Anda di halaman 1dari 17

REFLEKSI KASUS INTERNA

GASTRITIS + DUODENITIS + ANEMIA RINGAN EC MELENA


+ HIPERTENSI GRADE II

Oleh :
Brian Umbu Rezi Depamede
(H1A 212 013)

Pembimbing :
dr. Joko Anggoro, M.Sc., Sp.PD

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


SMF INTERNA RSUP NTB
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
TAHUN 2016

Tinjauan Pustaka
I.

Definisi
Perdarahan saluran cerna bagian atas adalah perdarahan yang terjadi pada bagian
proksimal dari ligamentum Treitz. Perdarahan saluran cerna dapat berupa
hematemesis, melena, hematokezia. Melena adalah kotoran hitam seperti tar, bau

II.

busuk.1
Epidemiologi
Kasus perdarahan saluran cerna bagian atas di Indonesia terbanyak disebabkan oleh
ruptur varises esofagus. Selanjutnya sekitar 25- 30% disebabkan oleh gastritis erosif,
dan 10-15% karena ulkus peptikum.2

III.

Etiologi
Secara umum penyebab dari perdarahan saluran cerna bagian atas ialah1,3:
-

Ulkus peptikum
Disebabkan oleh infeksi bakteri H. Pylori, penggunaan NSAID, merokok, dan
alkohol. Gambaran klinik adalah adanya nyeri ulu hati kronik. Gambaran klinik
serta karakteristik ulkus pada pemeriksaan endoskopi memberikan informasi

mengenai prognostik.
Varises esophagus
Pasien dengan perdarahan varises mempunyai prognosis kurang baik dibandingkan

yang lainnya.
Mallory-Weiss tears
Muntah, usaha untuk terjadinya muntah, atau merupakan riwayat klasik
mendahului hematemesis, terutama pada pasien alkoholik. Perdarahan Mallory

Weiss biasanya terjadi pada bagian gaster dari gastroesophageal junction.


Gastritis erosif dan gastritis hemoragik
Sering disebut gastritis yang menunjukkan secara endoskopi adanya perdarahan
subepitelial dan erosi. Terjadi lesi pada mukosa, sehingga tidak menyebabkan
perdarahan yang banyak. Keadaan ini terjadi pada beberapa kasus, misalnya

penggunaan NSAID, alkohol, dan stress.


Esofagitis
GERD merupakan penyebab tersering sehingga menyababkan terjadinya inflamasi

dan ulserasi yang melukai permukaan mukosa esophagus.


Benign tumor dan kanker
Terjadi akibat perjalanan kronis dari suatu penyakit, yang menyebabkan proliferasi
sel yang abnormal.

IV.

Patofisiologi

Pada melena, dalam perjalanannya yang melalui usus, darah akan berubah
menjadi merah gelap hingga berwarna hitam. Perubahan warna ini disebabkan oleh
HCL lambung, pepsin, dan warna hitam ini muncul sebagai dugaan karena adanya
pigmen porfirin. Kadang-kadang pada pedarahan saluran cerna bagian bawah dari usus
halus atau kolon asenden juga dapat menimbulkan feses yang berwarna merah gelap
atau hitam (melena). Menerut bebrapa sumber peneltian, diperkiarakan darah yang
muncul dari duodenum dan jejunum akan tertahan pada saluran cerna sekitar 6-8 jam
(beberapa sumber lain mengatakan 15 jam atau lebih) untuk merubah warna feses
menjadi hitam. Paling sedikit perdarahan sebanyak 50-100cc baru dijumpai keadaan
melena. Feses kemudian juga akan tetap bertahan seperti berwarna seperti teh selama
48-72 jam setelah perdarahan berhenti. Ini bukan berarti menandakan perdarahan
masih berlangsung (diperlukan konfirmasi kolonoskopi), namun bisa saja darah
tersembunyi dan terdapat pada feses selama 7-10 hari setelah episode perdarahan
V.

