BAB I
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
Penyakit diare merupakan suatu masalah yang mendunia. Seperti sebagian besar
penyakit anak-anak lainnya, penyakit diare tersebut jauh lebih banyak terdapat di negara
berkembang daripada negara maju, yaitu 12,5 kali lebih banyak dalam kasus mortalitas.
Diare hingga saat ini masih merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan
kematian hampir di seluruh daerah geografis di dunia dan semua kelompok usia bisa
diserang oleh diare, tetapi penyakit berat dengan kematian yang tinggi terutama terjadi
pada bayi dan anak balita.1
Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) (2012), setiap tahunnya lebih
dari satu milyar kasus gastroenteritis. Angka kesakitan diare pada tahun 2011 yaitu 411
penderita per 1000 penduduk. Diperkirakan 82% kematian akibat gastroenteritis
rotavirus terjadi pada negara berkembang, terutama di Asia dan Afrika, dimana akses
kesehatan dan status gizi masih menjadi masalah.1
Penyakit diare di Indonesia merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat
yang utama, hal ini disebabkan karena masih tingginya angka kesakitan diare yang
menimbulkan banyak kematian terutama pada balita. Menurut Riskesdas tahun 2013,
prevalensi insiden diare pada balita di Indonesia mencapai rata-rata 6,2%. Di Aceh
mencapai 10,2%. Insiden diare pada bayi <1 tahun mencapai 7%, sedangan untuk balita
mencapai 6,7%. Untuk anak 5-14 tahun insidensnya mencapai 3,2%. Semakin tambah
usia, insidensnya semakin kecil dan kembali meningkat pada lansia. Paling banyak pada
4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah menjadi dasar untuk mencegah penyakit diare dan menjadi
dasar bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor
yang dibahas yaitu usia, jenis kelamin, status imunisasi, status gizi, status sosial ekonomi,
dehidrasi, cairan inadekuat, dan komorbiditas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kerangka Teori
Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi
lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering (biasanya
tiga kali atau lebih) dalam satu hari. Pada kejadian diare awalnya anak akan menjadi
cengeng, gelisah, suhu badan yang mungkin meningkat, nafsu makan berkurang atau
tidak ada, dan juga dapat disertai muntah yang bisa terjadi sebelum dan atau sesudah
diare. Diare disimpulkan sebagai penyebab utama kesakitan atau kematian pada anak
balita di beberapa negara berkembang. Penyebab utama kematian itu disebabkan oleh
karena dehidrasi.2
Dehidrasi adalah suatu gangguan dalam keseimbangan air yang disertai
pengeluaran yang berlebihan dari pada pemasukan sehingga jumlah air pada tubuh
berkurang. Keadaan ini dapat timbul pada penyakit mencret (diare) yang berat, terutama
disertai muntah. Dehidrasi terjadi lebih cepat dan paling berbahaya pada anak-anak dan
bayi. Bila telah banyak kehilangan air dan elektrolit terjadilah gejala dehidrasi yakni
berat badan menurun mendadak, mulut kering, merasa haus, mata cekung dan tidak ada
air mata, kelenturan atau kekenyalan kulit menghilang, dan pada bayi, ubun-ubun
tampak cekung.3
Adapun faktor-faktor resiko dehidrasi yang mempengaruhi kejadian diare pada
anak balita, diantaranya yaitu:
a. Usia dan Jenis Kelamin
Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insidensi
tertinggi terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat diberikan makanan
pendamping ASI. Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar antibody
ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang mungkin
terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia atau binatang
pada saat bayi mulai merangkak.4
sangat cekung, tidak ada produksi air mata, tidak mampu minum dan keadaan
mulai apatis, kesadaran menurun dan juga pengisian kapiler sangat memanjang
dengan kulit yang dingin dan pucat.2
e. Cairan Inadekuat
Selama diare, penurunan asupan makanan dan penyerapan nutrisi dan
peningkatan kebutuhan nutrisi, sering secara bersama-sama menyebabkan penurunan
berat badan dan berlanjut ke gagal tumbuh. Pada gilirannya, gangguan gizi dapat
menyebabkan menjadi lebih parah, lebih lama dan lebih sering terjadi, dibandingkan
dengan kejadian diare pada anak yang tidak menderita gangguan gizi. Lingkaran setan
ini dapat diputus dengan memberi makanan kaya gizi selama anak diare dan ketika
anak sehat.2
Perawatan utama terhadap balita yang mengalami diare adalah pemberian cairan
yang adekuat dengan cairan yang sesuai. Cairan ini dapat diberikan baik melalui
mulut atau melalui infus apabila balita mengalami dehidrasi sedang sampai berat.
Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi
antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya sangat baik
dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Seperti kebanyakan penyakit,
morbiditas dan mortalitas ditujukan pada anak-anak dan pada lanjut usia. Pemberian
cairan dapat diberikan dengan cara:7
1. BJ plasma dengan rumus: kebutuhan cairan = ((BJ plasma 1,025)/0,001) x
berat badan x 4 ml.
2. Metode Pierce berdasarkan klinis: Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan = 5% x
Berat badan (kg); Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan = 8% x Berat badan (kg);
Dehidrasi berat, kebutuhan cairan = 10% x Berat badan (kg).
3. Metode Daldiyono berdasarkan skor klinis, dihitung dengan rumus : Kebutuhan
cairan = (Skor/15) x 10% x kgBB x 1 liter.
4. Pemberian Zinc
Beri tablet zinc selama 10 hingga 14 hari, yaitu 12 tablet (10 mg)/ hari untuk
anak usia <6 bulan dan 1 tablet (20 mg)/ hari untuk anak usia >6 bulan. Zinc
bermanfaat untuk menurunkan frekuensi BAB dan memperbaiki volume tinja,
mengurangi lama diare, serta menurunkan kejadia diare pada bulan-bulan
berikutnya.
f. Status Sosial-Ekonomi
Kebanyakan anak mudah menderita diare berasal dari keluarga besar dengan
daya beli yang rendah, kondisi rumah yang buruk, tidak mempunyai penyediaan air
bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan. Jalur masuk utama infeksi diare adalah
melalui faeces yang terkontaminasi. Akses kesehatan yang tidak memadai dan
kemiskinan sering kali menyebabkan terlambatnya penanganan pada penderita diare
yang dapat mengakibatkan tingginya angka mortalitas.8
g. Pengetahuan orang tua
Pengetahuan yang cukup seorang ibu dapat menerapkan perilaku hidup sehat,
pencegahan dan penanggulangan suatu penyakit apabila ia tahu apa tujuan dan
manfaatnya bagi kesehatan atau keluarganya, dan apa bahayanya bila tidak melakukan
pencegahan dan penanggulangan tersebut.2
h. Komordibitas
Komorbiditas merupakan penampilan bersamaan dari dua penyakit atau lebih.
Yang sering terjadi bersamaan dengan diare adalah demam. Demam biasanya terjadi
akibat tubuh terpapar infeksi mikroorganisme (virus, bakteri, parasit). Demam juga
bisa disebabkan oleh faktor non infeksi seperti kompleks imun, atau inflamasi
(peradangan) lainnya. Ketika virus atau bakteri masuk ke dalam tubuh, berbagai jenis
sel darah putih atau leukosit melepaskan zat penyebab demam (pirogen endogen)
yang selanjutnya memicu produksi prostaglandin E2 di hipotalamus anterior, yang
kemudian meningkatkan nilai-ambang temperatur dan terjadilah demam. Selama
demam, hipotalamus cermat mengendalikan kenaikan suhu sehingga suhu tubuh
jarang sekali melebihi 41 derajat selsius. Demam adalah mekanisme tubuh dalam
menghantam virus atau infeksi bakteri sehingga tidak selalu berbahaya.9
Beberapa bukti penelitian in-vitro menunjukkan fungsi pertahanan tubuh
manusia bekerja baik pada temperatur demam, dibandingkan suhu normal. IL-1 dan
pirogen endogen lainnya akan mengundang lebih banyak leukosit dan meningkatkan
aktivitas mereka dalam menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Demam juga
memicu pertambahan jumlah leukosit serta meningkatkan produksi/fungsi interferon.
Dampaknya bisa dehidrasi, kekurangan oksigen, kejang demam, sampai bisa
Faktor-faktor predisposisi:
menyebabkan kerusakan neurologis. Ketika mengalami demam, terjadi peningkatan
Usia
penguapan cairan tubuh sehingga anak bisa kekurangan cairan. Diare yang disertai
Jenis Kelamin
demam secara tidak langsung akan memperburuk dehidrasi.9
Status Gizi
2.2 Kerangka Konsep
Status Imunisasi
Status Sosial-Ekonomi
Pengetahuan Orang Tua
Dehidrasi
Cairan Inadekuat
Komorbiditas: Demam
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional, dimana pengumpulan data dan
pengukuran variable dilakukan pada saat yang sama.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan tanggal 01 November 2016 di Kampus Universitas Kristen Krida
Wacana.
