Anda di halaman 1dari 11

ILMU KEDOKTERAN GIGI ANAK

SHABRINA HASNA Y
YULLIUS NOVIAN
Disusun
oleh:
FANDY
MUHAMMAD
KELOMPOK
ATIKA
FARAHDIBA
SABBAHA MAHFAZA
ERICKA WINDA
MUTMA INNA
MARTA ULINA
NAIBAHO
SAFARINA SUHADA
M.HIRZI NUGRAHA
HIMMA ILLIYANA
\

FAKULTAS
UNIVERSITAS
2013

SKENARIO
Seoran
yang berumur
hari

anak

0878
7
0878
9
0879
1
0879
3
0879
5
0879
7
0879
9
0880
3
0880
5
0880
7
0880
9

NANI AGUSTIANI
NIMAS IRENE
ANJANI
RIZKI SYAPUTRA
YOHANA
SETIANING S
RAMDANIAR
NURDIANA
GEODETI KALOKA
SARI
YOUVANKA ARSY
W
PUTRI AMALIA R
DIVA AGRITA D W
BYAK WELDA J
DITTA SNH

08813
08815
08817
08819
08821
08825
08827
08829
08833
08835
08837

KEDOKTERAN GIGI
GADJAH MADA
YOGYAKARTA

g ibu membawa anaknya


10 tahun karena sudah 2
tersebut mengalami demam

dan gusinya bengkak. Dua minggu yang lalu anaknya pernah mengeluhkan giginya sakit,
sehingga anak tersebut tidak mau makan dan menjadi pendiam. Setelah dilakukan
pemeriksaan ditemukan adanya benjolan pada gusi gigi m1 kanan rahang bawah dan gigi
tersebut berlubang, dan tes vitalitas negative. Diagnosisnya abses periapikal.
PEMBAHASAN
A. Anamnesis
Anamnesis pada pasien anak ini dilakukan dengan cara autoanamnesis, yaitu
dengan wawancara langsung pada anak dan alloanamnesis, yaitu dengan wawancara pada
ibunya. Setelah dilakukan anamnesis, maka didapatkan hasil :
1. Chief complaint (CC) : anak berumur 10 tahun mengeluhkan demam dan gusi yang
bengkak sejak 2 hari yang lalu.
2. Present illness (PI) : sakit.
3. Past dental history (PDH)
: 2 minggu yang lalu gigi sakit, sehingga anak tidak
mau makan dan menjadi pendiam.
4. Past medical history (PMH) : tidak ada.
5. Family history (FH) : tidak ada.
6. Sosial ekonomi : tidak ada.
1.

Pemeriksaan Objektif (Pemeriksaan Klinis)


Gejala objektif ditentukan oleh pengujian dan observasi yang dilakukan oleh

seorang klinisi. Pengujian-pengujian tersebut adalah sebagai berikut :


a. Pemeriksaan visual dan taktil
Uji klinis yang paling sederhana adalah pemeriksaan berdasarkan penglihatan. Hal
ini terlalu sering hanya dilakukan sambil lalu selama pemeriksaan, dan sebagai
hasilnya, banyak informasi penting hilang. Suatu pemeriksaan visual dan taktil
jaringan keras dan lunak yang cermat mengandalkan pada pemeriksaan three Cs:
color, contour, dan consistency (warna, kontur dan konsistensi). Pada jaringan lunak,
seperti gusi, penyimpangan dari warna merah muda sehat dapat dengan mudah
dikenal bila terdapat inflamasi. Suatu perubahan kontur yang timbul dengan
pembengkakan, dan konsistensi jaringan yang lunak, fluktuan, atau seperti bunga
karang yang berbeda dengan jaringan normal, sehat dan kuat adalah indikatif dari
keadaan patologik. Pada pemeriksaan dengan visual didapatkan atau ditemukan
pembengkakan disertai benjolan pada gusi gigi M1.
b. Perkusi

Uji ini memungkinkan seseorang mengevaluasi status periodonsium sekitar suatu


gigi. Gigi diberi pukulan cepat dan tidak keras, mula-mula dengan jari dengan
intensitas rendah, kemudian intensitas ditingkatkan dengan menggunakan tangkai
suatu instrumen, untuk menentukan apakah gigi merasa sakit. Berdasarkan kasus
diatas, apabila dilakukan tes perkusi hasilnya positif, karena adanya infeksi periapikal.
c. Palpasi
Tes sederhana ini dilakukan dengan ujung jari menggunakan tekanan ringan
untuk

memeriksa

konsistensi

jaringan

dan

respon

rasa

sakit.

