SUGIARTO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
RINGKASAN
SUGIARTO. Pengembangan Film Komposit Tepung Ubi Kayu TermoplastikLinear Low-Density Polyethyelene (LLDPE). Dibimbing oleh TITI CANDRA
SUNARTI, INDAH YULIASIH, ANI SURYANI, dan SUTRISNO.
Plastik merupakan bahan kemasan yang banyak digunakan saat ini. Plastik
memiliki keunggulan dalam hal sifat kekuatannya (kekuatan tarik, ketahanan
sobek, dan ketahanan retak), bobotnya ringan, dan ketahanan terhadap bahan
kimia, serta kemudahan dalam proses pembuatan kemasan, baik kemasan film
maupun kemasan kaku. Sifat plastik juga mudah diatur atau dimodifikasi dengan
menambahkan bahan tambahan plastik ataupun dengan mencampurnya dengan
plastik jenis lain membentuk kemasan multi layer. Penggunaan plastik sebagai
bahan kemasan dihadapkan pada dua permasalahan penting, yaitu masalah
sampah bekas kemasan dan semakin menipisnya bahan baku plastik berupa gas
dan minyak bumi.
Pengembangan bahan kemasan berbasis bahan alam yang dapat didegradasi
atau bioplastik banyak dilakukan untuk mengatasi masalah sampah plastik. Salah
satu bahan terbarukan untuk bioplastik adalah bahan nabati seperti tepung ubi
kayu. Tepung ubi kayu merupakan sumber daya terbarukan dan bersifat dapat
terurai secara alami. Penelitian pembuatan bioplastik dilakukan dengan berbagai
cara, diantaranya modifikasi, dan pencampuran dengan bahan nabati seperti pati
ubi kayu atau tanaman sumber pati lainnya.
Penambahan tepung ubi kayu ke dalam linear low-density polyethylene
(LLDPE) akan dihadapkan pada beberapa masalah. Tepung ubi kayu dan LLDPE
merupakan dua bahan yang berbeda polaritasnya sehingga sulit untuk
dicampurkan dengan baik. Tepung ubi kayu memiliki sifat mekanis yang rapuh
dan kaku terutama saat kehilangan kandungan airnya. Pencampuran dua bahan
yang berbeda sifatnya memerlukan bahan lain sebagai bahan penyetara atau
kompatibiliser (compatibilize)r atau coupling agent. Penambahan plastisiser
seperti gliserol dapat memperbaiki sifat rapuh dan kaku tepung ubi kayu. Dengan
demikian pembuatan film komposit tepung ubi kayu-LLDPE memerlukan bahan
kompatibiliser dan pemlastis (plasticizer).
Plastisiser ditambahkan untuk memperbaiki sifat mekanis pati dan serat
yang ada pada tepung ubi kayu. Penambahan plastisiser akan mengubah tepung
ubi kayu menjadi tepung ubi kayu termoplastik. Kompatibiliser dapat
meningkatkan ikatan permukaan dan menurunkan tegangan kedua bahan.
Kompatibiliser yang banyak digunakan pada berbagai penelitian diantaranya
adalah maleic anhydride dengan inisiator dikumil peroksida, asam stearat, atau
bahan lain.
Formulasi tepung ubi kayu, resin LLDPE, plastisiser dan compatibilizer
akan mempengaruhi sifat mekanis, permeabilitas gas, dan kemampuan
pembentukan film komposit yang dihasilkan. Dengan demikian perlu dilakukan
penelitian untuk mengetahui pengaruh formulasi terhadap sifat film komposit
yang dihasilkan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formula film
komposit dari tepung ubi kayu termoplastik dengan polietilen linier densitas
rendah (LLDPE) dan karakter film komposit yang dihasilkan.
5
Pembuatan tepung ubi kayu termoplastik dilakukan dengan penambahan
gliserol 30 atau 40 persen bersama air sampai kadar air campuran 25 persen.
Plastisasi dilakukan pada suhu 90 oC selama 15 menit menggunakan kneadingmixing machine pada putaran 52 rpm. Sementara komponding dilakukan dengan
rasio tepung ubi kayu:LLDPE sebesar 20:80, 30:70, dan 40:60 pada suhu 190 oC
dengan kompatibiliser asam stearat atau palm fatty acid distillate (PFAD) 5 dan 7
persen. Pada tahap formulasi juga ditambahkan polyoxyethylene stearate.
Selanjutnya film komposit dibuat dengan teknik film blowing.
Rasio tepung ubi kayu:LLDPE, dosis gliserol dan kompatibiliser pada
formulasi komposit tidak berpengaruh terhadap kadar air komposit. Sementara
bobot jenis komposit dipengaruhi oleh rasio tepung:LLDPE, semakin banyak
tepung ubi kayu maka bobot jenis komposit semakin tinggi, sementara
kompatibiliser meningkatkan indeks laju alir komposit yang dihasilkan.
Tebal film komposit dipengaruhi oleh rasio tepung:LLDPE, dan
kompatibiliser. Semakin banyak tepung ubi kayu yang digunakan maka film
komposit yang diperoleh semakin tebal. Dosis gliserol berpengaruh pada tebal
film menggunakan PFAD sebagai kompatibiliser tetapi tidak berpengaruh pada
film komposit dengan kompatibiliser asam stearat. Film yang diperoleh dengan
kompatibiliser asam stearat bisa lebih tipis yaitu 260 310 m dibandingkan
dengan kompatibiliser PFAD 250 870 m.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa film plastik komposit memiliki nilai
kuat tarik dan elongasi yang lebih kecil dibandingkan film LLDPE pada semua
orientasi. Perlakuan rasio tepung ubi kayu termoplastik terhadap resin LLDPE
berpengaruh nyata terhadap nilai kuat tarik dan elongasi pada orientasi machine
direction dan transverse direction. Semakin tinggi jumlah tepung ubi kayu maka
kuat tarik dan elongasi film komposit menurun. Dosis gliserol berpengaruh nyata
terhadap nilai elongasi pada orientasi machine direction dan transverse direction.
Peningkatan dosis gliserol mengakibatkan menurunnya nilai elongasi, baik pada
rasio pencampuran 30:70 maupun 40:60. Dosis PFAD berpengaruh nyata
terhadap nilai kuat tarik dan elongasi film sejajar arah mesin (MD) dan tegak lurus
arah mesin (TD) Peningkatan dosis PFAD mengakibatkan penurunan nilai kuat
tarik dan elongasi film sementara kuat tarik film komposit dengan kompatibiliser
asam stearat hanya dipengaruhi oleh banyaknya tepung ubi kayu yang digunakan.
Polyoxyethylene tidak memberikan pengaruh yang nyata pada kuat tarik dan sifat
optis film komposit yang dihasilkan.
Komposit yang dihasilkan memiliki nilai indeks laju alir 3.39 5.59 g/10
menit. Film komposit yang dihasilkan memiliki kuat tarik 2.75 - 5.65 MPa dengan
perpanjangan putus 21.90 - 396.18 persen pada arah MD dan kuat tarik 1.29
4.51 MPa dengan perpanjangan putus 21.90 291.09 persen pada TD. Film
komposit yang dihasilkan berwarna kecoklatan dan buram.
Perlu dikaji teknik compounding dan pembuatan film komposit yang lebih
sesuai untuk formulasi yang ada sehingga dapat dihasilkan komposit dan film
komposit yang lebih baik.
Kata kunci : film komposit, plastisiser, kompatibiliser, kuat tarik, elongasi
SUMMARY
SUGIARTO. Development of Thermoplasticized Cassava Flour-Linear LowDensity Polyethylene Composite Film. Supervised by TITI CANDRA SUNARTI,
INDAH YULIASIH, ANI SURYANI, and SUTRISNO.
Plastic packaging material is widely used today. The advantages of plastic
usage are its strength properties (tensile strength, tear resistance, and crack
resistance), light, and resistant to chemicals, as well as ease to be processed as
packaging material. The nature of plastic is also easily adjusted or modified by
adding an plastic material additives or by mixing it with other types of plastic to
be formed as multi-layer packaging. The use of plastic as a packaging material is
faced with two important problems, namely the problem of the waste of used
packaging and the depletion of plastic raw materials such as oil and gas.
The development of natural ingredient-based packaging material that can be
degraded or bioplastics is done to address the problem of plastic waste. One of it
is usage renewable plant materials for bioplastics such as cassava flour. Research
in the field of bioplastics manufacturing was done in various ways, including
modification and mixing with vegetable materials such as starch cassava starch or
other plant sources.
The addition of cassava flour into linear low-density polyethylene (LLDPE)
will be faced with several problems. Cassava flour and LLDPE are two materials
that have incompatible polarity so it is difficult to be mixed. Cassava flour is
brittle and stiff material, especially when they loss of water content. The addition
of plasticizers such as glycerol can improve brittle and rigid nature of cassava
flour. Mixing of two different materials in nature require other materials
compatibilizer or coupling agent. Thus the composite film making cassava flourLLDPE material requires compatibilizser and plasticizer.
Plasticizers are added to improve the mechanical properties of starch and
fiber that is in cassava flour. The addition of plasticizers will transform cassava
flour into thermoplastic cassava flour. Compatibilizer can increase the surface
bonding and lowers the surface tension of both materials. Compatibilizer are
widely used in various studies including the maleic anhydride with dikumil
peroxide as initiator, stearic acid, or other ingredients.
Formulation of cassava flour, LLDPE resin, plasticizer and compatibilizer
will affect the mechanical properties, and the ability of the composite film
formation. It is thus necessary to investigate the influence of formulation on the
properties of the composite films. This study aimed to obtain a formula for the of
thermoplastic cassava flour-linear low-density polyethylene (LLDPE) composite
bag films and the film characteristics.
Thermoplastic cassava flour were prepared by adding of 30 or 40 percent
glycerol to the cassava flour. Water should be added to the mixture until the
moisture content of the mixture reached 25 percent. Plasticizing process were
performed at 90 C for 15 minutes using a kneading-mixing machine at 52 rpm
rotation. While compound are made by using cassava flour: LLDPE ratio at 20:80,
30:70, and 40:60 at 180 C with addition of 5 and 7 percent stearic acid or PFAD
as compatibilizer. At formulation stage polyoxyethylene stearate are added. Then
the compound were process in the film blowing line.
7
Cassava flour:LLDPE ratio, glycerol and compatibilizer dosage in the
composite formulation did not affect the water content of the composite pellet.
While the specific gravity of the composite is influenced by the ratio of cassava
flour:LLDPE, the higher cassava flour gave the higher the composite specific
gravity, while compatibilizer was increased the melt flow index of the composite
pellet.
The composite film thickness was influenced by the flour:LLDPE ratio, and
compatibilizer dose. The higher cassava flour gave the thicker composite films.
Glycerol dose affected the film thickness that using PFAD as compatibilizer but
had no effect on the composite film with stearic acid. Films obtained by using
stearic acid as compatibilizer had 260-310 m thickness compared to 250-810 m
that using PFAD as compatibilizer.
The test results showed that the composite films had tensile strength and
elongation values smaller than LLDPE film at all orientations. Treatment of
thermoplastic cassava flour:LLDPE resin significantly affected on tensile strength
and elongation values of the films. The higher cassava flour contained composite
film will be more rigid and brittle so that the tensile strength and elongasinya also
declined. Gycerol Dose significantly affected the elongation of the composite
film. Increasing glycerol dosage gave a decreasing on elongation. PFAD dosage
significantly affected the tensile strength and elongation of the composite film.
Increasing dosage of PFAD gave a decreasing on tensile strength and elongation
of the composite film. Polyoxyethylene had no significant effect on tensile
strength and optical properties of the composite films.
The composite film had a melt flow index of 3.39 to 5.59 g/10 min, a tensile
strength of 2.75 - 5.65 MPa, with elongation at break at 21.90 - 396.18 percent in
the direction parallel to the machine direction (MD) and tensile strength of 1.29 to
4.51 MPa with elongation at break at 21.90 - 291.09 per cent in the the machine
transverse direction. The composite film produced has a brownish in color and
opaque.
Compounding and film making techniques needs to be studied to increase
the pellet and film composite characteristics.
Keywords: composite film, plasticizer, compatibilizer, tensile strength, elongation
SUGIARTO
Disertasi
sebagai salah satu untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
10
11
Judul Disertasi : Pengembangan Film Komposit Tepung Ubi Kayu
Termoplastik-Linear Low-Density Polyethyelene (LLDPE)
Nama
: Sugiarto
NIM
: F361090111
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Teknologi Industri Pertanian
Prof Dr Ir Machfud, MS
Tanggal Ujian:
Tanggal Lulus:
12
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-Nya
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian ini adalah pembuatan bahan kemasan komposit dari bahan nabati dan
sintetis dengan judul Pengembangan Film Komposit Tepung Ubi Kayu
Termoplastik-Linear Low-Density Polyethyelene (LLDPE).
Terima kasih penulis ucapkan kepada:
1. Dr Ir Titi Candra Sunarti, MSi., Dr Indah Yuliasih, STP, MSi., Prof Dr Ir
Sutrisno, MAgr., dan Prof Dr Ir Ani Suryani, DEA, selaku komisi
pembimbing atas arahan dan bimbingan selama penyusunan proposal,
pelaksanaan penelitian dan penyelesaian disertasi.
2. Prof (R) Dr Ir Nur Richana, MSi, dan Dr Nugraha Edhi Suyatma, STP, DEA,
selaku penguji luar komisi pada ujian tertutup serta Dr Asmuwahyu
Saptorahardjo, dan Dr Ir Yohanes Aris Purwanto selaku dosen penguji luar
komisi pada ujian terbuka yang telah memberikan masukan dan saran untuk
perbaikan disertasi.
3. Pimpinan Departemen Teknologi Industri Pertanian, FATETA-IPB, Pimpinan
Fakultas Teknologi Pertanian, IPB dan Pimpinan IPB yang telah memberikan
ijin melanjutkan studi.
4. Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI
atas bantuan beasiswa BPPS dan hibah penelitian melalui skema BOPTN.
5. Bapak Stephanus Adrian, Dr Asmuwahyu Saptorahardjo, beserta Tim R&D
PT Inter Aneka Lestari Kimia dan Ir Dede Purkon (PT Lotte Titan Nusantara
Chemical) atas masukan dan saran untuk perbaikan rencana penelitian.
6. PT Inter Aneka Lestari Kimia atas bantuan bahan serta penggunaan fasilitas
produksi dan analisis untuk pelaksanaan penelitian
7. PT Smart Tbk. atas bantuan PFAD.
8. Rekan-rekan dosen dan tenaga pendukung di Departemen Teknologi Industri
Pertanian FATETA IPB yang telah memberikan dukungan selama penulis
melaksanakan tugas belajar.
9. Rivan Juniawan dan Bora Lasian Sianturi atas bantuannya dalam pelaksanaan
penelitian.
10. Isteri penulis Hardian Ika Sakti, anak-anak penulis Salsabila Shafa, Farras
Abiy, dan Dary Masyal, ayah dan ibu, ayah dan ibu mertua, serta seluruh
keluarga besar Poniso dan Soeharto atas segala dukungan, doa, dan kasih
sayangnya.
11. Rekan-rekan F36109: Ade Iskandar, Andes Ismayana, Christina Winarti,
Ervina Meladewi, Faqih Udin, Ike Sitoresmi, Indrani, Juliza Hidayati, Kisroh
Dwiyono, Meilita Sembiring, Mersi Kurniaty, Rahman Jaya, Rini Purnawati,
Sidik Herman, Suharman, dan Syarifuddin terima kasih atas persaudaraan,
kebersamaan, kerjasama, dan dorongan semangatnya.
Penulis menyadari karya ilimiah ini jauh dari sempurna. Kritik dan saran
diharapkan untuk perbaikan diri penulis di masa datang. Penulis berharap semoga
karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2014
Sugiarto
13
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
Kebaruan
1
1
4
5
5
5
2 TINJAUAN PUSTAKA
Ubi kayu
Pati termoplastik dan wood-plastic composite
Compatibilizer
Plasticizer
Antifog
6
7
8
9
10
11
3 METODE
Bahan
Alat
Tahapan Penelitian
13
13
13
13
20
20
22
26
35
47
59
59
59
DAFTAR PUSTAKA
61
14
DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
19
20
21
21
23
23
24
26
27
27
28
29
29
34
35
38
39
42
43
43
49
15
DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
7
8
14
16
18
22
25
30
31
31
33
36
37
40
41
44
45
46
46
47
48
50
52
53
54
54
55
16
28.
29.
30.
31.
56
56
57
58
17
DAFTAR LAMPIRAN
1. Prosedur analisis
2. Hasil Analisis Varian (ANOVA) pada parameter pelet komposit
3. Hasil Analisis Varian (ANOVA) pada parameter film komposit
4. Persamaan Regresi dan koefisien determinasi hubungan antar parameter
pada pelet komposit
5. Persamaan regresi dan koefisien determinasi hubungan antara parameter
pelet komposit dengan parameter film komposit
6. Hasil analisis metode permukaan respon
67
74
77
84
85
87
18
DAFTAR ISTILAH
Amilopektin
Amilosa
Amorf
Antifog
Bioplastik
Dispersant
Hidrofilik
Hidrofobik
Kompatibiliser (compatibilizer) :
Komponding
Kristalin
LLDPE
Lubricant
19
MD
Modulus Young
Opasitas
Plastisiser
Perpanjangan putus
PFAD
Specific gravity
Termoplastik
Termoplastisasi
Titik leleh
TPS
TD
Transluscent
Yellowness index
20
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Plastik merupakan bahan kemasan yang banyak digunakan saat ini. Plastik
memiliki keunggulan dalam hal sifat kekuatannya (kekuatan tarik, ketahanan
sobek, dan ketahanan retak), bobotnya ringan, dan ketahanan terhadap bahan
kimia, serta kemudahan dalam proses pembuatan kemasan, baik kemasan film
maupun kemasan kaku (Barnetson 1996). Sifat plastik juga mudah diatur atau
dimodifikasi dengan menambahkan bahan tambahan plastik ataupun dengan
mencampurnya dengan plastik jenis lain sehingga membentuk kemasan multi
layer. Penggunaan plastik sebagai bahan kemasan dihadapkan pada dua
permasalahan penting, yaitu masalah sampah bekas kemasan dan semakin
menipisnya bahan baku plastik berupa gas dan minyak bumi. Di Indonesia saja
menurut data BPS (2011) setiap tahun orang Indonesia membuang 700 lembar
kantong plastik sementara persentase sampah plastik di DKI Jakarta mencapai 7.7
% bobot dari total sampah harian Jakarta yang mencapai 524 ton (Dinas
Kebersihan Propinsi DKI Jakarta 2011).
Pengembangan bahan kemasan berbasis bahan alam yang dapat didegradasi
atau bioplastik banyak dilakukan untuk mengatasi masalah sampah plastik.
Penelitian penggunaan bahan alami terbarukan diantaranya telah dilakukan
diantaranya dari kacang-kacangan oleh Salmoral et al. (2000), pati sagu oleh
Yuliasih (2008), gluten oleh Song dan Zheng (2008), pati termodifikasi oleh
Rivero et al. (2009), dan pati Pushpadass et al. (2010), dan pati ubi kayu dan
onggok Permatasari (2010). Pemanfaatan bioplastik ini selain dapat mengatasi
masalah sampah plastik juga dapat mengatasi masalah bahan karena bahan
bioplastik merupakan bahan yang terbarukan. Salah satu bahan terbarukan untuk
bioplastik adalah bahan nabati seperti tepung ubi kayu. Tepung ubi kayu
merupakan sumber daya yang terbarukan selain juga bersifat dapat terurai secara
alami.
Penelitian pembuatan bioplastik dilakukan dengan berbagai cara.
Modifikasi plastik sintetis dan pencampuran dengan pati termodifikasi dilakukan
oleh Kim dan Lee (2002), Ning et al. (2007), Yuliasih (2008), dan Pushpadass et
al. (2010). Pencampuran plastik daur ulang dengan pati jagung dilakukan oleh
Pedroso dan Rosa (2005). Pencampuran polietilen dengan campuran tapioka dan
onggok dilakukan oleh Permatasari (2010) dan Yuliasih et al. (2010).
Bahan baku yang dapat digunakan sebagai bahan baku bioplastik salah
diantaranya adalah pati baik pati ubi kayu, pati jagung, pati sagu dan jenis pati
lainnya. Penggunaan pati sebagai bahan baku memiliki keunggulan diantaranya
harga yang relatif murah, dapat didegradasi, dan terbarukan (Song dan Zheng
2008) serta dampak lingkungannya rendah (Fang dan Hanna 2001). Pati yang
digunakan dapat pula ditambahkan dengan serat dengan tujuan untuk
memperbaiki sifat mekanis komposit yang dihasilkan.
