10.2012.043
Lisa Sari
10.2012.129
Junilando Gandhi
10.2012.204
Garba puri
10.2012.224
Constanti Evelin
10.2012.284
Silvani Dania
10.2012.334
Meyliana
10.2012.468
Timy Chistian
Fakultas Kedokteran Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara 6, Jakarta Barat
Kasus
Sesosok mayat dikirimkan ke Bagian Kedokteran Forensik FKUI / RSCM oleh
sebuah polsek di Jakarta. Ia adalah tersangka pelaku pemerkosaan terhadap seorang remaja
putri yang kebetulan anak dari seorang pejabat kepolisian. Berita yang dituliskan didalam
surat permintaan visum et repertum adalah bahwa laki-laki ini mati karena gantung diri di
dalam sel tahanan polsek.
Pemeriksaan yang dilakukan keesokan harinya menemukan bahwa pada mayat
terdapat pembengkakan dan memar, pada punggungnya terdapat beberapa memar berbentuk
dua garis sejajar (railway hematom) dan di daerah paha sekitar kemaluan korban terdapat
luka bakar berbentuk bundar berdiameter kira-kira satu sentimeter. Diujung penisnya terdapat
adanya jejas listrik. Sementara itu terdapat pula jejas jerat yang melingkari leher dengan
simpul di daerah kiri belakang membentuk sudut keatas. Dalam bedah jenasah, ditemukan
resapan darah yang luas di kulit kepala, perdarahan tipis dibawah selaput keras otak, dan
sembab otak yang besar, tidak ditemukan serapan darah di kulit leher, tetapi ditemukan
sedikit resapan darah di otot leher sebelah kiri dan patah ujung rawan gondok sisi kiri, sedikit
busa halus dalam saluran napas dan sedikit bintik-bintik perdarahan dipermukaan kedua paru
1
dan jantung. Tidak terdapat patah tulang. Dokter mengambil beberapa contoh jaringan untuk
pemeriksaan laboratorium.
Keluarga korban datang ke dokter dan menanyakan tentang sebab-sebab kematian
korban karena mereka mencurigai adanya tindakan kekerasan selama ditahanan polsek.
Mereka melihat sendiri adanya memar-memar ditubuh korban.
Pendahuluan
Untuk dapat mengetahui dan dapat membantu dalam proses penyidikan, maka dalam
perkara pidana yang menyangkut tubuh, kesehatan dan nyawa manusia diperlukan
pengetahuan khusus, yaitu ilmu kedokteran forensik. Proses penegakan hukum dan keadilan
adalah merupakan suatu usaha ilmiah dan bukan sekedar common-sense, non-scientific
belaka. Dengan demikian, dalam perkara pidana yang menyangkut tubuh, kesehatan dan
nyawa manusia, bantuan dokter dengan pengetahuan ilmu kedokteran forensik yang
dimilikinya sebagaimana yang tertuang dalam Visum et Repertum yang dibuatnya mutlak
diperlukan.1
Selain bantuan ilmu kedokteran forensik tersebut tertuang di dalam bentuk Visum et
Repertum, maka bantuan dokter dengan ilmu pengetahuan yang dimilikinya sangat
diperlukan di dalam upaya mencari kejelasan dan kebenaran materiil yang selengkaplengkapnya tentang suatu perbuatan tindak pidana yang telah terjadi sehingga dengan
demikian proses penegakan hukumdan keadilan yang merupakan suatu usaha ilmiah dan
bukan sekedar common-sense, non-scientific baru dapat diwujudkan.1,2
Perubahan pasti terjadi pada tubuh mayat, mulai terhentinya suplai oksigen.
Manifestasinya akan dapat dilihat setelah beberapa menit atau beberapa jam. Dalam kasus
tertentu, salah satu kewajiban dokter adalah membantu penyidik menegakan keadilan. Untuk
itu dokter sedapat mungkin membantu menentukan beberapa hal seperti saat kematian dan
penyebab kematian.1
Dasar Hukum Medikolegal
Pasal 133 KUHAP
(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka,
keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia
berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau
dokter dan atau ahli lainnya.
(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis,
yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat
dan atau pemeriksaan bedah mayat.
2
(3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus
diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label
yang memuat identitas mayat, dilak dengan cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau
bagian lain badan mayat. 3
Pasal 134 KUHAP
(1) Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak mungkin
lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban
(2) Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan dengan sejelas-jelasnya tentang
maksud dan tujuan perlu dilakukannya embedahan tersebut
(3) Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau pihak yang diberi
tahu tidak diketemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 133 ayat (3) undang-undang ini.3
Pasal 179 KUHAP
(1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau
ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
(2) Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan
keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan
memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya menurut pengetahuan
dalam bidang keahliannya.3
Pasal 120 KUHAP
(1) Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang yang
memiliki keahlian khusus.
(2) Ahli tersebut mengangkat sumpah atau mengucapkan janji di muka penyidik bahwa ia akan
memberi keterangan menurut pengetahuannya yang sebaik-baiknya kecuali bila disebabkan
karena harkat serta martabat, pekerjaan atau jabatannya yang mewajibkan ia menympan rahasia
dapat menolak untuk memberikan keterangan yang diminta. 3
Pasal 184 KUHAP
(1) Alat bukti yang sah adalah:
a. Keterangan saksi
b. Keterangan ahli
c. Surat
d. Pertunjuk
e. Keterangan terdakwa
(2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan. 3
Pasal 186 KUHAP
Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan. 3
Pasal 187 KUHAP
Surat sebagaimana tersebut pada pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau
dikuatkan dengan sumpah, adalah:
a. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang
berwenang atau yang dibuat dihadapannya yang memuat keterangan tentang kejadian atau
3
keadaan yang didengar, dilihat atau yang dalaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas
dan tegas tetang keterangannya itu;
b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat
oleh pejabat mengenal hal yang termasuk dalam tatalaksana yang menjadi tanggung jawab
dan yang diperuntukan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan
c. Surat keterangan dari seseorang saksi ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya
mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dan padanya;
d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian
lain. 3
Pasal 222 KUHP
Barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan pemeriksaan
mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. 3
Pasal 224 KUHP
Barang siapa yang dipanggil menurut undang-undang untuk menjadi saksi, ahli atau jurubahasa,
dengan sengaja tidak melakukan suatu kewajiban yang menurut undang-undang ia harus
melakukannnya:
1. Dalam perkara pidana dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 bulan.
2. Dalam perkara lain, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 6 bulan. 3
Pasal 522 KUHP
Barang siapa menurut undang-undang dipanggil sebagai saksi, ahli atau jurubahasa, tidak
datang secara melawan hukum, diancam dengan pidana denda paling banyak sembilan ratus
rupiah. 3
Pasal 267 KUHP
(1) Seorang dokter dengan sengaja memberikan surat keterangan palsu tentang ada atau tidakya
penyakit, kelemahan atau cacat, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun
(2) Jika keterangan diberikan dengan maksud untuk memasukkan seseorang kedalam rumah sakit
jiwa atau menahannya di situ, dijatuhkan pidana penjara paling lama delapan tahun enam
bulan
(3) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa degan sengaja memakai surat keterangan
palsu itu seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran. 3
Pasal 122 UU no 36 tahun 2009 tentang kesahatan
(1) Untuk kepentingan penegakan hukum daat dilakukan bedah mayat forensik sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan
(2) Bedah mayat forensik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh dokter ahli
forensik atau dokter lain apabila tidak ada dokter ahli forensik dan perujukan ketempat yang
ada dokter ahli forensiknya tidak dimungkinkan
(3) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas tersedianya pelayanan bedah
mayat forensik diwilayahnya
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan bedah mayat forensik diatur dengan peraturan
mentri. 3
Pasal 338 KUHP
Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan, dengan
pidana penjara paling lama lima belas tahun. 3
Pasal 339 KUHP
Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang dilakukan
dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk
melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun
untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum, diancam
dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun. 3
Pasal 340 KUHP
Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain,
diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara
seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh lima tahun. 3
Pasal 344 KUHP
Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan
dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. 3
Pasal 351 KUHP
(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau
pidana denda paling banyak 4500 rupiah.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara
paling lama lima tahun.