3.3 Pengumpulan Data
Cara pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan data sekunder.
Usia, hasil pengurangan dari tanggal, bulan dan tahun bayi dan balita saat ini
dengan tanggal, bulan, dan tahun lahir bayi dan balita. Hasil ukur dikategorikan
dalam 3 katagori, yaitu: (1) bayi jika <1 tahun, (2) balita jika 1-5 tahun, dan (3)
bukan bayi dan balita jika >5 tahun. Hasil ukur tersebut berskala interval.
Jenis kelamin, jenis kelamin berupa laki-laki dan perempuan. Hasil ukur berskala
nominal.
Status imunisasi, dikategorikan dalam 2 kategori, yaitu: (1) sudah diimunisasi
sesuai usia, dan (2) belum diimunisasi sesuai usia. Hasil ukur berskala ordinal.
Status gizi, hasil pengukuran antropometrik bayi dan balita, yang kemudian
diinterpretasikan dalam bentuk score-Z. Hasil ukur dikategorikan dalam 3 kategori,
yaitu: (1) status gizi normal, (2) status gizi kurang, dan (3) status gizi lebih. Hasil
berskala ordinal.
Cairan Inadekuat, dikategorikan dalam 2 kategori, yaitu: (1) sudah diberikan cairan
adekuat, dan (2) tidak diberikan cairan adekuat. Hasil ukur berskala ordinal.
Status sosial ekonomi, gabungan interpretasi yang didapatkan dari hasil ukur
pendapatan keluarga, tingkat pendidikan orang tua dan pekerjaan orang tua.
Dikategorikan dalam 3 kategori, yaitu: (1) status sosial ekonomi rendah, (2) status
sosial ekonomi sedang, dan (3) status sosial ekonomi tinggi. Hasil ukur tersebut
berskala ordinal.
Pengetahuan orang tua, dikategorikan dalam 2 kategori, yaitu: (1) mengetahui
tentang perilaku hidup sehat, dan (2) tidak mengetahui tentang perilaku hidup
sehat.
Komorbiditas, dikategorikan dalam 2 kategori, yaitu: (1) penderita diare disertai
dengan demam, dan (2) penderita diare tidak disertai dengan demam. Hasil ukur
berskala ordinal.
10
DAFTAR PUSTAKA
1. Harianto. Penyuluhan penggunaan oralit untuk menanggulangi diare di masyarakat
Departemen Farmasi, FMIPA Universitas Indonesia. Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. I,
No.1, April 2004.h.27 33.
2. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Buku saku
petugas kesehatan: lintas diare (lima langkah tuntaskan diare). Jakarta: Departemen
Kesehatan RI; 2011.h.2-5.
3. Werner D, Thuman C, Maxwell J. Apa yang anda kerjakan bila tidak ada dokter. Edisi ke1. Yogyakarta: Andi Yogyakarta; 2010. h.199.
4. Mubasyiroh R. Faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita di beberapa
regional Indonesia tahun 2007. Publitbang ekologi dan status kesehatan litbang depkes;
2010.h.24-31.
5. Setiawan B. Diare akut karena infeksi. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibarata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen IPD FKUI; 2006.h.1772-6.
6. Brown, K.H. Diarrhea and Malnutiriton. American Society for Nutritional Sciences. JN
the Journal of Nutrition 0022-3166/03. 2003.
11
7. Tanto C, et al. Kapita selekta kedokteran of essentials medicine. Edisi IV. Jakarta: Media
Aesculapius UI; 2014.h.9, 42.
8. Shah, N. 2009. Global Etiology of Travelers Diarrhea: Systematic Review from 1973 to
the Present. Am J Trop Med Hyg, 80(4): 609-614.
9. Behrman RE. Anak dengan resiko tertentu. Dalam : Behrman, Kliegman, Arvin (editors).
Ilmu Kesehatan anak Nelson Vol I, Edisi 15. Jakarta : EGC, 1999. 169-171.
12