TINJAUAN PUSTAKA
11
Secara matematis gaya tarik menarik tersebut dapat dituliskan dalam persamaan:
(2.1)
Dimana :
F
= (
cm/g M,m
r
dyne
12
Dari persamaan (2.1) dapat disimpulkan bahwa gaya tarik bumi dengan massa
M dan berjarak r terhadap sebuah benda yang bermassa m di permukaan bumi
adalah:
(2.2)
Jika sebuah benda dengan massa m memiliki gaya berat
, yang tidak
lain merupakan gaya tarik massa benda terhadap bumi maka penentuan harga
percepatan gaya berat dapat dinyatakan dengan
(2.3)
Dimana:
g = percepatan gravitasi bumi (m/s2)
M = massa bumi (kg)
m = massa benda (kg)
F = gaya gravitasi (Newton)
G = konstanta universal gravitasi ( 6 . 67 x 10 11
m3
)
kgdt 2
Pada persamaan (2.3) di atas variable yang menentukan nilai g adalah r. Besar r
pada kenyataannya tidak tetap. Hal ini dikarenakan bentuk bumi yang tidak
berbentuk bulat sempurna. Nilai percepatan gravitasi di permukaan bumi sekitar
980 cm/s2. Gravimeter memiliki sensitivitas sekitar
13
2. Potensial gravitasi
a. Newtonian atau potensial 3D
Medan gaya tarik bumi (gravitasi) bersifat konservatif artinya usaha yang
dilakukan sebuah massa dalam suatu medan gravitasi tidak bergantung pada
lintasan yang ditempuhnya, namun hanya bergantung pada titik akhirnya saja.
Jika suatu benda yang pada akhirnya kembali pada posisi awalnya, energi yang
dikeluarkannya adalah nol. Bentuk gaya gravitasi adalah vektor yang mengarah
sepanjang garis yang menghubungkan dua pusat massa. Medan konservatif
kemungkinan berasal dari sebuah fungsi potensial skalar U(x,y,z) disebut
dengan Newtonian atau potensial 3D.
m2
= g (x, y, z)
(2.4)
(2.5)
(2.6)
U (r,,) = -g (r, , )
(2.7)
.dr
(2.8)
14
Potensial dan percepatan gravitasi pada sebuah titik yang paling luar dapat
diperoleh
dengan
membagi
massa kedalam
elemen
kecil
(dm) dan
Potensial untuk
(2.9)
(2.11)
g=
(2.12)
15
(2.14)
g=
(2.15)
Dimana
(2.16)
g= 2G
(2.17)
g=
(2.18)
g = 2G
(2.19)
Gal =
cm/s.
Satuan anomali gaya gravitasi dalam kegiatan eksplorasi diberikan dalam orde
mGal dikarenakan perubahan antar titik yang sangat kecil.
16
C. Gravimeter
Gambar 2.3 Gravimeter Lacoste & Romberg (M. Dobrin and C. Savit)
17
F=mxg=kxs
(2.20)
Dan
s= (m/k) x g
Dengan :
(2.21)
m = massa beban (kg)
18
(2.22)
Dimana
m=VX
(2.23)
19
(2.24)
(2.25)
F. Anomali Gayaberat
Pada dasarnya nilai anomali gayaberat adalah selisih antara nilai percepatan
gravitasi bumi pada kondisi bumi yang sebenarnya dengan nilai percepatan
gravitasi bumi pada kondisi teoritik bumi. Pada kondisi bumi yang sebenarnya
terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi nilai percepatan gravitasi bumi
seperti efek rotasi bumi, variasi topografi bumi, dan variasi densitas
(rapatmassa) secara lateral maupun vertikal. Sedangkan percepatan gravitasi
bumi secara teoritik mengasumsikan bahwa bumi berbentuk sferoid dan massa
bumi homogen. Nilai percepatan gravitasi bumi di permukaan bumi dipengaruhi
oleh lima faktor yaitu:
1. Lintang
2. Ketinggian
3. Topografi di sekitar titik pengukuran
4. Interaksi bumi dengan matahari dan bulan (pasang-surut), dan
5. Variasi rapat massa batuan di bawah permukaan bumi
20
Faktor variasi rapatmassa batuan di bawah pemukaan bumi adalah satusatunya faktor yang signifikan dalam eksplorasi gayaberat dan pada umumnya
memiliki nilai yang sangat kecil dibandingkan keempat faktor lainnya. Nilai
anomali yang dibutuhkan dalam eksplorasi gayaberat adalah anomali akibat
variasi rapatmassa di bawah permukaan sehingga diperoleh gambaran struktur
bawah permukaan seperti halnya patahan. Dilakukan koreksi-koreksi gayaberat
untuk mereduksi anomali akibat faktor-faktor yang lain.
G. Koreksi-Koreksi Gayaberat
1.
pembacaan yang disebabkan oleh pengaruh jarak dari matahari dan bulan pada
setiap saat. Pengaruh jarak matahari dan bulan ini akan berpengaruh terhadap
pembacaan pada alat gravimeter. Bagian bumi padat juga mengalami pasang
surut yang menyebabkan turunnya permukaan bumi secara periodik yang juga
menyebabkan perubahan harga gravitasi pengukuran. Perubahan harga gravitasi
pengukuran ini diakibatkan karena adanya perubahan jarak pengukuran ke pusat
bumi.
21
3Gr 2M
Mr
2s
3
2
2 (sin p 1) + 4 5 cos p 3cos p + 3 3cos q 1
2 3d
d
3D
(2.26)
22
dengan
2.
akibat perpindahan dari satu titik pengamatan ke titik pengamatan lain. Secara
matematis
: Dc =
besarnya
koreksi
drift
g ' A gA
(tB tA)
t ' A tA
Dengan :
DC = koreksi drift dititik B
gA = harga gaya gravitasi pada saat tA
gA
tA
tA
tB
dituliskan
sebagai
berikut
(2.28)
23
Base
1
statio
Titik pengukuran
Gambar 2.6 Teknik looping pengukuran gaya berat
3.
Koreksi lintang
Perputaran bumi mengakibatkan perbedaan percepatan gravitasi bumi pada
setiap lintang, oleh karena itu diperlukan koreksi untuk mengatasinya dalam hal
ini adalah koreksi lintang. Untuk menghitung koreksi lintang digunakan rumus
sebagai berikut:
(2.29)
Dengan G adalah nilai percepatan gravitasi teoritik pada posisi titik amat dan
adalah koordinat lintang.
4.
h
G
24
Pengukuran yang dilakukan diatas mean sea level (lihat gambar 2.7) akan
menyebabkan bertambahnya jarak dari titik pengamat ke pusat bumi, perubahan
tersebut menyebabkan harga g akan semakin kecil sehingga harus dilakukan
koreksi terhadap pembacaan alat. Koreksi ini dilakukan untuk mendapatkan nilai
pembacaan gravitasi absolut di titk observasi. Secara matematis Koreksi udara
bebas dinyatakan dengan persamaan :
(2.30)
Dengan h adalah ketinggian dari permukaan laut.
Setelah dilakukan koreksi tersebut maka akan didapatkan anomali udara bebas
di topografi yang dapat dinyatakan dengan persamaan:
(2.31)
Dengan:
g
gobs
5.
25
(2.32)
KB = 0,04191 h
(2.33)
Dengan :
G = konstanta gravitasi 6,67 x 10-11 m3 kg-1 s-2
= densitas benda dari bidang acuan sampai bidang referensi (kg/m3)
h = ketinggian titik pengukuran (m)
Anomali gayaberat setelah diaplikasikan koreksi udara bebas dan koreksi
bouguer disebut simple bouguer anomaly (SBA):
(2.34)
(2.35)
Sehingga koreksi Bouger diberikan oleh persamaan :
KB = 0,04191 h
(2.36)
Setelah koreksi bouger (KB) dan anomali udara bebas (AUB) diberikan, anomali
gayaberat menjadi anomali Bouguer (ABS) yaitu :
ABS = AUB KB
(2.37)
26
6.
yang besar, seperti halnya gunung dan bukit di sekitar titik pengukuran yang
dapat mengurangi besarnya medan gaya berat sebenarnya dapat dihilangkan
dengan koreksi ini. Koreksi medan ini digunakan untuk menghilangkan
pengaruh efek massa di sekitar titik pengamatan. Koreksi medan (topografi)
adalah koreksi pengaruh topografi terhadap gayaberat pada titik amat, akibat
perbedaan ketinggian antara titik observasi dengan base.
Gambar 2.9 Sketsa koreksi medan terhadap data gayaberat (Zhou, 1990)
27
(2.38)
Dengan :
TC
= konstanta gravitasi
= rapat massa
28
(feet)
(feet)
6,56
54,6
54,6
175
175
558
558
1280
1280
2936
29
Dengan :
CBA = anomali bouger lengkap
Gobs = harga gravitasi pengamatan yang sudah dikoreksi pasang surut dan
Drift
g
FAC
Bc
= koreksi bouger
Tc
= koreksi terrain
I.
Moving Average
Metode moving average merupakan salah satu cara untuk memisahkan
Dimana N adalah lebar window yang harus bilangan ganjil, n adalah (N-1)/2.
30
Penerapan moving average pada data dua dimensi dengan lebar windows
5x5 dapat diilustrasikan pada gambar 2.12. Nilai gr pada suatu titik dapat
dihitung dengan merata-ratakan semua nilai gbouguer di dalam sebuah kotak
persegi dengan titik pusat adalah titik yang akan dihitung harga gR.
Gambar 2.12 Ilustrasi moving average dua dimensi dengan lebar windows 5x5
(http://id/wikipedia.org)
Persamaannya diberikan oleh:
(2.41)
J.