(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana. 3
Pasal 353 KUHP
(1) Penganiayaan dengan recana lebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun
(2) Jika perbuatan itu mengakibtkan luka-luka berat yang bersalah dikenakan pidana penjara
paling lama tujuh tahun
(3) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian yang bersalah diancam dengan pidana penjara
paling lama sembilan tahun. 3
Pasal 355 KUHP
5
(1) Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu, diancam dengan pidana
penjara paling lama 12 tahun
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam dengan pidana paling
lama lima belas tahun. 33
Rahasia Jabatan dan Pembuatan Ska/ V Et R
tersebut dalam pasal 3 pada waktu atau selama melakukan pekerjaannya dalam
lapangan kedokteran. 3
Pasal 2 Peraturan Pemerntah No 10 tahun 1966
Pengetahuan tersebut pasal 1 harus dirahasiakan oleh orang-orang yang tersebut dalam pasal
3, kecuali apabila suatu peraturan lain yang sederajat atau lebih tinggi daripada PP ini
menentukan lain. 3
Pasal 3 Peraturan Pemerntah No 10 tahun 1966
Yang diwajibkan menyimpan rahasia yang dimaksud dalam pasal 1 ialah:
a. Tenaga kesehatan menurut pasal 2 UU tentang tenaga kesehatan.
b. Mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan pemeriksaan, pengobatan
dan atau perawatan, dan orang lain yang ditetapkan oleh menteri kesehatan. 3
1) Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau
pencariannya baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan pidana penjara
paling lama sembilan bula5n atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka perbuatan itu hanya dapat dituntut
atas pengaduan orang itu. 3
Pasal 48 KUHP
Barangsiapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa tidak dipidana. 3
Alur perkara forensik
Pertama harus ada laporan ke polri, lalu dari laporan tersebut akan dilakukan penyelidikan
jika ada tanda bahwa kasus ini merupakan pelanggaran maka akan ditindak lanjut dan akan dilakukan
penyidikan oleh penyidik,
memberikan surat permintaan kedapa dokter forensik. Setelah semua barang bukti dan saksi
dikumpulkan oleh penyidik, maka berkas akan di pindahkan kekejaksaan dan jika semua berkas
lengkap akan dilakukan penuntutan oleh jaksa dan akan dilakukan sidang, disini dokter dapat
menempat diri sebagai saksi ahli.
Otopsi Klinis : pada pasien rawat inap RS yg meninggal namun diagnosis belum
tegak.
Otopsi Forensik : ketika seseorang meninggal secara mendadak atau tidak wajar maka
akan timbul pertanyaan seputar kematiannya ; untuk menjawab pertanyaan
pertanyaan seputar kematian dibutuhkan pemeriksaan medis terhadap jenazah
forensik berdasarkan ilmiah kedokteran untuk kepentingan peradilan ; otopsi forensik
adalah otopsi terhadap jenazah yg kematiannya dianggap tidak wajar (oleh penyidik)
untuk kepentingan peradilan ; otopsi forensik merupakan prosedur kunci untuk
membuktikan tentang penyebab kematian ; otopsi ini umumnya dilakukan oleh
seorang ahli patologi forensik.4
Keterangan dokter sebagai saksi ahli dapat dikatergorikan sebagagai alat bukti ; keterangan
lisan (KUHAP pasal 186) maupun surat (KUHAP pasal 187) ; yang berwenang meminta
keterangan saksi ahli adalah penyelidik (KUHAP pasal 5), penyidik dengan pangkat minimal
pembantu letnan dua ; penyidik pembantu minimal sersan dua ; PNS minimal gol. II / b dan II
/ a (KUHAP pasal 6), dan hakim. 4
Tata tertib otopsi :
Ahli waris / keluarga korban diberi kesempatan sejenak untuk melihat keadaan
jenazah.
Mayat, etc.
Pada kasus pembunuhan atau bunuh diri, bukti yg paling penting adalah mayat itu
sendiri.
Jika diamati dengan seksama, pada mayat dapat ditemukan tanda-tanda dari penyebab
kematiannya, misalnya jejas jerat, luka tembak, dll. 4
Pemeriksaan luar :
Dilakukan dari ujung rambut kepala sd kaki, tujuannya :
1. Menentukan identitas.
2. Memastikan keamanan pengelolaan jenazah.
3. Memeriksa benda-benda di sekitar jenazah.
4. Menilai keadaan umum jenazah.
8
Lepaskan seluruh penutup, periksa menyeluruh keadaan tubuh, ukuran -ukuran tubuh,
tanda kematian sekunder.
Pemeriksaan kepala :
Bentuk
Keadaan wajah (kelainan, luka2, tanda2 kekerasan, keluar cairan dari hidung dan
mulut)
Pemeriksaan leher :
Perhatikan bentuk dada, simetris? tanda2 kekerasan : tusukan, bacokan, luka tembak,
memar, raba adanya retak iga / retak tulang dada.
Perhatikan bentuk perut, bandingkan tinggi perut dengan dada, tanda kekerasan,
keadaan umbilikus (pada kasus bayi). 4
Pemeriksaan pelvis :
Pemeriksaan ekstremitas :
Perhatikan bentuk umum, ada fraktur terbuka? Pada posisi anatomis : simetris?
untuk menilai adanya fraktur tertutup dan cerai sendi.
9
Jika ada tanda kekerasan, amati dan nilai distribusinya ; mis : luka 2 tangkis pada
extensor ekstremitas atas, memar pada bagian dalam paha, dll.
Pemeriksaan dalam :
Tujuan :
1. Menemukan kelainan / hal-hal patologis : di bawah lapisan2 tubuh / integumentum, di
dalam rongga-rongga tubuh, pada organ.
2. Mengukur dan menimbang organ serta cairan / substansi yg ditemukan.
Membuka, mengamati bagian dalam rongga tubuh (dada dan perut) dan kepala.
Cara kematian adalah bagaimana suatu sebab kematian mengenai / sampai pada
korban ; ada 5 kategori cara kematian
kematian
Dapat
terjadi
di
tempat
kerja,
di
rumah,
diri
tapi
gagal
mati,
pelaku
dapat
dikenai
hukuman
sebagaimana manslaughter.4
Sebab kematian : luka tembak, luka kekerasan tajam, luka kekerasan tumpul, dll.
Otopsi merupakan cara yang paling akurat untuk menemukan sebab kematian
seseorang.
Sebab kematian adalah luka / trauma / penyakit / racun yang mengganggu proses
fisiologis dalam tubuh yang berakhir dengan kematian individu.
Sebab kematian akan menjawab pertanyaan mengapa dia meninggal (misal pada
kasus perdarahan eksternal masif) ; contoh :
1.Kasus kebakaran :
Pada korban meninggal kasus kebakaran, harus dibuktikan ada / tidaknya jelaga pada
saluran napas.
Jika ada jelaga (dahak kehitaman karena butiran arang) berarti dia meninggal dengan
mekanisme asfiksia.
Selanjutnya harus dibuktikan adanya kandungan racun (mis : CO, CN) pada sampel
darahnya. 4
2.Kasus gantung :
Pada korban harus dicari ada / tidaknya tanda tanda kekurangan oksigen (mis :
sianotik pada ujung-ujung jari).
Jika ditemukan jejas dari tali / jejas alat gantung pada leher, harus dicari adanya
tanda2 intravital pada jejas tsb.
Bila tidak ada tanda intravital (tanda yang menunjukkan jaringan setempat masih
hidup ketika terjadi trauma) berarti korban meninggal sebelum ter / digantung. 4
3.Kasus tenggelam :
11
Pada kasus ini harus ditemukan bukti bahwa dalam jalan napas serta paru dan
lambung korban ditemukan air yang cocok dengan tempat dia tenggelam (diatom tes).
Harus ditemukan tanda-tanda perdarahan dalam paru sebagai bukti usaha korban
untuk tetap bernapas dalam air.
Mekanisme kematian :
5. Mati otak (mati batang otak) adalah bila telah terjadi kerusakan seluruh isi neronal
intrakranial yang irreversible, termasuk batang otak dan serebelum. Dengan
diketahuinya mati otak (mati batang otak) maka dapat dikatakan seseorang secara
keseluruhan tidak dapat dinyatakan hidup lagi, sehingga alat bantu dapat dihentikan.2
Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang berupa
tanda kematian, yaitu perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan tersebut dapat
timbul dini pada saat meninggal atau beberapa menit kemudian, misalnya kerja jantung dan
peredaran darah berhenti, pernapasan berhenti, refleks cahaya dan refleks kornea mata
menghilang, kulit pucat dan relaksasi otot. Setelah beberapa waktu timbul perubahan
pascamati yang jelas yang memungkinkan diagnosis kematian lebih pasti. Tanda-tanda
tersebut dikenal sebagai tanda pasti kematian berupa lebam mayat (hipostasis atau lividitas
pascamati), kaku mayat (rigor mortis), penurunan suhu tubuh, pembusukan, mummifikasi dan
adiposera.2
1. Pernapasan berhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit (inspeksi, palpasi, auskultasi).
2. Terhentinya sirkulasi, dinilai selama 15 menit, nadi karotis tidak teraba.
3. Kulit pucat, tetapi bukan merupakan tanda yang dapat dipercaya, karena mungkin terjadi
spasme agonal sehingga wajah tampak kebiruan.
