Oleh :
Brian Umbu Rezi Depamede
(H1A 212 013)
Pembimbing :
dr. Joko Anggoro, M.Sc., Sp.PD
Tinjauan Pustaka
I.
Definisi
Perdarahan saluran cerna bagian atas adalah perdarahan yang terjadi pada bagian
proksimal dari ligamentum Treitz. Perdarahan saluran cerna dapat berupa
hematemesis, melena, hematokezia. Melena adalah kotoran hitam seperti tar, bau
II.
busuk.1
Epidemiologi
Kasus perdarahan saluran cerna bagian atas di Indonesia terbanyak disebabkan oleh
ruptur varises esofagus. Selanjutnya sekitar 25- 30% disebabkan oleh gastritis erosif,
dan 10-15% karena ulkus peptikum.2
III.
Etiologi
Secara umum penyebab dari perdarahan saluran cerna bagian atas ialah1,3:
-
Ulkus peptikum
Disebabkan oleh infeksi bakteri H. Pylori, penggunaan NSAID, merokok, dan
alkohol. Gambaran klinik adalah adanya nyeri ulu hati kronik. Gambaran klinik
serta karakteristik ulkus pada pemeriksaan endoskopi memberikan informasi
mengenai prognostik.
Varises esophagus
Pasien dengan perdarahan varises mempunyai prognosis kurang baik dibandingkan
yang lainnya.
Mallory-Weiss tears
Muntah, usaha untuk terjadinya muntah, atau merupakan riwayat klasik
mendahului hematemesis, terutama pada pasien alkoholik. Perdarahan Mallory
IV.
Patofisiologi
Pada melena, dalam perjalanannya yang melalui usus, darah akan berubah
menjadi merah gelap hingga berwarna hitam. Perubahan warna ini disebabkan oleh
HCL lambung, pepsin, dan warna hitam ini muncul sebagai dugaan karena adanya
pigmen porfirin. Kadang-kadang pada pedarahan saluran cerna bagian bawah dari usus
halus atau kolon asenden juga dapat menimbulkan feses yang berwarna merah gelap
atau hitam (melena). Menerut bebrapa sumber peneltian, diperkiarakan darah yang
muncul dari duodenum dan jejunum akan tertahan pada saluran cerna sekitar 6-8 jam
(beberapa sumber lain mengatakan 15 jam atau lebih) untuk merubah warna feses
menjadi hitam. Paling sedikit perdarahan sebanyak 50-100cc baru dijumpai keadaan
melena. Feses kemudian juga akan tetap bertahan seperti berwarna seperti teh selama
48-72 jam setelah perdarahan berhenti. Ini bukan berarti menandakan perdarahan
masih berlangsung (diperlukan konfirmasi kolonoskopi), namun bisa saja darah
tersembunyi dan terdapat pada feses selama 7-10 hari setelah episode perdarahan
V.
tunggal.1
Manifestasi Klinis
Melena menggambarkan tinja berwarna hitam yang mengandung darah yang telah
mengalami proses pencernaan. Tinja biasanya berwarna hitam seperti ter, berbau
busuk, dan lengket. Darah berwarna semakin gelap setelah melalui saluran cerna
karena pemecahan hemoglobin oleh asam lambung dan pepsin di lambung atau oleh
VI.
Kriteria Endoskopi
Perdarahan merembes
Forest II Perdarahan berhenti dan masih Gumpalan darah pada dasar tukak atau
terdapat sisa perdarahan
Forest III Perdarahan berhenti tanpa sisa Lesi tanpa tanda sisa perdarahan
perdarahan
Arteriografi selektif
VII.
Tata Laksana
Tindakan umum terhadap pasien diutamakan airway-breathing-circulation
(ABC). Terhadap pasien yang stabil setelah pemeriksaan memadai,segera dirawat
untuk terapi lanjutan atau persiapan endoskopi.Untuk pasien risiko tinggi perlu
tindakan lebih agresif seperti:
a. Pemasangan iv-line minimal 2 dengan jarum (kateter) besar minimal no18. Ini
b.
c.
d.
e.
