Anda di halaman 1dari 48

PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA LISTRIK

DARI

PLTM PADANG GUCI

3 x 2 MW

ANTARA

PT PLN (PERSERO)

DAN

PT SAHUNG BRANTAS ENERGI

PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA


DAFTAR ISI

PASAL 1 Definisi dan Interpretasi

PASAL 2 PROYEK

PASAL 3 Periode Perjanjian

PASAL 4 Kewajiban dan Tanggung Jawab PARA PIHAK

PASAL 5 Pencapaian TANGGAL PEMBIAYAAN dan TANGGAL MULAI KONSTRUKSI

PASAL 6 Pembangunan PEMBANGKIT dan FASILITAS KHUSUS

PASAL 7 Pengujian dan KOMISIONING

PASAL 8 Pengoperasian dan Pemeliharaan PEMBANGKIT

PASAL 9 Pembelian ENERGI LISTRIK dan Prosedur Transaksi

PASAL 10 Harga Pembelian ENERGI LISTRIK

PASAL 11 Penagihan dan Pembayaran

PASAL 12 Keterlambatan TANGGAL OPERASI KOMERSIAL PEMBANGKIT

PASAL 13 Sistem Pengukuran, Peneraan dan Monitoring

PASAL 14 Asuransi

PASAL 15 Ganti Rugi

PASAL 16 SEBAB KAHAR

PASAL 17 Perpanjangan Periode Perjanjian

PASAL 18 Pengalihan Perjanjian

PASAL 19 Pengakhiran Perjanjian

PASAL 20 Pajak dan Pungutan

PASAL 21 Perlindungan Lingkungan

PASAL 22 Bahasa dan Ketentuan Hukum yang Belaku

PASAL 23 Perubahan-Perubahan

PASAL 24 Penyelesaian Perselisihan

PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA


PASAL 25 Kerahasiaan

PASAL 26 Alamat dan Wakil PARA PIHAK

PASAL 27 Lain Lain

PASAL 28 Penutup

LAMPIRAN A DESKRIPSI PROYEK

LAMPIRAN B BATASAN TEKNIS

LAMPIRAN C JADWAL PROYEK

LAMPIRAN D DOKUMEN PENDUKUNG

LAMPIRAN E PERHITUNGAN PEMBAYARAN

LAMPIRAN F PERSYARATAN DAN PROSEDUR LINGKUNGAN

LAMPIRAN G PROSEDUR SERAH TERIMA

LAMPIRAN H KONSEKUENSI PENGAKHIRAN

PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA


PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA LISTRIK

ANTARA

PT PLN (PERSERO)

DENGAN

PT SAHUNG BRANTAS ENERGI

UNTUK

PLTM PADANG GUCI

3 x 2.0 MW

KABUPATEN KAUR, PROVINSI BENGKULU

Nomor PIHAK PERTAMA : .Pj/HKM.00.01/WS2JB/2016

Nomor PIHAK KEDUA : 001/SBE-PPEL/05/2016

Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (selanjutnya disebut PERJANJIAN) ini ditandatangani
pada hari Senin tanggal Tiga Puluh bulan Mei Tahun Dua Ribu Enam Belas (30-05-2016),
antara :

I. PT PLN (PERSERO)

Suatu perseroan yang didirikan berdasarkan Akta Notaris Soetjipto, SH Nomor 169
tanggal 30 Juli 1994 sebagaimana terakhir diubah dengan Akta Notaris Lenny Janis
Ishak, S.H. Nomor 09 tanggal 20 Januari 2015, dalam hal ini diwakili oleh BUDI
PANGESTU selaku General Manager di PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera
Selatan, Jambi, dan Bengkulu berdasarkan Surat Kuasa Direksi Nomor
0438.SKU/SDM.08.01/DIRUT/2015 tanggal 18 September 2015, bertindak untuk dan
atas nama PT PLN (Persero) berkedudukan di Jl. Kapten A. Rivai No. 37 Palembang
30129, yang selanjutnya disebut PIHAK PERTAMA.

II. PT SAHUNG BRANTAS ENERGI

Suatu Perseroan Terbatas yang didirikan berdasarkan Akta Notaris Suparmin, S.H.,
M.Kn. Nomor 10 tanggal 21 Desember 2011 dan Akta Perubahan terakhir dibuat
dihadapan notaris Suparmin, S.H., M.Kn. No. 24 tanggal 31 Desember 2014, dalam
hal ini diwakili oleh DWI KRIDAYANI, selaku Direktur, berkedudukan di Jl. DI

PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA


Panjaitan Kav 14, Cawang Jakarta Timur, bertindak untuk dan atas nama PT
Sahung Brantas Energi, yang selanjutnya disebut PIHAK KEDUA.

Untuk selanjutnya dalam PERJANJIAN ini, PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA masing-
masing disebut sebagai PIHAK dan secara bersama-sama disebut sebagai PARA
PIHAK, terlebih dahulu menerangkan hal hal sebagai berikut:

1. Bahwa sesuai Peraturan Menteri ESDM RI Nomor 19 Tahun 2015, PIHAK PERTAMA
ditugaskan untuk membeli tenaga listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Air dengan
kapasitas sampai dengan 10 MW (sepuluh megawatt) dari Badan Usaha yang
berusaha di bidang penyediaan tenaga listrik yang telah ditetapkan sebagai
Pengelola Tenaga Air untuk Pembangkit Listrik dan telah memiliki Ijin Usaha
Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL).

2. Bahwa sesuai surat Direktur Jenderal EBTKE Kementrian ESDM RI Nomor


712/04/DJE/2015 tanggal 14 September 2015 Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik dari
PLTM dengan kapasitas sampai dengan 10 MW dapat menggunakan mata uang
asing dengan transaksi pembayaran dalam mata uang Rupiah.

3. Bahwa PIHAK KEDUA telah mendapatkan:

(i) Surat Penetapan Pengelola Tenaga Air untuk Pembangkit Listrik dari Dirjen
EBTKE Nomor : 85/20/DJE/2015 tanggal 27 November 2015 yang menetapkan
PIHAK KEDUA sebagai pengelola tenaga air untuk pembangkit listrik yang dihasilkan
oleh PLTM Padang Guci dengan kapasitas terpasang 6 MW (3 x 2.0 MW), yang
terletak di daerah/sistem Bintuhan

(ii) Ijin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL) Sementara dari Kepala Badan
Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) atas nama Menteri Energi dan Sumber Daya
Mineral RI Nomor 3/1/IUPTL-S/PMDN/2016 27 Januari 2016.

4. Bahwa sesuai dengan surat Direktur Perencanaan Korporat PT PLN (Persero) Nomor
0497/REN.01.01/DITREN/2016 tanggal 11 April 2016 perihal Pembelian Tenaga
Listrik dari PLTA 10 MW.

5. Bahwa sebagai tindak lanjut Penetapan Pengelola Tenaga Air sebagaimana


dimaksud di atas dan dalam rangka diversifikasi energi dan memenuhi kebutuhan
beban di daerah / sistem Bintuhan, PIHAK KEDUA bersedia untuk menjual dan
menyerahkan tenaga listrik kepada PIHAK PERTAMA, dan PIHAK PERTAMA
bersedia untuk membeli dan menerima penyerahan tenaga listrik yang dijual dan
dihasilkan dari PLTM Padang Guci milik PIHAK KEDUA.

PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA


6. Bahwa dalam rangka pembangunan dan pengembangan PLTM Padang Guci, selain
syarat ijin sebagaimana dimaksud angka 3 di atas PIHAK KEDUA telah memenuhi
ijin-ijin dan persyaratan sebagai berikut :

a. Bukti Sertifikat Deposito sebesar Rp 6.300.000.000,- (Enam Miliar Tiga Ratus


Juta Rupiah), yakni 5% (lima per seratus) dari total investasi pembangunan
PLTM yang telah disampaikan kepada Dirjen EBTKE Kementerian ESDM RI
pada tanggal Enam bulan Januari tahun Dua Ribu Enam Belas (06-01-2016).

b. Surat Ijin Lokasi dari Pemda Kabupaten Kaur kepada PT Sahung Brantas
Energi dengan Nomor 759 tanggal 06 Oktober 2012.

c. Surat Ijin Pemanfaatan dan Penggunaan Air (SIPPA) dari Kementerian


Pekerjaan Umum Nomor 54.4/KPTS/M/2015 tanggal 29 Januari 2015.

d. Feasibility Study PLTM Padang Guci dengan kapasitas terpasang 3 x 2 MW.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, PARA PIHAK sepakat untuk mengadakan Perjanjian
Jual Beli Tenaga Listrik PLTM Padang Guci dengan kapasitas daya terpasang 3 x 2 MW di
Kabupaten Kaur, Provinsi Bengkulu, dengan ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat
sebagaimana dirumuskan dalam PASAL-PASAL berikut :

PASAL 1

DEFINISI DAN INTERPRETASI

1. BULAN adalah periode dimulai dari jam 00.00 Waktu Indonesia Setempat pada hari
pertama suatu bulan kalender dan berakhir pada jam 24.00 pada hari terakhir bulan
kalender yang sama.
2. DEKLARASI PRODUKSI BULANAN (DPB) adalah proyeksi produksi ENERGI
LISTRIK bulanan untuk setiap TAHUN FISKAL yang merupakan bagian dari PROFIL
PEMBANGKITAN dan disampaikan kepada PIHAK PERTAMA sebagaimana yang
diatur pada Pasal 8 ayat (4).
3. DEKLARASI PRODUKSI TAHUNAN (DPT) adalah jumlah yang dinyatakan akan
diproduksi (dalam kWh) oleh PIHAK KEDUA dan akan disampaikan kepada PIHAK
PERTAMA pada bulan September tahun berjalan untuk produksi 1 (satu) TAHUN
FISKAL berikutnya dan dilakukan selama PERIODE PENGOPERASIAN.
DEKLARASI PRODUKSI TAHUNAN terdiri dari DEKLARASI PRODUKSI BULANAN
selama 1 tahun sebagaimana dinyatakan pada Pasal 8 ayat (4) dan ayat (5).

PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA


4. DJK adalah Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan, Kementerian Energi dan Sumber
Daya Mineral Republik Indonesia.
5. EBTKE adalah Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi,
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia.
6. ENERGI LISTRIK adalah jumlah energi listrik (dalam kWh) yang dikirim dari
PEMBANGKIT milik PIHAK KEDUA ke TITIK TRANSAKSI.
7. ENERGI LISTRIK TERUKUR adalah energi listrik yang disalurkan dari PIHAK
KEDUA ke PIHAK PERTAMA yang terukur dan direkam oleh SISTEM
PENGUKURAN.
8. FASILITAS INTERKONEKSI adalah semua hak tanah, material, peralatan dan
fasilitas yang dipasang untuk tujuan menghubungkan PEMBANGKIT dengan
JARINGAN MILIK PIHAK PERTAMA melalui TITIK INTERKONEKSI termasuk
namun tidak terbatas pada interkoneksi listrik, switching, metering, sistem proteksi,
sistem komunikasi dan sistem keselamatan sebagaimana dijelaskan pada Lampiran
A Perjanjian ini.
9. FASILITAS KHUSUS adalah jaringan yang dirancang, didanai, dibangun, diuji, dan
dikomisioning oleh PIHAK KEDUA dari PEMBANGKIT sampai TITIK
INTERKONEKSI, termasuk FASILITAS INTERKONEKSI, sebagaimana dijelaskan
pada Lampiran G Perjanjian ini. PIHAK KEDUA akan mengoperasikan dan
memelihara FASILITAS KHUSUS, kecuali terjadi pengalihan sebagaimana dimaksud
Pasal 9 ayat (3) huruf d Perjanjian ini.
10. GOOD UTILITY PRACTICE berarti, pada waktu tertentu, praktek-praktek, metode,
dan tindakan sesuai dengan standar kehati-hatian yang berlaku untuk bidang
pembangkitan lisrik tenaga air dan Utilitas yang seharusnya diharapkan untuk
mencapai hasil yang diinginkan untuk mencapai tingkat keandalan dan keamanan
yang wajar.
11. GWh adalah GigaWatt hour.
12. HARGA ENERGI LISTRIK adalah harga yang sebagaimana diatur dalam Pasal 10
Perjanjian ini.
13. HARI KALENDER adalah suatu kurun waktu yang lamanya 24 (dua puluh empat)
jam yang dimulai pada pukul 00.00 waktu setempat dan berakhir pada pukul 24.00
waktu setempat hari yang sama.
14. HARI KERJA adalah semua hari kecuali Sabtu, Minggu dan Hari lainnya yang di
Republik Indonesia adalah Libur Resmi atau hari di mana Institusi Perbankan
Indonesia diperbolehkan untuk tidak beroperasi.

PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA


15. IJIN adalah ijin yang dikeluarkan oleh INSTITUSI PEMERINTAH (Pusat, Provinsi
atau Daerah) dan ijin lain yang diperlukan untuk mengembangkan dan membangun
PROYEK sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
16. IJIN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK (IUPTL) adalah ijin untuk melakukan
usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum.
17. INSTITUSI PEMERINTAH adalah Departemen, Kementerian, Pemerintah Daerah,
Badan Pemerintah dan Institusi yang ditunjuk untuk menjalankan fungsi
pemerintahan di Wilayah Republik Indonesia.
18. JAM PRODUKSI adalah seluruh waktu produksi energi listrik, tidak termasuk waktu
saat PEMBANGKIT dalam masa pemeliharaan atau tidak dapat memproduksi energi
listrik karena gangguan.
19. JARINGAN MILIK PIHAK PERTAMA adalah jaringan distribusi listrik dan fasilitas
yang terkait yang digunakan untuk mendistribusikan listrik PIHAK PERTAMA ke
konsumen setelah TITIK INTERKONEKSI dan dimiliki oleh PIHAK PERTAMA.
20. JUMLAH ENERGI YANG DIPERHITUNGKAN adalah jumlah ENERGI LISTRIK
(dalam kWh) berdasarkan jumlah ENERGI LISTRIK TERUKUR ditambah
kompensasi atas KELUAR DIPERHITUNGKAN (apabila ada) selama PERIODE
TAGIHAN yang dihitung berdasarkan pada perhitungan pembayaran sebagaimana
diuraikan dalam Lampiran E Perjanjian ini.
21. KELEBIHAN ENERGI LISTRIK adalah JUMLAH ENERGI YANG
DIPERHITUNGKAN pada suatu bulan yang melebihi 110% (Seratus Sepuluh
Persen)dari DEKLARASI PRODUKSI BULANAN untuk bulan tersebut.
22. KELUAR DIPERHITUNGKAN mempunyai pengertian sebagaimana dijelaskan
pada Pasal 9 PERJANJIAN ini.
23. KOMISIONING adalah rangkaian kegiatan pemeriksaan dan pengujian suatu
instalasi dan peralatan baru, untuk membuktikan apakah spesifikasi dan sistem
operasi instalasi dan peralatan baru yang diperiksa dan diuji, baik individual
maupun secara sistem, sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan yang dituangkan
dalam Perjanjian dengan KONTRAKTOR atau pabrikan serta peraturan perundang-
undangan yang berlaku (apabila ada).
24. KONTRAKTOR adalah kontraktor sub-kontraktor, operator dan/atau konsultan yang
ditunjuk oleh PIHAK KEDUA untuk melakukan seluruh pekerjaan sehubungan
dengan, antara lain, pengoperasian, pemeliharaan, pengelolaan, dan pengadaan
barang untuk keperluan pembangunan PEMBANGKIT milik PIHAK KEDUA dan
FASILITAS KHUSUS.
25. kV adalah kilo-Volt.

PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA


26. kW adalah kilo-Watt.
27. kWh adalah kilo-Watt-hour.
28. MW adalah Mega-Watt.
29. MWh adalah Mega-Watt-hour.
30. PEMBANGKIT adalah sebagaimana diuraikan pada Lampiran A Perjanjian ini.
31. PERIODE TAGIHAN adalah :

i. Periode yang dihitung sejak TANGGAL OPERASI KOMERSIAL PEMBANGKIT


sampai dengan tanggal terakhir dari bulan pada saat TANGGAL OPERASI
KOMERSIAL PEMBANGKIT; dan

ii. Setiap Bulan kalender berturut-turut sesudah itu; dan

iii. Periode waktu dimulai dari tanggal pertama bulan terakhir PERJANJIAN sampai
dengan tanggal terakhir PERJANJIAN, atau, apabila PERJANJIAN ini diakhiri
lebih awal sesuai dengan syarat-syarat dari PERJANJIAN ini, berarti periode
waktu dimulai dari tanggal pertama bulan di mana PERJANJIAN ini diakhiri
sampai dengan tanggal yang disepakati untuk pengakhiran PERJANJIAN.

32. PERIODE PERJANJIAN adalah sebagaimana dijelaskan pada Pasal 3 ayat (1)
Perjanjian ini.
33. PIHAK LAIN adalah pihak selain PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA yang
memiliki hubungan dengan pelaksanaan pembangunan, pengembangan maupun
pengoperasian PEMBANGKIT.
34. POTENSI DISALURKAN (PD) adalah jumlah ENERGI LISTRIK (dalam kWh) per
jam yang diharapkan dapat disalurkan oleh PEMBANGKIT pada saat terjadinya
KELUAR DIPERHITUNGKAN, sebagaimana ditetapkan pada Pasal 9 Perjanjian ini.
35. PROTAP (Prosedur Tetap) adalah Prosedur Tetap Operasi, Pengukuran,
Transaksi dan Setelmen serta komunikasi yang dibuat dan disepakati PARA
PIHAK.
36. PROYEK adalah sebagaimana dijelaskan pada Pasal 2 Perjanjian ini.
37. RUPIAH (Rp) adalah Mata Uang resmi Republik Indonesia.
38. SERTIFIKAT LAIK OPERASI (SLO) adalah keterangan tertulis layak operasi yang
diterbitkan oleh Lembaga Inspeksi Teknik yang terakreditasi atau yang ditetapkan
oleh Menteri sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
39. SISTEM PENGUKURAN adalah semua meteran, alat pengukuran, dan peralatan
terkait yang digunakan untuk mengukur dan mencatat pengiriman dan penerimaan
atas ENERGI LISTRIK pada TITIK TRANSAKSI sebagaimana diuraikan pada
Lampiran A Perjanjian ini.

PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA


40. STUDI PENYAMBUNGAN adalah kajian tingkat tinggi dari PROYEK PEMBANGKIT
untuk menentukan titik layak sambung dan mengidentifikasi dampak buruk
potensial pada JARINGAN MILIK PIHAK PERTAMA.
41. TAGIHAN adalah dokumen penagihan untuk pembayaran dalam mata uang Rupiah
atas penyaluran Tenaga Listrik untuk setiap PERIODE TAGIHAN.
42. TAHUN berarti jangka waktu 12 (dua belas) bulan berturut-turut dengan bulan
pertama dimulai pukul 00.00 waktu Indonesia setempat pada hari pertama bulan
berikutnya setelah TANGGAL OPERASI KOMERSIAL PEMBANGKIT dan berakhir
pukul 24.00 waktu Indonesia setempat pada hari terakhir dari bulan kedua belas,
di mana Tahun berikutnya dimulai pada hari anniversary TANGGAL OPERASI
KOMERSIAL PEMBANGKIT.
43. TAHUN FISKAL adalah periode 12 (dua belas) bulan berturut-turut dimulai dari
tanggal 1 Januari jam 00:00 waktu setempat dan berakhir pada tanggal 31
Desember jam 24:00 waktu setempat.
44. TANGGAL MULAI KONSTRUKSI adalah tanggal saat PIHAK KEDUA menerbitkan
dan menyerahkan surat pernyataan dimulainya konstruksi kepada PIHAK
PERTAMA sebagaimana dimaksud Pasal 5 ayat (2) Perjanjian ini.
45. TANGGAL OPERASI KOMERSIAL PEMBANGKIT adalah tanggal pertama kali
ENERGI LISTRIK yang dihasilkan PEMBANGKIT mulai disalurkan ke TITIK
INTERKONEKSI, terhitung sejak terbitnya SERTIFIKAT UJI LAIK OPERASI, yang
akan dinyatakan dalam Berita Acara TANGGAL OPERASI KOMERSIAL
PEMBANGKIT.
46. TANGGAL PEMBIAYAAN adalah tanggal di mana syarat kondisi
prasyarat/preseden untuk TANGGAL PEMBIAYAAN sebagaimana yang
dipersyaratkan dalam Lampiran D Perjanjian ini telah tercapai dan dibuat Berita
Acara Pencapaian TANGGAL PEMBIAYAAN.
47. TANGGAL PENANDATANGANAN adalah tanggal dimana PERJANJIAN ini
ditandatangani dan semua syarat kondisi prasyarat / preseden untuk TANGGAL
PENANDATANGANAN pada Lampiran D Perjanjian ini terpenuhi. Sejak TANGGAL
PENANDATANGANAN, kewajiban-kewajiban tertentu sesuai Pasal 3 ayat (4)
Perjanjian ini diberlakukan.
48. TANGGAL PENUTUPAN PEMBIAYAAN adalah:
(i) tanggal ditandatanganinya perjanjian pembiayaan (senior debt) untuk
keseluruhan dana yang diperlukan (di luar equity) bagi pengembangan Proyek yang
sumber pendanaannya dari pinjaman, atau

PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA


(ii) tanggal dinyatakannya bukti kepemilikan equity untuk keseluruhan dana
pengembangan PROYEK berdasarkan dokumen laporan keuangan yang teraudit dan
surat pernyataan dari PIHAK KEDUA serta bukti rekening khusus (project account)
minimal 50 % (lima puluh persen) dari total biaya investasi pembangunan
PEMBANGKIT, bagi PIHAK KEDUA yang menggunakan sumber pendanaan
seluruhnya dari modal (equity).
49. TARGET TANGGAL OPERASI KOMERSIAL PEMBANGKIT adalah target waktu
tercapainya TANGGAL OPERASI KOMERSIAL PEMBANGKIT sebagaimana
tercantum dalam Lampiran C Perjanjian ini.
*) Sebagai acuan, TARGET TANGGAL OPERASI KOMERSIAL PEMBANGKIT
adalah 27 (dua puluh tujuh) bulan atau maksimal 48 (empat puluh delapan) bulan
setelah TANGGAL PEMBIAYAAN sesuai dengan kesepakatan PARA PIHAK yang
ditetapkan dalam Pasal 6 ayat (4) Perjanjian ini.
50. TITIK INTERKONEKSI adalah titik dimana FASILITAS INTERKONEKSI
menghubungkan JARINGAN MILIK PIHAK PERTAMA dengan FASILITAS
KHUSUS.
51. TITIK TRANSAKSI adalah titik fisik yang terletak di Tanjung Kemuning Kabupaten
Kaur, Provinsi Bengkulu atau pada titik koordinat 40 36' 24.60" LS 1030 10' 59.28"
BT sebagai tempat dipasangnya SISTEM PENGUKURAN. TITIK TRANSAKSI
ditetapkan oleh PIHAK PERTAMA berdasarkan Studi Penyambungan yang
merupakan bagian dari laporan Pra Studi Kelayakan atau Studi Kelayakan yang
disampaikan oleh PIHAK KEDUA.
52. UNIT adalah gabungan peralatan utama yang terdiri dari turbin, generator dan
gardu induk termasuk peralatan bantu lainnya sehingga pembangkit dapat
beroperasi sesuai kriteria yang telah ditetapkan.

PASAL 2

PROYEK

(1) PIHAK KEDUA akan mengembangkan dan membangun termasuk merancang,


merekayasa, pendanaan, konstruksi, pengujian, dan komisioning PEMBANGKIT
dengan kapasitas terpasang 3 x 2.0 MW di Kabupaten Kaur, Provinsi Bengkulu
melalui skema Build Operate and Own (BOO) temasuk SISTEM PENGUKURAN
sesuai Lampiran A Perjanjian ini, serta mengoperasikan dan memelihara
PEMBANGKIT sesuai dengan PROTAP yang telah disepakati PARA PIHAK.

PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA


(2) PIHAK KEDUA akan membangun FASILITAS KHUSUS berupa jaringan dan
FASILITAS INTERKONEKSI yang menghubungkan PEMBANGKIT ke TITIK
INTERKONEKSI, yang mencakup merancang, merekayasa, pendanaan, konstruksi,
pengujian dan komisioning sesuai dengan spesifikasi teknis pada Lampiran A
Perjanjian ini, serta mengoperasikan dan memelihara FASILITAS KHUSUS sesuai
dengan PROTAP yang telah disepakati PARA PIHAK kecuali dalam hal dialihkan
sebagaimana dimaksud Pasal 9 ayat (3) huruf d.
(3) PIHAK KEDUA setuju untuk menjual semua ENERGI LISTRIK yang dihasilkan dari
PEMBANGKIT dan mengirimkan ke TITIK TRANSAKSI kepada PIHAK PERTAMA
dan PIHAK PERTAMA setuju untuk membeli ENERGI LISTRIK yang dihasilkan dari
PEMBANGKIT pada TITIK TRANSAKSI berdasarkan syarat dan kondisi
sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 9 serta syarat dan kondisi lainnya yang
dinyatakan dalam PERJANJIAN.
(4) Pembelian ENERGI LISTRIK sebagaimana dinyatakan dalam ayat (3) Pasal ini
akan dibayarkan berdasarkan harga per kWh sebagaimana ditetapkan sebagai
HARGA ENERGI LISTRIK pada PASAL 10 PERJANJIAN ini dan berdasarkan
syarat dan kondisi yang dinyatakan dalam PERJANJIAN.

PASAL 3

PERIODE PERJANJIAN

(1) Dengan tunduk pada Pasal 3 ayat (4) PERJANJIAN ini mulai berlaku efektif sejak
TANGGAL PENANDATANGANAN sampai dengan berakhirnya PERIODE
PENGOPERASIAN, kecuali diakhiri lebih awal berdasarkan syarat dan kondisi yang
dinyatakan dalam PERJANJIAN ini.
(2) PERIODE PENGOPERASIAN adalah 240 (dua ratus empat puluh) bulan dimulai
dari jam 00:00 waktu Indonesia setempat hari pertama bulan setelah tercapainya
TANGGAL OPERASI KOMERSIAL PEMBANGKIT dan berakhir jam 24:00 waktu
Indonesia setempat hari terakhir bulan ke-240 (dua ratus empat puluh).
(3) Pada saat berakhirnya PERJANJIAN akibat berakhirnya PERIODE
PENGOPERASIAN sebagaimana dimaksud ayat (2) Pasal ini, PARA PIHAK dapat
melakukan kesepakatan baru berdasarkan syarat dan kondisi serta sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Kewajiban-kewajiban tertentu yang berlaku sejak TANGGAL
PENANDATANGANAN dan syarat tangguh untuk TANGGAL PEMBIAYAAN :

PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA


a. Kewajiban-kewajiban yang berlaku sejak TANGGAL
PENANDATANGANAN:
Di samping pelaksanaan Pasal 3 ayat (4) huruf b, persyaratan-persyaratan
dan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a, g,
h, i, j, k, l, m dan o, Pasal 5 ayat (1), Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, Pasal 18,
Pasal 19, Pasal 20, dan Pasal 22 sampai dengan Pasal 28 sepanjang
diperlukan secara wajar sebelum TANGGAL PEMBIAYAAN atau PASAL
lain sebagaimana ditetapkan dalam PERJANJIAN ini, akan berlaku penuh
pada dan sejak TANGGAL PENANDATANGANAN.
b. Syarat tangguh :
Kecuali sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (4) huruf a, kewajiban-
kewajiban PARA PIHAK berdasarkan PERJANJIAN ini sepenuhnya berlaku
sejak tanggal pada saat mana Berita Acara TANGGAL PEMBIAYAAN
sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) telah ditandatangani secara
bersama-sama oleh PARA PIHAK.