Pati diperoleh dari tanaman sumber pati dengan cara ekstraksi. Hasil
samping dari proses ekstraksi terutama adalah serat dan pada produksi pati ubi
kayu atau tapioka berupa onggok. Pada beberapa penelitian, pada tapioka yang
digunakan sebagai bahan baku bioplastik ditambahkan kembali onggok dengan
21
tujuan memperbaiki sifat mekanis komposit yang dihasilkan. Dengan alasan
tersebut pada penelitian ini dicoba menggunakan bahan berupa tepung ubi kayu
tanpa melalui ekstraksi pati sehingga dihasilkan tepung ubi kayu yang
mengandung pati dan serat serta bahan-bahan lain yang terkandung di dalam umbi
ubi kayu seperti sedikit protein dan lemak. Pemilihan tepung ubi kayu juga
didasarkan pada produksi ubi kayu nasional yang cukup tinggi, yaitu mencapai 24
juta ton per tahun (BPS 2011).
Penambahan tepung ubi kayu ke dalam plastik konvensional seperti linear
low-density polyethylene (LLDPE) akan dihadapkan pada beberapa masalah.
Tepung ubi kayu dan LLDPE merupakan dua bahan yang sifatnya berlainan
sehingga sulit untuk dicampurkan dengan baik. Tepung ubi kayu memiliki sifat
mekanis yang rapuh dan kaku terutama saat kehilangan kandungan airnya.
Penambahan plastisiser seperti gliserol dapat memperbaiki sifat rapuh dan kaku
tepung ubi kayu. Pencampuran dua bahan yang berbeda sifatnya memerlukan
bahan lain sebagai bahan penyetara atau kompatibiliser (compatibilizer atau
coupling agent. Dengan demikian pembuatan film komposit tepung ubi kayuLLDPE memerlukan bahan pemlastis (plasticizer) dan kompatibiliser.
Plastisiser ditambahkan untuk memperbaiki sifat mekanis pati dan serat
yang ada pada tepung ubi kayu. Penambahan plastisiser akan mengubah tepung
ubi kayu menjadi tepung ubi kayu termoplastik. Menurut Ishiaku et al. (2002)
pati yang ditambahkan plastisiser menjadi lebih tahan terhadap deformasi dapat
mengurangi kerusakan. Pati termoplastik juga lebih tahan terhadap temperatur
tinggi sampai 160 oC (de Vlieger 2003 di dalam Advenainen 2003). Plastisiser
yang ditambahkan membentuk ikatan dengan pati atau serat melalui reaksi antara
gugus hidroksil dari plastisiser dengan gugus hidrogen pada pati atau hanya
berupa ikatan hidrogen saja. Salah satu plastisiser adalah air yang dapat
ditambahkan sebanyak 10-20 % dan secara opsional dapat ditambah dengan
pelarut dan aditif lain (Morawietz 2006), diantaranya adalah gliserol (Corradini et
al. 2007).
Pencampuran bahan nabati seperti tepung ubi kayu termoplastik dengan
resin sintetis seperti LLDPE diharapkan dapat saling menutupi kelemahan sifat
mekanis dan sifat lain keduanya (Tena-Salcido et al. 2008 dan Escamilla et al.
2011). Peningkatan LDPE misalnya dapat meningkatkan kuat tarik dan
perpanjangan putus film komposit yang dihasilkan (Prachayawarakorn et al.
2010) sementara penambahan pati akan menurunkan indeks laju alir (MFI), kuat
tarik, dan perpanjangan putus (elongasi) komposit (Pedroso dan Rosa 2005).
Geng (2005) menerangkan bahwa polimer alami dan polimer sintetik
merupakan dua bahan yang tidak saling kompatibel. Hal tersebut dikarenakan
polimer alami bersifat polar (hidrofilik) sedangkan polimer sintetik bersifat
nonpolar (hidrofobik). Dengan demikian pencampuran pati atau tepung ubi kayu
termoplastis dengan LLDPE akan sulit dilakukan karena perbedaan sifat
keduanya, yaitu tepung ubi kayu yang bersifat hidrofilik dan resin LLDPE yang
bersifat hidrofobik. Pencampuran keduanya memerlukan bahan kompatibiliser
(Kaci et al. 2007, Pushpadass et al. 2010, dan Prachayawarakorn et al. 2010).
Kompatibiliser dapat meningkatkan ikatan permukaan dan menurunkan tegangan
permukaan kedua bahan. Kompatibiliser yang banyak digunakan pada berbagai
penelitian diantaranya adalah maleic anhydride dengan inisiator dikumil
peroksida (Yuliasih 2008, Yuliasih et al. 2010, Permatasari 2010, Waryat 2013).
22
Kedua bahan tersebut tidak tergolong sebagai bahan yang food grade sehingga
penggunaannya untuk kemasan pangan seperti kemasan atmosfir termodifikasi
akan terkendala regulasi dan alasan keamanan pangan.
Salah satu bahan kompatibiliser yang dapat digunakan adalah asam stearat
(Kim et al. 2006). Enriquez et al. (2010) menggunakan asam stearat sebagai
compatibilizer untuk membuat plastik komposit dari campuran high density
polyethylene dengan sabut kelapa. Asam stearat memiliki keunggulan selain
berasal dari sumber nabati yang terbarukan yaitu dihasilkan dari minyak sawit.
Asam stearat telah banyak digunakan sebagai salah satu komponen bahan
tambahan pangan sehingga penggunaannya sebagai kompatibiliser pada kemasan
pangan tidak akan terkendala masalah regulasi keamanan pangan.
Palm fatty acid distillate (PFAD) merupakan hasil samping industri minyak
goreng sawit. Komponen PFAD terutama adalah asam-asam lemak minyak sawit
dan senyawa lain yang terdapat pada minyak sawit mentah selain trigliserida
seperti senyawa keton dan aldehida. Berdasarkan kandungan kimianya, diduga
PFAD akan memiliki efek kompatibiliser sebagaimana halnya asam stearat.
PFAD juga biasa digunakan sebagai aditif yang bersifat food grade sehingga pada
penelitian ini dicoba pula aplikasinya sebagai kompatibiliser.
Penggunaan film plastik LLDPE untuk kemasan buah dan sayur segar
dihadapkan pada kendala rendahnya permeabilitas uap air film LLDPE.
Permeabilitas uap air yang rendah menyebabkan tertahannya uap air hasil
respirasi buah dan sayur pada permukaan dalam film kemasan sehingga terbentuk
lapisan seperti kabut. Terbentuknya kabut menyebabkan berkurangnya nilai
estetika dari buah dan sayur terkemas serta mendorong peningkatan pertumbuhan
mikroorganisme yang dapat mempercepat kerusakan buah dan sayur.
Pembentukan kabut dapat dikurangi dengan menambahkan bahan antifog
berupa surfaktan. Surfaktan ini akan mengikat uap air yang menempel pada
permukaan film kemasan kemudian mendifusikannya melalui film kemasan dan
melepaskannya ke lingkungan luar. Dengan demikian selain mencegah
pembentukan kabut, penambahan surfaktan sebagai antifog juga meningkatkan
permeabilitas uap air dari film kemasan sehingga menekan penumpukan air di
dalam kemasan dan pada akhirnya dapat memperpanjang umur pajang dari buah
dan sayur yang terkemas di dalamnya.
Surfaktan yang sesuai untuk penggunaan sebagai antifog pada film plastik
adalah surfaktan non-ionik dengan nilai HLB (hydrophilic-liphophilic balance)
rendah, yaitu sekitar 4. Surfaktan dengan HLB rendah akan cenderung bersifat
hidrofobik sehingga akan terikat lebih baik pada resin LLDPE yang bersifat
hidrofobik dibandingkan dengan air. Dengan demikian surfaktan ini akan tetap
tertahan di dalam matriks LLDPE dan tidak terbawa air berdifusi menuju bagian
luar kemasan sehingga efek antifog-nya akan tetap terjaga.
Formulasi tepung ubi kayu, resin LLDPE, plastisiser dan kompatibiliser
akan mempengaruhi sifat mekanis, permeabilitas gas, dan kemampuan
pembentukan film komposit yang dihasilkan. Dengan demikian perlu dilakukan
penelitian untuk mengetahui pengaruh formulasi terhadap sifat film komposit
yang dihasilkan.
Penelitian yang dilakukan para peneliti sebelumnya pada umumnya
dilakukan dengan menggunakan rheomix untuk melakukan plastisasi pati atau
campurannya, twin screw extruder untuk pembuatan komposit dengan skala kecil,
23
sementara film komposit dibuat menggunakan metoda kempa panas (hot press).
Penelitian dilakukan pada skala pilot plant agar diperoleh gambaran pemanfaatan
hasil penelitian untuk aplikasi industri plastik. Pembuatan tepung ubi kayu
termoplastik dan komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE dilakukan
dengan menggunakan kneading-mixing machine berkapasitas 4 kg seperti yang
digunakan industri plastik untuk membuat masterbatch plastik sementara
pembuatan film komposit dilakukan dengan menggunakan film blowing line
seperti yang digunakan industri plastik untuk membuat kantong film plastik.
Perumusan Masalah
Pengurangan sampah plastik dan penggunaan plastik sintetis coba dilakukan
dengan membuat film komposit tepung ubi kayu-LLDPE. Harapan dari
pembuatan film komposit ini adalah didapatnya film komposit dengan sifat
mekanis yang baik dan memiliki kemampuan terdegradasi secara biologis
sehingga efek negatif sampah plastik bagi lingkungan dapat dikurangi.
Kemampuan biodegradasi ini disumbangkan oleh penggunaan tepung ubi kayu di
dalam komposit. Adanya kandungan tepung ubi kayu ini diharapkan juga
mendorong percepatan degradasi bagian LLDPE-nya sehingga mengurangi efek
buruk bagi lingkungan.
Penggunaan tepung ubi kayu diharapkan dapat diperoleh film komposit
yang baik karena masih mengandung serat disamping pati sebagai komponen
terbesarnya. Serat pada tepung ubi kayu diharapkan dapat memperbaiki kuat tarik
film komposit yang dihasilkan. Penggunaan asam stearat atau campuran asamasam karboksilat dari minyak sawit (PFAD) diharapkan dapat menghasilkan
komposit yang memiliki sifat mekanis yang baik sesuai untuk penggunaan
sebagai kemasan buah dan sayur, tergolong sebagai bahan kemasan yang food
grade atau memenuhi kriteria GRAS (generally recognized as safe), juga dapat
mengurangi ketergantungan terhadap bahan kompatibiliser impor seperti maleic
anhydride dan dikumil peroksida. Asam stearat dan PFAD merupakan bahan
yang biasa digunakan dalam industri pangan dan kosmetika sehingga
penggunaannya sebagai kompatibiliser akan aman untuk kemasan pangan.
Keunggulan lain dari asam stearat dan PFAD adalah terbarukan karena keduanya
merupakan produk nabati.
Pada komposit ditambahkan surfaktan non-ionik berupa polyoxyethylene
stearate dengan nilai HLB 4 untuk meningkatkan permeabilitas uap air film
komposit yang dihasilkan. penambahan surfaktan ini untuk mengantisipasi
pengembangan dan aplikasi lebih lanjut film komposit tepung ubi kayu
termoplastik-LLDPE sebagai kemasan buah dan sayur segar pada kondisi atmosfir
termodifikasi.
Untuk aplikasi kantong film, pengujian komposit dan film komposit yang
dilakukan meliputi sifat termal, mekanis, dan optis. Sifat termal yang diuji adalah
indeks laju alir (MFI, melt flow indeks), sifat mekanis adalah kuat tarik dan
perpanjangan putus atau elongasi, sementara sifat optis yang diuji adalah
yellowness index (derajat kuning) dan opasitas film. Pengujian sifat termal ini
bermanfaatan untuk melihat kemampuan komposit untuk diproses dengan teknik
24
film blowing. Pengukuran sifat mekanis dan optis bermanfaat untuk menentukan
potensi aplikasi film komposit yang dihasilkan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formula optimum film
komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE dan karakteristiknya. Secara
khusus tujuan penelitian ini adalah:
1. Mendapatkan kondisi proses pembuatan tepung ubi kayu termoplastik dan
film komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE.
2. Mendapatkan formula (rasio tepung ubi kayu:LLDPE, plastisiser, dan
kompatibiliser) film komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE dan
karakteristiknya.
3. Mendapatkan formula optimum untuk menghasilkan film komposit yang
memenuhi kriteria sebagai bahan kantong belanja (grocery bag).
Kebaruan
Kebaruan dari penelitian ini meliputi kondisi proses pembuatan pelet dan
film komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE, persamaan pengaruh
formulasi bahan yang digunakan terhadap karakteristik film komposit tepung ubi
kayu termoplastik-LLDPE, analisis hubungan keterkaitan antar parameter
karakteristik film komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE serta formula
optimum dengan karakteristik film komposit tepung ubi kayu termoplastikLLDPE.
25
2 TINJAUAN PUSTAKA
Polimer konvensional pada umumnya dibuat dari minyak bumi seperti
misalnya poliolefin. Plastik berbasis poliolefin banyak digunakan untuk bahan
kemasan dan keperluan lain karena murah, kuat, tahan terhadap pelarut, tahan air,
dan tahan terhadap physical aging (penurunan sifat fisik). Ketahanan plastik
poliolefin tersebut selain menjadi keunggulan ternyata juga menjadi masalah
lingkungan jangka panjang. Pada tahun 2002, diduga 41 % produksi plastik
digunakan oleh industri kemasan dan 47 %-nya adalah untuk kemasan pangan
(Ray dan Bousmina 2005).
Bahan kemasan berbahan baku minyak bumi pada umumnya bersifat nonrecycleable atau secara ekonomi tidak layak untuk recycle sehingga menumpuk
sebagai sampah yang tidak dapat didegradasi. Mikroba yang terdapat di tanah
tidak mampu mendegradasi plastik konvensional (Mueller 2006) sehingga sampah
plastik bertahan dalam waktu lama sebagai pencemar lingkungan (Shimano
2001). Penimbunan sampah menyebabkan gangguan pada penduduk di sekitarnya
dan semakin mahal dan sulit dilakukan karena penolakan masyarakat yang tinggal
di sekitar lokasi TPA (tempat pembuangan akhir).
Pengolahan kembali plastik merupakan salah satu penyelesaiannya.
Namun pengolahan kembali plastik memiliki kelemahan berupa penurunan sifat
fisik-mekanisnya (Scott 2000). Sampah plastik juga dapat dibakar menggunakan
incinerator, namun cara ini menimbulkan masalah emisi gas rumah kaca serta
gas-gas beracun yang dihasilkan selama pembakaran, misalnya pada pembakaran
PVC dihasilkan furan dan dioksin (Jayasekara et al. 2005).
Pengolahan secara biologis seperti pengomposan dapat menjadi alternatif
lain dalam penanganan sampah kemasan. Pada pengolahan secara biologis ini
mikroba dimanfaatkan untuk mendegradasi biomassa mengikuti siklus karbon
secara alami (Scott 2000). Namun demikian cara ini tidak mungkin dilakukan
pada poliolefin dan plastik sintetis lainnya karena sifatnya yang tidak dapat
didegradasi secara biologis, bahkan keberadaan sampah plastik dapat menekan
perkembangan dan aktivitas mikroba pengurai di dalam tanah. Dengan demikian
perlu dilakukan pembuatan plastik yang dapat dikomposkan dengan cara
modifikasi secara kimia atau mencampur dengan polimer alami seperti pati, poli
asam laktat (PLA), atau selulosa (Vroman and Tighzert 2009) yang dikenal
sebagai biopolimer.
Biopolimer menjadi semakin penting peranannya karena tidak berpengaruh
buruk pada lingkungan dan kenaikan harga minyak bumi.
Polimer
biodegradable didefinisikan sebagai polimer yang dapat didekomposisi menjadi
karbondioksida, metana, air, senyawa anorganik, atau biomassa yang
mekanismenya terutama disebabkan oleh aksi enzimatis dari mikroorganisme
yang dapat diukur melalui pengujian yang standar pada periode waktu tertentu
yang menggambarkan kondisi pembuangan. Standar Eropa dan Amerika
mendefinisikannya secara lebih detil mengenai persyaratan klasifikasi polimer
biodegradable dengan memberi batasan yaitu dapat didegradasi secara biologis 90
% selama 180 hari untuk campuran atau kopolimer dan 60 % untuk homopolimer
pada periode waktu yang sama.
26
Plastik biodegradable dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu
campuran, komposit, dan modifikasi material dasar. Campuran merupakan hasil
pencampuran dua atau lebih polimer yang mungkin miscible atau immiscible,
kompatibel atau tidak kompatibel, misalnya campuran pati dengan polietilen.
Komposit adalah matriks polimer yang diberikan bahan pengisi atau fase sekunder
seperti partikel silika, karbon atau serat alami yang didispersikan di dalamnya
(Maniar 2004). Modifikasi suatu bahan dasar adalah cara yang umum dan dapat
dilakukan secara batch menggunakan reaktor atau menggunakan proses ekstrusi,
seperti yang dilakukan pada pati. Polimer pati termoplastik dapat dibuat secara
ekonomis dari berbagai sumber pati dapat diklasifikasikan sebagai polimer
biodegradable.
Ubi kayu
Ubi kayu (Manihot esculenta) merupakan tanaman sumber pati yang
dihasilkan di berbagai daerah di Indonesia. Ubi kayu mudah tumbuh di lahan
yang kurang subur dengan produktivitas yang baik sehingga penyebaran
penanamannya sangat luas. Produksi ubi kayu Indonesia stabil bahkan sedikit
meningkat dari 21.76 ton pada tahun 2008 menjadi 21.99 juta ton pada tahun 2009
(BPS 2011).
Umbi ubi kayu mengandung sekitar 25-28 % pati dan 10 % serat. Pada
pengolahan ubi kayu menjadi tapioka, dapat diperoleh sekitar 20-25 % tapioka
dan sekitar 11 % onggok (Dziedzic dan Kearsley 1995 dan Supriyati 2009). Umbi
ubi kayu juga mengandung sedikit lemak, protein, dan abu, bahkan komponen ini
masih terdapat pada tapioka sebagai hasil ekstraksinya, yaitu sebesar 0.08-1.54 %
lemak, 0.03-0.06 protein dan 0.02-0.33 % abu (Rickard et al. 1991).
hilum
garis kristal
garis amorf
cincin kristalin
cincin amorf
heliks ganda
27
melalui ikatan glikosida -(1,6). Struktur pati dan rumus bangun amilosa dan
amilopektin ditampilkan pada Gambar 2.
Amilopektin
amilosa
28
struktur pati sehingga memungkinkan terjadinya rekristalisasi yang menyebabkan
rapuhnya pati termoplastik (Huneault, Li 2007).
Kandungan amilosa dan waktu aging berpengaruh terhadap Modulus
Young, kuat tarik, elongasi dan penyerapan air (Chaudhary et al. 2009). Kadar
amilosa yang rendah menghasilkan pati termoplastik dengan Modulus Young
yang tinggi dibandingkan dengan pati termoplastik dengan kandungan amilosa
tinggi (de Graff et al. 2003)
Beberapa penelitian dilakukan untuk mengatasi kelemahan pati termoplastik,
diantaranya adalah dengan pembuatan komposit. Komposit dapat dibuat dengan
mencampur pati termoplastik dengan plastik konvensional seperti polietilen
densitas rendah, polietilen linier densitas rendah, poli asam laktat (Leadprathom et
al. 2010) dengan hasil yang cukup memuaskan. Komposit juga dibuat dengan
mencampurkan pati termoplastik dengan serat kapas (Prachayawarakorn et al.
2010), selulosa, onggok, bahkan dengan bahan tambang seperti montmorilonit
(Azeredo 2009). Teixeira (2001) membuat film termoplastis dari pati ubi kayu,
onggok, dan tepung ubi kayu, sementara Permatasari (2010) membuat komposit
dari campuran tapioka-onggok termoplastis dengan polietilen, dan Widyasari
(2010) membuat komposit onggok termoplastis dengan polietilen.
Secara umum plastik komposit merupakan komposit antara resin plastik
konvensional seperti PP, PE, poli ester, atau plastik lainnya dengan bahan alami
baik berupa pati, serat, atau bahan lignoselulosa. Serat alami seperti kayu, jute,
sisal dan flax sudah sejak lama digunakan sebagai bahan pengisi pada plastik
(Mohanty et al. 2005 dan Saputra et al. 2007). Saat ini, hasil samping kegiatan
pertanian seperti jerami rye banyak dimanfaatkan sebagai bahan pengisi plastik.