4. Tonus otot menghilang dan relaksasi. Relaksasi dari otot-otot wajah menyebabkan kulit
menimbul sehingga kadang-kadang membuat orang menjadi tampak lebih muda.
Kelemasan otot sesaat setelah kematian disebut relaksasi primer. Hal ini mengakibatkan
pendataran daerah-daerah yang tertekan, misalnya daerah belikat dan bokong pada mayat
yang terlentang.
5. Pembuluh darah retina mengalami segmentasi beberapa menit setelah kematian. Segmensegmen tersebut bergerak ke arah tepi retina dan kemudian menetap.
6. Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih dapat
dihilangkan dengan meneteskan air.2
intensitasnya bertambah dan menjadi lengkap dan menetap setelah 8-12 jam. Sebelum
waktu ini, lebam mayat masih hilang (memucat) pada penekanan dan dapat berpindah jika
posisi mayat diubah. Memucatnya lebam akan lebih cepat dan sempurna apabila
penekanan atau perubahan posisi tubuh tersebut dilakukan dalam 6 jam pertama setelah
mati klinis. Tetapi, walaupun setelah 24 jam, darah masih tetap cukup cair sehingga
sejumlah darah masih dapat mengalir dan membentuk lebam mayat di tempat terendah
yang baru. Kadang-kadang dijumpai bercak perdarahan berwarna biru kehitaman akibat
pecahnya pembuluh darah. Menetapnya lebam mayat disebabkan oleh bertimbunnya selsel darah dalam jumlah cukup banyak sehingga sulit berpindah lagi. Selain itu, kekakuan
otot-otot dinding pembuluh darah ikut mempersulit perpindahan tersebut.2
Lebam mayat dapat digunakan untuk tanda pasti kematian; memperkirakan sebab
kematian, misalnya lebam berwarna merah terang pada keracunan CO atau CN, warna
kecoklatan pada keracunan anilin, nitrit, nitrat, sulfonal; mengetahui perubahan posisi
mayat yang dilakukan setelah terjadinya lebam mayat yang menetap; dan memperkirakan
saat kematian.
Apabila pada mayat terlentang yang telah timbul lebam mayat belum menetap
dilakukan perubahan posisi menjadi telungkup, maka setelah beberapa saat akan terbentuk
lebam mayat baru di daerah dada dan perut. Lebam mayat yang belum menetap atau masih
hilang pada penekanan menunjukkan saat kematian kurang dari 8-12 jam sebelum saat
pemeriksaan.2
Mengingat pada lebam mayat darah terdapat di dalam pembuluh darah, maka keadaan
ini digunakan untuk membedakannya dengan resapan darah akibat trauma (ekstravasasi).
Bila pada daerah tersebut dilakukan irisan dan kemudian disiram dengan air, maka warna
merah darah akan hilang atau pudar pada lebam mayat, sedangkan pada resapan darah
tidak menghilang.2
2. Kaku mayat (rigor mortis)
Kelenturan otot setelah kematian masih dipertahankan karena metabolisme tingkat
seluler masih berjalan berupa pemecahan cadangan glikogen otot yang menghasilkan
energi. Energi ini digunakan untuk mengubah ADP menjadi ATP. Selama masih terdapat
ATP maka serabut aktin dan miosin tetap lentur. Bila cadangan glikogen dalam otot habis,
maka energi tidak terbentuk lagi, aktin dan miosin menggumpal dan otot menjadi kaku.2
Kaku mayat dibuktikan dengan memeriksa persendian. Kaku mayat mulai tampak
kira-kira 2 jam setelah mati klinis, dimulai dari bagian luar tubuh (otot-otot kecil) ke arah
dalam (sentripetal). Teori lama menyebutkan bahwa kaku mayat ini menjalar kraniokaudal.
14
Setelah mati klinis 12 jam kaku mayat menjadi lengkap, dipertahankan selama 12 jam dan
kemudian menghilang dalam urutan yang sama. Kaku mayat umumnya tidak disertai
pemendekan serabut otot, tetapi jika sebelum terjadi kaku mayat otot berada dalam posisi
teregang, maka saat kaku mayat terbentuk akan terjadi pemendekan otot.2
Faktor-faktor yang mempercepat terjadinya kaku mayat adalah aktivitas fisik sebelum
mati, suhu tubuh yang tinggi, bentuk tubuh kurus dengan otot-otot kecil dan suhu
lingkungan tinggi. Kaku mayat dapat dipergunakan untuk menunjukkan tanda pasti
kematian dan memperkirakan saat kematian.2
Terdapat kekakuan pada mayat yang menyerupai kaku mayat, antara lain :
a) Cadaveric spasm (instantaneous rigor), adalah bentuk kekauan otot yang terjadi pada
saat kematian dan menetap. Cadaveric spasm sesungguhnya merupakan kaku mayat
yang timbul dengan intensitas sangat kuat tanpa didahului oleh relaksasi primer.
Penyebabnya adalah akibat habisnya cadangan glikogen dan ATP yang bersifat setempat
pada saat mati klinis karena kelelahan atau emosi yang hebat sesaat sebelum meninggal.
Cadaveric spasm ini jarang dijumpai, tetapi sering terjadi dalam masa perang.
Kepentingan medikolegalnya adalah menunjukkkan sikap terakhir masa hidupnya.
Misalnya, tangan yang menggenggam erat benda yang diraihnya pada kasus tenggelam,
tangan yang menggenggam senjata pada kasus bunuh diri.
b) Heat stiffening, yaitu kekakuan otot akibat koagulasi protein otot oleh panas. Otot-otot
berwarna merah muda, kaku, tetapi rapuh (mudah robek). Keadaan ini dapat dijumpai
pada korban mati terbakar. Pada heat stiffening serabut-serabut ototnya memendek
sehingga menimbulkan fleksi leher, siku, paha dan lutut, membentuk sikap petinju.
Perubahan sikap ini tidak memberikan arti tertentu bagi sikap semasa hidup,
intravitalitas, penyebab atau cara kematian.
c) Cold stiffening, yaitu kekauan tubuh akibat lingkungan dingin, sehingga terjadi
pembekuan cairan tubuh, termasuk cairan sendi, pemadatan jaringan lemak subkutan
dan otot, sehingga bila sendi ditekuk akan terdengar bunyi pecahnya es dalam rongga
sendi.2
3. Penurunan suhu tubuh (algor mortis)
Penurunan suhu tubuh terjadi karena proses pemindahan panas dari suatu benda ke
benda yang lebih dingin, melalui cara radiasi, konduksi, evaporasi dan konveksi.
Grafik penurunan suhu tubuh ini hampir berbentuk kurva sigmoid atau seperti huruf
S. Kecepatan penurunan suhu dipengaruhi oleh suhu keliling, aliran dan kelembaban
udara, bentuk tubuh, posisi tubuh dan pakaian. Selain itu, suhu saat mati perlu diketahui
untuk perhitungan perkiraan saat kematian. Penurunan suhu tubuh akan lebih cepat pada
suhu keliling yang rendah, lingkungan berangin dengan kelembaban rendah, tubuh yang
15
kurus, posisi terlentang, tidak berpakaian atau berpakaian tipis, dan pada umumnya orang
tua serta anak kecil.2
Penelitian akhir-akhir ini cenderung untuk memperkirakan saat mati melalui
pengukuran suhu tubuh pada lingkungan yang menetap di Tempat Kejadian Perkara
(TKP). Caranya adalah dengan melakukan 4-5 kali penentuan suhu rectal dengan interval
waktu yang sama (minimal 15 menit). Suhu lingkungan diukur dan dianggap konstan
karena faktor-faktor lingkungan dibuat menetap, sedangkan suhu saat mati dianggap 37 oC
bila tidak ada penyakit demam. Penelitian membuktikan bahwa perubahan suhu
lingkungan kurang dari 2oC tidak mengakibatkan perubahan yang bermakna. Dari angkaangka di atas, dengan menggunakan rumus atau grafik dapat ditentukan waktu antara saat
mati dengan saat pemeriksaan. Saat ini telah tersedia program komputer guna
penghitungan saat mati melalui cara ini.2
4. Pembusukan (decomposition, putrefaction)
Pembusukan adalah proses degradasi jaringan yang terjadi akibat autolisis dan kerja
bakteri. Autolisis adalah perlunakan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam keadaan
steril. Autolisis timbul akibat kerja digestif oleh enzim yang dilepaskan sel pasca mati dan
hanya dapat dicegah dengan pembekuan jaringan.2
Setelah seseorang meninggal, bakteri yang normal hidup dalam tubuh segera masuk
ke jaringan. Darah merupakan media terbaik bagi bakteri tersebut untuk bertumbuh.
Sebagian besar bakteri berasal dari usus dan yang terutama adalah Clostridium welchii.
Pada proses pembusukan ini terbentuk gas-gas alkana, H 2S dan HCN, serta asam amino
dan asam lemak.2
Pembusukan baru tampak kira-kira 24 jam pasca mati berupa warna kehijauan pada
perut kanan bawah, yaitu daerah sekum yang isinya lebih cair dan penuh dengan bakteri
serta terletak dekat dinding perut. Warna kehijauan ini disebabkan oleh terbentuknya sulfmet-hemoglobin. Secara bertahap warna kehijauan ini akan menyebar ke seluruh perut dan
dada, dan bau busuk pun mulai tercium. Pembuluh darah bawah kulit akan tampak seperti
melebar dan berwarna hijau kehitaman.2
Selanjutnya kulit ari akan terkelupas atau membentuk gelembung berisi cairan
kemerahan berbau busuk. Pembentukan gas di dalam tubuh, dimulai di dalam lambung
dan usus, akan mengakibatkan tegangnya perut dan keluarnya cairan kemerahan dari
mulut dan hidung. Gas yang terdapat di dalam jaringan dinding tubuh akan mengakibatkan
terabanya derik (krepitasi). Gas ini menyebabkan pembengkakan tubuh yang menyeluruh,
tetapi ketegangan terbesar terdapat di daerah dengan jaringan longgar, seperti skrotum dan
payudara. Tubuh berada dalam sikap seperti petinju (pugilistic attitude), yaitu kedua
16
lengan dan tungkai dalam sikap setengah fleksi akibat terkumpulnya gas pembusukan di
dalam rongga sendi.2
Selanjutnya, rambut menjadi mudah dicabut dan kuku mudah terlepas, wajah
mengembung dan warna ungu kehijauan, kelopak mata membengkak, pipi tembam, bibir
tebal, lidah membengkak dan sering terjulur di antara gigi. Keadaan seperti ini sangat
berbeda dengan wajah asli korban, sehingga tidak dapat lagi dikenali oleh keluarga.2
Larva lalat akan dijumpai setelah pembentukan gas pembusukan nyata, yaitu kira-kira
36-48 jam pasca mati. Kumpulan telur lalat telah dapat ditemukan beberapa jam pasca
mati, di alis mata, sudut mata, lubang hidung dan di antara bibir. Telur lalat tersebut
kemudian akan menetas menjadi larva dalam waktu 24 jam. Dengan identifikasi spesies,
lalat dan mengukur panjang larva, maka dapat diketahui usia larva tersebut, yang dapat
dipergunakan untuk memperkirakan saat mati, dengan asumsi bahwa lalat biasanya
secepatnya meletakkan telur setelah seseorang meninggal (dan tidak lagi dapat mengusir
lalat yang hinggap).2
Alat dalam tubuh akan mengalami pembusukan dengan kecepatan yang berbeda.
Perubahan warna terjadi pada lambung terutama di daerah fundus, usus, menjadi ungu
kecoklatan. Mukosa saluran napas menjadi kemerahan, endokardium dan intima pembuluh
darah juga kemerahan, akibat hemolisis darah. Difusi empedu dari kandung empedu
mengakibatkan warna coklat kehijauan di jaringan sekitarnya. Otak melunak, hati menjadi
berongga seperti spons, limpa melunak dan mudah robek. Kemudian alat dalam akan
mengerut. Prostat dan uterus non-gravid merupakan organ padat yang paling lama
bertahan terhadap perubahan pembusukan.
Pembusukan akan timbul lebih cepat bila suhu keliling optimal (26.5 oC hingga sekitar
suhu normal tubuh), kelembaban dan udara yang cukup, banyak bakteri pembusuk, tubuh
gemuk atau menderita penyakit infeksi dan sepsis. Media tempat mayat terdapat juga
berperan. Mayat yang terdapat di udara akan lebih cepat membusuk dibandingkan dengan
yang terdapat dalam air atau dalam tanah. Bayi baru lahir umumnya lebih lambat
membusuk, karena hanya memiliki sedikit bakteri dalam tubuhnya dan hilangnya panas
tubuh yang cepat dan bayi akan menghambat pertumbuhan bakteri.2
5. Adiposera atau lilin mayat.
Adiposera adalah terbentuknya bahan yang berwarna keputihan, lunak atau
berminyak, berbau tengik yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh pasca mati.2
Adiposera terutama terdiridari asam-asam lemak tak jenuh yang terbentuk oleh
hidrolisis lemak dan mengalami hidrogenisasi sehingga terbentuk asam lemak jenuh pasca
mati yang tercampur dengan sisa-sisa otot, jaringan ikat, jaringan saraf yang termumifikasi
17
dan kristal-kristal sferis dengan gambaran radial. Adiposera terapung di air, bila
dipanaskan mencair dan terbakar dengan nyala kuning, larut dalam alkohol dan eter.2
Adiposera dapat terbentuk di sembarang lemak tubuh, bahkan di dalam hati, tetapi
lemak superficial yang pertama kali terkena. Biasanya perubahan berbentuk bercak, dapat
terlihat di pipi, payudara atau bokong, bagian tubuh atau ekstremitas. Jarang seluruh lemak
tubuh berubah menjadi adiposera.2
Adiposera akan membuat gambaran permukaan luar tubuh dapat bertahan hingga
bertahun-tahun, sehingga identifikasi mayat dan perkiraan sebab kematian masih
dimungkinkan.2
Faktor-faktor yang mempermudah terbentuknya adiposera adalah kelembaban dan
lemak tubuh yang cukup, sedangkan yang meghambat adalah air yang mengalir yang
membuang elektrolit.2
Udara yang dingin menghambat pembentukan, sedangkan suhu yang hangat akan
mempercepat. Invasi bakteri endogen ke dalam jaringan pasca mati juga akan
mempercepat pembentukannya.2
Pembusukan akan terhambat oleh adanya adiposera, karena derajat keasaman dan
dehidrasi jaringan bertambah. Lemak segar hanya mengandung kira-kira 0.5% asam lemak
bebas, tetapi dalam waktu 4 minggu pasca mati dapat naik menjadi 20% dan setelah 12
minggu menjadi 70% atau lebih. Pada saat ini, adiposera menjadi jelas secara makroskopik
sebagai bahan berwana putih kelabu yang menggantikan atau menginfiltrasi bagian-bagian
lunak tubuh. Pada stadium awal pembentukannya sebelum makroskopik jelas, adiposera
paling baik dideteksi dengan analisis asam palmitat.2
6. Mummifikasi
Mummifikasi adalah proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yang cukup
cepat sehingga terjadi pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat menghentikan
pembusukan. Jaringan berubah menjadi keras dan kering, berwarna gelap, berkeriput dan
tidak membusuk karena kuman tidak dapat berkembang pada lingkungan yang kering.