Bila sudah dalam keadaan hemodinamik tidak stabil atau dalam keadaan
renjatan, maka proses resusitasi cairan (cairan kristaloid atau koloid) harus segera
dimulai tanpa menunggu data pendukung lainnya. Pilihan akses, jenis cairan resusitasi,
kebutuhan transfuse darah, tergantung derajat perdarahan dan kondisi klinis pasien.
Cairan kristaloid dengan akses perifer dapat diberikan pada perdarahan ringan sampai
sedang tanpa gangguan hemodinamik.1
Cairan koloid diberikan jika terjadi perdarahan yang berat sebelum transfuse
darah bisa diberikan. Pada keadaan syok dan perlu monitoring ketat pemberian cairan,
diperlukan akses sentral. Target resusitasi adalah hemodinamik stabil, produksi urin
cukup (>30 cc/jam), tekanan vena sentral 5-10 cm H2O, kadar Hb tercapai (8-10 gr
%)1
Terapi Farmakologis
Antifibrinolitik dapat diberikan, misalnya asam traneksamat. Penggunaan asam
traneksamat akan menurunkan kejadian perdarahan ulang sebesar 20-30%. PPI
(Proton Pump inhibitor) merupakan pilihan utama dalam pengobatan perdarahan
SCBA non variseal. Beberapa studi melaporkan efektifitas PPI dalam menghentikan
perdarahan karena ulkus peptikum dan mencegah perdarahan berulang. PPI memiliki
dua mekanisme kerja yaitu menghambat H+ /K+ATPase dan enzim karbonik
anhidrase mukosa lambung manusia. Hambatan pada H + /K+ATPase menyebabkan
sekresi asam lambung dihambat dan pH lambung meningkat. Hambatan pada enzim
karbonik anhidrase terjadi perbaikan vaskuler, peningkatan mikrosirkulasi lambung,
dan meningkatkan aliran darah mukosa lambung.1,5
PPI yang tersedia di Indonesia antara lain omeprazol, lansoprazole,
pantoprazole, rabeprazole, dan esomeprazole. PPI intravena mampu mensupresi asam
lebih kuat dan lama tanpa mempunyai efek samping toleransi. Studi Randomized
Controlled Trial (RCT) menunjukkan PPI efektif jika diberikan dengan dosis tinggi
intravena selama 72 jam setelah terapi endoskopi pada perdarahan pada ulkus dengan
stigmata endoskopi risiko tinggi misalnya, lesi tampak pembuluh darah dengan atau
tanpa perdarahan akut. Dosis rekomendasi omeprazol untuk stigmata resiko tinggi
pada pemeriksaan endoskopi adalah 80 mg bolus diikuti dengan 8 mg/jam infuse
selama 72 jam dilanjutkan dengan terapi oral. Pada pasien dengan stigmata endoskopi
risiko rendah PPI oral dosis tinggi direkomendasikan. PPI oral diberikan selama 6-8
minggu setelah pemberian intravena, atau bisa lebih lama diberikan jika ada infeksi
Helicobacter pylori atau penggunaan regular aspirin, OAINS dan obat antiplatelet. 1,5
VIII.
beberapa faktor resiko yang dapat digunakan untuk memprediksi tingkat mortalitas.
Total skor kurang dari 3 memiliki prognosis yang baik, sedangkan skor lebih dari 8
mencerminkan resiko kematian yang tinggi1
Skor 0
<60
Tidak ada
Skor 1
Skor 2
60-79
>80
Sistolik >100 Sistolik
mmHg,
nadi <100mmHg
>100 mmHg
Komorbiditas
Skor 3
Tidak ada
nadi>100
mmHg
Gagal jantung, Gagal
ginjal,
penyakit
kerusakan
jantung
hepar,
iskemik
neoplasma yang
telah
bermetastasis
Diagnosis
Keganasan
saluran
cerna
atas
Darah
pada
perdarahan
saluran
cerna
mayor
atas,
adherent
clot,
visible/
Stigmata
Tidak ada
spurting vessel
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama
Usia
Jenis kelamin
Alamat
Suku
Agama
Pekerjaan
No. RM
Tanggal MRS
Tanggal Periksa
II.
