukum Meidyana, Missy &
Partners beralamat di The Energy Tower Lt. 19, Jalan Jendral Sudirman Kav. 5253, Jakarta, 12190, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor

35/SK-

PID/MSP/2009 tanggal 30 Januari 2009;

Pengadilan Negeri tersebut;


Setelah membaca:
Penetapan
Ketua Pengadilan

Negeri

Jakarta

Selatan

Nomor

23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel tanggal 11 Februari 2009 tentang penunjukan


-

Majelis Hakim;
Penetapan Majelis Hakim Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel tanggal 12

Februari 2009 tentang penetapan hari sidang pertama;


Berkas perkara dan surat-surat lain yang bersangkutan;
Halaman 1 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

Setelah mendengar pembacaan surat dakwaan Penuntut Umum;


Setelah mendengar pembacaan nota keberatan dari Penasehat Hukum
Terdakwa dan pendapat dari Penuntut Umum;
Menimbang, bahwa Terdakwa diajukan ke persidangan oleh Penuntut
Umum didakwa berdasarkan surat dakwaan sebagai berikut:
DAKWAAN

PRIMAIR :

Bahwa ia TERDAKWA AGUS SAEPUL ALAM selaku Direktur Utama


Perusahaan Listrik Negara berdasarkan Surat Keputusan Menteri Negara
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Nomor : kep - 1028/MN-BUMN/II/2003
tentang pengesahan pengangkatan AGUS SAEPUL ALAM selaku Direktur
Utama Perusahaan Listrik Negara periode tahun 2003 s/d tahun 2006, dan
ditetapkan

sebagai

Kuasa

Pengguna

Anggaran

dalam

proyek

pembangunan gardu listrik untuk pemenuhan kelistrikan rakyat indoseia


pada tanggal 12 November 2004 hingga 28 Agustus 2006 atau setidak
tidaknya pada bulan November 2004 hingga Agustus 2006, atau setidaktidaknya pada tahun 2004 hingga tahun 2006, bertempat di Ditjen Ketenaga
Listrikan Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral Jln. H.R. Rasuna
Said Blok X. 2 Kav. 07-08 Kuningan Jakarta Selatan, di Gedung PT PLN
(Persero) Jl. Trunojoyo Blok M-I No. 135 Kebayoran Baru, Jakarta 12160,
Indonesia, Hotel Mulia Jakarta Selatan, dan Kantor Induk Pembangkit dan
Jaringan Jawa Bali, Jl Slamet No. 1 Candibaru, Semarang, atau seatau
setidak-tidaknya dalam wilayah lain di Jakarta atau setidak-tidaknya di
suatu wilayah negara Republik Indonesia, atau setidak-tidaknya di tempat
lain dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang
berdasarkan Pasal 84 ayat (2) dan (4) KUHAP berwenang untuk memeriksa
dan memutus perkara pidana TERDAKWA, bersama-sama dengan NUR
KAJOLINA selaku Direktur Utama PT Kerja Indonesia, KEVIN RIVALDI
GIRSANG

selaku

Pejabat

Pembuat

Komitmen

berdasarkan

Surat

Keputusan Nomor 112/PLN-01/III/2004 tentang pengesahan pengangkatan


PPK, Gardu Induk Banten, secara melawan hukum melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, yang dilakukan
dengan cara-cara sebagai berikut:

Halaman 2 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

1) Bahwa berawal dari adanya anggaran untuk pembangunan Gardu


Induk 150 Kv untuk wilayah Induk Pembangkit dan Jaringan
(IKITRING) Jawa, Bali dan Nusa Tenggara yang tercantum dalam
DIPA Ditjen Ketenagalistrikan Kementrian Energi dan Sumber Daya
Mineral:

a. Nomor : 0100/020-05.1.01/00/2004 tanggal 20 Desember


2004 yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) Tahun Anggaran 2004.

b. Nomor : 0100/020-05.1.01/00/2005 tanggal Bahwa pada


tanggal 7 Oktober sampai 24 Oktober 2005 berasal dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun
Anggaran 2005.

c. Nomor : DIPA-020.05.1.447011/2006 tanggal 5 Desember


2006 yang berasal dari Anggaran dan Pendapatan Belanja
Negara (APBN) Tahun Anggaran 2006

2) Bahwa berdasarkan DIPA yang ditandatangani oleh Dirjen Anggaran


atas nama Menteri Keuangan Nomor : 0100/020-05.1.01/00/2004
tanggal 20 Desember 2004 tersebut terdapat anggaran untuk
pembangunan GI 150 kV Banten dengan nilai anggaran seluruhnya
Rp 64.210.000.000 (enam puluh empat miliar dua ratus sepuluh juta
rupiah rupiah) yang berasal dari Anggaran dan Pendapatan Belanja
Negara (APBN)

3) Bahwa guna menindaklanjuti pelaksanaan DIPA Nomor : 0100/02005.1.01/00/2004 tanggal 20 Desember 2004 tersebut maka tanggal
31 Desember 2004 Sekretaris Jenderal Kementrian ESDM yaitu
WARYONO KARNO mengangkat pengelola APBN diantaranya untuk
Induk Pembangkit dan Jaringan (IKITRING) Jawa, Bali, dan Nusa
Tenggara dengan sususan yaitu sebagai berikut:

Kuasa Pengguna Anggaran/barang :

Agus Saepul Alam

Penanggungjawab Kinerja Pembangkit


Girsang

Kevin

Rivaldi

Halaman 3 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

Pejabat Penerbit SPM

Bendahara Pengerluaran

Nasri Sembarang
:

Atminah Wardi

4) Bahwa pada tanggal 22 Desember 2004 Kevin Rivaldi Girsang


sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam pembangunan
Gardu Induk IKITRING Jawa, Bali dan Nusa Tenggara mengeluarkan
Nota Dinas Nomor : 163/13/GM/2004 Perihal penyampaian dokumen
pekerjaan pembangunan Gardu Induk 150 kV Banten, yang berisi
Revisi Harga Perkiraan Sendiri (HPS) pekerjaan pembangunan
Gardu Induk 150 kV Banten. Revisi HPS dtetapkan bulan Desember
2004 tanpa tanggal oleh PPK sebesar Rp 62.310.000.000,00 (enam
puluh dua milyar tiga ratus sepuluh juta lima rupiah)

5) Pada tanggal 27 Desember 2004 Panitia Pengadaaan Kementrian


ESDM Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Satker INKITRING
Jawa, Bali dan Nusa Tenggara menerbitkan dokumen pengadaaan
berupa

Kontrak

Nomor

027.DP/PAN-APBN/JBN/2004

serta

mengapload pengumuman pada Portal LPSE PT PLN (Persero)


antara lain memuat ketentuan khususnya pada BAB X Syarat-syarat
Umum Kontrak (SSUK) yaitu:

Klausul Pembayaran
45

Menyatakan bahwa pembayaran dilakukan senilai


pekerjaan yang telah terpasang, tidak termasuk
bahan/material dan peralatan yang ada di lokasi
pekerjaan

6) Bahwa pada tanggal 13 Febuari 2004 PT Kerja Indonesia mengikuti


lelang di PT PLN Persero UIP JJB untuk pembangunan Gardu Induk
se Indonesia dengan sistem pembiayaan tahun jamak (multiyears)
yaitu tahun 2004, tahun 2005, dan tahun 2006

7) Bahwa dalam pelelangan tersebut terdapat 7 (tujuh) peserta yang


lolos evaluasi dan teknis yaitu:

1) PT Kerja Indonesia
2) PT Anugerah Bhakti Indonesia
Halaman 4 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

3) PT Chaya Intan Indonesia


4) PT Mandiri Karya
5) PT Villian Hasda
6) KSO PT Intan Mufakat Raya, PT Cakra Nusa Dirgantara dan PT
Duta Hita Jaya
7) KSO PT Wisma Sarana Teknik dan PT Menara Indra Utama;
8) Bahwa

berdasarkan

pelelangan

tersebut,

panitia

pengadaan

menetapkan PT Kerja Indonesia dengan nilai penawaran adalah Rp


54.359.000.000,00 (lima puluh empat milyar tiga ratus lima puluh
sembilan juta ribu rupiah) untuk pembangunan Garduk Induk Banten

9) Bahwa Terdakwa selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan


KEVIN RIVALDI GIRSANG selaku Pejabat pembuatKomitmen (PPK)
telah melakukan proses pengadaan hingga menentukan pemenang
pengadaan pembangunan Gardu Induk 150 kV Banten meskipun
lahan untuk lokasi pembangunan gardu induk tersebut belum
tersedia

10)Bahwa KEVIN RIVALDI GIRSANG selaku Pejabat Pembuat


Komitmen dan Terdakwa selaku kuasa Pengguna Anggaran dalam
kapasitasnya

sebagai

Direktur

Utama

PT

PLN

(Persero)

menandatangani Surat Perjanjian/Kontrak Pembangunan GI 150 kV


Banten Nomor: 174.PJ/133/UI JJB/2004 dengan nilai kontrak Rp
54.359.000.000,00 (lima puluh empat milyar tiga ratus lima puluh
sembilan juta rupiah) dengan waktu pelaksanaan pekerjaan selama
450 hari kalender sejak penyedia barang meminta Surat Perintah
Mulai Kerja (SPMK) dengan ruang linkup pekerjaan yaitu sbb:

1) Design Gardu Induk

2) Pengadaan Material Elektrical dan Mekanikal

3) Pekerjaan sipil yang terkait

4) Pemasangan
Halaman 5 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

5) Test dan Comisioning

11) Bahwa pada saat kontrak ditandatangani oleh Terdakwa dan Pejabat
Pembuat Komitmen (PPK) serta PT Kerja Indonesia seharusnya
Terdakwa mengetahui jika ternyata lokasi tanah yang akan dijadikan
lokasi pembangunan Gardu Induk ternyata belum dibebaskan atau
tuntas dan hal tersebut akan menjadikan kendala di dalam
pelaksanaan pekerjaan karena pada saat menandatangani kontrak
ternyata tidak pernah ada penyerahan lokasi kerja yang didahului
dengan pemeriksaan lapangan bersama dengan Pejabat Pembuat
Komitmen (PPK) yang akan dibangun gardu induk 150 kV Banten
dengan

dibuktikan

adanya

Berita

Acara

Penyerahan

lokasi

sebagaimana yang telah ditentukan dalam BAB X Syarat-Syarat


Umum Kontrak (SSUK) tentang Penyerahan Lokasi khususnya pada
Nomor : 20.1 dalam dokumen pengadaan Nomor : 007.DP/PANAPBN/JBN/2004

12)Bahwa untuk menghindari agar tanah lokasi pembangunan Gardu


Induk 150 kV Banten tidak menjadi kendala dalam pencairan dana
proyek sesuai dengan progress pekerjaan, maka Terdakwa AGUS
SAEPUL ALAM selaku Kuasa Pengguna Anggaran, KEVIN RIVALDI
GIRSANG selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), serta NUR
KAJOLINA selaku Direktur Utama PT Kerja Indonesia merubah
klausul

kontrk

yang

ada

dalam

Surat

Perjanjian

kontrak

Pembangunan GI 150 kV Kadiaten Nomor: 174.PJ/133/UI JJB/2004


tanggal 21 Januari 2005 khususnya mengenai cara pembayaran
yang semula disyaratkan dalam dokumen pengadaan bahwa
pembayaran

dilakukan

senilai

dengan

pekerjaan

yang

telah

terpasang tidak termsuk bahan/material dan peralatan yang ada di


lokasi

pekerjaan,dirubah

menjadi

Material

on

site

dapat

dieprhitungkan sebagai prestasi pekerjaan sebesar (70% x nilai


material

terpasang)

dan

dibuktikan

dengan

Berita

Acara

Pemeriksaan Barang yang ditandatangi Para Pihak

13)Bahwa sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia


Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah pasal 33 ayat (2) menyatakan Pembayaran
prestasi pekerjaan dilakukan dengan sistem sertifikat bulanan atau
sistem termin
Halaman 6 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

14) Bahwa sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia


Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah pada penjelasan pasal 33 ayat (2),
menyatakan pembayaran kontrak pengadaan barang/jasa Khusus
untuk pekerjaan konstruksi, pembayaran hanya dapat dilakukan
senilai pekerjaan yang telah terpasang, tidak termasuk bahanbahan, alat-alat yang ada dilapangan.

15)Bahwa akibat ditandatanganinya kontrak dan adanya perubahan


kontrak yang disepakati Para Pihak maka Terdakwa menyetujui
permohonan pembayaran uang muka yang diajukan NUR KAJOLINA
selaku Direktur Utama PT Kerja Indonesia sebagai berikut:

a. Pada tanggal 23 Januari 2005 PT Kerja Indonesia mengajukan


permohonan pembayaran uang muka sesuai Surat Nomor:
ABB/0343-IRT/11 kepada PPK sebesar Rp 2.311.850.000,00

b. Tanggal 27 Januari 2005 Terdakwa selaku Kuasa Pengguna


Anggaran menerbitkan Surat Permintaan Membayar (SPM)
Bomor 00039/447011/2011, sebagai realisasi dari permintaan
uang muka diajukan oleh PT Kerja Indonesia ke rekening PT
Bank Citibak dengan nomor rekening 0-103344-158 dengan nilai
Rp. 2.311.850.000,00

c. Pada tanggal 28 Januari 2005 KPKN menerbitkan Surat Perintah


Pencairan Dana (SP2D) Nomor : 367506U/134/112, untuk PT
Kerja Indonesia ke rekening PT Bank Citibank dengan nomor
rekening 0-103344-158 dengan nilai Rp. 2.311.850.000,00

16)Bahwa pada tanggal 21 Febuari 2005 PT Kerja Indonesia


menerbitkan Invoice dari CG Power System Indonesia untuk
pembelian Transformer 60 MVA# 150/20 kV sebanyak 2 (dua) set
senilai Rp 10.350.000.000,00 dengan delivery date 14 November
2005

17)Bahwa pada tanggal 22 Febuari 2005 PT Kerja Indonesia


memberikan Invoice dari CG Power System Indonesia untuk
pembelian Transformer 60 MVA# 150/20 kV sebanyak 2 (dua) set
Halaman 7 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

senilai Rp 10.350.000.000,00 dengan delivery date 14 November


2005 kepada KEVIN RIVALDI GIRSANG selaku PPK

18)Bahwa pada tanggal 23 Febuari 2005 Invoice CG Power System


Indonesia untuk pembelian Transformer 60 MVA# 150/20 kV
sebanyak 2 (dua) set senilai Rp 10.350.000.000,00 dengan delivery
date 14 November 2005 KEVIN RIVALDI GIRSANG selaku PPK
meneruskannya

kepada

Terdakwa

selaku

Kuasa

Pengguna

Anggaran

19)Tanggal 24 Febuari 2005 Terdakwa selaku Kuasa Pengguna


Anggaran menerbitkan Surat Permintaan Membayar (SPM) Bomor
00066/447011/2011, sebagai realisasi dari pembelian Transformer 60
MVA# 150/20 kV sebanyak 2 (dua) set oleh PT Kerja Indonesia ke
rekening PT Bank Citibak dengan nomor rekening 0-103344-158
senilai Rp 10.350.000.000,00

20)Bahwa pada tanggal 13 Maret 2005 PT Kerja Indonesia memberikan


Invoice dari Ludvika Swden untuk pembelian Lightening Araster 20
KA sebanyak 12 Rp 2.820.000.000,00 dengan delivery date 13
Agustus 2005 kepada KEVIN RIVALDI GIRSANG selaku PPK dan
Terdakwa selaku KPA

21)Bahwa pada tanggal 19 Maret 2005 PT Kerja Indonesia memberikan


Invoice Nomor : 3162020219 dari Limited Maneja Vadodara India
kepada KEVIN RIVALDI GIRSANG selaku PPK dan Terdakwa selaku
KPA untuk pembelian:

Disconecting switch SGF170PC100 (Line Bay) sebanyak 4 set


Rp 390.680.000,00

Disconecting switch SGF170PC100 + E100 (Line Bay)


sebanyak 2 set Rp 230.900.000,00

Disconecting switch SGF170Q100 (Bus Capler Bay) sebanyak


2 set Rp 200.180.000,00

Halaman 8 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

Disconecting

switch

SGF170N100

(Transformer

Bay)

sebanyak 2 set Rp 270.880.000,00

22)Bahwa pada tanggal 10 Juni 2005 PT Kerja Indonesia mengajukan


permohonan pembayaran Termin Pertama dengan Surat Nomor:
ABB/0267-SYU/05 kepada PPK dengan progresfisik pekerjaan
27,480% atau senilai dengan Rp 13.132.359.000,00 dilampiri
dengan:

a. Berita Acara Pemeriksaan Nomr: 714.BA/133/IPKJJB Region


V/2005 tanggal 7 Juni 2005 yang menyatakan progres
pekerjaan 27,58% yang ditandatangani Terdakwa

b. Berita

Acara

Serah

Terima

1217.BA/610/UIPJJB/2005
ditandatangani

oleh

Hasil

tanggal

anggota

Panitia

Pekerjaan
Juni

Nomor:

2005

yang

Penerima

Hasil

Pekerjaan (PPHP), Direksi Pekerjaan PT PLN dan penyedia


barang

c. Berita Acara Pembayaran Nomor : 1281.BA/543/UIPJJB/2012


tanggal 11 Juni 2005 yang ditandatagani oleh Terdakwa, NUR
KAJOLINA selaku Direktur Utama PT Kerja Indonesia, dan
KEVIN RIVALDI GIRSANG selaku PPK

23)Bahwa terhadap pemohonan permintaan pembayaran Termin


Pertama yang ditandatangani NUR KAJOLINA atas nama PT Kerja
Indonesia pada tanggal 17 Juni 2005 tersebut Terdakwa selaku
Kuasa

Pengguna

Anggaran

menerbitkan

Surat

Permintaan

Membayar (SPM) Nomor: 00007/447011/2005 untuk porsi PT Kerja


Indonesia sebesar Rp 13.132.359.000,00 dan selanjutnya oleh
KPKN diterbitkan Surat perintah Pencairan Dana (SP2D) Nomor :
753442B/134/112 dan dana ditransfer ke rekening 0.103344-158
atas nama PT Kerja Indonesia di PT Bank CitiBank senilai Rp
13.132.359.000,00

24)Bahwa pada tanggal 18 Oktober 2006 NUR KAJOLINA selaku


direktur utama PT Kerja Indonesia kembali mengajukan pembayaran
Termin Kedua dengan suratnya Nomor: ABB/0175-SYU/06 kepada
Halaman 9 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

PPK dengan progres pekerjaan 30,311% senilai dengan Rp


1.352.900.000,00 tidak termasuk pajak-pajak dengan dilampiri:

a. Berita

Acara

PemeriksaanPekerjaan

Nomor:

033.BA/133/UPKJJB/2006 tanggal 30 Agustus 2006 yang


menyatakan progres pekerjaan 30,311% yang ditandatangi
oleh NUR KAJOLINA

b. Berita

Acara

Serah

Terima

Hasil

Pekerjaan

Nomor

327.1.BA/610/UIPJJB/2006 tanggal 22 Agustus 2006 yang


ditandatangai oleh anggota Panitia Penerima Hasil Pekerjaan
(PPHO), Direksi Pekerjaan PT PLN dan penyedia barang

c. Berita Acara Pembayaran Nomor : 031.BA/543/UIPJJB/2006


tanggal

November

2006

yang

ditandatangani

NUR

KAJOLINA dan KEVIN RIVALDI GIRSANG selaku PPK

25)Bahwa

untuk

mempertanggungjawabkan

pencairan

atas

pembayaran Termin Pertama dan Kedua yang diajukan oleh PT


Kerja Indonesia selanjutnya NUR KAJOLINA menggunakan dana
tersebut untuk kegiatan diantaranya untuk pencairan Termin Pertama
digunakan untuk pembayaran Circuit Breaker (CB), Disconecting
Switch (DS), Lightening Arrester (LA) dan Transfomer, sedangkan
untuk

pencairan

dari

Termin

Kedua

NUR

KAJOLINA

menggunakannya untuk pekerjaan material mekanikal elektrikal


merek TRENCH

26)Bahwa terhadap pekerjaan pembangunan Gardu Induk 150 kV


Banten PT PLN (Persero) yang dilaksanakan oleh NUR KAJOLINA
sampai masa akhir kontrak tidak selesai dikerjakan/dilaksanakan dan
barang-barang tersebut di simpan di Gudang Milik PT PLN (Persero)
Cirebon dimana Terdakwa selaku Kuasa Pengguna Anggaran telah
membayarkan semua permohonan pembayaran yang diajukan NUR
KAJOLINA

yang

mengakibatkan

ia

lakukan

kerugian

secara

melawan

hukum

telah

keuangan

negara

senilai

Rp

31.059.749.000,00 (tiga puluh satu miliar lima puluh sembilan juta


tujuhratus empat puluh sembilan ribu rupiah) dengan perincian
sebagai berikut:
Halaman 10 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

Pembayaran Uang Muka

Rp 2.311.850.000,00

Pembelian Transformer

Rp 10.350.000.000,00

Pembelian Lightening Araster

Rp 2.820.000.000,00

Pembelian Disconecting Switch

Rp 1.092.640.000,00

Pembayaran Termin 1

Rp 13.132.359.000,00

Pembayaran Termin II

Rp 1.352.900.000,00

_____________________+

Jumlah Kerugian Keuangan Negara

Rp

Rp

31.059.749.000,00

Sebagaimana tersebut dalam Laporan Hasil Audit Perhitungan Kerugian


Keuangan Negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
(BPKP) Perwakilan Provinsi DKI Jakarta Nomor SR-431/PW09/5/2008
tanggal 8 Mei 2008 atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Proses
Pelelangan

Pembangunan

21

Gardu

Induk

(1.610

MVA)

khusus

Pembangunan Gardu Induk 150 kV Banten dan New Sanur pada Induk
Pembangunan dan Jaringan Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara PT PLN
(Persero) TA 2004 s.d. 2006

----------

Perbuatan

Terdakwa

AGUS

SAEPUL

ALAM

tersebut

sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18
ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Undang-Undang Nomor 20 tahun
2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 jo.
Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP

SUBSIDAIR

---------- Bahwa ia TERDAKWA AGUS SAEPUL ALAM selaku Direktur


Utama Perusahaan Listrik Negara berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Nomor : kep - 1028/MNHalaman 11 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

BUMN/II/2003 tentang pengesahan pengangkatan AGUS SAEPUL ALAM


selaku Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara periode tahun 2003 s/d
tahun 2006, dan ditetapkan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran dalam
proyek pembangunan gardu listrik untuk pemenuhan kelistrikan rakyat
indoseia pada tanggal 12 November 2004 hingga 28 Agustus 2006 atau
setidak tidaknya pada bulan November 2004 hingga Agustus 2006, atau
setidak-tidaknya pada tahun 2004 hingga tahun 2006, bertempat di Ditjen
Ketenaga Listrikan Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral Jln. H.R.
Rasuna Said Blok X. 2 Kav. 07-08 Kuningan Jakarta Selatan, di Gedung PT
PLN (Persero) Jl. Trunojoyo Blok M-I No. 135 Kebayoran Baru, Jakarta
12160, Indonesia, Hotel Mulia Jakarta Selatan, dan Kantor Induk
Pembangkit dan Jaringan Jawa Bali, Jl Slamet No. 1 Candibaru, Semarang,
atau seatau setidak-tidaknya dalam wilayah lain di Jakarta atau setidaktidaknya di suatu wilayah negara Republik Indonesia, atau setidak-tidaknya
di tempat lain dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang
berdasarkan Pasal 84 ayat (2) dan (4) KUHAP berwenang untuk memeriksa
dan memutus perkara pidana TERDAKWA, bersama-sama dengan NUR
KAJOLINA selaku Direktur Utama PT Kerja Indonesia, KEVIN RIVALDI
GIRSANG

selaku

Pejabat

Pembuat

Komitmen

berdasarkan

Surat

Keputusan Nomor 112/PLN-01/III/2004 tentang pengesahan pengangkatan


PPK, Gardu Induk Banten, dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau
orang

lain

atau

suatu

korporasi,

menyalahgunakan

kewenangan,

kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau


kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau pereonomian
negara, yang dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:

1) Bahwa berawal dari adanya anggaran untuk pembangunan Gardu


Induk 150 Kv untuk wilayah Induk Pembangkit dan Jaringan
(IKITRING) Jawa, Bali dan Nusa Tenggara yang tercantum dalam
DIPA Ditjen Ketenagalistrikan Kementrian Energi dan Sumber Daya
Mineral:

d. Nomor : 0100/020-05.1.01/00/2004 tanggal 20 Desember


2004 yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) Tahun Anggaran 2004.

e. Nomor : 0100/020-05.1.01/00/2005 tanggal Bahwa pada


tanggal 7 Oktober sampai 24 Oktober 2005 berasal dari
Halaman 12 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun


Anggaran 2005.

f. Nomor : DIPA-020.05.1.447011/2006 tanggal 5 Desember


2006 yang berasal dari Anggaran dan Pendapatan Belanja
Negara (APBN) Tahun Anggaran 2006

2) Bahwa berdasarkan DIPA yang ditandatangani oleh Dirjen Anggaran


atas nama Menteri Keuangan Nomor : 0100/020-05.1.01/00/2004
tanggal 20 Desember 2004 tersebut terdapat anggaran untuk
pembangunan GI 150 kV Banten dengan nilai anggaran seluruhnya
Rp 64.210.000.000 (enam puluh empat miliar dua ratus sepuluh juta
rupiah rupiah) yang berasal dari Anggaran dan Pendapatan Belanja
Negara (APBN)

3) Bahwa guna menindaklanjuti pelaksanaan DIPA Nomor : 0100/02005.1.01/00/2004 tanggal 20 Desember 2004 tersebut maka tanggal
31 Desember 2004 Sekretaris Jenderal Kementrian ESDM yaitu
WARYONO KARNO mengangkat pengelola APBN diantaranya untuk
Induk Pembangkit dan Jaringan (IKITRING) Jawa, Bali, dan Nusa
Tenggara dengan sususan yaitu sebagai berikut:

Kuasa Pengguna Anggaran/barang :

Agus Saepul Alam

Penanggungjawab Kinerja Pembangkit


Girsang

Pejabat Penerbit SPM

Nasri Sembarang

Bendahara Pengerluaran

Kevin

Rivaldi

Atminah Wardi

4) Bahwa pada tanggal 22 Desember 2004 Kevin Rivaldi Girsang


sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam pembangunan
Gardu Induk IKITRING Jawa, Bali dan Nusa Tenggara mengeluarkan
Nota Dinas Nomor : 163/13/GM/2004 Perihal penyampaian dokumen
pekerjaan pembangunan Gardu Induk 150 kV Banten, yang berisi
Revisi Harga Perkiraan Sendiri (HPS) pekerjaan pembangunan
Gardu Induk 150 kV Banten. Revisi HPS dtetapkan bulan Desember
2004 tanpa tanggal oleh PPK sebesar Rp 62.310.000.000,00 (enam
puluh dua milyar tiga ratus sepuluh juta lima rupiah)
Halaman 13 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