Meskipun

sederhana,tetapi merupakan suatu tes yang penting. Berdasarkan kasus diatas, apabila
dilakukan tes perkusi hasilnya positif, karena adanya benjolan atau gumboil.
d. Uji termal
Tes ini meliputi aplikasi dingin dan panas pada gigi, untuk menentukan
sensitivitas terhadap perubahan termal. Meskipun keduanya merupakan tes
sensitivitas, tetapi tidak sama dan digunakan untuk alasan diagnosis yang berbeda.
Suatu respon terhadap dingin menunjukkan pulpa vital, tanpa memperhatikan apakah
pulpa itu normal atau abnormal. Suatu respon abnormal terhadap panas biasanya
menunjukkan adanya gangguan pulpa atau periapikal yang memerlukan perawatan
endodontik. Pada kasus ini, uji termalnya menggunakan aplikasi dari CE.
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto rontgen (radiografi)
Pemeriksaan radiografi dilakukan setelah pemeriksaan klinis lengkap
dilakukan.Pada pemeriksaan radiografi, dokter gigi harus mempertimbangkan dan
memutuskan teknik radiografi mana yang dipakai. Gambaran radiografi sangat
membantu dokter gigi dalam menegakkan diagnosa dan rencana perawatan yang akan
dilakukan.
Pada pasien yang mengalami penyakit periodontal, teknik radiografi yang
sering dilakukan adalah teknik foto intra oral bitewing dan periapikal.Sedangkan
teknik radiografi ekstra oral panoramik jarang dilakukan. Hal ini dikarenakan teknik
foto intra oral bitewing dan periapikal lebih akurat dibandingkan dengan teknik
radiografi ekstra oral panoramic
b. Radiografi Periapikal
Dua proyeksi intaoral yang sering digunakan untuk mendapatkan foto
periapikal adalah teknik parallel dan bisektris. Banyak ahli lebih memilih

menggunakan teknik parallel karena memiliki kemungkinan distorsi yang lebih


kecil.
B. Diagnosis
Abses periapikal adalah kumpulan pus yang terlokalisir dibatasi oleh jaringan
tulang yang disebabkan oleh infeksi dari pulpa dan atau periodontal.
Abses periapikal umumnya berasal dari nekrosis jaringan pulpa. Jaringan yang
terinfeksi menyebabkan sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi
jaringan dan sel-sel yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan
tubuh dalam melawan infeksi, bergerak ke dalam rongga tersebut dan setelah memfagosit
bakteri, sel darah putih akan mati. Sel darah putih yang mati inilah yang membentuk
nanah yang mengisi rongga tersebut. Akibat penimbunan nanah ini maka jaringan
sekitarnya akan terdorong dan menjadi dinding pembatas abses. Hal ini merupakan
mekanisme pertahanan tubuh untuk mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut. Jika suatu
abses pecah di dalam maka infeksi bisa menyebar tergantung kepada lokasi abses.
C. Diagnosis Diferensial Abses Periapikal
1. Granuloma Periapikal
Periapikal granuloma merupakan lesi yang berbentuk bulat dengan perkembangan
yang lambat yang berada dekat dengan apex dari akar gigi, biasanya merupakan
komplikasi dari pulpitis. Terdiri dari massa jaringan inflamasi kronik yang
berprolifersi diantara kapsul fibrous yang merupakan ekstensi dari ligamen
periodontal.
Gejala klinis dari granuloma periapikal biasanya pasien tidak mengeluhkan
adanya nyeri, dan tes perkusi negatif. Oleh karena berhubungan dengan pulpa yang
telah nekrosis, stimulasi thermal akan menunjukkan nilai yang negatif. Pada
gambaran radiografi lesi yang berukuran kecil tidak dapat dipisahkan secara klinis
dan radiografi. Periapikal granuloma terlihat sebagai gambaran radiolusen yang
menempel pada apex dari akar gigi. Sebuah gambaran radiolusensi berbatas jelas atau
difus dengan berbagai ukuran yang dapat diamati dengan hilangnya lamina dura,
dengan atau tanpa keterlibatan kondensasi tulang.
Pasien dengan abses periapikal mungkin dapat dengan atau tanpa tanda-tanda
peradangan, yang difus atau terlokalisasi. Pada pemeriksaan perkusi dan palpasi dapat
ditemukan tanda-tanda sensitifitas dengan derajat yang bervariasi. Pulpa tidak
bereaksi terhadap stimulasi thermal karena berhubungan dengan pulpa yang telah

nekrosis. gambaran radiografi dapat bervariasi dari penipisan ligamen periodontal


hingga lesi radiolusensi dengan batas yang tidak jelas.
2. Abses Periodontal
Abses periodontal merupakan suatu inflamasi purulent yang terlokalisir pada
jaringan periodonsium. Abses periodontal diketahui sebagai lesi yang dapat dengan
cepat merusak jaringan periodonsium terjadi selama periode waktu yang terbatas serta
mudah diketahui gejala klinis dan tanda-tandanya seperti akumulasi local pus dan
terletak di dalam saku periodontal.
Gambaran klinisnya terlihat licin, pembengkakan gingiva mengkilat disertai rasa
sakit, daerah pembengkakan gingivanya lunak karena adanya eksudat purulent dan
meningkatnya kedalaman probing, gigi menjadi sensitive bila diperkusi dan mungkin
menjadi mobile serta kehilangan perlekatan periodontal dengan cepat. Abses
periodontal sering muncul sebagai eksaserbasi akut dari saku periodontal yang
sebelumnya terutama terkait pada ketidaksempurnaan dalam menghilangkan kalkulus
dan tindakan medis seperti pada pasien setelah perawatan bedah periodontal,
pemeliharaan preventif, terapi antibiotic sistemik dan akibat dari penyakit rekuren.
Abses periodontal yang tidak berhubungan dengan inflamasi penyakit periodontal
termasuk perforasi gigi, fraktur dan impaksi benda asing.
Tipikal radiografi yang menunjukkan abses periodontal memilki kekhususan pada
daerah radiolusensi sepanjang aspek lateral akar. Gambaran radiologisnya adalah
terdapat gambaran radiolusen berbatas difus di sekitar akar gigi, biasanya melibatkan
penurunan (resorbsi) tulang alveolar, lamina dura melebar dan terjadi pelebaran
membran periodontal.
3. Kista Radikuler
Kista radikuler merupakan massa cair yang dikelilingi selapis epitel dari jaringan
disekitar sel-sel pusat yang akan terus membesar karena mengeluarkan eksudat
jaringan hingga diameternya mencapai lebih dari 2 cm yang disebabkan oleh resobsi
tulang alveolar yang bergranulasi dan mengalami inflamasi kronis .
Gambaran radiografisnya khas. Kista memiliki dinding epitel gepeng berlapis
berkeratin dan berisi cairan kental, berbentuk bundar atau oval yang besarnya
bervariasi. Lamina dura menghilang. Membran periodontal menghilang. Oleh karena
cairan yang bertambah banyak maka kista akan bertambah besar dan menekan ke
segala arah sehingga gambaran radiografisnya berbentuk bundar atau oval, berbatas
garis putih yang jelas dan tegas, dindingnya halus dan teratur sehingga dapat
dibedakan dengan daerah sekitarnya yang normal. Lokasinya dapat mengenai hanya

satu gigi atau beberapa gigi sekaligus. Kista ini tidak menimbulkan keluhan atau rasa
sakit, kecuali kista yang terinfeksi.
D. Psikologis
Pada kasus, anak berumur 10 tahun. Banyak ahli menganggap masa anak sekolah
(usia 6-12 tahun) ini sebagai masa tenang atau masa latent, dimana apa yang telah terjadi
di pupuk pada masa-masa sebelumnya akan berlangsung terus untuk masa-masa
selanjutnya. Tahap usia ini disebut juga sebagai usia kelompok (gang age), dimana anak
mulai mengalihkan perhatian dan hubungan intim dalam keluarga ke kerja sama antar
teman dan sikap-sikap terhadap kerja atau belajar.
Sakit gigi yang dirasakan oleh anak berdampak pada perubahaan sikap dan
tingkah laku seperti misalnya anak yang selalu ceria tampak lebih murung dan rewel
bahkan sering dan mudah menangis karena rasa sakit yang di timbulkan oleh giginya.
Kondisi yang dialami oleh anak ini tentu sangat menganggu aktifitas , apalagi bila
menyerang anak-anak yang sedang dalam masa aktif. Selain itu, rasa sakit gigi yang
berkepanjangan juga dapat membuat anak tertinggal dalam pelajaran, memengaruhi
konsentrasi saat belajar dan jika dibiarkan dapat memengaruhi keberhasilan
akademiknya.
Menurut Noerdin (2002) kesulitan yang sering terjadi dalam tindakan perawatan
gigi anak adalah pada saat pasien anak menunjunkkan sikap non kooperatif berupa rasa
takut dan cemas pada dokter gigi atau perawat gigi yang akan dilakukan (Hendrastuti
2003). Pada kasus disebutkan anak menjadi malas makan dan pendiam. Tipe anak seperti
ini takut akan tantangan-tantangan sosial, termasuk pergi ke dokter gigi. Pengalaman ke
dokter gigi akan membuat si anak yang introvert mengalami stress, karena dalam
kunjungannya ke dokter gigi dibutuhkan suatu hubungan dan komunikasi antara dokter
gigi dengan si pasien anak.
Kondisi ini menjadi permasalahan yang harus segera diatasi agar nantinya
tindakan perawatan yang dilakukan dapat berjalan dengan lancar. Untuk itu diperlukan
kerja sama yang baik antara perawat gigi atau dokter gigi dengan pasien anak serta orang
tua anak. Perawat gigi atau dokter gigi dituntut untuk mempunyai keterampilan dan
pengetahuan yang baik dalam penanganan anak secara psikologis, sedangkan orang tua
anak diharapkan dapat memberi pengertian dan dorongan kepada anak agar mau
melakukan perawatan gigi yang akan dilakukan kepadanya.(Hendrastuti 2003). Dokter
gigi juga harus menyadari bahwa anak-anak introvert akan membutuhkan waktu lama
untuk memperlihatkan perilaku yang diharapkan pada dental appointment, sehingga

dibutuhkan ekstra kesabaran dalam membangun hubungan, kepercayaan, dan


komunikasi.
E. Etiologi Abses Periapikal
Etiologi umum dari kebanyakan infeksi orofasial dapat berupa abses periapikal
akut sampai dengan selulitis servikofasial bilateral (Ludwig angina) adalah patologi,
trauma atau perawatan gigi dan jaringan pendukungnya. Riwayat alami dari infeksi
odontogenik biasanya dimulai dengan terjadinya kematian pulpa, invasi bakteri dan
perluasan proses infeksi ke arah perapikal. Terjadinya peradangan yang terlokalisir atau
abses periapikal akut tergantung dari virulensi kuman, dan efektivitas pertahanan hospes
(Pedersen, 1996).
Berdasarkan kasus di atas, dapat dapat diketahui bahwa diagnosisnya adalah
abses periapikal. Diagnosis dapat ditetapkan setelah dilakukan pemeriksaan objektif dan
didapatkan bahwa adanya pembengkakan pada gingiva gigi M1 kanan rahang bawah
yang mana gigi tersebut terdapat kavitas dan telah nekrosis. Kejadian ini diawali oleh
infeksi kuman dari proses karies. Dengan perkembangan karies, atau beberapa antigen
dapat menyebabkan respon peradangan jaringan pulpa kemudian tubuh menyerang
infeksi, oleh karena pulpa tertutup oleh struktur padat dentin maka tidak terdapat ruangan
untuk perluasan eksudat radang yang berupa nanah (sekumpulan sel darah putih dan
jaringan yang mati) sehingga nanah dialirkan ke jaringan periapikal melalui saluran akar.
Hal ini menyebabkan gusi yang berada di dekat akar gigi tersebut membengkak dan
membentuk abses periapikal dan bila prosesnya kronik akan menjadi kelainan berupa
abses kronik, granuloma dan kista radikular. Kuman saluran akar merupakan penyebab
utama abses periapikal, dan umumnya berupa Gram positif, Gram negatif baik aerob dan
anaerob yang akan invasi ke jaringan periapikal dan akhirnya dapat menyebabkan
kerusakan.

F. Rencana Perawatan
Pada dasarnya, prinsip terapi abses adalah insisi untuk drainase (mengeluarkan
cairan pus), dengan catatan, prinsip ini dipergunakan untuk abses yang berada di jaringan
lunak. Pada abses periapikal memiliki kondisi khas berupa gigi mengalami karies besar

dan terasa menonjol, sakit bila digunakan mengunyah, kadang terasa ada cairan asin
keluar dari gigi yang berlubang tersebut. Terapi kegawat-daruratannya dalam kondisi ini
tentunya belum dapat dilakukan insisi, oleh karena pus berada dalam tulang, namun yang
dapat dilakukan adalah melakukan prosedur open bur, melakukan eksterpasi untuk
mengeluarkan jaringan nekrotik, oklusal grinding, dan pemberian terapi farmakologi.
Terapi yang dilakukan adalah insisi, drainase dan pemberian antibiotik.
Penderita bisa diobati dengan pemberian antibiotik, analgesik, atau darinase sesuai
rujukan dokter gigi atau ahli bedah mulut. Dalam kasus abses lokal dan menyebar,
drainase harus dilakukan sesegera mungkin. Jika drainase segera tidak memungkinkan,
analgesia yang sesuai (NSAID) harus direkomendasikan sampai infeksi dapat dibuang
secara memadai. Pasien harus diberi dosis analgesik (NSAID jika tidak kontra-indikasi)
pra-bedah, atau segera setelah operasi.
Terapi Antibiotik tidak diindikasikan pada pasien dinyatakan sehat dan ketika abses
terlokalisir. Antibiotik sistemik tidak memberikan manfaat tambahan atas drainase dari
abses dalam kasus infeksi lokal kecuali terdapat komplikasi sistemik (misalnya demam,
limfadenopati, cellulitis), bengkak menyebar atau untuk pasien immunocompromised.
Antibiotik tidak secara rutin diresepkan untuk mengobati abses gigi karena:
a. Drainase abses adalah pengobatan yang lebih efektif
b. Menggunakan antibiotik untuk mengobati infeksi tidak serius membuat mereka
kurang efektif untuk mengobati infeksi yang lebih parah (ini dikenal sebagai resistensi
antibiotik)
Antibiotik biasanya hanya diperlukan jika:
a. Ada tanda-tanda bahwa infeksi menyebar, seperti pembengkakan wajah atau leher
b. Anda memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah
Jika antibiotik diperlukan, antibiotik amoksisilin disebut biasanya dianjurkan. Jika
Anda alergi terhadap amoksisilin, yang merupakan jenis penisilin, metronidazol biasanya
dapat diresepkan sebagai tindakan pencegahan.
Proses kuratif untuk periapikal abses meliputi :
a. Mengeringkan kavitas menggunakan cotton pellet (buntalan kapas)
b. Menjaga tingkat kekeringan dengan sedikit membasahi kapas dengan air lalu memberi
c.
d.
e.
f.

kavitas eugenol
Menghilangkan debris-debris dari kavitas dengan seksama
Menumpat kavitas dengan tumpatan sementara
Mengevaluasi kembali oklusi
Mengevaluasi kembali perawaan darurat terhadap gigi

Perawatan saluran akar


Pengobatan untuk jenis abses biasanya perawatan saluran akar. Perawatan saluran
akar sering digunakan untuk menyimpan dan mengembalikan rusak atau mati bagian
dalam gigi (pulpa). Dokter gigi akan mengebur ke dalam gigi yang

mati dan

memungkinkan nanah untuk dikeluakan melalui gigi, dan kemudian menghilangkan


jaringan pulpa memerlukan proses penghilangan jaringan yang terinfeksi seperti sisa-sisa
karies, saraf, serta pembuluh darah yang berada dalam pulpa. Kemudian setelah semua
sisa jaringan dibersihkan, pulpa diisi dengan gutta percha (untuk mengisi ruang dan
mencegah infeksi lebih lanjut) dan ditumpat atau dibuatkan crown. Teknik ini merupakan
yang sering digunakan dalam mempertahankan gigi,dan sangat efektif untuk perawatan
abses periapikal (Catatan: bahkan jika nyeri telah hilang dengan drainase, Anda masih
akan membutuhkan perawatan saluran akar ini karena infeksi dan abses pasti akan
kembali kecuali jaringan pulpa mati ditangani..)
Jika infeksi berlanjut meskipun perawatan saluran akar, dokter gigi mungkin harus
mengekstrak (menghapus) gigi.
Ekstraksi gigi
Dalam kasus dimana pulpa sudah sangat rusak oleh karena pus, ekstraksi
merupakan jalan satu-satunya untuk perawatan. Hal ini dilakukan apabila rahang itu
sendiri sudah terkena dan prosedur perawatan saluran akar tidak dapat dilakukan. Hal ini
merupakan opsi terakhir dan tidak bisa digunakan sebagai alternatif dari perawatan
saluran akar. Gigi yang dicabut lalu diganti dengan implant atau gigi tiruan. Namun
sedapat mungkin,dokter diharuskan berusaha mempertahankan gigi asli pasien.
Skaling gigi dan root planning
Perawatan ini digunakan untuk mencegah terjadinya abses periapikal pada gigigigi lain yang belum terkena. Perawatan ini merupakan proses preventif dan bukan
merupakan perawatan utama dalam abses periapikal.
Pasien anak dengan abses periapikal harus dilihat dulu bagaimana kondisi oral
hygiene nya. Apabila oral hygienenya buruk dan anak tampak lemah dan sakitsakitan,perlu diberikan antibiotik dan vitamin agar kondisi tubuhnya pulih sebelum
dilakukan perawatan. Pus dalam abses dikeluarkan,lalu diberikan perawatan saluran akar
apabila masih bisa dilakukan prosedur ini. Setelah itu diperiksa kembali oklusi serta
keadaan setelah diberikan perawatan. Diberikan pula dental hygiene education pada