tunggal.1
Manifestasi Klinis
Melena menggambarkan tinja berwarna hitam yang mengandung darah yang telah
mengalami proses pencernaan. Tinja biasanya berwarna hitam seperti ter, berbau
busuk, dan lengket. Darah berwarna semakin gelap setelah melalui saluran cerna
karena pemecahan hemoglobin oleh asam lambung dan pepsin di lambung atau oleh

VI.

bakteri di usus. 1,4


Diagnosis
Anamnesis
Riwayat penyakit dahulu perlu digali untuk mencari penyakit dasar, misalnya nyeri
epigastrium yang kronik, penyakit jantung, penyakit paru, penyakt hati. Selain itu,
riwayat obat- obatan yang dikonsumsi juga dapat mengarahkan diagnosis, misalnya
konsumsi aspirin. Riwayat konsumsi alkohol dapat juga berhubungan dengan gastritis
erosif atau sirosis hepatik.1,2
Pemeriksaan fisik:
Pemeriksaan yang utama dilakukan adalah menilai status hemodinamik dengan
pengukuran tekanan darah dan denyut jantung. Perdarahan yang nyata secara klinis
dapat mengakibatkan perubahan tekanan darah dan laju denyut jantung dengan
perubahan posisi, takikardia, dan hipotensi. Tanda klinis yang dapat mendukung
perdarahan saluran cerna adalah bising usus yang meningkat. Bising usus yang
hiperaktif menunjukkan adanya darah yang melewati usus. 1
Spasme otot rektus abdominalis dan nyeri tekan epigastrium dapat berhubungan
dengan ulkus peptikum. Pada kasus keganasan lambung, dapat teraba massa dan

pembesaran kelenjar getah bening. Splenomegali dapat disebabkan hipertensi portal.


Ikterus, spider navy, jari dupuytren menunjukkan kemungkinan adanya penyakit hati.
Pemeriksaan rektum secara digital harus segera dilakukan jika terdapat syok
hipovolemik tanpa perdarahan yang nyata. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan derajat
perdarahan. Adanya feses yang kehitaman atau merah marun menujukkan perdarahan
yang berat, sedangkan feses normal menunjukkan perdarahan minimal.
Aspirat nasogastrik tanpa darah dapat terlihat pada 16% pasien dengan perdarahan
SCBA. Pada pasien yang mengalami melena, intubasi nasogastrik dapat dilakukan
untuk membantu menentukan lokasi perdarahan.1
Pemeriksaan penunjang:
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium penunjang awal ditujukan untuk menilai kadar hemoglobin,
fungsi hemostasis, fungsi hati dan kimia dasar yang berhubungan dengan status
haemodinamik. Pemeriksaan kadar haemoglobin dan hematokrit dilakukan secara
serial (setiap 6-8 jam) agar dapat dilakukan antisipasi transfusi secara lebih tepat serta
untuk memantau lajunya proses perdarahan. Kadar hemoglobin tidak langsung
menurun pada perdarahan akut karena proporsi volume plasma dan sel darah merah
yang hilang setara. Pada perdarahan gastrointestinal yang kronik, kadar hemoglobin
dapat sangat rendah walaupun tekanan darah dan denyut nadi normal1,5
Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi merupakan gold standard. Endoskopi merupakan pemeriksaan
pilihan utama untuk diagnosis, dengan akurasi diagnosis > 90%Tindakan endoskopi
selain untuk diagnostik dapat dipakai pula untuk terapi. Prosedur ini tidak perlu
dilakukan segera (bukan prosedur emergensi), dapat dilakukan dalam kurun waktu 12
- 24 jam setelah pasien masuk dan keadaan hemodinamik stabil.5
Pasien dengan perdarahan yang terus berlangsung, gagal dihentikan dengan terapi
suportif membutuhkan pemeriksaan endoskopi dini (urgent endoscopy) untuk
diagnosis dan terapi melalui teknik endoskopi. Tujuan pemeriksaan endoskopi selain
menemukan penyebab serta asal perdarahan, juga untuk menentukan aktivitas
perdarahan. Forest membuat klasifikasi perdarahan ulkus peptikum atas dasar
penemuan endoskopi yang bermanfaat untuk menentukan tindakan selanjutnya5
Tabel 1. Klasifikasi Aktivitas Perdarahan Ulkus Peptikum Menurut Forest
Aktivitas Perdarahan