5) Pada tanggal 27 Desember 2004 Panitia Pengadaaan Kementrian


ESDM Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Satker INKITRING
Jawa, Bali dan Nusa Tenggara menerbitkan dokumen pengadaaan
berupa

Kontrak

Nomor

027.DP/PAN-APBN/JBN/2004

serta

mengapload pengumuman pada Portal LPSE PT PLN (Persero)


antara lain memuat ketentuan khususnya pada BAB X Syarat-syarat
Umum Kontrak (SSUK) yaitu:

Klausul Pembayaran
45

Menyatakan bahwa pembayaran dilakukan senilai


pekerjaan yang telah terpasang, tidak termasuk
bahan/material dan peralatan yang ada di lokasi
pekerjaan

6) Bahwa pada tanggal 13 Febuari 2004 PT Kerja Indonesia mengikuti


lelang di PT PLN Persero UIP JJB untuk pembangunan Gardu Induk
se Indonesia dengan sistem pembiayaan tahun jamak (multiyears)
yaitu tahun 2004, tahun 2005, dan tahun 2006

7) Bahwa dalam pelelangan tersebut terdapat 7 (tujuh) peserta yang


lolos evaluasi dan teknis yaitu:

1) PT Kerja Indonesia
2) PT Anugerah Bhakti Indonesia
3) PT Chaya Intan Indonesia
4) PT Mandiri Karya
5) PT Villian Hasda
6) KSO PT Intan Mufakat Raya, PT Cakra Nusa Dirgantara dan PT
Duta Hita Jaya
7) KSO PT Wisma Sarana Teknik dan PT Menara Indra Utama;
8) Bahwa

berdasarkan

pelelangan

tersebut,

panitia

pengadaan

menetapkan PT Kerja Indonesia dengan nilai penawaran adalah Rp


54.359.000.000,00 (lima puluh empat milyar tiga ratus lima puluh
sembilan juta ribu rupiah) untuk pembangunan Garduk Induk Banten
Halaman 14 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

9) Bahwa Terdakwa selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan


KEVIN RIVALDI GIRSANG selaku Pejabat pembuatKomitmen (PPK)
telah melakukan proses pengadaan hingga menentukan pemenang
pengadaan pembangunan Gardu Induk 150 kV Banten meskipun
lahan untuk lokasi pembangunan gardu induk tersebut belum
tersedia

10)Bahwa KEVIN RIVALDI GIRSANG selaku Pejabat Pembuat


Komitmen dan Terdakwa selaku kuasa Pengguna Anggaran dalam
kapasitasnya

sebagai

Direktur

Utama

PT

PLN

(Persero)

menandatangani Surat Perjanjian/Kontrak Pembangunan GI 150 kV


Banten Nomor: 174.PJ/133/UI JJB/2004 dengan nilai kontrak Rp
54.359.000.000,00 (lima puluh empat milyar tiga ratus lima puluh
sembilan juta rupiah) dengan waktu pelaksanaan pekerjaan selama
450 hari kalender sejak penyedia barang meminta Surat Perintah
Mulai Kerja (SPMK) dengan ruang linkup pekerjaan yaitu sbb:

6) Design Gardu Induk

7) Pengadaan Material Elektrical dan Mekanikal

8) Pekerjaan sipil yang terkait

9) Pemasangan

10)Test dan Comisioning

11) Bahwa pada saat kontrak ditandatangani oleh Terdakwa dan Pejabat
Pembuat Komitmen (PPK) serta PT Kerja Indonesia seharusnya
Terdakwa mengetahui jika ternyata lokasi tanah yang akan dijadikan
lokasi pembangunan Gardu Induk ternyata belum dibebaskan atau
tuntas dan hal tersebut akan menjadikan kendala di dalam
pelaksanaan pekerjaan karena pada saat menandatangani kontrak
ternyata tidak pernah ada penyerahan lokasi kerja yang didahului
dengan pemeriksaan lapangan bersama dengan Pejabat Pembuat
Komitmen (PPK) yang akan dibangun gardu induk 150 kV Banten
dengan

dibuktikan

adanya

Berita

Acara

Penyerahan

lokasi

sebagaimana yang telah ditentukan dalam BAB X Syarat-Syarat


Halaman 15 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

Umum Kontrak (SSUK) tentang Penyerahan Lokasi khususnya pada


Nomor : 20.1 dalam dokumen pengadaan Nomor : 007.DP/PANAPBN/JBN/2004

12)Bahwa untuk menghindari agar tanah lokasi pembangunan Gardu


Induk 150 kV Banten tidak menjadi kendala dalam pencairan dana
proyek sesuai dengan progress pekerjaan, maka Terdakwa AGUS
SAEPUL ALAM selaku Kuasa Pengguna Anggaran, KEVIN RIVALDI
GIRSANG selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), serta NUR
KAJOLINA selaku Direktur Utama PT Kerja Indonesia merubah
klausul

kontrk

yang

ada

dalam

Surat

Perjanjian

kontrak

Pembangunan GI 150 kV Kadiaten Nomor: 174.PJ/133/UI JJB/2004


tanggal 21 Januari 2005 khususnya mengenai cara pembayaran
yang semula disyaratkan dalam dokumen pengadaan bahwa
pembayaran

dilakukan

senilai

dengan

pekerjaan

yang

telah

terpasang tidak termsuk bahan/material dan peralatan yang ada di


lokasi

pekerjaan,dirubah

menjadi

Material

on

site

dapat

dieprhitungkan sebagai prestasi pekerjaan sebesar (70% x nilai


material

terpasang)

dan

dibuktikan

dengan

Berita

Acara

Pemeriksaan Barang yang ditandatangi Para Pihak

13)Bahwa sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia


Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah pasal 33 ayat (2) menyatakan Pembayaran
prestasi pekerjaan dilakukan dengan sistem sertifikat bulanan atau
sistem termin

14) Bahwa sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia


Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah pada penjelasan pasal 33 ayat (2),
menyatakan pembayaran kontrak pengadaan barang/jasa Khusus
untuk pekerjaan konstruksi, pembayaran hanya dapat dilakukan
senilai pekerjaan yang telah terpasang, tidak termasuk bahanbahan, alat-alat yang ada dilapangan.

15)Bahwa akibat ditandatanganinya kontrak dan adanya perubahan


kontrak yang disepakati Para Pihak maka Terdakwa menyetujui
permohonan pembayaran uang muka yang diajukan NUR KAJOLINA
selaku Direktur Utama PT Kerja Indonesia sebagai berikut:
Halaman 16 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

d. Pada tanggal 23 Januari 2005 PT Kerja Indonesia mengajukan


permohonan pembayaran uang muka sesuai Surat Nomor:
ABB/0343-IRT/11 kepada PPK sebesar Rp 2.311.850.000,00

e. Tanggal 27 Januari 2005 Terdakwa selaku Kuasa Pengguna


Anggaran menerbitkan Surat Permintaan Membayar (SPM)
Bomor 00039/447011/2011, sebagai realisasi dari permintaan
uang muka diajukan oleh PT Kerja Indonesia ke rekening PT
Bank Citibak dengan nomor rekening 0-103344-158 dengan nilai
Rp. 2.311.850.000,00

f. Pada tanggal 28 Januari 2005 KPKN menerbitkan Surat Perintah


Pencairan Dana (SP2D) Nomor : 367506U/134/112, untuk PT
Kerja Indonesia ke rekening PT Bank Citibank dengan nomor
rekening 0-103344-158 dengan nilai Rp. 2.311.850.000,00

16)Bahwa pada tanggal 21 Febuari 2005 PT Kerja Indonesia


menerbitkan Invoice dari CG Power System Indonesia untuk
pembelian Transformer 60 MVA# 150/20 kV sebanyak 2 (dua) set
senilai Rp 10.350.000.000,00 dengan delivery date 14 November
2005

17)Bahwa pada tanggal 22 Febuari 2005 PT Kerja Indonesia


memberikan Invoice dari CG Power System Indonesia untuk
pembelian Transformer 60 MVA# 150/20 kV sebanyak 2 (dua) set
senilai Rp 10.350.000.000,00 dengan delivery date 14 November
2005 kepada KEVIN RIVALDI GIRSANG selaku PPK

18)Bahwa pada tanggal 23 Febuari 2005 Invoice CG Power System


Indonesia untuk pembelian Transformer 60 MVA# 150/20 kV
sebanyak 2 (dua) set senilai Rp 10.350.000.000,00 dengan delivery
date 14 November 2005 KEVIN RIVALDI GIRSANG selaku PPK
meneruskannya

kepada

Terdakwa

selaku

Kuasa

Pengguna

Anggaran

19)Tanggal 24 Febuari 2005 Terdakwa selaku Kuasa Pengguna


Anggaran menerbitkan Surat Permintaan Membayar (SPM) Bomor
00066/447011/2011, sebagai realisasi dari pembelian Transformer 60
Halaman 17 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

MVA# 150/20 kV sebanyak 2 (dua) set oleh PT Kerja Indonesia ke


rekening PT Bank Citibak dengan nomor rekening 0-103344-158
senilai Rp 10.350.000.000,00

20)Bahwa pada tanggal 13 Maret 2005 PT Kerja Indonesia memberikan


Invoice dari Ludvika Swden untuk pembelian Lightening Araster 20
KA sebanyak 12 Rp 2.820.000.000,00 dengan delivery date 13
Agustus 2005 kepada KEVIN RIVALDI GIRSANG selaku PPK dan
Terdakwa selaku KPA

21)Bahwa pada tanggal 19 Maret 2005 PT Kerja Indonesia memberikan


Invoice Nomor : 3162020219 dari Limited Maneja Vadodara India
kepada KEVIN RIVALDI GIRSANG selaku PPK dan Terdakwa selaku
KPA untuk pembelian:

Disconecting switch SGF170PC100 (Line Bay) sebanyak 4 set


Rp 390.680.000,00

Disconecting switch SGF170PC100 + E100 (Line Bay)


sebanyak 2 set Rp 230.900.000,00

Disconecting switch SGF170Q100 (Bus Capler Bay) sebanyak


2 set Rp 200.180.000,00

Disconecting

switch

SGF170N100

(Transformer

Bay)

sebanyak 2 set Rp 270.880.000,00

22)Bahwa pada tanggal 10 Juni 2005 PT Kerja Indonesia mengajukan


permohonan pembayaran Termin Pertama dengan Surat Nomor:
ABB/0267-SYU/05 kepada PPK dengan progresfisik pekerjaan
27,480% atau senilai dengan Rp 13.132.359.000,00 dilampiri
dengan:

d. Berita Acara Pemeriksaan Nomr: 714.BA/133/IPKJJB Region


V/2005 tanggal 7 Juni 2005 yang menyatakan progres
pekerjaan 27,58% yang ditandatangani Terdakwa

Halaman 18 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

e. Berita

Acara

Serah

Terima

1217.BA/610/UIPJJB/2005
ditandatangani

oleh

Hasil

tanggal

anggota

Panitia

Pekerjaan
Juni

Nomor:

2005

yang

Penerima

Hasil

Pekerjaan (PPHP), Direksi Pekerjaan PT PLN dan penyedia


barang

f. Berita Acara Pembayaran Nomor : 1281.BA/543/UIPJJB/2012


tanggal 11 Juni 2005 yang ditandatagani oleh Terdakwa, NUR
KAJOLINA selaku Direktur Utama PT Kerja Indonesia, dan
KEVIN RIVALDI GIRSANG selaku PPK

23)Bahwa terhadap pemohonan permintaan pembayaran Termin


Pertama yang ditandatangani NUR KAJOLINA atas nama PT Kerja
Indonesia pada tanggal 17 Juni 2005 tersebut Terdakwa selaku
Kuasa

Pengguna

Anggaran

menerbitkan

Surat

Permintaan

Membayar (SPM) Nomor: 00007/447011/2005 untuk porsi PT Kerja


Indonesia sebesar Rp 13.132.359.000,00 dan selanjutnya oleh
KPKN diterbitkan Surat perintah Pencairan Dana (SP2D) Nomor :
753442B/134/112 dan dana ditransfer ke rekening 0.103344-158
atas nama PT Kerja Indonesia di PT Bank CitiBank senilai Rp
13.132.359.000,00

24)Bahwa pada tanggal 18 Oktober 2006 NUR KAJOLINA selaku


direktur utama PT Kerja Indonesia kembali mengajukan pembayaran
Termin Kedua dengan suratnya Nomor: ABB/0175-SYU/06 kepada
PPK dengan progres pekerjaan 30,311% senilai dengan Rp
1.352.900.000,00 tidak termasuk pajak-pajak dengan dilampiri:

d. Berita

Acara

PemeriksaanPekerjaan

Nomor:

033.BA/133/UPKJJB/2006 tanggal 30 Agustus 2006 yang


menyatakan progres pekerjaan 30,311% yang ditandatangi
oleh NUR KAJOLINA

e. Berita

Acara

Serah

Terima

Hasil

Pekerjaan

Nomor

327.1.BA/610/UIPJJB/2006 tanggal 22 Agustus 2006 yang


ditandatangai oleh anggota Panitia Penerima Hasil Pekerjaan
(PPHO), Direksi Pekerjaan PT PLN dan penyedia barang

Halaman 19 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

f. Berita Acara Pembayaran Nomor : 031.BA/543/UIPJJB/2006


tanggal

November

2006

yang

ditandatangani

NUR

KAJOLINA dan KEVIN RIVALDI GIRSANG selaku PPK

25)Bahwa

untuk

mempertanggungjawabkan

pencairan

atas

pembayaran Termin Pertama dan Kedua yang diajukan oleh PT


Kerja Indonesia selanjutnya NUR KAJOLINA menggunakan dana
tersebut untuk kegiatan diantaranya untuk pencairan Termin Pertama
digunakan untuk pembayaran Circuit Breaker (CB), Disconecting
Switch (DS), Lightening Arrester (LA) dan Transfomer, sedangkan
untuk

pencairan

dari

Termin

Kedua

NUR

KAJOLINA

menggunakannya untuk pekerjaan material mekanikal elektrikal


merek TRENCH

26)Bahwa terhadap pekerjaan pembangunan Gardu Induk 150 kV


Banten PT PLN (Persero) yang dilaksanakan oleh NUR KAJOLINA
sampai masa akhir kontrak tidak selesai dikerjakan/dilaksanakan dan
barang-barang tersebut di simpan di Gudang Milik PT PLN (Persero)
Cirebon dimana Terdakwa selaku Kuasa Pengguna Anggaran telah
membayarkan semua permohonan pembayaran yang diajukan NUR
KAJOLINA

yang

mengakibatkan

ia

lakukan

kerugian

secara

melawan

hukum

telah

keuangan

negara

senilai

Rp

31.059.749.000,00 (tiga puluh satu miliar lima puluh sembilan juta


tujuhratus empat puluh sembilan ribu rupiah) dengan perincian
sebagai berikut:

Pembayaran Uang Muka

Rp 2.311.850.000,00

Pembelian Transformer

Rp 10.350.000.000,00

Pembelian Lightening Araster

Rp 2.820.000.000,00

Pembelian Disconecting Switch

Rp 1.092.640.000,00

Pembayaran Termin 1

Rp 13.132.359.000,00

Pembayaran Termin II

Rp 1.352.900.000,00

Halaman 20 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

_____________________+

Jumlah Kerugian Keuangan Negara

Rp

Rp

31.059.749.000,00

Sebagaimana tersebut dalam Laporan Hasil Audit Perhitungan Kerugian


Keuangan Negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
(BPKP) Perwakilan Provinsi DKI Jakarta Nomor SR-431/PW09/5/2008
tanggal 8 Mei 2008 atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Proses
Pelelangan

Pembangunan

21

Gardu

Induk

(1.610

MVA)

khusus

Pembangunan Gardu Induk 150 kV Banten dan New Sanur pada Induk
Pembangunan dan Jaringan Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara PT PLN
(Persero) TA 2004 s.d. 2006

----------

Perbuatan

Terdakwa

AGUS

SAEPUL

ALAM

tersebut

sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 jo Pasal 18 ayat


(1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi jo Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 jo. Pasal 55 ayat
(1) ke-1 KUHP

Menimbang, bahwa

atas dakwaan dari

Penuntut Umum tersebut

Penasehat Hukum Terdakwa telah mengajukan nota keberatan sebagai berikut:

BAB I
PENDAHULUAN
Majelis Hakim yang terhormat,
Penuntut Umum yang kami hormati,
Sidang Pengadilan yang kami muliakan,
Kami mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa
karena pada hari ini kami masih dapat mengajukan nota keberatan ini.
Kami advokat selaku Penasihat Hukum Saudara Agus Saepul Alam
atas surat kuasa khusus tertanggal 7 Juli 2016, masing-masing bertindak
sendiri-sendiri maupun bersama-sama untuk dan atas Agus Saepul Alam.
Eksepsi ini kami ajukan bukanlah sebagai rutinitas belaka dalam proses
Halaman 21 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

peradilan pidana atau sekedar ingin melindungi prestige belaka atau


mencari-cari kesalahan dari Surat Dakwaan yang dibuat oleh saudara
penuntut umum melainkan sebagai proses kami mencari keadilan. Karena,
nota keberatan ini adalah pemenuhan hak bagi Terdakwa Agus Saepul
Alam dalam pemenuhan Hak Asasi Manusia bagi dirinya.
Perlu kami tegaskan pula bahwa eksepsi ini kami buat demi
memastikan terpenuhinya keadilan yang menjadi hak asasi tiap manusia,
sebagaimana tercantum dalam Pasal 7 Deklarasi Universal HAM, Pasal 14
(1) Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik, Pasal 27 (1) dan Pasal 28 D
(1) UUD 1945, Pasal 7 dan Pasal 8 TAP MPR No. XVII Tahun 1998 Tentang
HAM, Pasal 17 UU no.39 tahun 1999 Tentang HAM, yang intinya
menyatakan bahwa semua orang adalah sama di muka hukum dan
tanpa diskriminasi apapun serta berhak atas perlindungan hukum
yang sama. Sehingga dengan tanpa bermaksud mengurangi independensi
Badan Peradilan sebagai Lembaga Yudikatif di Negara Republik Indonesia
yang berdasarkan hukum (rechtstaat) sebagaimana termaktub dalam Pasal
1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(UUD NRI Tahun 1945), dalam perkara pidana atas nama Terdakwa Agus
Saepul Alam memohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa dan
mengadili perkara ini untuk menegakkan supremasi hukum. Sesuai dengan
ketentuan Peraturan perundang-undangan yang berlaku dan hati nurani
yang bersih, dengan mengabaikan unsur subjektivitas, akan tetapi
berdasarkan pada fakta-fakta dan kebenaran materill dengan menganut
Asas Praduga Tak Bersalah (Presumption of Innocence) dengan
mengutamakan

objektivitas Majelis

Hakim yang

independen

tanpa

dicampuri dan dipengaruhi serta intervensi dari pihak-pihak tertentu.


Adanya kesempatan bagi kami sebagai Penasihat Hukum untuk
mengajukan Eksepsi atau Nota Keberatan setelah Penuntut Umum
mengajukan suatu Surat Dakwaan menjadi bukti nyata bahwa Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana sangat menjunjung tinggi nilai-nilai
kebenaran dan keadilan, dengan cara memberikan kesempatan kedua
belah

pihak

untuk

mengemukakan

pandangannya

masing-masing.

Kewajiban kami sebagai Penasihat Hukum dari Saudara Agus Saepul Alam
setelah mempelajari surat dakwaan yang terlalu mengada-ada dan jauh dari
fakta yang sebenarnya dari Saudara Penuntut Umum terhadap klien kami,
Saudara Agus Saepul Alam, untuk membuat nota keberatan yang
berdasarkan pasal 156 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981
Halaman 22 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang


menyatakan:
Dalam hal terdakwa atau penasehat hukum mengajukan
keberatan bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili
perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat
dakwaan harus dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan
kepada penuntut umum untuk menyatakan pendapatnya,
hakim

mempertimbangkan

keberatan

tersebut

untuk

selanjutnya mengambil keputusan.


Kami hendak mengajak Majelis Hakim dan Penuntut Umum untuk
melakukan penelaahan yang mendalam terlebih dahulu, apakah dakwaan
dari Penuntut Umum telah memenuhi ketentuan-ketentuan yang ada di
KUHAP. Hal ini didasarkan pada fungsi dari dakwaan itu sendiri, yaitu:
Dakwaan merupakan dasar penting hukum acara pidana
karena berdasarkan hal yang dimuat dalam surat itu, hakim
akan memeriksa perkara itu. (Andi Hamzah)
Pemeriksaan didasarkan kepada surat dakwaan dan
menurut Nederburg, pemeriksaan tidak batal jika batas-batas
dilampaui, namun putusan hakim hanya boleh mengenai
peristiwa-peristiwa yang terletak dalam batas itu. (E. BonnSasrodanukusumo)
Setelah kami mencermati isi surat dakwaan Saudara Penuntut Umum
serta mempelajari keseluruhan berkas perkara atas nama Saudara Agus
Saepul Alam, kami sebagai Penasihat Hukum Saudara Agus Saepul Alam
melihat banyak ketidaksesuaian dan kejanggalan. Dimana Surat Dakwaan
yang telah dibuat oleh Saudara Penuntut Umum, selain didasarkan atas
hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak kejaksaan, banyak didasarkan
juga atas asumsi, imajinasi dan spekulasi sepihak belaka sehingga Surat
Dakwaan tersebut sangat membingungkan dan menyesatkan bagi seluruh
pihak baik yang berkepentingan maupun memantau, khususnya juga
memancing kontroversi yang memberikan kesan negatif terhadap klien
kami, Saudara Agus Saepul Alam, serta menyudutkan klien kami.

Halaman 23 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

Nota keberatan ini diajukan, karena kami menemukan hal-hal prinsipil


dalam Surat Dakwaan yang dapat diidentifikasikan sebagai suatu
pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP yaitu
dakwaan tidak diuraikan secara cermat, jelas, dan tidak lengkap sehingga
dakwaan menjadi kabur dan tidak jelas (Obscurum Libellum).
Untuk kemudahan dalam membaca dan memahami Nota keberatan
ini, maka kami membagi nota keberatan ini ke dalam bentuk dan susunan
sebagai berikut:
I.

Pendahuluan

II.

Surat Dakwaan Penuntut Umum

III.

Kompetensi Absolut

IV.

Surat Dakwaan Tidak Cermat, Tidak Jelas dan Tidak


Lengakap

V.

Kesimpulan dan Permohonan

Untuk itu kami mohon agar seluruh pihak, khususnya Majelis Hakim
yang terhormat untuk mencermati dengan baik nota keberatan kami untuk
kepentingan terbaik klien kami, Saudara Agus Saepul Alam.

