Abses Periapikal
Abses Periapikal
SHABRINA HASNA Y
YULLIUS NOVIAN
Disusun
oleh:
FANDY
MUHAMMAD
KELOMPOK
ATIKA
FARAHDIBA
SABBAHA MAHFAZA
ERICKA WINDA
MUTMA INNA
MARTA ULINA
NAIBAHO
SAFARINA SUHADA
M.HIRZI NUGRAHA
HIMMA ILLIYANA
\
FAKULTAS
UNIVERSITAS
2013
SKENARIO
Seoran
yang berumur
hari
anak
0878
7
0878
9
0879
1
0879
3
0879
5
0879
7
0879
9
0880
3
0880
5
0880
7
0880
9
NANI AGUSTIANI
NIMAS IRENE
ANJANI
RIZKI SYAPUTRA
YOHANA
SETIANING S
RAMDANIAR
NURDIANA
GEODETI KALOKA
SARI
YOUVANKA ARSY
W
PUTRI AMALIA R
DIVA AGRITA D W
BYAK WELDA J
DITTA SNH
08813
08815
08817
08819
08821
08825
08827
08829
08833
08835
08837
KEDOKTERAN GIGI
GADJAH MADA
YOGYAKARTA
dan gusinya bengkak. Dua minggu yang lalu anaknya pernah mengeluhkan giginya sakit,
sehingga anak tersebut tidak mau makan dan menjadi pendiam. Setelah dilakukan
pemeriksaan ditemukan adanya benjolan pada gusi gigi m1 kanan rahang bawah dan gigi
tersebut berlubang, dan tes vitalitas negative. Diagnosisnya abses periapikal.
PEMBAHASAN
A. Anamnesis
Anamnesis pada pasien anak ini dilakukan dengan cara autoanamnesis, yaitu
dengan wawancara langsung pada anak dan alloanamnesis, yaitu dengan wawancara pada
ibunya. Setelah dilakukan anamnesis, maka didapatkan hasil :
1. Chief complaint (CC) : anak berumur 10 tahun mengeluhkan demam dan gusi yang
bengkak sejak 2 hari yang lalu.
2. Present illness (PI) : sakit.
3. Past dental history (PDH)
: 2 minggu yang lalu gigi sakit, sehingga anak tidak
mau makan dan menjadi pendiam.
4. Past medical history (PMH) : tidak ada.
5. Family history (FH) : tidak ada.
6. Sosial ekonomi : tidak ada.
1.
memeriksa
konsistensi
jaringan
dan
respon
rasa
sakit.
Meskipun
sederhana,tetapi merupakan suatu tes yang penting. Berdasarkan kasus diatas, apabila
dilakukan tes perkusi hasilnya positif, karena adanya benjolan atau gumboil.
d. Uji termal
Tes ini meliputi aplikasi dingin dan panas pada gigi, untuk menentukan
sensitivitas terhadap perubahan termal. Meskipun keduanya merupakan tes
sensitivitas, tetapi tidak sama dan digunakan untuk alasan diagnosis yang berbeda.
Suatu respon terhadap dingin menunjukkan pulpa vital, tanpa memperhatikan apakah
pulpa itu normal atau abnormal. Suatu respon abnormal terhadap panas biasanya
menunjukkan adanya gangguan pulpa atau periapikal yang memerlukan perawatan
endodontik. Pada kasus ini, uji termalnya menggunakan aplikasi dari CE.
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto rontgen (radiografi)
Pemeriksaan radiografi dilakukan setelah pemeriksaan klinis lengkap
dilakukan.Pada pemeriksaan radiografi, dokter gigi harus mempertimbangkan dan
memutuskan teknik radiografi mana yang dipakai. Gambaran radiografi sangat
membantu dokter gigi dalam menegakkan diagnosa dan rencana perawatan yang akan
dilakukan.
Pada pasien yang mengalami penyakit periodontal, teknik radiografi yang
sering dilakukan adalah teknik foto intra oral bitewing dan periapikal.Sedangkan
teknik radiografi ekstra oral panoramik jarang dilakukan. Hal ini dikarenakan teknik
foto intra oral bitewing dan periapikal lebih akurat dibandingkan dengan teknik
radiografi ekstra oral panoramic
b. Radiografi Periapikal
Dua proyeksi intaoral yang sering digunakan untuk mendapatkan foto
periapikal adalah teknik parallel dan bisektris. Banyak ahli lebih memilih
satu gigi atau beberapa gigi sekaligus. Kista ini tidak menimbulkan keluhan atau rasa
sakit, kecuali kista yang terinfeksi.