Kriteria Endoskopi

Forest Ia Perdarahan aktif

Perdarahan arteri menyembur

Forest Ib Perdarahan aktif

Perdarahan merembes

Forest II Perdarahan berhenti dan masih Gumpalan darah pada dasar tukak atau
terdapat sisa perdarahan

terlihat pembuluh darah

Forest III Perdarahan berhenti tanpa sisa Lesi tanpa tanda sisa perdarahan
perdarahan

Arteriografi selektif

Arteriografi selektif melalui aksis seliak, arteri mesenterika superior, arteri


mesenterika inferior dan cabangnya dapat digunakan untuk diagnosis, sekaligus dapat
untuk terapeutik. Pemeriksaan ini membutuhkan laju perdarahan minimal 0,5-1,0
mililiter permenit.5

Radiografi barium kontras

Teknik pemeriksaan ini kurang direkomendasikan. Selain sulit untuk menentukan


sumber perdarahan, juga adanya zat kontras akan mempersulit pemeriksaan endoskopi
maupun arteriografi.5

VII.

Tata Laksana
Tindakan umum terhadap pasien diutamakan airway-breathing-circulation
(ABC). Terhadap pasien yang stabil setelah pemeriksaan memadai,segera dirawat
untuk terapi lanjutan atau persiapan endoskopi.Untuk pasien risiko tinggi perlu
tindakan lebih agresif seperti:
a. Pemasangan iv-line minimal 2 dengan jarum (kateter) besar minimal no18. Ini
b.
c.
d.
e.

penting untuk transfuse, dianjurkan pemasangan CVP


Oksigen sungkup/ kanula. Bila gangguan airway-breathing perlu ETT
Mencatat intake- output, harus dipasang kateter urine
Monitor tekanan darah, nadi, saturasi O2, keadaan lain sesuai komorbide.
Melakukan bilas lambung agar mempermudah tindakan endoskopi

Bila sudah dalam keadaan hemodinamik tidak stabil atau dalam keadaan
renjatan, maka proses resusitasi cairan (cairan kristaloid atau koloid) harus segera
dimulai tanpa menunggu data pendukung lainnya. Pilihan akses, jenis cairan resusitasi,
kebutuhan transfuse darah, tergantung derajat perdarahan dan kondisi klinis pasien.
Cairan kristaloid dengan akses perifer dapat diberikan pada perdarahan ringan sampai
sedang tanpa gangguan hemodinamik.1

Cairan koloid diberikan jika terjadi perdarahan yang berat sebelum transfuse
darah bisa diberikan. Pada keadaan syok dan perlu monitoring ketat pemberian cairan,
diperlukan akses sentral. Target resusitasi adalah hemodinamik stabil, produksi urin
cukup (>30 cc/jam), tekanan vena sentral 5-10 cm H2O, kadar Hb tercapai (8-10 gr
%)1
Terapi Farmakologis
Antifibrinolitik dapat diberikan, misalnya asam traneksamat. Penggunaan asam
traneksamat akan menurunkan kejadian perdarahan ulang sebesar 20-30%. PPI
(Proton Pump inhibitor) merupakan pilihan utama dalam pengobatan perdarahan
SCBA non variseal. Beberapa studi melaporkan efektifitas PPI dalam menghentikan
perdarahan karena ulkus peptikum dan mencegah perdarahan berulang. PPI memiliki
dua mekanisme kerja yaitu menghambat H+ /K+ATPase dan enzim karbonik
anhidrase mukosa lambung manusia. Hambatan pada H + /K+ATPase menyebabkan
sekresi asam lambung dihambat dan pH lambung meningkat. Hambatan pada enzim
karbonik anhidrase terjadi perbaikan vaskuler, peningkatan mikrosirkulasi lambung,
dan meningkatkan aliran darah mukosa lambung.1,5
PPI yang tersedia di Indonesia antara lain omeprazol, lansoprazole,
pantoprazole, rabeprazole, dan esomeprazole. PPI intravena mampu mensupresi asam
lebih kuat dan lama tanpa mempunyai efek samping toleransi. Studi Randomized
Controlled Trial (RCT) menunjukkan PPI efektif jika diberikan dengan dosis tinggi
intravena selama 72 jam setelah terapi endoskopi pada perdarahan pada ulkus dengan
stigmata endoskopi risiko tinggi misalnya, lesi tampak pembuluh darah dengan atau
tanpa perdarahan akut. Dosis rekomendasi omeprazol untuk stigmata resiko tinggi
pada pemeriksaan endoskopi adalah 80 mg bolus diikuti dengan 8 mg/jam infuse
selama 72 jam dilanjutkan dengan terapi oral. Pada pasien dengan stigmata endoskopi
risiko rendah PPI oral dosis tinggi direkomendasikan. PPI oral diberikan selama 6-8
minggu setelah pemberian intravena, atau bisa lebih lama diberikan jika ada infeksi
Helicobacter pylori atau penggunaan regular aspirin, OAINS dan obat antiplatelet. 1,5
VIII.

Prognosis dan Komplikasi


Komplikasi yang mungkin terjadi adalah syok hipovolemik dan anemia karena
perdarahan.
Penilaian resiko kematian pada pasien dengan perdarahan saluran cerna sangat
diperlukan dalam pengelolaan pasien. Rockall et all berhasil mengidentifikasi

beberapa faktor resiko yang dapat digunakan untuk memprediksi tingkat mortalitas.
Total skor kurang dari 3 memiliki prognosis yang baik, sedangkan skor lebih dari 8
mencerminkan resiko kematian yang tinggi1

Tabel 2. Sistem scoring Rockall


Variabel
Usia tahun
Syok

Skor 0
<60
Tidak ada

Skor 1
Skor 2
60-79
>80
Sistolik >100 Sistolik
mmHg,

nadi <100mmHg

>100 mmHg
Komorbiditas

Skor 3

Tidak ada

nadi>100
mmHg
Gagal jantung, Gagal

ginjal,

penyakit

kerusakan

jantung

hepar,

iskemik

neoplasma yang
telah
bermetastasis

Diagnosis

Mallory Weiss Diagnosis lain

Keganasan
saluran

cerna

atas
Darah

pada

perdarahan

saluran

cerna

mayor

atas,

adherent

clot,

visible/

Stigmata

Tidak ada

spurting vessel

LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama
Usia
Jenis kelamin
Alamat
Suku
Agama
Pekerjaan
No. RM
Tanggal MRS
Tanggal Periksa

II.

:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

Tn. HD
68 tahun
Pria
Taliwang
Sumbawa
Islam
Petani
584554
26-10-2016
28-10-2016

ANAMNESIS
A. Keluhan Utama : Nyeri perut
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien rujukan dari RSUD Sumbawa pada tanggal 26 Oktober 2016 dengan
diagnosa Abdominal pain e.c susp. Colesistitis kronis + Anemia ringan normositik
normokrom + Hipertensi terkontrol. Pasien datang dengan keluhan nyeri perut bagian
atas sejak 3 bulan terakhir seperti ditusuk-tusuk, hilang timbul dan terasa panas,
terkadang terasa kembung, dengan istirahat keluhan tidak membaik. Awalnya dengan
makan keluhan membaik, tetapi sekarang nyerinya tetap. Keluhan mual (+) muntah
(-).
Pasien juga mengeluhkan gangguan BAB sejak 1 tahun terakhir, dimana
fesesnya keras, berwarna kehitaman, tidak berlendir. Frekuensi makan pasien 3 kali
sehari, tetapi pasien sering telat makan. Pasien sering mengkonsumsi jamu dan obatobatan herbal untuk mengatasi keluhan, tetapi dirasakan tidak membaik. Gangguan
BAK (-), frekuensi BAK 6x sehari, berwarna kuning normal, keluhan pusing (-),
demam (-), sesak (-).

C. Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat hipertensi (+) sejak lama dan rutin meminum obat antihipertensi, asma (-),
dan penyakit jantung (-).

D. Riwayat Penyakit Keluarga :


Riwayat keluarga dengan keluhan serupa (-). Riwayat keluarga dengan hipertensi (-),
DM (-), asma (-) , dan penyakit jantung (-).
E. Riwayat Pengobatan:
Pasien sempat memeriksaan diri ke RSUD sumbawa. Pasien mendapat obat keterolac,
pumpitor, antasida, cefotaxime. Pasien sebelum berobat sering mengonsumsi obat
herbal atau jamu. Pasien merasa keluhan belum membaik sehingga pasien dirujuk ke
RSUD Provinsi NTB.
F. Riwayat Alergi :
Riwayat alergi terhadap makanan (-). Riwayat alergi terhadap obat-obatan (-).
G. Riwayat Sosial:
Pasien bekerja sebagai petani. Riwayat merokok (+) sejak umur 25 tahun dan
mengkonsumsi 1 bungkus rokok/hari, minum alkohol (-).

III. PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalis
Keadaan Umum

: sedang

Kesadaran

: compos mentis

GCS

: E4V5M6

Status Gizi

: Normoweight
BB = 50 kg

TB = 160 cm

BMI = 19,53

Tanda Vital
~ Tekanan darah
~ Frekuensi nadi
~ Frekuensi napas
~ Suhu aksila

:
:
:
:

180/90 mmHg
76 x/menit, reguler, kuat angkat.
20 x/menit, reguler, torako-abdominal.
36,2 C

Status Lokalis
~ Kepala

Bentuk dan ukuran


Rambut
Edema
Parese N. VII
Hiperpigmentasi
Nyeri tekan kepala

:
:
:
:
:
:

normal
normal
(-)
(-)
(-)
(-)

~ Mata

Simetris
Alis normal
Exopthalmus
Ptosis
Nystagmus
Strabismus
Edema palpebra
Konjungtiva
Sclera
Pupil

Kornea
Lensa
Pergerakan bola mata

:
:
:
:
:
:
:
:

(-/-)
(-/-)
(-/-)
(-/-)
(-/-)
anemis (+/+), hiperemia (-/-)
ikterus (-), hiperemia (-/-), pterygium (-/-)
Rp +/+, isokor, bentuk bulat, 3 mm, miosis (-/-),
midriasis (-/-)
: normal
: pseudopakia (-/-), keruh (-/-)
: normal ke segala arah

~ Telinga

Bentuk
Liang telinga (MAE)
Nyeri tekan tragus
Peradangan
Pendengaran

:
:
:
:
:

normal, simetris antara kiri dan kanan.


normal, sekret (-/-), serumen (-/-).
(-/-)
(-/-)
kesan normal

~ Hidung

Simetris
Deviasi septum
Napas cuping hidung
Perdarahan
Sekret
Penciuman

: (-/-)
: (-)
: (-/-)
: (-/-)
: kesan normal

~ Mulut
Simetris
Bibir

: sianosis (-), pucat (+), stomatitis angularis (-), ulkus (-)

Gusi
Lidah

: hiperemia (-), perdarahan (-).