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Tn. HD
68 tahun
Pria
Taliwang
Sumbawa
Islam
Petani
584554
26-10-2016
28-10-2016
ANAMNESIS
A. Keluhan Utama : Nyeri perut
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien rujukan dari RSUD Sumbawa pada tanggal 26 Oktober 2016 dengan
diagnosa Abdominal pain e.c susp. Colesistitis kronis + Anemia ringan normositik
normokrom + Hipertensi terkontrol. Pasien datang dengan keluhan nyeri perut bagian
atas sejak 3 bulan terakhir seperti ditusuk-tusuk, hilang timbul dan terasa panas,
terkadang terasa kembung, dengan istirahat keluhan tidak membaik. Awalnya dengan
makan keluhan membaik, tetapi sekarang nyerinya tetap. Keluhan mual (+) muntah
(-).
Pasien juga mengeluhkan gangguan BAB sejak 1 tahun terakhir, dimana
fesesnya keras, berwarna kehitaman, tidak berlendir. Frekuensi makan pasien 3 kali
sehari, tetapi pasien sering telat makan. Pasien sering mengkonsumsi jamu dan obatobatan herbal untuk mengatasi keluhan, tetapi dirasakan tidak membaik. Gangguan
BAK (-), frekuensi BAK 6x sehari, berwarna kuning normal, keluhan pusing (-),
demam (-), sesak (-).
: sedang
Kesadaran
: compos mentis
GCS
: E4V5M6
Status Gizi
: Normoweight
BB = 50 kg
TB = 160 cm
BMI = 19,53
Tanda Vital
~ Tekanan darah
~ Frekuensi nadi
~ Frekuensi napas
~ Suhu aksila
:
:
:
:
180/90 mmHg
76 x/menit, reguler, kuat angkat.
20 x/menit, reguler, torako-abdominal.
36,2 C
Status Lokalis
~ Kepala
:
:
:
:
:
:
normal
normal
(-)
(-)
(-)
(-)
~ Mata
Simetris
Alis normal
Exopthalmus
Ptosis
Nystagmus
Strabismus
Edema palpebra
Konjungtiva
Sclera
Pupil
Kornea
Lensa
Pergerakan bola mata
:
:
:
:
:
:
:
:
(-/-)
(-/-)
(-/-)
(-/-)
(-/-)
anemis (+/+), hiperemia (-/-)
ikterus (-), hiperemia (-/-), pterygium (-/-)
Rp +/+, isokor, bentuk bulat, 3 mm, miosis (-/-),
midriasis (-/-)
: normal
: pseudopakia (-/-), keruh (-/-)
: normal ke segala arah
~ Telinga
Bentuk
Liang telinga (MAE)
Nyeri tekan tragus
Peradangan
Pendengaran
:
:
:
:
:
~ Hidung
Simetris
Deviasi septum
Napas cuping hidung
Perdarahan
Sekret
Penciuman
: (-/-)
: (-)
: (-/-)
: (-/-)
: kesan normal
~ Mulut
Simetris
Bibir
Gusi
Lidah
Gigi geligi
Mukosa
~ Leher
Simetris
Deviasi trakea
Kaku kuduk
Pembesaran KGB
JVP
Otot SCM
Pembesaran tiroid
:
:
:
:
:
:
(-)
(-)
(-)
normal (5+2) cm
aktif (-), hipertrofi (-)
(-)
~ Thorax
Inspeksi :
1)
2)
3)
4)
tampak.
5) Penggunaan otot bantu napas : SCM aktif (-), hipertrofi SCM (-), otot bantu
abdomen aktif (-).
6) Tulang iga dan sela iga : pelebaran ICS (-), penyempitan ICS (-), arah tulang
iga normal.
7) Fossa supraklavikula dan infraklavikula cekung simetris, fossa jugularis:
deviasi trakea (-).
8) Tipe pernapasan torako-abdominal dengan frekuensi napas 20 x/menit.
Palpasi :
1) Posisi mediastinum : deviasi trakea (-), ictus cordis teraba di ICS V linea
midclavicular sinistra, thrill (-).
2) Nyeri tekan (-), benjolan (-), krepitasi (-), suhu normal.
3) Pergerakan dinding dada simetris
4) Vocal fremitus normal
+
Perkusi :
1) Sonor pada kedua lapang paru
- Rhonki basah
-
- Wheezing
-
Palpasi :
1) Nyeri tekan
+
+
2) Massa (-)
3) Hepar/lien/ren tidak teraba
4) Murphy sign (-)
~ Ekstremitas
Ekstremitas Atas
Akral hangat
Ikterik
Deformitas
Edema
Sianosis
Petekie
Bercak luka
Clubbing finger
Sendi
CRT
: +/+
: -/: -/: -/: -/: -/: -/: -/: dbn
: < 2 detik
Ekstremitas Bawah
Akral hangat
Ikterik
Deformitas
Edema
Sianosis
Petekie
Bercak luka
Clubbing finger
Sendi
: +/+
: -/: -/: -/: -/: -/: -/: -/: dbn
IV.
RESUME
Pasien rujukan dari RSUD Sumbawa pada tanggal 26 Oktober 2016 dengan
diagnosa Abdominal pain e.c susp. Colesistitis kronis + Anemia ringan normositik
normokrom + Hipertensi terkontrol. Pasien datang dengan keluhan nyeri perut bagian
atas sejak 3 bulan terakhir seperti ditusuk-tusuk, hilang timbul dan terasa panas,
terkadang terasa kembung, dengan istirahat keluhan tidak membaik. Awalnya dengan
makan keluhan membaik, tetapi sekarang nyerinya tetap. Keluhan mual (+) muntah
(-). Pasien juga mengeluhkan gangguan BAB sejak 1 tahun terakhir, dimana fesesnya
keras, berwarna kehitaman, tidak berlendir. Frekuensi makan pasien 3 kali sehari, tapi
pasien sering telat makan. Pasien sering mengkonsumsi jamu dan obat-obatan herbal
untuk mengatasi keluhan, tetapi dirasakan tidak membaik. Gangguan BAK (-),
frekuensi BAK 3x sehari, berwarna kuning normal, keluhan pusing (-), demam (-),
sesak (-). Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sedang, kesadaran
kompos mentis, GCS E4V5M6, TD 180/90 mmHg, nadi 76 kali/menit, respirasi 20
kali/menit, dan suhu aksila 36,2oC. Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva
pucat dan nyeri tekan abdomen pada epigastrium.
V.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Batas Normal
HB: 13,0 18,0 g/dt
HCT: 28,8 %
HCT: 40 - 50 %
MCV: 72 m3
MCV: 82 92 m3
MCH: 22,3 pq
MCH: 27 31 m3
MCHC: 30,9 %
MCHC: 32 39 %
Nilai Normal
GDS: <160 mgl/dl
SGOT: <40 U/L
SGPT: <41 U/L
Albumin: 3,5-5,2 g/dl
Ureum: 10-15 mg/dL
Kreatinin: 0,9 1,3 mg/dL
Na serum: 135-145 mmol/L
K serum: 3,5 5,3 mmol/L
Cl serum: 95 105 mmol/L
ASSESMENT
-
VII. PLANNING
Planning Diagnosis
Laboratorium
Feses lengkap
USG abdomen
Endoskopi
Planning Terapi
Planning Monitoring
Keluhan
Tanda vital
DL
VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam
