Anda di halaman 1dari 56

PEDOMAN

PENINGKATAN
PENERAPAN MTBS

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia


Tahun 2015

KATA PENGANTAR
Pada tahun 1990 kematian balita secara global 15,6 juta. Sebagian besar penyebab kematian
balita merupakan penyakit yang dapat dicegah, seperti pneumonia, diare,malaria, campak
atau kombinasi dari penyakit tersebut dan dilatarbelakangi oleh malnutrisi.
Untuk mencegah penyebab utama kematian balita, WHO dan UNICEF mengembangkan
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Manajeman Terpadu Balita Sakit merupakan
keterpaduan tatalaksana balita sakit yang meliputi upaya pengobatan,pelayanan preventif
seperti pemberian imunisasi, pemberian vitamin A, serta pelayanan promotif antara lain
menilai dan memperbaiki cara pemberian ASI, konseling kepada ibu/pengasuh anak cara
merawat dan mengobati anak sakit di rumah, masalah pemberian makan dan sebagainya.
Dengan pendekatan MTBS pada tatalaksana balita sakit berkontribusi pada penurunan
kematian balita global dari 15,6 juta tahun 1990 menjadi 6,6 juta tahun 2012.
Indonesia telah mengadopsi MTBS sejak tahun 1997, setelah melalui proses adaptasi.
Di dalam UU no. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 27 dikatakan bahwa tenaga
kesehatan berhak mendapatkan imbalan dan perlindungan hukum dalam melaksanakan
tugas sesuai dengan profesinya. Manajemen Terpadu Balita Sakit termasuk pelayanan
standar yang masuk dalam Permenkes no. 25 tahun 2014 dan masuk dalam Standar
Pelayanan Minimal Kabupaten/Kota. Dengan demikian setiap balita sakit dan bayi muda
mendapatkan pelayanan sesuai standar MTBS. Dengan menerapkan MTBS diharapkan
terjadi peningkatan penemuan kasus, semakin banyak balita yang dapat dicegah dari
kematian, terjadi penurunan morbiditas serta intervensi yang dipilih sesuai dengan fokus
permasalahan. Hingga saat ini telah dilakukan tiga kali revisi MTBS (2003, 2008 dan 20142015) yang bertujuan mengakomodir kebutuhan program, rekomendasi WHO, dan sesuai
dengan kemajuan ilmu pengetahuan terkini. Pada MTBS revisi 2015 ini terjadi perubahan
pada beberapa tatalaksana, dimasukkannya komponen HIV, penambahan KIE tentang
mencegah cidera pada anak dan penekanan pada peran Kepala dan Dokter Puskesmas
dalam memfasilitasi peningkatan penerapan MTBS di Puskesmas dan jaringannya.
Ucapan terima kasih pada UNICEF yang telah memfasilitasi rangkaian proses revisi MTBS,
ucapan terima kasih juga ditujukan pada semua pihak yang telah berkontribusi pada
proses revisi MTBS, masukan yang bersifat membangun sangat kami harapkan.


Direktur Bina Kesehatan Anak

dr. Jane Soepardi

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...........................................................................................
DAFTAR ISI ......................................................................................................

i
ii

BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................


A. LATAR BELAKANG ...................................................................................
B. TUJUAN ..................................................................................................
C. SASARAN PEDOMAN ..............................................................................
D. DASAR HUKUM ......................................................................................
BAB II PERSIAPAN OPTIMALISASI PENERAPAN MTBS DI PUSKESMAS ............
A. PERSIAPAN SDM ....................................................................................
1. Diseminasi atau lnformasi berkala kepada seluruh petugas
kesehatan di Puskesmas dan jaringannya terkait dengan MTBS
revisi 2015 .........................................................................................
2. Refreshing ..........................................................................................
3. On the job training (Kalakarya)..........................................................
B. PERSIAPAN OPTIMALISASI FAKTOR PENDUKUNG PELAYANAN MTBS......
1. Logistik ...............................................................................................
2. Biaya Operasional ..............................................................................
3. Ruangan .............................................................................................
C. PENYESUAIAN ALUR PELAYANAN ............................................................
BAB III PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT ............................
1. Penguatan Sistem Pelayanan Kesehatan Anak ..................................
2. Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan serta Kepatuhan
Terhadap Standar ...............................................................................
3. Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Orangtua dan
Pengasuh ...........................................................................................
BAB IV PENCATATAN DAN PELAPORAN MTBS
A. PENCATATAN MTBS ................................................................................
B. PELAPORAN HASIL PELAYANAN .............................................................
BAB V PEMANTAUAN DAN PEMBINAAN PENERAPAN MTBS ..........................
KASUS MTBS
KASUS MTBM
PERTANYAAN-PERTANYAAN YANG SERING DIAJUKAN
DAFTAR SINGKATAN

1
1
3
3
3
5
5

ii

6
6
7
9
9
15
17
17
21
21
22
22
24
24
25
34
39
41
43
46

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada tahun 2003 WHO menyatakan bahwa MTBS merupakan pendekatan terbaik dalam
menurunkan angka kematian balita. Hal ini terbukti terjadinya penurunan kematian
balita yang sangat bermakna dari negara-negara yang menerapkan MTBS. Pada tahun
1990 kematian balita secara global 15,6 juta dan menurun menjadi 6,6 juta tahun 2012,
walaupun penurunan tersebut tidak semata-mata karena MTBS, namun MTBS merupakan
pendekatan pelayanan balita sakit yang komprehensif dan terintegrasi terhadap penyebab
utama kematian yang banyak dijumpai yakni pneumonia, diare, campak, malaria, atau
kombinasi penyakit tersebut dan sering dilatar belakangi oleh gizi kurang atau gizi buruk.
Berdasarkan Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) 2007 penyebab utama kematian balita
di Indonesia adalah masalah neonatus (asfiksia, BBLR dan sepsis) dan masalah infeksi
(pneumonia dan diare serta malaria di daerah endemis). Sebagian besar penyebab
kematian ini dapat dicegah di pelayanan kesehatan tingkat primer yang memberi
pelayanan sesuai dengan standar MTBS.
Penerapan MTBS menekankan pada tiga komponen yakni 1) memperkuat sistem
pelayanan kesehatan agar penanganan balita sakit lebih efektif, 2) meningkatkan kualitas
pelayanan balita sakit serta 3) meningkatkan peran keluarga dan masyarakat dalam hal
perawatan balita sakit, deteksi dini serta pola pencarian pertolongan segera ke tenaga
kesehatan. Manajemen Terpadu Balita Sakit merupakan salah satu standar pelayanan
kesehatan balita sakit dan bayi muda di pelayanan kesehatan primer. Penerapan pelayanan
kesehatan anak sesuai standar MTBS sejalan dengan Undang-undang no. 36 tahun 2009
tentang Kesehatan dan Permenkes no. 25 tahun 2014 tentang Upaya Kesehatan Anak
serta Standar Pelayanan Minimal Kabupaten/Kota.
Indonesia mengadaptasi MTBS tahun 1997 disosialisasikan, dilatihkan bagi hampir
seluruh Puskesmas di Indonesia. Agar isi dari MTBS selalu ter update, maka dilakukan
revisi berkala untuk mengakomodir perubahan kebijakan program, perkembangan ilmu
pengetahuan terkini serta mengadaptasi rekomendasi WHO. Pada revisi MTBS tahun
2015, untuk pertama kalinya memasukan HIV pada MTBS dan KIE Pencegahan Cidera
pada anak. Hal ini agar semakin dini balita dengan HIV ditemukan dan diberi pengobatan,
serta setiap orang tua/pengasuh yang membawa balita ke tenaga kesehatan mendapatkan
KIE pencegahan cidera pada balita untuk semakin berhati-hati menjaga balitanya agar
terhindar dari cidera yang bisa berdampak pada kecacatan dan bahkan kematian.

Hasil beberapa survei penerapan MTBS menunjukan salah satu kendala utama penerapan
MTBS adalah lemahnya manajemen penerapan MTBS di Puskesmas dan kurangnya
supervisi dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Harus dipahami bahwa penerapan MTBS
seyogyanya diawali dari komitmen Kepala Puskesmas untuk memberikan pelayanan
sesuai standar dan komitmen dokter Puskesmas sebagai motivator perawat dan bidan
disamping fungsinya sebagai supervisor dan menerima rujukan. Keberhasilan penerapan
MTBS di Puskesmas tidak terlepas dari kesinambungan upaya Kepala Puskesmas dan Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dalam mendukung kesinambungan ketersediaan SOM (jenis,
jumlah, kompetensi & kepatuhan terhadap standar), sarana, prasarana, alat kesehatan,
obat dan vaksin serta bersama profesi melaksanakan supervisi fasilitatif secara berkala
untuk mengevaluasi kualitas pelayanan MTBS.
Pada MTBS revisi 2015 tidak hanya melakukan penyempurnaan pada buku bagan MTBS
dalam menentukan tatalaksana balita sakit dan tatalaksana bayi muda namun juga diikuti
dengan perubahan pada register rawat jalan balita sakit umur 2 buIan sampai 5 tahun dan
register rawat jalan bayi muda umur kurang dari 2 bulan yang mengakomodir kebutuhan
pencatatan pelaporan tatalaksana sesuai klasifikasi MTBS.
Perubahan register rawat jalan ini diharapkan dapat 1) memonitor balita sakit dan bayi
muda yang dilayani sesuai dengan langkah MTBS, 2) mengurangi beban tenaga Puskesmas
dalam pencatatan yang berulang, 3) mengakomodir kebutuhan program akan laporan
serta 4) tetap mengakomodir diagnosis penyakit lain diluar jenis penyakit yang terdapat
di MTBS.
Pedoman ini sangat menekankan peran semua pihak dalam mengoptimalkan penerapan
MTBS, yang bertujuan mempercepat penurunan kematian dan meningkatkan kualitas
hidup anak. Penerapan MTBS akan melindungi perawat, bidan petugas lain terkait
bilamana menjumpai permasalahan setelah memberikan pelayanan.
Paket MTBS yang terdiri dari buku bagan MTBS, formulir tatalaksana balita sakit umur
2 buIan - 5 tahun, formulir tatalaksana bayi muda umur kurang 2 bulan, register rawat
jalan balita sakit, register rawat jalan bayi muda, dan pedoman peningkatan penerapan
MTBS telah diujicoba secara bertahap di 5 kabupaten. Ujicoba diawali masing-masing 4
Puskesmas di Kabupaten Aceh Jaya (Aceh) dan Kabupaten Brebes (Jateng), dari hasilnya
dilakukan perbaikan lalu diujicobakan masing-masing 2 Puskesmas di Kabupaten Sorong
dan Kota Sorong (Papua Barat) dan 4 Puskesmas di Kabupaten Kupang (NTT), dari hasilnya
dilakukan perbaikan. Perbaikan yang dilakukan menekankan pada agar baik fomulir, buku
bagan dan pedoman peningkatan penerapan MTBS mudah dipahami.
Paket MTBS ini juga dilengkapi dengan DVD yang berisi antara lain; pelayanan balita sakit
dengan pendekatan MTBS, peningkatan penerapan MTBS di Puskesmas serta materi KIE
setempat atau Buku KIA yang menunjang penerapan MTBS.

B. Tujuan
Tujuan Umum:
Tersedianya acuan untuk mengoptimalkan penyelenggaraan MTBS di Puskesmas dalam
rangka menurunkan kematian serta meningkatkan kualitas hidup bayi dan balita.
Tujuan Khusus:
1. Terwujudnya kesiapan Puskesmas dalam mengoptimalkan penerapan MTBS
2. Terlaksananya penerapan MTBS oleh Puskesmas dan jaringannya
3. Terlaksananya sistem pencatatan dan pelaporan pelayanan MTBS
4. Terlaksananya monitoring evaluasi dan supervisifasilitatif berkala penerapan MTBS
5. Adanya kesinambungan komitmen dukungan pemerintah Kabupaten/Kota dalam
penyelenggaraan MTBS.
C. Sasaran Pedoman
Sasaran langsung:
1. Kepala Puskesmas
2. Dokter sebagai supervisor dan motivator penerapan MTBS
3. Pemberi layanan kesehatan balita (bidan, perawat, pengelola gizi, penanggung jawab
obat, petugas imunisasi)
4. Penanggungjawab dan Pengelola program terkait kesehatan anak di kabupaten/kota
Sasaran tidak langsung:
1. Penanggungjawab program terkait MTBS di Kementerian Kesehatan
2. Penanggung jawab program terkait kesehatan anak di Dinas Kesehatan Provinsi
3. Penanggung jawab program terkait kesehatan anak di Dinas Kesehatan Kabupaten/
Kota
4. Asosiasi Profesi: IBI,PPNI,Persagi,IDl, IDAI ditingkat kabupaten/kota, provinsidan pusat
D.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Dasar hukum
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, pasal 45-46
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pasal 131,135
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pasal 12, 36
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, pasal 11,62
Undang-undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan, pasal 40
Peraturan Pemerintah RI Nomor 96 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan UndangUndang
Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik
7. Peraturan Pemerintah RI Nomor 46 Tahun 2014 tentang Sistem lnformasi Kesehatan
8. Peraturan Presiden RI Nomor 2 tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional Tahun 2015 -2019

9. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 269/MENKES/PER/111/2008 tentang Rekam


Medis, pasal 3-7
10. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang lzin dan
Penyelenggaraan Praktik Bidan, pasal 9, 11
11. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 17 tahun 2013 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes/148/1/2010 Tentang lzin dan
Penyelenggaraan Praktik Perawat, pasal 8-10
12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 25 tahun 2014 tentang Upaya Kesehatan Anak
13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Puskesmas
14. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 tahun 2014 tentang Puskesmas

BAB II
PERSIAPAN OPTIMALISASI PENERAPAN MTBS DI PUSKESMAS
Pada dasarnya persiapan optimalisasi penerapan MTBS harus dilakukan pada Puskesmas
yang telah menerapkan MTBS dengan baik, pada Puskesmas yang sudah menerapkan
namun belum sesuai harapan, atau Puskesmas baru dibangun yang belum menerapkan
MTBS. Optimalisasi persiapan penerapan dilakukan secara berkala agar terjadi
kesinambungan optimalisasi peningkatan penerapan MTBS, adapun bagi Puskesmas baru
yang belum menerapkan MTBS perlu diketahui langkah-langkah yang harus dilaksanakan.
Terkait dengan kegiatan ini kepala Puskesmas dan dokter Puskesmas wajib memfasilitasi,
memotivasi dan memastikan kesinambungan penerapan MTBS yang sesuai standar di
Puskesmas dan jaringannya.
Kepala Puskesmas dan dokter bertugas :
1. Memfasilitasi kesiapan dari SDM, faktor pendukung penerapan MTBS, alur pelayanan
sesuai dengan penerapan MTBS dan biaya operasionalnya. Memastikan bahwa
perawat, bidan dan tenaga kesehatan lain terkait pelayanan kesehatan balita mampu
dan patuh pada standar MTBS.
2. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan SDM terkait MTBS melalui refreshing
berkala bagi yang telah melaksanakan dan bagi yang belum terlatih atau terpapar
MTBS melalui on the job training atau in house training.
3. Melakukan pembahasan pelayanan kesehatan dengan pendekatan MTBS pada saat
lokakarya mini.
4. Meningkatkan upaya promotif di dalam dan di luar gedung terkait dengan materi KIE
yang mendukung penerapan MTBS.
5. Memastikan adanya peningkatan pengetahuan dan ketrampilan masyarakat dalam
hal perawatan bayi muda, perawatan balita sakit di rumah, deteksi dini serta pola
pencarian pertolongan segera kepada tenaga kesehatan.
Adapun langkah-langkah yang harus dilaksanakan Kepala Puskesmas dan dokter Puskesmas
adalah sebagai berikut:
A. PERSIAPAN SDM
Pada penerapan MTBS Kepala Puskesmas sebagai penanggung jawab, dokter sebagai
supervisor, motivator, dan penerima rujukan. Bidan, perawat, penanggung jawab
program gizi, petugas imunisasi, dan petugas obat menjalankan fungsinya sesuai
dengan kompetensi, tugas pokok dan fungsinya. Tidak kalah pentingnya peran petugas
pendaftaran, dan petugas sanitarian Puskesmas bilamana dijumpai kasus terkait dengan
hygiene sanitasi.

Kepala Puskesmas menghitung kebutuhan jumlah dan jenis ketenagaan yang menerapkan
MTBS dan menginventaris SDM yang telah memiliki kemampuan dan ketrampilan dalam
melaksanakan MTBS. Tenaga kesehatan yang trampil dan patuh menerapkan MTBS
difasilitasi sebagai pendamping pada saat on the job training atau in house training.
Terkait dengan SDM ini Kepala Puskesmas melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Diseminasi atau lnformasi berkala kepada seluruh petugas kesehatan di Puskesmas
dan jaringannya terkait dengan MTBS revisi 2015.
Pada kesempatan ini Kepala Puskesmas menyampaikan dan mengingatkan pentingnya
penerapan MTBS dikaitkan dengan regulasi dan tujuannya serta isu-isu terkini yang
berhubungan dengan MTBS. Ditekankan pula bahwa keberhasilan penerapan MTBS
perlu dukungan semua pihak yang terkait dengan pelayanan balita sakit dan bayi
muda. Hakekat dari MTBS haruslah dipahami oleh semua SDM kesehatan yang ada
di Puskesmas dan saling mendukung sesuai dengan tugas pokok fungsinya agar
pelayanan MTBS dapat berjalan secara optimal.
Pada akhir pertemuan diseminasi informasi, Kepala Puskesmas mengingatkan kembali
atau menyampaikan secara tegas pembagian tugas yang harus dilaksanakan oleh SDM
kesehatan di Puskesmas dan jaringannya terkait dengan penerapan MTBS.
Apabila Puskesmas tersebut belum menerapkan MTBS, perlu dilakukan kegiatan
diseminasi informasi MTBS bagi semua SDM kesehatan di Puskesmas dan jaringannya
yang ditindaklanjuti dengan peningkatan kapasitas melalui metode on the job training.
Bagi petugas lain pendukung pelaksanaan MTBS dilakukan bimbingan hingga yang
bersangkutan dapat melaksanakan tugasnya dengan benar. Untuk menjaga kualitas
pelayanan MTBS kepala Puskesmas dan dokter Puskesmas memfasilitasi secara
berkala pelaksanaan dan kualitas pelayanan balita sakit dan bayi muda.
2. Refreshing
Kegiatan refreshing MTBS dilakukan secara berkala (minimal setahun sekali bagi
perawat dan bidan). Tujuan refreshing menjaga kualitas SDM dalam memberi
pelayanan MTBS. Hal ini penting agar Kepala Puskesmas dan dokter bisa memonitor
kemampuan SDM kesehatan dalam memberikan pelayanan MTBS. Refreshing ini
adalah salah satu strategi untuk menjaga kemampuan dan kepatuhan petugas dalam
menerapkan MTBS.
Metode refreshing disini dilaksanakan dengan cara;
1) penyampain perubahan yang terjadi (bila ada),
2) penyampaian secara singkat langkah-langkah penerapan MTBS
3) Kepala Puskesmas/dokter Puskesmas menyampaikan studi kasus dan meminta
beberapa SDM kesehatan melaksanakan simulasi penerapan MTBS. Setelah selesai
simulasi diminta juga komentar serta masukan dari SDM kesehatan lainnya.

Diakhir sesi baik Kepala Puskesmas/dokter Puskesmas memberikan masukan terkait


dengan pelaksanaan simulasi kasus dan langkah-langkah yang harus dilakukan
bersama agar penerapan MTBS lebih baik lagi.
3. On the job training (Kalakarya)
On the job training atau in house training pada MTBS adalah salah satu metode
meningkatan kapasitas perawat/bidan dalam menerapkan pelayanan balita sakit atau
pelayanan bayi muda dengan pendekatan MTBS yang dilaksanakan dengan metode
pendampingan. Metode on the job training ini lebih efektif karena peserta dipacu
untuk lebih aktif & memiliki kesempatan praktik lebih banyak.
Kegiatan on the job training bisa dilaksanakan di Puskesmas yang sama dengan
pendamping atau peserta on the job training ke Puskesmas lain bilamana dianggap
Puskesmas lain ini lebih memenuhi syarat dari segi jumlah dan jenis kasus, jumlah dan
kompetesi petugas yang mampu melaksanakan pendampingan pada saat on the job
training.
Beda on the job training dengan in house training adalah pada in house training
pendamping datang dari luar Puskesmas, sedangkan on the job training peserta dan
pendamping berasal dari Puskesmas yang sama atau peserta on the job training
belajar ke Puskesmas lainnya.
Agar pelaksanaan on the job training maupun in house training MTBS lebih efektif
maka:
1. satu orang pendamping mendampingi maksimal 2-3 orang peserta,
2. memiliki fasilitas yang memadai sebagai tempat untuk pembelajaraan baik pada
saat membahas teori, simulasi kasus maupun praktik langsung,
3. memiliki jumlah pasien balita sakit dan kunjungan neonatal yang cukup untuk
melatih skill peserta,
4. menggunakan alat bantu untuk mempercepat atau memperjelas pada saat
proses pembelajaran seperti ICATT, video MTBS, foto serta media KIE yang ada di
Puskesmas yang dapat digunakan termasuk penggunaan Buku KIA.
5. pendamping bersedia dihubungi oleh peserta terkait dengan peningkatan
pelayanan balita dan bayi muda sakit dengan pendekatan MTBS
6. proses on the training dihentikan sampai pendamping, Kepala Puskesmas dan
dokter Puskesmas memastikan peserta mampu melaksanakan tatalaksana MTBS
7. pendamping selalu memotivasi peserta on the job training baik pada saat
pendampingan maupun dalam menjalankan pekerjaannya.
8. dilakukan supervisi internal oleh kepala Puskesmas dan dokter Puskesmas terkait
dengan kepatuhan petugas terhadap standar MTBS.

Langkah langkah on the job training:


1. Seminggu sebelum on the job training dimulai peserta on the job training diminta
untuk mempelajari lebih dahulu konten dari MTBS, buku bagan MTBS, formulir
tatalaksana balita sakit umur 2 buIan - 5 tahun, formulir tatalaksana bayi muda
umur kurang 2 bulan, register rawat jalan balita sakit, register rawat jalan bayi
muda, dan pedoman peningkatan penerapan MTBS. Hal ini untuk memperlancar
pada saat diskusi.
2. Pada saat on the job training/in house training, pendamping:
a. menjelaskan secara singkat dan memastikan pemahaman peserta apa itu
MTBS dan kenapa balita sakit harus dilakukan MTBS serta manfaat MTBS baik
bagi pasien, maupun tenaga kesehatan
b. menjelaskan secara rinci memastikan pemahaman dari peserta alur pelayanan
MTBS dimulai dari bagian pendaftaran, langkah-langkah pelayanan balita sakit
atau pelayanan kesehatan bayi muda yang mengacu pada formulir tatalaksana
balita sakit dan formulir tatalaksana bayi muda, menggunakan media KIE
pada saat pelayanan, mengisi register rawat jalan balita sakit atau register
rawat jalan bayi muda, melaksanakan konversi dari klasifikasi ke ICD 10 dan
bagaimana mengkaitkan penerapan MTBS dengan sistem pencatatan dan
pelaporan yang ada dan program lain di Puskesmas.
c. Jika hal tersebut di atas peserta dianggap telah paham maka secara bertahap
pendamping mengajarkan bagaimana menentukan klasifikasi pada anak
2 bulan 5 tahun, pengobatan serta konseling yang dilakukan. Dilanjutkan
dengan penggunaan formulir tatalaksana balita sakit dan register rawat jalan
balita sakit.
Jika peserta dianggap telah benar benar paham, maka pendamping memberi
beberapa kasus balita sakit dan meminta peserta mensimulasikan pelaksanaan
MTBS (contoh kasus terlampir).
Jika dari simulasi kasus peserta dianggap telah cukup trampil, maka
pendamping meminta praktik langsung pada pasien. Diawali dengan
pendamping melaksanakan MTBS pada balita sakit dan meminta peserta
mengamati bagaimana cara pendamping melaksakan pelayanan. Kemudian
secara bergiliran meminta peserta memberi pelayanan balita sakit dengan
pendekatan MTBS.
Pada saat ini pendamping dan peserta latih lain hanya mengamati apa
yang dilaksanakan oleh peserta yang sedang memberi pelayanan MTBS.
Pendamping memberi bantuan jika memang benar benar dibutuhkan dan
diskusi dilaksanakan setelah pelayanan MTBS selesai.

d. Hal sama dilakukan untuk tatalaksana bayi muda umur kurang 2 bulan.
Mengingat untuk praktik langsung bayi muda umur kurang 2 bulan kasusnya
tidak banyak, maka dapat dilaksankan dengan melaksanakan kunjungan
neonatal.

Setelah pendamping, Kepala Puskesmas dan dokter Puskesmas menilai bahwa


peserta on the job training mampu memberi pelayanan dengan pendekatan
MTBS, maka on the job training dihentikan. Namun supervisi fasilitatif terus
dilakukan untuk menjaga kualitas pelayanan MTBS dan kepatuhan petugas
akan standar pelayanan.

B. PERSIAPAN OPTIMALISASI FAKTOR PENDUKUNG PELAYANAN MTBS


Kepala Puskesmas dan dokter Puskesmas harus memastikan bahwa faktor pendukung
pelayanan MTBS selalu tersedia, siap pakai dan aman digunakan, sehingga perlu
dilakukan supervisi internal secara berkala. Supervisi internal initerintegrasi dengan
memantau kualitas pelayanan MTBS yang diberikan oleh perawat, bidan,dan tenaga
kesehatan lain terkait. Kesiapan logistik dan ruangan juga dibahas pada saat lokakarya
mini.
1. Logistik
Logistik menjadi bagian penting yang tidak terpisahkan untuk pelayanan MTBS. Harus
direncanakan secara benar, dijaga kesinambungan keberadaannya dan dipastikan
siap pakai. Kondisi ini hanya akan tercapai bilamana didukung dengan mekanime
pencatatan dan pelaporan sesuai dengan kaidah yang berlaku. Beberapa jenis logistik
yang harus disiapkan, antara lain: obat dan vaksin, alat kesehatan, buku bagan MTBS,
formulir tatalaksana balita sakit, formulir tatalaksana bayi muda, buku register rawat
jalan balita sakit, buku register rawat jalan bayi muda, formulir rujukan, buku KIA dan
beberapa media KIE lainnya yang mendukung penerapan MTBS baik cetak maupun
audiovisual.
a. Obat
Secara umum, obat yang digunakan pada MTBS telah termasuk dalam Formularium
Nasional (Fornas) yang digunakan di Puskesmas. Apabila penanganan balita sakit
dengan MTBS ini pasien membutuhkan obat yang belum tercantum di Fornas maka
Puskesmas dapat memberikan obat tersebut dengan ketentuan bahwa obat yang
dibutuhkan sesuai dengan indikasi medis dan sesuai denganstandar pelayanan
kedokteran.

Tabel. Obat yang dibutuhkan dalam penanganan balita sakit

No

Obat yangdigunakan Di
MTBS

Obat Formularlum
Nasional untuk
Fasilitas Kesehatan
Tk 1
Amoksisilin
Tablet 500 mg
Sirup Forte 250
mg/5ml

DOEN 2013

Amoksisilin
Tablet 250 mg
Sirup Forte 250
mg/5ml

Kotrimoksazol
Kotrimoksazol
Kotrimoksazol
Tablet dewasa (80 mg Tablet dewasa (80 Tablet dewasa (80
mg Trimetropim
mg Trimetropim +
Trimetropim+ 400 mg
400 mg Sulfametok
+ 400 mg
Sulfametoksazol )
sazol)
Sulfametoksazol)
Tablet anak (20 mg
Trimetropim + 100 mg Suspensi anak (40 Suspensi anak (40
mg Trimetropim +
mg Trimetropim
Sulfametoksazol)
200 mg Sulfametok+ 200 mg
Suspensi anak (40 mg
Sulfametoksazol)
sazol)
Trimetropim + 200 mg
Sulfametoksazol)
Asam Nalidiksat
Tablet 500 mg

3
4

Metronidazol
Tablet 500 mg

Tetrasiklin
Kapsul 250 mg

Dihydroartemisinin dan
Piperakuin (DHP)
Tablet dihydroartemisinin
40 mg dan piperakuin 320
mg
Primakuin
Tablet 15 mg

Amoksisilin
Tablet 500 mg
Sir kering 125
mg/5ml

Metronidazol
Tablet 250 mg
Tablet 500 mg
Sirup 125 mg/5 ml
Tetrasiklin
Kapsul 250 mg
Kapsul 500 mg

Metronidazol
Tablet 250 mg
Tablet 500 mg
Sirup 125 mg/5 ml
Tetrasiklin
Kapsul 250 mg
Kapsul 500 mg

Primakuin
Tablet 15 mg

Primakuin
Tablet 15 mg

10

Artesunate + Amodiakuin
Tablet Artesunate 50 mg +
200 mg Amodiakuin

Kina
Tablet kina sulfat 300 mg
atau
Tablet kina bisulfat 300mg
Parasetamol
Tablet 500 mg
Tablet 100 mg
Sirup 120 mg/5ml

10

11

12
13

14

15
16
17

Artesunate + Amodiakuin
Tablet Artesunate 50
mg + 200 mg Amodiakuin

Parasetamol
Tablet 500 mg
Sirup 120 mg/5ml
Tetes 60 mg/0,6
ml
Vitamin A
Vitamin A
Kapsul Lunak 100.000 Kapsul Lunak
100.000 IU
IU
Kapsul Lunak 200.000 Kapsul Lunak
200.000 IU
IU
Albendazol
Albendazol
Tablet 400 mg
Tablet 400 mg
Susp 200 mg/5ml
Pirantel Pamoat
Pirantel Pamoat
Tablet 125 mg
Tablet 125 mg
Tablet 250 mg
Tablet 500 mg
Suspensi 125
mg/5ml
Tablet Besi/Folat
Tablet Besi/Folat
Besi elemental 60 mg + Besi elemental
0,25 mg asam folat
200 + 0,25 mg
Sirup Besi setiap 5 ml
asam folat
mengandung 30 mg
Sirup besi setiap
besi elemental
5 ml mengandung 15 mg sirup
elemental
H2O2 3%
H2O2 3%
Tetes Telinga Derivat
Quinolon
Salep mata
kloramfenikol 1%

Salep mata
kloramfenikol 1%

11

Artesunate + Amodiakuin
Tablet Artesunate 50
mg + 200 mg Amodiakuin

Parasetamol
Tablet 500 mg
Sirup 120 mg/5ml
Tetes 60 mg/0,6 ml

Albendazol
Tablet 400 mg
Pirantel Pamoat
Tablet 250 mg
Suspensi 125
mg/5ml

Ferro Sulfat
Tab salut 300 mg
Sirup 15 mg/5ml

H2O2 3%

Salep mata
kloramfenikol 1%

18

Tetes mata
kloramfenikol 1%

19

Antiseptik oral
Gentian Violet

20

Ampisillin
Serbuk injeksi 1000 mg/
vial im

21

Gentamisin
40 mg/ml im

22

Diazepam
5 mg/ml iv
Artemether
80 mg/ml im

Diazepam
5 mg/ml iv
Artemether
80 mg/ml im

24

Salbutamol
Tablet 2 mg
Tablet 4 mg
Vial nebu 2,5 mg
Aerosol 100 mcg

Salbutamol
Tablet 2 mg
Tablet 4 mg
Cairan inhalasi
0,1%

25

Epinefrin
Inj 0,1% sub kutan

Epinefrin
Inj 0,1% sub kutan

26

Oralit
Serbuk untuk 200 ml air

27

Zinc
Tablet 20 mg

Oralit
Serbuk untuk 200 ml
air
Zinc
Sirup 10 mg/ml

28

Oksigen
Ih, gas dalam tabung

Oksigen
Ih, gas dalam tabung

29

Cairan Parenteral
Ringer laktat
Ringer Asetat
NaCl 0,9%

23

Tetes mata
kloramfenikol 1%

Tetes mata
kloramfenikol 1%

Ampisillin
Serbuk injeksi 1000
mg/vial im

Ampisillin
Serbuk injeksi im/iv
250 mg/vial
Serbuk injeksi 1000
mg/vial im
Gentamisin
Injeksi 10 mg/ml
Injeksi 40 mg/ml
Diazepam
5 mg/ml iv

Salbutamol
Tablet 2 mg
Tablet 4 mg
Cairan inhalasi 0,1%
Ih/aerosol 100mcg/
dosis
lar respirator
untuk nebulizer 2,5
mg/2,5 ml NaCl
Epinefrin
Inj 0,1%
Oralit
Serbuk untuk 200 ml air
Zinc
Tablet dispersible 20
mg
Oksigen
Ih, gas dalam tabung
Cairan Parenteral
Ringer laktat

12

b. Persiapan Alat dan bahan habis pakai


Peralatan yang dipergunakan dalam penerapan MTBS adalah:
Alat Kesehatan
NO
ITEM
NO
ITEM
1 Timbangan bayi
9 Pita LILA
2 Timbangan anak
10 Gelas, sendok dan teko (tempat air
matang dan bersih) digunakan di
Layanan Rehidrasi Oral Aktif (LROA/
Pojok Oralit)
3 Pengukur Panjang Badan (Length
11 Alat pengisap lendir
Board)
4 Pengukur Tinggi Badan
12 Tensimeter, manset anak, steteskop
neonatal dan steteskop anak
5 Pengukur Suhu Tubuh
13 Sungkup ukuran 0, 1 dan 2
6 ARI Sound Timer atau arloji dengan 14 Pipa lambung/Nasogastric Tube jarum detik
NGT no. 3,5 dan no. 5
7 Senter
15 Pulse Oximeter dengan sensor bayi
dan anak
8 Spatula lidah
16
Mikroskop
Bahan Habis Pakai
NO
ITEM
NO
ITEM
1 Kasa/Kapas
5 Nasal Prong/Kateter Nasal bayi
2 Kertas serap/Tissue
6 Kateter urine untuk bayi no 6, untuk
balita no. 8 atau no. 10
3 Semprit dan Jarum suntik 1cc
7 RDT (Rapid Diagnostic Test) malaria
jika pemeriksaan mikroskopis tidak
tersedia
4 Infus set mikro dengan intra vena
8 RDT (Rapid Diagnostic Test) HIV
kateter no. 24 atau wing needles
no. 21G
Penyiapan Obat dan Alat Kesehatan :
Perencanaan kebutuhan obat dan alat kesehatan berdasarkan data kebutuhan (konsumsi)
tahun sebelumnya, pola penyakit (epidemiologi) serta rencana pengembangan/intervensi
program dengan mempertimbangkan sisa stok. Permintaan kebutuhan obat dan alat
kesehatan Puskesmas menggunakan formulir Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan
Obat (LPLPO) yang ditujukan kepada instalasi farmasi kabupaten/kota.

13

c. Vaksin
Petugas imunisasi memperhitungkan kebutuhan vaksin baik jenis maupun jumlahnya
berdasarkan jumlah sasaran bayi dan balita di wilayahnya ditambah dengan kebutuhan
untuk memenuhi pelayanan imunisasi bagi bayi dan balita diluar wilayah berdasarkan
pencatatan laporan sebelumnya. Dipastikan bahwa ketersediaan vaksin yang ada
termasuk buffer stok mencukupi kebutuhan akan pelayanan imunisasi di Puskesmas
dan jaringannya. Hal ini penting agar bayi dan balita tetap mendapatkan pelayanan
imunisasi begitu akses ke Puskesmas danjaringannya.
Kesiapan rantai dingin di Puskesmas menjadi bagian penting tidak terpisahkan pada
pelayanan imunisasi, Freezer (suhu -25C sampai -15C), lemari es (suhu +2C sampai
+8C), cold/cool box, vaccine carrier, thermos, dan cold/cool pack.
d. Buku Bagan MTBS, Formulir Tatalaksana Bayi Muda, Formulir Tatalaksana Balita
Sakit, Buku Register Rawat Jalan Balita Sakit, Register Rawat Jalan Bayi Muda, dan
Formulir Rujukan serta Buku Foto MTBS dan Bagan Dinding MTBS
Ketersediaan Buku Bagan MTBS harus disesuaikan dengan proposi jumlah tenaga
medis yang ada di Puskesmas dan jaringannya dengan demikian memberi kesempatan
bagi semua untuk mempelajari. Ketersediaan bagan dinding dan buku foto cukup
pada tempat dimana pelayanan MTBS diberikan. Bagan dinding dan buku foto ini
juga bermanfaat pada saat melaksanakan on the job training/inhouse training untuk
mempermudah penjelasan kepada peserta.
Kebutuhan ketersediaan lembar formulir Tatalaksana Balita Sakit di Puskesmas dan
jaringannya disesuaikan dengan jumlah kasus pada tahun sebelumnya plus bufferstok,
adapun kebutuhan formulir Tatalaksana Bayi Muda sesuai dengan sasaran bayi lahir x
3 (sesuai dengan kunjungan neonatal) ditambah dengan jumlah kasus bayi muda sakit
tahun sebelumnya plus bufferstock.
Kebutuhan ketersediaan Register Rawat Jalan Balita Sakit dan Register Rawat Jalan
Bayi Muda berdasarkan jumlah Pustu dan desa yang dimiliki plus untuk Puskesmas.
Untuk Puskesmas jumlahnya disesuaikan dengan jumlah kasus pada tahun sebelumnya
kebutuhannya berapa plus bufferstock demikianjuga untuk jaringannya.
Kebutuhan ketersediaan Formulir Rujukan disesuaikan dengan jumlah kasus tahun
sebelumnya plus bufferstok namun dipastikan terdistribusi di Puskesmas dan
jaringannya sesuai dengan kebutuhan.

14

e. Persiapan Media KIE


Penggunaan buku KIA pada MTBS selain sebagai tools pencatatan pelayanan kesehatan
juga sebagai media KlE. Media KIE lainnya yang dapat digunakan adalah media KIE
yang mengandung pesan-pesan yang dibutuhkan pada saat pelayanan MTBS (leaflet,
lembar balik, poster, alat peraga, video, dll). Tujuan penggunakan media KIE adalah
untuk mempermudah pemahaman orang tua atau pengasuh balita dan bayi muda
dalam perawatan sehari - hari di rumah.
Pemenuhan ketersediaan media KIEdipertimbangkan jenis dan jumlahnya bagi
kegiatan di dalam gedung dan di luar gedung Puskemas dan jaringannya, hal ini penting
mengingat upaya promotif dalam rangka peningkatan pengetahuan dan ketrampilan
keluarga dan masyarakat terkait kesehatan bayi muda dan balita sakit menjadi bagian
yang tidak terpisahkan untuk keberhasilan MTBS.
2. Biaya Operasional
Biaya operasional sangat dibutuhkan pada penerapan MTBS baik untuk kegiatan dalam
gedung maupun kegiatan di luar gedung. Upaya promosi kesehatan terkait dengan
kesehatan bayi muda dan balita pada pelayanan UKP (Upaya Kesehatan Perorangan) dan
UKM (Upaya Kesehatan Masyarakat) memegang peranan untuk keberhasilan penerapan
MTBS bahkan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup bayi muda dan balita.
Upaya promosi kesehatan bayi muda dan balita di luar gedung dapat diintegrasikan
dengan kegiatan program lainyang terkait dengan MTBS, termasuk pada saat kunjungan
neonatal, kegiatan perkesmas, POSYANDU, Kelas lbu Balita, BKB, PAUD dan kegiatan lain
yang memungkinkan.
Berikut pemanfaatan biaya operasional pada implementasi MTBS yang tidak menutup
kemungkinan untuk kebutuhan lainnya;
Kelengkapan dan kecukupan penunjang penerapan MTBS; logistik (Obat, Alat
dan Bahan Habis Pakai, Bagan MTBS, Formulir Tatalaksana Bayi Muda, Formulir
Tatalaksana Balita Sakit, Register Rawat Jalan Bayi Muda, Register Rawat Jalan
Balita Sakit dan media KIE)
Pemeliharaan cold chain di Puskesmas dan jaringannya
Kegiatan supervisi fasilitatif di luar gedung
Peningkatan kapasitas pelaksanan MTBS melalui metode: refreshing berkala, OJT
ke Puskesmas lain atau in house training.
Kunjungan pasien drop out
Kunjungan di lapangan bilamana dijumpai kasus yang diduga terkait erat dengan
lingkungan.
Kesiapan sarana dan prasarana di Puskesmas
Biaya operasional dan pemeliharaan alat terkait dengan penerapan MTBS kegiatan
lain yang terkait dengan penerapan MTBS

15

Biaya operasional penerapan MTBS dapat menggunakan alokasi dana yang diperuntukan
bagi Puskesmas sesuai yang ditetapkan. Alokasi dana yang dimaksud antara lain biaya
operasional dari APBD II, Bantuan Operasional Kesehatan, dana Kapitasi yang memang
diperuntukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan dana lain yang tidak mengikat.
Berikut keterangan tentang pemanfaatan dana:
1. Bantuan Operasional Kesehatan
Minimal 60% dari total alokasi dana BOK Puskesmas digunakan untuk Program
Kesehatan Prioritas melalui berbagai kegiatan yang berdaya ungkit tinggi untuk
pencapaian tujuan MDGs bidang kesehatan. Adapun kegiatan prioritas terkait
pelayanan MTBS antara lain:
a. Kunjungan neonatus
b. Pemantauan kesehatan neonatus termasuk neonatus risiko tinggi
c. Kunjungan rumah (termasuk untuk melihat kepatuhan minum obat dan drop
out)
d. Promosi ASI eksklusif dan Makanan Pengganti ASI (MPASI)
e. Kunjungan rumah/pendampingan balita gizi buruk
f. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Pemulihan anak balita gizi buruk
2. Dana Kapitasi JKN
Pemanfaatkan dana kapitasi JKN disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku, antara
lain untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan
1) Obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai;
2) Kegiatan operasional pelayanan kesehatan lainnya.
Dukungan kegiatan operasional pelayanan kesehatan lainnya, meliputi:
a. Upaya kesehatan perorangan berupa kegiatan promotif, preventif, kuratif,
dan rehabilitatif lainnya. Untuk kegiatan ini dana yang ada antara lain dapat
dibelanjakan seperti biaya makan-minum, Jasa profesi Narasumber, foto copy
bahan, service ringan alat kesehatan, perjalanan.
b. Kunjungan rumah dalam rangka upaya kesehatan perorangan. Dana yang ada
antara lain dapat dibelanjakan seperti perjalanan, uangharian.
c. Operasional untuk puskesmas keliling. Dana yang dapat dibelanjakan seperti
Bahan Bakar Minyak (BBM), penggantian Oli, suku cadang kendaraan pusling.
d. Bahan cetak atau alat tuIis kantor.
e. Administrasi keuangan dan sistem informasi. Dana yang dapat dibelanjakan
seperti perjalanan, uang harian, foto copy bahan, belanja piranti keras dan piranti
lunak dalam mendukung implementasi sistem informasi JKN, biaya operasional
sistem informasi.
3. Dana operasional puskesmas dari APBD Idan II serta dana lain yang tidak mengikat
sesuai ketentuan yang berlaku.

16

3. Ruangan
Pelayanan MTBS sebaiknya dilakukan di ruangan tersendiri mengingat membutuhkan
waktu cukup lama, termasuk KIE yang disampaikan kepada orang tua/pengasuh bayi muda
dan balita sakit. Namun jika belum mempunyai ruangan tersendiri dapat menggunakan
ruangan yang dimanfaatkan bersama dengan pelayana kesehatan ibu atau ruang KIA. Pada
ruangan MTBS tersedia tempat melaksanakan pengukuran panjang badan/ tinggi badan,
berat badan, satu set meja periksa serta kasur tempat pemeriksaan tak kalah pentingnya
wastafel atau tempat cuci tangan yang memenuhi standar PHBS dan layanan rehidrasi oral
aktif (pojok oralit).
Untuk pelayanan bayi muda yang berkunjung ke Puskesmas dapat menggunakan ruangan
Kesehatan lbu dan Anak.
C. PENYESUAIAN ALUR PELAYANAN
Pada pelayanan dengan pendekatan MTBS, baik bayi muda maupun balita sakit akan
diperiksa secara teliti dan menyeluruh sehingga membutuhkan waktu lebih lama. Semua
petugas yang terlibat dalam alur pelayanan MTBS berperan dalam mendukung pelayanan
MTBS yang optimal.
Untuk memperlancar pelayanan MTBS dan mengurangi waktu tunggu perlu dilakukan
penyesuaian alur pelayanan. Alur pelayanan harus terinformasikan dan mudah diakses
oleh pengunjung baik secara lisan dari petugas maupun tertulis. Alur pelayanan meliputi :
1) Pendaftaran
2) Pemeriksaan
3) KIE
4) Pemberiantindakan yang diperlukan
5) Pemberian obat, atau
6) Rujukan, bila diperlukan.

17

Penyesuaian alur pelayanan MTBS dapat dilaksanakan mengikuti bagan berikut:

Pasien Datang

Pendaftaran
Tanyakan identitas pasien
Pasien diminta menunggu
di ruang MTBS/KIA

rekam medis diserahkan oleh petugas pendaftaran ke


ruang MTBS/KIA

Rujuk

Ruang MTBS
Lakukan penilaian
Menentukan Klasifikasi
Menentukan tindakan/
pengobatan
Melakukan KIE

Ruang Obat
Pemberian Obat
Konseling pemakaian
dan dosis obat

Pulang

18

Laboratorium
Ruang Imunisasi/KIA
Ruang Gizi
Layanan
Rehidrasi Oral
Aktif

1. Bagian pendaftaran
Setelah menanyakan dan mencatat identitas pasien, petugas menanyakan buku
KIA pada ibu atau pengasuh, untuk disertakan bersama dengan rekam medis
pasien ke petugas pemberi layanan. Selain mencatat tanggal kunjungan di buku
KIA, petugas juga mengingatkan agar setiap ibu hamil/bersalin/nifas dan balita
berobat ke fasilitas kesehatan tidak lupa membawa kartu dan buku KIA.
Petugas pendaftaran harus menyampaikan kepada orang tua/pengasuh bahwa
pasien anak akan dilayani dengan pendekatan MTBS yang memeriksa anak secara
lengkap sehingga akan membutuhkan waktu yang lebih lama dari biasa, untuk
itu dimohon kesabaran ibu/pengasuh pada saat menunggu atau pada saat anak
mendapatkan pelayan kesehatan.
Petugas mengarahkan untuk menunggu di ruang tunggu pelayanan MTBS.
2. Bagian Rekam Medis
Petugas rekam medik di Puskesmas agar membuat berkas tertata rapi sehingga
memudahkan pada saat pencarian berkas dari pasien dan memasikan bahwa yang
tercatat telah lengkap dan benar sehingga memenuhi kebutuhan pencatatan
pelaporan termasuk untuk keperluan pelaporan Jaminan Kesehatan Nasional atau
sistem asuransi kesehatan lainnya.
3. Petugas MTBS
Semua perawat/bidan yang bertugas memberi pelayanan bayi muda dan balita sakit
melakukan pendekatan MTBS, hal ini tidak menutup kemungkinan setelah dilakukan
klasikasi diindaklanjuti dengan meminta pasien dibawa ke petugas gizi/sanitarian/
imunisasi untuk mendapatkan KIE atau pelayanan imunisasi sesuai anjuran. Perawat
dan bidan juga memberi KIE bagaimana merawat anak di rumah, mencegah anak sakit
dan cidera pada anak serta kapan harus kembali bilamana diperlukan.
Untuk daerah tertentu yang memiliki kebijakan bahwa semua pasien harus dilayani
oleh dokter, maka setelah penilaian dan klasikasi MTBS oleh perawat atau bidan
semua pasien bayi muda dan balita sakit diserahkan ke dokter untuk tindak lanjutnya.
Semua pasien dengan klasikasi merah di rujuk, bisa pada dokter di Puskesmas/
fasilitas pelayanan kesehatan primer lainnya atau ke RS tergantung pada kasusnya.
4. Petugas Laboratorium
Pada kasus tertentu memerlukan pemeriksaan mikroskopik seperi pasien diduga
malaria, RDT malaria, ataupun RDT HIV dapat dilakukan oleh petugas laboratorium.
Apabila puskesmas mampu, untuk penentuan diagnosis anemia dan demam berdarah
petugas dapat melakukan pemeriksaan laboratorium berdasarkan anjuran dokter,
demikian pula anak yang diduga menderita TBC.

19

5. Petugas Imunisasi
Pelayanan imunisasi diberikan sesuai hasil penilaian MTBS. Pemberian imunisasi dapat
dilakukan oleh perawat/bidan pemberi layanan anak ataupun petugas imunisasi.
Petugas imunisasi juga bertugas untuk memasikan ketersediaan vaksin, penyimpanan
dan pencatatan penggunaan vaksin serta KIE terkait jadwal imunisasi.
6. Petugas Gizi
Dalam pelayanan MTBS, petugas gizi berperan dalam; 1) penentuan status gizi balita
sebelum dilakukan pelayanan oleh perawat dan bidan, 2) menerima rujukan anak
dengan masalah gizi atau masalah pemberian ASI atau pemberian makan. Untuk
mempermudah pemahaman dari orang tua/pengasuh KIE diberikan dengan bahasa
yang sederhana dan mudah dipahami, menggunakan Buku KIA dan food model serta
bilamana perlu dengan prakik (cara menyusui yang benar).
Petugas gizi juga melakukan upaya promotif di dalam dan di luar gedung. Namun KIE
ini juga bisa dilaksanakan oleh perawat/bidan yang memberi pelayanan bilamana
pada saat yang sama petugas gizi idak berada di tempat.
7. Petugas Layanan Rehidrasi Oral Aktif
Petugas Layanan Rehidrasi Oral Akif berperan dalam:
Memfasilitasi orang tua/pengasuh dalam mencampur dan memberikan oralit
dengan benar, serta pemberian zink
Memasikan orang tua/pengasuh mengeri berapa banyak oralit/cairan lain yang
harus diberikan kepada anak.
Memasikan pemberian oralit di klinik pada 3 jam pertama rencana terapi B
Memberikan KIE tentang penyakit diare termasuk mencegah dan melindungi anak
dari penyakit diare.
Mengajarkan cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir.
8. Petugas obat
Petugas obat mengklarikasi nama pasien dengan nama yang tercantum pada
kertas resep.
Menyiapkan obat baik jenis, takaran dan keemasan sesuai dengan resep yang
diterima dan mengklarikasi apakah nama anak sesuai dengan obat yang
diberikan, hal ini untuk menghindari salah pemberian obat.
Memberi penjelasan kepada orang tua/pengasuh cara pemberian, dosis dan lama
pemberian serta memasikan mereka memahami dengan meminta mengulang
apa yang tadi disampaikan.
Menghitung kebutuhan obat terkait pelayanan MTBS, melakukan analisis
pemakaian obat MTBS dan melaporkannya jika ditemukan peningkatan
penggunaannya.

20

BAB III
PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT
Keberhasilan penerapan Manajemen Terpadu Balita Sakit terjadi bilamana keiga
komponen yakni 1) penguatan sistem pelayanan kesehatan, 2) peningkatan kemampuan
dan keterampilan tenaga kesehatan dalam pelayanan bayi muda dan balita sakit dengan
pendekatan MTBS dan 3) peningkatan pengetahuan orang tua/pengasuh anak dalam
perawatan bayi muda dan balita, deteksi dini dan pencarian pertolongan kesehatan
dilaksanakan secara bersama-sama.
1. Penguatan Sistem Pelayanan Kesehatan Anak
Seluruh balita sakit umur 2 bulan sampai 5 tahun dan bayi muda umur kurang 2 bulan
harus dilayani dengan pendekatan MTBS. Hal ini sejalan dengan Permenkes Nomor 25
Tahun 2014 tentang Upaya Kesehatan Anak, dan Standar Pelayanan Minimal.
Kesinambungan pelayanan dengan pendekatan MTBS didukung oleh kebijakan dari
Kepala Puskesmas yang berusaha semaksimal mungkin adanya ketersediaan,
kemampuan dan kemauan SDM pelaksana yang patuh terhadap standar, ketersediaan
faktor pendukung, ketersediaan biaya operasional, supervisi fasilitatif yang berjenjang,
penguatan sistem rujukan serta adanya evaluasi berkala dampak penerapan MTBS.
Dengan demikian Kepala Puskesmas dan dokter memasikan perawat dan bidan di
Puskesmas dan jaringannya patuh terhadap standar baik dalam hal melakukan
penilaian, klasikasi, tindakan atau pengobatan dan saat menyampaikan informasi
serta melaksanakan komunikasi dan edukasi. Semua kegiatan Tatalaksana Balita Sakit
maupun Tatalaksana Bayi Muda dicatat dalam buku Register Rawat Jalan Balita Sakit
atau Register Rawat Jalan Bayi Muda, serta melaksanakan pencatatan dan pelaporan
sesuai dengan mekanisme yang berlaku. Pada kasus tertentu yang membutuhkan
koordinasi dengan program lain seperi kesehatan lingkungan, Perkesmas, atau
menindaklanjuti kasus-kasus yang sangat memerlukan kunjungan ulang namun orang
tua atau pengasuh tidak melakukan, maka SDM kesehatan Puskesmas diharapkan
melakukan pelayanan out reach dengan memanfaatkan dana operasional Puskesmas,
BOK dan dana Kapitasi sesuai ketentuan yang berlaku.
Agar terlaksana kesinambungan pelayanan balita sakit pemerintah Kabupaten/Kota
juga memperkuat kualitas pelayanan anak di fasilitas rujukan, melakukan berbagai
upaya untuk mempermudah akses pelayanan serta peningkatan pemberdayaan
keluarga danmasyarakat terkait kesehatan anak.

21

2. Peningkatan Pengetahuan dan Ketrampilan serta Kepatuhan Terhadap Standar.


MTBS dilaksanakan oleh perawat, bidan dan dokter (sebagai penerima rujukan
dan supervisor) dan petugas lain terkait dengan kompetensi dan wewenangnya.
Kepala Puskesmas dan dokter memasikan bahwa perawat dan bidan yang memberi
pelayanan balita sakit, bayi muda dan kunjungan neonatal memiliki kemampuan dan
patuh pada standar MTBS, demikian pula petugas lainnya seperi petugas gizi, obat,
dan petugas imunisasi. Untuk itu perlu dipasikan bahwa semua petugas yang terlibat
dalam pelayanan MTBS selalu terupdate pengetahuan dan kompetensinya.
Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan dapat melalui pelaihan Standarisasi
MTBS, ICATT, refreshing, in house training maupun On The Job training (OJT). Kepala
Puskesmas dan dokter serta tenaga terlatih MTBS melakukan on the job training bagi
perawat dan bidan lainnya.
Untuk memastikan kesinambungan pengetahuan dan ketrampilan serta kepatuhan
SDM Kesehatan dalam penerapan MTBS, maka Kepala Puskesmas dan dokter harus ;
Melaksanakan on the job training secara bertahap bagi petugas yang belum
terlatih
refreshing MTBS
melaksanakan supervisi fasilitatif,
Kaderisasi fasilitator internal di Puskesmas melalui metode pendampingan
Memonitor secara berkala implementasi penerapan MTBS di Puskesmas dan
jaringannya
membahas manajemen kasus balita sakit dan bayi muda serta hasil kunjungan
neonatal secara berkala
menindaklanjuti kendala di lapangan bilamana dijumpai SDM yang tidak patuh
terhadap standar.
3. Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan orang tua dan pengasuh

Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan orang tua maupun pengasuh dalam


perawatan balita sakit dan bayi muda dilaksanakan melalui penyampaian informasi
dan melaksanakan komunikasi dan edukasi secara terus menerus dan bertahap, baik
perorangan maupun kelompok. Upaya promosi kesehatan bagi balita dan bayi muda
secara berkelmpok bisa dilakukan di dalam gedung Puskesmas maupun di luar gedung
terintegrasi dengan kegiatan lainnya seperi Posyandu, POS PAUD dan BKB dengan
menggunakan alat bantu media yang paling sesuai.

Kegiatan KIE ini juga harus dilaksanakan pada setiap kunjungan balita sakit dan
kunjungan bayi muda (termasuk kunjungan neonatal) yang pada kesempatan itu juga
diberikan contoh langsung atau dengan menggunakan media seperi buku KIA, lembar
balik, leaet, dan video. Dalam berkomunikasi hendaknya menggunakan bahasa yang

22

sederhana dan mudah dipahami orang tua atau pengasuh. Yang paling penting
disini adalah memberi kesempatan pada orang tua dan pengasuh untuk bertanya
hal-hal yang perlu diketahui oleh mereka terkait dengan bayi muda dan balita sakit
yang dilayani. Sediakan waktu untuk mengklarikasi pemahaman dari orang tua/
pengasuh agar tidak terjadi salah pengertian dan mereka bisa menindaklanjuti setelah
sesampainya di rumah.
Berikut hal-hal yang dilakukan atau disampaikan pelayanan MTBS, antara lain:
1. cara memberikan obat oral di rumah.
2. cara mengobati infeksi lokal di rumah.
3. cara memberikan cairan di rumah.
4. masalah pemberian ASI dan makanan anak.
5. kapan harus kembali untuk kunjungan ulang
6. manfaat kunjungan ulang dan alasan mengapa perlu kunjungan ulang
7. kapan atau kondisi bagaimana harus segera membawa anak ke puskesmas
8. KIE tentang pencegahan cidera pada anak.

23

BAB IV
PENCATAAN DAN PELAPORAN
MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT
Pencatatan dan pelaporan pada rangkaian kegiatan MTBS mengikuti sistem pencatatan dan
pelaporan yang sudah berjalan dan berpedoman pada Sistem Pencatatan dan Pelaporan
Terpadu Puskesmas (SP2TP). Pencatatan dan pelaporan MTBS mendukung kebutuhan
data kohort, buku KIA, LB1, LB3, LPLPO, laporan program terkait dengan pelayanan MTBS
(termasuk vaksin dan alat kesehatan) dan kebutuhan laporan lainnya.
Kepala Puskesmas memastikan adanya kesinambungan pencatatan dan pelaporan yang
akurat dan tepat waktu. Pengelola dan penanggung jawab program terkait kesehatan
anak baik di tingkat Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota memanfaatkan data
tersebut untuk dilakukan analisa dan ditindaklanjuti sesuai dengan kondisi yang ada pada
saat itu.
A. PENCATATAN MTBS
Pencatatan MTBS dimulai di bagian pendaftaran. Semua balita sakit dan bayi muda sehat
yang berkunjung ke Puskesmas diminta memperlihatkan buku KIA nya dan dicatat tanggal
kunjungan, demikian juga pada Family Folder dicatat nomor rekam medis, hari, tanggal
kunjungan yang memudahkan dan mempercepat pencarian disamping tercatat pada buku
kunjungan pasien. Pelayanan neonatal (pada kunjungan 1,2 dan 3) dicatat pada buku KIA
tanggal dan hasil pelayanan.
Langkah pelayanan MTBS sesuai dengan Formulir Tatalaksana Bayi Muda dan Fomulir
Tatalaksana Balita Sakit yang harus dikerjakan dan diisi dengan lengkap dan diparaf
karena ini merupakan buki pelayanan yang diberikan. Hasil pemeriksaan berupa klasikasi
yang nantinya dikonversi menjadi diagnosis berdasarkan ICD 10 dicatat pada Register
Rawat Jalan Balita Sakit atau Register Rawat Jalan Bayi Muda yang sudah dimodikasi
mengakomodir langkah penilaian klasikasi MTBS, pada register ini juga tersedia kolom
untuk diagnosis penyakit diluar klasikasi MTBS.
Pemberi pelayanan sesuai standar harus mengisi semua kolom yang ada di Register
Rawat Jalan. Dari Register Rawat Jalan akan diperoleh informasi mengenai status gizi,
data imunisasi, data kesakitan yang dikonversi ke ICD 10, pengobatan/indakan dan KIE
yang disampaikan serta jumlah kasus yang perlu dirujuk. Tidak menutup kemungkinan
pencatatan klasikasi atau diagnosis dan pengobatan yang diberikan dicatat ulang pada
rekam medis pasien.

24

Untuk pencatatan pelayanan MTBS ada beberapa pilihan yang dapat digunakan, sesuai
kondisi puskesmas, yaitu:
1. Mengggunakan formulir tatalaksana balita sakit dan formulir tatalaksana bayi muda.
Formulir Tata Laksana Bayi Muda juga digunakan oleh perawat dan bidan pada saat
melakukan kunjungan neonatal (KN) dilanjutkan dengan pencatatan pada register
rawat jalan bayi muda dan register rawat jalan balita sakit.
2. Daerah atau Puskesmas yang sudah memiliki fasilitas, dapat menggunakan sistem
komputer untuk pencatatan rekam medik elektronik. Artinya formulir tatalaksana bayi
muda dan formulir balita sakit serta register rawat jalan bayi muda dan register rawat
jalan balita sakit secara komputerisasi.
3. Untuk daerah yang mengalami kesulitan dalam penggandaan formulir, pelayanan
dapat dicatatkan pada rekam medik, untuk memudahkan perawat dan bidan dalam
melakukan langkah-langkah MTBS, pada buku Bagan MTBS akan dilampirkan Fomulir
Tatalaksana Balita Sakit dan Fomulir Tatalaksana Bayi Muda yang di laminating. Bidan/
perawat mengisi formulir yang dilaminating dengan menggunakan spidol yang dapat
dihapus pada saat melayani bayi muda/balita sakit. Setelah mengisi register rawat
jalan, mereka menghapus tulisan pada formulir tersebut untuk digunakan pada saat
melayani bayi muda/balita sakit dengan pendekatan MTBS.
Untuk memudahkan mendapatkan data sebelumnya pada pasien kunjungan ulang atau
pasien lama, maka pada rekam medis atau family folder harus dicatat hari tanggal serta
nomor urutnya di register rawat jalan.
Hasil pencatatan pada Register Rawat Jalan Balita Sakit, Register Rawat Jalan Bayi Muda
dan Kunjungan Neonatal diindaklanjuti untuk dimasukan ke :
1. Buku KIA : Status Gizi, imunisasi yang diberikan, hasil kunjungan neonatal dan catatan
kesehatan anak.
2. Kohort Bayi dan Kohort Anak Balita dan Pra Sekolah; imunisasi yang diberikan,
Kunjungan Neonatal
3. LB1
4. LB3
5. LPLPO
Kepala Puskesmas dan dokter Puskesmas bersama dengan bidan koordinator secara
berkala melakukan monitoring dan evaluasi terkait dengan pencatatan di atas agar akurat
dan tepat waktu. Mereka juga meminta penanggung jawab wilayah dan penanggung
jawab program terkait MTBS menindaklanjuti bila dilihat dari hasil analisa data ditemukan
masalah agar terjadi kesinambungan pelayanan MTBS yang berkualitas.
B. PELAPORAN HASIL PELAYANAN
Hasil pelayanan MTBS dilaporkan secara berkala melalui mekanisme yang ada. Laporan
hasil kunjungan balita sakit dan kunjungan bayi muda termasuk hasil kunjungan

25

neonatal dilakukan seiap bulan. Data tersebut kemudian diolah, data dikelompokkan dan
dijumlahkan sesuai jenis penyakit menurut kode ICD 10. Data yang telah diolah tersebut
kemudian dilaporkan melalui SP2TP setiap bulan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Instrumen pelaporan yang digunakan dalam SP2TP adalah :
1. Laporan Bulanan 1b / Instrument Review Data Kesakitan Bulanan (LB 1b)
2. Laporan Bulanan 2 (LB2) /Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO)
3. Laporan Bulanan 3
Pada saat Lokakarya mini di Puskesmas dan saat pertemuan tiga bulanan dengan lintas
sektor dan tim penggerak PKK serta kader perlu disampaikan hal penting hasil pelayanan
MTBS dan hal-hal yang perlu diindaklanjuti. Hal yang sama juga dilakukan pada kegiatan
di tingkat Kabupaten/Kota.
Pada kondisi tertentu laporan dapat sesegera mungkin bilamana ditemukan peningkatan
kasus baik penyakit menular maupun tidak menular. Pada penyakit yang menular ataupun
yang berkaitan dengan lingkungan segera dilakukan survailans.
Bagan Alur Pelaporan MTBS
Kementerian
Kesehatan RI

Dinas Kesehatan
Provinsi

SP2TP (LB1b,LB2, LB3a)

Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota

Register Rawat
Jalan &
Kohort

Puskesmas

26

KONVERSI KLASIFIKASI MTBS KE DALAM KODE DIAGNOSIS (ICD 10)


Tabel. BALITA SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN
NO
DIAGNOSIS
ICD 10
KODE
DIAGNOSIS
I
TANDA BAHAYA UMUM
.Penyakit Sangat Berat
R 56.0 Kejang Demam
A 35
Tetanus
G 03.9 Meningitis, tidak
spesifik
G 04
Ensefalitis
A 36.9 Diphteri
II

BATUK ATAU SUKAR BERNAPAS


1. Pneumonia Berat

J 18.9

2. Pneumonia

J 18.9

3. Batuk Bukan Pneumonia J 06.9

III

DIARE
1. Diare Dehidrasi Berat

A 09

2. Diare Dehidrasi Ringan/


Sedang
3. Diare Tanpa Dehidrasi

A 09

4. Diare Persisten Berat

A 09

5. Diare Persisten

A 09

6. Disenteri

A 06

A 09

Pneumonia, tidak
spesifik
Pneumonia, tidak
spesifik
Infeksi Saluran Napas
Atas Akut, tidak
spesifik

Gastroenteritis dan
Kolitis, tidak spesifik
Gastroenteritis dan
Kolitis, tidak spesifik
Gastroenteritis dan
Kolitis, tidak spesifik
Gastroenteritis dan
Kolitis, tidak spesifik
Gastroenteritis dan
Kolitis, tidak spesifik
Amebiasis

27

KETERANGAN
Penetapan diagnosa disesuaikan
dengan tanda/
gejala dan pemeriksaan fisiknya

NO

DIAGNOSIS

ICD 10
DIAGNOSIS

KODE
IV

DEMAM
1. Penyakit Berat Dengan
Demam (risiko tinggi/
rendah)

2. Malaria

3. Demam Bukan Malaria

4. Campak Dengan Komplikasi Berat

B 50

Malaria falciparum

B 51
B 52
B 53
B 54

Malaria vivax
Malaria malariae
Malaria ovale
Malaria tidak spesifik Jika hasil
pemeriksaan
negatif malaria
atau tidak
dilakukan
pemeriksaan
Mikroskopis/RDT
Malaria falciparum
Malaria vivax
Malaria malariae
Malaria ovale
Demam yang tidak
Jika ditemukan
diketahui penyebab- penyebab lain dari
nya
demam, tentukan
diagnosa ICD 10
yang sesuai
Campak dengan
Meningitis
Campak dengan
Pneumonia
Campak dengan
komplikasi mata atau
mulut
Campak Tanpa Komplikasi
Riwayat penyakit
Jika ada riwayat
infeksi dan parasit
campak dalam 3
bulan terakhir.
Demam Berdarah
Dengue

B 50
B 51
B 52
B 53
R 50

B 05.1
B 05.2

5. Campak Dengan Komplikasi Mata atau Mulut

B 05.8

6. Campak

B 05.9
Z 86

7. Demam Berdarah Dengue (DBD)

KETERANGAN

A 91

28

Jika hasil pemeriksaan, positif


malaria

NO

DIAGNOSIS
8. Mungkin DBD
9. Demam Mungkin Bukan
DBD

KODE
A 90
R 50

A 01

MASALAH TELINGA
1. Mastoiditis
2. Infeksi Telinga Akut

H 70
H 60
H 65.0
H 66.0

VI

KETERANGAN
Jika ditemukan
penyebab lain dari
demam, tentukan
diagnosa ICD 10
yang sesuai

Mastoiditis
Otitis Eksterna
Otitis Media Akut
Serosa
Otitis Media Akut
Supuratifa
Otitis Media Supuratif Kronik, tidak
spesifik

3. Infeksi Telinga Kronis

H 66.3

4. Tidak Ada Infeksi Telinga

STATUS GIZI
1. Gizi Buruk Dengan Komplikasi

E 40

Kwashiorkor

Khusus

E 42
E 43

Marasmus
Gizi buruk tanpa
komplikasi
Gizi kurang, tidak
spesifik

kondisi Stunting
dengan kode E 45

2. Gizi Buruk Tanpa Komplikasi


3. Gizi Kurang
4. Normal
VII

ICD 10
DIAGNOSIS
Demam Dengue
Demam yang tidak
diketahui penyebabnya
Demam tifoid dan
paratifoid

ANEMIA
1. Anemia Berat
2. Anemia

3. Tidak Anemia

E 63.9
-

D 64.9
D 64.9
D 50.9

Anemia tidak spesifik


Anemia tidak spesifik
Anemia defisiensi
besi tidak spesifik

29

NO

DIAGNOSIS

ICD 10
DIAGNOSIS

KODE
VIII STATUS HIV
1. Terkonfirmasi HIV
2. Terpajan HIV
3. Diduga Terinfeksi HIV

B 20
Z 20.6

KETERANGAN

Penyakit HIV
Kontak dan suspek
terinfeksi HIV
Ada gejala, diperlukan penapisan HIV

Z 11.4

4. Kemungkinan Bukan In- feksi HIV

Tabel. BAYI MUDA UMUR KURANG DARI 2 BULAN


NO

DIAGNOSIS

ICD 10
DIAGNOSIS

KODE
I

KEMUNGKINAN PENYAKIT
SANGAT BERAT ATAU INFEKSI BAKTERI
1. Penyakit Sangat Berat R 56.0
atau Infeksi Sangat Berat
A 33
G 03.9
A 36.9
J 18.9

II

2. Infeksi Bakteri Lokal

A 48

3. Mungkin Bukan Infeksi

IKTERUS
1. Ikterus Berat

P 59.9

2. Ikterus

P 59.9

3. Tidak Ada Ikterus


Kejang Demam
Tetanus Neonatorum
Meningitis, tidak spesifik
Diphteri
Pneumonia,
tidak
spesifik
Penyakit bakteri lain
yang tidak terklasifikasi

Ikterus bayi baru lahir


tidak spesifik
Ikterus bayi baru lahir
tidak spesifik

30

KETERANGAN
Penetapan diagnosa disesuaikan
dengan tanda/gejala dan pemeriksaan fisik.

NO

DIAGNOSIS

ICD 10
DIAGNOSIS

KODE
III

DIARE
1. Diare Dehidrasi Berat

A 09

2. Diare Dehidrasi Ringan/ A 09


Sedang
3. Diare Tanpa Dehidrasi
A 09

IV

STATUS HIV
1. Infeksi HIV terkonfirmasi B 20
2. Terpajan HIV
Z 20.6

Gastroenteritis dan
Kolitis, tidak spesifik
Gastroenteritis dan
Kolitis, tidak spesifik
Gastroenteritis dan
Kolitis, tidak spesifik

Penyakit HIV
Kontak dan suspek
terinfeksi HIV

3. Kemungkinan Bukan In- feksi HIV


V

KEMUNGKINAN
BERAT
BADAN RENDAH DAN MASALAH PEMBERIAN ASI
1. Berat Badan Rendah Menurut Umur dan/atau
Masalah Pemberian ASI
2. Berat Badan Tidak Rendah dan Tidak Ada Masalah Pemberian ASI

VI

MASALAH PEMBERIAN MINUM ATAU BERAT BADAN


RENDAH PADA BAYI YANG
TIDAK MENDAPAT ASI
1. Berat Badan Rendah atau Masalah Pemberian Minum
2. Berat Badan Tidak Rendah dan Tidak Ada
Masalah Pemberian Minum

31

KETERANGAN

PENYAKIT LAIN YANG SERING DITEMUI PADA BALITA DI LUAR KLASIFIKASI MTBS*

NO

DIAGNOSIS

KODE
SISTEM INDERA
1
Konjungtivitis
H10
2
Konjungtivitis gonorrhea
A54.3
3

Blefaritis

H01

Hordeolum

H00

5
6

Otitis eksterna
Otitis media akut

H60
H67

Serumen prop

H61

Rhinitis akut

J30

Rhinitis alergika

J30

10

Benda asing

T17

SISTEM RESPIRASI
11 Epistaksis
R04
12
13
14
15
16
17

Influenza

J11

Pertusis
A37
Faringitis
J02
Tonsilitis
J03
Asma bronkial
J45
Tuberkulosis paru tanpa A15
komplikasi
SALURAN PENCERNAAN
18 Kandidiasis mulut
B37

ICD 10
DIAGNOSIS
CONJUNCTIVITIS
GONOCOCCAL CONJUNCTIVITIS
OTHER INFLAMMATION
OF EYELID
HORDEOLUM AND
CHALAZION
OTITIS EXTERNA
OTITIS MEDIA IN DISEA.
CLASS.E.
OTHER DISORDERS OF
EXTERN. EAR
VASOMOTOR & ALLERGIC RHINITIS
VASOMOTOR & ALLERGIC RHINITIS
FOREIGN BODY IN RESPIRATORY T.
HAEMORRHAGE FROM
RESPIRATORY P
INFLUENZA,VIRUS NOT
IDENTIFIED
WHOOPING COUGH
ACUTE PHARYNGITIS
ACUTE TONSILLITIS
ASTHMA
RESPIRATORY TUBERCOLOSIS, BACT
CANDIDIASIS

32

KETERANGAN

19

Ulkus mulut (aptosa, her- K12


pes)
Parotitis
B26
Infeksi pada umbilikus
P38

STOMATITIS & RELATED


LESIONS
20
MUMPS
21
OMPHALITIS OF NEWBORN
22 Gastritis
K29
GASTRITIS & DUODENITIS
23 Refluks gastroesofagus
K21
GASTRO-OESOPHAGEAL
REFLUX DIS.
24 Demam tifoid
A01
TYPHOID AND PARATYPHOID FEVERS
25 Keracunan makanan
T47
POISON.BY
PRIMAR.
THE GASTROI.
26 Penyakit cacing tambang
B76
HOOKWORM DISEASES
27 Askariasis
B77
ASCARIASIS
28 Taeniasis
B68
TAENIASIS
SISTEM ENDOKRIN,METABOLIK DAN NUTRISI
29 Malnutrisi energi-protein
E44
PROTEIN-ENERGY MALNUTRITION
30 Obesitas
E66
OBESITY
SISTEM INTEGUMEN
31 Varisela tanpa komplikasi
B01
VARICELLA (CHICKENPOX)
32 Sifilis kongenital
A50
SYPHILIS CONGENITAL
33 Tinea kapitis
B35
DERMATOPHYTOSIS
34 Skabies
B86
SCABIES
35 Napkin eczema
L22
DIAPER (NAPKIN) DERMATITIS
36 Miliaria
L30
OTHER DERMATITIS
37 Urtikaria akut
L50
URTICARIA
SISTEM SARAF
38 Rabies
A82.9 RABIES
39 Epilepsi
G40.9 EPILEPSY
*Bila ditemukan dicatatkan sebagai masalah lain

33

BAB V
PEMANTAUAN DAN PEMBINAAN PENERAPAN MTBS
Pada penerapan MTBS perlu dilakukan pemantauan dan pembinaan yang dilaksanakan
secara berkala dan berjenjang. Mengingat pelayanan MTBS bersifat komprehensif dan
melibatkan beberapa lintas program terkait di tingkat pelaksana di Puskesmas, Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi dan Kementerian Kesehatan, maka
pemantauan dan pembinaan MTBS hendaknya dilakukan secara terpadu.
Pemantauan dapat dilaksanakan secara tidak langsung dari pencatatan dan pelaporan,
atau secara langsung dengan melihat bagaimana penerapannya di setiap level. Dari
hasil pemantauan ini dilakukan analisis fokus perhatian pada permasalahan, kendala,
progress dan faktor pendukung yang ditindaklanjuti dengan pembinaan. Pembinaan lebih
menekankan pada upaya perbaikan yang harus dilakukan.
Supervisi fasilitatif merupakan bagian dari pemantauan dan pembinaan yang bersifat
langsung, kegiatan sistematik untuk memasikan secara detail penerapan MTBS, apakah
pemberi pelayanan melaksanakan MTBS sesuai standar, bagaimana penerapan MTBS di
Puskesmas dan di tingkat Kabupaten/Kota.
Supervisi fasilitatif mengamait seluruh proses pelaksanaan MTBS yang meliputi persiapan
penerapan serta hasil penerapan MTBS, antara lain; apakah kasus balita sakit menurun,
utilisasi Puskesmas untuk balita sakit meningkat, follow up pelayanan; sembuh, dirujuk
atau bahkan meninggal.
Mengapa Supervisi Fasilitatif dibutuhkan
Secara umum supervisi fasilitatif dibutuhkan untuk memastikan terlaksananya seluruh
rangkaian penerapan MTBS, dimulai dari analisis situasi, dukungan kebijakan dan
koordinasi, tersedianya sumber daya, pembiayaan dan dukungan jaminan kesehatan,
keterampilan petugas, terlaksananya tatalaksana balita sakit sesuai standar MTBS, dan
pencarian pertolongan di masyarakat.
Adapun secara khusus, supervisi fasilitatif diharapkan dapat menghasilkan:
a. Tatalaksana kasus lebih efekif, rasional dan aman.
b. Kesinambungan peningkatan motivasi pelaksana MTBS di Puskesmas.
c. Peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap kualitas pelayanan Puskesmas.
d. Kesinambungan dukungan pengambil kebijakan dalam penerapan MTBS.

34

Pelaksana supervisi fasilitatif MTBS


1. Kepala Puskesmas dan dokter Puskesmas dibantu bidan koordinator terhadap tenaga
kesehatan yang terlibat dalam pelayanan MTBS di Puskesmas dan jaringannya.
2. Penanggung jawab program terkait MTBS Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (KIA,
P2M, Gizi, Imunisasi, Perkesmas, Surveilans, Penanggung Jawab Obat dan Penanggung
Jawab Sarana Prasarana dan Alat ) dan profesi (IDI, IBI dan PPNI).
Waktu pelaksanaan supervisi fasilitatif;
1. Rutin : dilaksanakan 2 kali dalam satu tahun.
2. Sewaktu : supervisi pasca pelatihan dan pasca orientasi (4-6 minggu)
Kepala dan dokter Puskesmas sebaiknya melaksanakan supervisi fasilitatif sesering
mungkin untuk menjaga kualitas pelayanan kesehatan anak di Puskesmas. Kegiatan
supervisi fasilitatif juga bisa dikombinasikan dengan supervisi program lain atau kegiatan
distribusi logistik.
Tabel. Jenjang Supervisi Fasilitatif Penerapan MTBS di Puskesmas

JENJANG SUPERVISI
DINKES KABUPATEN/ KOTA

PELAKSANA
Tim MTBS
Propinsi atau
Penanggung
jawab program
(KIA, imunisasi,
Gizi,Perkesmas, P2M,
surveilans) dan
Profesi (IDI,
IDAI, IBI, PPNI)

KOMPONEN

PERANGKAT

WAKTU

Penyusunan
PERANGKAT
analisis situasi- Pedoman DTPSKIBdaerah
BLA
atau

Daftar tilik Kebijakan


yang mendukung/
terkaitMTBS(SK,
peraturan-peraturan) 2 kali setahun
Daftar tilik kesePenanggung
jawab program suaian RAD (renca(KIA, imunisasi, naanggarandaerah)
dan Realisasi KeuanGizi,Perkesmas, P2M,
gan Daerah (RKD) unsurveilans) dan tuk indikator- indikaProfesi
torterpilih pelayanan
MTBS
Manajemen&
koordinasi

35

Analisistupoksidankomposisi Tim
MTBSKabupaten

2 kali
setahun

JENJANG SUPERVISI
PUSKESMAS

PELAKSANA
Tim MTBS
Kabupaten/
Kota atau Penanggung jawab

KOMPONEN

PERANGKAT

WAKTU

Penyediaan sa- Aplikasi Sarana dan


rana prasarana, prasarana Alat Kesehatan (ASPAK) dan
LPLPO
Sumber daya
Analisis Beban Kerja,
Manusia
jumlah dan kompetensi SDM di pelayanan kesehatan
primer
Pembiayaan
Daftar Penerima Bandan jaminan
tuan Iuran (PBI) dan
kesehatan
Non PBI
Kuesioner wawancara
Kebutuhan
pelayanan (de- tindak lanjut terhadap
mand
keluarga balita, wawancara penerima
Kesinambung
Kuesioner wawancara
an pelayanan
tindak lanjut di tempat rujukan
Kualitas peInstrumen kepatulayanan
han pemberi layanan
MTBS (menggunakan
instrumen

MONITORING EVALUASI PENERAPAN MTBS


Dalam penerapan MTBS selain dilakukan supervisi fasilitatif juga dilakukan monitoring
evaluasi.
Monitoring bisa dilakukan secara:
1. Internal
Dilakukan oleh Kepala Puskesmas, dokter Puskesmas dan bidan koordinator
Instrumen yang digunakan: Daftar tilik monev penerapan MTBS di Puskesmas
2. Eksternal
Dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kab/Provinsi
Instrumen yang digunakan: Daftar tilik Monev penerapan MTBS di Kabupaten

36

Dalam monitoring dilakukan penilaian :


A. Masalah apa saja yang timbul dalam menerapkan MTBS di Puskesmas?
1. Data Sekunder:
a) Kasus & lokus: apa jenis penyakitnya dan berasal dari wilayah mana?
b) Ketersediaan logistik: bagaimana ketersediaan obat, vaksin, alat, register,
formulir dan media KIE apakah ada kendala dalam jumlah dan pengadaan?
c) Kepatuhan petugas: bagaimana petugas melaksanakan MTBS di lapangan,
apakah sudah sesuai dengan Standar Operasional yang ditetapkan?
d) Ketepatan dalam pencatatan dan pelaporan: apakah data dalam pencatatan
dan pelaporan sudah benar dan lengkap?
2. Data Primer
a) Kualitas KIE: apakah petugas sudah memberikan KIE dengan baik, lengkap dan
bisa dimengeri oleh orang tua atau pengasuh?
b) Pemahaman dari orangtua/pengasuh: apakah orang tua atau pengasuh paham
tehadap penjelasan dari petugas dan bisa menerapkan secara benar kepada
anak?
c) Identikasi masalah dalam penerapan MTBS: apakah masalah imbul dari
SDM/petugas, faktor pendukung, dari orang tua atau pengasuh dan dari faktor
sosial ekonomi?
B. Bagaimana dengan perencanaan?
- anggaran untuk penerapan MTBS
- supervisi fasilitatif

Apakah besaran anggaran dan pelaksanaan supervisi fasilitatif sesuai dengan yang
direncanakan
C. Apakah output penerapan MTBS di Puskesmas sesuai rencana?
EVALUASI
Tujuan diperolehnya gambaran:
1. Tingkat Puskesmas
Relevansi penerapan MTBS dengan peningkatan penemuan kasus
Kesesuaian antara jenis dan jumlah kasus dengan perencanaan, pengadaan &
penggunaan logistik
Kualitas pelayanan MTBS
Opimalisasi penggunaan dana biaya operasional Puskesmas dari sumber lain yang
tidak mengikat, JKN dan BOK
Care seeking behaviour
Penurunan kesakitan & kematian

37

2. Tingkat Kabupaten
Kesinambungan ketersediaan SDM, faktor pendukung, dan biaya operasional
penerapan MTBS (termasuk supervisi fasilitatif)
Relevansi antara penemuan kasus dengan penurunan kematian
Relevansi antara kasus utama dengan fokus intervensi terpilih dikaitkan dengan
perencanaan dan implementasi
Kolaborasi antara Dinas kesehatan dengan fasilitas rujukan
Peran dari organisasi profesi dalam peningkatan penerapan MTBS

38

KASUS MTBS
Petunjuk:
1. Lakukan role play dan simulasi cara tata laksana balita sakit dengan pendekatan MTBS.
2. Lakukan pencatatan dengan menggunakan formulir pencatatan balita sakit yang secara
tidak langsung memberi petunjuk langkah-langkah yang seharusnya dilaksanakan
selama pelaksanaan role play dan simulasi
KASUS I
Kalisa seorang anak perempuan umur 11 bulan. Berat badannya 8 kg. Panjang badannya
79 cm. Suhu badannya 37C. Ibunya berkata bahwa Kalisa batuk kering selama 2 minggu
terakhir.
Kalisa tidak mempunyai satupun tanda bahaya umum. Petugas kesehatan menilai
batuknya. Dia batuk selama 21 hari. Dia menghitung napasnya 41 kali per menit. Petugas
tidak melihat ada tarikan dinding dada. Tidak ada stridor, ketika anak tenang.
Kalisa tidak diare. Dia tidak demam selama sakit ini. Dia tidak mempunyai masalah telinga.
Petugas memeriksa Kalisa untuk status gizi dan anemianya. Telapak tangannya sangat
pucat. Tidak ada pembengkakan pada kedua kaki.
KASUS II
Rita umur 3 tahun Berat badannya 13 kg dan tinggi badan. Suhu badannya 38C. Ibunya
datang ke klinik hari ini karena Rita teraba panas selama 3 hari terakhir. Dia menangis
tadi malam dan mengeluh telinganya sakit. Petugas kesehatan memeriksa dan tidak
menemukan tanda bahaya umum.
Rita tidak batuk atau sukar bernapas. Dia tidak diare. Risiko malaria di daerahnya tinggi.
Selanjutnya petugas menanyakan masalah telinga. Ibunya merasa yakin bahwa Rita sakit
telinga. Anak itu menangis hampir sepanjang malam karena nyeri telinga. Ada cairan
keluar dari telinga Rita yang kadang sembuh selama 1 tahun, kata ibunya. Petugas tidak
melihat nanah dari telinga anak itu. Dia meraba bagian belakang telinga dan merasakan
ada pembengkakan yang nyeri di belakang satu telinga.
KASUS III
Winda umur 8 bulan. Berat badannya 6 kg. Panjang badan.cm Suhu badannya 39C.
Ayahnya mengatakan pada petugas kesehatan , Winda batuk sudah 3 hari. Dia sukar
bernapas dan lemah Petugas berkata, Bagus sekali bapak membawa Winda kemari hari
ini. Saya akan memeriksanya sekarang. Petugas memeriksa tanda bahaya umum. Ibunya
berkata, Winda tidak mau menyusu. Dia sama sekali tidak mau minum minuman lain.

39

Winda tidak memuntahkan semuanya dan tidak kejang. Winda letargis. Dia tidak melihat
ke petugas maupun ke orang tuanya ketika mereka berbicara.
Petugas menghitung frekuensi napas Winda, ternyata 55 kali per menit. Petugas melihat
ada tarikan dinding dada dan mendengar ada stridor karena terdengar suara kasar saat
Winda menarik napas.
KASUS IV
Kardi umur 5 bulan. Berat badannya 5.2 kg. Suhu aksilarnya 37.5C.
Ibu berkata bahwa Kardi sulit makan dan teraba panas. Anak ini: bisa minum, tidak
muntah, tidak kejang, sadar dan tidak letargis, tidak batuk dan tidak diare.
Berhubung suhu badan Kardi 37.5C dan teraba panas, petugas menilai Kardi lebih lanjut
untuk tanda yang berhubungan dengan demam. Tinggal di daerah risiko malaria tinggi
dan belum pernah mendapatkan obat anti malaria
Kardi demam sudah 2 hari. RDT positif, tidak menderita campak dalam 3 bulan terakhir,
tidak ada kaku kuduk, tidak pilek dan tidak mempunyai tanda yang mengarah DBD
KASUS V
Dina seorang anak perempuan umur 18 bulan. Berat badannya 7 kg. Panjang badan 76
cm. Suhu badannya 38.5C. Ibunya membawa ke klinik hari ini karena Dina teraba panas
dan mempunyai ruam. Petugas kesehatan melihat bahwa Dina terlihat seperti tulang
berbalut kulit.
Petugas kesehatan memeriksa tanda bahaya umum: Dina bisa minum, tidak muntah, tidak
kejang, sadar dan tidak letargis, tidak batuk atau sukar bernapas dan tidak diare.
Petugas kesehatan menilai untuk demamnya. Dina tinggal di daerah risiko tinggi malaria.
Hasil pemeriksaan RDT positif falsiparum. Demam berlangsung selama 5 hari, ada ruam
kemerahan yang menyeluruh dan matanya merah, tidak kaku kuduk dan tidak pilek.
Petugas kesehatan kemudian menilai tanda untuk komplikasi campak: tidak ada luka di
mulut, mata tidak bernanah, tidak ada kekeruhan kornea, tidak mempunyai masalah
telinga dan tidak ada tanda yang mengarah DBD.
Hasil pemeriksaan status gizi didapatkan telapak tangannya agak pucat dan tidak ada
edema pada kedua punggung kaki.
KASUS VI
Narti berada di klinik hari ini karena dia diare selama 4 hari. Dia berumur 25 bulan dan
berat badannya 9 kg. Suhu badannya 37.0C. Narti tidak mempunyai tanda bahaya umum.
Dia tidak batuk atau sukar bernapas. Petugas kesehatan menanyakan kepada ibu: Ketika
Narti diare, apakah ada darah dalam tinjanya? Ibu menjawab: Tidak. Petugas kesehatan
memeriksa tanda dehidrasi: sadar dan tidak letargis, tidak rewel/gelisah atau mudah
marah, matanya tidak cekung, minum dengan lahap ketika diberi minum dan cubitan kulit
perut kembali dengan segera.

40

KASUS MTBM
Petunjuk:
1. Lakukan role play dan simulasi cara tata laksana bayi muda dengan pendekatan MTBM.
2. Lakukan pencatatan dengan menggunakan formulir pencatatan bayi muda yang secara
tidak langsung memberi petunjuk langkah-langkah yang seharusnya dilaksanakan
selama pelaksanaan role play dan simulasi
KASUS I
Sasha berusia 5 minggu. Beratnya 4 kg. Suhu aksilarnya 37C. Ibu membawa Sasha ke klinik
karena dia memiliki bercak kemerahan. Petugas kesehatan menilai tanda untuk penyakit
sangat berat atau infeksi bakteri berat dan infeksi bakteri lokal pada Sasha. Ibu mengatakan
bahwa tidak ada kejang. Frekuensi napas Sasha 55 kali per menit. Tidak ditemukan tarikan
dinding dada ke dalam. Tali pusat normal. Petugas kesehatan memeriksa keseluruhan
tubuhnya dan menemukan bercak kemerahan dengan sedikit pustula di daerah pantat.
Sasha sadar dan gerakannya normal.
KASUS II
Henri adalah bayi muda berusia 3 minggu. Beratnya 3.6 kg. Suhu aksilarnya 36.5C. Dia
dibawa ke klinik karena memiliki kesulitan bernapas. Petugas kesehatan pertama-tama
memeriksa tanda penyakit sangat berat atau infeksi bakteri berat dan infeksi bakteri
lokal pada bayi tersebut. Ibu mengatakan bahwa Henri tidak kejang. Petugas kesehatan
menghitung frekuensi napas Henri 74 kali per menit. Dia melakukan penghitungan ulang
dan mendapatkan hasil 70 kali per menit. Ia juga menemukan bahwa Henri memiliki
tarikan dinding dada ke dalam yang ringan. Tali pusat normal, dan tidak ada pustul kulit.
Henri tampak tenang, sadar dan gerakannya normal.
KASUS III
Samira seorang bayi perempuan berumur 4 minggu. Berat badannya 3 kg. Ketika ditanya,
ibu Samira menjawab bahwa Samira meyusu ASI 3 kali sehari. Ia juga minum susu formula
menggunakan botol 3 kali sehari. Petugas kesehatan mengukur berat badan Samira
berdasarkan umurnya. Petugas kesehatan melihat ke dalam mulutnya dan tidak melihat
ada luka atau bercak putih di mulut.
Berhubung Samira tidak mempunyai indikasi untuk rujukan segera, petugas kesehatan
memutuskan untuk menilai cara menyusui. Samira belum minum selama beberapa jam.
Ibunya setuju untuk menyusuinya sekarang. Petugas kesehatan melihat dagu Samira

41

tidak menempel pada payudara ibu. Mulutnya tidak terbuka lebar dan bibirnya tertarik
ke dalam. Areola bagian atas dan bawah terlihat sama. Isapannya cepat dan tidak dalam.
KASUS IV
Asti umur 7 minggu. Berat badannya 3 kg. Suhu aksilanya 36,4C. Ibu membawa Asti ke
klinik karena menderita diare selama 2 hari. Petugas kesehatan pertama-tama memeriksa
untuk tanda penyakit sangat berat atau infeksi bakteri. Ibunya mengatakan bahwa
Asti tidak memiliki kesulitan minum dan ia tidak pernah kejang. Frekuensi napas Asti
adalah 58 kali per menit. Dia tidur di gendongan ibunya tetapi terbangun ketika ibunya
melepaskannya. Dia memiliki tarikan dinding dada ringan. Tali pusatnya tidak berwarna
kemerahan dan tidak ditemukan nanah. Mata terlihat cekung dan cubitan kulit perut
kembali lambat. Ada kemerahan pada area popoknya tetapi tidak ada pustul kulit. Dia
menangis dan menggerak-gerakkan tangan dan kakinya.
KASUS V
Ruben umur 6 minggu. Beratnya 4.2 kg. Suhu aksilanya 36.5C. Ibu membawanya ke klinik
karena ia diare dan terlihat sangat parah. Ibu bilang Ruben tidak minum dengan baik sejak
kemarin. Ketika petugas kesehatan menanyakan apakah Ruben pernah kejang, ibunya
berkata tidak. Petugas kesehatan menghitung napas Ruben 50 kali per menit. Ruben
memiliki tarikan dinding dada ke dalam yang sangat kuat. Tali pusatnya tidak merah atau
bernanah. tidak ada pustul kulit dibadannya. Ruben tidak bergerak ketika diperiksa dan
hanya bergerak sedikit ketika dirangsang.

42

PERTANYAAN-PERTANYAAN YANG SERING DIAJUKAN


1. Mengapa pelayanan di poli MTBS memerlukan waktu yang lama ?
Jawaban :
Karena anak akan diperiksa dengan menggunakan prosedur pemeriksaan yang lengkap
dan terstandar agar dapat mendeteksi tanda dan gejala yang mengarah kepada
penyakit-penyakit berbahaya pada anak seperti pneumonia, diare, malaria, campak
dan malnutrisi serta pemantauan tumbuh kembangnya, sehingga pengobatannya
pun akan lebih sesuai dengan ketentuan. Tentu saja proses tersebut memakan waktu
yang sedikit lebih lama, namun orangtua akan merasa lebih nyaman dan puas karena
anaknya diperiksa secara menyeluruh.
2. Mengapa saat berobat batuk, petugas hanya menganjurkan pemberian jeruk nipis
dan kecap/madu ?
Jawaban :
Batuk pada anak itu merupakan gejala dari suatu penyakit, sehingga untuk
penatalaksanaanya dilakukan secara bertahap dengan pemberian pelega tenggorokan
dan pereda batuk yang aman sampai dengan penggunaan obat-obatan sesuai dengan
dosis yang dibutuhkan. Salah satu pelega tenggorokan dan pereda batuk yang aman
adalah pemberian kecap manis atau madu yang dicampur dengan air jeruk nipis
(madu tidak dianjurkan untuk anak umur kurang dari 1 tahun).
3. Mengapa Larutan Gula Garam (LGG) tidak lagi diberikan?
Jawaban :
Larutan Gula Garam (LGG) tidak lagi dianjurkan karena dikhawatirkan akan terjadi
kesalahan dalam pembuatannya, maka dianjurkan agar anak memperoleh tambahan
cairan lain seperti oralit, cairan makanan (kuah sayur dan air tajin) atau air matang
sebanyak anak mau. Jika anak masih menyusu, maka berikan ASI lebih sering dan
lebih lama setiap kali pemberian.
4. Mengapa obat yang diberikan di poli MTBS kadang sama?
Jawaban :
Setiap obat yang diberikan di poli MTBS, telah melalui pertimbangan berdasarkan
keluhan dan klasifikasi penyakit yang terjadi pada balita. Beberapa obat mempunyai
indikasi dan manfaat tertentu untuk berbagai kondisi misalkan parasetamol selain
untuk penurun panas bisa juga diberikan untuk keluhan nyeri. Orang tua dapat

43

meminta penjelasan lebih lanjut dari petugas terkait dengan indikasi dan efek samping
obat yang diberikan kepada balita yang sakit.
5. Apakah petugas MTBS (perawat atau bidan) boleh memberikan terapi MTBS?
Jawaban :
Setiap petugas poli MTBS telah diberikan pelatihan yang terstandarisasi berdasarkan
pedoman yang ada secara komprehensif sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan
RI no.25 tahun 2014 tentang upaya kesehatan anak pasal 25 ayat 2 menyatakan
bahwa MTBS sebagaimana dimaksud pada ayat 1, dilaksanakan oleh perawat/bidan
terlatih. Oleh karena itu, perawat/bidan memiliki kewenangan untuk melaksanakan
tindakan sesuai dengan standar pelayanan MTBS. Masyarakat tidak perlu ragu dengan
pelayanan di poli MTBS karena setiap tindakan dan pengobatan di poli MTBS terjaga
kualitasnya dengan supervisi secara berkala oleh dokter terlatih.
6. Peran dokter dalam MTBS?
Jawaban :
Dokter mempunyai peran yakni : 1) memfasilitasi pelaksanaan pelayanan MTBS
di puskesmas dan jaringannya agar dapat berjalan dengan baik., 2) Supervisor
pelaksanaan pelayanan MTBS di puskesmas dan jaringannya., 3) Menerima rujukan
kasus hasil dari pelayanan MTBS yang dilakukan oleh petugas MTBS di puskesmas dan
jaringannya.
7. Apakah masih diperlukan pencatatan lain selain formulir pada saat pelayanan
MTBS?
Jawaban :
Formulir pemeriksaan pelayanan MTBS merupakan suatu panduan bagi tenaga
kesehatan yang melaksanakan pelayanan MTBS agar dapat melakukan langkahlangkah dalam melayani balita sakit yang berkunjung ke puskesmas dan jejaringnya
sesuai standar MTBS. Oleh karena itu formulir ini masih diperlukan dan dapat
bermanfaat juga sebagai rekam medis pasien.
8. Mengapa urutan pemeriksaan harus sistematis?
Jawaban :
Proses pemeriksaan MTBS mengikuti pola yang ditentukan dengan tujuan agar
pemeriksaan bisa dilakukan secara efektif dan efisien. Jangan sampai ada pengkajian
tanda dan gejala yang terlewat, sehingga klasifikasi penyakit berat pada anak tidak
terdeteksi lebih awal yang berdampak terhadap kesehatan anak. Selain itu, pada anak
balita sering ditemukan lebih dari satu kasus dalam satu penyakit pada periode yang
sama.

44

9. Apakah bisa langsung fokus ke penyakit yang dikeluhkan oleh pasien?


Jawaban :
Bisa jika ditemukan tanda bahaya umum, maka pemeriksaan selanjutnya dilakukan
secara cepat sambil diberikan tindakan pra rujukan. Sedangkan jika tidak ditemukan
tanda bahaya umum, maka tatalaksana dilakukan tetap secara bertahap dan sistematis
tidak bisa fokus langsung ke keluhan pasien untuk menilai pasien secara komprehensif.
10. Bagaimana jika pasien tidak melakukan kunjungan ulang?
Jawaban :
Kunjungan ulang sesuai jadwal merupakan bagian dari proses MTBS. Setiap balita
yang dijadwalkan kunjungan ulang seharusnya mengikuti anjuran kunjungan ulang
tersebut. Karena pada saat kunjungan ulang itu petugas akan menilai ulang kondisi
pasien dan obat yang telah diberikan dan mengambil tindakan selanjutnya jika
diperlukan. Apabila pasien tidak melakukan kunjungan ulang, maka pasien harus
dilakukan kunjungan rumah oleh petugas perkesmas.

45

DAFTAR SINGKATAN

APBD

: Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

ARV

: Antiretrovirals

ASI

: Air Susu Ibu

BCG

: Bacille Calmette-Guerin

BKB

: Bina Keluarga Balita

BOK

: Bantuan Operasional Kesehatan

BTA

: Basil Tahan Asam

DBD

: Demam Berdarah Dengue

DHP

: Dihydroartemisinin dan Piperakuin

DPT

: Difteri Pertusis Tetanus

HB

: Hepatitis B

HiB

: Haemophilus influenza type B

HIV

: Human Immunodeficiency Virus

ICATT

: IMCI Computerized Training Tool

ICD-10

: International Classification of Diseases-10

IMCI

: Integrated Management of Childhood Illness

IPV

: Inactivated Poliomyelitis Vaccine

IU

: International Unit

IV

: Intra Vena

JKN

: Jaminan Kesehatan Nasional

KGB

: Kelenjar Getah Bening

KIE

: Konseling, Informasi dan Edukasi

LB

: Laporan Bulanan

LiLA

: Lingkar Lengan Atas

LPLPO

: Lembar Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat

46

MDGs

: Millenium Development Goals

MTBS

: Manajemen Terpadu Balita Sakit

NGT

: Nasogastric Tube

OAT

: Obat Anti Tuberkolosis

OJT

: On the Job Training

PAUD

: Pendidikan Anak Usia Dini

RDT

: Rapid Diagnostic Test

RHZ

: R : Rifampicin H: Isoniazid Z: Pyrazinamide

SD

: Standar Deviasi

SDM

: Sumber Daya Manusia

SMZ

: Sulfamethoxazole

SP2TP

: Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas

TB

: Tubercolosis

TMP

: Trimethorphan

UKM

: Upaya Kesehatan Masyarakat

UKP

: Upaya Kesehatan Perorangan

47

Anda mungkin juga menyukai