Halaman 24 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

BAB II
Surat Dakwaan
SURAT DAKWAAN
No. PDS-67/P.1.13/Ft.07/2009

IDENTITAS TERDAKWA
Nama Lengkap

Agus Saepul Alam

Tempat Lahir

:Jakarta

Umur / Tanggal Lahir

55 Tahun / 20 Agustus 1954

Jenis Kelamin

Laki-Laki

Kebangsaan

Indonesia

Tempat Tinggal

Jalan Bango Raya No. 14,


Jakarta Selatan

Agama

Islam

Pekerjaan

Direktur Utama PLN

Pendidikan Terakhir

Strata 2

PENAHANAN :
-

Penahanan di tingkat penyidikan oleh Penyidik pada Direktorat Tipikor


Bareskrim Mabes Polri dari tanggal 25 Desember 2008 sampai dengan
tanggal 14 Januari 2009 berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor:
SP.Han-185/XII/2008/Dit.Tipikor tertanggal 25 Desember 2008;

Penahanan di tingkat penuntutan oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan


dari tanggal 12 Januari 2009 sampai dengan tanggal 2 Februari 2009
berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor: PRINT-27/F/F.2.1/01/2009
tertanggal 12 Januari 2009;

Perpanjangan penahanan di tingkat penuntutan oleh Ketua Pengadilan


Negeri Jakarta Selatan dari tanggal 2 Februari 2009 sampai dengan
tanggal 4 Maret 2009;

DAKWAAN
Halaman 25 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

PRIMAIR :
Bahwa ia TERDAKWA AGUS SAEPUL ALAM selaku Direktur Utama Perusahaan
Listrik Negara berdasarkan Surat Keputusan Menteri Negara Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) Nomor : kep - 1028/MN-BUMN/II/2003

tentang pengesahan

pengangkatan AGUS SAEPUL ALAM selaku Direktur Utama Perusahaan Listrik


Negara periode tahun 2003 s/d tahun 2006, dan ditetapkan sebagai Kuasa
Pengguna Anggaran dalam proyek pembangunan gardu listrik untuk pemenuhan
kelistrikan rakyat indoseia pada tanggal 12 November 2004 hingga 28 Agustus
2006 atau setidak tidaknya pada bulan November 2004 hingga Agustus 2006, atau
setidak-tidaknya pada tahun 2004 hingga tahun 2006, bertempat di Ditjen
Ketenaga Listrikan Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral Jln. H.R. Rasuna
Said Blok X. 2 Kav. 07-08 Kuningan Jakarta Selatan, di Gedung PT PLN (Persero)
Jl. Trunojoyo Blok M-I No. 135 Kebayoran Baru, Jakarta 12160, Indonesia, Hotel
Mulia Jakarta Selatan, dan Kantor Induk Pembangkit dan Jaringan Jawa Bali, Jl
Slamet No. 1 Candibaru, Semarang, atau seatau setidak-tidaknya dalam wilayah
lain di Jakarta atau setidak-tidaknya di suatu wilayah negara Republik Indonesia,
atau setidak-tidaknya di tempat lain dalam daerah hukum Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat, yang berdasarkan Pasal 84 ayat (2) dan (4) KUHAP berwenang
untuk memeriksa dan memutus perkara pidana TERDAKWA, bersama-sama
dengan NUR KAJOLINA selaku Direktur Utama PT Kerja Indonesia, SELA
TENRISANGKA sebagai Pengawas Pelaksana Proyek Pembangunan Kelistrikan
di Jawa-Bali berdasarkan Surat Keputusan Nomor: 088/PLN-22/XI.01/2004,
NASRI SEMBARANG sebagai Pejabat Pembuat SPM, ATMINAH WARDI sebagai
Bendahara Pengerluaran, KEVIN RIVALDI GIRSANG selaku Pejabat Pembuat
Komitmen berdasarkan Surat Keputusan Nomor 112/PLN-01/III/2004 tentang
pengesahan pengangkatan PPK, PPSPM, dan Bendahara Pembangunan Gardu
Induk Banten, secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri
sendiri, orang lain, atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara,

yang dilakukan dengan cara-cara sebagai

berikut:
27)Bahwa berawal dari adanya anggaran untuk pembangunan Gardu
Induk 150 Kv untuk wilayah Induk Pembangkit dan Jaringan
(IKITRING) Jawa, Bali dan Nusa Tenggara yang tercantum dalam
DIPA Ditjen Ketenagalistrikan Kementrian Energi dan Sumber Daya
Mineral:

g. Nomor : 0100/020-05.1.01/00/2004 tanggal 20 Desember


2004 yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) Tahun Anggaran 2004.
Halaman 26 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

h. Nomor : 0100/020-05.1.01/00/2005 tanggal Bahwa pada


tanggal 7 Oktober sampai 24 Oktober 2005 berasal dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun
Anggaran 2005.

i. Nomor : DIPA-020.05.1.447011/2006 tanggal 5 Desember


2006 yang berasal dari Anggaran dan Pendapatan Belanja
Negara (APBN) Tahun Anggaran 2006

28)Bahwa berdasarkan DIPA yang ditandatangani oleh Dirjen Anggaran


atas nama Menteri Keuangan Nomor : 0100/020-05.1.01/00/2004
tanggal 20 Desember 2004 tersebut terdapat anggaran untuk
pembangunan GI 150 kV Banten dengan nilai anggaran seluruhnya
Rp 64.210.000.000 (enam puluh empat miliar dua ratus sepuluh juta
rupiah rupiah) yang berasal dari Anggaran dan Pendapatan Belanja
Negara (APBN)

29)Bahwa guna menindaklanjuti pelaksanaan DIPA Nomor : 0100/02005.1.01/00/2004 tanggal 20 Desember 2004 tersebut maka tanggal
31 Desember 2004 Sekretaris Jenderal Kementrian ESDM yaitu
WARYONO KARNO mengangkat pengelola APBN diantaranya untuk
Induk Pembangkit dan Jaringan (IKITRING) Jawa, Bali, dan Nusa
Tenggara dengan sususan yaitu sebagai berikut:

Kuasa Pengguna Anggaran/barang :

Agus Saepul Alam

Penanggungjawab Kinerja Pembangkit


Girsang

Pejabat Penerbit SPM

Nasri Sembarang

Bendahara Pengerluaran

Kevin

Rivaldi

Atminah Wardi

30)Bahwa pada tanggal 22 Desember 2004 Kevin Rivaldi Girsang


sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam pembangunan
Gardu Induk IKITRING Jawa, Bali dan Nusa Tenggara mengeluarkan
Nota Dinas Nomor : 163/13/GM/2004 Perihal penyampaian dokumen
pekerjaan pembangunan Gardu Induk 150 kV Banten, yang berisi
Revisi Harga Perkiraan Sendiri (HPS) pekerjaan pembangunan
Gardu Induk 150 kV Banten. Revisi HPS dtetapkan bulan Desember
Halaman 27 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

2004 tanpa tanggal oleh PPK sebesar Rp 62.310.000.000,00 (enam


puluh dua milyar tiga ratus sepuluh juta lima rupiah)

31)Pada tanggal 27 Desember 2004 Panitia Pengadaaan Kementrian


ESDM Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Satker INKITRING
Jawa, Bali dan Nusa Tenggara menerbitkan dokumen pengadaaan
berupa

Kontrak

Nomor

027.DP/PAN-APBN/JBN/2004

serta

mengapload pengumuman pada Portal LPSE PT PLN (Persero)


antara lain memuat ketentuan khususnya pada BAB X Syarat-syarat
Umum Kontrak (SSUK) yaitu:

Klasusul Penyerahan Lokasi


20.1 PPK berkwajiban untuk menyerahkan keseluruhan
lokasi kerja kepada penyedia setelah sebelumnya
dilakukan pemeriksaaan lapangan bersama. Hasil
pemeriksaan dan penyerahan ditungakan dalam Berita
Acara Penyerahan Lokasi Kerja
20.2 Jika dalam pemeriksaan lapangan bersama ditemukan halhal yang dapat mengakibatkan perubahan isi Kontrak maka
perubahan tersebut harus dituangkan dalam addendum
Kontrak

Klausul Pembayaran
22.2.Menyatakan bahwa pembayaran dilakukan senilai
pekerjaan yang telah terpasang, tidak termasuk
bahan/material dan peralatan yang ada di lokasi
pekerjaan

32)Bahwa pada tanggal 13 Febuari 2004 PT Kerja Indonesia mengikuti


lelang di PT PLN Persero UIP JJB untuk pembangunan Gardu Induk
se Indonesia dengan sistem pembiayaan tahun jamak (multiyears)
yaitu tahun 2004, tahun 2005, dan tahun 2006

33)Bahwa dalam pelelangan tersebut terdapat 7 (tujuh) peserta yang


lolos evaluasi dan teknis yaitu:

1) PT Kerja Indonesia
2) PT Anugerah Bhakti Indonesia

Halaman 28 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

3) PT Chaya Intan Indonesia


4) PT Mandiri Karya
5) PT Villian Hasda
6) KSO PT Intan Mufakat Raya, PT Cakra Nusa Dirgantara dan PT
Duta Hita Jaya
7) KSO PT Wisma Sarana Teknik dan PT Menara Indra Utama;
34)Bahwa

berdasarkan

pelelangan

tersebut,

panitia

pengadaan

menetapkan PT Kerja Indonesia dengan nilai penawaran adalah Rp


54.359.000.000,00 (lima puluh empat milyar tiga ratus lima puluh
sembilan juta ribu rupiah) untuk pembangunan Garduk Induk Banten

35)Bahwa Terdakwa selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan


KEVIN RIVALDI GIRSANG selaku Pejabat pembuatKomitmen (PPK)
telah melakukan proses pengadaan hingga menentukan pemenang
pengadaan pembangunan Gardu Induk 150 kV Banten meskipun
lahan untuk lokasi pembangunan gardu induk tersebut belum
tersedia

36)Meskipun pada BAB X Syarat-Syarat Uum Kontrak (SSUK) tentang


penyerahan lokasi khususnya pada Nomor : 20.1 dalam dokumen
pengadaan Banten, dinyatakan bahwa Pejabat Pembuat Komitmen
(PPK) berkewajiban untuk menyerahkan keseluruhan lokasi kerja
kepada penyedia setelah sebelumnya dilakukan pemeriksaan
lapangan bersama, yang dituangkan dalam berita acara penyerahan
lokasi kerja, akan tetapi KEVIN RIVALDI GIRSANG selaku Pejabat
Pembuat

Komitmen

dan

Terdakwa

selaku

kuasa

Pengguna

Anggaran dalam kapasitasnya sebagai Direktur Utama PT PLN


(Persero) menandatangani Surat Perjanjian/Kontrak Pembangunan
GI 150 kV Banten Nomor: 174.PJ/133/UI JJB/2004 dengan nilai
kontrak Rp 54.359.000.000,00 (lima puluh empat milyar tiga ratus
lima puluh sembilan juta rupiah) dengan waktu pelaksanaan
pekerjaan selama 450 hari kalender sejak penyedia barang meminta
Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) dengan ruang linkup pekerjaan
yaitu sbb:

Halaman 29 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

11) Design Gardu Induk

12)Pengadaan Material Elektrical dan Mekanikal

13)Pekerjaan sipil yang terkait

14)Pemasangan

15)Test dan Comisioning

37)Pada saat kontrak ditandatangani oleh Terdakwa dan Pejabat


Pembuat Komitmen (PPK) serta PT Kerja Indonesia seharusnya
Terdakwa mengetahui jika ternyata lokasi tanah yang akan dijadikan
lokasi pembangunan Gardu Induk ternyata belum dibebaskan atau
tuntas dan hal tersebut akan menjadikan kendala di dalam
pelaksanaan pekerjaan karena pada saat menandatangani kontrak
ternyata tidak pernah ada penyerahan lokasi kerja yang didahului
dengan pemeriksaan lapangan bersama dengan Pejabat Pembuat
Komitmen (PPK) yang akan dibangun gardu induk 150 kV Banten
dengan

dibuktikan

adanya

Berita

Acara

Penyerahan

lokasi

sebagaimana yang telah ditentukan dalam BAB X Syarat-Syarat


Umum Kontrak (SSUK) tentang Penyerahan Lokasi khususnya pada
Nomor : 20.1 dalam dokumen pengadaan Nomor : 007.DP/PANAPBN/JBN/2004

38)Untuk menghindari agar tanah lokasi pembangunan Gardu Induk 150


kV Banten tidak menjadi kendala dalam pencairan dana proyqek
sesuai dengan progress pekerjaan, maka Terdakwa AGUS SAEPUL
ALAM

selaku

Kuasa

Pengguna

Anggaran,

KEVIN

RIVALDI

GIRSANG selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), serta NUR


KAJOLINA selaku Direktur Utama PT Kerja Indonesia merubah
klausul

kontrk

yang

ada

dalam

Surat

Perjanjian

kontrak

Pembangunan GI 150 kV Kadiaten Nomor: 174.PJ/133/UI JJB/2004


tanggal 21 Januari 2005 khususnya mengenai cara pembayaran
yang semula disyaratkan dalam dokumen pengadaan bahwa
pembayaran

dilakukan

senilai

dengan

pekerjaan

yang

telah

terpasang tidak termsuk bahan/material dan peralatan yang ada di


lokasi

pekerjaan,dirubah

menjadi

Material

on

site

dapat

Halaman 30 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

dieprhitungkan sebagai prestasi pekerjaan sebesar (70% x nilai


material

terpasang)

dan

dibuktikan

dengan

Berita

Acara

Pemeriksaan Barang yang ditandatangi Para Pihak

39)Bahwa sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia


Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah pasal 33 ayat (2) menyatakan Pembayaran
prestasi pekerjaan dilakukan dengan sistem sertifikat bulanan atau
sistem termin

40) Bahwa sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia


Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah pada penjelasan pasal 33 ayat (2),
menyatakan pembayaran kontrak pengadaan barang/jasa Khusus
untuk pekerjaan konstruksi, pembayaran hanya dapat dilakukan
senilai pekerjaan yang telah terpasang, tidak termasuk bahanbahan, alat-alat yang ada dilapangan.

41)Bahwa akibat ditandatanganinya kontrak dan adanya perubahan


kontrak yang disepakati Para Pihak maka Terdakwa menyetujui
permohonan pembayaran uang muka yang diajukan NUR KAJOLINA
selaku Direktur Utama PT Kerja Indonesia sebagai berikut:

g. Pada tanggal 23 Januari 2005 PT Kerja Indonesia mengajukan


permohonan pembayaran uang muka sesuai Surat Nomor:
ABB/0343-IRT/11 kepada PPK sebesar Rp 2.311.850.000,00

h. Tanggal 27 Januari 2005 Terdakwa selaku Kuasa Pengguna


Anggaran menerbitkan Surat Permintaan Membayar (SPM)
Bomor 00039/447011/2011, sebagai realisasi dari permintaan
uang muka diajukan oleh PT Kerja Indonesia ke rekening PT
Bank Citibak dengan nomor rekening 0-103344-158 dengan nilai
Rp. 2.311.850.000,00

i. Pada tanggal 28 Januari 2005 KPKN menerbitkan Surat Perintah


Pencairan Dana (SP2D) Nomor : 367506U/134/112, untuk PT
Kerja Indonesia ke rekening PT Bank Citibank dengan nomor
rekening 0-103344-158 dengan nilai Rp. 2.311.850.000,00
Halaman 31 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

42)Pada tanggal 21 Febuari 2005 PT Kerja Indonesia menerbitkan


Purchase Order kepada CG Power System Indonesia untuk
pembelian Transformer 60 MVA# 150/20 kV sebanyak 2 (dua) set
senilai Rp 10.350.000.000,00 dengan delivery date 14 November
2005

43)Pada tanggal 13 Maret 2005 PT Kerja Indonesia menerbitkan


Purchase Order kepada Ludvika Swden untuk pembelian Lightening
Araster 20 KA sebanyak 12 Rp 2.820.000.000,00 dengan delivery
date 13 Agustus 2005

44)Pada tanggal 19 Maret 2005 PT Kerja Indonesia menerbitkan


Purhase Order Nomor : 3162020219 kepada Limited Maneja
Vadodara India untuk pembelian:

Disconecting switch SGF170PC100 (Line Bay) sebanyak 4 set


Rp 390.680.000,00

Disconecting switch SGF170PC100 + E100 (Line Bay)


sebanyak 2 set Rp 230.900.000,00

Disconecting switch SGF170Q100 (Bus Capler Bay) sebanyak


2 set Rp 200.180.000,00

Disconecting

switch

SGF170N100

(Transformer

Bay)

sebanyak 2 set Rp 270.880.000,00

45)Bahwa pada tanggal 10 Juni 2005 PT Kerja Indonesia mengajukan


permohonan pembayaran Termin Pertama dengan Surat Nomor:
ABB/0267-SYU/05 kepada PPK dengan progresfisik pekerjaan
27,480% atau senilai dengan Rp 13.132.359.000,00 dilampiri
dengan:

g. Berita Acara Pemeriksaan Nomr: 714.BA/133/IPKJJB Region


V/2005 tanggal 7 Juni 2005 yang menyatakan progres
pekerjaan 27,58% yang ditandatangani Terdakwa

Halaman 32 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

h. Berita

Acara

Serah

Terima

1217.BA/610/UIPJJB/2005
ditandatangani

oleh

Hasil

tanggal

anggota

Panitia

Pekerjaan
Juni

Nomor:

2005

yang

Penerima

Hasil

Pekerjaan (PPHP), Direksi Pekerjaan PT PLN dan penyedia


barang

i. Berita Acara Pembayaran Nomor : 1281.BA/543/UIPJJB/2012


tanggal 11 Juni 2005 yang ditandatagani oleh Terdakwa, NUR
KAJOLINA selaku Direktur Utama PT Kerja Indonesia, dan
KEVIN RIVALDI GIRSANG selaku PPK

46)Bahwa terhadap pemohonan permintaan pembayaran Termin


Pertama yang ditandatangani NUR KAJOLINA atas nama PT Kerja
Indonesia pada tanggal 17 Juni 2005 tersebut Terdakwa selaku
Kuasa

Pengguna

Anggaran

menerbitkan

Surat

Permintaan

Membayar (SPM) Nomor: 00007/447011/2005 untuk porsi PT Kerja


Indonesia sebesar Rp 13.132.359.000,00 dan selanjutnya oleh
KPKN diterbitkan Surat perintah Pencairan Dana (SP2D) Nomor :
753442B/134/112 dan dana ditransfer ke rekening 0.103344-158
atas nama PT Kerja Indonesia di PT Bank CitiBank senilai Rp
13.132.359.000,00

47)Bahwa pada tanggal 18 Oktober 2006 NUR KAJOLINA selaku


direktur utama PT Kerja Indonesia kembali mengajukan pembayaran
Termin Kedua dengan suratnya Nomor: ABB/0175-SYU/06 kepada
PPK dengan progres pekerjaan 30,311% senilai dengan Rp
1.352.900.000,00 tidak termasuk pajak-pajak dengan dilampiri:

g. Berita

Acara

PemeriksaanPekerjaan

Nomor:

033.BA/133/UPKJJB/2006 tanggal 30 Agustus 2006 yang


menyatakan progres pekerjaan 30,311% yang ditandatangi
oleh NUR KAJOLINA

h. Berita

Acara

Serah

Terima

Hasil

Pekerjaan

Nomor

327.1.BA/610/UIPJJB/2006 tanggal 22 Agustus 2006 yang


ditandatangai oleh anggota Panitia Penerima Hasil Pekerjaan
(PPHO), Direksi Pekerjaan PT PLN dan penyedia barang

Halaman 33 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

i. Berita Acara Pembayaran Nomor : 031.BA/543/UIPJJB/2006


tanggal

November

2006

yang

ditandatangani

NUR

KAJOLINA dan KEVIN RIVALDI GIRSANG selaku PPK

48)Bahwa

untuk

mempertanggungjawabkan

pencairan

atas

pembayaran Termin Pertama dan Kedua yang diajukan oleh PT


Kerja Indonesia selanjutnya NUR KAJOLINA menggunakan dana
tersebut untuk kegiatan diantaranya untuk pencairan Termin Pertama
digunakan untuk pembayaran Circuit Breaker (CB), Disconecting
Switch (DS), Lightening Arrester (LA) dan Transfomer, sedangkan
untuk

pencairan

dari

Termin

Kedua

NUR

KAJOLINA

menggunakannya untuk pekerjaan material mekanikal elektrikal


merek TRENCH

49)Bahwa terhadap pekerjaan pembangunan Gardu Induk 150 kV


Banten PT PLN (Persero) yang dilaksanakan oleh NUR KAJOLINA
sampai masa akhir kontrak tidak selesai dikerjakan/dilaksanakan dan
barang-barang tersebut di simpan di Gudang Milik PT PLN (Persero)
Cirebon dimana Terdakwa selaku Kuasa Pengguna Anggaran telah
membayarkan semua permohonan pembayaran yang diajukan NUR
KAJOLINA

yang

mengakibatkan

ia

lakukan

kerugian

secara

melawan

hukum

telah

keuangan

negara

senilai

Rp

31.059.749.000,00 (tiga puluh satu miliar lima puluh sembilan juta


tujuhratus empat puluh sembilan ribu rupiah) dengan perincian
sebagai berikut:

Pembayaran Uang Muka

Rp 2.311.850.000,00

Pembelian Transformer

Rp 10.350.000.000,00

Pembelian Lightening Araster

Rp 2.820.000.000,00

Pembelian Disconecting Switch

Rp 1.092.640.000,00

Pembayaran Termin 1

Rp 13.132.359.000,00

Pembayaran Termin II

Rp 1.352.900.000,00

Halaman 34 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

_____________________+

Jumlah Kerugian Keuangan Negara

Rp

Rp

31.059.749.000,00

Sebagaimana tersebut dalam Laporan Hasil Audit Perhitungan Kerugian


Keuangan Negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
(BPKP) Perwakilan Provinsi DKI Jakarta Nomor SR-431/PW09/5/2008
tanggal 8 Mei 2008 atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Proses
Pelelangan

Pembangunan

21

Gardu

Induk

(1.610

MVA)

khusus

Pembangunan Gardu Induk 150 kV Banten dan New Sanur pada Induk
Pembangunan dan Jaringan Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara PT PLN
(Persero) TA 2011 s.d. 2013

----------

Perbuatan

Terdakwa

AGUS

SAEPUL

ALAM

tersebut

sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18
ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Undang-Undang Nomor 20 tahun
2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 jo.
Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP

SUBSIDAIR

---------- Bahwa ia TERDAKWA AGUS SAEPUL ALAM selaku Direktur


Utama Perusahaan Listrik Negara berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Nomor : kep - 1028/MNBUMN/II/2003 tentang pengesahan pengangkatan AGUS SAEPUL ALAM
selaku Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara periode tahun 2003 s/d
tahun 2006, dan ditetapkan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran dalam
proyek pembangunan gardu listrik untuk pemenuhan kelistrikan rakyat
indoseia pada tanggal 12 November 2004 hingga 28 Agustus 2006 atau
setidak tidaknya pada bulan November 2004 hingga Agustus 2006, atau
setidak-tidaknya pada tahun 2004 hingga tahun 2006, bertempat di Ditjen
Ketenaga Listrikan Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral Jln. H.R.
Rasuna Said Blok X. 2 Kav. 07-08 Kuningan Jakarta Selatan, di Gedung PT
PLN (Persero) Jl. Trunojoyo Blok M-I No. 135 Kebayoran Baru, Jakarta
12160, Indonesia, Hotel Mulia Jakarta Selatan, dan Kantor Induk
Pembangkit dan Jaringan Jawa Bali, Jl Slamet No. 1 Candibaru, Semarang,
atau seatau setidak-tidaknya dalam wilayah lain di Jakarta atau setidakHalaman 35 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

tidaknya di suatu wilayah negara Republik Indonesia, atau setidak-tidaknya


di tempat lain dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang
berdasarkan Pasal 84 ayat (2) dan (4) KUHAP berwenang untuk memeriksa
dan memutus perkara pidana TERDAKWA, bersama-sama dengan
RADITYA ALAMSYAH selaku Direktur Utama PT Kerja Indonesia,
ATMINAH WARDI selaku Direktur Utama PT Anugerah Bhakti Indonesia,
ROTUA ERYANUS selaku Direktur Utama PT Cahaya Intan Indonesia,
ARDIANI ATMADJA selaku selaku Presiden Direktur PT Mandiri Karya,
AGUSTIA HALIEM selaku Direktur PT Villian Hasda, SELA TENRISANGKA
sebagai Pengawas Pelaksana Proyek Pembangunan Kelistrikan di JawaBali berdasarkan Surat Keputusan Nomor: 088/PLN-22/XI.01/2004, NASRI
SEBAYANG

sebagai

Pejabat

Pembuat

SPM,

MEILYANA

RAHAYUNINGDYAH sebagai Bendahara Pengerluaran, KEVIN RIVALDI


GIRSANG

selaku

Pejabat

Pembuat

Komitmen

berdasarkan

Surat

Keputusan Nomor 112/PLN-01/III/2004 tentang pengesahan pengangkatan


PPK, PPSPM, dan Bendahara Pengeluaran Proyek Pembangunan Gardu
Listrik, melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian
rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, dengan
tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada
padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan
negara atau pereonomian negara, yang dilakukan dengan cara-cara
sebagai berikut:

1) Bahwa berawal dari adanya anggaran untuk pembangunan Gardu


Induk 150 Kv untuk wilayah Induk Pembangkit dan Jaringan
(IKITRING) Jawa, Bali dan Nusa Tenggara yang tercantum dalam
DIPA Ditjen Ketenagalistrikan Kementrian Energi dan Sumber Daya
Mineral:

a. Nomor : 0100/020-05.1.01/00/2004 tanggal 20 Desember


2004 yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) Tahun Anggaran 2004.

b. Nomor : 0100/020-05.1.01/00/2005 tanggal Bahwa pada


tanggal 7 Oktober sampai 24 Oktober 2005 berasal dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun
Anggaran 2005.
Halaman 36 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

c. Nomor : DIPA-020.05.1.447011/2006 tanggal 5 Desember


2006 yang berasal dari Anggaran dan Pendapatan Belanja
Negara (APBN) Tahun Anggaran 2006

2) Bahwa berdasarkan DIPA yang ditandatangani oleh Dirjen Anggaran


atas nama Menteri Keuangan Nomor : 0100/020-05.1.01/00/2004
tanggal 20 Desember 2004 tersebut terdapat anggaran untuk
pembangunan GI 150 kV Banten dengan nilai anggaran seluruhnya
Rp 64.210.000.000 (enam puluh empat miliar dua ratus sepuluh juta
rupiah rupiah) yang berasal dari Anggaran dan Pendapatan Belanja
Negara (APBN)

3) Bahwa guna menindaklanjuti pelaksanaan DIPA Nomor : 0100/02005.1.01/00/2004 tanggal 20 Desember 2004 tersebut maka tanggal 31
Desember

2004

Sekretaris

Jenderal

Kementrian

ESDM

yaitu

WARYONO KARNO mengangkat pengelola APBN diantaranya untuk


Induk Pembangkit dan Jaringan (IKITRING) Jawa, Bali, dan Nusa
Tenggara dengan sususan yaitu sebagai berikut:

Kuasa Pengguna Anggaran/barang :

Agus Saepul Alam

Penanggungjawab Kinerja Pembangkit


Girsang

Pejabat Penerbit SPM

Nasri Sembarang

Bendahara Pengerluaran

Kevin

Rivaldi

Atminah Wardi

4) Bahwa pada tanggal 22 Desember 2004 Kevin Rivaldi Girsang


sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam pembangunan
Gardu Induk IKITRING Jawa, Bali dan Nusa Tenggara mengeluarkan
Nota Dinas Nomor : 163/13/GM/2004 Perihal penyampaian dokumen
pekerjaan pembangunan Gardu Induk 150 kV Banten, yang berisi
Revisi Harga Perkiraan Sendiri (HPS) pekerjaan pembangunan Gardu
Induk 150 kV Banten. Revisi HPS dtetapkan bulan Desember 2004
tanpa tanggal oleh PPK sebesar Rp 62.310.000.000,00 (enam puluh
dua milyar tiga ratus sepuluh juta lima rupiah)

5) Pada tanggal 27 Desember 2004 Panitia Pengadaaan Kementrian


ESDM Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Satker INKITRING Jawa,
Halaman 37 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

Bali dan Nusa Tenggara menerbitkan dokumen pengadaaan berupa


Kontrak Nomor : 027.DP/PAN-APBN/JBN/2004 serta mengapload
pengumuman pada Portal LPSE PT PLN (Persero) antara lain
memuat ketentuan khususnya pada BAB X Syarat-syarat Umum
Kontrak (SSUK) yaitu:

Klasusul Penyerahan Lokasi


20.1 PPK berkwajiban untuk menyerahkan keseluruhan
lokasi kerja kepada penyedia setelah sebelumnya
dilakukan pemeriksaaan lapangan bersama. Hasil
pemeriksaan dan penyerahan ditungakan dalam Berita
Acara Penyerahan Lokasi Kerja
20.2 Jika dalam pemeriksaan lapangan bersama ditemukan halhal yang dapat mengakibatkan perubahan isi Kontrak maka
perubahan tersebut harus dituangkan dalam addendum
Kontrak

Klausul Pembayaran
22.2.Menyatakan bahwa pembayaran dilakukan senilai
pekerjaan yang telah terpasang, tidak termasuk
bahan/material dan peralatan yang ada di lokasi
pekerjaan

6) Bahwa pada tanggal 13 Febuari 2004 PT Kerja Indonesia mengikuti


lelang di PT PLN Persero UIP JJB untuk pembangunan Gardu Induk
se Indonesia dengan sistem pembiayaan tahun jamak (multiyears)
yaitu tahun 2004, tahun 2005, dan tahun 2006

7) Bahwa dalam pelelangan tersebut terdapat 7 (tujuh) peserta yang


lolos evaluasi dan teknis yaitu:

1) PT Kerja Indonesia
2) PT Anugerah Bhakti Indonesia
3) PT Chaya Intan Indonesia
4) PT Mandiri Karya
5) PT Villian Hasda
Halaman 38 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