: glositis (-), atropi papil lidah (-), lidah berselaput (-),
kemerahan di pinggir (-), tremor (-), lidah kotor (-).
: normal
: normal

Gigi geligi
Mukosa
~ Leher

Simetris
Deviasi trakea
Kaku kuduk
Pembesaran KGB
JVP
Otot SCM
Pembesaran tiroid

:
:
:
:
:
:

(-)
(-)
(-)
normal (5+2) cm
aktif (-), hipertrofi (-)
(-)

~ Thorax
Inspeksi :
1)
2)
3)
4)

Bentuk dan ukuran dada normal simetris, barrel chest (-).


Ikterik (-)
Pergerakan dinding dada simetris normal
Permukaan dinding dada: scar (-), massa (-), spider naevi (-), ictus cordis tidak

tampak.
5) Penggunaan otot bantu napas : SCM aktif (-), hipertrofi SCM (-), otot bantu
abdomen aktif (-).
6) Tulang iga dan sela iga : pelebaran ICS (-), penyempitan ICS (-), arah tulang
iga normal.
7) Fossa supraklavikula dan infraklavikula cekung simetris, fossa jugularis:
deviasi trakea (-).
8) Tipe pernapasan torako-abdominal dengan frekuensi napas 20 x/menit.
Palpasi :
1) Posisi mediastinum : deviasi trakea (-), ictus cordis teraba di ICS V linea
midclavicular sinistra, thrill (-).
2) Nyeri tekan (-), benjolan (-), krepitasi (-), suhu normal.
3) Pergerakan dinding dada simetris
4) Vocal fremitus normal
+

Perkusi :
1) Sonor pada kedua lapang paru

2) Batas paru-jantung : Dextra ICS II linea parasternalis dekstra


Sinistra ICS V linea miclavicularis sinistra
3) Batas paru-hepar :
- Ekspirasi ICS IV
- Inspirasi ICS VI
Ekskursi : 2 ICS
Auskultasi :
1) Cor
: S1S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-).
2) Pulmo :
- Vesikuler
:
+

- Rhonki basah
-

- Wheezing
-

3) Tes bisik: dbn


4) Tes percakapan: dbn
~ Abdomen
Inspeksi :
1) Distensi (-)
2) Umbilikus masuk merata
3) Permukaan kulit: ikterik (-), bercak luka yang mengering (-), scar (-), massa
(-), vena kolateral (-), caput medusa (-).
Auskultasi :
1) Bising usus (+) normal
2) Metalic sound (-)
3) Bising aorta (-)
Perkusi :
1) Timpani (+) pada seluruh lapang abdomen
2) Nyeri ketok (-)

3) Shifting dullness (-)

Palpasi :
1) Nyeri tekan
+
+
2) Massa (-)
3) Hepar/lien/ren tidak teraba
4) Murphy sign (-)

~ Ekstremitas
Ekstremitas Atas
Akral hangat
Ikterik
Deformitas
Edema
Sianosis
Petekie
Bercak luka
Clubbing finger
Sendi
CRT

: +/+
: -/: -/: -/: -/: -/: -/: -/: dbn
: < 2 detik

~ Genitourinaria: tidak di evaluasi

Ekstremitas Bawah
Akral hangat
Ikterik
Deformitas
Edema
Sianosis
Petekie
Bercak luka
Clubbing finger
Sendi

: +/+
: -/: -/: -/: -/: -/: -/: -/: dbn

IV.