D. Psikologis
Pada kasus, anak berumur 10 tahun. Banyak ahli menganggap masa anak sekolah
(usia 6-12 tahun) ini sebagai masa tenang atau masa latent, dimana apa yang telah terjadi
di pupuk pada masa-masa sebelumnya akan berlangsung terus untuk masa-masa
selanjutnya. Tahap usia ini disebut juga sebagai usia kelompok (gang age), dimana anak
mulai mengalihkan perhatian dan hubungan intim dalam keluarga ke kerja sama antar
teman dan sikap-sikap terhadap kerja atau belajar.
Sakit gigi yang dirasakan oleh anak berdampak pada perubahaan sikap dan
tingkah laku seperti misalnya anak yang selalu ceria tampak lebih murung dan rewel
bahkan sering dan mudah menangis karena rasa sakit yang di timbulkan oleh giginya.
Kondisi yang dialami oleh anak ini tentu sangat menganggu aktifitas , apalagi bila
menyerang anak-anak yang sedang dalam masa aktif. Selain itu, rasa sakit gigi yang
berkepanjangan juga dapat membuat anak tertinggal dalam pelajaran, memengaruhi
konsentrasi saat belajar dan jika dibiarkan dapat memengaruhi keberhasilan
akademiknya.
Menurut Noerdin (2002) kesulitan yang sering terjadi dalam tindakan perawatan
gigi anak adalah pada saat pasien anak menunjunkkan sikap non kooperatif berupa rasa
takut dan cemas pada dokter gigi atau perawat gigi yang akan dilakukan (Hendrastuti
2003). Pada kasus disebutkan anak menjadi malas makan dan pendiam. Tipe anak seperti
ini takut akan tantangan-tantangan sosial, termasuk pergi ke dokter gigi. Pengalaman ke
dokter gigi akan membuat si anak yang introvert mengalami stress, karena dalam
kunjungannya ke dokter gigi dibutuhkan suatu hubungan dan komunikasi antara dokter
gigi dengan si pasien anak.
Kondisi ini menjadi permasalahan yang harus segera diatasi agar nantinya
tindakan perawatan yang dilakukan dapat berjalan dengan lancar. Untuk itu diperlukan
kerja sama yang baik antara perawat gigi atau dokter gigi dengan pasien anak serta orang
tua anak. Perawat gigi atau dokter gigi dituntut untuk mempunyai keterampilan dan
pengetahuan yang baik dalam penanganan anak secara psikologis, sedangkan orang tua
anak diharapkan dapat memberi pengertian dan dorongan kepada anak agar mau
melakukan perawatan gigi yang akan dilakukan kepadanya.(Hendrastuti 2003). Dokter
gigi juga harus menyadari bahwa anak-anak introvert akan membutuhkan waktu lama
untuk memperlihatkan perilaku yang diharapkan pada dental appointment, sehingga
F. Rencana Perawatan
Pada dasarnya, prinsip terapi abses adalah insisi untuk drainase (mengeluarkan
cairan pus), dengan catatan, prinsip ini dipergunakan untuk abses yang berada di jaringan
lunak. Pada abses periapikal memiliki kondisi khas berupa gigi mengalami karies besar
dan terasa menonjol, sakit bila digunakan mengunyah, kadang terasa ada cairan asin
keluar dari gigi yang berlubang tersebut. Terapi kegawat-daruratannya dalam kondisi ini
tentunya belum dapat dilakukan insisi, oleh karena pus berada dalam tulang, namun yang
dapat dilakukan adalah melakukan prosedur open bur, melakukan eksterpasi untuk
mengeluarkan jaringan nekrotik, oklusal grinding, dan pemberian terapi farmakologi.
Terapi yang dilakukan adalah insisi, drainase dan pemberian antibiotik.
Penderita bisa diobati dengan pemberian antibiotik, analgesik, atau darinase sesuai
rujukan dokter gigi atau ahli bedah mulut. Dalam kasus abses lokal dan menyebar,
drainase harus dilakukan sesegera mungkin. Jika drainase segera tidak memungkinkan,
analgesia yang sesuai (NSAID) harus direkomendasikan sampai infeksi dapat dibuang
secara memadai. Pasien harus diberi dosis analgesik (NSAID jika tidak kontra-indikasi)
pra-bedah, atau segera setelah operasi.
Terapi Antibiotik tidak diindikasikan pada pasien dinyatakan sehat dan ketika abses
terlokalisir. Antibiotik sistemik tidak memberikan manfaat tambahan atas drainase dari
abses dalam kasus infeksi lokal kecuali terdapat komplikasi sistemik (misalnya demam,
limfadenopati, cellulitis), bengkak menyebar atau untuk pasien immunocompromised.