Pemodelan 2D
Pemodelan 2D ini dibutuhkan dalam interpretasi kuantitatif. Interpretasi
31
g1
(2.43)
(2.44)
32
Sehingga diperoleh:
)}
(2.45)
Dimana :
a1 = x2 z2 cot 1 = x2 z2 (
(2.46)
Dengan :
1= tan-1 (
1 = tan-1
(2.47)
(2.48)
Persamaan (2.48) dapat ditulis dalam bentuk yang lebih sederhana, dengan
mensubstitusikan harga-harga sin , cos , tan dengan koordinat titik sudut
poligon pada sumbu x dan z, sebagai berikut :
Z1 =
{ 1 - 2 +
)}
(2.49)
L.
Interpretasi
1.
Interpretasi kualitatif
Interpretasi kualitatif ini dilakukan dengan mengamati data gayaberat yang
berupa anomali Bouger. Anomali Bouger akan memberikan hasil secara global,
33
yang masih memiliki anomali regional dan anomali residual. Hasil dari
interpretasi ini dapat menafsirkan pengaruh anomali berdasarkan bentuk benda.
Misalnya, pada peta anomali Bouger diperoleh bentuk kontur tertutup, maka
dapat ditafsirkan sebagai struktur batuan berupa lipatan (sinklin atau antiklin)
atau patahan. Untuk dapat mengamati lebih jelas struktur geologi bawah
permukaan daerah penelitian dapat dibantu dengan peta kontur anomali residual,
karena mencerminkan anomali lokal daerah penelitian. Identifikasi adannya
formasi patahan/sesar di bawah permukaan daerah penelitian berdasarkan
interpretasi kualitatif yakni dari peta kontur anomali Bouger lengkap dan
residual ditunjukkan dengan adanya struktur kelurusan pola dan arah anomali,
dapat juga ditunjukkan dengan anomali rendah pada kedua peta kontur tersebut.
2.
Interpretasi kuantitatif
34
M. Patahan/sesar
35
1.
Patahan/Sesar Watukosek
Patahan Watukosek merupakan sesar turun geser mengiri. Reaktifasi sesar
N.
Lumpur Porong
1.
Definisi lumpur
36
O.
1.
Cekungan
Berdasarkan penamaan satuan stratigrafi menurut Pringgoprawiro,
(1982) Cekungan Jawa Timur bagian Utara dikenal dengan sebagai daerah yang
mengalami penurunan pada zaman Oligo Miosen (Asikin, 1986), pada daerah
37
ini terdapat dua cekungan yang berbeda yaitu Cekungan Kendeng dan Cekungan
Rembang (Pringgoprawiro, 1982). Cekungan kendeng merupakan Zona Central
Depression di Jawa akibat dari tumbukan lempeng Eurasia dengan lempeng
India-Australia, sehingga banyak terdapat patahan-patahan yang masih aktif.
2.
Endapan Sedimen
38
ini adalah Oligosen Awal. Serta endapan sedimen dengan formasi Kujung,
formasi bagian dari Mandala Rembang namun pada zaman Oligosen, sedimen
formasi ini membagi kearah selatan kedalam cekungan yang lebih dalam dari
Mandala Kendeng akibat pengaruh tektonik Half Grabben (BPPKA Pertamina
1996).
3.
Deformasi
Deformasi merupakan manifestasi dari zona konvergen pada konsep
tektonik lempeng yang diakibatkan oleh gaya kompresi berarah relatif utaraselatan dengan tipe deformasi berupa deformasi ductile yang pada fase
terakhirnya berubah menjadi deformasi brittle berupa pergeseran blok-blok
dasar cekungan.. Deformasi pertama yang terjadi pada Zona Kendeng terjadi
pada akhir Pliosen (Plio-Plistosen), Zona Kendeng. intensitas gaya kompresi
semakin besar kearah bagian barat yang menyebabkan banyak dijumpai lipatan
overturned dan sesar naik. Deformasi kedua terjadi selama kuarter yang
berlangsung secara lambat dan mengakibatkan terbentuknya struktur kubah di
Sangiran. Secara umum struktur-struktur yang ada pada Zona Kendeng berupa
lipatan, sesar naik, sesar geser, dan struktur kubah.
4.
Gunungapi Purba
Mengenai terdapatnya endapan lumpur material sedimen didaerah
39
5.
40
gas dan minyak. Sedangkan sedimen yang tidak terkompaksi sempurna, akibat
proses tektonik yang terus berlangsung maupun akibat pembebanan lapisan yang
ada di atasnya, banyak memunculkan bentukan mud diapir (gunung lumpur).
Permeabilitas batuan yang rendah menjadi penghalang fluida formasi yang
tersimpan dalam pori batuan mencapai keseimbangan hidrostatis sehingga
terjadi 'over pressure', menghasilkan tekanan fluida yang akan ikut menyangga
tekanan pembebanan. Bila kondisi bawah permukaan terganggu, lumpur beserta
fluida dan gas berpotensi ke luar ke permukaan melalui rekahan maupun sesar
dan membentuk gunung lumpur. Hal yang sangat umum menunjukkan bahwa
adanya rembesan berupa lumpur dan gas, yang muncul ke permukaan, biasanya
menandakan kehadiran mud-volcano di bawahnya melalui manifestasi
permukaan tersebut (Tarigan, 2005).