Pembuatan plastik untuk keperluan struktural dapat menggantikan
penggunaan kayu, baik sebagai bahan untuk jendela, bingkai jendela, railing
tangga, serta penggunaan lainnya. Dengan demikian penggunaan komposit
plastik dapat memanfaatkan limbah kayu dan pertanian, menekan biaya,
meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan, dan mempertahankan hutan hujan
tropis (Lechner 2008).
Pembuatan komposit plastik dengan pati ataupun bahan lignoselulosa
memperbaiki sifat biodegradabilitas plastik serta memperbaiki kelemahan pati
atau lignoselulosa dalam hal sifat mekanis. Namun demikian pencampuran ini
akan dihadapkan pada masalah ketidak setaraan sifat kedua bahan yang
dicampurkan. Umumnya plastik konvensional bersifat hidrofobik sementara pati
dan lignoselulosa bersifat hidrofilik sehingga sulit untuk dapat dicampurkan
dengan sempurna. Pencampuran dua bahan yang tidak setara sifat hidrofilitasnya
memerlukan bahan tambahan yang dapat menghubungkan atau menyambungkan
keduanya (coupling agent) atau biasa disebut sebagai kompatibiliser
(compatibilizer) (Saputra et al. 2007).
Kompatibiliser
Kompatibiliser (compatibilizer) atau coupling agent adalah bahan tambahan
yang digunakan untuk mencampurkan bahan-bahan yang tidak saling bercampur
(immiscible) pada proses ekstrusi.
Prinsip umum kompatibilisasi adalah
menurunkan energi antar muka antara kedua polimer sehingga meningkatkan
29
pelekatan (adhesion). Penambahan bahan kompatibiliser menghasilkan dispersi
yang lebih halus sehingga morfologinya lebih baik. Kompatibiliser bekerja
dengan membentuk ikatan intermolekul antara kedua polimer yang tidak setara
(Metha dan Jain 2007) sehingga terbentuk ikatan seperti ikatan silang (cross
linking) antara keduanya (Lechner 2008). Ketika ikatan silang terjadi maka
terbentuklah molekul yang lebih besar dengan kompatibiliser sebagai jembatan
yang pada kedua ujungnya mengikat kedua jenis polimer yang tidak setara sifat
hidrofilitasnya. Dengan demikian terjadilah penurunan energi permukaan antara
kedua polimer sehingga keduanya dapat bercampur dengan lebih baik.
Kompatibiliser berfungsi karena memberikan atau menyediakan gugus
hidrofilik pada resin plastik sintetis yang bersifat hidrofobik. Gugus hidrofilik
inilah yang akan berikatan dengan pati atau lignoselulosa. Bahan yang dapat
digunakan sebagai kompatibiliser untuk komposit pati-plastik ataupun
lignoselulosa-plastik di antaranya adalah asam akrilat, etilen asam akrilat, dan
maleat anhidrida (Christianty 2009), poli (difenilmetana diisosianat), asam stearat,
dan kombinasinya (Saputra et al. 2007), serta berbagai merek dagang yang
diproduksi oleh PolyGroup, DuPont, Danisco serta pabrikan lainnya.
Plastisiser
Plastisiser (plasticizer) memegang peranan penting pada pembuatan pati
termoplastik dan kompositnya. Plastisiser merupakan bahan organik yang
ditambahkan ke dalam polimer untuk memberikan sifat fleksibel dan kemampuan
mulur pada polimer. Kedua sifat tersebut diperlukan untuk memudahkan proses
pencetakan dan blowing polimer serta menjaga agar film yang dihasilkan tidak
mudah retak atau pecah. Penggunaan plastisiser juga memberikan pengaruh yang
merugikan, yaitu menyebabkan sifat lunak (soft) dan lemah pada polimer
(Kalambur dan Rizvi 2006). Penambahan plastisiser, baik jenis dan jumlahnya
pada polimer perlu dipertimbangkan dengan baik untuk mendapatkan manfaat
yang diinginkan dan menghindari pengaruh buruk sampai batas tertentu.
Pemilihan plastisiser dapat didasarkan pada polaritas, struktur molekul, serta pada
kualitas dan sifat produk yang diharapkan, dan biaya yang diperlukan.
Mekanisme kerja plastisiser untuk meningkatkan fleksibilitas polimer adalah
dengan meningkatkan volume bebas polimer sebagai akibat dari bobot molekul
plastisiser yang lebih rendah dibandingkan polimernya. Adanya plastisiser
menyebabkan jarak antara molekul-molekul polimer menjadi lebih jauh (Surdia,
Saito 1985) sehingga gerak segmental rantai polimer menjadi lebih baik.
Plastisiser dapat mengurangi kekuatan intermolekuler ekstensif dan meningkatkan
mobilitas rantai polimer sehingga fleksibilitas polimer meningkat (Song dan
Zheng 2008).
Penambahan plastisiser pada plastik dapat meningkatkan daya alir dan sifat
termoplastik dengan penurunan viskositas, temperatur transisi gelas, temperatur
pelelehan, dan modulus elastisitasnya (Chanda dan Roy 2007). Peningkatan dosis
gliserol dari 29 menjadi 40 % pada pati gandum dapat menurunkan temperatur
transisi gelasnya.
Bahan yang dapat digunakan sebagai plastisiser diantaranya adalah gula
polialkohol seperti gliserol (Godbole et al. 2003 dan Sun et al. 2008) dan sorbitol
30
air, asam laktat, oligosakarida, dan poliol (Cuq et al. 1997 dan Pouplin et al.
1999). Air juga dapat berfungsi sebagai plastisiser tetapi kurang baik daya
plasticizing-nya terutama disebabkan karena air mudah menguap pada temperatur
operasi sehingga menghasilkan pati termoplastis yang rapuh (Liu et al. 2009).
Penambahan plastisiser menyebabkan penurunan sifat mekanis plastik
sehingga menjadi soft dan weak (Kalambur dan Rizvi 2006). Peningkatan dosis
gliserol menurunkan Modulus Young (Mali et al. 2005) yang disebabkan matriks
film menjadi kurang kuat akibat pergerakan rantai polimer yang lebih bebas (Mali
et al. 2005).
Antifog
Penggunaan plastik sebagai kemasan buah segar yang disimpan pada
temperatur rendah menyebabkan terbentuknya kabut pada permukaan plastik.
Kabut tersebut terjadi akibat adanya uap air yang dihasilkan selama respirasi buah
bertemu dengan permukaan plastik yang dingin sehingga terkondensasi. Kabut
yang terjadi menyebabkan plastik kehilangan sifat transparan atau translusennya
sehingga menurunkan nilai estetikanya. Keberadaan kabut juga dapat
meningkatkan peluang kerusakan mikrobiologis produk yang dikemas.
Pembentukan kabut pada permukaan plastik kemasan yang akan digunakan
pada temperatur rendah, perlu dicegah dengan penambahan bahan anti kabut.
Penambahan bahan anti kabut ini akan menurunkan energi permukaan antara
butiran air dengan permukaan plastik. Penurunan energi permukaan ini akan
menurunkan sudut kontak antara butiran air dengan permukaan plastik yang
berarti meningkatkan sifat wettability dari plastik tersebut (Schneider et al. 2004).
Minimisasi pembentukan kabut dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
dengan menggunakan additif internal dan pelapis luar (external coating). Antifog
aditif internal pada umumnya menggunakan surfaktan non-ionik yang berfungsi
menurunkan tegangan permukaan droplet air sehingga sudut kontak droplet air
pada permukaan plastik akan turun dan air mudah menyebar pada permukaan
plastik sehingga tidak terbentuk kabut. Surfaktan non-ionik merupakan surfaktan
yang gugus hidrofiliknya tidak bermuatan tetapi memiliki sifat larut dalam air
karena polaritasnya tinggi, seperti polioksietilen (POE atau ROCH2CH2O)
dan kelompok polialkohol seperti gula (Myers 2006).
Penggunaan surfaktan non-ionik sebagai antifog internal memiliki
kelemahan, yaitu sifat polaritasnya. Plastik konvensional kelompok poliolefin
umumnya bersifat non polar sehingga surfaktan non-ionik yang digunakan
memiliki kecenderungan bermigrasi menuju permukaan plastik. Surfaktan nonionik lebih cocok digunakan pada plastik yang lebih polar seperti poli ester.
Bahan antifog dapat juga diaplikasikan sebagai pelapis pada permukaan
plastik. Bahan pelapis antifog pada umumnya adalah cairan kental yang
dilapiskan ke atas permukaan plastik dengan cara perendaman, pelapisan
menggunakan roll, atau dengan penyemprotan kemudian dikeringkan. Cara kerja
bahan antifog ini adalah dengan berikatan dengan droplet air sehingga bahan
antifog-nya larut ke dalam air. Kelemahan dari penggunaan bahan antifog dalam
bentuk lapisan adalah hilangnya lapisan bahan antifog pada plastik yang
digunakan dengan teknik termoforming.
31
Penggunaan surfaktan dalam preparasi sistem polimer seperti komposit
memberikan beberapa manfaat sekaligus. Surfaktan dapat berfungsi sebagai
pelumas pada mesin-mesin pemroses, agen mold release, agen antistatik, dan agen
untuk memodifikasi permukaan. Sebagai agen untuk memodifikasi permukaan,
surfaktan mengubah fase antar muka komponen yang tidak setara menjadi setara
sehingga dapat bercampur dengan lebih baik (Myers 2006).
32
3 METODE
Bahan
Bahan untuk pembuatan tepung ubi kayu termoplastik adalah tepung ubi
kayu yang diperoleh dari petani di Kabupaten Sukabumi, gliserol (refined
glicerine) dengan kadar air 0.5 %, dan air industri. Resin linear low density
polyethylene (LLDPE) yang digunakan adalah Asrene UF 1810 dengan indeks
laju alir 0.8-1.2 g/10 menit dan UI 2420 dengan indeks laju alir 20 g/10 menit
yang diperoleh dari PT Chandra Asri Petrochemical Tbk., sementara bahan
kompatibiliser yang digunakan adalah palm fatty acid distillate (PFAD) yang
diperoleh dari PT Smart Tbk. dan asam stearat Edenor ST 05MMY. Surfaktan
yang digunakan adalah polyoxyethylene stearate dengan nilai HLB 4 dari Croda.
Alat
Alat yang digunakan untuk persiapan tepung ubi kayu adalah disc mill dan
vibrating screen. Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan tepung ubi kayu
termoplastik dan film komposit adalah mesin kneading-mixing machine
(compression-type kneading and mixing machine) model ML-5L dengan kapasitas
4-5 kg, mesin crusher tipe FBR 7.5, hopper dryer kapasitas 20 kg dan mesin film
blowing line produksi CV Varia Kebumen dengan die spesifikasi untuk film
LLDPE. Alat-alat analisis yang digunakan yaitu moisture analyzer tipe AND MS70 untuk analisis kadar air plastik, pengukur melt flow index tipe Frank untuk
analisis indeks laju alir, Universal TestingMachine dari Lloyd Instrument untuk
analisis kuat tarik (tensile strength) dan elongasi (elongation) film serta
spektrofotometer Gretagmacbeth Color i5 untuk pengukuran yellowness index dan
opasitas film.
Tahapan Penelitian
Persiapan dan Karakterisasi Bahan
Penelitian diawali dengan melakukan pengecilan ukuran pada tepung ubi
kayu dengan menggunakan disc mill dan vibrating screen sehingga diperoleh
tepung ubi kayu lolos ayakan 100 mesh. Selanjutnya karakterisasi dilakukan pada
tepung ubi kayu meliputi kadar air (AOAC 1999), kadar abu (AOAC 1999), kadar
lemak (AOAC 1995), kadar protein (AOAC 1995), kadar serat kasar (AOAC
1995), kadar pati (Apriyantono et al. 1989) dan kadar amilosa (AOAC 1994).
Prosedur analisis karakterisasi tepung ubi kayu disajikan pada Lampiran 1.
Karakterisasi juga dilakukan pada PFAD untuk mengetahui komponen asam
lemak penyusunnya dengan menggunakan gas kromatografi, sedangkan
komponen asam lemak dari asam stearat berdasarkan certificate of analysis (CoA)
dari perusahaan produsennya.
Tepung ubi kayu yang telah digiling lolos ayakan 100 mesh selanjutnya
dilakukan proses plastisasi menggunakan gliserol dan air. Penggunaan ukuran
tepung ubi kayu lolos ayakan 100 mesh mengacu pada penelitian sebelumnya
untuk mendapatkan tepung ubi kayu termoplastik yang baik (Permatasari 2010,
Widyasari 2010). Dosis gliserol yang digunakan adalah 30 dan 40 % dari bobot
33
tepung ubi kayu (Permatasari 2010, dan Widyasari 2010), sementara air
ditambahkan sampai kadar air awal campuran adalah 25 % . Penambahan air ini
mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh Lee (2009) untuk
menghasilkan pati termoplastis yang baik dan tidak berwarna gelap. Tepung ubi
kayu, gliserol, dan air dicampur menggunakan super mixer agar gliserol dan air
dapat tercampur merata dengan tepung ubi kayu sebelum dilakukan proses
termoplastisasi 3 jam setelahnya. Skala proses yang digunakan ditetapkan
berdasarkan jumlah bobot tepung ubi kayu dan gliserol, yaitu 4 kg. Selanjutnya
dilakukan termoplastisasi dengan kondisi proses menurut Permatasari (2010) yang
dimodifikasi dengan menggunakan kneading-mixing machine pada temperatur 90
o
C dengan putaran rotor 52 rpm selama 15 menit sampai dihasilkan gumpalan
tepung ubi kayu termoplastik. Gumpalan tepung ubi kayu termoplastik yang
berbentuk seperti gumpalan karet dikeluarkan dari kneading-mixing machine dan
dipotong-potong agar cepat dingin. Setelah mencapai temperatur kamar,
gumpalan digiling menggunakan crusher sehingga diperoleh pelet atau chips
tepung ubi kayu termoplastik lolos lubang ayakan 5 mm agar mudah diproses
selanjutnya. Diagram alir pembuatan tepung ubi kayu termoplastik ditampilkan
pada Gambar 3.
Air
Gliserol
30 dan 40%
Pencampuran
Supermixer, 1 menit, temperatur
kamar
Kadar air campuran 25 %
Termoplastisasi
Kneading-mixing machine
52 rpm, 90 oC, 15 menit
34
Penentuan Kondisi Proses Komponding dan Film komposit
Tahapan penelitian berikutnya adalah penentuan kondisi proses komponding
(pembuatan komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE) dan rasio tepung ubi
kayu:LLDPE yang akan digunakan pada penelitian selanjutnya. Kondisi proses
komponding dicobakan pada berbagai formulasi tepung ubi kayu termoplastikLLDPE dan film kompositnya dilakukan dengan rasio tepung ubi kayu:resin
LLDPE 60:40, 50:50, 40:60, 30:70, dan 20:80. Rasio ini dipilih berdasarkan
berbagai penelitian sebelumnya (Permatasari 2010, Widyasari 2010, Waryat
2013). Skala proses yang dilakukan ditetapkan berdasarkan jumlah bobot tepung
ubi kayu dan resin LLDPE, yaitu 4 kg. Kondisi proses komponding yang dicoba
adalah kecepatan putar rotor kneading-mixing machine tetap pada 52 rpm dan
temperatur kneading-mixing machine (rotor dan chamber) divariasikan pada
temperatur 150 190 oC. Komposit yang dihasilkan diamati keseragaman hasil
campuran dan warnanya secara visual. Kondisi proses film blowing ditentukan
dengan pengoperasian film blowing line dengan variasi temperatur pada ekstruder
dan die sehingga dapat dihasilkan film yang paling tipis dan paling lebar. Hasil
rasio tepung ubi kayu:resin LLDPE yang terpilih digunakan sebagai perlakuan
pada penelitian tahap berikutnya.
Pembuatan Film Komposit Tepung Ubi Kayu Termoplastik-LLDPE
Proses pembuatan kantong plastik komposit diawali dengan mencampurkan
resin LLDPE dan tepung ubi kayu termoplastik dengan bahan kompatibiliser
(asam stearate atau PFAD) di dalam kneading-mixing machine chamber. Rasio
pencampuran antara tepung ubi kayu dan resin LLDPE pada pembuatan plastik
komposit adalah rasio terbaik pada tahap sebelumnya, yaitu 20:80 dan 30:70
untuk kompatibiliser asam stearat dan 30:70 dan 40:60 untuk kompatibiliser
PFAD. Skala proses yang dilakukan ditetapkan berdasarkan jumlah bobot tepung
ubi kayu dan resin LLDPE, yaitu 4 kg. Dosis penggunaan bahan kompatibiliser
baik untuk asam stearat maupun PFAD adalah 5 dan 7 % dari bobot resin
LLDPE. Hasil dari proses pencampuran yaitu berupa gumpalan komposit tepung
ubi kayu termoplastik-LLDPE. Pengecilan ukuran dilakukan pada gumpalan
tersebut setelah kondisinya dingin dan keras dengan menggunakan crusher,
sehingga diperoleh pelet komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE lolos
ayakan diameter 5 mm.
Selanjutnya pelet plastik komposit dikeringkan menggunakan hopper dryer.
Proses pengeringan dilakukan untuk menurunkan kadar air pelet komposit tepung
ubi kayu termoplastik-LLDPE komposit sampai kurang dari 0.2 % sesuai dengan
spesifikasi bahan untuk proses film blowing. Proses pembuatan film komposit
tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE dilakukan dengan menggunakan mesin film
blowing line dengan spesifikasi die unit untuk film LLDPE. Temperatur pada
empat zona mesin film blowing diatur pada 150 C. Serpihan plastik komposit
dimasukkan sedikit demi sedikit ke dalam hopper mesin film blowing. Film yang
dihasilkan digulung oleh bagian winding unit mesin film blowing. Film tersebut
kemudian dibentuk menjadi kantong plastik dengan cara dikelim menggunakan
alat heat sealer. Diagram alir pembuatan film komposit tepung ubi kayu
termoplastik-LLDPE dapat dilihat pada Gambar 4.
35
Karakterisasi Film Komposit Tepung Ubi Kayu Termoplastik-LLDPE
Karakterisasi yang dilakukan pada serpihan plastik komposit meliputi kadar
air, specific gravity dan indeks laju alir. Analisa kadar air dilakukan dengan
menggunakan alat moisture analyzer sesuai standar ISO 787-2 (1995). Analisa
specific gravity dilakukan untuk mengetahui densitas bahan sesuai standar JIS K7112 (1999). Analisis indeks laju alir dilakukan untuk mengetahui laju alir lelehan
bahan sesuai standar ASTM D-1238 (1991).
Asam stearat
5 dan 7 %
Resin LLDPE
Kompatibilisasi
Kneading-mixing machine
52 rpm, 190 oC, 15 menit
Pengeringan
Hopper dryer, kadar air 0.2 %
Karakterisasi
Pembuatan film
Film blowing line, 150 oC (semua zona extruder), 800
rpm
Film komposit tepung ubi
kayu termoplastik-LLDPE
Gambar 4
36
Karakterisasi juga dilakukan pada film plastik komposit meliputi tebal, kuat
tarik dan elongasi, morfologi permukaan, yellowness index dan opasitas film.
Pengukuran tebal film dilakukan dengan menggunakan alat thickness meter.
Pengujian kuat tarik dan elongasi dilakukan dengan menggunakan alat Universal
Testing Machine dari Lloyd Instrument untuk mengetahui kuat tarik dan elongasi
film pada orientasi sejajar arah mesin (machine direction = MD), tegak lurus arah
mesin (transverse direction = TD) dan heat sealing film berdasarkan standar
ASTM D-882 (1991). Pengukuran yellowness index serta opasitas film dilakukan
dengan menggunakan alat spektrofotometer Gretagmacbeth Color i5 berdasarkan
standar ASTM E-313 (1991). Pengujian morfologi permukaan film sesuai dengan
ASTM E-2015 (1991) dilakukan dengan menggunakan alat Scanning Electron
Microscope (SEM). Prosedur analisis karakterisasi komposit disajikan pada pada
Lampiran 1.
Analisis Data
Data karakter komposit dan film komposit dianalisis menggunakan analisis
statistika analisis ragam (ANOVA). ANOVA yang digunakan adalah analisis
acak lengkap dengan 3 faktor perlakuan dengan 2 level untuk setiap perlakuan dan
dua kali ulangan. Model matematis rancangan percobaan yang digunakan adalah
sebagai berikut:
Yijkl = + Ai + Bj + Ck + (AB)ij + (AC)ik + (BC)jk + (ABC)ijk + ijkl
Dengan i = 1, 2; j = 1, 2; k= 1, 2; dan l = 1, 2
dimana :
Yijkl
= Nilai pengamatan pada faktor A taraf ke-I faktor B taraf ke-j faktor
C taraf ke-k dan ulangan ke-l,
= Rataan umum
Ai
= Pengaruh faktor rasio tepung ubi kayu:LLDPE taraf ke-i
Bj
= Pengaruh faktor dosis gliserol taraf ke-j
Ck
= Pengaruh faktor kompatibiliser taraf ke-k
(AB)ij
= Pengaruh interaksi faktor rasio tepung ubi kayu:LLDPE ke-i dengan
dosis gliserol ke-j
(AC)ik
= Pengaruh interaksi faktor rasio tepung ubi kayu:LLDPE ke-i dengan
dosisasam stearat ke-k
(BC)jk
= Pengaruh interaksi faktor dosis gliserol ke-j dengan dosis asam
stearat ke-k
(ABC)ijk = Pengaruh interaksi faktor rasio tepung ubi kayu:LLDPE ke-i, dosis
gliserol ke-j, dan dosis asam stearat ke-k
ijkl
= Pengaruh acak pada perlakuan i,j,k ulangan ke l
Optimasi Pengaruh Formulasi Terhadap Karakter Film Komposit
Pada tahap ini dilakukan percobaan seperti pada pembuatan komposit dan
film komposit. Perlakuan yang diberikan pada tahap ini adalah dosis gliserol
sebagai plastisiser, dosis asam stearat sebagai kompatibiliser dan dosis
polyoxyethylene stearate sebagai surfaktan. Proses pembuatan film komposit
37
tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE dilakukan seperti diagram alir pada Gambar
5.
Analisis statistik yang dilakukan adalah menggunakan metoda permukaan
respon (RSM) dengan 3 faktor perlakuan untuk setiap kombinasi perlakuan.
Tabel desain RSM yang dibangkitkan dari program komputer dengan
menggunakan central composite design, full factorial dengan alpha 1.68
ditampilkan pada Tabel 1.
Asam stearat
5, 7 dan 9 %
Resin LLDPE
Kompatibilisasi
Kneading-mixing machine
52 rpm, 190 oC, 15 menit
Polyoxyethylene stearate
3, 5 dan 7 %
Komponding
Rasio tepung ubi kayu:LLDPE 30:70
Kneading-mixing machine
52 rpm, 190 oC, 15 menit
Karakterisasi
Pembuatan film
Film blowing line, 150 oC (semua stage), 800
rpm
Film komposit tepung
ubi kayu termoplastikLLDPE
38
Nilai tengah dosis gliserol untuk tahap formulasi adalah 30% dengan nilai
maksimum dan minimum 25 dan 35 %. Dengan nilai = 1.68 maka dosis gliserol
terendah (kode -1.68) adalah 21.6 % dan dosis tertinggi (kode 1.68) adalah 38.4
%. Nilai tengah, maksimum, dan minimum dosis asam stearat yang digunakan
adalah 5, 7, dan 9 % sehingga dosis dengan kode -1.68 dan 1.68 adalah 3.64 dan
10.36 %. Sementara nilai tengah, maksimum, dan minimum dosis polyoxyethylene
stearate adalah 3, 5, dan 7 % dengan dosis untuk kode -1.68 dan 1.68 adalah 1.64
dan 8.36 %. Urutan pengerjaan secara acak ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Desain percobaan metoda permukaan respon
Urutan
pengerjaan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Gliserol
(% )
30
38.4
25
35
30
30
35
25
30
30
30
30
30
25
35
35
30
21.6
25
30
Asam stearat
(% )
7
7
9
9
7
7
9
5
7
7
7
7
10.36
5
5
5
3.64
7
9
7
Polyoxyethylene stearate
(% )
8.36
5
7
3
5
5
7
7
5
5
1.64
5
5
3
3
7
5
5
3
5
39
Nilai
15.87
1.48
2.83
0.11
79.02
0.23
27.07
Metode Analisa
Gravimetry
Gravimetry
Kjeldhal (Titrimetry)
Soxhlet
Phenol Sulfat
Gravimetry
Spectrometry
Tingginya kandungan pati dan rendahnya kandungan serat kasar tepung ubi
kayu halus disebabkan perlakuan penggilingan dan pengayakan. Tepung ubi kayu
dengan ukuran lebih kasar, yaitu 80 mesh mengandung serat kasar sampai 2.62 %
(Bah et al. 2011). Komponen serat kasar sulit dihaluskan sampai mencapai ukuran
lolos ayakan 100 mesh sehingga tertahan pada ayakan. Sementara pati dapat
dengan mudah dihancurkan sampai didapatkan ukuran partikel kurang dari 100
mesh. Dengan rendahnya kadar serat kasar ini, perbaikan kuat tarik yang
disebabkan adanya serat kurang dapat diharapkan.
Pati terdiri dua polisakarida yaitu amilosa dan amilopektin (Manners,1989).
Kandungan amilosa tepung ubi kayu yang digunakan tergolong tinggi karena
menurut Bah et al. (2011) kandungan amilosa tepung ubi kayu berkisar mulai
sekitar 22 %. Kandungan amilosa yang tinggi diharapkan dapat membentuk
struktur film yang baik sebab struktur amilosa sangat stabil dan dapat membentuk
film yang lebih padat dan lebih kuat dibandingkan dengan film amilopektin
(Lourdin et al. 1995).
Karakteristik asam stearat Edenor ST 05M MY yang digunakan ditampilkan
pada Tabel 3. Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa asam stearat komersial yang
digunakan merupakan campuran asam lemak dengan komponen terbesar asam
lemak dengan jumlah C 16 yaitu kelompok asam palmitat dan palmitoleat sebesar
56-62 % , sementara komponen asam lemak kelompok C18 (asam stearat adalah
asam lemak jenuh C18) hanya 37 42 % .
40
Tabel 3 Karakteristik asam stearat Edenor ST 05M MY
Parameter
Bilangan asam (mg KOH/g)
Bilangan iod (%, maksimum)
Titik leleh (oC)
Warna (Lovibond, 5 ) R
Y
Distribusi rantai (%)
C12
C14
C16
C18
C18
Bilangan penyabunan (mg KOH/g)
Air (%, maksimum)
Bahan tak tersabunkan (%, maksimum)
*
Emery (2013)
Nilai*
206 213
0.5
54
0.2
2
1
2
56-62
37-42
1
206-214
0.2
1
Nilai (% bobot)
0.02
0.09
0.92
0.04
36.78
0.11
0.07
3.43
27.54
7.72
0.30
0.09
0.26
0.08
77.45
41
Penentuan Kondisi Proses
Penentuan kondisi proses dilakukan untuk mendapatkan kondisi proses
yang sesuai dengan bahan yang digunakan terutama tepung ubi kayu. Tepung ubi
kayu mudah gosong jika kontak dengan temperatur tinggi dalam waktu yang
lama. Sementara resin LLDPE perlu temperatur relatif tinggi untuk dapat
dilelehkan. Pencampuran tepung ubi kayu dangan resin LLDPE agar dapat
membentuk komposit yang baik memerlukan temperatur, tekanan dan waktu
pencampuran yang cukup. Tahapan penelitian ini digunakan untuk menentukan
kondisi proses yang dapat menghasilkan komposit yang baik tetapi tetap dapat
mempertahankan warnanya sehingga tidak gosong. Semua proses pencampuran
dilakukan pada kecepatan putar kneading-mixing machine 52 rpm.
Termoplastisasi tepung ubi kayu dilakukan pada temperatur 90 oC selama 15
menit. Gambar tepung ubi kayu termoplastis disajikan pada Gambar 6.
42
Fenomena proses
Pelelehan
resin
LLDPE
secara sempurna perlu waktu
5 menit.
Karakter komposit
dihasilkan
Komposit homogen, warna
terang
Pelelehan
resin
LLDPE
secara sempurna perlu waktu
8 menit
43
mixing machine yang telah mencapai temperatur operasi, yaitu 190 oC. Setelah
pengumpanan, temperatur kneading-mixing machine turun sampai 150 oC dan
kemudian secara bertahap naik kembali hingga diperoleh komposit yang homogen
setelah proses berjalan selama15 menit.
Pengumpanan secara terpisah dengan melelehkan LLDPE terkompatibilisasi
terlebih dulu kemudian ditambahkan tepung ubi kayu termoplastik baik secara
langsung ataupun bertahap tidak dapat menghasilkan komposit yang homogen.
Pengumpanan tepung ubi kayu termoplastik setelah LLDPE meleleh
menyebabkan tepung ubi kayu termoplastik membentuk gumpalan-gumpalan
kecil yang tidak dapat tercampur bahkan berubah warna menjadi coklat. Hal ini
disebabkan tepung ubi kayu termoplastik segera kehilangan air ketika kontak
dengan LLDPE bertemperatur tinggi dan membentuk gumpalan yang tidak
meleleh selama proses komponding.
Percobaan penggunaan berbagai variasi rasio tepung ubi kayu:LLDPE
pada temperatur 190 oC dengan pengumpanan sekaligus memberikan hasil seperti
pada Tabel 7.
Tabel 7 Pengaruh rasio tepung ubi kayu:LLDPE terhadap karakter komposit
Rasio tepung
Kompatibiliser
Karakter komposit yang
ubi kayu:resin
dihasilkan
LLDPE
20:80
PFAD
Warna komposit putih kecoklatan,
masih terdapat gumpalan tepung
yang tidak dapat tercampur
sehingga tidak dapat diproses pada
mesin film blowingline
20:80
asam stearat
Warna komposit agak menguning,
homogen, dapat dihasilkan film
dengan proses blowing
30:70
PFAD,
Warna menjadi putih kecoklatan,
homogen, dapat dihasilkan film
dengan proses blowing
30:70
asam stearat
Warna agak menguning, homogen,
dapat dihasilkan film dengan
proses blowing
40:60
PFAD
Warna menjadi putih kecoklatan,
homogen, dapat dihasilkan film
dengan proses blowing
40:60
asam stearat
Warna agak gelap, komposit rapuh,
tidak dapat diproses pada film
blowing line
50:50
PFAD
warna agak gelap, komposit tidak
dapat diproses pada film blowing
line
50:50
asam stearat
warna agak gelap, komposit tidak
dapat diproses pada film blowing
line
44
Penambahan tepung ubi kayu ke dalam LLDPE tidak dapat dilakukan
dalam jumlah banyak. Pada penggunaan tepung ubi kayu dan LLDPE sama
banyak (50:50) diperoleh komposit yang tidak dapat diproses menggunakan
proses blowing. Komposit dengan kandungan tepung ubi kayu tinggi memiliki
karakteristik mendekati karakteristik tepung ubi kayu yang berat sehingga sulit
dilakukan proses blowing. Komposit juga bersifat kaku sehingga mudah sobek
saat diproses blowing. Hal tersebut disebabkan nilai indeks laju alir yang rendah
disebabkan rendahnya kandungan plastik sintetis, yaitu LLDPE (Pedroso dan
Rosa 2005).
Penggunaan kompatibiliser memberikan perbedaan pada rasio tepung yang
dapat dicampurkan dengan LLDPE untuk membentuk komposit yang homogen.
Penggunaan asam stearat sebagai kompatibiliser dapat menghasilkan komposit
yang homogen pada rasio tepung ubi kayu 20:80 dan 30:70, sementara PFAD
dapat menghasilkan komposit yang baik pada rasio 30:70 dan 40:60. Perbedaan
tersebut diduga disebabkan adanya senyawa selain asam lemak pada PFAD yang
mampu memberikan interaksi yang lebih baik dengan tepung ubi kayu
dibandingkan asam stearat. Senyawa ini kemungkinan bersifat lebih hidrofilik
dibandingkan dengan asam lemak sehingga mudah berinteraksi dengan tepung ubi
kayu yang bersifat hidrofilik.
Berdasarkan komposit yang dihasilkan maka kondisi proses yang baik
adalah pada temperatur operasi 190 oC dengan waktu pencampuran atau
komponding 20 menit dengan pemasukan bahan LLDPE terkompatibilisasi dan
tepung ubi kayu termoplastik secara bersamaan ke dalam kneading-mixing
machine (Gambar 7). Pada kondisi proses tersebut diperoleh komposit yang
secara visual tampak homogen tanpa ada plastik yang terpisah dan berwarna lebih
terang. Rasio tepung ubi kayu terhadap resin LLDPE untuk kompatibiliser yang
berbeda juga dipilih berbeda.
Gumpalan komposit
Pelet komposit
45
putaran ulir ekstruder dari 600 sampai 1200 rpm. Hasil film komposit diamati
secara visual terutama pada tebal dan warna film yang dihasilkan. Hasil terbaik
diperoleh dari proses yang dilakukan dengan putaran ulir ekstruder 800 rpm dan
temperatur pada semua zona ekstruder dan die adalah 150 oC. Kondisi proses film
blowing terpilih dapat menghasilkan film komposit dengan tebal yang paling tipis
dan perubahan warna yang minimal.
Pada tahap film blowing ada timbul kesulitan, yaitu tidak lancarnya pelet
komposit tepung ubi kayu termoplastis-LLDPE memasuki tabung ekstruder yang
disebabkan permukaan pelet komposit tidak licin sehingga terjadi penyumbatan
pada corong pengumpan (hopper) ekstruder. Kesulitan ini dapat diatasi dengan
memberikan dorongan pada pelet komposit yang diumpankan ke dalam ekstruder.
Dengan demikian jika dilakukan pada skala produksi maka diperlukan modifikasi
corong pengumpan dengan menambahkan screw pendorong umpan pada corong
pengumpan sehingga memudahkan pelet komposit masuk ke dalam tabung
ekstruder.
Karakteristik Pelet Komposit Tepung Ubi Kayu Termoplastik-LLDPE
Kadar air pelet komposit
Komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE yang dihasilkan masih
memiliki kandungan air cukup tinggi meski proses pencampuran dilakukan pada
temperatur tinggi antara 160-190C. Kadar air pelet komposit tepung ubi kayu
termoplastik-LLDPE setelah proses pembuatan komposit disampaikan pada Tabel
8 dan 9.
Tabel 8 Kadar air pelet komposit dengan kompatibiliser PFAD
Rasio
Tepung:LLDPE
30:70
40:60
PFAD
(%)
5
7
5
7
Gliserol
30%
1.2150.303
1.0960.395
2.3560.645
2.1380.548
40%
2.5230.659
2.5670.728
3.0810.850
2.2770.736
46
Tabel 9 Kadar air pelet komposit dengan kompatibiliser asam stearat
Asam stearat
Gliserol
Rasio
(%)
Tepung:LLDPE
30%
40%
5
20:80
1.7950.325
1.7300.370
7
1.6200.354
1.7380.369
5
30:70
2.0180.442
1.8720.342
7
1.9300.376
2.0840.425
Favis (2005) menerangkan bahwa adanya air yang berlebih dapat
mengakibatkan munculnya gelembung pada plastik komposit. Sehingga plastik
komposit harus melalui proses pengeringan terlebih dahulu sebelum dilakukan
proses blowing membentuk tabung film. Percobaan pembuatan film yang telah
dilakukan menggunakan komposit dengan kadar air lebih besar dari 1 %
menghasilkan film yang memiliki lubang-lubang kecil. Adanya lubang-lubang
tersebut menyebabkan tabung film yang terbentuk tidak dapat mengembang
dengan baik. Lubang kecil tersebut terbentuk akibat adanya uap air yang ikut
keluar melewati die mesin blown film bersamaan dengan film yang dihasilkan.
Ketika uap air keluar dari die, uap air akan menguap ke udara bebas dan
meninggalkan lubang pada posisi permukaan film yang ditinggalkannya. Adanya
lubang tersebut tidak hanya mempengaruhi nilai estetika tetapi juga mengurangi
nilai kuat tarik dan elongasi film plastik komposit. Diperlukan teknik film
blowing untuk menekan terbentuknya lubang-lubang ini, yaitu dengan
menggunakan ekstruder yang dilengkapi dengan lubang ventilasi untuk
pembuangan gas atau uap air (degassing) seperti yang digunakan oleh Hietala
(2013) untuk membuat wood-plastic composite. Hal ini tidak dapat dilakukan
selama penelitian karena tidak tersedia ekstruder dengan degassing vent.
Specific gravity pelet komposit
Specific gravity adalah rasio antara densitas suatu zat dengan densitas
bahan referensi. Hasil pengukuran specific gravity komposit dapat dilihat pada
Tabel 10 dan 11.
Tabel 10 Specific gravity plastik komposit dengan kompatibiliser PFAD
Rasio
Tepung : LLDPE
30:70
40:60
PFAD
(%)
5
7
5
7
Gliserol
30%
0.9160.005
0.9170.004
0.9220.001
0.9260.002
40%
0.9340.008
0.9420.001
0.9610.007
0.9550.004
Specific gravity komposit dipengaruhi oleh jumlah tepung ubi kayu yang
digunakan pada komposit. Semakin banyak tepung ubi kayu yang digunakan
semakin tinggi pula specific gravity komposit yang dihasilkan. Hal ini disebabkan
perbedaan specific gravity tepung ubi kayu dengan resin LLDPE, specific gravity
tepung ubi kayu lebih tinggi dari resin LLDPE.
47
Tabel 11 Specific gravity plastik komposit dengan kompatibiliser asam stearat
Rasio
Tepung : LLDPE
20:80
30:70
Gliserol
30%
0.9090.002
0.9120.001
0.9450.012
0.9300.008
40%
0.9150.003
0.9070.001
0.9340.001
0.9410.002
48
Tabel 12 Indeks laju alir komposit (g/10 menit) dengan kompatibiliser PFAD
Rasio
Tepung : LLDPE
30:70
40:60
PFAD
(%)
5
7
5
7
Gliserol
30%
4.4200.015
5.0340.035
3.4240.006
4.1480.003
40%
5.4510.015
5.7780.011
4.3670.074
4.6890.037
Tabel 13 Indeks laju alir komposit (g/10 menit) dengan kompatibiliser asam
stearat
Rasio
Tepung : LLDPE
20:80
30:70
Gliserol
30%
4.2280.023
5.1990.022
4.0790.023
4.2170.034
40%
4.8190.008
5.0310.034
4.7500.021
5.4220.028
49
Gambar 8 menunjukkan hubungan antara kadar air komposit tepung ubi
kayu termoplastik dengan specific gravity-nya. Dari gambar tersebut terlihat
bahwa specific gravity komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE
dipengaruhi oleh kadar airnya. Korelasi linier antara kadar air terhadap specific
gravity komposit yang menggunakan rasio tepung ubi kayu:LLDPE 30:70 dan
kompatibiliser PFAD lebih erat dengan koefisien determinasi 0.8 sementara
formula yang lain korelasinya rendah (dengan koefisien determinasi kurang dari
0.5). Peningkatan specific gravity ini disebabkan kandungan air yang memiliki
specific gravity lebih tinggi daripada specific gravity komposit kering. Persamaan
regresi dan koefisien determinasi hubungan antara kadar air dengan specific
gravity disajikan pada Lampiran 4a.
Keterangan: T30PFAD
T40PFAD
T20AS
T30AS
Gambar 8
Semakin tinggi kadar air, indeks laju alir komposit cenderung meningkat
pula, baik pada komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE yang
menggunakan PFAD maupun asam stearat sebagai kompatibiliser dengan rasio
tepung ubi kayu:LLDPE yang dicobakan (Gambar 9). Adanya air pada komposit
yang menguap memberikan tekanan pada lelehan komposit untuk keluar bersamasama sehingga indeks laju alir yang terukur juga meningkat. Komposit yang
menggunakan rasio tepung ubi kayu:LLDPE 30:70 memiliki korelasi linier antara
kadar air terhadap indeks laju alir dengan koefisien determinasi 0.8. peningkatan
kadar air akan meningkatkan pula indeks laju alirnya. Sementara rasio yang lain
hubungan korelasinya berupa persamaan kuadratik dengan koefisien determinasi
lebih rendah. Persamaan matematis hubungan antara kadar air dengan indeks laju
alir dan koefisien determinasinya ditampilkan pada Lampiran 4b.
50
Keterangan: T30PFAD
T40PFAD
T20AS
T30AS
Gambar 9
Grafik hubungan antara kadar air dengan indeks laju alir pelet
komposit
Antara specific gravity dengan indeks laju alir tidak tampak kecenderungan
yang nyata. Gambar 10 menunjukkan grafik hubungan antara specific gravity
dengan indeks laju alir. Grafik menunjukkan bahwa nilai indeks laju alir
komposit tersebar di antara 3 6 g/10 menit pada semua nilai specific gravity
komposit yang dihasilkan.
Keterangan: T30PFAD
T40PFAD
T20AS
T30AS
Gambar 10
51
Indeks laju alir komposit dengan rasio tepung ubi kayu:LLDPE 40:60 dan
kompatibiliser PFAD dipengaruhi oleh specific gravity-nya dengan pengaruh
kuadratik (y = -1412.6x2 + 2682.2x - 1268.5 dengan koefisien determinasi 0.82).
Sementara laju alir komposit dengan formulasi lain tidak dipengaruhi oleh specific
gravity-nya (koefisien determinasi kurang dari 0.4). Indeks laju alir komposit
dengan rasio tepung ubi kayu:LLDPE 40:60 dan kompatibiliser PFAD semakin
meningkat sampai specific gravity-nya 0.95 dan kemudian menurun kembali.
Persamaan regresi hubungan antara specific gravity dengan indeks laju alir
ditampilkan pada Lampiran 4c.
Differential Scanning Calorimeter (DSC)
Melting point atau titik leleh menunjukkan temperatur ketika suatu bahan
mengalami perubahan fasa dari fasa kristalin ke fasa amorf ataupun fasa padat ke
fasa cair. Ketika polimer dipanaskan maka bagian semi kristalin akan berubah
menjadi fasa bebas atau amorf. Termogram analisis dengan DSC ditampilkan
pada Gambar 11 sementara nilai-nilai pengukuran ditampilkan pada Tabel 14.
Pada umumnya temperatur transisi gelas terbaca pada temperatur sekitar 55
o
C seperti nilai transisi gelas untuk pati namun hasil scanning DSC pada tepung
ubi kayu dan tepung ubi kayu termoplastik tidak menunjukkan temperatur transisi
gelas. Hal ini diduga disebabkan kadar air tepung ubi kayu dan tepung ubi kayu
termoplastik yang tinggi sehingga saat pengukuran terjadi penguapan air yang
banyak pada daerah sekitar temperatur transisi gelas yang menyebabkan
tersamarnya puncak transisi gelas.
Penambahan gliserol sebagai plastisiser menyebabkan pergeseran puncak
titik leleh ke arah kiri yang berarti terjadi penurunan titik leleh tepung ubi kayu
dari 102.45 oC menjadi 94.67 oC (Gambar 11 dan Tabel 14). Penurunan titik leleh
ini diikuti pula dengan penurunan perubahan entalpi endotermisnya dari
820.3569J/g menjadi 596.2254 J/g. Penambahan gliserol sebagai plastisiser
menyebabkan terjadinya gaya intermolekuler antar rantai polimer sehingga lebih
bebas bergerak, dengan demikian saat dipanaskan ikatan ini menjadi lebih cepat
longgar dan cepat pula meleleh seluruhnya dengan penyerapan energi yang
semakin rendah pula. Dengan demikian terjadi penurunan titik leleh dan
perubahan entalpi pada pelelehannya akibat penambahan plastisiser gliserol
sebagaimana dinyatakan oleh McHugh dan Krochta (1994). Penurunan titik leleh
dan perubahan entalpi tersebut disebabkan masuknya molekul gliserol ke dalam
struktur pati pada tepung ubi kayu dan merusak struktur kristalin dari pati pada
tepung ubi kayu. Dengan demikian struktur tepung ubi kayu menjadi bersifat
lebih amorf sehingga lebih mudah meleleh.
52
LLDPE
Komposit dengan
kompatibiliser PFAD
LLDPE terkompatibilisasi
PFAD
LLDPE terkompatibilisasi
asam stearat
Komposit dengan
kompatibiliser asam stearat
Tepung ubi kayu termoplastik
Tepung ubi kayu
50
100
Temperatur (oC)
200
LLDPE
Komposit dengan
kompatibiliser PFAD
LLDPE terkompatibilisasi
PFAD
LLDPE terkompatibilisasi
asam stearat
Komposit dengan
kompatibiliser asam stearat
Tepung ubi kayu termoplastik
Tepung ubi kayu termoplastik
40
60
80
Temperatur (oC)
Gambar 11 Termogram DSC tepung ubi kayu dan komposit
Temperatur
pelelehan 1
(oC)
Temperatur
akhir
pelelehan 1
(oC)
Tepung ubi
kayu
Temperatur
mulai
Temperatur
pelelehan
pelelehan
o
( C)
(oC)
Perubahan
entalpi 1
(J/g)
Luas
area 1
(mJ)
55.06
102.45
820.36
7793.39
153.63
Tepung ubi
kayu
termoplastik
41.99
94.67
596.22
5664.14
146.41
Komposit
T:R 30:70,
Gliserol 30%,
Asam stearat
5%
53.3
55.65
57.65
0.95
9.07
114.86
122.42
17.66
167.82
124.18
Komposit
T:R 30:70,
Gliserol 30%,
PFAD 5%
54.25
60.91
65.32
1.29
12.23
121.19
125.23
20.82
197.79
127.62
Perubahan
entalpi
(J/g)
Temperatur
akhir
Luas
pelelehan
area (mJ)
(oC)
PFAD (%)
Gliserol
30 %
25015
27020
51030
66038
5
7
5
7
40 %
31017
42025
81034
87030
Asam stearat
(%)
5
7
5
7
Gliserol
30 %
31036
25014
29022
29025
40 %
2908
30020
26018
2709
55
Tabel 15 menunjukkan bahwa rasio tepung ubi kayu termoplastik terhadap
LLDPE terkompatibilisasi PFAD berpengaruh nyata terhadap tebal film komposit
tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE yang dihasilkan. Semakin banyak tepung
ubi kayu yang digunakan maka semakin tebal film yang dihasilkan. Hal ini
disebabkan penambahan tepung ubi kayu menyebabkan komposit lebih kaku
sehingga sulit mengembang saat dilakukan proses film blowing. Fenomena
tersebut tidak ditunjukkan oleh film komposit yang menggunakan asam stearat
sebagai kompatibiliser. Hal ini diduga karena rasio tepung ubi kayu terhadap
LLDPE yang digunakan memang berbeda, pada kompatibiliser PFAD digunakan
tepung ubi kayu 30 dan 40 bagian sehingga pada penggunaan tepung ubi kayu 40
bagian karakter kaku dari tepung ubi kayu menjadi nyata sehingga sulit ditiup
menghasilkan film yang tipis.
Dosis gliserol berpengaruh terhadap tebal film komposit dengan
kompatibiliser PFAD saja. Hal ini diduga disebabkan PFAD kurang mampu
mengikat gliserol yang berat ke dalam matriks LLDPE sehingga komposit sulit
ditiup membentuk film yang tipis.
Dari Tabel 15 dan 16 tampak bahwa rasio tepung ubi kayu-LLDPE yang
dapat menghasilkan film komposit yang tipis adalah 30:70. Pada rasio tersebut,
kompatibiliser asam stearat dapat menghasilkan film komposit dengan rentang
yang lebih sempit, yaitu 260 290 m dibandingkan dengan PFAD yang
menghasilkan film dengan tebal 250 420 m.
Keterangan:
T30PFAD
T40PFAD
T20AS
T30AS
Gambar 12 Grafik hubungan antara specific gravity dengan tebal film komposit
Specific gravity komposit tidak memberikan pengaruh terhadap tebal film
komposit yang menggunakan asam stearat sebagai kompatibiliser seperti
ditunjukkan Gambar 12. Sementara tebal film komposit yang menggunakan rasio
56
tepung ubi kayu:LLDPE 40:60 dan kompatibiliser PFAD terlihat sangat
meningkat dengan peningkatan specific gravity-nya. Korelasi kuadratik (y = 471190x2 + 894553x 423688 dengan koefisien determinasi 0.94) antara specific
gravity terhadap tebal film komposit yang dihasilkan menunjukkan bahwa PFAD
kurang berhasil mengikat tepung ubi kayu termoplastik ke dalam matriks LLDPE
sehingga terbentuk komposit yang kurang baik karena terlalu kaku dan pada
akhirnya sulit dibentuk menjadi film yang tipis dengan teknik film blowing.
Persamaan regresi hubungan antara specific gravity dengan tebal film komposit
ditampilkan pada Lampiran 5a.
Keterangan:
T30PFAD
T40PFAD
T20AS
T30AS
Gambar 13 Grafik hubungan antara indeks laju alir dengan tebal film
Indeks laju alir komposit tidak berkorelasi secara nyata terhadap tebal film
komposit yang menggunakan kompatibiliser asam stearat.
Gambar 13
menunjukkan bahwa tebal film komposit dengan kompatibiliser asam stearat
tersebar pada kisaran 250-300 m untuk semua nilai indeks laju alir komposit
dengan kecenderungan semakin tinggi indeks laju alirnya maka film komposit
yang dihasilkan lebih tipis (koefisien determinasi kurang dari 0.3). Persamaan
regresi hubungan antara indeks laju alir dengan tebal film komposit ditampilkan
pada Lampiran 5b.
Berdasarkan Gambar 13 dan Lampiran 5b, maka asam stearat cocok
digunakan sebagai kompatibiliser film komposit tepung ubi kayu termoplastikLLDPE dengan teknik film blowing. Sementara tebal film komposit dengan
kompatibiliser PFAD tersebar pada rentang yang luas dengan kecenderungan
peningkatan tebal film komposit dengan meningkatnya indeks laju alir komposit
dengan mengikuti persamaan y = 113.82x - 276.04 untuk rasio tepung ubi
kayu:LLDPE 30:40 dan y = 290.61x - 495.56 untuk rasio tepung ubi kayu:LLDPE
57
40:60 dengan koefisien determinasi masing-masing adalah 0.71 dan 0.89. Dengan
demikian PFAD kurang cocok digunakan sebagai kompatibiliser film komposit
tepung ubi kayu-LLDPE yang diproduksi menggunakan teknik film blowing.
PFAD mungkin akan lebih cocok digunakan pada pembuatan komposit tepung ubi
kayu termoplastik-LLDPE untuk keperluan lain, misalnya komposit yang diproses
dengan teknik injection molding.
Sifat Optis Film Plastik Komposit
Yellowness index menunjukkan tingkat warna sampel mulai dari putih
hingga kuning. Opasitas menunjukkan tingkat kejernihan suatu sampel mulai dari
jernih hingga buram atau gelap. Hasil pengukuran yellowness index dan opasitas
film komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE dapat dilihat pada Tabel 17
dan 18. Hasil analisa varian (ANOVA) ditampilkan pada Lampiran 5 (c, d, e, dan
f).
Keberadaan tepung yang menempel pada matriks LLDPE mengakibatkan
film yang dihasilkan mengalami penurunan tingkat kejernihan atau peningkatan
opasitas karena tepung ubi kayu jauh lebih opaque dibandingkan dengan resin
LLDPE. Sementara gliserol bersama tepung ubi kayu berperan pada terjadinya
peningkatan yellowness index dari film komposit yang dihasilkan.
Tabel 17
Formulasi
T30 R70 G30 P5
T30 R70 G30 P7
T30 R70 G40 P5
T30 R70 G40 P7
T40 R60 G30 P5
T40 R60 G30 P7
T40 R60 G40 P5
T40 R60 G40 P7
LLDPE
Yellowness index
16.28a
16.66b
17.12c
22.26d
29.56e
30.32f
43.97g
44.14g
14.025
dengan
opasitas
18.13a
20.24ab
21.83b
23.34b
33.51c
44.97d
52.98e
59.26f
15.435
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Keterangan: T30 R70 = rasio tepung ubi kayu:LLDPE = 30:70
T40 R60 = rasio tepung ubi kayu:LLDPE = 40:60
G30
= dosis gliserol 30 % bobot tepung ubi kayu
G40
= dosis gliserol 40 % bobot tepung ubi kayu
P5
= dosis PFAD 5 % bobot LLDPE
P7
= dosis PFAD 7 % bobot LLDPE
Tepung ubi kayu yang kaya pati dengan sedikit serat bersama-sama dengan
gliserol dapat berubah warna menjadi kekuningan saat diproses menggunakan
panas. Panas tinggi yang dikenakan pada saat plastisasi, komponding dan film
blowing menyebabkan terlepasnya molekul air dari struktur molekul pati dan
58
gliserol sehingga membentuk komposit yang berwarna coklat. Semakin banyak
molekul air yang terlepas akan semakin gelap komposit yang dihasilkan.
Mekanisme lain terjadinya warna kekuningan atau coklat adalah terjadinya reaksi
Maillard antara pati dan gliserol dengan gugus amina pada protein yang
terkandung di dalam tepung ubi kayu yang terjadi pada temperatur tinggi. Pada
reaksi Maillard juga dihasilkan senyawa yang berwarna coklat.
Tabel 18 Yellowness index dan opasitas film komposit dengan kompatibiliser
asam stearat
Formulasi
T20 R80 G30 AS5
T20 R80 G30 AS7
T20 R80 G40 AS5
T20 R80 G40 AS7
T30 R70 G30 AS5
T30 R70 G30 AS7
T30 R70 G40 AS5
T30 R70 G40 AS7
LLDPE
Yellowness index
26.61a
15.14a
21.41a
21.55a
25.43a
26.16a
23.42a
22.41a
14.025
opasitas
41.48a
32.67a
29.96a
35.89a
43.63a
45.01a
28.08a
34.61a
15.435
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda
nyata pada taraf uji 5%.
Keterangan: T30 R70 = rasio tepung ubi kayu:LLDPE = 30:70
T40 R60 = rasio tepung ubi kayu:LLDPE = 40:60
G30
= dosis gliserol 30 % bobot tepung ubi kayu
G40
= dosis gliserol 40 % bobot tepung ubi kayu
AS5
= dosis asam stearat % bobot LLDPE
AS7
= dosis asam stearat 7 % bobot LLDPE
59
Gambar 14.
asam stearat 5 %
asam stearat 7 %
Morfologi permukaan film komposit tepung ubi kayu termoplastikLLDPE dengan rasio tepung ubi kayu:LLDPE=30:70, gliserol 30
% dan kompatibiliser asam stearat
60
Transmitan (%)
-OH
-CH2
amina
90
-C=O
60
30
3000
4000
2000
Bilangan gelombang (/cm)
1000
Transmitan (%)
40
alkana rantai
cabang
-COOH
ester
-CH2
30
-C=O
20
10
amina
4000
2000
3000
Bilangan gelombang (/cm)
1000
Transmitan (%)
-OH
-COOH
amina
alkana rantai
cabang
-CH2
-C=O
ester
3
4000
3000
2000
Bilangan gelombang (/cm)
1000
61
Sifat Mekanis
Sifat mekanis film komposit yang dianalisis adalah kuat tarik dan elongasi.
Menurut Stevens (2007), kuat tarik merupakan ukuran besarnya beban atau gaya
yang dapat ditahan sebelum suatu sampel rusak atau putus. Menurut Billmeyer
(1984), elongasi adalah perubahan panjang contoh yang dihasilkan oleh ukuran
tertentu panjang spesimen akibat gaya yang diberikan. Sifat mekanis komposit
dihasilkan disajikan pada Tabel 19 dan 20 sementara hasil analisis varian
(ANOVA) ditampilkan pada Lampiran 5 (g, h, I, j, k, l, m, dan n).
Tabel 19 Hasil pengujian kuat tarik dan elongasi film komposit dengan
kompatibiliser PFAD
Formulasi
T30 R70 G30 P5
T30 R70 G30 P7
T30 R70 G40 P5
T30 R70 G40 P7
T40 R60 G30 P5
T40 R60 G30 P7
T40 R60 G40 P5
T40 R60 G40 P7
Elongasi (%)
TD
MD
d
126.29
396.18b
87.67d
290.83b
c
76.73
217.23b
45.89c
178.79ab
32.40b
173.83ab
29.09b
111.49a
a
25.28
111.01a
21.90a
97.69a
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf uji 5%.
Keterangan: T30 R70 = rasio tepung ubi kayu:LLDPE = 30:70
T40 R60 = rasio tepung ubi kayu:LLDPE = 40:60
G30
= dosis gliserol 30 % bobot tepung ubi kayu
G40
= dosis gliserol 40 % bobot tepung ubi kayu
P5
= dosis PFAD 5 % bobot LLDPE
P7
= dosis PFAD 7 % bobot LLDPE
62
Tabel 20 Hasil pengujian kuat tarik dan elongasi film komposit dengan
kompatibiliser asam stearat
Formulasi
T20 R80 G30 AS5
T20 R80 G30 AS7
T20 R80 G40 AS5
T20 R80 G40 AS7
T30 R70 G30 AS5
T30 R70 G30 AS7
T30 R70 G40 AS5
T30 R70 G40 AS7
a
Elongasi (%)
TD
MD
a
52.12
298.09a
54.86a
331.62a
129.01b
594.27a
b
115.19
431.07a
32.29a
150.27b
35.22a
131.24b
58.78a
218.09b
55.99a
251.83b
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf uji 5%.
Keterangan: T30 R70 = rasio tepung ubi kayu:LLDPE = 30:70
T40 R60 = rasio tepung ubi kayu:LLDPE = 40:60
G30
= dosis gliserol 30 % bobot tepung ubi kayu
G40
= dosis gliserol 40 % bobot tepung ubi kayu
AS5
= dosis asam stearat % bobot LLDPE
AS7
= dosis asam stearat 7 % bobot LLDPE
63
film yang dihasilkan. Semakin besar rasio penggunaan tepung ubi kayu maka
kuat tarik film yang dihasilkan semakin menurun. Hal ini disebabkan peningkatan
jumlah tepung ubi kayu menyebabkan film menjadi lebih kaku.
Keterangan:
T30PFAD
T40PFAD
T20AS
T30AS
Gambar 16 Grafik hubungan antara specific gravity dengan kuat tarik film
komposit arah MD
Kuat tarik film komposit dipengaruhi oleh specific gravity-nya. Gambar 16
menunjukkan bahwa specific gravity komposit berpengaruh secara kuadratik
terhadap kuat tarik film yang dihasilkan dengan koefisien determinasi lebih besar
dari 0.9 kecuali film komposit dengan tepung ubi kayu:LLDPE 20:80 dengan
kompatibiliser asam stearat yang koefisien determinasinya kurang dari 0.5.
semakin tinggi specific gravity film komposit maka struktur polimer baik polimer
utama(LLDPE) maupun polimer tambahannya (tepung ubi kayu termoplastik)
semakin rapat sehingga interaksi antar muka polimer juga semakin baik dan pada
akhirnya memberikan kekuatan yang lebih baik. Dengan demikian kuat tarik
filmnya juga semakin tinggi. Persamaan regresi dan koefisien determinasi
hubungan antara specific gravity dengan kuat tarik disajikan pada Lampiran 5c.
Gambar 17 menunjukkan pola sebaran elongasi yang semakin menurun
dengan peningkatan specific gravity. Persamaan regresi hubungan antara specific
gravity dengan elongasi film komposit ditampilkan pada Lampiran 5d. Specific
gravity yang tinggi menunjukkan ikatan yang rapat pada komposit dan diduga hal
ini disebabkan banyaknya struktur kristalin yang ditunjukkan pula dengan
semakin rendahnya elongasi. Struktur kristalin memberikan kuat tarik yang tinggi
dengan elongasi yang rendah.
64
Keterangan:
T30PFAD
T40PFAD
T20AS
T30AS
65
Keterangan:
T30PFAD
T40PFAD
T20AS
T30AS
Gambar 18 Grafik hubungan antara tebal dengan kuat tarik film komposit
arah MD
Keterangan:
T30PFAD
T40PFAD
T20AS
T30AS
Gambar 19
66
Gambar 19 menunjukkan bahwa elongasi film komposit dipengaruhi oleh
tebalnya. Elongasi film komposit dengan rasio tepung ubi kayu:LLDPE 40:60
dan kompatibiliser PFAD memilikim korelasi yang tinggi dengan tebal filmnya,
sementara korelasi antara elongasi film komposit yang menggunakan rasio tepung
ubi kayu:LLDPE 30:70 dengan tebal film agak rendah. Persamaan regresi dan
koefisien determinasi hubungan antara tebal film komposit terhadap elongasi
ditampilkan pada Tabel 48, Lampiran 3. Semakin tebal film komposit maka
elongasinya juga semakin turun. Hal ini seperti halnya kuat tarik, semakin tebal
film maka semakin kaku sehingga semakin mudah putus dengan elongasi yang
rendah.
Film komposit di-seal agar bisa digunakan untuk menampung beban.
Analisis kekuatan seal dilakukan untuk melihat kekuatan tarik film plastik
komposit yang telah di seal. Gambar 20 memperlihatkan bahwa film komposit
dengan rasio tepung ubi kayu terplastisasi dan resin LLDPE sebesar 20:80
memiliki kekuatan seal yang lebih baik dibandingkan film plastik komposit
dengan rasio tepung ubi kayu terplastisasi dan resin LLDPE sebesar 30:70. Hal ini
disebabkan oleh perbedaan melting point bahan yang dikandungnya. Semakin
banyak tepung ubi kayu yang digunakan, film plastik komposit semakin susah
dilelehkan sehingga antar helai film juga tidak menyatu dengan erat jika di-seal.
67
kompatibiliser yang digunakan adalah dosis yang biasa digunakan yaitu dengan
nilai tengah 7 dan 5 % dan nilai minimum serta maksimum minus dan plus dua.
Data hasil analisis pelet dan film komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE
untuk formulasi ditampilkan pada Tabel 21.
Indeks laju alir (MFI)
Indeks laju alir komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE dipengaruhi
oleh dosis gliserol, asam stearat, dan polyoxyethylene stearate yang digunakan.
Dari semua kombinasi perlakuan yang diberikan diperoleh komposit dengan
indeks laju alir yang memenuhi kriteria untuk dilakukan proses film blowing.
Profil pengaruh formulasi terhadap indeks laju alir ditampilkan pada Gambar 21
sementara permukaan responnya ditampilkan pada Gambar 22.
Dosis gliserol meningkatkan indeks laju alir sampai pada suatu nilai tertentu
kemudian akan berbalik menurunkan indeks. Dosis gliserol yang memberikan
indeks laju alir tertinggi adalah 27.5 % dengan nilai indeks laju alir 5.37 g/10
menit. Penambahan gliserol sebagai plastisiser dapat meningkatkan sifat
termoplastis dan daya alir tepung ubi kayu (Song dan Zheng 2008, dan Mali et al.
2005) menurunkan viskositas, titik leleh, dan temperatur transisi gelas (Chanda
dan Roy 2007) sehingga indeks laju alir komposit tepung ubi kayu termoplastikLLDPE meningkat seiring peningkatan dosis gliserol. Namun setelah mencapai
dosis 27.5 terjadi penurunan kembali indeks laju alir komposit yang dihasilkan.
Hal ini diduga disebabkan oleh terlalu banyaknya gliserol yang berlebih tidak
akan terikat pada tepung ubi kayu ataupun LLDPE sehingga berada dalam kondisi
bebas yang menyebabkan komposit menjadi lengket dan sulit mengalir melalui
celah sempit.
Tingkat kepercayaan 95 %
gliserol
asam stearat
Polyoxyethylene stearate
Gambar 21 Profil prediksi pengaruh formulasi terhadap indes laju alir komposit
Gliserol
(%)
Asam
stearat (%)
Polyoxy ethylene
stearate (%)
Kuat tarik
(MPa)
Modulus Young
(MPa)
Yellowness
index
opasitas
30
8.36
5.61
5.63
181.3
36.28
29.42
38.4
5.74
5.23
175.3
43.28
32.37
25
5.41
4.78
183.0
48.18
40.34
35
5.78
5.52
159.3
48.37
41.48
30
5.38
5.58
184.3
48.52
39.94
30
5.31
5.46
182.7
47.05
39.06
35
6.08
5.32
185.0
43.46
32.06
25
5.23
5.02
183.3
43.06
31.06
30
5.24
5.65
184.7
30.74
26.26
10
30
5.28
5.56
187.3
45.01
31.68
11
30
1.64
5.12
5.29
183.0
36.05
28.86
12
30
5.39
5.46
188.3
44.07
32.70
13
30
10.36
5.56
5.22
182.0
42.87
33.84
14
25
5.16
5.03
191.7
43.90
32.58
15
35
5.94
5.37
188.7
44.00
32.34
16
35
5.78
5.27
189.0
41.62
31.72
17
30
3.64
5.21
5.44
185.3
49.78
42.26
18
21.6
4.79
5.06
191.7
36.41
29.23
19
25
5.40
5.02
185.7
43.56
32.16
20
30
5.30
5.53
195.3
36.28
29.42
asam stearat
gliserol
asam stearat
permukaan respon
gliserol
plot kontur
70
Persamaan tersebut menunjukkan bahwa indeks laju alir komposit
ditentukan oleh formulasi yang digunakan. Dosis gliserol memberikan pengaruh
negatif, sementara dosis asam stearat dan polyoxyethylene stearate memberikan
pengaruh positif. Semakin tinggi dosis gliserol maka indeks laju alir komposit
semakin turun, sementara asam stearat dan polyoxyethylene stearate memberikan
pengaruh sebaliknya.
Koefisien determinasi persamaan hubungan antara formulasi komposit
tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE terhadap indeks laju alir belum cukup
tinggi, yaitu 75.49 %. Hasil analisis dengan metoda permukaan respon
ditampilkan pada Lampiran 6a. Hal tersebut menunjukkan bahwa ada hal lain
yang mempengaruhi nilai indeks laju alir selain ketiga faktor perlakuan yang
digunakan. Diduga kondisi proses komponding ikut memberikan pengaruh
terhadap nilai indeks laju alir komposit. Pada penelitian ini kondisi proses dibuat
sama untuk semua kombinasi perlakuan yang diberikan mengikuti kondisi proses
yang telah ditentukan pada tahap sebelumnya. Sementara setiap kombinasi
formuladengan komposisi bahan berbeda diduga memerlukan kondisi proses
seperti temperatur dan waktu proses yang berbeda pula. Kondisi ini
mempengaruhi terjadinya interaksi antar bahan pada saat komponding yang
melibatkan temperatur dan tekanan.
Karakter mekanis
Profil prediksi pengaruh formulasi terhadap kuat tarik film komposit tepung
ubi kayu termoplastik-LLDPE ditampilkan pada Gambar 23. Gambar 23
menunjukkan bahwa penambahan dosis gliserol sampai 30 % memberikan
pengaruh positif terhadap kuat tarik. Semakin tinggi dosis gliserol diberikan
maka kuat tarik film komposit yang dihasilkan cenderung meningkat kemudian
menurun kembali akibat penambahan gliserol. Peningkatan kuat tarik pada dosis
gliserol rendah disebabkan kemungkinan terbentuknya interaksi antara gliserol
dan tepung ubi kayu dengan LLDPE yang dibantu adanya asam stearat sebagai
kompatibiliser. Penambahan lebih jauh justru menurunkan kuat tarik, seperti hal
hasil penelitian Mali et al. (2005), Kalambur dan Rizvi (2006), Chanda dan Roy
(2007) yang menunjukkan bahwa penambahan plastisiser dapat menurunkan
modulus elastisitas dan kuat tarik komposit yang dihasilkan. hal ini diduga
keberadaan gliserol yang terlalu banyak justru menganggu interaksi antara pati
dan serat di dalam tepung ubi kayu dengan LLDPE terkompatibilisasi.
Asam stearat memberikan pengaruh positif sampai dengan 7 % kemudian
berbalik sedikit menurunkan kuat tarik film komposit yang dihasilkan. Hal ini
diduga pada dosis rendah, penambahan asam stearate akan memberikan
peningkatan efek sebagai kompatibiliser dengan membentuk ikatan dengan
LLDPE dan memberikan sumbangan gugus fungsional yang bersifat hidrofilik
pada rantai LLDPE.
Penambahan asam stearat lebih banyak lagi akan
menyebabkan asam stearat berlebih yang berfungsi sebagai berfungsi sebagai
dispersant yang memperbaiki dispersi tepung ubi kayu ke dalam matriks
LLDPEdan sebagai pelumas yang menyebabkan gangguan pada ikatan antara
tepung ubi kayu dengan LLDPE. Masuknya tepung ubi kayu ke dalam matriks
LLDPE tanpa adanya interaksi antar muka yang baik justru menurunkan kuat tarik
komposit karena tepung ubi kayu justru mengganggu ikatan diantara molekul
LLDPE sendiri. Pada dosis yang cukup, asam stearat akan memperbaiki interaksi
71
antar muka antara tepung ubi kayu termoplastik dengan LLDPE sehingga kuat
tariknya mengalami peningkatan.
Selang kepercayaan 95 %
gliserol
asam stearat
Polyoxyethylene stearate
Asam stearat
Asam
stearat
gliserol
gliserol
72
Dengan metoda permukaan respon diperoleh persamaan hubungan antara
formulasi dengan kuat tarik film komposit sebagai berikut:
Kuat tarik = 5.544248 + 0.140289 A - 0.030753 B + 0.001597 C
- 0.167418 A2 + 0.05625 AB - 0.00625 AC - 0.10201 B2
- 0.04125 BC - 0.056048 C2
Dimana:
A = dosis gliserol (%)
B = dosis asam stearate (%)
C = dosis polyoxyethylene stearate (%)
Koefisien determinasi untuk persamaan adalah 83.54% . Hasil analisis
metode permukaan respon terhadap kuat tarik selengkapnya ditampilkan pada
Lampiran 6b. Dengan demikian sebagaimana halnya pada indeks laju alir, kuat
tarik pun masih dipengaruhi oleh faktor lain selain faktor perlakuan yang
dikenakan selama penelitian.Faktor lain yang diduga mempengaruhi kuat tarik
adalah kondisi proses seperti temperatur dan waktu komponding serta temperatur
film blowing.Temperatur dan waktu proses yang seragam diduga belum
memberikan kondisi proses optimum untuk terjadinya proses kompondingataupun
film blowing pada masing-masing formulasi. Hal ini menyebabkan ikatan antara
resin LLDPE terkompatibilisasi dengan tepung ubi kayu termoplastik belum
terbentuk secara baik.
Kuat tarik film komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE yang
dihasilkan antara 4.78 5.65 MPa tidak terlalu jauh jika dibandingkan dengan
kuat tarik LLDPE, yaitu 8.34 MPa (Arvanitoyannis et al. 1998) atau 1200 2000
Psi atau setara dengan 8.7 13.8 MPa (Chanda dan Ray 2007). Kuat tarik
tersebut memberikan film komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE yang
dihasilkan memiliki kekuatan yang cukup sebagai kantong belanja atau kantong
buah.
Selang kepercayaan 95 %
Gliserol
Asam stearat
Polyoxyethylene stearate
73
Permukaan respon formulasi terhadap modulus Young tidak menunjukkan
pola yang sama. Gambar 25 menunjukkan bahwa penambahan Gliserol dan
polyoxyethylene stearate sedikit meningkatkan modulus Young tetapi
penambahan asam stearat justru menurunkan modulus Young. Pengaruh
formulasi terhadap Modulus Young tidak memberikan penyelesaian optimum
(saddle point) sementara untuk kuat tarik diperoleh kuat tarik maksimum pada
5.54 MPa. Grafik permukaan respon dan plot kontur formulasi terhadap modulus
Young disajikan pada Gambar 26.
Asam stearat
Gliserol
Asam stearat
Gliserol
Permukaan respon
Plot kontur
Level tetap : polyoxyethylene stearate = 5 %
74
pada Gambar 27. Gambar 27 menunjukkan tidak adanya hubungan korelasi
antara kuat tarik dengan Modulus Young.
Yellowness index
Karakter optis
Karakter optis yang diuji adalah yellowness index (derajat kuning) dan
opasitas film komposit yang dihasilkan. Profil prediksi pengaruh formulasi
terhadap derajat kuning ditampilkan pada Gambar 28.
Gambar 28 menunjukkan bahwa peningkatan gliserol memberikan pengaruh
positif terhadap yellowness index film komposit yang dihasilkan. Semakin tinggi
dosis gliserol diberikan maka yellowness index film komposit yang dihasilkan
semakin tinggi, berarti gliserol memberikan pengaruh buruk terhadap film
komposit dengan menyebabkan film menjadi lebih gelap. Peningkatan yellowness
index ini dapat disebabkan oleh terjadinya karamelisasi pada gliserol, pati, dan
serat yang terkandung di dalam tepung ubi kayu akibat temperatur proses yang
tinggi dengan kondisi air yang kurang, atau terjadinya reaksi Maillard antara
gugus hidroksil pada gliserol, pati, dan serat dengan gugus amina pada protein
yang terkandung di dalam tepung ubi kayu.
Selang kepercayaan 95 %
75
Asam stearat memberikan pengaruh yang sama dengan gliserol, yaitu
semakin tinggi dosis asam stearat diberikan maka film komposit akan semakin
gelap pula. Sementara polyoxyethylene stearate memberikan pengaruh agak
berbeda. Panambahan polyoxyethyelene stearate dalam dosis rendah
menyebabkan penurunan yellowness index namun penambahan lebih lanjut justru
meningkatkan yellowness index film komposit.
Persamaan hubungan antara formulasi film komposit dengan yellowness
index adalah sebagai berikut:
yellowness index = -95.0012 + 5.396321A + 11.82421B + 2.238836C 0.035208A2 - 0.325563AB - 0.113187AC - 0.026922B20.179219BC + 0.26697C2
Dimana:
A = dosis gliserol (%)
B = dosis asam stearat (%)
C = dosis polyoxyethylene stearate (%)
Asam stearat
Yellowness index
Yellowness index
Gliserol
Gliserol
Gliserol
Asam stearat
Permukaan respon
Plot kontur
Level tetap : polyoxyethylene stearate = 5
Gambar 29 Permukaan respon formulasi terhadap yellowness index
Nilai koefisien determinasi dari persamaan hubungan antara formulasi film
komposit dengan yellowness index masih rendah yaitu 52.34. Hasil analisis
metode permukaan respon ditampilkan pada Lampiran 6c. Nilai ini menunjukkan
ada faktor lain yang mempengaruhi yellowness index film komposit yang
dihasilkan. Kurva permukaan respon pengaruh formulasi terhadap yellowness
index ditampilkan pada Gambar 29.
Gliserol memberikan pengaruh terhadap penurunan opasitas film komposit.
Pada dosis rendah sampai dengan 30 %, gliserol menyebabkan sedikit
peningkatan opasitas, namun peningkatan dosis gliserol berikutnya dapat
menurunkan opasitas (Gambar 30). Opasitas film komposit diharapkan rendah
agar film memiliki sifat transluscent sehingga ketika digunakan sebagai kantong
maka apa yang ditempatkan di dalam kantong masih dapat terlihat dari luar.
76
Selang kepercayaan 95 %
77
Opasitas
Asam stearat
Opasitas
Asam stearat
gliserol
gliserol
Permukaan respon
Plot kontur
Level tetap : polyoxyethylene stearate = 5 %
Gambar 31 Kurva permukaan respon hubungan antara formulasi dengan
opasitas
Formula optimal
Optimasi dilakukan dengan tujuan maksimasi kuat tarik, Modulus Young,
dan elongasi serta minimasi opasitas dan yellowness index. Karakteristik film
komposit sasaran ditetapkan sesuai dengan hasil analisis yang dilakukan pada
kantong plastik belanja komersial, yaitu minimal 5MPa, Modulus Young minimal
160 MPa, opasitas maksimal 50, dan yellowness index maksimal 45. Metode
permukaan respon memberikan dua penyelesaian optimum dengan tingkat
desirability 0.599. Formula optimum yang didapat untuk rasio tepung ubi
kayu:LLDPE = 30:70 adalah :
1. 31.40 % gliserol, 7.94 % asam stearat, dan 5.48 % polyoxyethylene stearat
2. 31.38 % gliserol, 8.89 % asam stearat, dan 5.93 % polyoxyethylene stearat
Karakteristik film komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE yang
dihasilkan adalah:
Kuat tarik 5.56 Mpa,
Modulus Young 185.42 Mpa atau 185.43 Mpa,
Opasitas 43.62, dan
Yellowness 33.44.
Karakteristik tersebut sudah dapat memenuhi kriteria film untuk kantong belanja.
78
Saran
Perlu dikaji teknik komponding dan pembuatan film komposit yang lebih
sesuai untuk formulasi yang ada sehingga dapat dihasilkan komposit dan film
komposit yang lebih baik. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi karakteristik
komposit dan film komposit perlu dikaji untuk mendapatkan hubungan antara
formulasi dan faktor lain terhadap karakteristik komposit dan film komposit yang
79
lebih baik dan mendekati kondisi sebenarnya, misalnya dengan mengambil
kondisi proses sebagai salah satu faktor perlakuan.
80
DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1994. Official Method of
Analysis of The Association of Official Analytical Chemist. AOAC, Inc.
Virginia, USA.
---------. 1995. Official Method of Analysis of The Association of Official
Analytical Chemist. AOAC, Inc. Virginia, USA.
---------. 1999. Official Method of Analysis of The Association of Official
Analytical Chemist. AOAC, Inc. Virginia, USA.
Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarnawati SB. 1989. Petunjuk
Laboratorium: Analisis Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB. Bogor, Indonesia.
Arvanitoyannis I, Costas GB, Hiromasa O, Kawasaki N. 1998. Biodegradable
films made from Low-Density Polyethylene (LDPE), rice starch and potato
starch for food packaging applications: Part 1. Carbohdr Polym 36:89-104.
[ASTM] American Society for Testing and Material. 1980. Annual Book of ASTM
Standards. Volume 14. American Society for Testing and Material
Philadelphia, USA.
---------. 1991. Annual Book of ASTM Standards. Volume 8. American Society for
Testing and Material Philadelphia, USA.
Azeredo HMC. 2009. Nanocomposites for food packaging applications. Food
Res Inter 42:1240-1253.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2011. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Ubi
Kayu Menurut Provinsi, 2011. http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php (diakses
tanggal 6 Juni 2013).
Bah FB, Oduro I, Ellis WO, Safo-Kantanka O. 2011. Factor Analysis and Age at
Harvest : Effect on the Quality of Flour from Four Cassava Varieties. World
J Dairy Food Sci 6(1): 43-54.
Barnetson A. 1996. Packaging: Developments in Markets, Materials & Processes.
iSmithers Rapra Publishing.
Billmeyer FW Jr. 1984. Text Book of Polymer Science. JohnWiley and Sons Inc.
New York, USA.
Chanda M, Roy SK. 2007. Plastic Technology Handbook. CRC Press. New York,
USA.
Chaudhary AL, Torley PJ, McCaffery HN, Chaudary DS. 2009. Amylose content
and chemical modification effects on thermoplastic starch from maize:
processing and characterization using conventional polymer equipment.
Carbohydr Polym 78:917-925.
Christianty MU. 2009. Produksi biodegradable plastik melalui pencampuran pati
sagu termoplastis dan compatibilized linier low density polyethylene [Tesis].
Institut Pertanian Bogor. Bogor, Indonesia.
Corradini E, AJF Carvalho, Curvelo AAdaS, Agnelli JAM, dan Mattoso LHC.
2007. Preparation and characterization of thermoplastic starch/zein blends.
Mat Res 10 (3):227-231
Cuq B, Gontard N, Cuq JL, Guilbert S. 1997. Selected functional properties of
fish myofibrillar protein-based films as affected by hydrophilic plasticizer.
J Agric Food Chem 45:622-626.
81
Curvelo AA, de Carvalho AJF, dan Agnelli JAM. 2001. Thermoplastic Starch
Cellulosic Fibers Composites: Preliminary Results. Carbohydr Polym
45:183-188.
Czigany T, Romhany G, dan Kovacs J G. 2007. Starch for injection moulding
purpose. di dalam. Fakirov, S. dan Bhattacharyya, D. Eds. Engineering
Biopolymers: Homopolymers, Blends, Composites. Hanser, Munich.
de Graff RA, Karman AP, Janssen LBPM. 2003. Material properties and glass
transition temperature of different thermoplastic starches after extrusion
processing. Starch/Staerke 55:80-86.
de Vlieger JJ. 2003.Green plastics for food packaging. Di dalam Advenainen
(Ed.) Novel Food Packaging Techniques. Woodhead Publishing Ltd. and
CRC Press LLC. New York, USA.
Dinas Kebersihan Propinsi DKI Jakarta. 2011. Laporan Tahunan. Pemerintah
Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Dziedzic SZ, Kearsley MW. 1995. The technology of starch production. Di
dalam. Kearsley MW, Dziedzic SZ, ed. Handbook of Starch Hydrolysis
Product and Their Derivatives. Blackie Academic, London, UK.
[Emery]. 2013. Product Specification : Stearic Acid. Emery Sdn. Bhd. Malaysia.
Enriquez, JKEDV, Santiago PJM, Ong TF, Chakraborty S. 2010. Fabrication and
characterization of high-density polyethylene-coconut coir composites with
stearic acid as compatibilizer. J Thermoplas Composite Mat 23(3): 361-373.
Escamilla GC, Canche-Canche M, Duarte-Aranda S, Caceres-Farfan M, BorgesArgaez R. 2011. Mechanical properties and biodegradation of thermoplastic
starches obtained from grafted starches with acrylics. Carbohydr Polym
86:1501-1508.
Fang Q, Hanna MA. 2001. Preparation and characterization of biodegradable
copolyester-starch base foams. Biores Technol 78:115-122.
Favis BD, Rodriguez F, Ramsay BA. 2005. Method of making polymer
compositions
containing
thermoplastic
starch.
http://www.freepatentsonline.com/6844380.html. [12 Februari 2014].
Fung KL, Li RKY, Tjong SC. 2002. Interface modification on the properties of
sisal fiber-reinforced polypropylene composites. J Appl Polym Sci 85:169176.
Geng Y. 2005. Investigation of New Compatibilizer Systems for WoodPolyethylene Composites. [disertasi]. Oregon State University. Oregon, USA.
Godbole S. Gote S, Latkar M. Chakrabarti T. 2002. Preparation and
characterization of biodegradable poly-3-hydroxybutyrate-starch blend
films. Biores Technol 86:33-37
Hietala M. 2013. Extrusion Processing of Wood-Based Biocomposites. [Doctoral
Thesis]. Lulea University of Technology. Lulea, Swedia.
Huneault MA, Li H. 2007. Morphology and properties of compatibilized
polylactic/thermoplastic starch for degradable polyethylene sheets. Polym
Degrad Stab 73:363-375.
Ishiaku US, Pang KW, Lee WS, Ishak ZAM. 2002. Mechanical properties and
enzymic degradation of thermoplastic and granular sago starch filled poly(caprolactone). Euro Polym J 38:393-401.
[ISO] International Organization for Standardization. 1995. General Methods of
Test for Pigments and Extenders - Part 2: Determination of Matter Volatile at
82
105 Degrees Celsius. International Organization for Standardization. Berlin,
Jerman.
Jayasekara R, Harding I, Bowater I, Lornergan G. 2005. Biodegradability of
and Polymer Blends and Standard Methods for Assessment of
Biodegradation. J Polym Environ 13:231-251
[JIS] Japanese Industrial Standard. 1999. Plastics-Methods of Determining the
Density and Relative Density of Non-Cellular Plastics. Japanese Industrial
Standard. Jepang.
Juniawan R. 2014. Produksi Kantong Plastik Komposit dari Tepung Ubi Kayu
dan LLDPE. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor, Indonesia.
Kaci MH, Djidjelli A, Boukerrou L, Zaidi. 2007. Effect of wood filler treatment
and EBAGMA compatibilizer on morphology and mechanical properties of
low density polyethylene/olive husk flour composites. EXPRESS Polym
Lett 1:467-473.
Kalambur S, Rizvi SSH. 2006. An overview of starch-based plastic blends from
reactive extrusion. J Plast Film Sheet 22:39-58
Kementrian Lingkungan Hidup. 2008. Makalah Seminar: Kebijakan Pengelolaan
Lingkungan Hidup dalam seminar Nasional Meretas Langkah Menuju
Bumi Bebas Sampah Plastik dengan Bioplastik. Universitas Negeri
Jogjakarta: 6 November 2008.
Kim H, Biswas J, Choe S. 2006. Effects of stearic acid coating on zeolite in
LDPE, LLDPE, and HDPE composites. Department of Chemical
Engineering, Inha University, Incheon, South Korea.
Kim M, Lee SJ. 2002. Characteristics of crosslink potato starch and starch-filled
LLDPE films. Carbohydr Polym 50:331-337.
Leadprathom J, Suttiruengwong S, Threepopnatkul P, dan Seadan M. 2010.
Compatibilized polylactic acid/thermoplastic starch by reactive blend. J
Met Mat Min 20:87-90
Lechner, C. 2008. Additives for Natural fibre reinforced plastics-especially for
WPC. Seminar Naturfaser-Compoundierung fur die Chemische Industrie.
20 Nopember 2008. Hannover.
Lee M. 2009. Kajian Produksi Plastik Komposit Campuran Pati Termoplastis dan
Polietilen [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor, Indonesia.
Lide DR. 1995. Handbook of Chemistry and Physics. CRC Press. Boca Raton,
FL. USA.
Liu H, Xie F, Yu Y, Chen L dan Li L. 2009. Thermal processing of starch-based
polymers. Polym Sci 34:1348-1368
Lourdin D, Valle D, Colonna P. 1995. Influence of amylose content on starch
films and foams. Carbohydr Polym 27:261-270.
Mali S, Sakanaka LS, Yamashita F, Grossman MVE. 2005. Water sorption and
mechanical properties of cassava starch films and their relation to
plasticizing effect. Carbohydr Polym 60:283-289.
Mali S, Grossmann MVE, Garca MA, Martino MN, Zaritzky NE. 2008.
Antiplasticizing effect of glycerol and sorbitol on the properties of
cassava starch Films. Brazilian J Food Technol 11(3):194200.
Maniar KK, 2004. Polymeric Nanocomposites: A review. Polym Plastics Technol
Eng 43: 427-443
83
Manners, DJ. 1989. Recent developments in our understanding of amylopectin
structure. Carbohydr Polym 11:87-112.
Mbey JA, Hoppeb S, Thomasa F. 2012. Cassava starch-kaolinite composite film.
Effect of clay content and claymodification on film properties. Carbohydr
Polym 88:213-222.
McHugh TH, Krochta JM. 1994. Sorbitol vs glycerol plasticized whey protein
edible films: Integrated oxygen permeability and tensile property evaluation.
J Agric Food Chem 42:841-845.
Metha A K dan Jain D. 2007. Polymer blends and alloys Part-I compatibilizers- a
general survey. http://www.plusspolymers.com. [diakses 10 Januari
2011].
Mohanty A K, Misraand M, dan Drzal LT. 2005. Natural Fibers, Biopolymers,
and Biocomposites. CRC Press. Boca Raton, FL, USA.
Morawietz K. 2006. Industrial development of environmental degradable plastics:
From the idea to a commercial product. Workshop Sustainable plastics in
India and Asian Countries 14-16 Desember 2006. In India. Biopolymer
Technology. Germany.
Mueller RJ. 2006. Biological degradation of synthetic polyesters - enzymes as
potential catalysts for polyester recycling. Proc Biochem 41:21.
Myers D. 2006. Surfactant Science and Technology. John Wiley and Sons. New
Jersey, USA.
Nikazar M, Safari B, Bonakdarpour, dan Milani Z. 2005. Improving The
Biodegradability and Mechanical Strength of Corn Starch-LDPE Blends
Through Formulation Modification. Iranian Polym J 14(12):1050-1057.
Ning W. Jiugao Y. Xiaofei M, Ying W. 2007. The influence of citric acid on the
properties of thermopastic starch/linear low-density polyethyelene blends.
Carbohydr Polym 67:446-453.
Permatasari NA. 2010. Produksi Plastik Komposit dari Campuran TapiokaOnggok Termpolastis dengan Compatibilized Polietilen. [Tesis]. Institut
Pertanian Bogor. Bogor, Indonesia.
Pedroso AG, Rosa DS. 2005. Mechanical, thermal, and morphological
characterization of recycled LDPE/corn starch blends. Carbohydr Polym
59:1-9.
Pouplin M, Redl A, Gontard N. 1999. Glass transition of wheat gluten plasticized
with water, glycerol, or sorbitol. J Agric Food Chem 47:538-543.
Prachayawarakorn J, Sangnitidej P, Boonpasith P.
2010. Properties of
thermoplastiic rice starch composites reinforced by cotton fiber or low
density polyethylene. Carbohydr Polym 81:425-433.
Pritchard G. 1998. Plastics Additives An A-Z Reference. Chapman and Hall.New
York, USA.
Pushpadass HA, Robert WW, Joseph JD, Milford AH. 2010. Biodegradation
characteritics of starch-polystyrene loose-fill foams in a composting
medium. Biores Technol 101:7258-7264.
Ray SS, Bousmina M. 2005. Biodegradable polymers and their layered silicate
nano composites: In greening the 21 st century materials world. Mat Sci
50:962-1079
Rickard JE, Asaoka M, Blanshard JMV. 1991. The physico-chemical properties
of cassava starch. Rev Crop Sci 31:189-207.
84
Rivero IE, Balsamo V, Muller AJ. 2009. Microvae-assisted modification of
starch for compatibilizing LLDPE/starch blends. Carbohydr Polym 75:343350.
Salmoral EM, Gonzalez ME, Mariscal MP. 2000. Biodegradable plastic made
from bean products. Industrial Crops and Products 11:217-225.
Saputra H A, Simonsen J, dan Li K. 2007. Effects of compatibilizers on the
flexural properties of grass straw-polyethylene composites. J. Biobased
Mat Bioenergy 1:137-142
Scheneider H, Niegisch N, Mennig M, dan Schmidt. 2004. Hydrophilic coating
materials. Di dalam. Aegerts, M.A. dan Mennig, M. ed. Sol-Gel
Technologies for Glass Producer and Users. Kluwer Academic Publ.,
Dordrecht.
Scott G. 2000. 'Green' polymers. Polym Degrad Stab. 68:7-12
Shimano M. 2001. Biodegredation of plastics. Biotechnol 12:5-10
Song Y, Zheng Q. 2008. Improve tensile strength of glycerol-plasticized gluten
bioplastic containing hydrophobic liquids. Biores Technol 99:7665-7671.
Souza AC, Benze R, Ferrao ES, Ditcfield C, Coelho ACV, Tadini CC. 2012.
Cassava starch biodegradable films: Influence of glycerol and clay
nanoparticles content on tensile and barrier properties and glass transition
temperature. Food Sci Technol 46:110-117.
Stevens MP. 2007. Polymer Chemistry. Iis Sopyan, penerjemah. PTPradnya
Paramita. Jakarta, Indonesia.
Sun S, Song Y, Zheng Q. 2008. Thermo-molded wheat gluten plastics plasticized
with gliserol: effect of molding temperature. J Food Hydrocolloids 22:10061013.
Supriyati K. 2009. Onggok Terfermentasi Bahan Pakan Bergizi Tinggi. Balai
Penelitian Ternak. Bogor, Indonesia.
Surdia T dan Saito S. 1985. Pengetahuan Bahan Teknik. Pradnya Paramita,
Jakarta.
Teixeira EM, da Rosa AL, Carvalho AJF, dan Curvelo AA. 2001. Comparative
study of thermoplastic starches obtained from industrialized cassava
starch, native cassava, and cassava bagasse. Carbohyd Polym 45:189-194
Tena-Salcido CS, Rodriguez-Gonzales FJ, Mendez-Hernandez ML, ContrerasEsquivel JC. 2008. Polymer Bulletin 60:677-688.
Vroman I dan Tighzert L. 2009. Biodegradable Polymers. Mat 2:307-344
Waryat, Romli M, Suryani A, Yuliasih I, Johan S. 2013. Using of a
Compatibilizer to Improve Morphological, Physical and Mechanical
Properties of Biodegradable Plastic From Thermoplastic Starch/LLDPE
Blends. Inter J Eng Technol. IJET-IJENS 13(01).
Widyasari R. 2010. Kajian Penambahan Onggok Termoplastis terhadap
Karakteristik Plastik Komposit Polietilen. [Thesis]. Sekolah Pasca Sarjana.
IPB, Bogor.
Yuliasih I. 2008. Fraksinasi dan Asetilasi Pati Sagu (Metroxylon sagu Rottb.)
serta Aplikasi Produknya Sebagai Bahan Campuran Plastik Sintetis.
[Disertasi]. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor, Indonesia.
Yuliasih I, Sunarti TC, Waryat, Misgiyarta. 2010. Pembuatan bioplastik untuk
kemasan pangan berbasis onggok. Laporan Hasil Penelitian KKP3T. IPB.
Bogor, Indonesia.
85
LAMPIRAN
86
Lampiran 2 Prosedur analisis
1. Kadar Air (AOAC, 1999)
Cawan kosong dikeringkan dalam oven pada temperatur 105oC selama
10 menit. Sebanyak 2-3g sampel ditimbang di dalam cawan yang telah
dikeringkan dan diketahui bobotnya. Sampel dikeringkan dalam oven
bertemperatur 105oC selama 5 jam. Sampel didinginkan dalam desikator
selama 15 menit dan ditimbang bobot akhirnya sampai bobot konstan.
Keterangan :
a = bobot kertas saring dan residu yang telah dikeringkan (g)
b = bobot kertas saring kosong (g)
87
4. Kadar Lemak (AOAC, 1995)
Kertas saring dibentuk seperti tabung dan dikeringkan pada temperatur
105oC selama 1 jam. Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan di dalam
oven, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang (A). Sampel 2-3 g
dimasukkan di dalam kertas saring dan dimasukkan ke dalam Soxhlet. Alat
kondensor diletakkan di atas labu lemak. Ekstraksi menggunakan pelarut
heksan secukupnya. Proses dilanjutkan dengan refluks selama 6 jam sampai
pelarut yang turun kembali ke labu lemak menjadi bening. Pelarut yang ada di
dalam labu lemak didestilasi dan pelarut ditampung kembali. Labu lemak yang
berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven 105oC hingga mencapai
bobot tetap, lalu didinginkan dalam desikator. Labu beserta lemak yang ada di
dalamnya ditimbang (B), sehingga dapat diketahui bobot lemaknya.
Keterangan:
V1 = Volume larutan HCl untuk sampel (ml)
V2 = Volume larutan HCl untuk blanko (ml)
6. Kadar Pati Metode Somogy Nelson (Apriyantono et al. 1989)
Kadar total gula dan pati sampel pati dianalisis dengan menggunakan
metode fenol sulfat yang mencakup tahapan pembuatan kurva standar larutan
glukosa, persiapan sampel, dan analisis sebagai berikut.
88
Larutan glukosa murni (0.5 ml) yang masing-masing mengandung 0.0;
10.0; 20.0; 30.0; 40.0; 50.0; 60.0; 70.0 dan 80.0 g larutan glukosa
ditempatkan dalam tabung reaksi. Ke dalam masing-masing tabung reaksi
tersebut ditambahkan 0.5 ml fenol 5%, kemudian diaduk dengan menggunakan
vorteks. Sebanyak 2.5 ml larutan H2SO4 pekat ditambahkan secara cepat ke
dalam tabung reaksi tersebut (terjadi reaksi eksoterm yang menghasilkan
panas). Larutan tersebut didiamkan selama 10 menit, kemudian diaduk lagi
dengan vorteks. Sampel disimpan pada temperatur ruang selama 20 menit
sebelum diukur absorbansi dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang 490 nm. Persamaan dan kurva standar larutan glukosa dibuat
sebagai hubungan antara konsentrasi larutan glukosa (sumbu x) dan absorbansi
(sumbu y).
Sebanyak 1 g pati dimasukkan secara perlahan ke dalam 100 ml etanol
95% dan dihomogenkan menggunakan pengaduk magnetik. Suspensi pati
kemudian disaring menggunakan kertas saring. Kertas yang berisi residu pati
didiamkan semalam di dalam desikator. Residu pati ditimbang sehingga
diketahui bobotnya untuk menghitung pati pada sampel sebelum mengalami
pencucian dengan etanol. Setelah pati kering, pati yang terdapat dalam kertas
saring diambil, kemudian dihaluskan dengan mortar. Sebanyak 40 mg pati
yang telah dihaluskan ditambah dengan 20 ml akuades, lalu diotoklaf pada
temperatur 105 oC selama 1 jam. Setelah diotoklaf, sampel didinginkan pada
temperatur kamar lalu diencerkan 40 kali.
Sebanyak 0.5 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian
ditambahkan 0.5 ml fenol 5% dan dihomogenkan dengan menggunakan
vorteks. Sebanyak 2.5 ml larutan H2SO4 pekat lalu ditambahkan secara cepat
ke dalam tabung reaksi, sehingga terjadi reaksi eksoterm yang menghasilkan
panas. Larutan sampel kemudian didiamkan selama 10 menit pada temperatur
ruang, diaduk dengan vorteks dan didiamkan kembali selama 20 menit pada
temperatur ruang. Nilai absorbansi diukur dengan spektrofotometer UV-Vis
pada panjang gelombang 490 nm. Kadar glukosa (g/ml) ditentukan dengan
menggunakan kurva standar. Kadar total gula (% bb) diperoleh dari kurva
standar, sedangkan kadar pati (% bb) dihitung dengan mengalikan kadar total
gula dengan faktor 0.9.
7. Kadar Amilosa (AOAC 1994)
Perhitungan kadar amilosa dilakukan dengan menetapkan kurva standar
terlebih dahulu. Amilosa murni diukur sebanyak 40 mg dan dimasukkan ke
dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH
1 N. Campuran dipanaskan di dalam air mendidih selama 10 menit hingga
terbentuk gel kemudian didinginkan. Campuran dipindahkan ke dalam labu
takar 100 ml dan ditepatkan hingga tanda tera dengan menggunakan akuades.
Larutan tersebut masing-masing 1, 2, 3, 4, 5 ml dimasukkan ke dalam labu
takar 100 ml, kemudian ke dalam setiap labu takar ditepatkan sampai tanda tera
dengan akuades dan dibiarkan selama 20 menit. Intensitas warna biru yang
terbentuk diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm,
kemudian dibuat kurva standar antara konsentrasi amilosa murni dengan
absorbansi.
89
Setelah dibuat kurva standar, dilakukan penetapan sampel dengan
memasukkan 100 mg sampel ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 1 ml
etanol 95 % dan 9 ml NaOH 0,1 N. Campuran dipanaskan di dalam air
mendidih selama 10 menit sampai membentuk gel dan didinginkan. Campuran
dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditepatkan hingga tanda tera
dengan menggunakan akuades. Larutan tersebut sebanyak 5 ml dimasukkan
dalam tabung reaksi 100 ml, lalu ditambahkan 1 ml asam asetat 1 N dan 2 ml
larutan Iod. Campuran dalam labu takar ditepatkan hingga tanda tera dengan
akuades, dikocok, dan dibiarkan selama 30 menit. Intensitas warna biru yang
terbentuk diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 620 nm.
Kadar amilosa sampel dapat dihitung.
Keterangan:
A = Konsentrasi amilosa dari persamaan kurva standar (mg/ml)
fp = Faktor pengenceran
8. Kadar Air Plastik Komposit (ISO 787-2 1995)
Alat moisture analyzer dinyalakan dengan menekan tombol power.
Sample pan diletakkan dengan menggunakan pan handle di atas brezee
breaking. Tombol RESET ditekan sebelum pengetesan kadar air dimulai
hingga layar menampilkan angka 0. Sampe ditimbang sebanyak 10 0.5 g di
atas sampel pan. Heat cover moisture analyzer selanjutnya ditutup dan berat
sampel pada layar diperiksa kembali. Tombol START ditekan untuk memulai
pengetesan. Moisture analyzer akan melakukan pengetesan/pengukuran dan
berhenti secara otomatis. Nilai yang tertera pada layar adalah nilai kadar air
sampel.
9. Specific Gravity Plastik Komposit (JIS K-7112 1999)
Piknometer kosong (kering) diletakkan di atas neraca dan neraca diset di
angka 0. Sampel dimasukkan ke dalam piknometer dan ditimbang kemudian
bobotnya dicatat (A). Piknometer yang berisi sampel dipenuhi dengan alkohol
kemudian ditimbang kembali dan dicatat bobotnya (B). Piknometer
dikosongkan dan diisi kembali dengan alkohol kemudian ditimbang dan dicatat
bobotnya (C). Pengukuran bobot jenis alkohol dilakukan dengan cara
menimbang piknometer kosong volume 25 ml dan dicatat bobotnya (Y).
Alkohol dimasukkan ke dalam piknometer kosong dan diisi sampai penuh.
Piknometer yang berisi alkohol ditimbang kembali dan dicatat bobotnya (Z).
Specific gravity alkohol dan sampel dapat dihitung dengan rumus berikut.
90
10. Indeks Laju Alir (Melt Flow Index) Plastik Komposit (ASTM D1238
1991)
Mesin pengukur indeks laju alir dinyalakan dengan menekan tombol
ON. Temperatur pengukur indeks laju alir diatur pada angka 190C. Beban
sebesar 2.16 kg dipasang di atas alat penahan beban. Setelah temperatur
stabil, sebanyak 5 g sampel diambil dengan menggunakan sendok dan
dimasukkan sedikit demi sedikit ke dalam lubang silinder mesin pengukur
indeks laju alir. Sampel ditekan ke dalam lubang silinder dengan
menggunakan piston penekan sampai kira-kira 5 mm di bawah garis batas
bawah piston. Selanjutnya piston dari penahan beban dimasukkan ke dalam
lubang silinder. Sampel di dalam silinder dibiarkan hingga meleleh dan
ditunggu selama 4-5 menit. Alat penahan beban digeser ke kanan sehingga
pengunci piston tepat di atas ujung piston. Beban sebesar 2.16 kg diturunkan
dengan memegang kedua sisi kiri dan kanan dari penahan beban. Setelah
piston turun dan garis batas bawah piston berada sejajar dengan mulut silinder
bagian atas, sampel yang keluar dari die (mulut silinder bagian bawah)
dipotong dengan menggunakan pisau die searah jarum jam, disaat yang
bersamaan stopwatch dihidupkan. Setelah garis batas atas piston berada pada
mulut silinder, sampel dipotong dengan memutar pegangan pisau die searah
jarum jam dan disaat yang bersamaan stopwatch dimatikan. Potongan sampel
ditimbang dan dicatat bobotnya dan waktu pengetesan yang tertera pada
stopwatch juga dicatat. Setelah pengetesan dilakukan, piston penekan
diletakkan ke posisi semula dan lubang silinder dibersihkan dengan potongan
kain sampai tidak ada sampel yang tersisa. Selanjutnya mesin pengukur
indeks laju alir siap digunakan untuk sampel berikutnya. indeks laju alir
sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut.
Keterangan:
A = Bobot potongan sampel (g)
t = Waktu pengambilan sampel (detik)
11.Tebal Film
Film diukur tebalnya dengan menggunakan thickness meter pada lima
titik yang berbeda. Rata-rata dari lima tempat yang berbeda tersebut adalah
tebal film yang diukur.
12. Kuat Tarik dan Elongasi Film (ASTM D-882 1991)
Komputer dan mesin Universal Testing Machine (UTM) Lloyd
Instrument dihidupkan dengan cara menekan tombol power untuk memulai
pengetesan. Saluran angin dibuka sampai pengukur tekanan angin menunjuk
pada angka 5 bar. Lampu indikator berwana kuning pada mesin UTM
dimatikan dengan cara ditekan. Program NEXYGEN PLUS dibuka pada
komputer dan pilih pengaturan yang akan digunakan untuk menguji spesimen
film sesuai standar yang telah ditentukan. Spesimen film berukuran 50 mm x
20 mm dipasangkan pada grip atas dan bawah dengan cara menginjak tuas
91
kompresor hingga spesimen film terpasang dengan benar. Data tebal dan
ukuran film dimasukkan sebelum pengetesan dilakukan pada antar muka yang
tersedia. Tombol START pada layar komputer diklik untuk memulai
pengetesan kuat tarik dan elongasi. Komputer akan menunjukkan grafik
beban (Newton) per satuan waktu yang diterima oleh spesimen film. Ketika
spesimen film putus dan melewati maximum force-nya, maka crosshead/grip
penjepit film akan kembali ke posisi semula. Nilai kuat tarik dan elongasi
akan dihitung secara otomatis oleh program NEXYGEN PLUS dan hasilnya
dapat dilihat pada layar monitor komputer. Satuan kuat tarik dinyatakan
dalam MPa, sedangkan satuan elongasi dinyatakan dalam % . Pengujian kuat
tarik dan elongasi dilakukan pada 2 arah film yaitu machine direction (MD)
dan transverse direction (TD). Nilai kuat tarik dan elongasi secara manual
dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut.
92
diklik untuk memulai pengukuran. Nilai yellowness index akan dihitung
secara otomatis oleh program Color iControl dan hasil perhitungan dapat
dilihat pada layar monitor komputer.
Pengukuran opasitas film dilakukan dengan cara memilih mode
pengukuran Opacity_CR pada program Color iControl. Spesimen film
diletakkan pada viewport spektrofotometer dan dipastikan kembali viewport
benar-benar ditutupi seluruhnya oleh spesimen film. Tombol Measure pada
layar diklik untuk memulai pengukuran, selanjutnya identitas film
dimasukkan pada antar muka yang tersedia. Selanjutnya tombol Next diklik
untuk memulai pengukuran. Pengukuran dilakukan sebanyak dua kali untuk
satu spesimen film. Pengukuran pertama dilakukan dengan cara meletakkan
spesimen film pada latar belakang terang dan pengukuran kedua dilakukan
dengan cara meletakkan spesimen film pada latar belakang gelap. Nilai
opasitas film akan dihitung secara otomatis oleh program Color iControl dan
hasil perhitungan dapat dilihat pada layar monitor komputer.
93
Lampiran 2 Hasil analisis varian (ANOVA) pada parameter pelet komposit
a. ANOVA kadar air pelet komposit dengan kompatibiliser PFAD
df
JK
KT
F-hitung
F-tabel
(0.05)
Rasio tepung
0.360
0.360
1.147
5.318
Dosis gliserol
1.522
1.522
4.855
5.318
Dosis PFAD
0.123
0.123
0.391
5.318
0.479
0.479
1.527
5.318
0.048
0.048
0.153
5.318
Dosis gliserol *
Dosis PFAD
0.009
0.009
0.030
5.318
0.012
0.012
0.039
5.318
Galat
8
2.509
15
5.061
Jumlah
F-hitung < F-tabel tidak berbeda nyata
0.314
Sumber Variasi
df
JK
Rasio LLDPE :
1
0.261
tepung
Dosis gliserol
1
0.001
Dosis asam stearat
1
0.000
Rasio tepung * dosis
1
0.001
gliserol
Rasio tepung * dosis
1
0.021
asamstearat
Dosis gliserol * dosis
1
0.058
asamstearat
Rasio tepung * dosis
gliserol * dosis
1
0.003
asamstearat
Galat
8
6.161
Jumlah
15
61.196
F-hitung < F-tabel tidak berbeda nyata
KT
F-hitung
F-tabel
(0.05)
0.261
0.339
5.318
0.001
0.000
0.001
0.001
5.318
5.318
0.001
0.001
5.318
0.021
0.028
5.318
0.058
0.076
5.318
0.003
0.004
5.318
.770
94
c. ANOVA specific gravity pelet komposit dengan kompatibiliser PFAD
df
JK
KT
F-hitung
F-tabel
(0.05)
0.00201081
0.00201081
21.873**
5.318
Dosis gliserol
0.00072000
0.00072000
7.832**
5.318
Dosis PFAD
0.00006906
0.00006906
0.751
5.318
0.00014912
0.00014912
1.622
5.318
0.00000015
0.00000015
0.002
5.318
Dosis gliserol *
Dosis PFAD
0.00000054
0.00000054
0.006
5.318
0.00000589
0.00000589
0.064
5.318
8
15
0.00073545
0.004
0.00009193
Sumber Variasi
95
e.
4.002
4.002
310.717**
5.318
Dosis gliserol
2.202
2.202
170.932**
5.318
Dosis PFAD
0.934
0.934
72.536**
5.318
0.005
0.005
0.400
5.318
0.009
0.009
0.717
5.318
Dosis gliserol *
Dosis PFAD
0.181
0.181
14.031**
5.318
0.003
0.003
0.207
5.318
Galat
0.103
0.013
Jumlah
**) berbeda nyata
15
7.439
f. ANOVA indeks laju alir pelet komposit dengan kompatibiliser asam stearat
F-tabel
Sumber Variasi
df
JK
KT
F-hitung
(0.05)
Rasio LLDPE : tepung
5.318
1
0.024
0.024
0.430
Dosis gliserol
0.204
0.204
3.690
5.318
1.684
1.684
30.453**
5.318
0.106
0.106
1.925
5.318
0.045
0.045
0.818
5.318
0.096
0.096
1.735
5.318
0.004
0.004
0.077
5.318
0.442
0.055
15
295.641
96
Lampiran 3 Hasil analisis varian (ANOVA) pada parameter film komposit
a. ANOVA tebal film komposit dengan kompatibiliser PFAD
KT
F-hitung
F-tabel
(0.05)
640000
640000
288.3171**
5.318
129600
129600
58.38422**
5.318
Dosis PFAD
28900
28900
13.01932**
5.318
22500
22500
10.13615**
Dosis gliserol *
Dosis PFAD
Sumber Variasi
df
JK
Dosis gliserol
5.318
1600
1600
0.720793
5.318
0
5.318
8100
Galat
11878
Jumlah
15
1591.188
8100
5.455464**
5.318
1484.75
JK
KT
F-hitung
F-tabel
(0.05)
324
324
0.370615
5.318
Dosis gliserol
144
144
0.164718
5.318
Dosis AS
324
324
0.370615
5.318
1444
1444
1.651754
Dosis gliserol *
Dosis AS
Sumber Variasi
5.318
784
0.896797
5.318
1764
1764
2.017794
5.318
1024
Galat
6844
Jumlah
15
12652
784
1024
5.455464**
5.318
855.5
97
1431.582
1431.582
1228.920**
5.318
Dosis gliserol
300.372
300.372
257.850**
5.318
Dosis PFAD
10.360
10.360
8.894**
5.318
118.674
118.674
101.874**
5.318
5.238
5.238
4.497
5.318
Dosis gliserol *
Dosis PFAD
4.332
4.332
3.718
5.318
7.189
7.189
6.171**
5.318
Galat
9.319
1.165
Jumlah
**) berbeda nyata
15
1591.188
12.145
12.145
1.431
5.318
30.415
30.415
3.584
5.318
24.305
24.305
2.864
5.318
44.622
44.622
5.259
5.318
67.883
8.485
16
8552.311
98
e. ANOVA nilai opasitas film komposit dengan kompatibiliser PFAD
df
JK
KT
F-hitung
F-tabel
(0.05)
2871.620
2871.620
931.340**
5.318
Dosis gliserol
411.076
411.076
133.322**
5.318
Dosis PFAD
114.009
114.009
36.976**
5.318
181.710
181.710
58.933**
5.318
49.950
49.950
16.200**
5.318
Dosis gliserol *
Dosis PFAD
8.410
8.410
2.728
5.318
5.267
5.267
1.708
5.318
Galat
24.667
3.083
Jumlah
**) berbeda nyata
15
3666.321
Sumber Variasi
77.881
77.881
4.165
5.318
29.052
29.052
1.554
5.318
98.804
98.804
5.284
5.318
23.040
23.040
1.232
5.318
149.601
18.700
15
709.973
99
g. ANOVA kuat tarik arah MD film komposit dengan kompatibiliser PFAD
Sumber Variasi
df
JK
KT
F-hitung
F-tabel (0.05)
Rasio LLDPE : tepung
1.734
1.734
98.621**
5.318
Dosis gliserol
0.046
0.046
2.628
5.318
Dosis PFAD
0.224
0.223
12.721**
5.318
2.624
2.624
149.220**
5.318
0.956
0.956
54.384**
5.318
Dosis gliserol *
Dosis PFAD
0.014
0.014
0.819
5.318
0.218
0.218
12.400**
5.318
Galat
0.141
0.017
Jumlah
**) berbeda nyata
15
5.959
0.476
0.476
0.640
5.318
1.381
1.381
1.857
5.318
0.990
0.990
1.331
5.318
0.397
0.397
0.534
5.318
0.070
0.070
0.094
5.318
0.029
0.029
0.039
5.318
5.949
0.744
15
307.469
100
i.
86735.846
86735.846 740.432**
5.318
Dosis gliserol
33785.932
33785.932 288.418**
5.318
Dosis PFAD
12040.805
12040.805 102.788**
5.318
11489.589
11489.589
98.082**
5.318
1160.247
1160.247
9.905**
5.318
Dosis gliserol *
Dosis PFAD
3359.872
3359.872
28.682**
5.318
79.899
79.899
0.682
5.318
Galat
937.138
117.142
Jumlah
**) berbeda nyata
15
149589.326
j.
15
1930017.560
101
k. ANOVA kuat tarik arah TD film komposit dengan kompatibiliser PFAD
Sumber Variasi
df
JK
KT
F-hitung
F-tabel (0.05)
Rasio LLDPE : tepung
0.237
0.236
12.217**
5.318
Dosis gliserol
0.138
0.138
7.124**
5.318
Dosis PFAD
0.467
0.467
24.114**
5.318
2.333
2.333
120.437**
5.318
1.249
1.248
64.460**
5.318
Dosis gliserol *
Dosis PFAD
0.338
0.338
17.454**
5.318
0.244
0.243
12.571**
5.318
Galat
0.155
0.019
Jumlah
**) berbeda nyata
15
5.161
l.
0.233
0.233
0.315
5.318
2.395
2.395
3.243
5.318
1.076
1.076
1.458
5.318
0.833
0.833
1.128
5.318
0.268
0.268
0.363
5.318
0.117
0.117
0.159
5.318
5.908
0.738
15
211.553
102
m. ANOVA Elongasi arah TD film komposit dengan kompatibiliser PFAD
F-tabel
Sumber Variasi
df
JK
KT
F-hitung
(0.05)
Rasio LLDPE : tepung
12984.716 12984.716
442.451**
5.318
Dosis gliserol
2790.850
2790.850
95.097**
5.318
Dosis PFAD
1449.173
1449.173
49.380**
5.318
1483.582
1483.582
50.553**
5.318
985.282
985.282
33.573**
5.318
Dosis gliserol *
Dosis PFAD
14.853
14.853
0.506
5.318
15.415
15.415
0.525
5.318
Galat
234.778
29.347
Jumlah
**) berbeda nyata
15
19958.650
2023.088
2023.088
9.565**
5.318
31.514
31.514
0.149
5.318
124.183
124.183
0.587
5.318
29.336
29.336
0.139
5.318
1692.038
211.505
15
90714.727
103
Lampiran 4 Persamaan regresi dan koefisien determinasi hubungan antar
parameter pada pelet komposit
a. Persamaan regresi dan koefisien determinasi hubungan antara kadar air
dengan specific gravity komposit
Kombinasi
perlakuan
T30PFAD
T40PFAD
T20AS
T30AS
Persamaan regresi
y = 0.0306x + 0.8847
y = 0.1277x2 - 0.6642x + 1.7926
y = -0.0349x2 + 0.1538x + 0.7432
y = 0.4754x2 - 2.4713x + 4.1425
Koefisien
determinasi
0.808
0.659
0.1047
0.5671
Persamaan regresi
y = 0.72x + 3.9462
y = 2.9359x2 - 15.778x + 25.067
y = -8.7803x2 + 38.481x - 36.887
y = -0.1432x + 4.9979
Koefisien
determinasi
0.6272
0.394
0.805
0.0007
Persamaan regresi
y = -340.27x2 + 655.52x - 310.18
y = -1412.6x2 + 2682.2x - 1268.5
y = -1724.2x2 + 3162.2x - 1445
y = -5874.1x2 + 11011x - 5155.3
Koefisien
determinasi
0.40
0.8236
0.0417
0.2262
104
Lampiran 5 Persamaan regresi dan koefisien determinasi hubungan antara
parameter pelet komposit dengan parameter film komposit
a. Persamaan regresi hubungan antara specific gravity dengan tebal film
komposit
Kombinasi
Koefisien
perlakuan
Persamaan regresi
determinasi
T30PFAD
y = 1524.3x - 1115.4
0.1784
2
T40PFAD
y = -471190x + 894553x - 423688
0.9441
T20AS
y = -1641.6x + 1783.4
0.0376
T30AS
y = 575.25x - 261.8
0.0234
b. Persamaan regresi hubungan antara indeks laju alir dengan tebal film
komposit
Kombinasi
perlakuan
T30PFAD
T40PFAD
T20AS
T30AS
Persamaan regresi
y = 113.82x - 276.04
y = 290.61x - 495.56
y = -44.415x + 502.3
y = -18.775x + 364.19
Koefisien
determinasi
R = 0.7097
R = 0.8885
R = 0.2651
R = 0.1797
Persamaan regresi
y = -947.03x2 + 1724x - 780.91
Koefisien
determinasi
0.996
0.9492
0.4347
0.9061
Persamaan regresi
y = 180660x2 - 342144x + 162172
y = 201091x2 - 379714x + 179313
y = 13,777,795.28x2 - 25,082,163.33x +
11,415,660.73
y = -2,141,022.73x2 + 4,016,321.37x 1,883,281.84
Koefisien
determinasi
0.83
0.81
0.99
0.97
105
e. Persamaan regresi hubungan antara tebal film dengan kuat tarik film
komposit
Kombinasi
perlakuan
T30PFAD
T40PFAD
T20AS
T30AS
Persamaan regresi
y = -0.0057x + 5.0989
y = 1E-05x2 - 0.0137x + 7.0292
y = 0.0082x + 2.6227
y = 0.0287x - 4.4456
Koefisien
determinasi
0.9471
0.8585
0.159
0.7139
f. Persamaan regresi hubungan antara tebal film dengan elongasi film komposit
Kombinasi
Koefisien
perlakuan
Persamaan regresi
determinasi
T30PFAD
0.7173
y = -1.0677x + 604.42
T40PFAD
0.9451
y = 0.0008x2 - 1.3348x + 636.86
T20AS
0.0119
y = 0.552x + 255.07
T30AS
0.7358
y = -3.2391x + 1086.7
__________________________________
Model
__________________________________
Rataan
5.4355
R2
75.49%
Adj. R2
53.44%
RMSE
0.212037
CV
3.900966
__________________________________
________________________________________________________________________
Titik optimum
: tidak ada titik optimum tunggal
Prediksi nilai optimum
: 5.365817
Galat nilai prediksi
: 0.0857
________________________________________________________________________
________________________________________________________________________
Titik optimum:
titik optimum adalah maksimum
Prediksi nilai optimum : 5.573771
Galat nilai prediksi
: 0.065946
________________________________________________________________________
108
c. Hasil analisis metode permukaan respon terhadap yellowness index
_____________________________
Master Model
_____________________________
Rataan
42.95842
R2
52.34%
Adj. R2
4.68%
RMSE
4.855584
CV
11.30299
______________________________
________________________________________________________________________
Titik optimum
: tidak ada titik optimum tunggal
Prediksi nilai optimum
: 43.71678
Galat nilai optimum
: 2.096062
______________________________________________________________________
109
d. Hasil analisis metode permukaan respon terhadap opasitas
ANOVA untuk OPASITAS
__________________________________________________________________
Master Model
_____________________________________________
Source
DF
SS
MS
F
Pr > F
___________________________________________________________________
Gliserol
1
20.83462 20.83462
1.648587
0.20898
AS
1
1.265181 1.265181
0.10011
0.753888
POE-S
1
10.55745 10.55745
0.835383
0.368009
Gliserol*Gliserol
1
11.98737 11.98737
0.948528
0.337882
Gliserol*AS
1
366.2439 366.2439
28.97989
0.0001
Gliserol*POE-S
1
0.644006 0.644006
0.050958
0.822935
AS*AS
1
0.176869 0.176869
0.013995
0.906618
AS*POE-S
1
1.470156 1.470156
0.116329
0.735427
POE-S*POE-S
1
27.81271 27.81271
2.200744
0.148375
Model
9
445.2215 49.46905
3.914353
0.002227
(Linier)
3
32.65737 10.88579
0.861363
0.471819
(Kuadratik)
3
44.20605 14.73535
1.165968
0.339045
(Cross Product)
3
368.3581
122.786
9.715726
0.000123
Galat
30
379.1359 12.63786
(Lack of fit)
5
174.3852 34.87703
4.258474
0.006142
(Galat murni)
25
204.7508
8.19003
Total
39
824.3574
_____________________________________________________________________
Keterangan:
AS
= asam stearat
POE-S = polyoxyethylene stearate
________________________________
Master Model
________________________________
Rataan
33.40525
R2
54.01%
Adj. R2
40.21%
RMSE
3.554977
CV
10.64197
________________________________
________________________________________________________________________
Titik optimum
: tidak ada titik optimum tunggal
Prediksi nilai optimum
: 33.17778
Galat nilai optimum
: 1.013578
________________________________________________________________________
110
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahir di Surabaya pada tanggal 18 Mei 1969 sebagai anak kedua
dari 5 bersaudara dari pasangan Poniso dan Sukarti. Penulis menyelesaikan
pendidikan dasar sampai menengah di Surabaya. Pendidikan sarjana penulis
selesaikan pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian, FATETA-IPB pada
tahun 1993. Sejak tahun 1994 penulis diterima sebagai staf pengajar pada Jurusan
Teknologi Industri Pertanian, FATETA-IPB. Tahun 2005 penulis menyelesaikan
pendidikan S2 dan memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi
Teknologi Pasca Panen, IPB. Pendidikan Program Doktor pada Sekolah
Pascasarjana IPB dengan mayor Program Studi Teknologi Industri Pertanian
penulis tempuh sejak tahun 2009.
Karya ilmiah yang akan diterbitkan dalam jurnal nasional dan internasional
antara lain:
1. Aplikasi Asam Stearat sebagai Kompatibiliser Film Komposit Tepung Ubi
Kayu Termoplastik-Linear Low Density Polyethylene (dalam proses review di
Jurnal Teknologi Industri Pertanian, IPB).
2. Application of Palm Fatty Acid Distillate (PFAD) as Compatibilizer on
Thermoplasticized Cassava Flour-LLDPE Composite Film (accepted di
IMPACT International Journal of Research in Engineering and Technology).
3. Metoda Permukaan Respon untuk Formulasi Film Komposit Tepung Ubi
Kayu Termoplastik-LLDPE (sedang dalam penyelesaian).