Mummifikasi terjadi bila suhu hangat, kelembaban rendah, aliran udara yang baik, tubuh
yang dehidrasi dan waktu yang lama (12-14 minggu). Mummifikasi jarang dijumpai pada
cuaca yang normal.2
Identifikasi Forensik
Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu
penyidik untuk menentukan identitas seseorang. Identifikasi personal sering merupakan suatu
masalah dalam kasus pidana maupun perdata.Menentukan identitas personal dengan tepat
amat penting dalam penyidikan karena adanya kekeliruan dapat berakibat fatal dalam proses
peradilan.1,2
18
Peran ilmu kedokteran forensik dalam identifikasi terutama pada jenazah tidak
dikenal, jenazah yang rusak , membusuk, hangus terbakar dan kecelakaan masal, bencana
alam, huru hara yang mengakibatkan banyak korban meninggal, serta potongan tubuh
manusia atau kerangka.Selain itu identifikasi forensik juga berperan dalam berbagai kasus
lain seperti penculikan anak, bayi tertukar, atau diragukan orangtuanya.2
Identitas seseorang dipastikan bila paling sedikit 2 metode yang digunakan
memberikan hasil positif (tidak meragukan).2
Penentuan identitas personal dapat menggunakan metode identifikasi sidik jari, visual,
dokumen, pakaian dan perhiasan, medik, gigi, serologic, dan secara eksklusi. Akhir-akhir ini
dikembangkan pula metode identifikasi DNA.1
ini
membandingkan
sidik
jari
jenazah
dengan
data
sidik
jari
antemortem.Sampai saat ini, pemeriksaan sidik jari merupakan pemeriksaan yang diakui
paling tinggi ketepatan nya untuk menentukan identitas seseorang.
Dengan demikian harus dilakukan penanganan yang sebaik-baiknya terhadap jari
tangan jenazah untuk pemeriksaan sidik jari, misalnya dengan melakukan pembungkusan
kedua tangan jenazah dengan kantong plastik.1,5
Metode Visual
Metode ini dilakukan dengan memperlihatkan jenazah pada orang-orang yang merasa
kehilangan anggota keluarga atau temannya.Cara ini hanya efektif pada jenazah yang belum
membusuk, sehingga masih mungkin dikenali wajah dan bentuk tubuhnya oleh lebih dari satu
orang.Hal ini perlu diperhatikan mengingat adanya kemungkinan faktor emosi yang turut
berperan untuk membenarkan atau sebaliknya menyangkal identitas jenazah tersebut.1
Pemeriksaan Dokumen
Dokumen seperti kartu identitas (KTP, SIM, Paspor) dan sejenisnya yang kebetulan
ditemukan dalam dalam saku pakaian yang dikenakan akan sangat membantu mengenali
jenazah tersebut. Perlu diingat pada kecelakaan masal, dokumen yang terdapat dalam tas atau
dompet yang berada dekat jenazah belum tentu adalah milik jenazah yang bersangkutan.1,5
atau nama pembuat, ukuran, inisial nama pemilik, badge yang semuanya dapat membantu
proses identifikasi walaupun telah terjadi pembusukan pada jenazah tersebut.Khusus anggota
19
ABRI, identifikasi dipemudah oleh adanya nama serta NRP yang tertera pada kalung logam
yang dipakainya.1
Identifikasi Medik
Metode ini menggunakan data umum dan data khusus. Data umum meliputi tinggi
badan, berat badan, rambut, mata, hidung, gigi dan sejenisnya.Data khusus meliputi tatto, tahi
lalat, jaringan parut, cacat kongenital, patah tulang dan sejenisnya.1
Metode ini mempunyai nilai tinggi karena selain dilakukan oleh seorang ahli dengan
menggunakan berbagai cara/modifikasi (termasuk pemeriksaan dengan sinar-X) sehingga
ketepatan nya cukup tingi.Bahkan pada tengkorak/kerangka pun masih dapat dilakukan
metode identifikasi ini.1,5
Melalui identifikasi medik diperoleh data tentang jenis kelamin, ras, prkiraan umur
dan tingi badan, kelainan pada tulang dan sebagainya.1
Pemeriksaan gigi
Pemeriksaan ini meliputi pencatatan data gigi (Odontogram) dan rahang yang dapat
dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan manual, sinar-X dan pencetakan gigi dan
rahang.Odontogram memuat data tentang jumlah,bentuk, susunan, tambalan, protesa gigi dan
sebagainya.1
Seperti hal nya dengan sidik jari, maka setiap individu memiliki susunan gigi yang
khas.Dengan demikian dapat dilakukan indentifikasi dengan cara membandingkan data
temuan dengan data pembanding antemortem.1,5
Pemeriksaan Serologik
Pemeriksaan serologik betujuan untuk menentukan golongan darah jenazah.Penentuan
golongan darah pada jenazah yang telah membusuk dapat dilakukan dengan memeriksa
rambut, kuku dan tulang. Saat ini telah dapat dilakukan pemeriksaan sidik DNA yang akurasi
nya sangat tinggi.1,5
Pemeriksaan Traumatologi Forensik
Kebanyakan dari kasus-kasus forensik menimbulkan luka yang disebabkan oleh
trauma. Traumalogi forensik sesendiri adalah ilmu yang mempelajari tentang luka dan cedera
serta hubungannya dengan berbagai kekerasan (rudapaksa), sedangkan yang dimaksud
dengan luka adalah suatu keadaan ketidak sinambungan jaringan tubuh akibat kekerasan. 1
Didalam melakukan pemeriksaan terhadap orang yang menderita luka akibat kekerasan, pada
20
hakekatnya dokter diwajibkan untuk dapat memberikan kejelasan dari permasalahan jenis
luka yang terjadi, jenis kekerasan yang menyebabkan luka, dan kualifikasi luka.
Berdasarkan sifat serta penyebabnya, kekerasan dapat dibedakan atas kekerasan yang
bersifat :
Mekanik
- Kekerasan oleh benda tajam
- Kekerasan oleh benda tumpul
- Tembakan senjata api
Fisika
- Suhu
- Listrik dan petir
- Perubahan tekanan udara
- Akustik
- Radiasi
Kimia
- Asam atau basa kuat.1,2
21
Bila kekerasan benda tumpul yang mengakibatkan luka memar terjadi pada
daerah dimana terdapat jaringan longgar, seperti di daerah mata, leher, atau pada
orang yang lanjut usia, maka luka memar yang tampak seringkali tidak sebanding
dengan kekerasan, dalam arti seringkali lebih luas, dan adanya jaringan longgar
tersebut memungkinkan berpindahnya memar ke daerah yang lebih rendah
berdasarkan gravitasi. Misalnya saja kekerasan benda tumpul pada dahi
menimbulkan hematom palpebral atau kekerasan benda tumpul pada paha dengan
patah tulang paha menimbulkan hematom pada sisi luar tungkai bawah.
Macam-macam luka memar
1.
Hari ke 1
: terjadi pembengkakan warna merah kebiruan
Hari ke 2-3
: warna biru kehitaman
Hari ke 4-6
: warna biru kehijauan coklat
> 1 minggu 4 minggu
: menghilang / sembuh
23
dan tumpul
Permukaan tertutup exudasi yang akan mongering (krusta)
Timbul reaksi radang (sel PMN)
Sembuh dalam 1-2 minggu dan biasanya pada penyembuha tidak
meninggalkan jaringan parut.
Pola dari abrasi sendiri dapat mennetukan bentuk dari benda yang
mengenainya. Waktu terjadinya luka sendiri sulit dinilai dengan mata telanjang.
Perkiraan kasar usia luka sendiri sulit dinilai dengan mata telanjang, namun dapat
diperkirakan dengan mikroskopik. Efek lanjut dari abrasi dapat sangat jarang terjadi.
Infeksi dapat terjadi pada abrasi yang luas.2 Memperkirakan umur luka lecet :
Hari ke 1-3
Hari 4-6
suram
Hari ke 7-14
:pembentukan epidermis baru
Beberapa minggu : terjadi ppenyembuhan lengkap
24
yang tinggi dan rendahnya penglepasan panas dapat menimbulkan kolaps pada
seseorang karena ketidakseimbangan antara adalah sirkulasi dengan lumen pembuluh darah.
Hal ini sering terjadi pemaparan terhadap panas, kerja jasmani yang berlebihan dan pakaian
yang terlalu tebal. Dapat pula terjadi heat exhaustion sekunder akibat kehilangan cairan tubuh
yang berlebihan (dehidrasi). Heat stroke adalah kegagalan kerja pusat pengatur suhu akibat
terlalu tingginya temperatur suhu tubuh. Suhu lethal oksigen adalah 43 derajat celcius.