6) KSO PT Intan Mufakat Raya, PT Cakra Nusa Dirgantara dan PT


Duta Hita Jaya
7) KSO PT Wisma Sarana Teknik dan PT Menara Indra Utama;
8) Bahwa

berdasarkan

pelelangan

tersebut,

panitia

pengadaan

menetapkan PT Kerja Indonesia dengan nilai penawaran adalah Rp


54.359.000.000,00 (lima puluh empat milyar tiga ratus lima puluh
sembilan juta ribu rupiah) untuk pembangunan Garduk Induk Banten

9) Bahwa Terdakwa selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan


KEVIN RIVALDI GIRSANG selaku Pejabat pembuatKomitmen (PPK)
telah melakukan proses pengadaan hingga menentukan pemenang
pengadaan pembangunan Gardu Induk 150 kV Banten meskipun
lahan untuk lokasi pembangunan gardu induk tersebut belum tersedia

10)Meskipun pada BAB X Syarat-Syarat Uum Kontrak (SSUK) tentang


penyerahan lokasi khususnya pada Nomor : 20.1 dalam dokumen
pengadaan Banten, dinyatakan bahwa Pejabat Pembuat Komitmen
(PPK) berkewajiban untuk menyerahkan keseluruhan lokasi kerja
kepada

penyedia

setelah

sebelumnya

dilakukan

pemeriksaan

lapangan bersama, yang dituangkan dalam berita acara penyerahan


lokasi kerja, akan tetapi KEVIN RIVALDI GIRSANG selaku Pejabat
Pembuat Komitmen dan Terdakwa selaku kuasa Pengguna Anggaran
dalam kapasitasnya sebagai Direktur Utama PT PLN (Persero)
menandatangani Surat Perjanjian/Kontrak Pembangunan GI 150 kV
Banten Nomor: 174.PJ/133/UI JJB/2004 dengan nilai kontrak Rp
54.359.000.000,00 (lima puluh empat milyar tiga ratus lima puluh
sembilan juta rupiah) dengan waktu pelaksanaan pekerjaan selama
450 hari kalender sejak penyedia barang meminta Surat Perintah
Mulai Kerja (SPMK) dengan ruang linkup pekerjaan yaitu sbb:

1) Design Gardu Induk

2) Pengadaan Material Elektrical dan Mekanikal

3) Pekerjaan sipil yang terkait

4) Pemasangan
Halaman 39 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

5) Test dan Comisioning

11) Pada saat kontrak ditandatangani oleh Terdakwa dan Pejabat


Pembuat Komitmen (PPK) serta PT Kerja Indonesia seharusnya
Terdakwa mengetahui jika ternyata lokasi tanah yang akan dijadikan
lokasi pembangunan Gardu Induk ternyata belum dibebaskan atau
tuntas dan hal tersebut akan menjadikan kendala di dalam
pelaksanaan pekerjaan karena pada saat menandatangani kontrak
ternyata tidak pernah ada penyerahan lokasi kerja yang didahului
dengan pemeriksaan lapangan bersama dengan Pejabat Pembuat
Komitmen (PPK) yang akan dibangun gardu induk 150 kV Banten
dengan

dibuktikan

adanya

Berita

Acara

Penyerahan

lokasi

sebagaimana yang telah ditentukan dalam BAB X Syarat-Syarat


Umum Kontrak (SSUK) tentang Penyerahan Lokasi khususnya pada
Nomor : 20.1 dalam dokumen pengadaan Nomor : 007.DP/PANAPBN/JBN/2004

12)Untuk menghindari agar tanah lokasi pembangunan Gardu Induk 150


kV Banten tidak menjadi kendala dalam pencairan dana proyqek
sesuai dengan progress pekerjaan, maka Terdakwa AGUS SAEPUL
ALAM selaku Kuasa Pengguna Anggaran, KEVIN RIVALDI GIRSANG
selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), serta

NUR KAJOLINA

selaku Direktur Utama PT Kerja Indonesia merubah klausul kontrk


yang ada dalam Surat Perjanjian kontrak Pembangunan GI 150 kV
Kadiaten Nomor: 174.PJ/133/UI JJB/2004 tanggal 21 Januari 2005
khususnya mengenai cara pembayaran yang semula disyaratkan
dalam dokumen pengadaan bahwa pembayaran dilakukan senilai
dengan pekerjaan yang telah terpasang tidak termsuk bahan/material
dan peralatan yang ada di lokasi pekerjaan,dirubah menjadi Material
on site dapat dieprhitungkan sebagai prestasi pekerjaan sebesar (70%
x nilai material terpasang) dan dibuktikan dengan Berita Acara
Pemeriksaan Barang yang ditandatangi Para Pihak

13)Bahwa sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor


80

Tahun

2003

tentang

Pedoman

Pelaksanaan

Pengadaan

Barang/Jasa Pemerintah pasal 33 ayat (2) menyatakan Pembayaran


prestasi pekerjaan dilakukan dengan sistem sertifikat bulanan atau
sistem termin
Halaman 40 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

14) Bahwa sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor


80

Tahun

2003

tentang

Pedoman

Pelaksanaan

Pengadaan

Barang/Jasa Pemerintah pada penjelasan pasal 33 ayat (2),


menyatakan pembayaran kontrak pengadaan barang/jasa Khusus
untuk pekerjaan konstruksi, pembayaran hanya dapat dilakukan
senilai pekerjaan yang telah terpasang, tidak termasuk bahanbahan, alat-alat yang ada dilapangan.

15)Bahwa akibat ditandatanganinya kontrak dan adanya perubahan


kontrak yang disepakati Para Pihak maka Terdakwa menyetujui
permohonan pembayaran uang muka yang diajukan NUR KAJOLINA
selaku Direktur Utama PT Kerja Indonesia sebagai berikut:

a. Pada tanggal 23 Januari 2005 PT Kerja Indonesia mengajukan


permohonan pembayaran uang muka sesuai Surat Nomor:
ABB/0343-IRT/11 kepada PPK sebesar Rp 2.311.850.000,00

b. Tanggal 27 Januari 2005 Terdakwa selaku Kuasa Pengguna


Anggaran menerbitkan Surat Permintaan Membayar (SPM)
Bomor 00039/447011/2011, sebagai realisasi dari permintaan
uang muka diajukan oleh PT Kerja Indonesia ke rekening PT
Bank Citibak dengan nomor rekening 0-103344-158 dengan nilai
Rp. 2.311.850.000,00

c. Pada tanggal 28 Januari 2005 KPKN menerbitkan Surat Perintah


Pencairan Dana (SP2D) Nomor : 367506U/134/112, untuk PT
Kerja Indonesia ke rekening PT Bank Citibank dengan nomor
rekening 0-103344-158 dengan nilai Rp. 2.311.850.000,00

16)Pada tanggal 21 Febuari 2005 PT Kerja Indonesia menerbitkan


Purchase Order kepada CG Power System Indonesia untuk pembelian
Transformer 60 MVA# 150/20 kV sebanyak 2 (dua) set senilai Rp
10.350.000.000,00 dengan delivery date 14 November 2005

17)Pada tanggal 13 Maret 2005 PT Kerja Indonesia menerbitkan


Purchase Order kepada Ludvika Swden untuk pembelian Lightening
Araster 20 KA sebanyak 12 Rp 2.820.000.000,00 dengan delivery date
13 Agustus 2005
Halaman 41 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

18)Pada tanggal 19 Maret 2005 PT Kerja Indonesia menerbitkan Purhase


Order Nomor : 3162020219 kepada Limited Maneja Vadodara India
untuk pembelian:

Disconecting switch SGF170PC100 (Line Bay) sebanyak 4 set


Rp 390.680.000,00

Disconecting switch SGF170PC100 + E100 (Line Bay)


sebanyak 2 set Rp 230.900.000,00

Disconecting switch SGF170Q100 (Bus Capler Bay) sebanyak


2 set Rp 200.180.000,00

Disconecting

switch

SGF170N100

(Transformer

Bay)

sebanyak 2 set Rp 270.880.000,00

19)Bahwa pada tanggal 10 Juni 2005 PT Kerja Indonesia mengajukan


permohonan pembayaran Termin Pertama dengan Surat Nomor:
ABB/0267-SYU/05 kepada PPK dengan progresfisik pekerjaan
27,480% atau senilai dengan Rp 13.132.359.000,00 dilampiri dengan:

a. Berita Acara Pemeriksaan Nomr: 714.BA/133/IPKJJB Region


V/2005 tanggal 7 Juni 2005 yang menyatakan progres
pekerjaan 27,58% yang ditandatangani Terdakwa

b. Berita

Acara

Serah

Terima

1217.BA/610/UIPJJB/2005

Hasil

tanggal

Pekerjaan
Juni

Nomor:

2005

yang

ditandatangani oleh anggota Panitia Penerima Hasil Pekerjaan


(PPHP), Direksi Pekerjaan PT PLN dan penyedia barang

c. Berita Acara Pembayaran Nomor : 1281.BA/543/UIPJJB/2012


tanggal 11 Juni 2005 yang ditandatagani oleh Terdakwa, NUR
KAJOLINA selaku Direktur Utama PT Kerja Indonesia, dan
KEVIN RIVALDI GIRSANG selaku PPK

20)Bahwa terhadap pemohonan permintaan pembayaran Termin Pertama


yang ditandatangani NUR KAJOLINA atas nama PT Kerja Indonesia
pada tanggal 17 Juni 2005 tersebut Terdakwa selaku Kuasa
Halaman 42 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

Pengguna Anggaran menerbitkan Surat Permintaan Membayar (SPM)


Nomor: 00007/447011/2005 untuk porsi PT Kerja Indonesia sebesar
Rp 13.132.359.000,00 dan selanjutnya oleh KPKN diterbitkan Surat
perintah Pencairan Dana (SP2D) Nomor : 753442B/134/112 dan dana
ditransfer ke rekening 0.103344-158 atas nama PT Kerja Indonesia di
PT Bank CitiBank senilai Rp 13.132.359.000,00

21)Bahwa pada tanggal 18 Oktober 2006 NUR KAJOLINA selaku direktur


utama PT Kerja Indonesia kembali mengajukan pembayaran Termin
Kedua dengan suratnya Nomor: ABB/0175-SYU/06 kepada PPK
dengan

progres

pekerjaan

30,311%

senilai

dengan

Rp

1.352.900.000,00 tidak termasuk pajak-pajak dengan dilampiri:

a. Berita

Acara

PemeriksaanPekerjaan

Nomor:

033.BA/133/UPKJJB/2006 tanggal 30 Agustus 2006 yang


menyatakan progres pekerjaan 30,311% yang ditandatangi
oleh NUR KAJOLINA

b. Berita

Acara

Serah

Terima

Hasil

Pekerjaan

Nomor

327.1.BA/610/UIPJJB/2006 tanggal 22 Agustus 2006 yang


ditandatangai oleh anggota Panitia Penerima Hasil Pekerjaan
(PPHO), Direksi Pekerjaan PT PLN dan penyedia barang

c. Berita Acara Pembayaran Nomor : 031.BA/543/UIPJJB/2006


tanggal

November

2006

yang

ditandatangani

NUR

KAJOLINA dan KEVIN RIVALDI GIRSANG selaku PPK

22)Bahwa untuk mempertanggungjawabkan pencairan atas pembayaran


Termin Pertama dan Kedua yang diajukan oleh PT Kerja Indonesia
selanjutnya NUR KAJOLINA menggunakan dana tersebut untuk
kegiatan diantaranya untuk pencairan Termin Pertama digunakan
untuk pembayaran Circuit Breaker (CB), Disconecting Switch (DS),
Lightening Arrester (LA) dan Transfomer, sedangkan untuk pencairan
dari Termin Kedua NUR KAJOLINA menggunakannya untuk pekerjaan
material mekanikal elektrikal merek TRENCH

23)Bahwa terhadap pekerjaan pembangunan Gardu Induk 150 kV Banten


PT PLN (Persero) yang dilaksanakan oleh NUR KAJOLINA sampai
Halaman 43 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

masa akhir kontrak tidak selesai dikerjakan/dilaksanakan dan barangbarang tersebut di simpan di Gudang Milik PT PLN (Persero) Cirebon
dimana

Terdakwa

selaku

Kuasa

Pengguna

Anggaran

telah

membayarkan semua permohonan pembayaran yang diajukan NUR


KAJOLINA

yang

mengakibatkan

ia

lakukan

kerugian

secara

melawan

hukum

telah

keuangan

negara

senilai

Rp

31.059.749.000,00 (tiga puluh satu miliar lima puluh sembilan juta


tujuhratus empat puluh sembilan ribu rupiah) dengan perincian
sebagai berikut:

Pembayaran Uang Muka

Rp 2.311.850.000,00

Pembelian Transformer

Rp 10.350.000.000,00

Pembelian Lightening Araster

Rp 2.820.000.000,00

Pembelian Disconecting Switch

Rp 1.092.640.000,00

Pembayaran Termin 1

Rp 13.132.359.000,00

Pembayaran Termin II

Rp 1.352.900.000,00

_____________________+

Jumlah Kerugian Keuangan Negara

Rp

Rp

31.059.749.000,00

Sebagaimana tersebut dalam Laporan Hasil Audit Perhitungan Kerugian


Keuangan Negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
(BPKP) Perwakilan Provinsi DKI Jakarta Nomor SR-431/PW09/5/2008
tanggal 8 Mei 2008 atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Proses
Pelelangan

Pembangunan

21

Gardu

Induk

(1.610

MVA)

khusus

Pembangunan Gardu Induk 150 kV Banten dan New Sanur pada Induk
Pembangunan dan Jaringan Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara PT PLN
(Persero) TA 2011 s.d. 2013

----------

Perbuatan

Terdakwa

AGUS

SAEPUL

ALAM

tersebut

sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 jo Pasal 18 ayat


Halaman 44 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

(1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan


Tindak Pidana Korupsi jo Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 jo. Pasal 55 ayat
(1) ke-1 KUHP

Halaman 45 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

BAB III
KOMPETENSI ABSOLUT
Pada bagian ini kami Penasihat Hukum, mencermati bahwa
Penuntut Umum telah salah melimpahkan berkas kepada Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan di bawah
register pidana. Ketika terjadi wanprestasi tersebut bukan lagi masuk ke
dalam ranah hukum publik namun masuk ranah hukum privat. Sebelum
menguraiakan lebih lanjut mengenai Kompetensi Absolut, haruslah
dipahami terlebih dahulu mengenai asas ultimum remedium menurut
beberapa doktrin;
Menurut Prof Dr. Wirjono Prodjodikoro S.H dalam bukunya yang
berjudul Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia,
Bahwa norma-norma atau kaidah-kaidah dalam bidang hukum tata
negara dan hukum tata usaha negara harus pertama-tama
ditanggapi dengan sanksi administrasi, begitu pula norma-norma
dalam bidang hukum perdata pertama-tama harus ditanggapi
dengan sanksi perdata. Hanya, apabila sanksi administrasi dan
sanksi perdata ini belum mencukupi untuk mencapai tujuan
meluruskan neraca kemasyarakatan, maka baru diadakan juga
sanksi

pidana

sebagai

pamungkas

(terakhir)

atau

ultimum

remedium.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa sanksi pidana


seharusnya diterapkan sebagai upaya terakhir apabila upaya-upaya
sebelumnya tidak bisa untuk menyelesaikan sengketa.
Maka pertanyaan yang muncul adalah, apakah telah tepat saudara
Pangondian diperkarakan ke dalam kasus pidana. Penuntut Umum
mendakwa Saudara Pangondian dengan menggunakan Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi).
Bahwa yang menjadi objek perkara adalah kontrak antara pihak PT Kebakti
Nusa dengan PT Pertamina Persero menyebabkan prestasi PT Pertamina tidak
Halaman 46 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

terpenuhi sehingga menyebabkan adanya unsur melawan hukum seperti yang


Penuntut Umum uraikan dalam Surat Dakwaan. Menurut Subekti dalam bukunya
Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, hlm 74 mengatakan
Apabila tidak dipenuhinya janji baik karena disengaja maupun tidak disengaja di
katakan sebagai Wanprestasi.
Konsep wanprestasi ini diatur demi melindungi para pihak dalam perjanjian,
khususnya pada saat pelaksanaan, sebagai bagian dalam hukum perjanjian
sehingga ini merupakan ranah hukum privat bukan hukum publik.

Menurut Wirjono Prodjodikoro, perjanjian adalah suatu perhubungan


hukum mengenai benda antara dua pihak dalam mana salah satu
pihak berjanji untuk melakukan suatu hal atau tidak melakukan suatu hal,
sedangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu. Maka dari itu
tidaklah tepat untuk menerapkan hukum pidana dalam perkara ini mengigat
tujuan hukum pidana merupakan ultimum remedium atau upaya terakhir
dalam menyelesaikan sengketa, maka sudah sepantasnya Pengadilan
Tindak Pidana Jakarta Pusat tidak berwenang untuk memeriksa, mengadili
dan memutus perkara a-quo, karena perkara ini bukan lah tindak pidana,
karena pada intinya ketika seorang melanggar kontrak perjanjian dan tidak
sanggup untuk memenuhi prestasinya maka perkara tersebut masuk
kedalam ranah hukum privat.
Yang Mulia, perlu dicermati bahwa sebenarnya pokok perkara in casu
adalah tidak terpenuhinya prestasi dari PT. Kerja Indonesia dalam rangka
Perjanjian Pembelian Listrik (Power Purchase Agreement) dengan PT.
Perusahaan Listrik Negara. Prestasi yang seharusnya dipenuhi PT. Kerja
Indonesia adalah pembangunan Gardu Induk 150 kV Banten per tanggal 28
Agustus 2006.
Berdasarkan uraian di atas, dapat ditemukan fakta bahwa seharusnya
sengketa muncul atas suatu hubungan kontraktual. Seharusnya, tidak perlu
perkara ini masuk dalam proses peradilan pidana sama sekali. Tim
Penasihat Hukum dalam uraian ini hendak mengajukan haknya untuk
mengajukan keberatan terkait tidak adanya kewenangan pengadilan dalam
mengadili perkara ini, sebagaimana diatur dalam Pasal 156 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Menurut pendapat Prof. Subekti yang dijabarkan dalam buku Hukum
Perjanjian (2005:63), perjanjian adalah suatu peristiwa yang mana terdapat
dua orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu, atau dikenal dengan
Halaman 47 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

teminologi

prestasi.

Kegagalan

salah

seorang

pihak

memenuhi

prestasinya disebut wanprestasi. Dalam buku yang sama, Prof. Subekti


(2005: 45) menjelaskan bahwa wanprestasi meliputi tindakan si berhutang
(Debitur) yang tidak melakukan apa yang diperjanjikan, melaksanakan apa
yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan, melakukan apa
yang dijanjikannya tapi terlambat, atau melakukan sesuatu yang menurut
perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Mendukung pendapat di atas, dalam buku Segi-Segi Hukum
Perjanjian (1986:60), M. Yahya Harahap menjelaskan bahwa pelaksanaan
kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan tidak menurut
selayaknya adalah tindakan wanprestasi. Seorang debitur disebutkan dan
berada dalam keadaan wanprestasi, apabila dia dalam melakukan
pelaksanaan perjanjian telah lalai sehingga terlambat dari jadwal waktu
yang ditentukan atau dalam melaksanakan prestasi tidak menurut
sepatutnya atau selayaknya.
Pada perkara a quo, baik PT. Perusahaan Listrik Negara dan PT. Kerja
Indonesia

sama-sama

tidak

dapat

menjalankan

prestasinya.

PT.

Perusahaan Listrik Negara dalam jangka waktu kontrak gagal untuk


melakukan pembebasan lahan. Di sisi lain, PT. Kerja Indonesia gagal pula
melaksanakan prestasinya untuk membangun suatu Gardu Induk I,5 kV.
Tidak pernah ada niatan dari salah satu pihak untuk memperkaya diri
sendiri.
Pada tanggal 15 Juli 2006, PT. Kerja Indonesia dan PT. Perusahaan
Listrik Negara melakukan koordinasi dalam rangka pelaksanaan proyek
pengadaan Gardu Listrik Nasional, khususnya di Provinsi Banten. Hasil dari
pertemuan tersebut adalah PT. Kerja Listrik akan segera melakukan
pembelian bahan-bahan pembangunan Gardu Induk 1,5 kV walaupun
pembebasan lahan tidak kunjung selesai. Adapun keputusan demikian
dihasilkan untuk segera menjalankan proyek yang diperjanjikan. Apabila
tidak dilakukan pembelian bahan-bahan sama sekali, dikhawatirkan setiap
prestasi para pihak dalam proyek Gardu Induk 1,5 kV tidak akan ada yang
terlaksana. Terhadap pembelian bahan-bahan yang dibeli oleh PT. Kerja
Indonesia, memang dilakukan permohonan reimburse yang disetujui oleh
PT. Perusahaan Listrik Negara. Reimburse dilakukan terbatas pada dana
yang dimintakan, tidak kurang dan tidak juga lebih. Sehingga, perlu Tim
Penasihat Hukum tekankan, tidak ada satu pun pihak yang diperkaya
akibat dilakukannya reimburse kepada PT. Kerja Indonesia.
Kalau pun memang salah satu pihak dalam perikatan in casu harus
memertanggungjawabkan tindakan wanprestasinya, jalur hukum yang
Halaman 48 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

harus ditempuh bukanlah melalui proses pidana. Dalam Perjanjian


Pembelian Tenaga Listrik (Power Purchase Agreement, PPA) yang
menjadi dasar perikatan para pihak, telah jelas dicantumkan klausula
penyelesaian sengketa dan klausula arbitrase. Pasal 15 PPA jelas
mengatur demikian,
PASAL 15

PENYELESAIAN PERSELISIHAN
15.1. Negosiasi
Dalam hal terdapat perselisihan, pertentangan dan perbedaan
pendapat yang timbul antara PLN dan KI sehubungan dengan,
timbul dari atau terkait dengan Perjanjian ini, atau pelanggaran,
pengakhiran atau keberlakuan dari Perjanjian ini (Sengketa),
maka Para Pihak harus berusaha dengan itikad baik untuk
melakukan musyawarah dan mufakat, selama jangka waktu 30
(tiga puluh) Hari, atau jangka waktu lebih lama sebagaimana
disepakati Para Pihak secara bersama, setelah penerimaan oleh
satu Pihak atau pemberitahuan secara tertulis dari Pihak lainnya
mengenai timbulnya dan jenis Sengketa dengan penjelasan yang
cukup, untuk bertemu dan menyelesaikan Sengketa tersebut
secara damai.
15.2. Arbitrase
Apabila Para Pihak tidak dapat menyelesaikan setiap Sengketa
dengan diskusi bersama dalam jangka waktu yang ditentukan
dalam Pasal 14.1, atas permintaan tertulis dari salah satu Pihak,
Sengketa harus diputuskan untuk diselesaikan secara final
melalui Badan Arbitrase Nasional Indonesia yang berlaku pada
saat itu (Peraturan BANI) yang dituangkan oleh Para Pihak
melalui referensi dalam Perjanjian ini kecuali sebagaimana
dimodifikasi berdasarkan Perjanjian ini. Tempat arbitrase adalah
Jakarta. Bahasa Arbitrase adalah Bahasa Indonesia. Tiga
Arbitrator harus ditunjuk sesuai dengan Peraturan BANI.
15.3. Para Pihak menyanggupi untuk melaksanakan keputusan
arbitrase yang bersifat final dan mengikat bagi Para Pihak dan
yang akan dilaksanakan di setiap pengadilan dalam yurisdiksi
yang berwenang. Para Pihak sepakat untuk tidak mengajukan
banding, keberatan, keringanan atas keputusan arbitrase di
pengadilan mana pun.
15.4. Pasal 14 tetap berlaku walaupun Perjanjian ini diakhiri.
15.5. Proses arbitrase tidak menghalangi pelaksanaan hak dan
kewajiban Para Pihak berdasarkan Perjanjian ini yang tidak
menjadi subyek atau yang berkaitan dengan Sengketa.
Jelas dalam Pasal 15 PPA telah diperjanjikan suatu proses
penyelesaian sengketa tersendiri. Berdasarkan Pasal 81 Kitab UndangUndang Hukum Pidana (KUHP), telah diatur bahwa terhadap perkara
yang telah diatur mekanisme penyelesaian perselisihan pra-yudisialnya,
harus dilakukan penundaan penuntutan, sampai telah dilakukan mekanisme
penyelesaian pra-yudisial dimaksud selesai dilakukan. Bahwa dikarenakan
hubungan hukum antara PT. Perusahaan Listrik Negara dan PT. Kerja
Halaman 49 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

Indonesia sehubungan dengan jual-beli tenaga listrik, maka setiap sengketa


yang timbul sehubungan dengannya adalah murni sengketa keperdataan
yang tunduk pada mekanisme penyelesaian keperdataan berdasarkan PPA.
Sekalipun misalnya benar terdapat permasalahan hukum dalam pekerjaan
Bioremediasi tersebut (quod non), maka hal tersebut bukanlah merupakan
tindak pidana atau setidak-tidaknya bukan merupakan tindak pidana korupsi
yang utamanya adalah karena adanya kerugian negara.
Pun, apabila Negara Republik Indonesia bersikukuh untuk melakukan
upaya hukum terhadap para pihak yang didalilkan mengakibatkan kerugian
negara, silahkan menempuh upaya hukum perdata dengan mengajukan
gugatan perbuatan melawan hukum dengan dasar yang sama dengan titik
pendakwaan Penuntut Umum. Nantinya, Jaksa Pengacara Negara yang
mewakili kepentingan negara dalam penggugatan pihak-pihak yang
didalilkan mengakibatkan kerugian negara dapat memintakan ganti
kerugian sejumlah kerugian negara yang senyata-nyatanya terjadi.
Selalu perlu dicamkan, proses pidana adalah hal yang ultimum
remedium sifatnya.
Sengketa wanprestasi yang dilakukan baik oleh PT. Perusahaan
Listrik Negara atau PT. Kerja Indonesia masuk dalam ranah Perkara
Perdata yang harus diperiksa, diadili, dan diputus dalam Pengadilan yang
berwenang atas Perkara Perdata. Oleh karena itu, sejalan dengan materi
keberatan

yang

kami

sampaikan

di

bab

selanjutnya

mengenai

ketidakcermatan dalam menentukan pasal dakwaan, dimana perkara ini


bukan termasuk perkara tindak pidana korupsi, melainkan pelanggaran
perdata dalam hal Wanprestasi maka sudah sepantasnya kewenangan
untuk mengadili, memutus dan memeriksa perkara ini bukan menjadi
kewenangan dari Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Oleh karena itu, Tim Penasihat Hukum memohon kepada Majelis
Hakim agar menyatakan bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili
perkara a quo yang berdimensi perdata, sesuai dengan ketentuan Pasal
156 ayat (1) KUHAP jo. Pasal 81 KUHP.