pasien agar mau merawat giginya dengan baik dan benar serta rutin memeriksakan ke
dokter gigi.
F. PROGNOSIS
Prognosis baik apabila seluruh rangkaian perawatan telah dilakukan dengan baik
dan benar.
-

Anastesi lokal untuk melakukan drainase berhasil


Drainase untuk mengeluarkan pus dari abses periapikal berhasil
Insisi dalam melakukan drainase berhasil
Pemberian obat pasca bedah dijalankan dengan baik oleh pasien.
Penambalan gigi atau pemasangan jaket atau perawatan saluran akar crown berhasil

untuk mengatasi gigi yang berlubang tersebut.


Terutama apabila diterapi dengan segera menggunakan antibiotika yang sesuai
Prognosis buruk apabila seluruh rangkaian perawatan tidak berjalan dengan baik dan

benar. Dan

menjadi bentuk kronik, akan lebih sukar diterapi dan menimbulkan

komplikasi yang lebih buruk dan kemungkinan amputasi lebih besar

DAFTAR PUSTAKA
Chaker, F.M. : Dent. Clin. North Am., 18:393, 1974 dalam Grossman, L.I., Oliet, S. & Del
Chandler NP, Koshy S. 2002. clinical review : The changing role of the apicectomy operation
in dentistry. Department of Oral Rehabilitation, School of Dentistry, University of
Otago, New Zealand.
Del Rio, C.E. 1988. Endodontic Practice. 11 th ed. Philadelphia :Lea & Febiger.
Eley BM, Manson JD. Periodontics, fifth edition. Philadelphia: Elsivier, 2004: 328-31

Gilangrasuna. Juni 2010. Mari Belajar!, Penjalaran Infeksi Odontogen. Patogenesa, Pola
Penyebaran, dan Prinsip Terapi Abses Rongga Mulut. Available at http//www. Abses
periapikal. com
Grossman, L.I. 1995. Ilmu Endodontik Dalam Praktek. Jakarta : Egc
Gunarsa, S.D. 2008. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: Gunung Mulia.
Hendrastuti.(2003). Penanganan Anak Secara Psikologis di klinik. Dentofasial Jurnal
Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin: Makassar.
Herrera D, Roldan S, Sanz M. The Periodontal Abscess: a review. Journal of Clinical
Peridontology, 2000: 27: 377-386.
http://www.primehealthchannel.com/periapical-abscess.html
Lia RCC, Garcia JMQ, Sousa-Neto MD, et al. clinical, radiographic and histological
evaluation of chronic periapical inflammatory lesions. J Appl Oral Sci 2004; 12(2):117-20
Mazur, B., & Massler, M. : Oral Surg., 17 : 592. 1964 dalam Grossman, L.I., Oliet, S. & Del
Newman MG, Takei HH, Kiokkevold PR. Clinical Periodontology, Tenth Edition. China:
Saunders Elsevier, 2006: 714-20.
Noerdin. (2002). Home-Hand Over Mouth Exercise. Dental Journal FKGUI: Jakarta.
Oliet, S. & Pollock,S. : Bull. Phila. Dent. Soc., 34:12, 1968 dalam Grossman, L.I., Oliet, S.
&
Pedersen, G.W., 1996, Buku Ajar Praktis Bedah Mulut, EGC, Jakarta
Preethi, P and Gita, BV. Gingival Abscess Revisited. Indian Journal of Multidisciplinary
Dentistry. Vol I (2010-2011)
Radmila OR, Draginja KB, Vesna BR. The therapy of periodontal abscess. Acta Rima M,
Andry H, Willie J. (eds). 1994. Kamus Kedokteran Dorland 26th ed. EGC. jakarta
Rio, C.E. 1988.Endodontic practice. 11 th ed. Philadelphia : Lea & Febiger.
Sunaryo. 2002. Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai