Anda di halaman 1dari 21

Diagnosis dan Penatalaksanaan Asma pada Orang Dewasa

Destin Marseli (102014051)


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara Nomor 6 Jakarta Barat 11510
DESTIN.2014fk051@civitas.ukrida.ac.id
Abstrak:
Asma dikenal dengan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang ditandai dengan mengi
episodik, batuk, dan rasa sesak di dada akibat penyumbatan saluran napas. Secara umum faktor
risiko yang dapat memicu terjadinya asma terbagi atas faktor genetik dan lingkungan. Tujuan
pengobatan asma adalah tercapainya kontrol asma secara klinis. Tatalaksana asma yang efektif
merupakan hasil hubungan yang baik antara dokter dan pasien, dengan tujuan pasien mandiri.
Edukasi merupakan bagian dari interaksi antara dokter dan pasien.
Kata kunci: asma, faktor risiko, tatalaksana
Abstract:
Asthma is a chronic inflammatory disorder of the airways associated with airway
hyperresponsiveness that leads to recurrent episodes of wheezing, breathlessness, chest
tightness, and coughing. These episodes are usually associated with widespread, but variable,
airflow obtruction. Factors that influence the risk of asthma can be divided into those that
trigger asthma symptoms, the former include host factors which are primarily genetic and the
later are environmental factors. The goal of asthma treatment is to achieve and maintain clinical
control. The effective management of asthma requires the development of a partnership between
doctor and patient. Education should be an integral part of all interactions between doctors and
patients.
Keywords: asthma, risk factors, treatment

Pendahuluan
Asma merupakan gangguan inflamasi kronik saluran napas yang berhubungan dengan

peningkatan kepekaan saluran napas sehingga memicu episode mengi berulang, sesak napas dan
batuk terutama pada malam atau dini hari. Gejala ini berhubungan dengan luas inflamasi,
menyebabkan obstruksi saluran napas yang bervariasi derajatnya dan bersifat reversibel secara
spontan maupun dengan pengobatan. Asma merupakan penyakit familier, diturunkan secara
poligenik

dan

multifaktorial.

Telah

ditemukan

hubungan

antara

asma

dan

lokus

histokompatibilitas (HLA) dan tanda genetik pada molekul imunoglobulin E (IgE). Serangan
asma dapat berupa sesak nafas ekspiratori yang paroksismal, berulang-ulang dengan mengi
(wheezing) dan batuk yang disebabkan oleh konstriksi atau spasme otot bronkus, inflamasi
mukosa bronkus dan produksi lendir kental yang berlebihan.1 Gejala ini sering memburuk selama
tidur. Serangan asma adalah suatu perburukan akut dari gejala tersebut dan pada kasus berat,
serangan bisa mengancam jiwa sebab onset sering tiba-tiba dan tanpa peringatan.2
Anamnesis
Penyakit yang mengenai sistem pernapasan bisa menimbulkan gejala sesak, batuk, hemoptisis,
atau nyeri dada.
a) Sesak
Apakah pasien sesak saat istirahat, beraktivitas, atau berbaring mendatar (ortopnea)? Berapa jauh
pasien dapat berjalan, berlari, atau menaiki tangga? Apakah keadaan tersebut kronis atau muncul
secara tiba-tiba? Apakah disertai dengan mengi atau stridor?
b) Batuk
Apakah batuk kering atau produktif? Jika produktif apa warna sputum? Apakah hijau dan
purulen? Apakah batuk berdarah (hemoptisis)? Apakah 'berkarat' (pneumonia) atau merah muda
dan berbusa (edema paru)? Apakah terjadi setiap musim dingin atau merupakan gejalayang baru
timbul?

c) Hemoptisis
Berapa kali? Berapa banyak yang dikeluarkan?
d) Nyeri dada

Kapan dimulainya? Seperti apa nyerinya? Dimana dan menjalar kemana? Apakah diperberat
/berkurang dengan bernapas, perubahan posisi, pergerakan? Adakah nyeri tekanan setempat?
Gangguan yang mengenai sistem pernapasan umumnya menyebabkan nyeri 'tipe-pleuritik' yang
tajam, teralokalisir, diperberat bila bernapas dan batuk, atau menimbulkan manifestasi sistemik
seperti penurunan berat badan akibat keganasan dalam bronkus.
Adakah demam, mengigil, penurunan berat badan, malaise, keringat malam, limfadenopati, atau
ruam kulit? Adakah rasa mengantuk berlebihan disiang hari, mendengkur (khususnya pada
pasien obesitas dengan leher yang besar)? Adakah apnea obstruktif saat tidur?
Riwayat penyakit dahulu, keluarga dan social
Apakah pasien sebelumnya memilii kelainan pernapasan? Asma? Penyakit paru obsurtruktif
kronis (PPOK)? TB atau terpajan TB? Apakah pasien pernah masuk rumah sakit karena sesak
napas? Adakah kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan foto rongent toraks? Pernahkah
pasien terpajan asbes, debu, atau toksin lain? Apa perkerjaan pasien? Adakah riwayat masalah
pernapasan dalam keluarga? Apakah pasien memelihara hewan termasuk burung?

Obat-Obatan

Obat apa yang sedang dikonsumsi pasien? Bagaimana pemahaman pasien mengenai keadaannya
dan kepatuhan pada terapi? Apakah baru-baru ini ada perubahan penggunaan obat? Adakah
respons terhadap terapi terdahulu? Apakah pasien mengkonsumsi tablet, inhealer, nebuliser, atau
oksigen? Apakah pasien pernah memerlukan ventilasi?