Penglepasan panas tubuh secara konduksi dan radiasi sudah mulai berlangsung saat suhu
eksogen mencapai 30 derajat celcius, sedangkan diatas 35 derajat celcius panas tubuh harus
dilepas melalui penguapan keringet. Sun stroke dapat terjadi akibat panas sinar matahari yang
menyebabkan hipertermia sedangkan Heat cramps terjadi akibat menghilangnya NaCl darah
dengan cepat akibat suhu tinggi.1
Luka bakar terjadi akibat kontak kulit dengan benda bersuhu tinggi. Kerusakan kulit
yang terjadi bergantung pada tinggi suhu dan lama kontak. Kontak kulit dengan uap air panas
25
selama 2 detik mengakibatkan suhu kulit pada kedalaman 1 mm dapat mencapai 66 derajat
celcius, sedangkan pada ledakan bensin dalam waktu singkat mencapai suhu 47 derajat
celcius. Luka bakar sudah dapat jadi pada suhu 43-44 derajat celcius bila kontak cukup lama.1
Pelebaran kapiler bawah kulit mulai terjadi pada saat suhu mencapai 35 derajat celcius
selama 120 detik, vesikel terjadi pada suhu 53-57 derajat celcius selama kontak 30-120 detik.
Luka bakar yang terjadi dapat dikategoriikan ke dalam 4 derajat luka bakar.
I
II
III
IV
Eritema
Vesikel dan bula
Nekrosis koagulatif
Karbonisasi
Hiperemia
Eritema dan Vesikel
Nekrosis
Pembekuan
disertai
kerusakan
jaringan
Luka Akibat Trauma Listrik
Faktor yang berperan pada cedera listrik ialah tegangan (volt), kuat arus (ampere),
tahanan kulit (ohm), luas dan lama kontak. Tegangan rendah (<65 V) biasanya tidak
berbahaya bagi manusia, tetapi tegangan sedang (65-1000 V) dapat mematikan.
Banyaknya arus listrik yang mengalir menuju tubuh manusia menentukan juga
fatalitas seseorang. Makin besar arus, makin berbahaya bagi kelangsungan hidup. 1
Selain faktor-faktor kuat arus, tahanan dan lama kontak, hal lain yang penting
diperhatikan adalah luas permukaan kontak. Suatu permukaan kontak seluas 50 cm persegi
26
(kurang lebih selebar telapak tangan) dapat mematikan tanpa menimbulkan jejas listrik,
karena pada kuat arus letal (100 mA), kepadatan arus pada daerah selebar telapak tangan
tersebut hanya 2 mA/cm persegi, yang tidak cukup besar untuk menimbulkan jejas listrik.
Kuat arus yang masih memungkinkan bagi tagan yang memegangnya untuk
melepaskan diri disebut let go current yang besarnya berbeda-beda untuk setiap individu.
Gambaran makroskopis jejas listrik pada daerah kontak berupa kerusakan lapisan
tanduk kulit sebagai luka bakar dengan tepi yang menonjol, disekitarnya terdapat daerah yang
pucat dikelilingi oleh kulit yang hiperemi. Bentuknya sering sesuai dengan benda
penyebabnya. Metalisasi dapat jyga ditemukan pada jejas listrik. 1
Sesuai dengan mekanisme terjadinya, gambaran serupa jejas listrik secara
makroskopik juga bisa timbul akibat persentuhan kulit dengan benda/logam panas
(membara). Walaupun demikian keduanya dapat dibedakan dengan pemeriksaan mikroskopik
Jejas listrik bukanlah tanda intravital karena dapat juga menimbulkan pada kulit
mayat/ pasca mati (namun tanpa daerah hiperemi).
Kematian dapat terjadi karena fibrilasi ventrikel, kelumpuhan otot pernapasan dan
kelumpuhan pusat pernapasan. 1
Cedera Kepala
Pada cedera kepala, tulang tengkorak yang tidak dilindungi oleh kulit hanya mampu
menahan benturan sampai 40 pound/inch2, tetapi jika terlindungi dapat menahan sampai
425.900 pound/inch2 . Selain kelainan pada kulit kepala dan patah tulang tengkorak, cedera
kepala dapat pula mengakibatkan perdarahan epidural, subdural, subarakhnoid , kerusakan
selaput otak dan jaringan otak.1
A. Perdarahan Epidural
Sering terjadi pada usia dewasa dan pertengahan dan sering dijumpai pada
kekerasan benda tumpul didaerah pelipis (kurang lebih 50%) dan belakang kepala
(10-15%), akibat garis patah yang melewati sulcus arteria meningea , namun tidak
selalu disertai dengan patah tulang.1 Gejala-gejala yang dapat dialami seperti nyeri
kepala, penurunan kesadaran bertahap mulai dari letargi, stupor dan akhirnya koma.
Kematian akan terjadi bila tidak dilakukan terapi dekompresi segera. Waktu antara
timbulnya cedera kepala sampai munculnya gejala-gejala yang diakibatkan
perdarahan epidural disebut sebagai lucid interval
B. Perdarahan Subdural
27
Terjadi karena robeknya sinus, vena jembatan (bridging vein), arteri basilaris
atau berasal dari perdarahan subarachnoid. Perdarahan ini juga dapat menyebabkan
kompresi pada otak yang terletak di bawahnya.1 Karena perdarahan yang timbul
berlangsung perlahan, maka lucid interval juga lebih lama dibandingkan perdarahan
epidural, berkisar dari beberapa jam sampai beberapa hari. Jumlah perdarahan pada
ruang ini berkisar dibawah 120 cc, sehingga tidak menyebabkan perdarahan subdural
yang fatal. Tidak semua perdarahan epidural atau subdural bersifat letal. Pada
beberapa kasus, perdarahan tidak berlanjut mencapai ukuran yang dapat menyebabkan
kompresi pada otak, sehingga hanya menimbulkan gejala-gejala yang ringan. Pada
beberapa kasus yang lain, memerlukan tindakan operatif segera untuk dekompresi
otak.
C. Perdarahan Subarachnoid
Biasanya berasal dari focus kontusio/ laserasi jaringan otak. Perlu diingat
perdarahan ini juga dapat terjadi spontan pada sengatan matahri (heat stroke),
leukemia, tumor, keracunan CO dan penyakit infeksi tertentu.1
Cedera Leher
Dapat terjadi pada penumpang yang ditabrak dari belakang. Penumpang akan
mengalami percepatan mendadak sehingga terjadi hiperekstensi kepala yang disusul dengan
hiperfleksi. Cedera terjadi terutama pada ruas tulang leher keempat dan lima yang
membahayakan sumsusm tulang belakang. Kerusakan pada medulla oblongata dapat
berakibat fatal. Timbulnya cedera leher ini juga dipengaruhi oleh bentuk sandaran tempat
duduk dan kelengahan korban.
Dari berdasarkan kasus yang didapat pasien mengalami luka akibat kekerasan benda
tumpul, hal ini ditandai oleh adanya pembengkakan dan memar pada daerah wajah dan
punggungnya juga terdapat memar juga dengan bentuk sejajar (railway hematoma)
Pencekikan (Manual strangulation)
Ciri-ciri asfiksia umum yaitu lebam mayat biasanya luas dan lebih gelap akibat
banyaknya HbCO2 dan terhambatnya proses pembekuan darah. Sianosis pada mukosa bibir
dan ujung-ujung jari. Adanya busa halus, putih, terkadang kemerahan pada saluran nafas
akibat fenomena kocok (shacking phenomone) terhadap secret yang berlebihan disertai
pecahnya dinding kapilersaluran napas termasuk alveoli. Pembendungan darah vena, dengan
darah yang relative encer. Perbendungan yang disertai dengan keadaan hipoksia jaringan akan
28
Tanda Perbendungan pada muka dan kepala karena tertekannya pembuluh darah arteri
superficialis dan vena
Tanda-tanda Asfiksia
Tanda-tanda umum asfiksia diantaranya adalah sianosis, kongesti vena dan edema. Sering
ditemukan adanya buih halus pada jalan nafas. Pada kasus pencekikan jika mekanismenya
asfiksia biasanya didapatkan tanda-tanda umum asfiksia.
Lebam Mayat
29
Lokasi timbulnya lebam mayat tergantung dari posisi tubuh korban setelah mati.
Perhatikan jika ada memar pada korban yang merupakan tanda-tanda perlawanan dan
bedakan dengan lebam mayatnya.
2
Tanda-tanda Asfiksia ialah terdapat bintik perdarahan pada pelebaran pembuluh darah,
terdapat buih halus di mulut, didapatkan darah lebih gelap dan encer akibat kadar CO2
yang meninggi.