RESUME
Pasien rujukan dari RSUD Sumbawa pada tanggal 26 Oktober 2016 dengan
diagnosa Abdominal pain e.c susp. Colesistitis kronis + Anemia ringan normositik
normokrom + Hipertensi terkontrol. Pasien datang dengan keluhan nyeri perut bagian
atas sejak 3 bulan terakhir seperti ditusuk-tusuk, hilang timbul dan terasa panas,
terkadang terasa kembung, dengan istirahat keluhan tidak membaik. Awalnya dengan
makan keluhan membaik, tetapi sekarang nyerinya tetap. Keluhan mual (+) muntah
(-). Pasien juga mengeluhkan gangguan BAB sejak 1 tahun terakhir, dimana fesesnya
keras, berwarna kehitaman, tidak berlendir. Frekuensi makan pasien 3 kali sehari, tapi
pasien sering telat makan. Pasien sering mengkonsumsi jamu dan obat-obatan herbal
untuk mengatasi keluhan, tetapi dirasakan tidak membaik. Gangguan BAK (-),
frekuensi BAK 3x sehari, berwarna kuning normal, keluhan pusing (-), demam (-),
sesak (-). Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sedang, kesadaran
kompos mentis, GCS E4V5M6, TD 180/90 mmHg, nadi 76 kali/menit, respirasi 20
kali/menit, dan suhu aksila 36,2oC. Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva
pucat dan nyeri tekan abdomen pada epigastrium.

V.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Darah Lengkap (26/10/2016)


Parameter
HB: 8,9 g/dt

Batas Normal
HB: 13,0 18,0 g/dt

RBC: 4,00 x 106/L

RBC: 4,5 5,5 x 106/L

HCT: 28,8 %

HCT: 40 - 50 %

MCV: 72 m3

MCV: 82 92 m3

MCH: 22,3 pq

MCH: 27 31 m3

MCHC: 30,9 %

MCHC: 32 39 %

WBC: 6,94 x 103/t

WBC: 4,0 11,0 x 103/t

PLT: 421 x 103/L

PLT: 150 400 103/L

2. Pemeriksaan Kimia Klinik (26/10/2016)


Parameter
GDS: 102
SGOT: 12 U/L
SGPT: 11 U/L
Albumin: Tidak dievaluasi
Ureum: 33 mg/dL
Kreatinin: 0,9 mg/dL
Na Serum: Tidak dievaluasi
K serum: Tidak dievaluasi
Cl serum: Tidak dievaluasi
VI.

Nilai Normal
GDS: <160 mgl/dl
SGOT: <40 U/L
SGPT: <41 U/L
Albumin: 3,5-5,2 g/dl
Ureum: 10-15 mg/dL
Kreatinin: 0,9 1,3 mg/dL
Na serum: 135-145 mmol/L
K serum: 3,5 5,3 mmol/L
Cl serum: 95 105 mmol/L

ASSESMENT
-

Gastritis + Duodenitis + Anemia ringan mikrositik hipokrom ec. Melena + Hipertensi


grade II

VII. PLANNING
Planning Diagnosis

Laboratorium

Darah lengkap (DL)

Feses lengkap

USG abdomen

Endoskopi

Planning Terapi

Pasang NGT, dan cuci lambung

IVFD NaCl 0,9% 10 tpm

Inj. Ceftriaxon 1gr/24jam

Inj Omeprazole 40 mg/ hari

Sucralfat sirup 3x1 Cth


Tablet Fe 1x1
Valsartan 1x80mg
Amlodipin 1x10mg
Jika Hb < 8, pro transfusi PRC

Planning Monitoring
Keluhan
Tanda vital
DL

VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam
Quo ad functionam
Quo ad sanationam

: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam

Daftar Pustaka
1. Setyohadi, B. dkk. Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas dalam EIMED PAPDI
Kegawatdaruratan Penyakit Dalam. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam
Indonesia. 2012

2. Hadi, S. Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas : dalam Gastroenterologi. Bandung


:PT Alumni. 2013
3.

Djumhana, A.Perdarahan Akut Saluran Cerna Bagian Atas :pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2011/03/pendarahan_akut_saluran_cerna_bagian_atas.pdf . 2011

4. Davey, P. Hematemesis & Melena : dalam At a Glance Medicine Jakarta :Erlangga.


2006
5. Adi, P. Pengelolaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas : Ilmu Penyakit Dalam
Jilid I Jakarta : FKUI. 2009

Anda mungkin juga menyukai