Anda di halaman 1dari 9

BAB II

ANATOMI DAN FISIOLOGI


A. ANATOMI
1. Mulut
Mulut terdiri atas gigi, dan kelenjar ludah (saliva) serta rongga mulut itu
sendiri. Fungsi mulut adalah melumatkan makanan sekaligus menyatukan menjadi
homogen dengan bantuan saliva, sehingga terbentuk substansi setengah cair yang
mudah ditelan. Saliva disekresi sewaktu mengunyah makanan dan mempunyai
dampak secara mekanis seperti diperas.(1)
Pada rongga mulut terdapat tiga jenis kelenjar saliva yaitu kelenjar parotis,
sub mandibula dan sublingualis. Lidah merupakan organ esensisal pada rongga mulut
yang berfungsi membalik sekaligus untuk merasakan makanan. Persarafan daerah
mulut melalui berbagai saraf bagian nervus facialis dan nervus trigeminus sedang
bagian yang autonom melalui berbagai saraf seperti nervus facialis, nervus
glossofaringeus dan nervus vagus.(1)

Gambar 1. Anatomi Mulut (dikutip dari kepustakaan 2 )


2. Faring

Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong,


yang besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah serta terletak pada bagian
anterior kolum vertebra. Enam otot utama pada faring adalah Muskulus constrictor
pharyngeus yang berbentuk sirkuler berlapis-lapis di atas satu sama lain dan tiga otot
yang

ber origo pada

proc. Styloideus

yakni Muskulus

stylopharyngeus,

salpingopharyngeus, dan palatopharyngeus. Otot-otot ini membantu dalam proses


menelan menelan.(3)
Faring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana, ke depan
berhubungan dengan rongga mulut melalui isthmus faucium, sedangkan dengan
laring di bawah berhubungan melalui aditus pharyngeus, dan ke bawah berhubungan
esofagus. Faring berlanjut ke oseofagus untuk pencernaan makanan. Faring terbagi
menjadi tiga bagian yakni Nasopharynx, Oropharinx dan Laringopharinx.(3)

Gambar 2. Potongan Sagital dari Faring (dikutip dari kepustakaan 2)


1. Nasopharing

Batas nasofaring di bagian atas adalah dasar tengkorak, di bagian bawah


adalah palatum mole, ke depan adalah rongga hidung sedangkan ke belakang adalah
vertebra servikal. Nasofaring yang relatif kecil, mengandung serta berhubungan erat
dengan beberapa struktur penting, seperti adenoid, jaringan limfoid pada dinding
lateral faring dengan resesus faring yang disebut fosa Rosenmuller, kantong Rathke,
yang merupakan invaginasi struktur embrional hipofisis serebri, torus tubarius, suatu
refleksi mukosa faring di atas penonjolan kartilago tuba Eustachius, koana, foramen
jugulare, yang dilalui oleh n. glosofaring, n. vagus dan n.asesorius spinal saraf cranial
dan vena jugularis interna bagian petrosus os temporalis dan foramen laserum dan
muara tuba Eustachius.(3)
2. Oropharing
Orofaring disebut juga mesofaring dengan batas atasnya adalah palatum
mole, batas bawah adalah tepi atas epiglottis, ke depan adalah rongga mulut,
sedangkan ke belakang adalah vertebra sevikal. Struktur yang terdapat di rongga
orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil palatine, fosa tonsil serta arkus
faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan foramen sekum.(3)
3. Laringopharing
Batas laringofaring di sebelah superior adalah tepi atas epiglotis, batas
anterior ialah laring, batas inferior ialah esofagus, serta batas posterior ialah vertebra
servikal. Struktur pertama yang tampak di bawah lidah ialah valekula. Bagian ini
merupakan dua cengkungan yang dibentuk oleh ligamentum glosoepiglotika medial
dan ligamentum glosoepiglotika lateral pada tiap sisi. Valekula disebut juga kantong
pil (pill pockets) sebab pada beberapa orang, kadang kadang bila menelan pil akan
tersangkut di situ. Di bawah valekula terdapat epiglotis. Pada bayi epiglotis ini
berbentuk omega dan pada perkembangannya akan lebih melebar, meskipun kadang
kadang bentuk infantile (bentuk omega) ini tetap sampai dewasa. Dalam
perkembangannya, epiglotis ini dapat menjadi demikian lebar dan tipisnya. Epiglotis