Terdapat memar pada otot bagian dalam leher. Memar otot strenokleidomastoideus
lebih sering dihubungkan dengan tindak kekerasan langsung oleh karena kontraksinya
yang kuat ketika korban melawan.
didapatkan adanya pembengkakan dan memar pada wajah yang dapat dicurigai adanya
penekanan pada bagian leher yang mengakibatkan perbendungan dari vena dan arteri. Jejas
jerat yang melingkari leher dengan simpul didaerah kiri belakang yang membentuk sudut
keatas. Sebagaimana yang diketahui jejas jerat yang melingkari leher dengan simpul
membentuk sudut keatas mengindikasikan kasus gantung dengan berbagai kemungkinan cara
kematian seperti bunuh diri maupun pembunuhan yang dibuat seolah-olah bunuh diri. Pada
pemeriksaan dalam didapatkan adanya sedikit resapan darah pada otot leher sisi kiri dapat
dicurigai adanya tanda kekerasan pada bagian leher sisi kiri tersebut namun tidak spesifik
serta terdapat patah ujung rawan gondok yang mengindikasikan adanya penekanan yang
keras pada bagian tersebut. Sedikit busa halus pada saluran pernafasan dan adanya sedikit
bintik-bintik perdarahan pada paru-patu dan jantung yang merupakan tanda asfiksia umum.
Penjeratan (strangulation by ligature)
Ciri-ciri asfiksia umum yaitu lebam mayat biasanya luas dan lebih gelap akibat
banyaknya HbCO2 dan terhambatnya proses pembekuan darah. Sianosis pada mukosa bibir
30
dan ujung-ujung jari. Adanya busa halus, putih, terkadang kemerahan pada saluran nafas
akibat fenomena kocok (shacking phenomone) terhadap secret yang berlebihan disertai
pecahnya dinding kapilersaluran napas termasuk alveoli. Pembendungan darah vena, dengan
darah yang relative encer. Perbendungan yang disertai dengan keadaan hipoksia jaringan akan
mengakibatkan pecahnya kapiler, terutama pada jaringan penyokong longgar bermanifestasi
sebagai titik perdarahan (Tradieus spot) misalnya konjungtiva pleura, pericardium. Tanda
khusus asfiksia mekanis haruslah dimulai pada tempat kejadian perkara terutama dititik
beratkan pada bagian leher, hidung atau mulut, oleh karena asfiksia mekanik sering
diasosiasikan dengan kematian yang tidak wajar.jenis-jenis asfiksia mekanik ialah
pembekapan, penyumbatan, penjeratan, pencekikan, dan gantung.
Penjeratan merupakan penekanan benda asing berupa tali, ikat pinggang, rantai,
stagen, kawat, kabel, kaos kaki dan sebagainya, melingkari atau mengikat leher yang makin
lama makin kuat, sehingga saluran nafas tertutup. Berbeda dengan gantung diri yang biasanya
merupakan kasus bunuh diri, maka penjeratan biasanya adalah kasus pembunuhan.
Pada kasus gantung hampir sama dengan penjeratan. Perbedaannya terdapat pada sumber
tenaga yang dibutuhkan untuk menyempitkan lingkar jerat. Pada penjeratan sumber tenaga
berasal dari luar sedangkan pada kasus gantung tenaga berasal dari berat badan korban. Kasus
gantung biasanya merupakan kasus bunuh diri (gantung diri) meskipun kasus pembunuhan
yang kadang dilaporkan, yaitu untuk menunjukkan kesan seolah-olah si korban bunuh diri
dengan maksud untuk menghilangkan jejak pembunuhan.
Ada 2 mekanisme kematian pada jerat , yaitu : Asfiksia terjadi akibat terhambatnya aliran
udara pernafasan. Merupakan penyebab kematian yang paling sering. Refleks vasovagal,
karena perangsangan pada sinus caroticus menyebabkan refleks vagal yang mengakibatkan
henti jantung.
Cara kematian pada kasus jerat diantaranya adalah: Pembunuhan pada kasus jeratan dapat
kita jumpai pada kejadian infantisid dengan menggunakan tali pusat, psikopat yang saling
menjerat, dan hukuman mati (zaman dahulu). Kecelakaan pada kasus jeratan dapat kita
temukan pada bayi yang terjerat oleh tali pakaian, orang yang bersenda gurau dan pemabuk.
Vagal reflex menjadi penyebab kematian pada orang yang bersenda gurau. Bunuh diri pada
kasus jeratan mereka lakukan dengan cara melilitkan tali secara berulang dimana satu ujung
difiksasi dan ujung lainnya ditarik. Antara jeratan dan leher mereka masukkan tongkat lalu
mereka memutar tongkat tersebut.
31
dengan kedalaman penekanan yang sama. Sedangkan untuk jejas gantung diri biasanya di
atas rawan gondok dengan kedalaman penekanan dengan yang tidak sama. Bentuk jeratan
berjalan mendatar/horizontal alur jeratan pada leher korban berbentuk lingkaran yang
mendatar. Alur jerat biasa disertai luka lecet atau luka memar disekitar jejas yang terjadi
karena korban berusaha membuka jeratan tersebut. Tanda penjeratan berwarna coklat gelap
dan kulit tampak kering, keras dan mengkilat. Umumnya pada penjeratan biasanya
didapatkan simpul mati, dimana sering terletak dibelakang atau disamping. Pada penjeratan
hampir selalu pembunuhan maka biasa didapatkan rambut, kerah baju, kalung yang ikut
terikat diantara tali dan leher.
b
atas sering patah dan diliputi resapan darah. Pada kasus gantung dengan mendadak
menghilangkan tempat pijakannya dapat menyebabkan terpisahnya tulang servical vertebra
C2-C3 atau C3-C4.
c
Tanda-tanda Asfiksia
Tanda-tanda umum asfiksia diantaranya adalah sianosis, kongesti vena dan edema. Sering
Lebam Mayat
Lokasi timbulnya lebam mayat tergantung dari posisi tubuh korban setelah mati.
Perhatikan jika ada memar pada korban yang merupakan tanda-tanda perlawanan dan
bedakan dengan lebam mayatnya.
e
Lapisan dalam dan bagian tengah pembuluh darah mengalami laserasi ataupun ruptur.
Tanda-tanda Asfiksia ialah terdapat bintik perdarahan pada pelebaran pembuluh darah,
terdapat buih halus di mulut, didapatkan darah lebih gelap dan encer akibat kadar CO2
h
i
yang meninggi.
Terdapat resapan darah pada jaringan dibawah kulit dan otot
Terdapat memar atau ruptur pada beberapa keadaan. Kerusakan otot ini lebih sering
dihubungkan dengan tindak kekerasan.
32
j
k
Simpul
Simpul
dapat
Kasus Jerat
(pembunuhan)
Simpul mati
Arah
Serong ke atas
Mendatar/horizontal
Jarak
titik
tumpu- Jauh
Dekat
simpul
Berbentuk
Lokasi jejas
terputus)
Lebih tinggi
Lebih rendah
Jejas jerat
Mendatar
Luka perlawanan
Luka lain-lain
Biasanya
Karakteristik simpul
Simpul hidup
Simpul
Simpul
ada,
dapat
Kondisi
Teratur
Tidak teratur
Pakaian
Ruangan
ditemukan jejas yang lebih tinggi pada leher dan tidak mendatar, melainkan lebih meninggi
pada bagian simpul, dan tidak sering ditemukan patah tulang rawan gondok. Simpul mati
untuk kasus penjeratan dan simpul hidup pada kasus gantung diri. Pada kasus penjeratan
dengan sumber tenaga dari luar biasanya ada tanda-tanda perlawanan bahkan ada tanda-tanda
kekerasa atau tanda traumatic lainnya seperti kekerasan benda tumpul pada kepala dan
bahkan anggota badan lainnya yang mengakibatkan timbulnya memar serta harus dibedakan
dengan lebam mayat yang timbul setalah korban mati. Pada kasus gantung diri biasanya tidak
terdapat memar atau lebam oleh karena tanda-tanda kekerasan kecuali lebam mayat
Visum et Repertum
Visum et Repertum adalah keterangan yang dibuat dokter atas permintaan penyidik
yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medis terhadap manusia, hidup maupun mati,
ataupun bagian/diduga bagian tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan di bawah
sumpah untuk kepentingan peradilan.2
34
Penegak hukum mengartikan Visum et Repertum sebagai laporan tertulis yang dibuat
dokter berdasarkan sumpah atas permintaan yang berwajib untuk kepentingan peradilan
tentang segala hal yang dilihat dan ditemukan menurut pengetahuan yang sebaik-baiknya.
Sedangkan Visum et Repertum dibuat berdasarkan Undang-Undang yaitu pasal 120,
179 dan 133 KUHAP dan dokter dilindungi dari ancaman membuka rahasia jabatan
meskipun Visum et Repertum dibuat dan dibuka tanpa izin pasien, asalkan ada permintaan
dari penyidik dan digunakan untuk kepentingan peradilan.
Ada beberapa jenis Visum et Repertum, yaitu:
1. Visum et Repertum Perlukaan atau Keracunan
2. Visum et Repertum Kejahatan Susila
3. Visum et Repertum Jenazah
4. Visum et Repertum Psikiatrik.2
Tiga jenis visum yang pertama adalah Visum et Repertum mengenai tubuh atau raga
manusia yang berstatus sebagai korban, sedangkan jenis keempat adalah mengenai mental
atau jiwa tersangka atau terdakwa atau saksi lain dari suatu tindak pidana. Visum et Repertum
perlukaan, kejahatan susila dan keracunan serta Visum et Repertum psikiatri adalah visum
untuk manusia yang masih hidup sedangkan Visum et Repertum jenazah adalah untuk korban
yang sudah meninggal. Keempat jenis visum tersebut dapat dibuat oleh dokter yang mampu,
namun sebaiknya untuk Visum et Repertum psikiatri dibuat oleh dokter spesialis psikiatri
yang bekerja di rumah sakit jiwa atau rumah sakit umum.2
Meskipun tidak ada keseragaman format, namun pada umumnya Visum et Repertum
memuat hal-hal sebagai berikut:
1. Pembukaan:
Kata Pro Justisia artinya untuk peradilan
Tidak dikenakan materai
Kerahasiaan
2. Pendahuluan: berisi landasan operasional ialah obyektif administrasi:
Identitas penyidik (peminta Visum et Repertum, minimal berpangkat
Pembantu Letnan Dua)
Identitas korban yang diperiksa, kasus dan barang bukti
Identitas TKP dan saat/sifat peristiwa
Identitas pemeriksa (Tim Kedokteran Forensik)
Identitas saat/waktu dan tempat pemeriksaan
3. Pelaporan/inti isi:
Dasarnya obyektif medis (tanpa disertai pendapat pemeriksa)
Semua pemeriksaan medis segala sesuatu/setiap bentuk kelainan yang terlihat
dan diketahui langsung ditulis apa adanya (A-Z)
4. Kesimpulan: landasannya subyektif medis (memuat pendapat pemeriksa sesuai
dengan pengetahuannya) dan hasil pemeriksaan medis.
35
Asfiksia
Terjadi akibat terhambatnya aliran udara pernafasan. Merupakan penyebab kematian
yang paling sering.
Iskemia Serebral
Iskemia serebral disebabkan oleh penekanan dan hambatan pembuluh darah arteri
(oklusi arteri) yang menyebabkan terhambatnya aliran darah ke otak. Gambar dibawah
menunjukkan gambaran rontgen pada wanita yang berupaya bunuh diri dengan gantung.
Syok Vasovagal
Perangsangan pada sinus caroticus menyebabkan refleks vagal yang menyebabkan henti
jantung.
Berdasarkan kasus diatas, korban meninggal dapat diakibatkan asfiksia oleh penjeratan.
Waktu Kematian
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, terdapat beberapa faktor yang digunakan
untuk menentukan saat terjadinya kematian (sudah dijelaskan pada bagian thanatologi).
Faktor-faktor tersebut adalah antara lain:
Aktivitas serangga
Adiposera
Mumifikasi
Waktu kematian mayat pada kasus tidak dapat diidentifikasi lebih lanjut disebabkan karena
minimnya informasi yang terdapat pada kasus.
Pemeriksaan Luar
Hasil pemeriksaan luar pada korban :
1. Mayat ditemukan dengan wajah yang bengkak dan memar.
2. Di punggung korban terdapat railway hematom yang mengindikasikan adanya
kekerasan benda tumpul.
3. Paha korban terdapat luka bakar berbentuk bundar berdiameter kira-kira satu
sentimeter, sedangkan kemaluannya terdapat adanya jejas listrik.
37
4. Pada leher korban ditemukan jejas jerat dengan simpul di daerah kiri belakang
membentuk sudut keatas.
Pemeriksaan Dalam (Bedah Jenazah)
Hasil pemeriksaan dalam pada korban :
1. Ditemukan resapan darah yang luas di kulit kepala, perdarahan tipis dibawah selaput
keras otak, dan sembab otak yang besar.
2. Sedangkan pada leher tidak ditemukan serapan darah di kulit, dan hanya ditemukan
sedikit resapan darah di ototleher sebelah kiri.
3. Ditemukan juga adanya patah ujung rawan gondok sisi kiri.
4. Serta adanya sedikit busa halus dalam saluran napas dan sedikit bintik-bintik
perdarahan dipermukaan kedua paru dan jantung.
5. Tidak terdapat tulang yang patah
Kesimpulan
Berdasarkan kasus pada mayat seorang laki-laki, ditemukan jejas jerat dengan simpul
di daerah kiri belakang membentuk sudut keatas pada leher korban, namun tidak ditemukan
serapan darah di kulit lehernya, dan hanya ditemukan sedikit resapan darah di otot leher
sebelah kiri. Ditemukan juga adanya patah ujung rawan gondok sisi kiri, yang merupakan
tanda yang tidak wajar untuk kasus gantung diri.
Ditemukan juga sedikit busa halus dalam saluran napas dan sedikit bintik-bintik
perdarahan dipermukaan kedua paru dan jantung yang dapat menguatkan dugaan bahwa
penyebab kematian korban yang bersangkutan dikarena asfiksia.
Sebelum kematiannya, korban mengalami banyak kekerasan yang terdiri dari
kekerasan benda tumpul, kekerasan suhu, kekerasan listrik, serta penjeratan. Tanda kematian
karena bunuh diri yang tidak wajar, yaitu tidak adanya resapan darah pada kulit leher dan
hanya sedikit resapan darah pada otot leher kiri, serta patahnya ujung rawan gondok sisi kiri,
selanjutnya ditemukan tanda-tanda mati lemas.
Sebab mati orang ini diakibatkan jeratan pada leher yang mengakibatkan terhalangnya
jalan napas dan terjadi mati lemas. Luka-luka lain pada orang ini tidak menyebabkan
kematian dan terjadi sebelum korban mati.
Hasil penyebab dan mekanisme kematian pada visum et repertum disimpulkan
berdasarkan hasil temuan pada pemeriksaan jenazah yang dilakukan yaitu pemeriksaan luar
yang didukung dengan adanya pemeriksaan dalam untuk membantu diagnosis mekanisme
kematian serta menyingkirkan kemungkinan lainnya. Maka dari itu hipotesis awal bahwa
38
penyebab kematian dari mayat tersebut adalah pembunuhan dengan penyiksaan yang
menyebabkan mati lemas, diterima.
Daftar Pustaka
1. Budiyanto, A.,Widiatmaka, W., Sudiono, S., Winardi, T., Idries, AM., Sidhi, dkk. Ilmu
Kedokteran Forensik. Jakarta : Bagian Kedokteran Forensik Universitas Indonesia;
1997: .h.1-10, 25-70
2. Idries, A.M., Tjiptomartono, A.L. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik Dalam Proses
Penyidikan. Jakarta : Sagung Seto; 2008: h. 1-52.
3. Peraturan Perundang-Undangan Bidang Kedokteran. Jilid I. Jakarta : Bagian Kedokteran
Forensik Universitas Indonesia; 1994: h.11-6, 37-9.
4. Staf Pengajar Bagian Forensik FKUI. Teknik Autopsi Foresik. Jakarta : Bagian
Kedokteran Forensik Universitas Indonesia; 2000: h.7.
5. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Autopsi. Kapita Selekta
Kedokteran. Ed.3. Jilid II. Jakarta : Media Aesculapius; 2000.h. 171-82.
6. Shkrum MJ, Ramsay DA. Blunt trauma. Forensic pathology of trauma, chapter 8, pp. 405518
7. Sampurna B, Samsu Z, Siswaja TD. Peranan ilmu forensik dalam penegakan hukum.
2008.h.151-5.
39