PASAL 4

KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB PARA PIHAK

Di samping hak dan kewajiban yang diatur dalam PASAL-PASAL lain, kewajiban dan
tanggung jawab masing-masing PIHAK adalah termasuk namun tidak terbatas pada:

(1) Kewajiban dan Tanggung Jawab PIHAK PERTAMA :

a. PIHAK PERTAMA wajib membeli ENERGI LISTRIK yang dihasilkan dari


PEMBANGKIT milik PIHAK KEDUA setelah tercapainya TANGGAL OPERASI
KOMERSIAL PEMBANGKIT sebagaimana dijelaskan pada PASAL 9 dan
sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam PERJANJIAN ini.

b. PIHAK PERTAMA wajib melakukan pembayaran kepada PIHAK KEDUA atas


JUMLAH ENERGI YANG DIPERHITUNGKAN sesuai dengan ketentuan yang
diatur dalam PERJANJIAN ini.

c. PIHAK PERTAMA bertanggung jawab untuk menjaga keandalan dan


memelihara fasilitas JARINGAN MILIK PIHAK PERTAMA untuk menerima dan
menyalurkan ENERGI LISTRIK dari PIHAK KEDUA.

(2) Kewajiban dan Tanggung Jawab PIHAK KEDUA:

PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA


a. PIHAK KEDUA bertanggung jawab untuk pengadaan tanah serta penyiapan,
negosiasi, penandatanganan dan pelaksanaan dokumen kesepakatan atau
perjanjian dengan PIHAK LAIN, termasuk perjanjian pembiayaan, perjanjian epc
(engineering, procurement, & construction), perikatan asuransi, perjanjian
operasi pemeliharaan (apabila ada) dan perjanjian terkait PROYEK lainnya,
yang diperlukan untuk memenuhi kewajiban PIHAK KEDUA berdasarkan
PERJANJIAN ini.

b. PIHAK KEDUA bertanggung jawab atas pembiayaan, pembangunan,


pengembangan, kepemilikan, dan pengoperasian serta pemeliharaan
PEMBANGKIT dengan kapasitas terpasang 3 UNIT x 2 MW (termasuk
Switchyard dan fasilitas-fasilitas pendukung lainnya) dan SISTEM
PENGUKURAN, sesuai uraian dalam Lampiran A Perjanjian ini, termasuk
namun tidak terbatas pada ketentuan untuk memenuhi persyaratan dan standar
yang berlaku di Indonesia.

c. PIHAK KEDUA bertanggung jawab atas pembiayaan, pembangunan, dan


pengembangan FASILITAS KHUSUS yakni berupa jaringan listrik sepanjang
+ 24 km (kurang lebih dua puluh empat kilo meter) dan FASILITAS
INTERKONEKSI yang menghubungkan PEMBANGKIT ke TITIK
INTERKONEKSI, sebagaimana dinyatakan dalam Lampiran A Perjanjian ini
dengan persyaratan dan stndar yang berlaku di Indonesia.

d. PIHAK KEDUA bertanggung jawab atas pengoperasian dan pemeliharaan atas


FASILITAS KHUSUS, kecuali dalam hal dialihkan sebagaimana dimaksud Pasal
9 ayat (3) huruf d.

e. PIHAK KEDUA wajib menjual dan menyalurkan semua ENERGI LISTRIK yang
dihasilkan PEMBANGKIT kepada PIHAK PERTAMA sebagaimana diatur dalam
PERJANJIAN ini, kecuali ditentukan lain dikemudian hari dengan kesepakatan
PARA PIHAK.

f. PIHAK KEDUA berkewajiban untuk menjaga keberlangsungan / kontinuitas


penjualan ENERGI LISTRIK kepada PIHAK PERTAMA sesuai dengan syarat
dan kondisi pada PERJANJIAN ini, kecuali dinyatakan lain sesuai dengan
kesepakatan PARA PIHAK pada masa yang akan datang.

g. PIHAK KEDUA bertanggung jawab mengurus semua perizinan dan/atau


persetujuan dari INSTITUSI PEMERINTAH, termasuk perpanjangan dan/atau
perubahannya yang diperlukan untuk pelaksanaan pembangunan,

PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA


pengoperasian, dan pemeliharaan PEMBANGKIT dan FASILITAS KHUSUS
termasuk pengurusan izin kepemilikan tanah.

h. PIHAK KEDUA bertanggung jawab mengelola dan membina tenaga kerja


sesuai Ketentuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Kecelakaan kerja yang yang dialami oleh operator atau
petugas PIHAK KEDUA atau PIHAK LAIN menjadi beban dan tanggung jawab
PIHAK KEDUA.

i. PIHAK KEDUA bertanggung jawab atas semua masalah hukum (termasuk


namun tidak terbatas pada klaim, gugatan dan/atau tuntutan PIHAK LAIN baik
masalah Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI), perizinan, dampak lingkungan
dan sebagainya) yang diajukan PIHAK LAIN terkait PROYEK.

j. Penunjukan KONTRAKTOR tidak membebaskan PIHAK KEDUA dari kewajiban


dan tanggung jawab sesuai PERJANJIAN ini.

k. PIHAK KEDUA bertanggung jawab memenuhi komposisi Tingkat Kandungan


Dalam Negeri (TKDN) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

l. PIHAK KEDUA bertanggung jawab untuk melaksanakan tanggung jawab sosial


(Corporate Social Responsibility / CSR) atas lingkungan PROYEK.

m. PIHAK KEDUA wajib menyampaikan Jaminan Pelaksanaan dan setiap


pembaharuan, perpanjangan atau penggantiannya kepada PIHAK PERTAMA
dalam bentuk Bank Garansi yang diterbitkan oleh Bank Umum atau Bank asing
yang beroperasi di Indonesia (tidak termasuk Bank Perkreditan Rakyat dan
Bank yang termasuk dalam daftar hitam/pengawasan), terdiri atas :

I. Jaminan Pelaksanaan Tahap I sebesar Rp 826.768.800,- (Delapan ratus


dua puluh enam juta tujuh ratus enam puluh delapan ribu delapan ratus
rupiah), yang disampaikan oleh PIHAK KEDUA kepada PIHAK PERTAMA
sebelum atau pada saat TANGGAL PENANDATANGANAN, dengan masa
berlaku 19 (sembilan belas) bulan sejak TANGGAL PENANDATANGANAN
dan akan dikembalikan setelah TANGGAL PEMBIAYAAN tercapai.

II. Jaminan Pelaksanaan Tahap II sebesar Rp 2.066.922.000,- (Dua milyar


enam puluh enam juta sembilan ratus dua puluh dua ribu rupiah), yang
disampaikan oleh PIHAK KEDUA kepada PIHAK PERTAMA pada saat
TANGGAL PEMBIAYAAN tercapai dan berlaku sejak TANGGAL
PEMBIAYAAN sampai dengan 28 (dua puluh delapan) bulan setelah

PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA


TARGET TANGGAL OPERASI KOMERSIAL PEMBANGKIT dan akan
dikembalikan setelah TANGGAL OPERASI KOMERSIAL PEMBANGKIT
tercapai.

n. PIHAK KEDUA berkewajiban penuh untuk membuat perencanaan teknis,


membangun PEMBANGKIT dan FASILITAS KHUSUS yang dapat disinkronkan
dengan JARINGAN MILIK PIHAK PERTAMA.

o. Selama PERIODE PERJANJIAN, PIHAK KEDUA harus memenuhi syarat dan


kondisi yang diperlukan sebagaimana dinyatakan dalam peraturan perundang-
undangan yang berlaku termasuk Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya
Mineral RI Nomor 19 Tahun 2015.

PASAL 5

PENCAPAIAN TANGGAL PEMBIAYAAN DAN TANGGAL MULAI KONSTRUKSI

(1) PIHAK KEDUA harus mencapai TANGGAL PEMBIAYAAN dalam waktu selambat-
lambatnya 18 (delapan belas) bulan dari TANGGAL PENANDATANGANAN,
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Tercapainya TANGGAL PEMBIAYAAN ditandai dengan terpenuhinya syarat
tangguh dan kondisi sebagai berikut yang dituangkan dalam Berita Acara
TANGGAL PEMBIAYAAN dan ditandatangani oleh PARA PIHAK:

i. Seluruh dokumen pada Lampiran D butir 3 PERJANJIAN ini telah


berlaku efektif.

ii. Seluruh perizinan dan persetujuan dari INSTITUSI PEMERINTAH


yang berwenang telah dipenuhi.

iii. TANGGAL PENUTUPAN PEMBIAYAAN telah tercapai.

b. Dalam hal TANGGAL PEMBIAYAAN tidak tercapai, maka PIHAK PERTAMA


berhak untuk mengakhiri PERJANJIAN ini dan mencairkan Jaminan
Pelaksanaan Tahap I sebagaimana dinyatakan dalam PASAL 19.
(2) PIHAK KEDUA harus mencapai TANGGAL MULAI KONSTRUKSI dalam waktu
paling lambat 3 (tiga) bulan sejak diterbitkannya IUPTL, dengan ketentuan sebagai
berikut :

PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA


a. Tercapainya TANGGAL MULAI KONSTRUKSI ditandai dengan penerbitan
dan penyerahan surat pernyataan dimulainya konstruksi oleh PIHAK
KEDUA kepada PIHAK PERTAMA yang dibuktikan dengan :

b. salinan Surat Perintah Kerja (SPK) dari PIHAK KEDUA kepada


KONTRAKTOR untuk memulai pembangunan PEMBANGKIT; dan

c. pekerjaan pembukaan dan persiapan lahan untuk bangunan utama


PEMBANGKIT telah dimulai, yang dapat diverifikasi oleh PIHAK PERTAMA
dengan kunjungan lapangan. PIHAK KEDUA setiap saat harus memberikan
akses ke lapangan kepada PIHAK PERTAMA.

d. Tercapainya TANGGAL MULAI KONSTRUKSI dituangkan dalam Berita


Acara TANGGAL MULAI KONSTRUKSI dan ditandatangani oleh PARA
PIHAK
e. Dalam hal terjadi keterlambatan pencapaian TANGGAL MULAI
KONSTRUKSI maka ketentuan dalam Pasal 10 ayat (2) akan diberlakukan.
f. Dalam hal terjadi kegagalan pencapaian TANGGAL MULAI KONSTRUKSI
yang bukan dikarenakan SEBAB KAHAR melebihi 15 (lima belas) bulan
sejak diterbitkannya IUPTL, maka PIHAK PERTAMA berhak untuk
mengakhiri PERJANJIAN ini dan mencairkan Jaminan Pelaksanaan Tahap II
sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 19.

PASAL 6

PEMBANGUNAN PEMBANGKIT DAN FASILITAS KHUSUS

(1) PIHAK KEDUA melaksanakan pembangunan PEMBANGKIT termasuk SISTEM


PENGUKURAN sebagaimana tercantum dalam Lampiran A Perjanjian ini dan
sesuai dengan standar serta syarat teknis yang berlaku di PIHAK PERTAMA.
(2) PIHAK KEDUA melaksanakan pembangunan FASILITAS KHUSUS sepanjang 24
km (kurang lebih dua puluh empat kilo meter) termasuk FASILITAS
INTERKONEKSI sebagaimana diuraikan pada Lampiran A Perjanjian ini dan sesuai
dengan standar serta syarat teknis yang berlaku di PIHAK PERTAMA.
(3) PARA PIHAK setuju pembangunan PEMBANGKIT akan dilakukan atau
dilaksanakan oleh PIHAK KEDUA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2)
Pasal ini sesuai ketentuan batasan teknis dalam Lampiran B Perjanjian ini, yang

PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA


dapat diubah, dimodifikasi, diganti maupun disesuaikan sepanjang memenuhi
persyaratan-persyaratan teknis yang berlaku dan setelah disepakati PARA PIHAK.
(4) Pembangunan PEMBANGKIT sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini harus
diselesaikan oleh PIHAK KEDUA sesuai TARGET TANGGAL OPERASI
KOMERSIAL PEMBANGKIT dalam jangka waktu maksimum 27 (dua puluh tujuh)
bulan terhitung sejak TANGGAL PEMBIAYAAN sesuai Lampiran C Perjanjian ini.

PASAL 7

PENGUJIAN DAN KOMISIONING

(1) Pengujian dan KOMISIONING dilakukan untuk :

a. Uji tanpa beban (no load test);

b. Uji sinkron PEMBANGKIT terhadap JARINGAN MILIK PIHAK PERTAMA;

c. Uji pembebanan (50%, 75% dan 100%);

d. Uji kapasitas;

e. Uji lepas beban pada beban nominal (100%);

f. Uji keandalan PEMBANGKIT; dan

g. Pengujian lainnya sesuai dengan standar dan syarat teknis yang berlaku di
PT PLN (Persero) serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Sebelum PEMBANGKIT dioperasikan terinterkoneksi dengan JARINGAN MILIK


PIHAK PERTAMA, harus dilakukan pengujian dan KOMISIONING terhadap
peralatan PEMBANGKIT dengan ketentuan sebelum dilakukan pengujian dan
KOMISIONING, koordinasi relay proteksi antara PEMBANGKIT dengan JARINGAN
MILIK PIHAK PERTAMA sudah harus dilakukan.
(3) PIHAK KEDUA harus memberitahukan/menyampaikan kepada PIHAK PERTAMA
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) HARI KALENDER sebelum KOMISIONING,
meliputi jadwal dan prosedur uji.
(4) Uji keandalan (reliability test) dilaksanakan selama 72 jam secara terus menerus
tanpa terputus dengan beban maksimum. Apabila dalam pelaksanaan uji keandalan
ini terjadi gangguan yang diakibatkan oleh sistem PIHAK KEDUA dalam waktu lebih
dari 1 (satu) jam, maka pelaksanaan uji keandalan diulang dari awal. Dalam hal
gangguan disebabkan oleh sistem PIHAK PERTAMA, maka uji keandalan dapat
diteruskan selama waktu yang tersisa.

PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA


(5) Pengujian unjuk kerja PEMBANGKIT dan uji keandalan (reliability test) harus
dilaksanakan dengan pengawasan Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Penunjang
Kelistrikan Bidang Inspeksi Teknik yang telah diakreditasi oleh Lembaga Akreditasi
dalam rangka KOMISIONING PEMBANGKIT.
(6) Pengujian individu peralatan PEMBANGKIT dapat dilaksanakan sendiri oleh PIHAK
KEDUA, dan hasil uji tersebut disampaikan kepada PIHAK PERTAMA.
(7) PIHAK KEDUA dapat melaksanakan interkoneksi ke sistem PIHAK PERTAMA
setelah PIHAK KEDUA mendapatkan rekomendasi laik bertegangan dan laik
sinkron yang dikeluarkan oleh Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Penunjang
Kelistrikan Bidang Inspeksi Teknik yang telah diakreditasi oleh Lembaga Akreditasi.

PASAL 8
PENGOPERASIAN DAN PEMELIHARAAN PEMBANGKIT

(1) Saat operasi awal:


a. Pengoperasian PEMBANGKIT ke Sistem JARINGAN MILIK PIHAK
PERTAMA dilaksanakan setelah memperoleh SERTIFIKAT LAIK OPERASI
yang diterbitkan oleh Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Penunjang
Kelistrikan Bidang Inspeksi Teknik yang terakreditasi.
b. Setelah memperoleh SERTIFIKAT LAIK OPERASI sebagaimana dimaksud
dalam huruf a ayat (1) Pasal ini dan Surat Ijin Usaha Penyediaan Tenaga
Listrik maka PIHAK KEDUA akan melaksanakan operasi PEMBANGKIT
secara komersial. Tanggal dimulainya operasi ini ditetapkan sebagai
TANGGAL OPERASI KOMERSIAL PEMBANGKIT dan dibuat Berita Acara
Operasi Komersial Pembangkit yang ditandatangani oleh PARA PIHAK.
(2) Penyelesaian lebih awal PEMBANGKIT :
Jika PIHAK KEDUA dapat menyelesaikan dan mengoperasikan PEMBANGKIT
lebih awal dari batas waktu yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (4) dengan pemberitahuan tertulis kepada PIHAK PERTAMA 6 (enam) bulan
sebelum pengoperasian lebih awal, maka PARA PIHAK akan menyepakati tanggal
penyelesaian tersebut sebagai TANGGAL OPERASI KOMERSIAL dengan
dibuatkan Berita Acara Pengoperasian Lebih Awal yang ditandatangani oleh PARA
PIHAK.
(3) Ketentuan Pengoperasian dan Pemeliharaan

PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA


a. PIHAK KEDUA harus mengoperasikan dan memelihara PEMBANGKIT dan
seluruh fasilitasnya termasuk FASILITAS KHUSUS sesuai dengan
PROTAP yang ditentukan dan disepakati PARA PIHAK dan berdasarkan
GOOD UTILITY PRACTICE.

b. PARA PIHAK melakukan penyetelan relay pengaman untuk pengaturan


koordinasi peralatan pengaman PEMBANGKIT dengan peralatan
pengaman pada JARINGAN MILIK PIHAK PERTAMA sehingga dapat
berinterkoneksi dengan baik pada JARINGAN MILIK PIHAK PERTAMA.

c. Untuk pemeliharaan terencana, PIHAK KEDUA harus memberitahu secara


tertulis kepada PIHAK PERTAMA 15 (lima belas) HARI KALENDER
sebelumnya, termasuk perkiraan lama keluar.

d. Jika terjadi gangguan pada PEMBANGKIT yang mengakibatkan terhentinya


penyaluran ENERGI LISTRIK oleh PIHAK KEDUA, PIHAK KEDUA harus
menyampaikan pemberitahuan kepada PIHAK PERTAMA sedikitnya 1x24
jam setelah terjadinya gangguan yang disebabkan oleh keluar darurat yang
terjadi pada PEMBANGKIT milik PIHAK KEDUA.

e. Jika gangguan sebagaimana pada butir d diatas memerlukan perbaikan lebih


dari 1 x 24 jam, PIHAK KEDUA harus memberitahukan kepada PIHAK
PERTAMA perkiraan waktu yang diperlukan untuk mengoperasikan kembali
PEMBANGKIT.

f. Penunjukan KONTRAKTOR tidak membebaskan PIHAK KEDUA dari


kewajiban dan tanggung jawab sesuai PERJANJIAN.

(4) Tata Cara Operasi


a. 1 (satu) bulan sebelum TANGGAL OPERASI KOMERSIAL PEMBANGKIT,
PIHAK KEDUA menyampaikan DEKLARASI PRODUKSI TAHUNAN kepada
PIHAK PERTAMA untuk sisa TAHUN FISKAL pada tahun tersebut (tahun ke
0), dimulai pada tanggal 1 bulan pertama setelah TANGGAL OPERASI
KOMERSIAL PEMBANGKIT sampai dengan bulan Desember tahun
tersebut.
DEKLARASI PRODUKSI TAHUNAN ini tidak termasuk DEKLARASI
PRODUKSI TAHUNAN dalam tabel DEKLARASI PRODUKSI TAHUNAN
sebagaimana tercantum dalam Lampiran A Perjanjian ini.

PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA


Kecuali jika TANGGAL OPERASI KOMERSIAL PEMBANGKIT tercapai
pada bulan Desember tahun ke 0, maka PIHAK KEDUA menyampaikan
DEKLARASI PRODUKSI TAHUNAN untuk tahun ke 1.
b. Untuk tahun berikutnya, pada setiap bulan September TAHUN FISKAL
berjalan, PIHAK KEDUA harus menyampaikan Rencana PROFIL
PEMBANGKITAN untuk tahun berikutnya kepada PIHAK PERTAMA.
DEKLARASI PRODUKSI TAHUNAN yang tercantum dalam PROFIL
PEMBANGKITAN ini adalah sesuai contoh tabel pada Lampiran A
Perjanjian ini.
c. Jika terjadi KELUAR DIPERHITUNGKAN, PARA PIHAK akan mencatat
waktu dan lama terjadinya KELUAR DIPERHITUNGKAN dan dituangkan
dalam Berita Acara KELUAR DIPERHITUNGKAN.
(5) PROFIL PEMBANGKITAN
PROFIL PEMBANGKITAN terdiri dari periode bulanan selama 12 (dua belas) bulan
TAHUN FISKAL dan harus mencakup:
a. Jadwal Keluar terencana dan Pemeliharaan terencana selama 1 (satu)
TAHUN FISKAL.
b. DEKLARASI PRODUKSI TAHUNAN yang terdiri dari DEKLARASI
PRODUKSI BULANAN untuk setiap BULAN pada TAHUN FISKAL tersebut.
c. Kondisi dan kinerja PEMBANGKIT yang mencakup namun tidak terbatas
pada: kesiapan PEMBANGKIT dan status terkini dari seluruh peralatan yang
mempengaruhi kesiapan pembangkitan dan penyaluran listrik.
(6) Pada setiap akhir TAHUN FISKAL berjalan, PIHAK KEDUA dan PIHAK PERTAMA
melakukan rekonsiliasi tahunan berdasarkan DPT dan total JUMLAH ENERGI YANG
DIPERHITUNGKAN, untuk 1 (satu) TAHUN FISKAL kecuali untuk Tahun ke 0. Hasil
rekonsiliasi dituangkan dalam Berita Acara Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud
Pasal 9 ayat (4).
(7) PIHAK KEDUA harus menyediakan dan memasang perangkat telekomunikasi sesuai
dengan standar PIHAK PERTAMA sebagaimana dijelaskan pada Lampiran A
Perjanjian ini. PARA PIHAK harus saling menginformasikan secara lisan dan tulisan
pada kondisi operasi dan harus melakukan komunikasi sesuai dengan PROTAP.
(8) Selama PERIODE PERJANJIAN, perwakilan yang berwenang dari PIHAK
PERTAMA berhak setiap waktu dan dengan alasan yang jelas sebelumnya, memiliki
akses ke PEMBANGKIT milik PIHAK KEDUA sebagaimana disebutkan dalam
PERJANJIAN ini, termasuk ruang kontrol dan FASILITAS INTERKONEKSI, untuk
pembacaan dan pemeliharaan meter serta melakukan semua ulasan inspeksi,

PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA


pemeliharaan, pelayanan dan operasional yang mungkin diperlukan untuk
memfasilitasi kinerja PERJANJIAN ini.

PASAL 9

PEMBELIAN ENERGI LISTRIK DAN PROSEDUR TRANSAKSI

(1) Ketentuan Pembelian Listrik dan Transaksi


a. ENERGI LISTRIK yang dikirim oleh PIHAK KEDUA sebelum TANGGAL
OPERASI KOMERSIAL PEMBANGKIT pada saat pengujian dan
KOMISIONING dan uji penerimaan sebagaimana dinyatakan Pasal 7 tidak
dianggap sebagai pelaksanaan jual beli dan PIHAK PERTAMA tidak
mempunyai kewajiban untuk membayar ENERGI LISTRIK tersebut.
b. Mulainya operasi komersial yang dinyatakan dengan Berita Acara Operasi
Komersial PEMBANGKIT dan ditandatangani oleh PARA PIHAK
sebagaimana diuraikan pada Pasal 8 ayat (1) atau Pasal 8 ayat (2) harus
dianggap sebagai mulainya pembelian ENERGI LISTRIK dari PIHAK
KEDUA ke PIHAK PERTAMA.
c. Dalam hal terjadi KELEBIHAN ENERGI LISTRIK, PIHAK PERTAMA
memiliki pilihan, namun tidak wajib untuk menerima dan membeli ENERGI
LISTRIK berdasarkan syarat dan ketentuan yang ada dalam PERJANJIAN.
Dalam hal PIHAK PERTAMA menerima KELEBIHAN ENERGI LISTRIK
yang dimaksud, harga KELEBIHAN ENERGI LISTRIK adalah sebagaimana
diatur dalam Pasal 10 ayat (4).

d. PIHAK KEDUA diperbolehkan membeli listrik dari PIHAK PERTAMA untuk


pemakaian sendiri sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 huruf e Pasal ini,
namun PIHAK KEDUA tidak diperbolehkan membeli listrik selain dari PIHAK
PERTAMA untuk kebutuhan apapun.

(2) Kondisi Khusus untuk PIHAK KEDUA


a. PIHAK KEDUA harus mengambil semua langkah-langkah yang diperlukan
untuk dapat memenuhi jumlah ENERGI LISTRIK yang tercantum dalam
PROFIL PEMBANGKITAN yang disampaikan kepada PIHAK PERTAMA
sesuai Pasal 8 ayat (5).

PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA


b. PIHAK KEDUA dapat menghentikan atau mengurangi pengiriman ENERGI
LISTRIK kepada PIHAK PERTAMA berdasarkan PROFIL PEMBANGKITAN
yang diakibatkan kondisi berikut:
i. Ada pekerjaan pemeliharaan terencana sebagaimana dijadwalkan dalam
PROFIL PEMBANGKITAN sesuai ketentuan Pasal 8 ayat (5).
ii. Adanya keadaan darurat /SEBAB KAHAR.
c. PIHAK KEDUA tidak dapat menghentikan atau mengurangi penyaluran
ENERGI LISTRIK kepada PIHAK PERTAMA berdasarkan PROFIL
PEMBANGKITAN, dan akan dikenakan PENALTI apabila ENERGI LISTRIK
yang disalurkan kurang dari 80 % (delapan pulu persen) dari DPB
sebagaimana dimaksud Lampiran E Perjanjian ini, yang diakibatkan kondisi
berikut :

i. Adanya penghentian atau pengurangan ENERGI LISTRIK akibat


ketidaktersediaan air untuk pengoperasian PEMBANGKIT dan
penyaluran ENERGI LISTRIK.

ii. Adanya penghentian atau pengurangan ENERGI LISTRIK dengan


tujuan pengalihan penyaluran ENERGI LISTRIK tersebut untuk
pemakaian / penyaluran kepada PIHAK LAIN.

iii. Kondisi lainnya yang tidak diakibatkan kondisi sebagaimana dimaksud


huruf b ayat (2) Pasal ini.

d. Sebelum memulai penghentian sementara atau pengurangan penyaluran


ENERGI LISTRIK sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b Pasal ini,
maka PIHAK KEDUA harus menyampaikan atau memberitahukan kepada
PIHAK PERTAMA sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) HARI KALENDER
sebelumnya, pemberitahuan ini harus berisi penjelasan penyebab
penghentian serta prakiraan dimulai dan jangka waktu lamanya
penghentian.
e. Apabila PIHAK KEDUA memerlukan energi listrik untuk pemakaian sendiri
pada saat sebelum dan selama masa konstruksi, serta selama masa
operasi, jika ada, termasuk untuk pemeliharaan atau perbaikan gangguan
(pada saat mesin PEMBANGKIT milik PIHAK KEDUA tidak dapat
dioperasikan), maka PIHAK KEDUA dapat mengajukan permohonan kepada
PIHAK PERTAMA untuk menyalurkan energi listrik tersebut. Untuk
penggunaan energi listrik tersebut, biaya penyambungan dan jenis tarif yang

PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA


dikenakan akan ditentukan oleh PIHAK PERTAMA sesuai ketentuan yang
berlaku.
(3) Kondisi Khusus PIHAK PERTAMA

a. PIHAK PERTAMA harus menyampaikan secara tertulis selambat-lambatnya


15 (lima belas) HARI KALENDER kepada PIHAK KEDUA mengenai
Rencana Pemeliharaan Sistem PIHAK PERTAMA yang akan
mempengaruhi penyaluran ENERGI LISTRIK dari PIHAK KEDUA.
b. PIHAK PERTAMA dapat menghentikan sementara atau mengurangi
penyaluran ENERGI LISTRIK dari PIHAK KEDUA serta dikecualikan dari
perhitungan KELUAR DIPERHITUNGKAN jika :
i. Adanya pekerjaan pemeliharaan terencana pada sistem milik PIHAK
PERTAMA sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a Pasal ini;
ii. Adanya keadaan darurat / SEBAB KAHAR atau kondisi lainnya yang
tidak diakibatkan kondisi sebagaimana dimaksud ayat (3) huruf c Pasal
ini.
c. KELUAR DIPERHITUNGKAN adalah suatu kejadian (dihitung sejak TAHUN
FISKAL 1) ketika PIHAK PERTAMA tidak dapat menerima ENERGI LISTRIK
yang dihasilkan dari PEMBANGKIT pada JAM PRODUKSI yang diakibatkan
kondisi berikut :

i. Gangguan sistem yang melebihi 30 (tiga puluh) menit untuk setiap kali
gangguan;

ii. Apabila terjadi gangguan yang diakibatkan oleh antara lain dan tidak
terbatas pada terbakarnya atau terputusnya JARINGAN MILIK PIHAK
PERTAMA maka ketentuan perhitungan KELUAR DIPERHITUNGKAN akan
mulai diberlakukan apabila PIHAK PERTAMA tidak dapat memperbaiki atau
memulihkan gangguan sistem tersebut dalam jangka waktu 3x24 jam untuk
setiap kali gangguan.