Halaman 50 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

BAB IV
SURAT DAKWAAN TIDAK CERMAT, TIDAK
JELAS DAN TIDAK LENGKAP
Majelis Hakim yang terhormat,
Penuntut Umum yang kami hormati,
Sidang pengadilan yang kami muliakan,
Berdasarkan Pasal 143 ayat (2) huruf b Undang-undang Nomor 8 Tahun
1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) telah
diatur bahwa Surat Dakwaan haruslah berisi uraian yang disampaikan
secara cermat, jelas, dan lengkap mengenai tindak pidana yang
didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana tersebut
dilakukan (lex tempores et locus delicti).
Penafsiran umum terhadap ketentuan dalam pasal ini menurut M.
Yahya

Harahap,

dalam

bukunya

Pembahasan

Permasalahan

dan

Penerapan KUHAP edisi kedua halaman 132-133 Penuntut Umum harus


menguraikan secara cermat, lengkap, dan jelas dengan kriteria sebagai
berikut :

1.

Semua unsur delik yang dirumuskan dalam pasal pidana yang


didakwakan harus secara cermat satu persatu,

2.

Menyebutkan secara cermat, jelas, dan lengkap cara tindak


pidana dilakukan,

3.

Menyebutkan

keadaan-keadaan

(circumstances)

yang

melekat pada tindak pidana.

Dikarenakan tidak disebutkan dalam ketentuan a quo yang dimaksud


dengan jelas, cermat, dan lengkap tersebut, sehingga untuk memahami
artinya secara menyeluruh kita harus merujuk pada doktrin sarjana dan
yurisprudensi peradilan. Syarat mutlak dalam Surat Dakwaan tersebut
harus diuraikan secara cermat, jelas, dan lengkap, karena pelanggaran dan
atau tidak dipenuhinya syarat mutlak tersebut konsekuensi yuridisnya
adalah sebagaimana ditentukan dalam Pasal 143 ayat (3) KUHAP, yaitu
Surat

Dakwaan

yang

tidak

memenuhi

ketentuan

sebagaimana

dimaksud dalam ayat (2) huruf b adalah batal demi hukum.

Halaman 51 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

Terhadap Surat Dakwaan yang tidak memenuhi syarat materiil,


berdasarkan pendapat dari Lilik Mulyadi S.H, M.H dalam bukunya Hukum
Acara Pidana (Suatu Tinjauan Khusus terhadap Surat Dakwaan, Eksepsi,
dan Putusan Peradilan), dapat ditinjau dari dua aspek, yaitu:

1.

Pertama, apabila ditinjau dari pendapat/doktrin maka pengertian


cermat dimaksudkan surat dakwaan dibuat dengan penuh ketelitian
dan ketidaksembarangan serta hati-hati disertai suatu ketajaman,
kemudian jelas berarti tidak menimbulkan kekaburan atau keraguanraguan serta serba terang dan tidak perlu ditafsirkan lagi, sedangkan
lengkap berarti komplit atau cukup yang dimaksudkan tidak ada
fakta-fakta yang tertinggal.

2.

Kemudian apabila kita mengkaji menurut makna gramatikal dari


Kamus Umum Bahasa Indonesia yang disusun oleh W.J.S.
Poerdarminta, hlm 202, 410 dan 587, yang dimaksudkan dengan
kata cermat, jelas dan lengkap, yaitu:
-

Cermat, berarti seksama, teliti, dengan penuh perhatian.

Jelas, berarti terang, nyata, tegas.

Lengkap, berarti genap (tidak ada kurangnya dalam arti


komplit)

Adapun dengan menyusun Surat Dakwaan dengan kajian-kajian


gramatikal tentang tindak pidana yang diuraikan secara seksama, teliti,
terang, tegas dan komplit maka hal tersebut sejalan dengan maksud dan
tujuan pasal 142 ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana agar
diharapkan memberi kami, Penasihat Hukum Terdakwa dan juga kepada
Hakim pengertian dan pandangan mengenai Surat Dakwaan secara lebih
mudah.
Surat Dakwaan berdasarkan pendapat dari M. Yahya Harahap dalam
bukunya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Jilid I,
halaman 414-415 adalah surat atau akta yang memuat rumusan tindak
pidana yang didakwakan kepada terdakwa yang disimpulkan dan ditarik
dari hasil pemeriksaan penyidikan, dan merupakan dasar serta landasan
bagi hakim dalam pemeriksaan dimuka sidang pengadilan. Oleh karena itu
dakwaan, menurut Jonkers, harus memuat uraian perbuatan yang sungguhsungguh dilakukan yang bertentangan dengan hukum pidana dan unsurunsur yuridis kejahatan yang bersangkutan. Sehingga dengan demikian
surat dakwaan dengan jelas dan terang memgenai perbuatan materiil.
Halaman 52 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

Pengertian cermat, jelas, dan lengkap dalam ketentuan tersebut


menurut Yurisprudensi Mahkamah Agung RI.No.492 K/Kr/1981 tanggal 8
Januari 1983 jo. Putusan Pengadilan Tinggi Banjarmasin, tanggal 20 April
1981 No. 1881/Pid.S/PT/Bjm, syarat materiil Surat Dakwaan adanya
rumusan secara lengkap, jelas dan tepat, mengenai perbuatan-perbuatan
yang didakwakan pada Terdakwa, sesuai dengan rumusan delik yang
mengancam perbuatan-perbuatan itu dengan hukuman (pidana).

Berdasarkan

Surat

Edaran

Kejaksaan

Agung

RI

No.

SE-

004/J.A/11/1993 tanggal 16 November 1993 tentang Pembuatan Surat


Dakwaan dirumuskan perumusan cermat, jelas dan lengkap tersebut
sebagai berikut:
-

Bahwa yang dimaksud dengan "cermat" adalah


ketelitian

Penuntut

mempersiapkan

Umum

Surat

dalam

Dakwaan

dengan

memuat uraian yang didasarkan pada ketentuan


pidana terkait, tanpa adanya kekurangan atau
kekeliruan yang menyebabkan Surat Dakwaan
batal demi hukum atau dapat dibatalkan atau
dinyatakan tidak dapat diterima.
-

Bahwa yang dimaksud dengan "jelas" adalah


Penuntut Umum harus mampu menguraikan
dengan jelas dan dapat dimengerti dengan cara
menyusun redaksi yang mempertemukan faktafakta perbuatan terdakwa dengan unsur-unsur
tindak

pidana

yang

didakwakan

sehingga

terdakwa mendengar atau membacanya akan


mengerti dan mendapatkan gambaran tentang
siapa yang melakukan tindak pidana, tindak
pidana

yang dilakukan, kapan dan dimana

tindak pidana tersebut dilakukan, apa akibat


yang

ditimbulkan

dan

mengapa

terdakwa

melakukan tindak pidana tersebut.


-

Bahwa

yang

dimaksud

dengan

"lengkap"

adalah uraian yang bulat dan utuh yang mampu


menggambarkan

unsur-unsur

tindak

pidana

yang didakwakan beserta waktu dan tempat


tindak pidana itu dilakukan.
Halaman 53 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

Menurut uraian di atas, Surat Dakwaan harus dirumuskan secara


cermat, jelas, dan lengkap mengenai perbuatan nyata yang telah dilakukan
oleh Saudara Agus Saepul Alam yang dapat memenuhi secara tepat dan
benar keseluruhan unsur-unsur rumusan delik yang ditentukan undangundang yang didakwakan terhadap Saudara Agus Saepul Alam. Bahwa
unsur-unsur tersebut harus dituliskan secara tepat dan benar berdasarkan
perbuatan nyata dari Saudara Agus Saepul Alam yang mencakup semua
unsur dan harus diuraikan secara lengkap dan jelas sehingga terlihat jelas
peranan dan kualitas pertanggungjawaban Saudara Agus Saepul Alam.
Bertolak

dari

pengertian-pengertian

di

atas,

maka

kami

menyimpulkan bahwa dakwaan dari Penuntut Umum tidak cermat, tidak


jelas, dan tidak lengkap, dengan rincian sebagai berikut:
Dakwaan Penuntut Umum Tidak Cermat
1. Penuntut Umum Tidak Cermat dalam Mendakwakan Tindak
Pidana Korupsi terhadap Terdakwa
Yang Mulia, perlu diluruskan disini bahwa sama sekali tidak
terdapat tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Saudara Agus
Saepul Alam, baik dalam konteks Pasal 2 atau pun Pasal 3 UU
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pertama-tama, perlu kita
pecahkan unsur-unsur dalam tindak pidana korupsi, yaitu:
(i)

Setiap orang;

(ii)

Secara melawan hukum

(iii)

Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau


orang lain atau suatu korporasi

(iv) Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian


negara
Titik ketidakcermatan dari Penuntut Umum terdapat pada unsur (iii)
dan (iv). Terdapat kontradiksi demi kontradiksi yang dilakukan
Penuntut Umum dalam Surat Dakwaannya.
Pertama,

Penuntut

Umum

mendakwakan

terjadi

suatu

perbuatan memperkaya suatu korporasi, yang dalam perkara a quo


adalah PT. Kerja Indonesia. Urutan pemerkayaan diri yang didalilkan
oleh Penuntut adalah sebagai berikut:
a. Pada tanggal

23

Januari

2005

PT Kerja

Indonesia

mengajukan permohonan pembayaran uang muka sesuai


Surat Nomor: ABB/0343-IRT/11 kepada PPK sebesar Rp
2.311.850.000,00
Halaman 54 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

b. Tanggal 27 Januari 2005 Terdakwa selaku Kuasa Pengguna


Anggaran menerbitkan Surat Permintaan Membayar (SPM)
Bomor

00039/447011/2011,

sebagai

realisasi

dari

permintaan uang muka diajukan oleh PT Kerja Indonesia ke


rekening PT Bank Citibak dengan nomor rekening 0-103344158 dengan nilai Rp. 2.311.850.000,00

c. Pada tanggal 28 Januari 2005 KPKN menerbitkan Surat


Perintah Pencairan Dana (SP2D) Nomor : 367506U/134/112,
untuk PT Kerja Indonesia ke rekening PT Bank Citibank
dengan nomor rekening 0-103344-158 dengan nilai Rp.
2.311.850.000,00.

Padahal, jelas dalam uraiannya mereka meletakkan unsur


melawan hukumnya pada pembayaran barang yang belum kunjung
terpasang. Saudara Agus Saepul Alam sebagai Kuasa Pengguna
Anggaran melakukan pembayaran kepada PT. Kerja Indonesia
dengan metode reimburse. Artinya, biaya yang dikeluarkan oleh
Saudara Agus Saepul Alam tidak lebih, juga tidak kurang dari biaya
yang memang
Indonesia

senyata-nyatanya dikeluarkan oleh

kala

membangun

melakukan

Gardu

Induk

pembelian
1,5

kV,

PT. Kerja

barang-barang
yaitu

untuk

sejumlah

Rp

2.311.850.000,00. Sehingga, tidak sama sekali terjadi kegiatan


memperkaya orang lain.
Kedua, Penasihat Hukum mengajak Penuntut Umum untuk
kembali mencermati uraian Pasal 2 UU Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi yang jelas mengatur, Setiap orang yang secara
melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau
orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan
negara

atau

perekonomian

negara

Pada

Pasal

UU

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pun kurang-lebih sama,


dengan perbuatan melawan hukum yang diletakkan pada tindakan
penyalahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada
padanya karena jabatan atau kedudukan yang diemban. Jelas
bahwa dibutuhkan suatu rangkaian perbuatan memperkaya diri
sendiri yang mengakibatkan kerugian negara. Negara juga bukannya
dirugikan atau apa pun. Negara mengeluarkan uang yang memang
seharusnya dikeluarkan apabila proyek ini berjalan. Sebagaimana
telah Penasihat Hukum paparkan di atas, tindakan pembelian
Halaman 55 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

barang-barang yang belum kunjung terpasang adalah suatu


keputusan yang diambil baik oleh Saudara Agus Saepul Alam dan
PT. Kerja Indonesia untuk memulai proyek Gardu Induk 1,5 kV.
Apabila hal demikian tidak dilakukan, maka pada saat itu
dikhawatirkan perjanjian di antara para pihak tidak akan terlaksana
sama sekali.
Majelis Hakim perlu memerhatikan fakta bahwa tidak terdapat
pemenuhan unsur-unsur dari suatu tindak pidana korupsi dalam
perkara a quo. Sehingga, tidak seharusnya didakwakan ketentuan
Pasal 3 maupun Pasal 2 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
kepada Saudara Agus Saepul Alam. Dengan demikian, dakwaan
Penuntut Umum haruslah dinyatakan batal demi hukum.
Dakwaan Penuntut Umum Tidak Jelas
1.

Penuntut Umum Tidak Jelas dalam Menguraikan Unsur-Unsur


dalam Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dalam Surat Dakwaan
Dalam

Surat

Dakwaannya,

Saudara

Penuntut

Umum

mendakwakan Saudara Agus Saepul Alam dengan uraian:


Primair:
Bahwa ia TERDAKWA AGUS SAEPUL ALAM selaku Direktur
Utama

Perusahaan

Listrik

Negara

berdasarkan

Surat

Keputusan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara


(BUMN) Nomor : kep - 1028/MN-BUMN/II/2003

tentang

pengesahan pengangkatan AGUS SAEPUL ALAM selaku


Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara periode tahun
2003 s/d tahun 2006, dan ditetapkan sebagai Kuasa
Pengguna Anggaran dalam proyek pembangunan gardu listrik
untuk pemenuhan kelistrikan rakyat indoseia pada tanggal 12
November 2004 hingga 28 Agustus 2006 atau setidak
tidaknya pada bulan November 2004 hingga Agustus 2006,
atau setidak-tidaknya pada tahun 2004 hingga tahun 2006,
bertempat di Ditjen Ketenaga Listrikan Kementrian Energi dan
Sumber Daya Mineral Jln. H.R. Rasuna Said Blok X. 2 Kav.
07-08 Kuningan Jakarta Selatan, di Gedung PT PLN (Persero)
Jl. Trunojoyo Blok M-I No. 135 Kebayoran Baru, Jakarta
12160, Indonesia, Hotel Mulia Jakarta Selatan, dan Kantor
Halaman 56 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

Induk Pembangkit dan Jaringan Jawa Bali, Jl Slamet No. 1


Candibaru, Semarang, atau seatau setidak-tidaknya dalam
wilayah lain di Jakarta atau setidak-tidaknya di suatu wilayah
negara Republik Indonesia, atau setidak-tidaknya di tempat
lain dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,
yang berdasarkan Pasal 84 ayat (2) dan (4) KUHAP
berwenang untuk memeriksa dan memutus perkara pidana
TERDAKWA, bersama-sama dengan NUR KAJOLINA selaku
Direktur Utama PT Kerja Indonesia, SELA TENRISANGKA
sebagai

Pengawas

Pelaksana

Proyek

Pembangunan

Kelistrikan di Jawa-Bali berdasarkan Surat Keputusan Nomor:


088/PLN-22/XI.01/2004,

NASRI

SEMBARANG

sebagai

Pejabat Pembuat SPM, ATMINAH WARDI sebagai Bendahara


Pengerluaran, KEVIN RIVALDI GIRSANG selaku Pejabat
Pembuat Komitmen berdasarkan Surat Keputusan Nomor
112/PLN-01/III/2004 tentang pengesahan pengangkatan PPK,
PPSPM, dan Bendahara Pembangunan Gardu Induk Banten,
secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya
diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Perbuatan

Terdakwa

AGUS

SAEPUL ALAM

tersebut

sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat


(1) jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31
tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 jo. Pasal 55 ayat
(1) ke-1 KUHP.

Subsidiair:

Bahwa ia TERDAKWA AGUS SAEPUL ALAM selaku Direktur


Utama

Perusahaan

Listrik

Negara

berdasarkan

Surat

Keputusan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara


(BUMN) Nomor : kep - 1028/MN-BUMN/II/2003

tentang

pengesahan pengangkatan AGUS SAEPUL ALAM selaku


Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara periode tahun
2003 s/d tahun 2006, dan ditetapkan sebagai Kuasa
Pengguna Anggaran dalam proyek pembangunan gardu listrik
untuk pemenuhan kelistrikan rakyat indoseia pada tanggal 12
Halaman 57 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

November 2004 hingga 28 Agustus 2006 atau setidak


tidaknya pada bulan November 2004 hingga Agustus 2006,
atau setidak-tidaknya pada tahun 2004 hingga tahun 2006,
bertempat di Ditjen Ketenaga Listrikan Kementrian Energi dan
Sumber Daya Mineral Jln. H.R. Rasuna Said Blok X. 2 Kav.
07-08 Kuningan Jakarta Selatan, di Gedung PT PLN (Persero)
Jl. Trunojoyo Blok M-I No. 135 Kebayoran Baru, Jakarta
12160, Indonesia, Hotel Mulia Jakarta Selatan, dan Kantor
Induk Pembangkit dan Jaringan Jawa Bali, Jl Slamet No. 1
Candibaru, Semarang, atau seatau setidak-tidaknya dalam
wilayah lain di Jakarta atau setidak-tidaknya di suatu wilayah
negara Republik Indonesia, atau setidak-tidaknya di tempat
lain dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,
yang berdasarkan Pasal 84 ayat (2) dan (4) KUHAP
berwenang untuk memeriksa dan memutus perkara pidana
TERDAKWA, bersama-sama dengan RADITYA ALAMSYAH
selaku Direktur Utama PT Kerja Indonesia, ATMINAH WARDI
selaku Direktur Utama PT Anugerah Bhakti Indonesia,
ROTUA ERYANUS selaku Direktur Utama PT Cahaya Intan
Indonesia, ARDIANI ATMADJA selaku selaku Presiden
Direktur PT Mandiri Karya, AGUSTIA HALIEM selaku Direktur
PT Villian Hasda, SELA TENRISANGKA sebagai Pengawas
Pelaksana Proyek Pembangunan Kelistrikan di Jawa-Bali
berdasarkan

Surat

Keputusan

Nomor:

088/PLN-

22/XI.01/2004, NASRI SEBAYANG sebagai Pejabat Pembuat


SPM, MEILYANA RAHAYUNINGDYAH sebagai Bendahara
Pengerluaran, KEVIN RIVALDI GIRSANG selaku Pejabat
Pembuat Komitmen berdasarkan Surat Keputusan Nomor
112/PLN-01/III/2004 tentang pengesahan pengangkatan PPK,
PPSPM, dan Bendahara Pengeluaran Proyek Pembangunan
Gardu Listrik, melakukan beberapa perbuatan yang ada
hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang
sebagai

satu

perbuatan

berlanjut,

dengan

tujuan

menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu


korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau
sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan
yang dapat merugikan keuangan negara atau pereonomian
negara.

Halaman 58 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

Rumusan dalam Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP terdapat


beberapa kualifikasi penyertaan yang diantaranya, yaitu Yang
melakukan

(pleger/Pelaku),

Yang

menyuruh

melakukan

(doenpleger), dan Yang turut serta melakukan (medepleger). Dalam


suatu tindak pidana yang mengandung penyertaan pada dasarnya
harus terurai secara jelas dan tegas tentang kualifikasi bentuk
penyertaan yang disesuaikan dengan perbuatan atau peran
terdakwa dalam mewujudkan tindak pidana. Hal ini sebagaimana
yang kemukakan oleh J.E. Sahetapy yaitu pada unsur Pasal 55 ayat
1 ke-1 KUHP harus dijelaskan peranan masing-masing peserta
tindak pidana tersebut. Dengan menjelaskan peranan masingmasing peserta atau pelaku tindak pidana tersebut, maka akan dapat
dilihat peranan dan kadar kejahatan yang dilakukan oleh masingmasing pelaku tindak pidana.

Hal ini juga didukung dengan Pendapat dari M. Yahya


Harahap, S.H. dalam bukunya Pembahasan Permasalahan dan
Penerapan KUHAP, Jilid I, halaman 396 menyatakan:

Demikian

juga

mengandung

halnya

dengan

pengambilan

peristiwa

bagian

pidana

atau

yang

penyertaan

(Deelneming atau take part in crime) yang diatur Pasal 55, harus
jelas terumus kualitas keikutsertaan seorang Terdakwa dalam
surat

dakwaan.

keikutsertaan
mengakibatkan

Ketidak

seorang

cermatan

Terdakwa

Terdakwa

penyusunan

dalam

dibebaskan,

surat

karena

kualitas
dakwaan,

apa

yang

didakwakan kepadanya tidak sesuai dengan kualitas penyertaan


yang terbukti dalam persidangan.
Dengan demikian bagi tindak pidana yang mengandung unsur
Penyertaan yang tercantum dalam Pasal 55 ayat (1) kesatu,
dimana harus jelas rumusan kualitas keikutsertaan seorang
Terdakwa dalam surat dakwaan. Karena ketidak cermatan
penyusunan kualitas keikutsertaan seorang Terdakwa dalam surat
dakwaan, dapat mengakibatkan Terdakwa dibebaskan. Bebas,
karena apa yang didakwakan kepadanya tidak sesuai dengan
kualitas penyertaan yang terbukti dalam persidangan.
Berdasarkan dakwaan dari Penuntut Umum, bahwa Saudara
Agus Saepul Alam telah didakwa melakukan perbuatan secara
bersama-sama sebagaimana diatur dalam Pasal 55 ayat (1) ke-1
Halaman 59 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

KUHP. Namun dalam dakwaan terdapat sebuah ketidakjelasan


dimana Penuntut Umum tidak merumuskan kualifikasi dan
kedudukan dari Saudara Agus Saepul Alam apakah sebagai
pelaku (pleger), menyuruh melakukan (doenpleger), turut serta
melakukan (medepleger).
Dakwaan Penuntut Umum diatas yang dengan ketidakjelasan
tidak merumuskan kualitas Saudara Terdakwa apakah sebagai
pelaku,

menyuruh

melakukan

atau

turut

serta

melakukan

mengakibatkan Dakwaan dari Penuntut Umum tersebut menjadi tidak


jelas/kabur, yang mana ketidakjelasan menerangkan kualifikasi peran
dalam Surat Dakwaan adalah BATAL DEMI HUKUM.
Dakwaan Penuntut Umum Tidak Lengkap
1.

Penuntut

Umum

Tidak

Lengkap

Menguraikan

Alasan

Disetujuinya Reimburse oleh Saudara Agus Saepul Alam


Uraian dalam Surat Dakwaan yang menyentuh mengenai isu
persetujuan Dana Reimburse adalah sebagai berikut:
24)Bahwa

akibat ditandatanganinya

kontrak dan

adanya

perubahan kontrak yang disepakati Para Pihak maka


Terdakwa menyetujui permohonan pembayaran uang muka
yang diajukan NUR KAJOLINA selaku Direktur Utama PT
Kerja Indonesia sebagai berikut:

a. Pada tanggal 23 Januari 2005 PT Kerja Indonesia


mengajukan permohonan pembayaran uang muka
sesuai Surat Nomor: ABB/0343-IRT/11 kepada PPK
sebesar Rp 2.311.850.000,00

b. Tanggal 27 Januari 2005 Terdakwa selaku Kuasa


Pengguna Anggaran menerbitkan Surat Permintaan
Membayar (SPM) Bomor 00039/447011/2011, sebagai
realisasi dari permintaan uang muka diajukan oleh PT
Kerja Indonesia ke rekening PT Bank Citibak dengan
nomor

rekening

0-103344-158

dengan

nilai

Rp.

2.311.850.000,00

Halaman 60 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

c. Pada tanggal 28 Januari 2005 KPKN menerbitkan


Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) Nomor :
367506U/134/112,

untuk

PT

Kerja

Indonesia

ke

rekening PT Bank Citibank dengan nomor rekening 0103344-158 dengan nilai Rp. 2.311.850.000,00

25)Pada tanggal 21 Febuari 2005 PT Kerja Indonesia


menerbitkan Purchase Order kepada CG Power System
Indonesia untuk pembelian Transformer 60 MVA# 150/20 kV
sebanyak 2 (dua) set senilai Rp 10.350.000.000,00 dengan
delivery date 14 November 2005

26)Pada

tanggal

13

Maret

2005

PT

Kerja

Indonesia

menerbitkan Purchase Order kepada Ludvika Swden untuk


pembelian Lightening Araster 20 KA sebanyak 12 Rp
2.820.000.000,00 dengan delivery date 13 Agustus 2005

27)Pada

tanggal

19

Maret

2005

PT

Kerja

Indonesia

menerbitkan Purhase Order Nomor : 3162020219 kepada


Limited Maneja Vadodara India untuk pembelian:

Disconecting switch SGF170PC100 (Line Bay)


sebanyak 4 set Rp 390.680.000,00

Disconecting switch SGF170PC100 + E100 (Line


Bay) sebanyak 2 set Rp 230.900.000,00

Disconecting switch SGF170Q100 (Bus Capler Bay)


sebanyak 2 set Rp 200.180.000,00

Disconecting switch SGF170N100 (Transformer Bay)


sebanyak 2 set Rp 270.880.000,00

28)Bahwa pada tanggal 10 Juni 2005 PT Kerja Indonesia


mengajukan permohonan pembayaran Termin Pertama
dengan Surat Nomor: ABB/0267-SYU/05 kepada PPK
dengan progresfisik pekerjaan 27,480% atau senilai dengan
Rp 13.132.359.000,00 dilampiri dengan:
Halaman 61 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

a. Berita Acara Pemeriksaan Nomr: 714.BA/133/IPKJJB


Region

V/2005

menyatakan

tanggal

progres

Juni

pekerjaan

2005

yang

27,58%

yang

ditandatangani Terdakwa

b. Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan Nomor:


1217.BA/610/UIPJJB/2005 tanggal 4 Juni 2005 yang
ditandatangani oleh anggota Panitia Penerima Hasil
Pekerjaan (PPHP), Direksi Pekerjaan PT PLN dan
penyedia barang

c. Berita

Acara

Pembayaran

Nomor

1281.BA/543/UIPJJB/2012 tanggal 11 Juni 2005


yang ditandatagani oleh Terdakwa, NUR KAJOLINA
selaku Direktur Utama PT Kerja Indonesia, dan
KEVIN RIVALDI GIRSANG selaku PPK

29)Bahwa

terhadap

pemohonan

permintaan

pembayaran

Termin Pertama yang ditandatangani NUR KAJOLINA atas


nama PT Kerja Indonesia pada tanggal 17 Juni 2005
tersebut Terdakwa selaku Kuasa Pengguna Anggaran
menerbitkan Surat Permintaan Membayar (SPM) Nomor:
00007/447011/2005 untuk porsi PT Kerja Indonesia sebesar
Rp

13.132.359.000,00

dan

selanjutnya

oleh

KPKN

diterbitkan Surat perintah Pencairan Dana (SP2D) Nomor :


753442B/134/112 dan dana ditransfer ke rekening 0.103344158 atas nama PT Kerja Indonesia di PT Bank CitiBank
senilai Rp 13.132.359.000,00

30)Bahwa pada tanggal 18 Oktober 2006 NUR KAJOLINA


selaku

direktur

utama

PT

Kerja

Indonesia

kembali

mengajukan pembayaran Termin Kedua dengan suratnya


Nomor: ABB/0175-SYU/06 kepada PPK dengan progres
pekerjaan 30,311% senilai dengan Rp 1.352.900.000,00
tidak termasuk pajak-pajak dengan dilampiri:

a. Berita

Acara

PemeriksaanPekerjaan

Nomor:

033.BA/133/UPKJJB/2006 tanggal 30 Agustus 2006


Halaman 62 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

yang menyatakan progres pekerjaan 30,311% yang


ditandatangi oleh NUR KAJOLINA

b. Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan Nomor


327.1.BA/610/UIPJJB/2006 tanggal 22 Agustus 2006
yang ditandatangai oleh anggota Panitia Penerima
Hasil Pekerjaan (PPHO), Direksi Pekerjaan PT PLN
dan penyedia barang

c. Berita

Acara

Pembayaran

Nomor

031.BA/543/UIPJJB/2006 tanggal 5 November 2006


yang ditandatangani NUR KAJOLINA dan KEVIN
RIVALDI GIRSANG selaku PPK

31)Bahwa untuk mempertanggungjawabkan pencairan atas


pembayaran Termin Pertama dan Kedua yang diajukan oleh
PT

Kerja

Indonesia

selanjutnya

NUR

KAJOLINA

menggunakan dana tersebut untuk kegiatan diantaranya


untuk

pencairan

Termin

Pertama

digunakan

untuk

pembayaran Circuit Breaker (CB), Disconecting Switch (DS),


Lightening Arrester (LA) dan Transfomer, sedangkan untuk
pencairan

dari

menggunakannya

Termin
untuk

Kedua
pekerjaan

NUR

KAJOLINA

material

mekanikal

elektrikal merek TRENCH

32)Bahwa terhadap pekerjaan pembangunan Gardu Induk 150


kV Banten PT PLN (Persero) yang dilaksanakan oleh NUR
KAJOLINA sampai

masa

akhir kontrak tidak selesai

dikerjakan/dilaksanakan dan barang-barang tersebut di


simpan di Gudang Milik PT PLN (Persero) Cirebon dimana
Terdakwa

selaku

membayarkan

Kuasa

semua

Pengguna

permohonan

Anggaran

telah

pembayaran

yang

diajukan NUR KAJOLINA yang ia lakukan secara melawan


hukum telah mengakibatkan kerugian keuangan negara
senilai Rp 31.059.749.000,00 (tiga puluh satu miliar lima
puluh sembilan juta tujuhratus empat puluh sembilan ribu
rupiah) dengan perincian sebagai berikut:

Pembayaran Uang Muka

Rp 2.311.850.000,00

Halaman 63 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

Pembelian Transformer

Rp 10.350.000.000,00

Pembelian Lightening Araster

Rp 2.820.000.000,00

Pembelian Disconecting Switch

Rp 1.092.640.000,00

Pembayaran Termin 1

Rp 13.132.359.000,00

Pembayaran Termin II

Rp 1.352.900.000,00

_____________________+

Jumlah Kerugian Keuangan Negara

Rp

Rp

31.059.749.000,00

Sebagaimana tersebut dalam Laporan Hasil Audit Perhitungan


Kerugian Keuangan Negara dari Badan Pengawasan Keuangan
dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi DKI Jakarta
Nomor SR-431/PW09/5/2008 tanggal 8 Mei 2008 atas Dugaan
Tindak Pidana Korupsi dalam Proses Pelelangan Pembangunan
21 Gardu Induk (1.610 MVA) khusus Pembangunan Gardu Induk
150 kV Banten dan New Sanur pada Induk Pembangunan dan
Jaringan Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara PT PLN (Persero) TA
2011 s.d. 2013

Alur Pendanaan suatu proyek yang melibatkan Anggaran


Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) wajib melibatkan Kuasa
Pengguna Anggaran, Pejabat Pembuat Komitmen dan Pengguna
Anggaran. Saudara Agus Saepul Alam bertindak sebagai Kuasa
Pengguna Anggara in casu. Oleh karenanya, peran Saudara Agus
Saepul Alam sangatlah penting sebagai penghubung antara Pejabat
Pembuat Komitmen yang menerima permohonan reimburse dari PT.
Kerja Indonesia dan Pengguna Anggaran yang memegang kuasa
penuh atas aliran dana APBN.
Dalam uraian Surat Dakwaannya, tidak sama sekali dijelaskan
oleh Penuntut Umum, atas alasan apa akhirnya dana reimburse
terhadap barang-barang untuk pengadaan dapat diturunkan oleh
Halaman 64 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

Pengguna Anggaran. Padahal, Penasihat Hukum memandang hal


tersebut sangatlah penting untuk menilai apakah benar tindakan
pengadaan barang-barang tanpa pemasangan terlebih dahulu ini
merupakan suatu perbuatan melawan hukum.
Oleh

karena

itu,

Tim

Penasihat

Hukum

memohon

kebijaksanaan Majelis Hakim dalam menyatakan Surat Dakwaan


Penuntut Umum yang tidak lengkap ini batal demi hukum.

Halaman 65 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

BAB V
KESIMPULAN DAN PERMOHONAN
Majelis Hakim Yang Mulia,
Saudara Penuntut Umum yang kami hormati,
Sidang yang kami muliakan,
Perlu disampaikan sekali lagi bahwa segala keberatan kami adalah
tentang formalitas surat dakwaan. Segala uraian kami di atas adalah dalam
rangka menguji kecermatan, kejelasan, dan kelengkapan surat dakwaan
yang telah dirumuskan oleh saudara Penuntut Umum. Kami sama sekali
tidak membahas perihal pokok perkara sehingga mohon dengan hormat
saudara Penuntut Umum tidak menghindar dari kewajibannya untuk
menanggapi dengan jawaban klasik Nota keberatan penasihat hukum telah
memasuki pokok perkara.
Dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1
Tahun 2000, dikatakan:
Oleh karena itu terhadap tindak pidana antara lain Ekonomi,
Korupsi, Narkoba, Perkosaan, Pelanggaran HAM berat, Lingkungan
Hidup,

Mahkamah

Agung

mengharapkan

supaya

Pengadilan

menjatuhkan pidana yang sungguh-sungguh setimpal dengan


beratnya dan sifatnya tindak pidana tersebut dan jangan sampai
menjatuhkan pidana yang menyinggung rasa keadilan di dalam
masyarakat.
Marilah sebagai sesama penegak hukum kita mengupayakan
kebenaran dan keadilan, apabila memang perkara ini menurut hukum tidak
dapat dilanjutkan, maka sudah seharusnya perkara ini dihentikan sampai di
sini.Janganlah memaksakan diri untuk memenuhi target tertentu atau
sekedar menyelamatkan muka dengan mengorbankan Terdakwa dan
mengorbankan hukum serta keadilan dan kebenaran itu sendiri.
Berdasarkan uraian di atas, maka kami memohon agar Majelis
Hakim berkenan memeriksa, mengadili dan menjatuhkan putusan sela
dengan amar putusan sebagai berikut:
Halaman 66 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

1.

Menerima dan mengabulkan keberatan (eksepsi) Penasihat


Hukum untuk seluruhnya;

2.

Menyatakan Surat Dakwaan Penuntut Umum Batal Demi


Hukum atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima;

3.

Memerintahkan Penuntut Umum melepaskan Saudara Agus


Saepul Alam dari tahanan;

4.

Membebankan biaya perkara kepada negara.

Atau apabila Majelis Hakim berpendapat lain, mohon putusan yang


seadil-adilnya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku (ex aequo et
bono).
Menimbang, bahwa atas keberatan Penasehat Hukum Terdakwa tersebut,
Penuntut Umum telah mengajukan pendapat yang pada pokoknya menyatakan
bahwa Surat Dakwaan telah cermat, jelas, dan lengkap.
Majelis Hakim yang kami muliakan;
Saudara Tim Penasehat Hukum dan Terdakwa yang kami hormati;
Sidang yang kami hormati,
Terima kasih kami sampaikan kepada Majelis Hakim yang telah
memberikan kesempatan kepada kami untuk menyampaikan pendapat
keberatan (eksepsi) yang diajukan oleh Tim Penasihat Hukum TERDAKWA
PANGONDIAN SIHOTANG.
Untuk

mempermudah

pemahaman

terhadap

materi

Pendapat

Tim

Penuntut Umum maka telah disusun sistematika berikut :


I.
II.
III.
IV.

I.

Pendahuluan
Kompetensi Absolut
Surat Dakwaan Tidak Jelas, Tidak Cermat, dan Tidak Lengkap
Kesimpulan/Penutup

PENDAHULUAN

Majelis Hakim yang terhormat,


Penasihat Hukum yang kami hormati,
Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena kalau
bukan karna rahmat-Nya kita tidak akan hadir di ruang sidang ini dan
mengadili perkara pidana atas nama TERDAKWA AGUS SAEPUL ALAM

Halaman 67 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

Pada sidang minggu lalu kami dipersilahkan oleh majelis hakim untuk
menyampaikan pendapat kami atas Nota Keberatan Penasihat Hukum
Terdakwa pada persidangan minggu lalu, sehingga hari ini kami akan
membacakan hasil diskusi kami terhadap nota keberatan tersebut.
Majelis Hakim yang terhormat,
Penasihat Hukum yang kami hormati,
Sebelum menanggapi Nota Keberatan Penasihat Hukum Terdakwa,
sekiranya terlebih dahulu kami, Penuntut Umum, akan mengemukakan
pendapat tentang dasar hukum keberatan yang dapat diajukan oleh
Terdakwa atau penasehat hukumnya terhadap dakwaan Penuntut Umum,
yakni sebagaimana diatur dalam Pasal 156 ayat (1) KUHAP.
Menurut Pasal 156 ayat (1) KUHAP, Terdakwa atau penasihat hukum dapat
mengajukan keberatan dalam hal:
1. Kewenangan mengadili yang menyangkut kewenangan relatif
dan kewenangan absolut.
2. Hal yang mengakibatkan dakwaan tidak dapat diterima :
a. Dalam pasal 76 KUHP, karena yang didakwakan
kepada Terdakwa telah pernah didakwakan dan
dituntut oleh Penuntut Umum, serta diperiksa dan
diadili oleh Majelis Hakim yang memberikan putusan
yang mempunyai kekuatan hukum tetap (ne bis in
idem) dan bersifat positif, yakni dapat dipidana
atau dibebaskan maupun dilepaskan dari segala
tuntutan hukum.
b. Pasal 77 KUHP, hak menuntut hukuman gugur
karena Terdakwa meninggal dunia.

c. Pasal 78 KUHP, penuntutan telah melewati waktu


tenggang waktu yang ditentukan oleh undangundang.

3. Surat dakwaan harus dibatalkan.


Halaman 68 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

Ad.a. Menurut Pasal 84, 85, dan 86 KUHAP, Pengadilan


Negeri berwenang mengadili dalam hal:
1. Tindak pidana dilakukan dalam daerah hukum
Pengadilan Negeri yang bersangkutan;
2. Terdakwa bertempat tinggal, berdiam terakhir di
tempat ia diketemukan atau ditahan dan tempat
kediaman sebagian besar yang dipanggil lebih dekat
pada tempat Pengadilan Negeri dari pada tempat
kedudukan Pengadilan Negeri yang di dalam daerah
tindak pidana itu dilakukan;
3. Dalam hal Terdakwa melakukan beberapa tindak
pidana dalam daerah hukum pelbagai Pengadilan
Negeri, maka tiap Pengadilan Negei itu masingmasing berwenang mengadili;
4. Apabila dalam hal daerah tidak mengizinkan suatu
Pengadilan Negeri untuk mengadili suatu perkara
maka atas usul Ketua Pengadilan Negeri atau
Kepala

Kejaksaan

Negeri

yang

bersngkutan,

Mahkamah Agung mengusulkan kepada Menteri


Kehakiman

untuk

menetapkan

atau

menunjuk

Pengadilan Negeri lain dari yang disebutkan dalam


Pasal 84 KUHAP;
5. Apabila seseorang melakukan tindak pidana di luar
negeri yang dapaat diadili menurut Hukum Republik
Indonesia, Maka Pengadilaan Negeri Jakarta Pusat
berwenang mengadilinya.
Selain

dari

pada

yang

disebutkan

itu,

maka

Pengaadilan Negeri Tidak Berwenang Mengadili


Perkaranya tersebut.
Ad. b. Dakwaan Tidak Dapat Diterima:
Undang-Undang tidak menjelaskan apa yang dimaksud
dengaan dakwaan tidak dapat diterima atau niet onvankelijk
verklaring van het openbaar ministerie. Oleh sebab itu
jawabannya harus dicari dalam doktrin.

Halaman 69 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

Menurut Van Bemmelen, hal itu terjadi jika tidak ada


hak untuk menuntut, misalnya dalam delik aduaan tidak ada
pengaduan, atau delik itu dilakukaan pada waktu dan tempat
yang undang-undang pidana tidak berlaku atau hak menuntut
telah dihapus (vide Dr. Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana
Indonesia, 1993, hal 285).
Hak menuntut hapus karena nebis in idem, Terdakwa
meninggal dunia, daluwarsa, atau karena dengan sukarela
membayar denda maksimal terhadap pelanggaraan yang
tidak diancam pidana pokok selain denda.
Perlu dicatat bahwa apabila apa yang dirumuskan
dalam Surat Dakwaan ternyata bukan tindak pidana maka
putusan bukan merupakan tuntutan penuntut umum tidak
dapat diterima, akan tetapi termasuk putusan lepas dari
segala tuntutan hukum atau onslag van rechtvervolging
(Putusan terhaadap Poko Perkara).
Ad. c. Suraat Dakwaan Harus Dibatalkan:
Menurut ketentuan Pasal 143 ayat (2) KUHAP, maka syarat
suatu Surat Dakwaan harus:
1. Diberi tanggal dan ditandataangaani oleh penuntut
umum.
2. Memuat secara lengkap identitas Terdakwa.
3. Memuat uraian secara cermat dengan menyebutkan
waktu dan tempat tindak pidana dilakukan.
Berdasarkan Pasal 143 ayat (2) huruf b Undang-undang Nomor
8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP) telah diatur bahwa Surat Dakwaan haruslah
berisi uraian yang disampaikan secara cermat, jelas, dan
lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan
menyebutkan waktu dan tempat

tindak pidana tersebut

dilakukan (lex tempores et locus delicti).

Berdasarkan Surat Edaran Kejaksaan Agung RI No. SE004/J.A/11/1993

tanggal

16

November

1993

tentang

Halaman 70 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

Pembuatan Surat Dakwaan dirumuskan perumusan cermat,


jelas dan lengkap tersebut sebagai berikut:

Bahwa

yang

dimaksud

dengan

"cermat"

adalah

ketelitian Penuntut Umum dalam mempersiapkan Surat


Dakwaan dengan memuat uraian yang didasarkan pada
ketentuan pidana terkait, tanpa adanya kekurangan
atau kekeliruan yang menyebabkan Surat Dakwaan
batal

demi

hukum

atau

dapat

dibatalkan

atau

dinyatakan tidak dapat diterima.

Bahwa yang dimaksud dengan "jelas" adalah Penuntut


Umum harus mampu menguraikan dengan jelas dan
dapat dimengerti dengan cara menyusun redaksi yang
mempertemukan

fakta-fakta

perbuatan

terdakwa

dengan unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan


sehingga terdakwa mendengar atau membacanya akan
mengerti dan mendapatkan gambaran tentang siapa
yang melakukan tindak pidana, tindak pidana

yang

dilakukan, kapan dan dimana tindak pidana tersebut


dilakukan, apa akibat yang ditimbulkan dan mengapa
terdakwa melakukan tindak pidana tersebut.

Bahwa yang dimaksud dengan "lengkap" adalah uraian


yang bulat dan utuh yang mampu menggambarkan
unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan beserta
waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.

Apabila surat dakwaan tidak memenuhi ketentuan tersebut


pada ayat (2)
butir b (khususnya syarat ke-3) di atas maka dakwaan batal
demi hukum.
Suatu surat dakwaan dikatakan memuat uraaian yang tidak
jelas, atau perumusan unsur delik tidak terdapat kecocokan
dengan uraian perbuatan dan cara melakukannya. Juga terjadi
uraian tidak jelas apabila faakta perbuatan belum mencakup
seluruh unsure delik yang didakwakan. Atau tidak memuat
waktu atau tempat terjadinya tindak pidana. Atau penggunaan
Bahasa Indonesia yang sulit dimengerti sehingga menimbulkan
Halaman 71 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

keraguan khususnya bagi Terdakwa untuk dapat membela diri


secara baik.
Oleh karena itu kami Penuntut Umum tidak akan memberikan tanggapan
terhadap keberatan-keberatan yang diajukan oleh Penasihat Hukum diluar
dari hal-hal yang diatur oleh Pasal 156 ayat (1) KUHAP.

II.

KOMPETENSI ABSOLUT

Bahwa Penasihat Hukum dalan Nota Keberatannya menyatakan:


Pada bagian ini kami Penasihat Hukum, mencermati bahwa
Penuntut Umum telah salah melimpahkan berkas kepada Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan di
bawah register pidana. Ketika terjadi wanprestasi tersebut bukan lagi
masuk ke dalam ranah hukum publik namun masuk ranah hukum
privat. Sebelum menguraiakan lebih lanjut mengenai Kompetensi
Absolut, haruslah dipahami terlebih dahulu mengenai asas ultimum
remedium menurut beberapa doktrin;
Menurut Prof Dr. Wirjono Prodjodikoro S.H dalam bukunya
yang berjudul Asas-Asas Hukum Pidana menyatakan:
Bahwa norma-norma atau kaidah-kaidah dalam bidang hukum
tata negara dan hukum tata usaha negara harus pertama-tama
ditanggapi dengan sanksi administrasi, begitu pula norma-norma
dalam bidang hukum perdata pertama-tama harus ditanggapi dengan
sanksi perdata. Hanya, apabila sanksi administrasi dan sanksi perdata
ini belum mencukupi untuk mencapai tujuan meluruskan neraca
kemasyarakatan, maka baru diadakan juga sanksi pidana sebagai
pamungkas (terakhir) atau ultimum remedium.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa sanksi


pidana seharusnya diterapkan sebagai upaya terakhir apabila upayaupaya sebelumnya tidak bisa untuk menyelesaikan sengketa.
Maka pertanyaan yang muncul adalah, apakah telah tepat
saudara Pangondian diperkarakan ke dalam kasus pidana. Penuntut
Halaman 72 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

Umum mendakwa Saudara Pangondian dengan menggunakan


Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi).
Bahwa yang menjadi objek perkara adalah kontrak antara pihak
PT Kebakti Nusa dengan PT Pertamina Persero menyebabkan
prestasi PT Pertamina tidak terpenuhi sehingga menyebabkan adanya
unsur melawan hukum seperti yang Penuntut Umum uraikan dalam
Surat Dakwaan. Menurut Subekti dalam bukunya Ahmadi Miru, Hukum
Kontrak dan Perancangan Kontrak, hlm 74 mengatakan Apabila tidak
dipenuhinya janji baik karena disengaja maupun tidak disengaja di
katakan sebagai Wanprestasi.
Konsep wanprestasi ini diatur demi melindungi para pihak dalam
perjanjian, khususnya pada saat pelaksanaan, sebagai bagian dalam
hukum perjanjian sehingga ini merupakan ranah hukum privat bukan
hukum publik.
Menurut

Wirjono

Prodjodikoro,

perjanjian

adalah

suatu

perhubungan hukum mengenai benda antara dua pihak dalam


mana salah satu pihak berjanji untuk melakukan suatu hal atau
tidak melakukan suatu hal, sedangkan pihak lain berhak menuntut
pelaksanaan janji itu. Maka dari itu tidaklah tepat untuk menerapkan
hukum pidana dalam perkara ini mengigat tujuan hukum pidana
merupakan

ultimum

remedium

atau

upaya

terakhir

dalam

menyelesaikan sengketa, maka sudah sepantasnya Pengadilan


Tindak Pidana Jakarta Pusat tidak berwenang untuk memeriksa,
mengadili dan memutus perkara a-quo, karena perkara ini bukan lah
tindak pidana, karena pada intinya ketika seorang melanggar kontrak
perjanjian dan tidak sanggup untuk memenuhi prestasinya maka
perkara tersebut masuk kedalam ranah hukum privat.
Yang Mulia, perlu dicermati bahwa sebenarnya pokok perkara in
casu adalah tidak terpenuhinya prestasi dari PT. Kerja Indonesia
dalam

rangka

Perjanjian

Pembelian

Listrik

(Power

Purchase

Agreement) dengan PT. Perusahaan Listrik Negara. Prestasi yang


Halaman 73 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

seharusnya dipenuhi PT. Kerja Indonesia adalah pembangunan Gardu


Induk 150 kV Banten per tanggal 28 Agustus 2006.
Berdasarkan uraian di atas, dapat ditemukan fakta bahwa
seharusnya sengketa muncul atas suatu hubungan kontraktual.
Seharusnya, tidak perlu perkara ini masuk dalam proses peradilan
pidana sama sekali. Tim Penasihat Hukum dalam uraian ini hendak
mengajukan haknya untuk mengajukan keberatan terkait tidak adanya
kewenangan pengadilan dalam mengadili perkara ini, sebagaimana
diatur dalam Pasal 156 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Menurut pendapat Prof. Subekti yang dijabarkan dalam buku
Hukum Perjanjian (2005:63), perjanjian adalah suatu peristiwa yang
mana terdapat dua orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu,
atau dikenal dengan teminologi prestasi. Kegagalan salah seorang
pihak memenuhi prestasinya disebut wanprestasi. Dalam buku yang
sama, Prof. Subekti (2005: 45) menjelaskan bahwa wanprestasi
meliputi tindakan si berhutang (Debitur) yang tidak melakukan apa
yang diperjanjikan, melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak
sebagaimana dijanjikan, melakukan apa yang dijanjikannya tapi
terlambat, atau melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak
boleh dilakukannya.
Mendukung pendapat di atas, dalam buku Segi-Segi Hukum
Perjanjian (1986:60), M. Yahya Harahap menjelaskan bahwa
pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau
dilakukan tidak menurut selayaknya adalah tindakan wanprestasi.
Seorang debitur disebutkan dan berada dalam keadaan wanprestasi,
apabila dia dalam melakukan pelaksanaan perjanjian telah lalai
sehingga terlambat dari jadwal waktu yang ditentukan atau dalam
melaksanakan prestasi tidak menurut sepatutnya atau selayaknya.
Pada perkara a quo, baik PT. Perusahaan Listrik Negara dan PT.
Kerja Indonesia sama-sama tidak dapat menjalankan prestasinya. PT.
Perusahaan Listrik Negara dalam jangka waktu kontrak gagal untuk
melakukan pembebasan lahan. Di sisi lain, PT. Kerja Indonesia gagal
pula melaksanakan prestasinya untuk membangun suatu Gardu Induk
I,5 kV. Tidak pernah ada niatan dari salah satu pihak untuk
memperkaya diri sendiri.
Pada tanggal 15 Juli 2006, PT. Kerja Indonesia dan PT.
Perusahaan Listrik Negara melakukan koordinasi dalam rangka
pelaksanaan proyek pengadaan Gardu Listrik Nasional, khususnya di
Halaman 74 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

Provinsi Banten. Hasil dari pertemuan tersebut adalah PT. Kerja Listrik
akan segera melakukan pembelian bahan-bahan pembangunan
Gardu Induk 1,5 kV walaupun pembebasan lahan tidak kunjung
selesai. Adapun

keputusan

demikian

dihasilkan

untuk segera

menjalankan proyek yang diperjanjikan. Apabila tidak dilakukan


pembelian bahan-bahan sama sekali, dikhawatirkan setiap prestasi
para pihak dalam proyek Gardu Induk 1,5 kV tidak akan ada yang
terlaksana. Terhadap pembelian bahan-bahan yang dibeli oleh PT.
Kerja Indonesia, memang dilakukan permohonan reimburse yang
disetujui oleh PT. Perusahaan Listrik Negara. Reimburse dilakukan
terbatas pada dana yang dimintakan, tidak kurang dan tidak juga lebih.
Sehingga, perlu Tim Penasihat Hukum tekankan, tidak ada satu pun
pihak yang diperkaya akibat dilakukannya reimburse kepada PT.
Kerja Indonesia.
Kalau pun memang salah satu pihak dalam perikatan in casu
harus memertanggungjawabkan tindakan wanprestasinya, jalur hukum
yang harus ditempuh bukanlah melalui proses pidana. Dalam
Perjanjian Pembelian Tenaga Listrik (Power Purchase Agreement,
PPA) yang menjadi dasar perikatan para pihak, telah jelas
dicantumkan klausula penyelesaian sengketa dan klausula arbitrase.
Pasal 15 PPA jelas mengatur demikian,
PASAL 15
PENYELESAIAN PERSELISIHAN
30.1.

Negosiasi

Dalam hal terdapat perselisihan, pertentangan dan perbedaan


pendapat yang timbul antara PLN dan KI sehubungan dengan, timbul
dari atau terkait dengan Perjanjian ini, atau pelanggaran, pengakhiran
atau keberlakuan dari Perjanjian ini (Sengketa), maka Para Pihak
harus berusaha dengan itikad baik untuk melakukan musyawarah dan
mufakat, selama jangka waktu 30 (tiga puluh) Hari, atau jangka waktu
lebih lama sebagaimana disepakati Para Pihak secara bersama,
setelah penerimaan oleh satu Pihak atau pemberitahuan secara
tertulis dari Pihak lainnya mengenai timbulnya dan jenis Sengketa
dengan penjelasan yang cukup, untuk bertemu dan menyelesaikan
Sengketa tersebut secara damai.
30.2.
Arbitrase
Apabila Para Pihak tidak dapat menyelesaikan setiap Sengketa
dengan diskusi bersama dalam jangka waktu yang ditentukan dalam
Pasal 14.1, atas permintaan tertulis dari salah satu Pihak, Sengketa
harus diputuskan untuk diselesaikan secara final melalui Badan
Arbitrase Nasional Indonesia yang berlaku pada saat itu (Peraturan
BANI) yang dituangkan oleh Para Pihak melalui referensi dalam
Perjanjian ini kecuali sebagaimana dimodifikasi berdasarkan
Perjanjian ini. Tempat arbitrase adalah Jakarta. Bahasa Arbitrase
Halaman 75 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

adalah Bahasa Indonesia. Tiga Arbitrator harus ditunjuk sesuai


dengan Peraturan BANI.
30.3.
Para Pihak menyanggupi untuk melaksanakan
keputusan arbitrase yang bersifat final dan mengikat bagi Para Pihak
dan yang akan dilaksanakan di setiap pengadilan dalam yurisdiksi
yang berwenang. Para Pihak sepakat untuk tidak mengajukan
banding, keberatan, keringanan atas keputusan arbitrase di
pengadilan mana pun.
30.4.
Pasal 14 tetap berlaku walaupun Perjanjian ini diakhiri.
30.5.
Proses arbitrase tidak menghalangi pelaksanaan hak
dan kewajiban Para Pihak berdasarkan Perjanjian ini yang tidak
menjadi subyek atau yang berkaitan dengan Sengketa.
Jelas dalam Pasal 15 PPA telah diperjanjikan suatu proses
penyelesaian sengketa tersendiri. Berdasarkan Pasal 81 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), telah diatur bahwa
terhadap

perkara

yang

telah

diatur

mekanisme

penyelesaian

perselisihan pra-yudisialnya, harus dilakukan penundaan penuntutan,


sampai

telah

dilakukan

mekanisme

penyelesaian

pra-yudisial

dimaksud selesai dilakukan. Bahwa dikarenakan hubungan hukum


antara PT. Perusahaan Listrik Negara dan PT. Kerja Indonesia
sehubungan dengan jual-beli tenaga listrik, maka setiap sengketa
yang

timbul

sehubungan

dengannya

adalah

murni

sengketa

keperdataan yang tunduk pada mekanisme penyelesaian keperdataan


berdasarkan PPA. Sekalipun misalnya benar terdapat permasalahan
hukum dalam pekerjaan Bioremediasi tersebut (quod non), maka hal
tersebut bukanlah merupakan tindak pidana atau setidak-tidaknya
bukan merupakan tindak pidana korupsi yang utamanya adalah
karena adanya kerugian negara.
Pun, apabila Negara Republik Indonesia bersikukuh untuk
melakukan upaya hukum terhadap para pihak yang didalilkan
mengakibatkan kerugian negara, silahkan menempuh upaya hukum
perdata dengan mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum
dengan dasar yang sama dengan titik pendakwaan Penuntut Umum.
Nantinya, Jaksa Pengacara Negara yang mewakili kepentingan
negara

dalam

penggugatan

pihak-pihak

yang

didalilkan

mengakibatkan kerugian negara dapat memintakan ganti kerugian


sejumlah kerugian negara yang senyata-nyatanya terjadi.
Selalu perlu dicamkan, proses pidana adalah hal yang ultimum
remedium sifatnya.
Sengketa wanprestasi yang dilakukan baik oleh PT. Perusahaan
Listrik Negara atau PT. Kerja Indonesia masuk dalam ranah Perkara
Perdata yang harus diperiksa, diadili, dan diputus dalam Pengadilan
Halaman 76 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

yang berwenang atas Perkara Perdata. Oleh karena itu, sejalan


dengan materi keberatan yang kami sampaikan di bab selanjutnya
mengenai ketidakcermatan dalam menentukan pasal dakwaan,
dimana perkara ini bukan termasuk perkara tindak pidana korupsi,
melainkan pelanggaran perdata dalam hal Wanprestasi maka sudah
sepantasnya kewenangan untuk mengadili, memutus dan memeriksa
perkara ini bukan menjadi kewenangan dari Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi.
Oleh karena itu, Tim Penasihat Hukum memohon kepada Majelis
Hakim

agar

menyatakan

bahwa

pengadilan

tidak

berwenang

mengadili perkara a quo yang berdimensi perdata, sesuai dengan


ketentuan Pasal 156 ayat (1) KUHAP jo. Pasal 81 KUHP.
Bahwa Kompetensi
Belanda

absolut

disebut atributie

atau
van

wewenang

mutlak dalam

bahasa

rechtsmachts berkaitan erat dengan

peradilan mana yang berwenang menindaklanjuti suatu perkara.


Dalam nota keberatan Penasehat Hukum diajukan eksepsi bahwa Penuntut
Umum telah salah melimpahkan berkas kepada Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan, karena perkara ini jelas bukan merupakan perkara tindak pidana,
melainkan perkara perdata dikarenakan bukan keuangan negaralah yang
menjadi objek perkara, selain itu penasehat hukum menilai penuntut umum
tidak paham mengenai perbedaan antara korupsi dan ganti rugi karena
pada dasarnya perkara ini hanyalah masalah wanprestasi.
Menurut

Asser Ruten, sarjana hukum dari Belanda, yaitu

tidak ada

perbedaan yang hakiki antara perbuatan melawan hukum dan wanprestasi.


Menurutnya, wanprestasi bukan hanya pelanggaran atas hak orang lain,
melainkan juga merupakan gangguan terhadap hak kebendaan. Hal
tersebut didukung dengan pendapat dari Yahya Harahap yaitu tindakan
debitur dalam melaksanakan kewajibannya yang tidak tepat waktu atau tak
layak merupakan pelanggaran hak kreditur yang berarti merupakan
perbuatan melawan hukum. Dikatakan pula, wanprestasi adalah species,
sedangkan genusnya adalah perbuatan melawan hukum.
Dalam menanggapi nota keberatan Penasehat Hukum tersebut, Penuntut
Umum berpendapat bahwa yang dilanggar oleh Terdakwa dalam hal ini
adalah Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2003
tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah pada
Halaman 77 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

penjelasan pasal 33 ayat (2), menyatakan pembayaran kontrak pengadaan


barang/jasa Khusus untuk pekerjaan konstruksi, pembayaran hanya dapat
dilakukan senilai pekerjaan yang telah terpasang, tidak termasuk
bahan-bahan, alat-alat yang ada dilapangan. Namun ketentuan tersebut
dilanggar oleh Terdakwa dengan melakukan pembayaran saaat bahanbahan disediakan oleh PT Kerja Indonesia sehingga menimbulkan kerugian
negara, faktanya dibuktikan oleh penuntut umum dengan menjelaskan
bahwa menurut hasil audit BPK, akibat tindak pidana TERDAKWA
menyetujui pembayaran yang merugikan keuangan negara sebesar Rp
31.059.749.000,00 (tiga puluh satu miliar lima puluh sembilan juta tujuh
ratus empat puluh sembilan ribu rupiah). Selain itu, tindakan Terdakwa
tersebut

menimbulkan

fakta

terungkapnya

tindakan

memperkaya

koorporeasi yang merugikan keuangan negara yang sudah dijelaskan oleh


Penuntut Umum. Dimana pendapat mengenai memperkaya diri sendiri,
orang lain, atau koorporasi serta kerugian negara datang dari Indriyanto
Seno Adji dalam penjelasan hukum tentang unsur melawan hukum yang
menyatakan bahwa ajaran perbuatan melawan hukum pada Pasal 1 ayat
(1) huruf a UU Nomor 3 Tahun 1971 hanyalah sebagai sarana dari
rumusan delik yang mengandung unsur perbuatan yang dapat dipidana,
atau delict bestanddeel (unsur delik) yang strafbaar (dapat dipidana) itu
bukanlah terletak pada unsur melawan hukum, tetapi pada unsur
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan. Maka dari itu,
menurut UU Nomor 31 Tahun 1999 (UU TIPIKOR), jika suatu tindakan
terbukti memenuhi unsur memperkaya diri sendiri,orang lain, atau
koorporasi makan sudah masuk ke ranah pidana.
Maka berdasarkan uraian diatas, Penuntut Umum menegaskan tindakan
TERDAKWA bukan merupakan wanprestasi melainkan perbuatan yang
melawan hukum dan menyebabkan kerugian negara sehingga kompetensi
absolut

berwenang

mengadili

perkara

tindak

pidana

korupsi

oleh

TERDAKWA AGUS SAEPUL ALAM

III.

Surat Dakwaan Tidak Jelas, Tidak Cermat, dan Tidak Lengkap


1. Surat Dakwaan Tidak Cermat
Penuntut Umum Tidak Cermat dalam Mendakwakan Tindak
Pidana Korupsi terhadap Terdakwa
Halaman 78 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

Bahwa Penasihat Hukum dalam Nota Keberatannya menyatakan:


Yang Mulia, perlu diluruskan disini bahwa sama sekali tidak
terdapat tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Saudara
Agus Saepul Alam, baik dalam konteks Pasal 2 atau pun Pasal 3
UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pertama-tama, perlu
kita pecahkan unsur-unsur dalam tindak pidana korupsi, yaitu:
(v)

Setiap orang;

(vi) Secara melawan hukum


(vii) Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang
lain atau suatu korporasi
(viii) Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara
Titik ketidakcermatan dari Penuntut Umum terdapat pada unsur
(iii) dan (iv). Terdapat kontradiksi demi kontradiksi yang dilakukan
Penuntut Umum dalam Surat Dakwaannya.
Pertama, Penuntut Umum mendakwakan terjadi suatu
perbuatan memperkaya suatu korporasi, yang dalam perkara a
quo adalah PT. Kerja Indonesia. Urutan pemerkayaan diri yang
didalilkan oleh Penuntut adalah sebagai berikut:
a.

Pada tanggal 23 Januari 2005 PT Kerja Indonesia


mengajukan permohonan pembayaran uang muka sesuai
Surat Nomor: ABB/0343-IRT/11 kepada PPK sebesar Rp
2.311.850.000,00

b.

Tanggal
Pengguna

27

Januari
Anggaran

2005

Terdakwa

menerbitkan

selaku

Surat

Kuasa

Permintaan

Membayar (SPM) Bomor 00039/447011/2011, sebagai


realisasi dari permintaan uang muka diajukan oleh PT Kerja
Indonesia ke rekening PT Bank Citibak dengan nomor
rekening 0-103344-158 dengan nilai Rp. 2.311.850.000,00

c.

Pada tanggal 28 Januari 2005 KPKN menerbitkan Surat


Perintah

Pencairan

Dana

(SP2D)

Nomor

367506U/134/112, untuk PT Kerja Indonesia ke rekening


PT Bank Citibank dengan nomor rekening 0-103344-158
dengan nilai Rp. 2.311.850.000,00.

Halaman 79 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

Padahal, jelas dalam uraiannya mereka meletakkan unsur


melawan hukumnya pada pembayaran barang yang belum
kunjung terpasang. Saudara Agus Saepul Alam sebagai Kuasa
Pengguna Anggaran melakukan pembayaran kepada PT. Kerja
Indonesia dengan metode reimburse. Artinya, biaya yang
dikeluarkan oleh Saudara Agus Saepul Alam tidak lebih, juga
tidak kurang dari biaya yang memang senyata-nyatanya
dikeluarkan oleh PT. Kerja Indonesia kala melakukan pembelian
barang-barang untuk membangun Gardu Induk 1,5 kV, yaitu
sejumlah Rp 2.311.850.000,00. Sehingga, tidak sama sekali
terjadi kegiatan memperkaya orang lain.
Kedua, Penasihat Hukum mengajak Penuntut Umum
untuk kembali mencermati uraian Pasal 2 UU Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi yang jelas mengatur, Setiap orang yang
secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara Pada
Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pun kuranglebih sama, dengan perbuatan melawan hukum yang diletakkan
pada tindakan penyalahgunaan kewenangan, kesempatan atau
sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang
diemban. Jelas bahwa dibutuhkan suatu rangkaian perbuatan
memperkaya diri sendiri yang mengakibatkan kerugian negara.
Negara juga bukannya dirugikan atau apa pun. Negara
mengeluarkan uang yang memang seharusnya dikeluarkan
apabila proyek ini berjalan. Sebagaimana telah Penasihat Hukum
paparkan di atas, tindakan pembelian barang-barang yang belum
kunjung terpasang adalah suatu keputusan yang diambil baik
oleh Saudara Agus Saepul Alam dan PT. Kerja Indonesia untuk
memulai proyek Gardu Induk 1,5 kV. Apabila hal demikian tidak
dilakukan, maka pada saat itu dikhawatirkan perjanjian di antara
para pihak tidak akan terlaksana sama sekali.
Majelis Hakim perlu memerhatikan fakta bahwa tidak terdapat
pemenuhan unsur-unsur dari suatu tindak pidana korupsi dalam
perkara a quo. Sehingga, tidak seharusnya didakwakan ketentuan
Pasal 3 maupun Pasal 2 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
kepada Saudara Agus Saepul Alam. Dengan demikian, dakwaan
Penuntut Umum haruslah dinyatakan batal demi hukum.

Halaman 80 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

Bahwa terhadap poin keberatan penasihat hukum tersebeut penuntut


umum telah menguraikan bahwa perbuatan Terdakwa merupakan
perbuatan yang melawan hukum dan memperkaya korporasi dimana
Terdakwa telah menyetujui dan melakukan pembayaran atas
semua tagihan yang diajukan oleh NUR KAJOLINA selaku Direktur
Utama PT Kerja Indonesia. Dimana perbuatan tersebut melanggar
Penjelasan Pasal Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80
Tahun

2003

tentang

Pedoman

Pelaksanaan

Pengadaan

Barang/Jasa Pemerintah pada penjelasan pasal 33 ayat (2),


menyatakan pembayaran kontrak pengadaan barang/jasa Khusus
untuk pekerjaan konstruksi, pembayaran hanya dapat dilakukan
senilai pekerjaan yang telah terpasang, tidak termasuk bahanbahan, alat-alat yang ada dilapangan. Dan atas perbuatan
tersebut, Terdakwa telah mengalirkan uang negara kepada PT Kerja
Indonesia yang dalam hal ini tidak melakukan prestasi sebagaimana
kontrak

sehingga

pembayaran.

belum

Dengan

memiliki

demikian

hak

untuk

perbuatan

mendapatkan

Terdakwa

telah

menambahkan kekayaan Korporasi yang dalam hal ini PT Kerja


Indonesia

Penuntut Umum tidak cermat dalam menyusun subsidiaritas


dakwaannya
Bahwa Penasihat Hukum dalam Nota Keberatannya mengatakan:
Penasehat hukum melalui nota keberatan menyampaikan bahwa
penuntut

umum

tidak

cermat

menyusun

subsidaritas

dakwaannya. Penasehat hukum mengatakan melalui teori M.


Khalid Ali asas spesialitas dari suatu ketentuan pidana harus
diterapkan dalam perkara korupsi. Oleh karena itu, seharusnya
Penuntut

Umum

Pemberantasan
dakwaanprimair,

menggunakan
Tindak
yang

Pasal

Pidana

mana

Undang-Undang

Korupsi

ketentuan

demikian

sebagai
khusus

ditujukkan kepada orang yang memiliki jabatan atau kedudukan


tertentu.
Apabila mengacu kepada Teori Bentuk Surat Dakwaan, yang mana
digunakan Surat Dakwaan Berlapis pada kasus ini dengan tujuan
apabila terdakwa didakwa melakukan satu perbuatan akan tetapi
Halaman 81 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

didakwa beberapa macam tindak pidana dengan tujuan untuk


menjaring agar TERDAKWA tidak lolos dari pemidanaan. Di dalam
dakwaan berlapis, terkandung dakwaan pokok dan dakwaan
pengganti sehingga jika dakwaan pokok sudah terbukti maka
dakwaan penggati tidak perlu dibuktikan lagi. Penyusunannya
tergantung dari berat ringannya ancaman hukuman yang didakwakan
kepada terdakwa, di mana pada dakwaan primair ancaman
hukumannya lebih berat daripada dakwaan subsidair. Adapula
pendapat dari Andi Hamzah yang dituliskan pada buku karangan
Djoko Prakoso, S.H halaman 121, menyatakan :
menyusun dakwaan yang berlapis primair-subsidair yang
relatif lebih mudah itu. Jadi di sini maksudnya bukan boleh
pilih antara yang satu dengan yang lain, tetapi harus dicoba
dulu mulai yang paling berat ancaman hukumannya, jika tidak
mungkin kepada yang kurang berat ancaman hukumannya
dan seterusnya untuk menemukan mana yang paling tepat
untuk diterapkan.
Sebagaimana Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor:
SE-004/J.A/11/1993 tentang pembuatan surat dakwaan menyatakan
......dakwaan subsider juga terdiri dari beberapa lapisan
dakwaan yang disusun secara berlapis dengan maksud
lapisan yang satu berfungsi sebagai pengganti lapisan
sebelumnya. Sistematik lapisan disusun secara berturut
dimulai dari Tindak Pidana yang diancam dengan pidana
tertinggi sampai dengan Tindak Pidana yang diancam dengan
pidana terendah
Dikaitkan dengan kasus TERDAKWA Agus Saepul Alam, pada
dakwaan primair diterapkan pasal 2 dengan ketentuan hukuman
pidana penjara paling singkat 4 tahun dan denda paling sedikit Rp
200.000.000,00 sedangkan pasal 3 dengan ketentuan hukuman
pidana penjara paling singkat 1 tahun dan denda paling sedikit Rp
50.000.000,00.

Dengan demikian, Penuntut umum telah cermat

dalam menyusun surat dakwaan dikarenakan menempatkan pasal


2 Undang Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sebagai dakwaan primair dan Pasal

3 Undang Undang tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagai dakwaan subsidair


sehingga penggunaan dakwaan berlapis primair-subsidair sudah
tepat.

Halaman 82 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

Bahwa dengan demikian Penuntut Umum sudah cermat dalam


menyusun surat dakwaan

2. Surat Dakwaan Tidak Jelas


Penuntut Umum tidak jelas dalam menerapkan Pasal 55 ayat (1)
ke-1 KUHP dalam Surat Dakwaan
Bahwa Penasihat Hukum dalan Nota Keberatannya mengatakan:
Rumusan dalam Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP terdapat
beberapa kualifikasi penyertaan yang diantaranya, yaitu Yang
melakukan

(pleger/Pelaku),

Yang

menyuruh

melakukan

(doenpleger), dan Yang turut serta melakukan (medepleger).


Dalam suatu tindak pidana yang mengandung penyertaan
pada dasarnya harus terurai secara jelas dan tegas tentang
kualifikasi bentuk penyertaan yang disesuaikan dengan
perbuatan atau peran terdakwa dalam mewujudkan tindak
pidana. Hal ini sebagaimana yang kemukakan oleh J.E.
Sahetapy yaitu pada unsur Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP harus
dijelaskan peranan masing-masing peserta tindak pidana
tersebut.

Dengan

menjelaskan

peranan

masing-masing

peserta atau pelaku tindak pidana tersebut, maka akan dapat


dilihat peranan dan kadar kejahatan yang dilakukan oleh
masing-masing pelaku tindak pidana.
Hal ini juga didukung dengan Pendapat dari M. Yahya
Harahap, S.H. dalam bukunya Pembahasan Permasalahan
dan Penerapan KUHAP, Jilid I, halaman 396 menyatakan:
Demikian

juga

mengandung

halnya

dengan

pengambilan

peristiwa

bagian

atau

pidana

yang

penyertaan

(Deelneming atau take part in crime) yang diatur Pasal 55,


harus jelas terumus kualitas keikutsertaan seorang Terdakwa
dalam surat dakwaan. Ketidak cermatan penyusunan kualitas
keikutsertaan seorang Terdakwa dalam surat dakwaan,
mengakibatkan Terdakwa dibebaskan, karena apa yang
didakwakan

kepadanya

tidak

sesuai

dengan

kualitas

penyertaan yang terbukti dalam persidangan.


Dengan demikian bagi tindak pidana yang mengandung unsur
Penyertaan yang tercantum dalam Pasal 55 ayat (1) kesatu,
dimana harus jelas rumusan kualitas keikutsertaan seorang
Terdakwa dalam surat dakwaan. Karena ketidak cermatan
Halaman 83 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

penyusunan kualitas keikutsertaan seorang Terdakwa dalam


surat dakwaan, dapat mengakibatkan Terdakwa dibebaskan.
Bebas, karena apa yang didakwakan kepadanya tidak sesuai
dengan kualitas penyertaan yang terbukti dalam persidangan.
Berdasarkan dakwaan dari Penuntut Umum, bahwa Saudara
Agus Saepul Alam telah didakwa melakukan perbuatan secara
bersama-sama sebagaimana diatur dalam Pasal 55 ayat (1)
ke-1

KUHP. Namun

dalam

dakwaan

terdapat

sebuah

ketidakjelasan dimana Penuntut Umum tidak merumuskan


kualifikasi dan kedudukan dari Saudara Agus Saepul Alam
apakah

sebagai

pelaku

(pleger),

menyuruh

melakukan

(doenpleger), turut serta melakukan (medepleger).


Dakwaan Penuntut Umum diatas yang dengan ketidakjelasan
tidak merumuskan kualitas Saudara Terdakwa apakah sebagai
pelaku, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan
mengakibatkan Dakwaan dari Penuntut Umum tersebut
menjadi

tidak

jelas/kabur,

yang

mana

ketidakjelasan

menerangkan kualifikasi peran dalam Surat Dakwaan adalah


BATAL DEMI HUKUM.
Menanggapi keberatan Penasihat Hukum terhadap tidak jelasnya
dakwaan Penuntut Umum terhadap TERDAKWA berkaitan dengan
tidak menguraikannya peran masing-masing sebagaimana yang
dimaksud di atas akan mengakibatkan Dakwaan dan tuntutan kabur
dan tidak jelas, maka berdasarkan Pasal 142 KUHAP, Penuntut
Umum

telah

melakukan

penuntutan

terhadap

masing-masing

terdakwa secara terpisah dengan persidangan yang berbeda,


sehingga tanpa mengukualifikasikan kedudukan dari Saudara Agus
Saepul Alam apakah sebagai pelaku (pleger), menyuruh melakukan
(doenpleger), turut serta melakukan(medepleger), Surat Dakwaan
adalah cermat. Dasar dari tanggapan atas keberatan ini berpedoman
pada doktrin sebagai berikut :
Menurut Prof. POMPE:
Yang harus dipandang sebagai pelaku itu adalah semua orang yang
disebutkan dalam pasal 55 KUHP. Hal mana telah dikuatkan oleh
memori penjelasan dimana telah dikatakan bahwa semua orang
yang telah disebutkan dalam pasal 55 KUHP itu adalah pelaku.
Berdasarkan doktrin tersebut, maka tercantum jelas, bahwa baik
pleger, doenpleger, medepleger dipandang sama sebagai PELAKU
Halaman 84 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

TINDAK PIDANA sehingga jelas dan cermat bahwa TERDAKWA


merupakan PELAKU TINDAK PIDANA tanpa harus dijelaskan di
mana posisi TERDAKWA pada peristiwa TINDAK PIDANA yang
dilakukannya.
Menurut Prof. Lamintang :
Hakim tidak perlu menyebutkan secara tegas bentuk-bentuk
keturutsertaan yang telah dilakukan oleh seorang tertuduh, oleh
karena pencantuman dari peristiwa yang sebenarnya telah terjadi itu
sendiri sebenarnya telah menunjukkan bentuk keturutsertaan yang
dilakukan oleh masing-masing peserta didalam suatu tindak pidana
yang telah mereka lakukan.
Berdasarkan doktrin dari Prof Lamintang, maka tanpa harus
dijelaskan

dengan

cermat

posisi

terdakwa

sebagai

bentuk

keturutsertaannya menjadi pleger, doenpleger, medepleger, ia


dianggap telah menjadi PESERTA DIDALAM SUATU TINDAK
PIDANA YANG TELAH MEREKA LAKUKAN.
Maka dari itu, Penuntut umum telah memisahkan berkas perkara
antara TERDAKWA dengan terdakwa di persidangan lain dan telah
dijelaskan peran dari masing-masing terdakwa dalam melakukan
tindak pidana korupsi yang dipandang sama sebagai pelaku tindak
pidana.
Bahwa dengan demikian Penuntut Umum sudah jelas dalam
menyusun surat dakwaan

3. Surat Dakwaan Tidak Lengkap


Penuntut Umum Tidak Lengkap

Menguraikan

Alasan

Disetujuinya Reimburse oleh Saudara Agus Saepul Alam


Bahwa penasihat hukum dalam Nota Keberatannya mengatakan:
Uraian dalam Surat Dakwaan yang menyentuh mengenai
isu persetujuan Dana Reimburse adalah sebagai berikut:
33)

Bahwa akibat ditandatanganinya kontrak dan adanya


perubahan kontrak yang disepakati Para Pihak maka
Terdakwa menyetujui permohonan pembayaran uang muka
yang diajukan NUR KAJOLINA selaku Direktur Utama PT
Kerja Indonesia sebagai berikut:

a. Pada tanggal 23 Januari 2005 PT Kerja Indonesia


mengajukan permohonan pembayaran uang muka
Halaman 85 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

sesuai Surat Nomor: ABB/0343-IRT/11 kepada PPK


sebesar Rp 2.311.850.000,00

b. Tanggal 27 Januari 2005 Terdakwa selaku Kuasa


Pengguna Anggaran menerbitkan Surat Permintaan
Membayar (SPM) Bomor 00039/447011/2011, sebagai
realisasi dari permintaan uang muka diajukan oleh PT
Kerja Indonesia ke rekening PT Bank Citibak dengan
nomor

rekening

0-103344-158

dengan

nilai

Rp.

2.311.850.000,00

c. Pada tanggal 28 Januari 2005 KPKN menerbitkan


Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) Nomor :
367506U/134/112,

untuk

PT

Kerja

Indonesia

ke

rekening PT Bank Citibank dengan nomor rekening 0103344-158 dengan nilai Rp. 2.311.850.000,00

34)

Pada tanggal 21 Febuari 2005 PT Kerja Indonesia


menerbitkan Purchase Order kepada CG Power System
Indonesia untuk pembelian Transformer 60 MVA# 150/20 kV
sebanyak 2 (dua) set senilai Rp 10.350.000.000,00 dengan
delivery date 14 November 2005

35)

Pada tanggal 13 Maret 2005 PT Kerja Indonesia


menerbitkan Purchase Order kepada Ludvika Swden untuk
pembelian Lightening Araster 20 KA sebanyak 12 Rp
2.820.000.000,00 dengan delivery date 13 Agustus 2005

36)

Pada tanggal 19 Maret 2005 PT Kerja Indonesia


menerbitkan Purhase Order Nomor : 3162020219 kepada
Limited Maneja Vadodara India untuk pembelian:

Disconecting switch SGF170PC100 (Line Bay)


sebanyak 4 set Rp 390.680.000,00

Disconecting switch SGF170PC100 + E100 (Line


Bay) sebanyak 2 set Rp 230.900.000,00

Halaman 86 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

Disconecting switch SGF170Q100 (Bus Capler Bay)


sebanyak 2 set Rp 200.180.000,00

Disconecting switch SGF170N100 (Transformer Bay)


sebanyak 2 set Rp 270.880.000,00

37)

Bahwa pada tanggal 10 Juni 2005 PT Kerja Indonesia


mengajukan permohonan pembayaran Termin Pertama
dengan Surat Nomor: ABB/0267-SYU/05 kepada PPK
dengan progresfisik pekerjaan 27,480% atau senilai dengan
Rp 13.132.359.000,00 dilampiri dengan:

a. Berita Acara Pemeriksaan Nomr: 714.BA/133/IPKJJB


Region

V/2005

menyatakan

tanggal

progres

Juni

pekerjaan

2005

yang

27,58%

yang

ditandatangani Terdakwa

b. Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan Nomor:


1217.BA/610/UIPJJB/2005 tanggal 4 Juni 2005 yang
ditandatangani oleh anggota Panitia Penerima Hasil
Pekerjaan (PPHP), Direksi Pekerjaan PT PLN dan
penyedia barang

c. Berita

Acara

Pembayaran

Nomor

1281.BA/543/UIPJJB/2012 tanggal 11 Juni 2005


yang ditandatagani oleh Terdakwa, NUR KAJOLINA
selaku Direktur Utama PT Kerja Indonesia, dan
KEVIN RIVALDI GIRSANG selaku PPK

38)

Bahwa terhadap pemohonan permintaan pembayaran


Termin Pertama yang ditandatangani NUR KAJOLINA atas
nama PT Kerja Indonesia pada tanggal 17 Juni 2005
tersebut Terdakwa selaku Kuasa Pengguna Anggaran
menerbitkan Surat Permintaan Membayar (SPM) Nomor:
00007/447011/2005 untuk porsi PT Kerja Indonesia sebesar
Rp

13.132.359.000,00

dan

selanjutnya

oleh

KPKN

diterbitkan Surat perintah Pencairan Dana (SP2D) Nomor :


753442B/134/112 dan dana ditransfer ke rekening 0.103344Halaman 87 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

158 atas nama PT Kerja Indonesia di PT Bank CitiBank


senilai Rp 13.132.359.000,00

39)

Bahwa pada tanggal 18 Oktober 2006 NUR KAJOLINA


selaku

direktur

utama

PT

Kerja

Indonesia

kembali

mengajukan pembayaran Termin Kedua dengan suratnya


Nomor: ABB/0175-SYU/06 kepada PPK dengan progres
pekerjaan 30,311% senilai dengan Rp 1.352.900.000,00
tidak termasuk pajak-pajak dengan dilampiri:

a. Berita

Acara

PemeriksaanPekerjaan

Nomor:

033.BA/133/UPKJJB/2006 tanggal 30 Agustus 2006


yang menyatakan progres pekerjaan 30,311% yang
ditandatangi oleh NUR KAJOLINA

b. Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan Nomor


327.1.BA/610/UIPJJB/2006 tanggal 22 Agustus 2006
yang ditandatangai oleh anggota Panitia Penerima
Hasil Pekerjaan (PPHO), Direksi Pekerjaan PT PLN
dan penyedia barang

c. Berita

Acara

Pembayaran

Nomor

031.BA/543/UIPJJB/2006 tanggal 5 November 2006


yang ditandatangani NUR KAJOLINA dan KEVIN
RIVALDI GIRSANG selaku PPK

40)

Bahwa untuk mempertanggungjawabkan pencairan


atas pembayaran Termin Pertama dan Kedua yang diajukan
oleh PT Kerja Indonesia selanjutnya NUR KAJOLINA
menggunakan dana tersebut untuk kegiatan diantaranya
untuk

pencairan

Termin

Pertama

digunakan

untuk

pembayaran Circuit Breaker (CB), Disconecting Switch (DS),


Lightening Arrester (LA) dan Transfomer, sedangkan untuk
pencairan

dari

menggunakannya

Termin
untuk

Kedua
pekerjaan

NUR

KAJOLINA

material

mekanikal

elektrikal merek TRENCH

Halaman 88 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

41)Bahwa terhadap pekerjaan pembangunan Gardu Induk 150


kV Banten PT PLN (Persero) yang dilaksanakan oleh NUR
KAJOLINA sampai

masa

akhir kontrak tidak selesai

dikerjakan/dilaksanakan dan barang-barang tersebut di


simpan di Gudang Milik PT PLN (Persero) Cirebon dimana
Terdakwa

selaku

membayarkan

Kuasa

semua

Pengguna

permohonan

Anggaran

telah

pembayaran

yang

diajukan NUR KAJOLINA yang ia lakukan secara melawan


hukum telah mengakibatkan kerugian keuangan negara
senilai Rp 31.059.749.000,00 (tiga puluh satu miliar lima
puluh sembilan juta tujuhratus empat puluh sembilan ribu
rupiah) dengan perincian sebagai berikut:

Pembayaran Uang Muka

Rp

2.311.850.000,00

Pembelian Transformer

Rp

10.350.000.000,00

Pembelian Lightening Araster

Rp 2.820.000.000,00

Pembelian Disconecting Switch

Rp

1.092.640.000,00

Pembayaran Termin 1

Rp

13.132.359.000,00

Pembayaran Termin II

Rp 1.352.900.000,00

_____________________+

Jumlah Kerugian Keuangan Negara

Rp

Rp

31.059.749.000,00

Sebagaimana tersebut dalam Laporan Hasil Audit Perhitungan


Kerugian Keuangan Negara dari Badan Pengawasan Keuangan
dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi DKI Jakarta
Halaman 89 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

Nomor SR-431/PW09/5/2008 tanggal 8 Mei 2008 atas Dugaan


Tindak Pidana Korupsi dalam Proses Pelelangan Pembangunan
21 Gardu Induk (1.610 MVA) khusus Pembangunan Gardu Induk
150 kV Banten dan New Sanur pada Induk Pembangunan dan
Jaringan Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara PT PLN (Persero) TA
2011 s.d. 2013

Alur Pendanaan suatu proyek yang melibatkan Anggaran


Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) wajib melibatkan Kuasa
Pengguna Anggaran, Pejabat Pembuat Komitmen dan Pengguna
Anggaran. Saudara Agus Saepul Alam bertindak sebagai Kuasa
Pengguna Anggara in casu. Oleh karenanya, peran Saudara Agus
Saepul Alam sangatlah penting sebagai penghubung antara Pejabat
Pembuat Komitmen yang menerima permohonan reimburse dari PT.
Kerja Indonesia dan Pengguna Anggaran yang memegang kuasa
penuh atas aliran dana APBN.
Dalam uraian Surat Dakwaannya, tidak sama sekali dijelaskan
oleh Penuntut Umum, atas alasan apa akhirnya dana reimburse
terhadap barang-barang untuk pengadaan dapat diturunkan oleh
Pengguna Anggaran. Padahal, Penasihat Hukum memandang hal
tersebut sangatlah penting untuk menilai apakah benar tindakan
pengadaan barang-barang tanpa pemasangan terlebih dahulu ini
merupakan suatu perbuatan melawan hukum.
Oleh

karena

itu,

Tim

Penasihat

Hukum

memohon

kebijaksanaan Majelis Hakim dalam menyatakan Surat Dakwaan


Penuntut Umum yang tidak lengkap ini batal demi hukum.
Berkaitan dengan poin keberatan tersebut, Penuntut Umum ingin
menegaskan kepada Penasihat Hukum bahwa telah ditemukan alat
bukti surat berupa Surat Permohonan bayar uang muka nomor:
ABB/0343-IRT/11 dari PT Kerja Indonesia kepada PPK 23 Januari
2005, Surat Perintah Membayar pada tanggal 27 Januari 2005, Surat
Perintah Pencairan Dana (SP2D) Nomor : 367506U/134/112
tertanggal

28 Januari 2005, Invoice dari CG Power System

Indonesiauntuk pembelian Transformer 60 MVA# tanggal 21 Febuari


2005, Invoice dari Ludvika Swden untuk pembelian Lightening
Araster 20 KA pada 13 Maret 2005, Invoice Nomor : 3162020219 dari
Limited Maneja Vadodara India tanggal 19 Maret 2005, Surat
permohonan pembayaran Termin Pertama dengan Surat Nomor:
ABB/0267-SYU/05 tanggal 10 Juni 2005, Berita Acara Pemeriksaan
Halaman 90 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

Nomr: 714.BA/133/IPKJJB Region V/2005 tanggal 7 Juni 2005,


Berita

Acara

Serah

Terima

Hasil

Pekerjaan

Nomor:

1217.BA/610/UIPJJB/2005 tanggal 4 Juni 2005, Berita Acara


Pembayaran Nomor : 1281.BA/543/UIPJJB/2012 tanggal 11 Juni
2005, Surat Perintah Membayar Nomor 00007/447011/2005, Surat
Perintah Pencairan Dana (SP2D) Nomor : 753442B/134/112, Surat
Permohonan Pembayaran Termin Kedua dengan suratnya Nomor:
ABB/0175-SYU/06

tanggal

18

Oktober

2006,

Berita

Acara

PemeriksaanPekerjaan Nomor: 033.BA/133/UPKJJB/2006 tanggal


30 Agustus 2006, Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan Nomor
327.1.BA/610/UIPJJB/2006 tanggal 22 Agustus 2006, Berita Acara
Pembayaran Nomor : 031.BA/543/UIPJJB/2006 tanggal 5 November
2006

menunjukan

adanya

TERDAKWA

yang

menyetujui

pembayaran atas bahan-bahan material yang disediakan oleh PT


Kerja Indonesia dalam pembangunan GI Banten
Berkaitan dengan penguraian mengenai dana Alasan Disetujuinya
Reimburse oleh Saudara Agus Saepul Alam dalam hal ini
keberatan Penasihat Hukum disini tidak termasuk dalam limitasi
Keberatan-Keberatan yang diatur dalam pasal 156 KUHAP karena
keberatan yang diajukan oleh Penasihat Hukum sudah masuk ke
dalam pokok perkara mengenai unsur keuangan negara sehingga
harus dibuktikan di tahap pembuktian
Bahwa dengan demikian penuntut Umum sudah lengkap dalam
menyusun surat dakwaan.

IV.

KESIMPULAN DAN PERMOHONAN

Majelis Hakim yang kami muliakan;


Saudara Tim Penasehat Hukum dan Terdakwa yang kami hormati;
Sidang yang kami hormati,
Atas analisis yang telah kami berikan di atas berkaitan dengan
pokok-pokok keberatan yang diajukan oleh Tim Penasihat hukum
Terdakwa, maka tiba saatnya kami menyampaikan kesimpulan dan
pendapat kami selaku Penuntut Umum di sidang Peradilan Pidana Tindak
Pidana Korupsi atas nama TERDAKWA AGUS SAEPUL ALAM. Setelah
melakukan analisis, kami berkesimpulan bahwa pokok-pokok keberatan
Halaman 91 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

dari Tim Penasihat Hukum Terdakwa tidak benar dan berdasarkan perihal
tersebut, maka kami Penuntut Umum memohon kepada Yang Mulia Majelis
Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang mengadili perkara ini untuk
untuk menjatuhkan Putusan Sela dengan amar sebagai berikut:
1. Menolak seluruh keberatan yang diajukan Tim Penasihat
Hukum TERDAKWA;
2. Menyatakan surat dakwaan Penuntut Umum dengan Nomor
No.PDS- No. PDS-67/P.1.13/Ft.07/2009 telah memenuhi
syarat-syarat formil dan materiil Surat Dakwaan dalam Pasal
143 Ayat (2) KUHAP;
3. Menyatakan menerima Surat Dakwaan Penuntut Umum No.
PDS-67/P.1.13/Ft.07/2009 atas nama TERDAKWA AGUS
SAEPUL ALAM sebagai dasar untuk melakukan pemeriksaan
perkara;
4. Menetapkan pemeriksaan perkara ini tetap dilanjutkan. .
5. Menjatuhkan biaya perkara pada putusan akhir.
Demikian tanggapan/pendapat ini kami bacakan dan diserahkan pada
sidang hari ini.
Menimbang, bahwa setelah membaca dan meneliti uraian Nota Keberatan
Penasehat Hukum Terdakwa, maka pada pokoknya alasan-alasan keberatan
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kompetensi Absolut Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk memeriksa
dan mengadili perkara a quo;
2. Surat Dakwaan tidak cermat dalam menguraikan unsur setiap orang;
3. Surat Dakwaan tidak cermat dalam mendakwakan tindak pidana korupsi
terhadap Terdakwa;
4. Surat Dakwaan tidak jelas dalam menguraikan Pasal 55 ayat (1) kesatu
KUHP; dan
5. Surat Dakwaan tidak lengkap menguraikan alasan disetujuinya Reimburse
oleh Terdakwa;
Menimbang,

bahwa

terhadap

keberatan

tersebut,

Majelis

Hakim

mempertimbangkan sebagai berikut:


Ad.1 Terhadap Keberatan Kompetensi Absolut
Menimbang, Majelis Hakim akan memertimbangkan keberatan Penasehat
Hukum terkait Kompetensi Absolut terlebih dahulu;
Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 156 ayat (1) UndangUndang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, jelas diatur,
Dalam hal terdakwa atau penasihat hukum mengajukan keberatan bahwa
pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak
Halaman 92 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, maka setelah diberi
kesempatan kepada penuntut umum untuk menyatakan pendapatnya,
hakim memertimbangkan keberatan tersebut untuk selanjutnya mengambil
keputusan.
Menimbang, bahwa Penasehat Hukum mengajukan argumen bahwa
Peradilan Pidana berkedudukan sebagai ultimum remedium. Sehingga, tidak
seharusnya

dilakukan

pemrosesan

pidana

terhadap

Terdakwa,

apabila

sebelumnya telah diperjanjikan pada perikatan antarpihak yang memilih suatu


lembaya penyelesaian sengketa;
Menimbang, bahwa Penuntut Umum mengutip pendapat Indriyanto Seno
Adji yang menjelaskan bahwa bestandeel delict dari suatu tindak pidana korupsi
terletak pada terpenuhinya unsur memerkaya diri sendiri, orang lain, atau
korporasi;
Menimbang, bahwa Penuntut Umum berpandangan Terdakwa memenuhi
unsur memerkaya korporasi in casu, PT. Kerja Indonesia, dengan tindakannya
memberikan reimburse kepada kepada PT. Kerja Indonesia yang tidak memiliki
hak untuk menerima aliran uang tersebut;
Menimbang, bahwa Majelis Hakim menyoroti bahwa pihak yang terlibat
dalam perkara ini adalah Negara Republik Indonesia dengan PT. Kerja Indonesia,
bukan PT. Kerja Indonesia dan PT. Perusahaan Listrik Negara;
Menimbang, bahwa sebenarnya pandangan Penasehat Hukum yang
menyatakan bahwa sengketa yang terjadi memiliki dimensi perdata yang kuat,
tidak boleh diintervensi oleh proses peradilan pidana yang sifatnya ultimum
remedium;
Menimbang,

Majelis

Hakim

memandang

perlu

memertimbangkan

ketentuan dalam Pasal 32 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang


Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jelas
mengatur bahwa terhadap penyidikan untuk tindak pidana korupsi yang tidak
memilikii alat bukti yang cukup, dapat beralih kepada mekanisme gugatan perdata
untuk pengembalian aset negara;
Menimbang, berdasarkan pertimbangan di atas, dapat dilihat bahwa
perspektif Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah menempatkan proses
peradilan pidana sebagai primum remedium;
Menimbang, dengan demikian, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan benar
memiliki kewenangan untuk mengadili perkara ini;
Menimbang, Eksepsi Kewenangan Absolut dari Penasehat Hukum ditolak
oleh Majelis Hakim.
Halaman 93 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

Ad.2 Terhadap Keberatan Tidak Cermat Menguraikan Unsur Setiap Orang


Menimbang, selanjutnya Majelis Hakim akan memertimbangkan keberatan
Penasehat Hukum terkait Surat Dakwaan TIdak Cermat, Tidak Jelas dan Tidak
Lengkap;
Menimbang, bahwa terhadap keberatan Penasihat Umum bahwa dakwaan
Penuntut Umum tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap (obscuur libel)
sebagaimana diatur dalam Pasal 143 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (selanjutnya
disebut KUHAP), Majelis Hakim terlebih dahulu harus memertimbangkan tentang
pengertian cermat, jelas dan lengkap dari Surat Dakwaan;
Menimbang,
Pembahasan

bahwa

menurut

Permasalahan

dan

M.

Yahya

Penerapan

Harahap

dalam

KUHAP:

bukunya

Pembahasan

Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan,


Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali, (2010: 414) tujuan pembuatan Surat
Dakwaan dalam proses pidana adalah sebagai dasar pemeriksaan di muka
pengadilan, dasar pembuktian, dasar tuntutan pidana, dasar pembelaan diri bagi
terdakwa dan merupakan dasar penilaian serta dasar putusan pengadila n;
Menimbang, bahwa dalam rumusan Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP
beserta penjelasannya, KUHAP tidak memberikan definisi secara jelas mengenai
pengertian dari uraian secara cermat, jelas dan lengkap dari surat dakwaan. Oleh
karena itu, Majelis Hakim akan memertimbangkan sebagai berikut;
Menimbang, terhadap keberatan Penasihat Hukum mengenai Surat
Dakwaan Penuntut Umum tidak cermat, Majelis Hakim memertimbangkan sebagai
berikut;
Menimbang, bahwa menurut Lilik Mulyadi dalam bukunya Hukum Acara
Pidana halaman 43 yang dikutip dari A. Soetomo, pengaturan cermat memiliki
arti agar surat dakwaan dibuat dengan penuh ketelitian dan ketidaksembarangan
serta hati-hati disertai suatu ketajaman dan ketugahan. Kemudian, jelas berarti
tidak menimbulkan kekaburan atau keraguan-raguan serta serba terang dan tidak
perlu ditafsirkan lagi. Terakhir, lengkap berarti komplit atau cukup yang
dimaksudkan tidak ada fakta-fakta yang tertinggal;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan Majelis Hakim pada
Putusan Mahkamah Agung yang mengadili perkara Nomor 1289 K/Pid/1986,
tanggal 26 Juni 1987, ditentukan bahwa suatu surat dakwaan tidak cermat, jelas
dan lengkap apabila surat dakwaan tidak memuat secara lengkap unsurunsur/bestanddelen dari pada tindak pidana yang didakwakan. Sehingga, apabila
unsur-unsur tersebut tidak diterangkan secara utuh dan menyeluruh maka hal ini
Halaman 94 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

menyebabkan

menjadi

kabur

(obscuur

libel)

sehingga

menyebabkan

ketidakjelasan terhadap tindak pidana apa yang dilanggar oleh perbuatan


Terdakwa;
Menimbang, bahwa Penasehat Hukum memandang Surat Dakwaan tidak
cermat dalam konteks penyusunan subsidiaritas dakwaan, yang merunutnya dari
khusus ke umum. Dakwaan Primair Penuntut Umum adalah Pasal 2 UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2001

tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang


Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang sifatnya umum dan dilapis dengan
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang sifatnya khusus;
Menimbang, bahwa Penuntut Umum menanggapi keberatan

dari

Penasehat Hukum dengan melandasi argumennya pada Surat Edaran Jaksa


Agung Republik Indonesia Nomor: SE-004/J.A/11/1993 tentang Pembuatan Surat
Dakwaan dan Andi Hamzah, yang menyatakan bahwa dakwaan subsidair dilapis
berdasarkan lama ancaman pidananya;
Menimbang, bahwa Majelis Hakim sepakat pada pandangan Penuntut
Umum yang menyusun subsidiaritas dakwaan berdasarkan lama ancaman
pidananya;
Menimbang,

dengan

demikian,

Eksepsi

Penasihat

Hukum

perihal

ketidakcermatan penguraian unsur setiap orang ditolak oleh Majelis Hakim.


Ad.3 Terhadap Keberatan Tidak Cermat dalam Mendakwakan Tindak Pidana
Korupsi
Menimbang, bahwa terhadap poin Eksepsi a quo, Majelis Hakim
memandang ini telah masuk ke dalam pokok perkara dan membutuhkan
pembuktian lebih lanjut.
Ad.4 Terhadap Keberatan Tidak Jelas dalam Menguraikan Pasal 55 ayat (1)
kesatu KUHP
Menimbang, bahwa terhadap nota keberatan Penasihat Hukum Terdakwa
yang menyatakan bahwa Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak jelas dalam
menerapkan pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dalam Surat Dakwaan Terdakwa. Hal ini
dikarenakan Penuntut Umum tidak menguraikan terkait kualifikasi peran
keturutsertaan pada perbuatan yang didakwakan kepada Terdakwa;
Menimbang, kualifikasi keturutsertaan tidaklah perlu diuraian lebih lanjut
masing-masing perannya, asalkan adanya suatu kerjasama diatara para pelaku.
Hal ini sebagaimana menurut SR Sianturi, SH, dalam bukunya yang berjudul
Halaman 95 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

Azas-azas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya halaman 347,


berdasarkan Arrest Hoge Raad 21 Juni 1926 W.11541 yang menyebutkan bahwa,
walaupun

pada

seseorang

(yang

sudah

turut

serta

melakukan

tindakan/pelaksanaan) tidak memenuhi unsur keadaan pribadi dan pelaku tetapi


didalam bekerjasama ia mengetahui adanya keadaan pribadi tersebut pada pelaku
dengan siapa ia bekerja sama maka orang itu adalah seorang pelaku peserta;
Menimbang, bahwa menurut SR Sianturi,. SH Dalam bukunya yang
berjudul Azas-azas ukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya didalam
lanjutannya halaman 348-349 menyatakan kerjasama pelaku peserta yang
dimaksud, di klasifikasikan menjadi 2 cara yaitu;
Kerjasama secara sadar : setiap perbuatan saling mengetahui
tindakan dari pelaku peserta lainnya. Tidak diisyaratkan apakah telah ada
kesepakatan itu jauh sebelumnya, walaupun kesepakatan itu baru terjadi
dekat sebelumnya atau bahkan pada saat tindak pidana itu dilakukan,
termasuk sebagaimana kerjasama secara sadar.
Kerjasama secara langsung : Perwujudan dari tindak pidana itu
adalah secara langsung sebagai akibat dari tindakan dari para peserta
pelaku dan bukan dengan cara sebagaimana ditentukan dalam Pasal 56
KUHP.
Menimbang, uraian pendapat diatas didukung oleh Roeslan Saleh, SH
dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan Penjelasannya,
halaman 11, yang menjelaskan:
Bahwa dalam hal turut serta melakukan ini tiap-tiap peserta harus
melakukan perbuatan pelaksanaan, yang utama adalah bahwa dalam
pelaksanaan perbuatan pidana itu ada kerjasama antara mereka itu. Hal ini
kiranya dapat ditentukan hakekat dari turut serta melakukan.
Jika dari turut serta melakukan ini adalah adanya kerjasama yang erat
antara mereka, maka untuk dapat menentukan apakah ada turut serta
melakukan atau tidak, kita tidak dapat melihat kepada perbuatan masingmasing peserta secara satu persatu dan berdiri sendiri, terlepas dari
hubungannya perbuatan-perbuatan peserta lainnya, melainkan melihat
perbuatan masing-masing peserta itu dalam hubungan dan sebagai
kesatuan dengan perbuatan peserta lainnya
Menimbang,

berdasarkan

doktrin-doktrin

tersebut,

Majelis

Hakim

berpendapat bahwa setiap pelaku yang dianggap sebagai turut serta itu bukan
melihat pada perbuatan masing-masing pelaku, melainkan pada pelaksanaan
Halaman 96 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

perbuatan yang dilakukan secara bersama-sama dengan sadar maupun langsung


dan setiap perbuatan yang dilaksanakan memiliki hubungan sebagai kesatuan
perbuatan;
Menimbang, dengan ketentuan diatas, Majelis Hakim menilai bahwa terkait
keberatan

Penasihat

Hukum

haruslah

dibuktikan

terlebih

dahulu

dalam

pembuktian. Sehingga poin keberatan ini ditolak;

Ad.5 Terhadap Keberatan Tidak Lengkap dalam Menguraikan Alasan


Disetujuinya Reimburse oleh Terdakwa.
Menimbang, bahwa pokok perkara in casu adalah pembayaran yang
dilakukan Terdakwa terhadap PT. Kerja Indonesia padahal belum terdapat Gardu
Induk 1500 kV di Provinsi Banten;
Menimbang, bahwa Majelis Hakim tidak memandang perlu adanya uraian
alasan disetujuinya reimburse oleh Terdakwa;
Menimbang, bahwa Majelis Hakim memandang perihal maksud yang
melatarbelakangi suatu tindakan bukanlah materi dalam suatu Eksepsi, melainkan
dapat dibuktikan dalam pembuktian;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka nota
keberatan Penasehat Hukum Terdakwa ini haruslah ditolak;
Menimbang, bahwa oleh karena keberatan Penasehat Hukum Terdakwa
tidak diterima, maka pemeriksaan perkara ini harus dilanjutkan;
Menimbang, bahwa oleh karena putusan ini mengenai keberatan dari
Penasehat Hukum Terdakwa terhadap formalitas surat dakwaan Penuntut Umum,
maka perhitungan mengenai biaya perkara ini ditangguhkan sampai dengan
putusan akhir;
Memperhatikan, Pasal 156 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 8
Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, serta peraturan perundang-undangan
lain yang bersangkutan;
MENGADILI
1. Menolak nota keberatan dari Penasehat Hukum Terdakwa untuk seluruhnya;
2. Menyatakan surat dakwaan Penuntut Umum Nomor PDS-67/P.1.13/Ft.07/2009
sebagai dasar untuk melakukan pemeriksaan perkara pidana atas diri
Terdakwa;
3. Memerintahkan Penuntut Umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara
Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel atas nama Terdakwa Agus Saepul alam
tersebut di atas;
4. Menangguhkan biaya perkara sampai dengan putusan akhir;

Halaman 97 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

Demikian diputuskan dalam sidang permusyawaratan Majelis Hakim


Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada hari Senin, tanggal 2 Maret 2009 oleh
Anata Lapae, S.H., M.H. selaku Hakim Ketua Majelis, Avisena Ilma, S.H., M.H.
dan Hillary Febryna, S.H., M.H. masing-masing sebagai Hakim Anggota, yang
diucapkan pada hari itu juga dalam sidang yang terbuka untuk umum pada oleh
Hakim Ketua dengan didampingi para Hakim Anggota tersebut, dengan dibantu
oleh Sarah Via Rose, S.H. selaku Panitera Pengganti pada Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat serta dihadiri oleh Penuntut Umum, Terdakwa, dan Penasehat
Hukum.
Jakarta, 2 Maret 2009
Hakim-Hakim Anggota

Hakim Ketua Majelis

Avisena Ilma, S.H., M.H.

Anata Lapae, S.H., M.H.

Hillary Febryna, S.H., M.H.


Panitera Pengganti

Sarah Via Rose, S.H.

Halaman 98 dari 98 Putusan Sela Nomor 23/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

Anda mungkin juga menyukai