berfungsi juga untuk melindungi glotis ketika menelan minuman atau bolus makanan,
pada saat bolus tersebut menuju ke sinus piriformis dan ke esophagus.(3)
Perdarahan faring sebagian besar berasal dari cabang arteri. carotis externa,
arteri faringeal ascendens, Ramus .dorsal arteri. lingualis, Ramus tonsillaris arteri
fascialis, dan Ramus palatine arteri maksillaris sedangkan untuk persarafan motorik
berasal dari N. Accecorius (XI) dan untuk persarafan sensorik berasal dari N.
Glossopharyngeus (IX) dan N. Vagus (X).(3)
3. Esophagus
Esophagus merupakan suatu organ silindris berongga dengan panjang sekitar 25
cm dan berdiameter 2 cm, yang terbentang dari hipofaring hingga kardiak lambung.
Esophagus terletak diposterior jantung, dianterior vertebra, dan menembus hiatus
diafragma tepat dianterior aorta.(4)
Pada kedua ujung esophagus terdapat otot sfingter. Otot krikofaringeus
membentuk sfingter esophagus bagian atas terdiri atas serabut-serabut otot rangka.
Bagian esophagus ini secara normal berada dalam keadaan tonik atau konstraksi
kecuali pada waktu menelan. Sfingter esophagus bagian bawah walaupun secara
anatomi tidak nyata, namun bertindak sebagai sawar terhadap refluks isi lambung
kedalam esophagus. Dalam keadaan normal sfingter ini menutup kecuali makanan
masuk kedalam lambung atau waktu muntah. (4)
Dinding esophagus terdiri dari empat lapisan yakni lapisan mukosa,
submukosa, muskularis dan serosa. Esophagus terdiri dari tiga pars

yakni pars

cervicalis, pars thoracalis dan par abdominalis Persarafan utama esophagus dipasok
oleh serabut simpatis dan parasimpatis dari system saraf otonom. Saraf parasimpatis
dibawa oleh nervus vagus yang dianggap sebagai saraf motorik esophagus. Dalam
proses peristaltic esophagus secara normal berperan jala-jala serabut saraf intramural
diantara lapisan otot sirkuler dan longitudinal (plexus Auerbach atau mienterikus)
dan jala-jala serabut saraf intrinsic kedua (plexus meissner) yang terdapat
disubmukosa saluran gastrointestinal, dan beberapa tersebar didalam esophagus.(4,5)

Gambar 3. Struktur maksroskopik dan hubungan anatomi esophagus (dikutip dari


kepustakaan 2)

B. FISIOLOGI
Menelan merupakan suatu aksi fisiologis kompleks ketika makanan atau
cairan berjalan dari mulut ke lambung. Menelan merupakan rangkaiana gerakan otot
yang sangat terkoordinasi, dimulai dari pergerakan volunteer lidah dan diselesaikan
dengan serangkaian reflex dalam faring dan esophagus.(4)
Dalam proses menelan akan terjadi hal hal berikut :
1. Pembentukan bolus makanan dengan ukuran dan konsistensi yang baik
2. Upaya sfingter mencegah terhamburnya bolus ini dalam fase-fase menelan
3. Mempercepat masuknya bolus makanan ke dalam faring pada saat respirasi
4. Mencegah masuknya makanan dan minuman ke dalam nasofaring dan laring
5. Kerjasama yang baik dari otot-otot di rongga mulut untuk mendorong bolus
makanan ke arah lambung
6. Usaha membersihkan kembali esophagus(6)
Proses menelan dapat terbagi dalam tiga fase yaitu
1. Fase Oral
Fase oral terjadi secara sadar. Fase persiapan oral merujuk kepada pemrosesan
bolus sehingga dimungkinkan untuk ditelan, dan fase propulsif oral berarti
pendorongan makanan dari rongga mulut ke dalam orofaring. Prosesnya dimulai

dengan kontraksi lidah dan otot-otot rangka mastikasi. Otot bekerja dengan cara yang
berkoordinasi untuk mencampur bolus makanan dengan saliva dan membentuk bolus
makanankemudian mendorong bolus makanan dari rongga mulut di bagian anterior
ke dalam orofaring, dimana reflek menelan involunter dimulai. Bolus ini bergerak
dari rongga mulut melalui dorsum lidah, terletak di tengah lidah akibat kontraksi otot
intrinsik lidah.(6)
Kontraksi m.levator veli palatine mengakibatkan rongga pada lekukan dorsum
lidah diperluas, palatum mole dan bagian atas dinding posterior faring (Passavants
ridge) akan terangkat pula. Bolus terdorong ke posterior karena lidah terangkat keatas
bersamaan dengan ini terjadi pentupan nasofaring sebagai akibat kontraksi Muskulus
levator velli palatine. Selanjutnya terjadi kontraksi muskulus palatoglosus sehingga
isthmus faucium tertutup diikuti oleh kontraksi Muskulus palatofaring sehingga bolus
tidak berbalik ke rongga mulut(6)
2. Fase Faringeal
Fase faringeal terjadi pada akhir fase oral, yaitu perpindahan bolus makanan
dari faring ke esofagus.Aspirasi paling sering terjadi pada fase ini.(6)
Faring dan laring bergerak ke atas oleh kontraksi Muskulus stilofaring, Muskulus
salfongofaring, Muskulus tiroihioid dan Muskulus palatofaring. Aditus laring tertutup
oleh epiglottis sedangkan ketiga sfingter laring yaitu Plika ariepiglotika, plika
ventrikularis, dan plika vokalis tertutup karena kontraksi Muskulus ariepiglotika dan
Muskulus aritenoid obliqus. Bersamaan dengan ini terjadi penghentian udara ke
laring karena reflex yang menghambat pernapasan sehingga bolus makanan tidak
masuk ke dalam saluran napas, selanjutnya bolus makanan ke arah esofagus karena
valekula dan sinus piriformis dalam keadaan lurus(6)
Fase faringeal pada proses menelan adalah involunter dan kesemuanya adalah
reflek, jadi tidak ada aktivitas faringeal yang terjadi sampai reflek menelan dipicu.
Reflek ini melibatkan traktus sensoris dan motoris dari nervus kranialis IX
(glossofaringeal) dan X (vagus).(6)

3. Fase esophageal
Fase esophageal adalah fase perpindahan bolus makanan dari esofagus ke
lambung.

Pada

fase

esophageal,

bolus

didorong

kebawah

oleh

gerakan

peristaltik.Sphincter esophageal bawah relaksasi pada saat mulai menelan, relaksasi


ini terjadi sampai bolus makanan mecapai lambung. (6)
Rangsangan bolus makanan pada akhir fase faringal, Gerak bolus makanan di
esofagus bagian atas yang dipengaruhi kontraksi m.konstriktor faring inferior pada
akhir fase faringal. Relaksasi Muskulis krikofaring, Introitus esofagus terbuka, Bolus
makanan masuk ke dalam esophagus. Bolus makanan didorong ke distal oleh gerakan
peristaltik esophagus. Pada akhri fase esofagal, sfingter esofagus akan terbuka ketika
dimulainya peristaltik esofagus servikal untuk mendorong bolus makanan ke distal.
Setelah makanan lewat, sfingter akan menutup. (6)

Gambar 4. Fisiologi proses menelan (dikutip dari kepustakaan 6)


Daftar Pustaka

1. Hardjodisastro D. Anatomi dan Fisiologi Saluran Cerna. In. Rani A, Simadribrata


M, Syam AF. Buku Ajar Gastroenterologi. Edisi I. Jakarta: Interna Publishing;
2011. Hal 1-3.
2. Netter FH. Atlas of human anatomy, 6th Edition. US: Saunders; 2006.
3. Joshi SA. Pharinx Anatomy.[cited 7 Maret 2016], Avalaible from: URL
http://emedicine.medscape.com/article/1949347-overview#a1.
4. Wilson LM. Gangguan Esofagus. In : Price SA, Wilson LM. Patofisiologi
Konsep Klinis Proses Proses Penyakit. Volume 2. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2006.
hal.404-406
5. Viswanatha DO. Esophagus Anatomy.[cited 7 Maret 2016], Avalaible from:
URL http://emedicine.medscape.com/article/1948973-overview.
6. Soepardi EA. Kesulitan Menelan. In. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J,
Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok Kepala dan
Leher. Edisi Keenam. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2007. Hal 276-280.

Anda mungkin juga menyukai