Antibiotik tidak secara rutin diresepkan untuk mengobati abses gigi karena:
a. Drainase abses adalah pengobatan yang lebih efektif
b. Menggunakan antibiotik untuk mengobati infeksi tidak serius membuat mereka
kurang efektif untuk mengobati infeksi yang lebih parah (ini dikenal sebagai resistensi
antibiotik)
Antibiotik biasanya hanya diperlukan jika:
a. Ada tanda-tanda bahwa infeksi menyebar, seperti pembengkakan wajah atau leher
b. Anda memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah
Jika antibiotik diperlukan, antibiotik amoksisilin disebut biasanya dianjurkan. Jika
Anda alergi terhadap amoksisilin, yang merupakan jenis penisilin, metronidazol biasanya
dapat diresepkan sebagai tindakan pencegahan.
Proses kuratif untuk periapikal abses meliputi :
a. Mengeringkan kavitas menggunakan cotton pellet (buntalan kapas)
b. Menjaga tingkat kekeringan dengan sedikit membasahi kapas dengan air lalu memberi
c.
d.
e.
f.
kavitas eugenol
Menghilangkan debris-debris dari kavitas dengan seksama
Menumpat kavitas dengan tumpatan sementara
Mengevaluasi kembali oklusi
Mengevaluasi kembali perawaan darurat terhadap gigi
mati dan
pasien agar mau merawat giginya dengan baik dan benar serta rutin memeriksakan ke
dokter gigi.
F. PROGNOSIS
Prognosis baik apabila seluruh rangkaian perawatan telah dilakukan dengan baik
dan benar.
-
benar. Dan
DAFTAR PUSTAKA
Chaker, F.M. : Dent. Clin. North Am., 18:393, 1974 dalam Grossman, L.I., Oliet, S. & Del
Chandler NP, Koshy S. 2002. clinical review : The changing role of the apicectomy operation
in dentistry. Department of Oral Rehabilitation, School of Dentistry, University of
Otago, New Zealand.
Del Rio, C.E. 1988. Endodontic Practice. 11 th ed. Philadelphia :Lea & Febiger.
Eley BM, Manson JD. Periodontics, fifth edition. Philadelphia: Elsivier, 2004: 328-31
Gilangrasuna. Juni 2010. Mari Belajar!, Penjalaran Infeksi Odontogen. Patogenesa, Pola
Penyebaran, dan Prinsip Terapi Abses Rongga Mulut. Available at http//www. Abses
periapikal. com
Grossman, L.I. 1995. Ilmu Endodontik Dalam Praktek. Jakarta : Egc
Gunarsa, S.D. 2008. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: Gunung Mulia.
Hendrastuti.(2003). Penanganan Anak Secara Psikologis di klinik. Dentofasial Jurnal
Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin: Makassar.
Herrera D, Roldan S, Sanz M. The Periodontal Abscess: a review. Journal of Clinical
Peridontology, 2000: 27: 377-386.
http://www.primehealthchannel.com/periapical-abscess.html
Lia RCC, Garcia JMQ, Sousa-Neto MD, et al. clinical, radiographic and histological
evaluation of chronic periapical inflammatory lesions. J Appl Oral Sci 2004; 12(2):117-20
Mazur, B., & Massler, M. : Oral Surg., 17 : 592. 1964 dalam Grossman, L.I., Oliet, S. & Del
Newman MG, Takei HH, Kiokkevold PR. Clinical Periodontology, Tenth Edition. China:
Saunders Elsevier, 2006: 714-20.
Noerdin. (2002). Home-Hand Over Mouth Exercise. Dental Journal FKGUI: Jakarta.
Oliet, S. & Pollock,S. : Bull. Phila. Dent. Soc., 34:12, 1968 dalam Grossman, L.I., Oliet, S.
&
Pedersen, G.W., 1996, Buku Ajar Praktis Bedah Mulut, EGC, Jakarta
Preethi, P and Gita, BV. Gingival Abscess Revisited. Indian Journal of Multidisciplinary
Dentistry. Vol I (2010-2011)
Radmila OR, Draginja KB, Vesna BR. The therapy of periodontal abscess. Acta Rima M,
Andry H, Willie J. (eds). 1994. Kamus Kedokteran Dorland 26th ed. EGC. jakarta
Rio, C.E. 1988.Endodontic practice. 11 th ed. Philadelphia : Lea & Febiger.
Sunaryo. 2002. Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.