Alergi

Adakah alergi obat/antigen lingkungan?

Merokok

Apakah saat ini pasien merokok? Apakah pasien pernah merokok? Jika ya, berapa banyak?

Pemeriksaan Fisik
Sesak Napas (Dispnea)
Merupakan keluhan subjektif yang timbul bila ada perasaan tidak nyaman gangguan/kesulitan
lainnya saat bernapas yang tidak sebanding dengan tingkat aktivitas.Serangan sesak napas akut
3

yang berat merupakan kedaruratan medis karena keadaanini menunjukkan adanya tension
pneumothorax, asma, atau gagal jantung kiri akut.3,4
1. Inspeksi

Ada/tidaknya lesi pada dada seperti spider naevi, scar, pelebaran vena-venasuperfisial
akibat bendungan vena dan sebagainya.

Menentukan jenis napas seperti torakal (tumor abdomen, peritonitis),abdominal (PPOK


lanjut) dan kombinasi seperti torakoabdominal padawanita sehat dan pria sehat
abdominaltorakal. Perhatikan pasien apakahmenggunakan otot-otot bantu pernapasan,
kalau ada biasanya pada pasienRBC paru lanjut atau PPOK. Lihat apakah ada paru yang
tertinggal? Kalauada berarti ada gangguan di daerah paru yang tertinggal.

Warna tubuh, lihat adakah perubahan warna kulit seperti sianosis.

Bentuk toraks antara lain; pectus excavatum (dada dan tulang sternum cekungke dalam),
pectus carinatum (dada dan tulang sterum menonjol ke depan),barrel chest (diameter
anteroposterior membesar) sedangkan posteriorperhatikan apakah berbentuk kifosis atau
skoliosis.

Pola pernapasan pasien; normal (iramanya teratur silih berganti inspirasi atauekspirasi)
dan abnormal seperti takipnea (napas cepat dan dangkal),hiperventilasi (napas cepat dan
dalam), bradipnea (napas lambat) dansebagainya.

2. Palpasi
-

Palpasi statis
Dilakukan untuk pemeriksaan kelenjar getah bening (tempatpredileksi tumbuh tumor),

posisi mediastinum(menentukan trakea dan denyut apeks berada dalam posisi normal), dan
palpasi dengan jari kedaerah dada depan (untuk mengetahui ada tumor, nyeri tekan
padadinding dada, krepitasi akibat emfisema subkutis dan lain-lain). Padapneumotorak ada
pembengkakan dan krepitasi pada pada kulit tersebutsaat di palpasi.
-

Palpasi dinamis yaitu :

Pemeriksaan ekspansi paru yang normal adalah kedua sisi dadaharus sama-sama
terangkat dan mengembang selama inspirasimaksimal.

Pemeriksaan vokal fremitus, meletakkan kedua telapak tangan pada permukaan dinding
dada lalu minta pasien menyebutkan 77 atau 99 dan rasakan getarannya. Dilaporkan
sebagai normal,melemah(hidrotorak, atelektasis) dan mengeras(pneumonia, TBCaktif).

3. Perkusi
Melakukan pengetukan pada dada dengan jari dan mendengarkan bunyiketukan yaitu:
sonor(paru normal), hipersonor (pneumotorak, emfisema, bulayang besar), redup (pneumonia,
efusi pleura sedang), pekak(tumor paru,efusipleura masif) dan timpani (lambung). Pengetukan
bergantian secara zig-zag(kanan-kiri).
4. Auskultasi
Bunyi pernapasan terdengar pada hampir seluruh lapangan paru. Bunyi pernapasan terdiri
dari fase inspirasi diikuti dengan fase ekspirasi. Ada 4 macam bunyi pernapasan abnormal, yaitu:
a. Bunyi pernapasan trakeal, adalah bunyi yang sangat kasar, keras dan dengan nada tinggi
yang terdengar pada bagian trakea ekstratoraks.
b. Bunyi pernapasan bronkial, adalah bunyi yang keras, dengan tinggi nada tinggi, seperti
udara mengalir melalui pipa. Komponen ekspirasinya lebih keras dan lebih lama
ketimbang komponen inspirasi.
c. Bunyi pernapasan bronkovesikuler, adalah campuran bunyi bronkial dan bunyi vesikuler.
Komponen inspirasi dan ekspirasinya sama panjang.
d. Bunyi pernapasan vesikuler, adalah bunyi lemah dengan tinggi nada rendah yang
terdengar diatas kebanyakan lapangan paru. Komponen inspirasinya jauh lebih panjang
ketimbang komponen ekspirasi, yang jauh lebih lemah dan seringkali tidak terdengar.4,5
5

Tabel 1. Perbandingan Pemeriksaan Fisik Penyakit Paru.3


Penyakit
Asma

Tanda Vital
Takipnea;

Inspeksi
Dispnea,

Palpasi
Seringkali

Perkusi
Seringkali

Auskultasi
Ekspirasi

Takikardia

Pemakaian Otot

Normal,

Normal,

Memanjang,

Tambahan,

Fremitus

Hipersonor,

Wheezing, Bunyi

Mungkin

Melemah

Diafragma

Paru Melemah

Sianosis,
Emfisema

Stabil

Letak Rendah

Hiperinflasi
Kenaikan

Fremitus

Sonor

Bunyi Paru

Diameter Ap,

Taktil

Meningkat,

Melemah,

Penggunaan Otot-

Melemah

Gerakan

Fremitus Vocal

Diafragma

Melemah
Ronki Awal

Otot Tambahan,
Bronkitis

Pasien Kurus
Mungkin

Seringkali

Berkurang
Seringkali

Sianosis, Pasien

Normal

Normal

Takikardia,

Pendek Gemuk
Seringkali

Biasanya

Biasanya

Biasanya

Takipnea

Normal

Normal

Normal

Normal

Takikardia

Kronis
Emboli
Paru

Table 2. Klasifikasi Keparahan dari Asma Eksaserbasi.6


DEGREE OF
SEVERITY

Mild

SYMPTOMS AND
SIGNS

Dyspnea only with


activity (assess

INITIAL PEF (OR


FEV1)

PEF 70
percent of

CLINICAL COURSE

Usually treated at home

DEGREE OF
SEVERITY

SYMPTOMS AND
SIGNS

tachypnea in young
children)

INITIAL PEF (OR


FEV1)

predicted or
personal best

CLINICAL COURSE

Prompt relief with inhaled shortacting beta2 agonist

Possible short course of oral


systemic corticosteroids

Moderate

Dyspnea interferes
with or limits usual
activity

PEF 40 to 69
percent of
predicted or
personal best

Usually requires office or


emergency department visit

Relief from frequent inhaled


short-acting beta2 agonist

Oral systemic corticosteroids;


some symptoms last for one to
two days after treatment begins

Severe

Dyspnea at rest;
interferes with
conversation

PEF < 40
percent of
predicted or
personal best

Usually requires emergency


department visit and likely
hospitalization

Partial relief from frequent


inhaled short-acting
beta2 agonist

Oral systemic corticosteroids;


some symptoms last for more
than three days after treatment
begins

DEGREE OF
SEVERITY

SYMPTOMS AND
SIGNS

INITIAL PEF (OR


FEV1)

CLINICAL COURSE

Adjunctive therapies are helpful

Subset: life
threatening

Too dyspneic to
speak; perspiration

PEF < 25
percent of
predicted or
personal best

Requires emergency
department visit/hospitalization;
possible intensive care unit

Minimal or no relief from


frequent inhaled short-acting
beta2 agonist

Intravenous corticosteroids

Adjunctive therapies are helpful

FEV1 = forced expiratory volume in one second; PEF = peak expiratory flow.

Pemeriksaan Penunjang
Eosinofilia pada darah dan sputum terjadi pada asma. Eosinofilia darah lebih dari 250-400
sel/mm3 adalah biasa. Sputum penderita asma sangat kental, elastis dan keputih-putihan. Cat biru
metilen-eosin biasanya menampakkan banyak eosinofil dan granula dari sel yang terganggu.
Beberapa penyakit pada anak selain asma mungkin menyebabkan eosinofilia dalam sputum.
Biakan sputum biasanya tidak membantu pada anak asma karena superinfeksi bakteri jarang dan
biakan seringkali terkontaminasi dengan organisme orofaring. Dalam sputum akan didapat kristal
Charcot-Leyden dan spiral Cursch-mann. Protein serum dan kadar imunoglobulin biasanya
normal pada asma, kecuali bahwa kadar IgE mungkin bertambah. Uji tuberculin penting dan
bukan saja karena di Indonesia masih banyak tuberculosis, tetapi juga karena kalau ada
8

tuberculosis dan tidak diobati, asmanya-pun mungkin sukar dikontrol. Uji alergi kulit dan URAS
(uji alergosorben) atau penentuan IgE spesifik secara in vitro lainnya, berguna dalam mengenali
alergen lingkungan yang secara potensial penting.7
Uji tantangan inhalasi bronkus jarang sekali dilakukan untuk menjajaki arti klinik
keterlibatan alergen dengan uji kulit, karena tantangan alergenik dapat menimbulkan respon
asma fase lambat, prosedur ini memakan waktu dan hanya satu alergen yang dapat diuji pada
suatu saat. Bila diagnosis asma tidak pasti, uji hiper-responsivitas terhadap pengaruh
bronkokonstriktif metakolin atau histamin dapat membantu anak yang cukup tua untuk bekerja
sama pada uji fungsi paru. Uji provokatif metakolin tidak boleh dilakukan bila garis dasar fungsi
paru abnormal; respon terhadap terapi bronkodilator lebih tepat.7
Respon penderita asma terhadap uji olahraga sangat khas. Lari selama 1-2 menit sering
menyebabkan bronkodilatasi pada penderita dengan asma; tetapi bila bernapas dalam udara yang
kering dan relatif dingin, olahraga berat yang lama menyebabkan bronkokonstriksi yang
sebenarnya pada semua subjek asmatis. Peragaan respons abnormal terhadap olahraga ini secara
diagnostik membantu dan menolong dalam meyakinkan penderita dan orangtua mengenai
pentingnya pengobatan pencegahan. Lari pada treadmill 3-4 mil/jam dengan kemiringan 15%
serta bernapas melalui mulut selama sekurang-kurangnya 6 menit akan menimbulkan
penyumbatan jalan napas pada kebanyakan penderita dengan asma, terutama jika olahraga
menyebabkan kenaikan frekuensi nadi sampai sekurang-kurangnya 180 denyut/menit.
Pengukuran fungsi paru sebelum olahraga, segera sesudah olahraga, juga 5 dan 10 menit
kemudian biasanya menampakkan penurunan angka aliran ekspirasi puncak (peak expiratory
flow rate = PEFR) atau volume ekspirasi paksa (forced expiratory volume = FEV) dalam 1 detik
(FEV1) sekurang-kurangnya 15% tanpa premedikasi. Jika olahraga tidak menyebabkan
penyumbatan jalan napas, uji diulangi pada hari lainnya ketika kelembaban udara relatif rendah,
biasanya mendatangkan respons positif pada penderita asma. Uji olahraga harus ditangguhkan
jika terjadi penyumbatan jalan napas yang berarti. Bila mungkin bronkodilator dan kromolin
harus dihentikan selama sekurang-kurangnya 8 jam sebelum pengujian; teofilin lepas lambat
(slow release) jangan diberikan 12-24 jam sebelum pengujian.7
Setiap anak yang diduga menderita asma tidak memerlukan roentgenogram dada, tetapi

pemeriksaan ini seringkali tepat untuk mengesampingkan kemungkinan diagnosis lainnya


ataupun komplikasi, seperti atelektasis atau pneumonia. Corakan paru sering bertambah pada
asma. Hiperinflasi terjadi selama serangan akut dan dapat menjadi kronis apabila penyumbatan
jalan napas menetap. Atelektasis dapat terjadi sebanyak 6% anak selama eksaserbasi akut dan
sepertinya terutama melibatkan lobus media kanan, dimana atelektasis dapat menetap selama
berbulan-bulan. Roentgenogram ulangan selama masa eksaserbasi biasanya tidak diindikasikan
bila tidak ada demam; bila tidak ada kecurigaan pneumotoraks, atau takipnea yang lebih dari 60
denyut/menit, takikardia yang lebih dari 160/menit, ronki atau mengi setempat, atau suara
pernapasan yang berkurang.7
Uji fungsi paru bermanfaat dalam mengevaluasi anak yang diduga menderita asma. Pada
mereka yang diketahui menderita asma, uji demikian berguna dalam menilai tingkatan
penyumbatan jalan napas dan gangguan pertukaran gas, pada pengukuran respons jalan napas
terhadap alergen dan bahan kimia yang dihirup, atau olahraga (uji provokasi bronkus), dalam
menilai respons terhadap agen teraupetik, dan dalam mengevaluasi perjalanan penyakit jangka
lama. Penilaian fungsi paru pada asma adalah paling bermanfaat bila dibuat sebelum dan sesudah
pemberian aerosol bronkodilator, suatu prosedur yang menunjukkan tingkat reversibilitas
penyumbatan jalan napas pada saat pengujian. Kenaikan PEFR atau FEV 1, sekurang-kurangnya
10% sesudah terapi aerosol, sangat memberi kesan asma. Kegagalan dalam merespons tidak
berarti mengesampingkan asma dan dapat disebabkan oleh status asmatikus atau karena fungsi
paru yang mendekati maksimum.7
Working Diagnosis
Asma bronkial eksaserbasi akut adalah penyakit saluran nafas yang ditandai oleh serangan
mendadak dyspnea, batuk, serta mengi(bunyi patologis). Serangan asma ini dapat berlangsung
singkat dan ringan atau berat dan berlangsung selama berhari-hari. Penyakit ini dapat
diklasifikasikan dalam dua kelompok besar, yaitu asma alergik dan non alergik.
Asma alergik adalah suatu penyakit alergi seperti rhinitis, urtikaria, dan eczema. Pasien yang
berusia muda umumnya cenderung memiliki komponen alergi yang kuat yang biasanya didasari
dengan adanya riwayat atopik pada keluarga. Diferensiasi sel-T pada pasien penyakit ini memacu
produksi berlebihan dari sel tipe TH2 serta IgE dan respon imun yang didominasi
eosinofil.Sedangkan asma non alergik tidak memperlihatkan riwayat alergi. Pasien yang berusia
tua umunya cenderung menderita penyakit ini atau memiliki etiologi campuran. Biasanya adanya
10

infeksi saluran nafas yang mencetus aktifnya peran IgE. Asma alergik merupakan suatu penyakit
yang paling sering ditemukan, biasanya dicetus oleh debu serbuk sari dan makanan. Sedangkan
asma non alergik biasanya ini biasanya suatu penyakit berkelanjutan atau sekunder karena
pernah diderita saat masih berusia muda dan mengalami relaps atau lebih dipengaruhi oleh
genetik.8

Differential Diagnosis
-

Penyakit Paru Obstruksi Kronik


Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah penyakit paru dengan terjadinya sumbatan aliran

udara pada paru yang berlangsung lama. Dalam istilah Inggrisnya dikenal sebagai Chronic
Obstructive Pulmonary Disease (COPD). Normalnya, saat kita bernapas, udara akan masuk
melalui hidung atau mulut, melalui tenggorokan, trakea, bronchus (cabang trachea, mengandung
lendir dan cilia yang berfungsi untuk proses pembersihan udara), bronchiolus (cabang bronchus),
dan kemudian ke alveoli (kantung-kantung udara di paru). Setelah itu terjadi pertukaran antara
oksigen dan carbon dioksida. Oksigen akan diserap ke dalam pembuluh darah, sedangkan carbon
dioksida akan dikeluarkan melalui saluran napas.9
PPOK mempunyai 3 gejala umum utama, yaitu : sesak napas, batuk menahun, dan batuk
berdahak. Namun pada kasus yang ringan tidak menimbulkan gejala apapun. Beberapa ciri dari
PPOK; biasanya dialami oleh perokok berat, gejala muncul pada usia 40-an, gejala semakin lama
semakin bertambah buruk, gejala memburuk pada musim hujan/dingin, dan tidak ada
hubungannya dengan alergi.9
Terdapat 2 jenis PPOK, yaitu Bronchitis Chronic dan Emphysema. Pada bronchitis chronic
terjadi peradangan pada dinding saluran napas sehingga menghasilkan terlalu banyak lendir.
Akibatnya saluran napas menyempit sehingga pertukaran udara di paru terganggu. Pada
bronchitis chronic juga terjadi kerusakan pada cilia yang berfungsi untuk membersihkan lendir
berlebihan dalam saluran napas. Pada emphysema, terjadi pembesaran dan kerusakan luas
alveoli, sehingga terjadi gangguan pertukaran udara dalam paru. Penegakan diagnosis dari PPOK
mencakup pemeriksaan anamnesis (pola hidup-riwayat merokok, riwayat penyakit keluarga,
keluhan yang dialami, dsb), pemeriksaan fisik (pada saluran napas dan jantung), dan
pemeriksaan penunjang (pemeriksaan laboratorium, rontgen dada, dan test fungsi paru).9

11

Bronkiektasis
Bronkiektasis merupakan infeksi kronik dengan nekrosis pada bronkus dan bronkiolus

yang menyebabkan dilatasi permanen yang abnormal pada saluran napas ini. 7 Bronkiektasis juga
dapat dikatakan adalah kelainan morfologis yang terdiri dari; pelebaran bronkus yang abnormal
dan menetap disebabkan kerusakan komponen elastis dan muskular dinding bronkus.
Bronkiektasis diklasifikasikan dalam bronkiektasis silindris, fusiform, dan kistik atau
sakular. Bronkiektasis bisa terjadi atas factor infeksi, kelainan herediter atau kongenital serta
obstruksi paru.9
Patofisiologi dari bronkiektasis dimulai dari infeksi merusak dinding bronkiale,
menyebabkan kehilangan struktur pendukungnya dan menghasilkan sputum kental yang
akhirnya dapat menyumbat bronki. Dinding bronkiale menjadi teregang secara permanen akibat
batuk hebat, infeksi melebar sampai ke peribronkiale, sehingga dalam kasus bronkiektasis
sekular, setiap tuba yang berdilatasi sebenarnya adalah abses paru, yang eksudatnya mengalir
bebas melalui bronkus. Brokiektasis biasanya setempat, menyerang lobus segmen paru. Lobus
yang paling bawah sering terkena.9
Retensi sekresi dan obstruksi yang diakibatkannya pada akhirnya menyebabkan alveoli
disebelah distal obstruksi mengalami kolaps (atelektasis). Jaringan parut atau fibrosis akibat
reaksi inflamasi menggantikan jaringan paru yang berfungsi. Pada waktunya pasien mengalami
insufisiensi pernapasan dengan penurunan kapasitas vital, penurunan ventilasi, dan peningkatan
rasio volume residual terhadap kapasitas paru total. Terjadi kerusakan campuran gas yang di
inspirasi (ketidakseimbangan ventilasi-perfusi) dan hipoksemia.9
Tanda dan gejala dari penyakit bronkiektasis sangat beragam, sebagian tanpa gejala atau
tanda sama sekali.5 Gambaran klinisnya secara umum meliputi batuk-batuk, demam dan produksi
sputum purulen yang berlebihan. Berdasarkan gejalanya, bronkiektasis dapat dikelompokkan
menjadi:9
1. Batuk
Hemoptisis mempunyai ciri antara lain batuk produktif berlangsung kronik, jumlah
sputum bervariasi, umumnya jumlahnya banyak pada pagi hari sesudah ada posisi tidur
atau bangun dari tidur. Sputum terdiri atas tiga lapisan:
a. Lapisan teratas agak keruh, terdiri atas mukus
b. Lapisan tengah jernih terdiri atas saliva
c. Lapisan terbawah keruh, terdiri atas nanah dan jaringan nekrosis dari bronkus

12

yang rusak
2. Hemoptisis
Terjadi akibat nekrosis atau dekstruksi mukosa bronkus mengenai pembuluh darah
(pecah) dan timbul pendarahan.
3. Sesak napas (dispnea)
Timbulnya sesak napas tergantung pada luasnya bronkiektasis, kadang-kadang
menimbulkan suara mengi akibat adanya obstruksi bronkus.
4. Demam berulang
Bronkiektasis merupakan penyakit yang berjalan kronik, sering mengalami infeksi
berulang pada bronkus maupun pada paru, sehingga sering timbul demam (demam
berulang).
5. Kelainan fisis, seperti:
a. Sianosis
b. Jari tabuh (Clubbing Finger)
c. Ronki basah
d. Wheezing
Etiologi
Biasanya penyebab dari penyakit ini adalah adanya penyempitan pada daerah bronkial
sehingga penyumbatan aliran udara saat seseorang melakukan ekpirasi oleh faktor-faktor
pencetus tertentu antara lain.8

Alergen utama debu rumah, spora jamur dan tepung sari rerumputan.

Iritan seperti asap, bau-bauan, polutan.

Infeksi saluran nafas terutama yang disebabkan oleh virus.

Perubahan cuaca yang ekstrim.

Kegiatan jasmani yang berlebihan.

Lingkungan kerja.

Obat-obatan, misalnya OAINS.

Emosi.

13

Epidemologi
Prevalensi asma dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain jenis kelamin, umur pasien,
status atopi, faktor keturunan, serta faktor lingkungan. Pada masa kanak-kanak ditemukan
prevalensi anak laki berbanding anak perempuan 1,5:1, tetapi menjelang dewasa perbandingan
tersebut lebih kurang sama dan pada masa menopause perempuan lebih banyak daripada lakilaki. Umumnya prevalensi asma anak lebih tinggi dari dewasa, tetapi adapula yang melaporkan
prevalensi dewasa lebih tinggi dari anak. Angka ini juga berbeda-beda antara satu kota dengan
kota yang lain di negara yang sama. Di Indonesia prevalensi asma berkisar antara 5-7%.9
Patogenesis
Manisfestasi penyumbatan jalan napas pada asma disebabkan oleh bronkokonstriksi,
hipersekresi mukus, edema mukosa, infiltrasi seluler, dan deskuamasi sel epitel serta sel radang.
Berbagai rangsangan alergi dan rangsangan non spesifik, akan adanya jalan napas yang hiperreaktif, mencetuskan respon bronkokonstriksi dan radang. Rangsangan ini meliputi allergen yang
dihirup (tungau debu, tepung sari, sari kedelai, protein minyak jarak), protein sayuran lainnya,
infeksi virus, asap rokok, polutan udara, bau busuk, obat-obatan (agen anti-radang nonsteroid,
antagonis reseptor , metabisulfit), udara dingin dan olahraga.7
Patologi asma berat adalah bronkokonstriksi, hipertrofi otot polos bronkus, hipertrofi
kelenjar mukosa, edema mukosa, infiltrasi sel radang (eosinofil, neutrofil, basofil, makrofag) dan
deskuamasi. Tanda-tanda patognomonis adalah Kristal Charcot-Leyden (lisofosfolipase
membran eosinofil), spiral Cursch-mann (silinder mukosa bronkial), dan benda-benda Creola (sel
epitel terkelupas).7
Mediator yang baru disintesis dan disimpan dilepaskan dari sel mast mukosa lokal pascarangsangan nonspesifik atau pengikatan alergen terhadap imunoglobulin E (IgE) terkait-sel mast
spesifik. Mediator seperti histamin, leukotrien C4, D4, dan E4 serta faktor pengaktif trombosit
mencetuskan bronkokonstriksi, edema mukosa dan respon imun. Respon imun awal
menimbulkan bronkokonstriksi, dapat diobati dengan agonis reseptor-2, dan dapat dicegah
dengan penstabil-sel mast (kromolin atau nedokromil). Respon hiper-responsif jalan napas
berkelanjutan dengan infiltrasi eosinofil dan neutrofil, dapat diobati dan dicegah dengan steroid,
dan dapat dicegah dengan kromolin atau nedokromil.7

14

Penyumbatan paling berat adalah selama ekspirasi karena jalan napas intratoraks biasanya
menjadi lebih kecil selama ekspirasi. Walaupun penyumbatan jalan napas difus, penyumbatan ini
tidak seragam semua di seluruh paru. Atelektasis segmental atau subsegmental dapat terjadi,
memperburuk ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi. Hiperinflasi menyebabkan penurunan
kelenturan, dengan akibat kerja pernapasan bertambah. Kenaikan tekanan transpulmoner, yang
diperlukan untuk ekspirasi melalui jalan napas yang tersumbat, dapat menyebabkan penyempitan
lebih lanjut, atau penutupan dini (prematur) beberapa jalan napas total selama ekspirasi, dengan
demikian menaikkan risiko pneumotoraks. Kenaikan tekanan intratoraks dapat mengganggu
aliran balik vena dan mengurangi curah jantung, yang kemungkinan tampak sebagai pulsus
paradoksus.7
Ketidakseimbangan ventilasi dengan perfusi, hipoventilasi alveolar, dan bertambahanya
kerja pernapasan menyebabkan perubahan pada gas-gas darah. Hiperventilasi beberapa daerah
paru pada mulanya mengkompensasi tekanan karbondioksida yang lebih tinggi dalam darah yang
memperfusidaerah

yang

terventilasi

jelek.

Namun,

hiperventilasi

ini

tidak

dapat

mengkompensasi hipoksemia saat bernapas dengan udara kamar karena ketidakmampuan


penderita menaikkan tekanan oksigen dan saturasi oksihemoglobin parsial. Progresivitas
penyumbatan jalan napas lebih lanjut menyebabkan hipoventilasi alveolar yang lebih banyak,
hiperkapnea dapat terjadi mendadak. Hipoksia mengganggu perubahan asam laktat menjadi
karbon dioksida dan air, menimbulkan asidosis metabolik. Hiperkapnea menaikkan asam
karbonat, yang berdisosiasi menjadi ion hidrogen dan ion karbonat, menimbulkan asidosis
respiratorik.7
Hipoksia dan asidosis dapat menyebabkan vasokontriksi pulmonal, tetapi kor pulmonal
akibat dari hipertensi pulmonal yang bertahan bukan merupakan komplikasi asma yang lazim.
Hipoksia dan vasokontriksi dapat mencederai sel alveolar tipe II, mengurangi produksi surfaktan,
yang normalnya menstabilkan alveoli. Dengan demikian proses ini dapat memperburuk
kecenderungan ke arah atelektasis.7

Gejala Klinis

15

Pada penyakit ini sering kali timbul dyspnea, ortopnea, batuk yang tersering pada malam
hari disertai sputum kental dan lengket, mengi, sesak dada, penurunan bising nafas, hiperonans,
hipoksia, takikardi, sulit saat bernafas, kelainan kulit, retraksi interkostal, dan biasanya disertai
dehidrasi.Gejala yang timbul biasanya berhubungan dengan beratnya derajat hiperaktivitas
bronkus. Obstruksi jalan nafas dapat reversibel secara spontan ataupun dengan pengobatan.
Gejalanya bersifat paroksismal, yaitu membaik pada siang hari dan memburuk pada malam hari.
Gejala-gejala tersebut tidak selalu terlihat bersama-sama. Ada penderita yang hanya batuk tanpa
rasa sesak, atau sesak dan mengi saja.Beratnya derajat serangan asma dibagi dalam serangan
derajat ringan, sedang dan berat berdasarkan persentase APE. Nilai dugaan sesuai kriteria yaitu
serangan derajat ringan bila APE > 60% nilai dugaan. Serangan asma ringan antara lain;3

Sesak nafas waktu berjalan,bisa berbaring

Berbicara dalam kalimat penuh

Frekuensi nafas meningkat

Pemakaian alat bantu nafas biasanya ada

Mengi lemah sampai sedang

Nadi <100x/menit

Pulsus paradoksus tidak ada

APE sesudah terapi awal >0%

P O2 normal

P CO2<45 mmHg

Saturasi O2 (udara biasa) >95%

Penatalaksanaan
16

Obat yang digunakan untuk mengobati asma dibagi menjadi dua kelas umum: obat
bantuan-cepat yang digunakan untuk mengobati gejala akut; dan obat kontrol jangka panjang
yang digunakan untuk mencegah eksaserbasi lebih lanjut.6

Bantuan-cepat
a) Antikoligernik
Menghambat reseptor kolinergik muskarinik dan mengurangi nada vagal intrinsic jalan napas.
Ipratropium bromida memberikan manfaat tambahan untuk SABA di eksaserbasi asma moderat
sampai berat. Dapat digunakan sebagai bronkodilator alternatif bagi pasien yang melakukan
tidak mentolerir SABA.
b) SABA (short-acting beta agonists)
Albuterol, levalbuterol, dan pirbuterol adalah bronkodilator yang santai halus otot. Terapi pilihan
untuk menghilangkan gejala akut dan pencegahan EIB (exercise-induced asthma).
c) Kortikosteroid sistemik
Meskipun kerja tidak pendek, kortikosteroid sistemik oral digunakan untuk eksaserbasi sedang
dan berat sebagai tambahan untuk SABA agar mempercepat pemulihan dan mencegah
kekambuhan eksaserbasi.
Kontrol jangka panjang
a) Kortikosteroid
Blok reaksi akhir-fase untuk alergen, mengurangi napas hyperresponsiveness, dan menghambat
migrasi sel inflamasi dan aktivasi. Obat ini adalah paling ampuh dan anti-inflamasi efektif
tersedia saat ini. ICS (inhaled corticosteroids) digunakan dalam kontrol jangka panjang asma.
Kursus singkat sistemik lisan kortikosteroid yang sering digunakan untuk mendapatkan kontrol
yang cepat dari penyakit ketika memulai jangka panjang terapi; jangka panjang kortikosteroid
sistemik oral digunakan untuk asma persisten berat.
b) Natrium kromolin dan nedocromil

17

Menstabilkan sel mast dan mengganggu klorida fungsi saluran. Digunakan sebagai alternatif,
namun tidak disukai, obat untuk pengobatan asma persisten ringan. Obat ini juga dapat
digunakan sebagai pencegahan pengobatan sebelum latihan atau paparan tidak dapat dihindari
untuk alergen dikenal.
c) Immunodulator
Omalizumab (anti-IgE) adalah antibodi monoklonal yang mencegah pengikatan IgE terhadap
reseptor afinitas tinggi pada basofil dan sel mast. Omalizumab digunakan sebagai terapi
tambahan untuk pasien 12 tahun yang memiliki alergi dan berat asma persisten. Dokter yang
mengelola omalizumab harus disiapkan dan dilengkapi untuk mengidentifikasi dan mengobati
anafilaksis yang mungkin terjadi.
d) Leukotrien modifiers
Sertakan LTRA (leukotriene receptor antagonists) dan inhibitor 5-lipoxygenase. Dua LTRA
adalah tersedia-montelukast (untuk pasien> 1 tahun) dan zafirlukast (untuk pasien 7 tahun
usia). Jalur inhibitor 5-lipoxygenase zileuton yang tersedia untuk pasien 12 tahun usia; fungsi
hati pemantauan sangat penting. LTRA adalah terapi alternatif, tapi tidak diajukan, untuk
pengobatan asma persisten ringan. LTRA juga bisa digunakan sebagai terapi tambahan dengan
ICS, tapi untuk pemuda 12 tahun dan orang dewasa, tidak diajukan dibandingkan dengan
penambahan LABA. Zileuton dapat digunakan sebagai alternatif tapi tidak diajukan terapi
tambahan pada orang dewasa.
e) LABA
Salmeterol dan formoterol adalah bronkodilator yang memiliki durasi bronkodilatasi minimal 12
jam setelah dosis tunggal.
- LABA tidak untuk digunakan sebagai monoterapi untuk kontrol jangka panjang asma
- LABA digunakan dalam kombinasi dengan ICS untuk kontrol dan pencegahan jangka panjang
gejala pada asma persisten sedang atau berat.
- Dari terapi tambahan yang tersedia, LABA adalah terapi pilihan untuk digabungkan dengan
ICS di pemuda 12 tahun dan orang dewasa.
- Menurut pendapat Panel Ahli, efek menguntungkan dari LABA dalam terapi kombinasi untuk
sebagian besar pasien yang membutuhkan lebih dari terapi ICS dosis rendah saja untuk kontrol
asma harus ditimbang terhadap peningkatan risiko eksaserbasi parah, meskipun jarang, terkait
dengan penggunaan harian.

18

Penggunaan LABA
Untuk pasien 5 tahun yang menderita asma persisten sedang atau asma tidak cukup
dikendalikan ICS dosis rendah, pilihan untuk meningkatkan dosis ICS harus diberikan bobot
yang sama dengan pilihan untuk menambahkan LABA.
Untuk pasien 5 tahun yang menderita asma persisten berat atau asma, kombinasi LABA dan
ICS adalah terapi yang dianjurkan.
- LABA dapat digunakan sebelum berolahraga untuk mencegah EIB, namun durasi kerja tidak
melebihi 5 jam dengan pemakaian teratur kronis. Penggunaan sering dan kronis LABA untuk
EIB tidak dianjurkan, karena penggunaan ini mungkin menyamarkan kurang terkontrol persisten
asma.
- Menurut pendapat Panel Ahli, penggunaan LABA untuk pengobatan gejala akut atau
eksaserbasi saat ini tidak dianjurkan.
f) Methylxanthines
Sustained-release teofilin adalah bronkodilator ringan sampai sedang digunakan sebagai
alternatif, tidak dianjurkan, terapi tambahan dengan ICS. Teofilin mungkin memiliki efek antiinflamasi ringan. Pemantauan konsentrasi serum teofilin adalah penting.
Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditimbulkan oleh penyakit ini adalah;9

Kelelahan dan dehidrasi, merupakan kurangnya cairan dalam tubuh yang dapat menyebabkan
hilangnya kesadaran.

lnfeksi jalan napas, merupakan suatu gejala yang ditandai dengan adanya penyumbatan pada
saluran nafas oleh bakteri, virus, dan sebagainya.

Cor pulmonale merupakan hipertrofi/dilatasi ventrikel kanan akibat hipertensi pulmonal yang
disebabkan penyakit parenkim paru atau pembuluh darah paru yang tidak berhubungan
dengan kelainan jantung kiri.
19

Gagal napas adalah ketidakmampuan tubuh dalam mempertahankan tekanan parsial normal
O2 dan atau CO2 didalam darah.

Pneumotoraks (jarang), merupakan penumpukan dari udara yang bebas dalam dada diluar paru
yang menyebabkan paru untuk mengempis, dan yang terakhir adalah PPOK, yang merupakan
suatu penyakit obstruksi saluran nafas dan biasanya disebabkan infeksi saluran nafas serta
bronkospasme.

Prognosis
Prognosis untuk asma umumnya baik, terutama untuk anak-anak dengan penyakit ringan.
Kematian telah menurun selama beberapa dekade terakhir karena recognisi yang lebih baik dan
perbaikan dalam perawatan. Secara global menyebabkan cacat sedang atau berat di 19,4 juta
orang sebagai 2004 (16 juta di antaranya berada di negara-negara berpenghasilan rendah dan
menengah). Dari asma didiagnosis selama masa kanak-kanak, setengah dari kasus tidak akan lagi
membawa diagnosis setelah satu dekade. Airway renovasi diamati, tetapi tidak diketahui apakah
ini mewakili perubahan berbahaya atau bermanfaat. Pengobatan dini dengan kortikosteroid
tampaknya untuk mencegah atau ameliorates penurunan fungsi paru-paru.9
Kesimpulan
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang pasien tersebut di diagnosis menderita
asma bronkial eksaserbasi akut.
Hipotesis diterima.

20

Daftar Pustaka
1. Gleadle, Jonathtan. A Glance: Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Erlangga. Jakarta:
2007;p.26-27
2. Price, Sylvia A. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Penerbit Buku
Kedokteran ECG. Jakarta: 2003; p.783-793
3. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: EGC; 2009. h. 83-8.
4. Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: EGC; 2004.h.266-77.
5. Kowalaks JP, Welsh W. Buku pegangan uji diagnostik. Edisi ke-3. Jakarta: EGC;
2009.h.651-745.
6. National Asthma Education and Prevention Program. EPR 3 Guidelines on Asthma.
http://www.nhlbi.nih.gov/health-pro/guidelines/current/asthma-guidelines/full-report
(accessed 10 Juli 2016).
7. Behrman, Kliegman, Arvin. Ilmu kesehatan anak. Edisi ke-15. Jakarta: EGC; 2013. h.
776-7.
8. Mitchell, Kumar, Abbas, Fausto. BS Dasar patologis penyakit. Edisi ke-7. Jakarta:
EGC; 2006. h. 435-7.
9. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Interna Publishing. Jakarta: 2009; p.2216-2229

21

Anda mungkin juga menyukai