KELUAR DIPERHITUNGKAN yang diperhitungkan adalah hanya pada JAM


PRODUKSI. Dengan ketentuan jika KELUAR DIPERHITUNGKAN
sebagaimana dinyatakan di sini melebihi 300 jam per tahun (setiap TAHUN
FISKAL), maka PIHAK PERTAMA akan dikenakan kewajiban pembayaran
KOMPENSASI ATAS KELUAR DIPERHITUNGKAN untuk TAHUN FISKAL
tersebut.

Setiap kejadian KELUAR DIPERHITUNGKAN didapat dari data rekaman


SISTEM PENGUKURAN dan jika dimungkinan, dari data logger.

PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA


d. Dalam hal PIHAK PERTAMA memerlukan menggunakan FASILITAS
KHUSUS, maka PIHAK KEDUA akan menyerahkan FASILITAS KHUSUS
kepada PIHAK PERTAMA sesuai Prosedur Serah Terima pada Lampiran G
Perjanjian ini dan selanjutnya PIHAK PERTAMA akan memiliki serta
bertanggung jawab untuk mengoperasikan dan memelihara FASILITAS
KHUSUS.

(4) Rekonsiliasi dan Perhitungan Penalti


a. Setiap tanggal 1 Januari TAHUN FISKAL berjalan, PARA PIHAK akan
bersama-sama melakukan rekonsiliasi tahunan untuk PERIODE TAGIHAN 1
(satu) TAHUN FISKAL sebelum tahun berjalan yang dituangkan dalam Berita
Acara Rekonsiliasi Tahunan.
b. Rekonsiliasi dilakukan atas Total JUMLAH ENERGI YANG
DIPERHITUNGKAN selama tahun sebelumnya terhadap DPT tahun
sebelumnya.
c. Berdasarkan hasil rekonsiliasi, dilakukan perhitungan PENALTI sebagaimana
diatur dalam Lampiran E Perjanjian ini.

PASAL 10

HARGA PEMBELIAN ENERGI LISTRIK

(1) HARGA PEMBELIAN ENERGI LISTRIK


a. PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA sepakat bahwa harga ENERGI
LISTRIK TERUKUR pada TITIK TRANSAKSI sebagaimana dimaksud dalam
PASAL 2 ayat 4 PERJANJIAN ini adalah :
i. Rp 1.210,- (Seribu dua ratus sepuluh rupiah) per kWh untuk Tahun ke-1
sampai dengan Tahun ke-8 sejak TANGGAL OPERASI KOMERSIAL
PEMBANGKIT; dan
ii. Rp 935,- (Sembilan ratus tiga puluh lima rupiah) per kWh untuk Tahun
ke-9 sampai dengan Tahun ke-20 sejak TANGGAL OPERASI
KOMERSIAL PEMBANGKIT.
b. Harga ENERGI LISTRIK TERUKUR sebagaimana dimaksud dalam huruf a
sudah termasuk FASILITAS KHUSUS yakni biaya pengadaan jaringan
penyambungan dari PEMBANGKIT ke JARINGAN MILIK PIHAK PERTAMA
dan berlaku tetap tanpa eskalasi.

PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA


c. Dalam hal terdapat ketentuan perundang-undangan dan atau kebijaksanaan
Pemerintah yang tidak memungkinkan penggunaan transaksi dengan non-
rupiah (valuta asing), PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA sepakat bahwa
Harga ENERGI LISTRIK TERUKUR sebagaimana dimaksud dalam huruf a
diatas akan dinyatakan dalam bentuk Rupiah dan dituangkan dalam
Amandemen atas PERJANJIAN.
(2) Dalam hal terjadi keterlambatan TANGGAL MULAI KONSTRUKSI yang bukan
dikarenakan SEBAB KAHAR, maka sanksi penurunan harga diterapkan pada harga
ENERGI LISTRIK TERUKUR untuk 8 (delapan) tahun pertama sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a butir (i) dengan ketentuan sebagai berikut
:
a. Keterlambatan sampai dengan 3 (tiga) bulan sejak diterbitkannya IUPTL
dikenakan penurunan harga sebesar 1% (satu persen);
b. Keterlambatan lebih dari 3 (tiga) bulan sampai dengan 6 (enam) bulan sejak
diterbitkannya IUPTL dikenakan penurunan harga sebesar 2% (dua persen);
dan
c. Keterlambatan lebih dari 6 (enam) bulan sejak diterbitkannya IUPTL
dikenakan penurunan harga sebesar 3% (tiga persen).
(3) Penurunan harga sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) Pasal ini wajib dituangkan
dalam Amandemen PERJANJIAN, dengan ketentuan, apabila PIHAK KEDUA
karena alasan apapun tidak dapat atau menolak untuk menandatangani
Amandemen Perjanjian terkait penurunan harga diatas, maka PIHAK PERTAMA
berhak untuk mengenakan penalti penurunan harga secara otomatis terhitung sejak
TANGGAL OPERASI KOMERSIAL PEMBANGKIT tanpa memerlukan persetujuan
PIHAK KEDUA terlebih dahulu.
(4) Harga KELEBIHAN ENERGI LISTRIK
PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA sepakat bahwa HARGA yang akan dibayar
oleh PIHAK PERTAMA untuk KELEBIHAN ENERGI LISTRIK adalah sama dengan
50% (lima puluh persen) dari HARGA ENERGI LISTRIK sebagaimana dinyatakan
pada ayat 1 PASAL ini.
(5) Perubahan Harga Di luar PASAL 10 ayat 1
Penyesuaian harga ENERGI LISTRIK hanya dapat dilakukan apabila terdapat
perubahan peraturan perundang-undangan atau Peraturan dari Pemerintah atau
Ketetapan Direksi PIHAK PERTAMA, yang dituangkan dalam Amandemen
Perjanjian.

PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA


PASAL 11

PENAGIHAN DAN PEMBAYARAN

(1) PIHAK KEDUA akan menyampaikan TAGIHAN terinci untuk setiap PERIODE
TAGIHAN kepada PIHAK PERTAMA dengan perhitungan sesuai dengan
ketentuan Lampiran E Perjanjian ini selambat-lambatnya 7 (tujuh) HARI KERJA
terhitung sejak akhir PERIODE TAGIHAN dan PIHAK PERTAMA akan membayar
kepada PIHAK KEDUA sesuai TAGIHAN yang jatuh tempo melalui Rekening atas
nama PIHAK KEDUA pada :
Nama : PT. Sahung Brantas Energi
Nama Bank : Bank Negara Indonesia (BNI)
Nomor Rekening : 0432567897
(2) Pembayaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini akan dilakukan setiap
bulan oleh PIHAK PERTAMA kepada PIHAK KEDUA selambat-lambatnya 15 (lima
belas) HARI KERJA terhitung sejak PIHAK PERTAMA menerima Surat Permintaan
Pembayaran yang lengkap, benar dan tidak cacat dari PIHAK KEDUA.
(3) Pembayaran atas ENERGI LISTRIK TERUKUR sesuai TAGIHAN dilakukan dalam
mata uang Rupiah menggunakan nilai tukar tengah Bank Indonesia atau kurs
Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) tanggal H-1 dari tanggal
TAGIHAN.
(4) Pengajuan pembayaran kepada PIHAK PERTAMA akan dilakukan oleh PIHAK
KEDUA sesuai dengan Lampiran E Perjanjian ini.
(5) Dokumen Penagihan :
Surat Permintaan Pembayaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) Pasal ini
harus dilengkapi dengan dokumen-dokumen antara lain :

a. Surat Permohonan Pembayaran;

b. Kwitansi 3 (tiga) rangkap;

c. Asli Berita Acara JUMLAH ENERGI YANG DIPERHITUNGKAN

d. Berita Acara Pembayaran

e. Salinan Perjanjian Pembelian Tenaga Listrik untuk pembayaran pertama


kali;

(6) Apabila permintaan pembayaran dari PIHAK KEDUA kepada PIHAK PERTAMA
belum dilengkapi baik seluruhnya maupun sebagian dari dokumen-dokumen

PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA


sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) Pasal ini, maka PIHAK PERTAMA akan
memberitahukan kepada PIHAK KEDUA dalam waktu paling lambat 5 (lima) HARI
KERJA sejak surat permintaan pembayaran diterima oleh PIHAK PERTAMA.
(7) Apabila PIHAK PERTAMA melakukan keterlambatan pembayaran sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2), maka PIHAK PERTAMA harus membayar biaya
keterlambatan untuk setiap HARI KERJA keterlambatan pembayaran sebesar 0,2
(dua per sepuluh ribu) per hari dengan batas maksimum 1% (satu persen) dari
nilai TAGIHAN terhitung sejak tanggal jatuh tempo sebagaimana dimaksud dalam
ayat 2 Pasal ini.
(8) Perselisihan Pembayaran
Dalam hal salah satu PIHAK memperselisihkan sebagian atau seluruh dari
JUMLAH ENERGI LISTRIK YANG DIPERHITUNGKAN termasuk untuk
pembayaran atas TAGIHAN yang sebelumnya tidak dipermasalahkan, maka:
a. PIHAK yang memperselisihkan dapat mengajukan permasalahan tersebut
kepada Arbitrase berdasarkan ketentuan pada PASAL 24 PERJANJIAN ini.
b. PIHAK PERTAMA harus membayar jumlah TAGIHAN yang tidak
diperselisihkan kepada PIHAK KEDUA
c. Untuk sisa bagian TAGIHAN yang diperselisihkan akan dibayarkan setelah
tercapai kesepakatan atau ketetapan.

PASAL 12

KETERLAMBATAN TANGGAL OPERASI KOMERSIAL PEMBANGKIT

(1) Apabila PIHAK KEDUA mengalami keterlambatan pencapaian TANGGAL


OPERASI KOMERSIAL PEMBANGKIT yang bukan diakibatkan SEBAB KAHAR
atau ketidaksiapan JARINGAN MILIK PIHAK PERTAMA sesuai batas waktu yang
ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4), maka PIHAK KEDUA
akan dikenakan biaya keterlambatan berupa denda sebesar 1 (satu per seribu)
dari jumlah perkiraan pembayaran per tahun untuk setiap HARI KALENDER
keterlambatan dengan batas maksimum selama 180 (seratus delapan puluh) HARI
KALENDER.
(2) Dalam hal setelah jangka waktu 15 (lima belas) bulan sejak TARGET TANGGAL
OPERASI KOMERSIAL PEMBANGKIT, PIHAK KEDUA tidak dapat mencapai
TANGGAL OPERASI KOMERSIAL PEMBANGKIT, maka PIHAK PERTAMA berhak
untuk mengakhiri PERJANJIAN dan mencairkan Jaminan Pelaksanaan Tahap II

PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA


sebagaimana diatur dalam Pasal 19.
(3) Dalam hal PEMBANGKIT telah siap dioperasikan komersial pada saat TARGET
TANGGAL OPERASI KOMERSIAL, namun TANGGAL OPERASI KOMERSIAL tidak
tercapai karena JARINGAN MILIK PIHAK PERTAMA tidak siap maka TANGGAL
OPERASI KOMERSIAL dianggap telah terjadi dan dituangkan dalam Berita Acara
Tanggal Operasi Komersial Dianggap.
(4) Dalam hal terjadi TANGGAL OPERASI KOMERSIAL Dianggap di atas, maka PARA
PIHAK sepakat penetapan TANGGAL OPERASI KOMERSIAL dilakukan dengan
pengaturan sebagai berikut :

a. Apabila setelah JARINGAN MILIK PIHAK PERTAMA dinyatakan siap dan saat
dilakukan pengujian PEMBANGKIT berhasil memenuhi syarat Pengujian dan
KOMISIONING sebagaimana diatur dalam PERJANJIAN ini, maka PARA PIHAK
sepakat bahwa:

i. TANGGAL OPERASI KOMERSIAL Dianggap dinyatakan sebagai


TANGGAL OPERASI KOMERSIAL

ii. Perhitungan ENERGI LISTRIK selama periode ditetapkannya TANGGAL


OPERASI KOMERSIAL Dianggap sampai dengan PEMBANGKIT diuji
setelah JARINGAN MILIK PIHAK PERTAMA dinyatakan siap tidak
diperhitungkan sebagai KELUAR DIPERHITUNGKAN.

iii. PIHAK KEDUA tidak akan dikenakan Denda Keterlambatan

b. Apabila setelah JARINGAN MILIK PIHAK PERTAMA dinyatakan siap dan saat
dilakukan pengujian PEMBANGKIT gagal atau tidak mampu memenuhi syarat
Pengujian dan KOMISIONING sebagaimana diatur dalam PERJANJIAN ini maka
PARA PIHAK sepakat bahwa :

i. TANGGAL OPERASI KOMERSIAL belum terjadi dan Berita Acara Tanggal


Operasi Komersial Dianggap dinyatakan batal.

ii. PIHAK KEDUA akan dikenakan Denda Keterlambatan terhitung sejak


PEMBANGKIT gagal memenuhi syarat Pengujian dan KOMISIONING saat
JARINGAN MILIK PIHAK PERTAMA siap sampai dengan PEMBANGKIT
ditetapkan memenuhi syarat Pengujian dan KOMISIONING sebagaimana
diatur dalam PERJANJIAN ini

PASAL 13

PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA


SISTEM PENGUKURAN, PENERAAN DAN MONITORING

(1) SISTEM PENGUKURAN ENERGI LISTRIK


a. Untuk mengukur jumlah ENERGI LISTRIK (kWh) yang dijual PIHAK KEDUA
kepada PIHAK PERTAMA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3),
PIHAK KEDUA harus menggunakan kWh meter elektronik yang mempunyai
kelas 0,2 sebagai METER UTAMA pada TITIK TRANSAKSI. PIHAK
PERTAMA dapat memasang METER PEMBANDING didekat TITIK
TRANSAKSI sebagai data pembanding. Apabila terjadi perbedaan hasil
pembacaan, maka PARA PIHAK dapat mengusulkan dilakukan pemeriksaan
atau peneraan untuk METER UTAMA yang disaksikan oleh PARA PIHAK,
sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan dalam PROTAP.
b. KWh meter yang dipasang adalah dari jenis elektronik yang dapat mengukur
dan merekam :

Energi listrik (dalam kWh) dua arah

Daya (dalam kW).

Daya reaktif (kVArh)

Tegangan dan arus

c. kWh meter elektronik tersebut harus mempunyai kemampuan penyimpanan


dan perekaman minimum 3 (tiga) bulan dengan interval waktu perekaman 10
(Sepuluh) menit
(2) Cara Pembacaan
a. Pembacaan dan pencatatan kWh meter sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
Pasal ini dilakukan bersama oleh wakil PARA PIHAK.
b. Pembacaan dan pencatatan pertama dilakukan pada TANGGAL OPERASI
KOMERSIAL PEMBANGKIT dan selanjutnya setiap BULAN dicatat dan
diunggah setiap tanggal 1 (satu).
c. Data yang diambil adalah data dari 1 (satu) BULAN sebelumnya
d. Apabila wakil dari salah satu PIHAK tidak dapat hadir, pada jadwal pembacaan
sebagaimana yang ditentukan dalam ayat 2 butir b PASAL ini, maka
pembacaan yang dilakukan oleh PIHAK yang hadir, dianggap sah.
e. Dari hasil pembacaan dan pencatatan alat ukur sebagaimana dimaksud dalam
ayat 2 butir a dan b PASAL ini dan dari hasil rekaman data pada kWh meter
elektronik sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 PASAL ini dibuatkan Berita

PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA


Acara Transaksi yang berisi ENERGI LISTRIK TERUKUR yang disalurkan dan
KELUAR DIPERHITUNGKAN.
f. Berita Acara Transaksi harus ditandatangani oleh wakil masing-masing PIHAK.
g. Berita Acara Transaksi harus disetujui oleh Pejabat yang berwenang dari
PIHAK PERTAMA yang akan digunakan untuk menghitung jumlah TAGIHAN
yang harus dibayar oleh PIHAK PERTAMA.
h. Berita Acara Transaksi akan dimintakan persetujuan kepada PIHAK PERTAMA
paling lambat 5 (lima) HARI KERJA sejak dari tanggal penyampaian Berita
Acara Transaksi oleh PIHAK KEDUA.

(3) Monitoring dan Peneraan


a. Alat ukur sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 PASAL ini sebelum dipasang
harus ditera dan disegel terlebih dahulu oleh Balai Metrologi setempat dengan
disaksikan oleh PARA PIHAK dan dibuat Berita Acaranya.

b. Biaya peneraan alat ukur sebagaimana dimaksud dalam huruf a menjadi beban
dan tanggung jawab PIHAK KEDUA

c. PIHAK PERTAMA diperkenankan memasang alat ukur pembanding, alat ukur


pembanding tersebut tidak dapat digunakan untuk membuat TAGIHAN kecuali
ada kegagalan pada alat pengukur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

d. PIHAK KEDUA melaksanakan tera ulang sekurang-kurangnya satu kali dalam


setahun dan harus dilakukan oleh Balai Metrologi setempat serta disaksikan
oleh PARA PIHAK.

e. Apabila terjadi kelainan pada alat ukur antara lain segel pengaman rusak atau
alat ukur gagal mencatat dengan benar (tidak sesuai standar) ENERGI
LISTRIK yang disalurkan, maka perhitungan ENERGI LISTRIK yang disalurkan
ditetapkan berdasarkan perhitungan alat ukur pembanding milik PIHAK
PERTAMA (alat ukur / kWh meter dalam kondisi baik), atau cara lain yang
disepakati PARA PIHAK sebagaimana tertuang dalam PROTAP apabila tidak
terdapat alat ukur pembanding.

f. Apabila salah satu PIHAK menghendaki dilakukan peneraan ulang terhadap


alat ukur sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf d Pasal ini , maka biaya-
biaya yang diperlukan untuk peneraan tersebut menjadi beban dan tanggung

PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA


jawab PIHAK yang menghendaki dilakukannya peneraan ulang tersebut. Tera
ulang sesuai dengan ketentuan Balai Metrologi setempat.

PASAL 14

ASURANSI

(1) PIHAK KEDUA atas biayanya sendiri harus mengasuransikan PROYEK termasuk
semua peralatan dan tenaga kerja selama masa konstruksi dan operasi
PEMBANGKIT terhadap semua kerugian dan kerusakan yang mungkin terjadi
termasuk business interuption risk.
(2) PIHAK KEDUA atas biayanya sendiri harus mengasuransikan FASILITAS KHUSUS
sampai dengan diserahkan ke PIHAK PERTAMA dalam hal terjadi pengalihan
sebagaimana dimaksud Pasal 9 ayat (3) huruf d.
(3) PIHAK KEDUA harus menyediakan Asuransi Tanggung Gugat (Liability Insurance)
terhadap PIHAK LAIN baik berupa cidera badan (bodily injury) atau kerusakan harta
benda (property damage) sehubungan dengan pelaksanaan pembangunan
pembangkit yang dilakukan oleh PIHAK KEDUA
(4) Kegagalan PIHAK KEDUA untuk mengasuransikan tidak membebaskan PIHAK
KEDUA dari kewajibannya mempertahankan cakupan asuransi sebagaimana
dijelaskan.
(5) Perusahan asuransi yang akan menanggung asuransi sebagaimana tersebut pada
ayat 1 dan 2 PASAL ini adalah sesuai Daftar Perusahaan Asuransi yang diterbitkan
Direksi PIHAK PERTAMA.

PASAL 15

GANTI RUGI

(1) Apabila dalam pelaksanaan PERJANJIAN ini terjadi kecelakaan, kerusakan,


kebakaran atau kehilangan dan lain-lain termasuk kerugian tidak langsung atau
lanjutan akibat kesalahan atau kelalaian salah satu PIHAK yang menimbulkan
kerugian pada PIHAK yang lainnya ataupun PIHAK LAIN, maka PIHAK yang
menimbulkan kerugian tersebut harus menanggung beban kerugian yang terjadi.

PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA


(2) Apabila dalam pelaksanaan PERJANJIAN ini baik sekarang maupun dikemudian
hari yang terjadi sebelum berakhinya PERJANJIAN ini sebagaimana dimaksud
pada Pasal 3 atau PENGAKHIRAN PERJANJIAN sebagaimana dimaksud pada
Pasal 19 terdapat tuntutan dari PIHAK LAIN kepada salah satu PIHAK, maka
penyelesaian tuntutan tersebut harus diselesaikan oleh PIHAK yang berkewajiban
menyelesaikan tuntutan tersebut dan PIHAK tersebut menjamin bahwa PIHAK yang
lain tidak akan mendapat tuntutan dari PIHAK LAIN.
(3) Ketentuan pada Pasal ini akan tetap berlaku meskipun PERJANJIAN ini telah
berakhir.

PASAL 16

SEBAB KAHAR

(1) Untuk keperluan PERJANJIAN ini, yang dimaksud dengan SEBAB KAHAR adalah
peristiwa yang terjadi karena sesuatu hal di luar kekuasaan PARA PIHAK yang
tidak dapat diramalkan sebelumnya oleh PARA PIHAK dan/atau berada di luar
batas kekuasaan PARA PIHAK yang langsung mengenai sasaran obyek
PERJANJIAN ini yang dapat mengakibatkan keterlambatan atau terhentinya
pekerjaan pembangunan, pelaksanaan PEMBANGKIT ataupun kegagalan
penyerahan/penerimaan ENERGI LISTRIK yang disebabkan oleh, antara lain dan
tidak terbatas pada :

a. Terjadi peperangan;

b. Kekacauan masyarakat umum : huru-hara, pemberontakan, sabotase,


kerusuhan dan demonstrasi dengan kekerasan;

c. Bencana alam: gempa bumi, kekeringan, banjir atau bencana alam lainnya
atau penemuan benda-benda yang berhubungan dengan sejarah di lokasi;

d. Pemogokan atau larangan bekerja atau adanya kerusuhan dan


penyerangan yang dilakukan oleh para pekerja dari perusahaan lain ;

(2) Jika PIHAK PERTAMA atau PIHAK KEDUA gagal untuk melaksanakan seluruh
atau sebagian kewajibannya sebagaimana diatur dalam PERJANJIAN ini sebagai
akibat dari suatu SEBAB KAHAR, sebagaimana tercantum dalam ayat (1) Pasal ini,

PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA


maka PIHAK tersebut akan dibebaskan dari kewajiban dengan ketentuan bahwa
PIHAK yang tidak dapat menunaikan kewajiban tersebut akan :
a. Menyampaikan dengan segera pemberitahuan secara lisan selambat-
lambatnya dalam waktu 3 (tiga) HARI KALENDER dan diikuti dengan
pemberitahuan secara tertulis dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat
belas) HARI KALENDER terhitung sejak kejadian dimaksud disertai dengan
keterangan tertulis dari Instansi yang berwenang mengenai terjadinya
SEBAB KAHAR tersebut atau untuk kondisi yang nyata-nyata secara awam
dapat terlihat bahwa kondisi tersebut termasuk dalam SEBAB KAHAR maka
tidak perlu dibuktikan dengan keterangan tertulis dari Instansi yang
berwenang.

b. Mengambil tindakan dengan segera untuk memperbaiki/mengatasi kejadian-


kejadian yang timbul karena SEBAB KAHAR tersebut dan menyampaikan
bukti-bukti yang dapat dipertanggungjawabkan bahwa segala upaya yang
layak telah diambil untuk memperbaiki akibat SEBAB KAHAR tersebut.

c. Melaksanakan segala upaya yang wajar untuk mengurangi atau membatasi


kerugian pada PIHAK lainnya sepanjang tindakan tersebut tidak akan
berpengaruh buruk terhadap kepentingan sendiri.

d. Menyampaikan pemberitahuan secara tertulis selambat-lambatnya 3 (tiga)


HARI KALENDER kepada PIHAK lainnya mengenai berakhirnya SEBAB
KAHAR.

(3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) Pasal ini
PIHAK yang mengalami SEBAB KAHAR tidak memberitahukan kejadian SEBAB
KAHAR tersebut kepada PIHAK lainnya, kejadian tersebut dianggap bukan sebagai
akibat SEBAB KAHAR
(4) Kewajiban salah satu PIHAK yang harus diselesaikan sebelum terjadinya SEBAB
KAHAR yang menyebabkan tidak dilaksanakannya kewajiban tersebut tidak dapat
dibebaskan sebagai akibat terjadinya SEBAB KAHAR
(5) Dalam hal SEBAB KAHAR terjadi di luar wilayah Indonesia, maka pemberitahuan
tentang SEBAB KAHAR harus disertai dengan keterangan pejabat setempat yang
berwenang dan disahkan oleh Perwakilan Resmi Republik Indonesia setempat.
(6) PIHAK PERTAMA tidak wajib menerima atau membayar ENERGI LISTRIK pada
saat terjadinya SEBAB KAHAR.

PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA


PASAL 17

PERPANJANGAN PERIODE PERJANJIAN

Dengan memperhatikan ketentuan PASAL 12 ayat (1) Perjanjian ini, dalam hal
terhentinya pembangunan dan/atau pengoperasian PEMBANGKIT sebagaimana
dimaksud dalam PASAL 6 dan PASAL 8 PERJANJIAN ini, yang disebabkan adanya
SEBAB KAHAR sebagaimana dimaksud dalam PASAL 16, kepada PIHAK KEDUA
diberikan perpanjangan waktu yang disepakati PARA PIHAK secara tertulis dalam
bentuk Amandemen terhadap PERJANJIAN ini sebagai kompensasi dari keterlambatan
tersebut dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

PASAL 18

PENGALIHAN PERJANJIAN

PIHAK KEDUA tidak dibenarkan untuk mengalihkan sebagian atau seluruh hak dan
kewajibannya berdasarkan PERJANJIAN ini kepada PIHAK LAIN selama PERIODE
PERJANJIAN.

PASAL 19
PENGAKHIRAN PERJANJIAN

(1) Selain akibat kondisi sebagaimana dimaksud ayat 5 PASAL ini, setiap peristiwa di
bawah ini merupakan kegagalan, kelalaian dan ketidakmampuan PIHAK KEDUA
yang dapat berakibat pada PENGAKHIRAN PERJANJIAN ini :

a. Kegagalan PIHAK KEDUA untuk mencapai TANGGAL MULAI


KONSTRUKSI melewati 15 (lima belas) bulan sejak diterbitkannya IUPTL
sebagaimana dimaksud dalam PASAL 5.

b. Kegagalan PIHAK KEDUA mencapai TANGGAL OPERASI KOMERSIAL


PEMBANGKIT PEMBANGKIT lebih dari 15 (lima belas) BULAN setelah
TARGET TANGGAL OPERASI KOMERSIAL PEMBANGKIT sebagaimana
dimaksud dalam PASAL 12.

c. Kegagalan PIHAK KEDUA untuk mengoperasikan PEMBANGKIT selama 7


(tujuh) HARI berturut-turut yang bukan diakibatkan SEBAB KAHAR atau

PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA


akibat kegagalan PIHAK PERTAMA melaksanakan kewajibannya
berdasarkan PERJANJIAN.

d. Terjadinya peristiwa-peristiwa berikut :

i. penyampaian keputusan akan adanya kepailitan, ketidakmampuan


keuangan, proses likuidasi, atau likuidasi atau peristiwa lainnya
yang serupa terkait kepa
ii. ada PIHAK KEDUA;
iii. penunjukan wali amanat, likuidator, kustodian, pejabat sementara
untuk melaksanakan proses pada butir (i), dimana penunjukan
orang tersebut tidak dicabut atau tetap bertahan selama lebih dari
60 (enam puluh) HARI KALENDER, atau
iv. perintah dari pengadilan yang berhak untuk melakukan proses
likuidasi, atau mengkonfirmasi kepailitan atau ketidakmampuan
keuangan, dimana perintah tersebut tidak dicabut atau tetap
bertahan selama lebih dari 60 (enam puluh) HARI KALENDER.

e. Penetapan PIHAK KEDUA sebagai Pengelola Tenaga Air Untuk Pembangkit


Listrik dicabut oleh INSTITUSI PEMERINTAH yang berwenang atau
dinyatakan batal demi hukum.

f. Kegagalan PIHAK KEDUA untuk melaksanakan tanggung jawab dan


kewajiban lainnya dalam PERJANJIAN ini diluar huruf a, b, c, d dan e
di atas.

(2) Pada saat terjadinya kegagalan PIHAK KEDUA sebagaimana dimaksud pada ayat
1 Pasal ini, prosedur berikut ini harus diikuti oleh PIHAK KEDUA:

a. PIHAK PERTAMA dapat memberikan Surat Peringatan kepada PIHAK


KEDUA atas terjadinya kegagalan PIHAK KEDUA (Surat Peringatan
Perbaikan).

b. PIHAK KEDUA harus menyampaikan laporan penyebab kegagalan dan


program perbaikan secara rinci kepada PIHAK PERTAMA dalam waktu
paling lambat 30 (tiga puluh) HARI KALENDER sejak menerima Surat
Peringatan Perbaikan. Jangka waktu pelaksanaan perbaikan maksimal 90
(sembilan puluh) HARI KALENDER sejak laporan dari PIHAK KEDUA
diterimaoleh PIHAK PERTAMA.

c. Dalam hal jangka waktu perbaikan sebagaimana dimaksud dalam Program


Perbaikan telah terlewati dan/atau tidak ditemukan kesepakatan antara

PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA


PARA PIHAK, maka PIHAK PERTAMA berhak mengakhiri PERJANJIAN
melalui pemberian Surat Peringatan Pemutusan kepada PIHAK KEDUA,
menyebutkan tanggal pemutusan Perjanjian yang tidak boleh kurang dari 30
(tiga puluh) HARI KALENDER setelah tanggal Surat Peringatan Pemutusan
tersebut.

d. Pada saat berakhirnya jangka waktu perbaikan sebagaimana dimaksud


pada ayat (2) huruf c PASAL ini dan kecuali:

i. ada kesepakatan lain dari PARA PIHAK, atau


ii. peristiwa yang menjadikan Surat Peringatan Pemutusan sudah
diperbaiki,
maka PERJANJIAN ini secara otomatis akan berakhir tanpa diperlukannya
Surat Pemutusan Perjanjian terlebih dahulu terhitung sejak tanggal
sebagaimana dimaksud dalam Surat Peringatan Pemutusan atau tanggal
kemudian yang disepakati PARA PIHAK.

e. Dalam hal PIHAK KEDUA tidak menyampaikan Program Perbaikan


sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b, maka PIHAK PERTAMA
berhak mengakhiri PERJANJIAN melalui pemberian Surat Peringatan
Pemutusan kepada PIHAK KEDUA dengan menyebutkan tanggal
pemutusan Perjanjian yang tidak boleh kurang dari 30 (tiga puluh) HARI
KALENDER setelah tanggal Surat Peringatan Pemutusan tersebut.

(3) Selain akibat kondisi sebagaimana dimaksud ayat 5 Pasl ini, setiap peristiwa di
bawah ini merupakan kegagalan PIHAK PERTAMA yang dapat berakibat pada
PENGAKHIRAN PERJANJIAN ini:
a. Kegagalan dari PIHAK PERTAMA untuk melakukan pembayaran
berdasarkan PERJANJIAN ini dalam waktu 3 (tiga) BULAN berturut-turut .
b. Proses likuidasi, merger, konsolidasi, penggabungan, reorganisasi,
rekonstruksi atau privatisasi PIHAK PERTAMA, kecuali sepanjang hal itu
tidak mempengaruhi kemampuan dari perusahaan baru untuk
melaksanakan kewajibannya berdasarkan PERJANJIAN ini.
(4) Pada saat terjadinya kegagalan PIHAK PERTAMA, sebagaimana dimaksud pada
ayat 3, prosedur berikut ini harus diikuti oleh PIHAK PERTAMA :
a. PIHAK KEDUA dapat memberikan Surat Peringatan kepada PIHAK
PERTAMA atas terjadinya Kegagalan PIHAK PERTAMA (Surat Peringatan
Perbaikan).

PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA


b. Dalam jangka waktu maksimal 30 (tiga puluh)HARI KALENDER setelah
menerima Surat Peringatan Perbaikan, PIHAK PERTAMA wajib
menyelesaikan semua kewajibannya berdasarkan PERJANJIAN ini.
c. Dalam hal PIHAK PERTAMA tidak dapat menyelesaikan kewajibannya
sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) huruf b dan/atau tidak ditemukan
kesepakatan antara PARA PIHAK, maka PIHAK KEDUA dapat memutus
PERJANJIAN ini.
d. Dalam hal pemutusan PERJANJIAN sebagaimana dimaksud dalam ayat (4)
huruf c terjadi pada periode berikut :
i. Tahun ke 1 sampai dengan Tahun ke 8 sejak TANGGAL OPERASI
KOMERSIAL, maka PIHAK PERTAMA wajib membeli PROYEK dan
membayar Harga Pengakhiran Proyek PIHAK KEDUA sesuai
dengan Lampiran H Perjanjian ini.
ii. Tahun ke 9 sampai dengan Tahun ke 20 sejak TANGGAL
OPERASI KOMERSIAL, maka PERJANJIAN ini berakhir tanpa
adanya kewajiban dari satu PIHAK kepada PIHAK lainnya, dan
untuk itu PIHAK KEDUA tidak berhak untuk mengajukan klaim,
ganti rugi atau kompensasi dalam bentuk apapun kepada PIHAK
PERTAMA.
e. Setelah pengakhiran PERJANJIAN ini, dalam hal PIHAK PERTAMA
membeli PROYEK dan membayar Harga Pengakhiran PROYEK
sebagaimana dimaksud dalam ayat 4 butir d, maka PIHAK KEDUA wajib
mengalihkan kepemilikan PROYEK kepada PIHAK PERTAMA atau PIHAK
LAIN yang ditunjuk PIHAK PERTAMA. Di mana PIHAK PERTAMA, atas
kebijaksanaan dan pilihannya sendiri, dapat melakukan pengambilalihan
tersebut melalui pengalihan saham para Pemegang Saham dari PIHAK
KEDUA atau pengalihan kepemilikan aset PROYEK sebagaimana prosedur
yang diatur dalam Lampiran H Perjanjian ini.
(5) Pengakhiran PERJANJIAN Akibat Kondisi Lainnya:
a. PIHAK PERTAMA berhak untuk melakukan PENGAKHIRAN PERJANJIAN
ini, dengan mengirimkan surat pemutusan kepada PIHAK KEDUA apabila
kondisi-kondisi untuk mencapai TANGGAL PEMBIAYAAN tidak/belum
terpenuhi dalam waktu selambat-lambatnya 18 (delapan belas) bulan
setelah TANGGAL PENANDATANGANAN, kecuali tidak terpenuhinya
kondisi tersebut diakibatkan karena kondisi SEBAB KAHAR namun tidak
termasuk kegagalan PIHAK KEDUA untuk membebaskan tanah untuk

PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA


keperluan PROYEK, PERJANJIAN ini akan berakhir pada tanggal yang
disebutkan dalam Surat Pemutusan tersebut tanpa adanya kewajiban dari
satu PIHAK kepada PIHAK lainnya, kecuali hak PIHAK PERTAMA untuk
mencairkan Jaminan Pelaksanaan Tahap I.
b. PIHAK PERTAMA atau PIHAK KEDUA dapat melakukan PENGAKHIRAN
PERJANJIAN ini, dalam hal:
(i) INSTITUSI PEMERINTAH yang berwenang mengeluarkan
keputusan dalam bentuk apapun termasuk surat, penetapan,
keputusan, peraturan, untuk mencabut penetapan PIHAK KEDUA
sebagai pengelola tenaga air untuk pembangkit tenaga listrik yang
bukan disebabkan kelalaian PIHAK KEDUA untuk memenuhi
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau
membatalkan penugasan PIHAK PERTAMA untuk membeli tenaga
listrik dari Pembangkit PIHAK KEDUA dan/atau
(ii) terdapat ketentuan perundang-undangan dan atau kebijaksanaan
Pemerintah yang tidak memungkinkan berlangsungnya
pelaksanaan atas PERJANJIAN ini, maka PERJANJIAN ini berakhir
secara otomatis pada tanggal pencabutan penetapan, pembatalan
penugasan atau penetapan ketentuan tersebut dan tidak ada satu
PIHAK pun yang akan bertanggung jawab kepada PIHAK lainnya
atas pengakhiran PERJANJIAN berdasarkan ayat ini.
c. PIHAK PERTAMA atau PIHAK KEDUA dapat mengakhiri PERJANJIAN ini
akibat SEBAB KAHAR, apabila SEBAB KAHAR tersebut telah berlangsung
selama 180 (seratus delapan puluh) hari kalender berturut-turut melalui
pemberitahuan tertulis kepada PIHAK lainnya.
(6) Konsekuensi Pengakhiran dan Pembayaran Jaminan Pelaksanaan:
a. Dalam hal PENGAKHIRAN PERJANJIAN karena kegagalan PIHAK KEDUA
mencapai TANGGAL PEMBIAYAAN, maka PIHAK PERTAMA berhak
mencairkan Jaminan Pelaksanaan Tahap I.
b. Dalam hal PENGAKHIRAN PERJANJIAN pada masa setelah TANGGAL
PEMBIAYAAN sampai sebelum TANGGAL OPERASI KOMERSIAL
PEMBANGKIT, yang disebabkan karena kegagalan PIHAK KEDUA maka
PIHAK PERTAMA berhak mencairkan Jaminan Pelaksanaan Tahap II.
(7) Dalam hal terjadi pengakhiran PERJANJIAN ini, PARA PIHAK menyatakan sepakat
untuk mengesampingkan ketentuan PASAL 1266 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata terhadap PERJANJIAN ini, pengakhiran dapat dilakukan secara sah dan

PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA


cukup dengan surat pemberitahuan secara tertulis tanpa perlu menunggu adanya
keputusan dari Hakim.
(8) PIHAK yang mengakhiri PERJANJIAN dinyatakan terbebas dari segala tuntutan
hukum dari PIHAK lainnya akibat pengakhiran PERJANJIAN ini, oleh karena itu
sepenuhnya menjadi tanggung jawab PIHAK yang diakhiri.
(9) Apabila saat PERJANJIAN ini berakhir, masih terdapat kewajiban yang belum
diselesaikan oleh salah satu PIHAK kepada PIHAK lainnya, maka PIHAK yang
masih mempunyai kewajiban tetap bertanggung jawab atas semua kewajiban
yang terjadi sebelum pemutusan PERJANJIAN ini sesuai dengan ketentuan
dalam PERJANJIAN ini.
(10) Pada saat PERJANJIAN ini berakhir karena kegagalan PIHAK KEDUA
sebagaimana dinyatakan dalam ayat 1 PASAL ini, PIHAK PERTAMA akan
mengirimkan surat rekomendasi pencabutan ijin-ijin terkait kepada Pemerintah
Daerah dan Instansi terkait, serta mengumumkan pengakhiran PERJANJIAN ini di
media.

PASAL 20

PAJAK DAN PUNGUTAN

PIHAK KEDUA wajib membayar pajak sesuai dengan undang-undang dan peraturan-
peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah yang
berkaitan dengan pembangunan dan pengoperasian PEMBANGKIT sebagaimana
dimaksud dalam PERJANJIAN ini.

PASAL 21

PERLINDUNGAN LINGKUNGAN

(1) PIHAK KEDUA wajib memenuhi baku mutu lingkungan serta melakukan
pengelolaan dan pemantauan lingkungan sesuai ketentuan Lampiran F Perjanjian
ini dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) PIHAK KEDUA wajib melaporkan secara berkala, berkaitan kondisi lingkungan
sejak pembangunan PEMBANGKIT dimulai, saat KOMISIONING dan selama
pengoperasian PEMBANGKIT kepada Ditjen Ketenagalistrikan atau Pejabat
Pemerintah yang berwenang dan PIHAK PERTAMA.

PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA


PASAL 22

KESELAMATAN DAN KESEHATN KERJA (K3)

Terkait dengan pelaksanaan pekerjaan dalam perjanjian ini Pihak Kedua wajib untuk
memenuhi ketentuan keselamatan dan kesehatan Kerja sebagai berikut :

(1) PIHAK KEDUA wajib mematuhi peraturan keselamatan dan kesehatan kerja di
lingkungan PIHAK PERTAMA;
(2) PIHAK KEDUA wajib memiliki dan menerapkan standar operasional prosedur
(SOP) dan Instruksi Kerja (IK) pekerjaan ;
(3) Seluruh SOP/IK dan tempat/lokasi bekerja harus melalui proses indentifikasi
bahaya dan pengendalian resiko terlebih dahulu, Tabel Indentifikasi Bahaya dan
Pengendalian Resiko atau disingkat HIRAC (Hazard Indentification Risk
Assesment Control) dijadikan sebagai lampiran kontrak;
(4) Sesuai hasil HIRAC, apabila pekerjaan dan atau tempat kerja didapati berpotensi
bahaya tinggi, sangat tinggi, fatal dan seterusnya wajib mengisi Job Safety Analyst
(JSA) dan Working Permit (ijin kerja);
(5) Menyiapkan APD secara lengkap dan layak;
(6) Peralatan kerja maupun peralatan proteksi harus lengkap dan aman;
(7) Petugas tenaga teknik PIHAK KEDUA wajib memiliki sertifikat
pelatihan/kompetensi;
(8) Untuk pekerja dan area kerja beresiko tinggi wajib menggunakan menerapkan
buddy sistem (tidak boleh bekerja atau masuk area kerja seorang diri);
(9) Wajib menerapkan BPJS Ketenagakerjaan;
(10) Wajib menggunakan sistem lock out dan tag out pada pekerjaan beresiko tinggi;
(11) Apabila terjadi kecelakaan kerja (terbukti akibat gagalnya sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja) maka mitra kerja bertanggung jawab secara
penuh dan segala kerugian ditanggung oleh mitra kerja.

PASAL 23

BAHASA DAN KETENTUAN HUKUM YANG BERLAKU

(1) Bahasa yang digunakan dalam PERJANJIAN ini adalah Bahasa Indonesia, dalam
hal diperlukan untuk kepentingan pembiayaan/pendanaan PIHAK KEDUA dengan

PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA


biayanya sendiri dapat menerjemahkan PERJANJIAN ini ke dalam Bahasa Inggris,
namun PARA PIHAK sepakat terjemahan tersebut tidak mengikat dan tidak memiliki
kekuatan hukum.

(2) PERJANJIAN ini, penafsiran dan pelaksanaan serta segala akibat yang
ditimbulkannya diatur, tunduk dan berada di bawah Ketentuan Hukum Republik
Indonesia.

PASAL 24

PERUBAHAN-PERUBAHAN

(1) PARA PIHAK sepakat bahwa setiap perubahan dalam PERJANJIAN ini hanya
dapat dilakukan atas persetujuan PARA PIHAK.
(2) Perubahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) PASAL ini setelah disepakati,
dibuat dalam suatu Addendum / Amandemen atau bentuk tertulis lainnya yang
ditandatangani oleh PARA PIHAK yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari PERJANJIAN ini

PASAL 25

PENYELESAIAN PERSELISIHAN

(1) Apabila timbul perselisihan di antara PARA PIHAK yang berkaitan dengan
pelaksanaan PERJANJIAN ini, maka PIHAK yang mengakui adanya perselisihan
tersebut akan memberitahukan secara tertulis tentang adanya perselisihan tersebut
kepada PIHAK lainnya dan PARA PIHAK akan berusaha menyelesaikan
perselisihan tersebut secara musyawarah dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) HARI
KALENDER sejak pemberitahuan tersebut.
(2) Apabila jangka waktu penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini
telah berakhir dan perselisihan tidak dapat diselesaikan secara musyawarah
mufakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini, maka PARA PIHAK
sepakat untuk menyelesaikan perselisihan tersebut melalui melalui Badan Arbitrase
Nasional Indonesia (BANI) berkedudukan di Jakarta yang putusannya adalah final
dan mengikat.

PASAL 26

KERAHASIAAN

PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA


(1) PARA PIHAK setuju bahwa masing-masing PIHAK bersedia dan akan memastikan
bahwa para karyawannya, para petugasnya, para komisaris dan para direkturnya
bersedia, dan akan melakukan upaya-upaya wajar untuk memastikan bahwa para
agennya akan menjaga kerahasiaan atas segala informasi, dokumentasi, data atau
pengetahuan yang diungkapkan kepadanya oleh PIHAK yang lain dan ditunjukkan
secara tertulis sebagai rahasia (Informasi Rahasia), dan tidak akan
mengungkapkan kepada PIHAK LAIN atau menggunakan Informasi Rahasia atau
salah satu bagian daripadanya tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari PIHAK
lainnya, dengan ketentuan bahwa Informasi Rahasia tersebut dapat diungkapkan
kepada :
a. organ atau lembaga-lembaga pemerintah sesuai dengan ketentuan hukum;
dan
b. lembaga(-lembaga) keuangan bona-fide, para pembeli atau para investor
potensial, serta para konsultan dan para KONTRAKTOR yang memerlukan
pengungkapan tersebut secara wajar, asalkan PIHAK LAIN tersebut harus
menyetujui terlebih dahulu untuk tidak mengungkapkan Informasi Rahasia
terkait kepada PIHAK LAIN manapun untuk tujuan apapun.
(2) Pembatasan-pembatasan dalam ayat 1 PASAL ini tidak berlaku atau berhenti
keberlakuannya, terhadap salah satu bagian dari Informasi Rahasia yang: (i)
menjadi milik umum (public domain) selain karena alasan pelanggaran atas
PERJANJIAN ini; (ii) dalam kepemilikan sah PIHAK penerima atau salah seorang
karyawan, petugas, komisaris atau direktur dari PIHAK penerima pada atau
sebelum saat pengungkapan; atau (iii) diperoleh oleh PIHAK penerima dengan
itikad baik dari suatu PIHAK lain yang berhak untuk mengungkapkannya atau (iv)
Informasi yang diperbolehkan atau diizinkan untuk diungkapkan berdasarkan
peraturan perundang-undangan, Peraturan Pemerintah, Surat Keputusan atau
Peraturan yang berlaku.
(3) Pembatasan-pembatasan yang tercantum dalam ayat 1 PASAL ini akan terus
berlaku meskipun PERJANJIAN ini diakhiri atau berakhir.

PASAL 27

ALAMAT DAN WAKIL PARA PIHAK

PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA


(1) Kecuali ditentukan lain dalam PERJANJIAN ini, setiap surat menyurat serta
pemberitahuan yang diperlukan dan diharuskan dalam melaksanakan PERJANJIAN
ini termasuk setiap TAGIHAN, permintaan penyelesaian perselisihan atau
hubungan lainnya harus dilakukan secara tertulis dan disampaikan kepada masing-
masing PIHAK yang bersangkutan secara pribadi, faksimile, atau melalui Pos
dengan alamat dan tujuan sebagai berikut :

PIHAK PERTAMA

Nama (Up) : Budi Pangestu

Jabatan : General Manager PT PLN (Persero)Wilayah Sumatera Selatan,


Jambi dan Bengkulu

Alamat : Jalan Kapten A. Rivai No. 37 Palembang - 30129

Telepon : (0711) 358355, 358671, 358804, 358859

Facsimile : (0711) 310376, 357440

Email : plns2jb@pln.co.id

PIHAK KEDUA

Nama (Up) : Dwi Kridayani

Jabatan : Direktur

Alamat : Jl. D.I Panjaitan Kav. 14, Jakarta Timur

Telepon : 021-29613918

Facsimile : 021-29613809

Email : sahungbrantas@gmail.com

(2) Perubahan wakil dan alamat PARA PIHAK tersebut di atas dapat dilakukan dengan
pemberitahuan secara tertulis terlebih dahulu kepada PIHAK lainnya.

PASAL 28

LAIN LAIN

PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA


(1) Keseluruhan PERJANJIAN
PERJANJIAN ini merupakan keseluruhan PERJANJIAN antara PIHAK PERTAMA
dan PIHAK KEDUA untuk pelaksanaan hal-hal yang diatur dalam PERJANJIAN.
Seluruh perjanjian, perundingan surat menyurat sebelum ditandatanganinya
PERJANJIAN ini baik lisan maupun tertulis yang berkaitan dengan pelaksanaan
PROYEK yang bertentangan dengan ketentuan - ketentuan dalam PERJANJIAN ini
menjadi tidak berlaku dan dianggap telah diganti dengan ketentuan-ketentuan
dalam PERJANJIAN ini.
(2) Pelepasan Hak
Tidak satu PIHAK pun, dapat dianggap telah melepaskan haknya berdasarkan
PERJANJIAN ini, kecuali PIHAK tersebut telah menyampaikan kepada PIHAK
lainnya pelepasan hak tersebut secara tertulis dan ditandatangani oleh pejabat
yang berwenang dari PIHAK yang melepaskan hak tersebut. Keterlambatan,
kealpaan dalam menggunakan haknya atau melakukan perbaikan tidak dapat
diartikan sebagai pelepasan hak atas adanya kegagalan yang timbul dari PIHAK
lainnya.
(3) Ketidakberlakuan sebagian.
PERJANJIAN ini tidak akan batal atau gugur demi hukum apabila salah satu
ketentuan dalam PERJANJIAN ini menjadi tidak berlaku, tidak sah, dibatalkan atau
tidak dapat diberlakukan. PARA PIHAK dengan itikad baik mengupayakan untuk
membicarakan ketentuan pengganti yang akan diberlakukan terhadap
PERJANJIAN ini mencerminkan kehendak yang sebenarnya dari PARA PIHAK
sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan/atau best practices.
(4) Tidak ada Kemitraan.
Tidak ada satupun ketentuan dalam PERJANJIAN ini yang ditafsirkan menciptakan
suatu asosiasi, kemitraan atau kerjasama patungan, atau mengakibatkan suatu
perikatan atau tugas, kewajiban atau tanggung jawab kemitraan dengan PIHAK
lainnya, ataupun menciptakan tugas atau tanggung jawab kepada seseorang atau
badan yang bukan merupakan pihak dari PERJANJIAN ini. Masing-masing PIHAK
bertanggung jawab secara sendiri-sendiri dan terpisah atas kewajibannya
berdasarkan PERJANJIAN ini.
(5) Biaya dan Pengeluaran.
Masing-masing PIHAK menanggung dan bertanggung jawab atas biaya dan
pengeluarannya sendiri (termasuk namun tidak terbatas pada upah dan
pengeluaran untuk para agen/suplier, para wakil, penasihat, konsultan dan

PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA


akuntannya) yang diperlukan untuk perundingan, persiapan, penandatanganan,
pengiriman, pelaksanaan dan pemenuhan ketentuan dalam PERJANJIAN ini.

(6) Judul PERJANJIAN


Judul PERJANJIAN ini hanya dimaksudkan untuk kemudahan semata dan tidak
mempengaruhi intepretasi dari PERJANJIAN ini.
(7) Partisipasi Pengusaha Indonesiadan Tingkat Komponen Dalam Negeri
(TKDN).
Sesuai Peraturan Menteri Perindustrian No. 54/M-IND/PER/3/2012tanggal 21 Maret
2012 tentang Pedoman Penggunaan Produk Dalam Negeri Untuk Pembangunan
Infrastruktur Ketenagalistrikan dan perubahannya dikemudian hari baik sebelum
maupun setelah TANGGAL PENANDATANGANANPERJANJIAN ini, maka PIHAK
KEDUA harus mengikat para kontraktor untuk semaksimal mungkin menggunakan
pengusaha dan produk dalam negeri Indonesia dalam melakukan pembangunan
PEMBANGKIT dan memenuhi TKDN sesuai ketentuan yang berlaku.
(8) Fasilitas Pembebasan Bea Masuk
Sebagai mana disyaratkan dalam Peraturan Menteri Keuangan No.
154/PMK.011/2008 dan perubahannya (PMK 154/2008), PIHAK KEDUA
menyatakan dan menjamin bahwa harga untuk peralatan dan material impor
(barang modal impor yang mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk sesuai
PMK 154/2008) sebagaimana tertuang dan menjadi bagian dari Harga Pembelian
Tenaga Listrik sesuai PASAL 10 telah memperhitungkan adanya fasilitas
pembebasan bea masuk dan karenanya Harga Pembelian Tenaga Listrik tidak
termasuk bea masuk.
Dengan ketentuan, untuk menghindari keragu-raguan, PIHAK KEDUA akan tetap
bertanggung jawab penuh terhadap bea masuk yang dikenakan kepada setiap
barang modal impor yang tidak mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk
sesuai PMK 154/2008 dan/atau pajak-pajak lainnya tanpa menyebabkan timbulnya
klaim penggantian (reimburse) dari PIHAK KEDUA kepada PIHAK PERTAMA
ataupun penyesuaian harga.
(9) Laporan
PIHAK KEDUA wajib menyampaikan laporan kemajuan pelaksanaan pembangunan
PEMBANGKIT setiap 6 (enam) bulan terhitung mulai tanggal penetapannya kepada
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) sampai

PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA


dengan TANGGAL OPERASI KOMERSIAL dengan tembusan kepada Direktur
Jenderal Ketenagalistrikan dan Direksi PIHAK PERTAMA.

PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA


PASAL 29

PENUTUP

PERJANJIAN ini dibuat dalam 3 (tiga) rangkap, masing-masing 2 (dua) di antaranya


dibubuhi Meterai Rp 6.000,-, 1 (satu) rangkap asli untuk PIHAK PERTAMA, 1 (satu)
rangkap asli untuk PIHAK KEDUA, dan 1 (satu) rangkap tanpa Meterai untuk arsip yang
keseluruhannya mempunyai kekuatan hukum yang sama, serta ditandatangani oleh
masing-masing PIHAK.

PIHAK KEDUA PIHAK PERTAMA

DWI KRIDAYANI BUDI PANGESTU

PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA

Anda mungkin juga menyukai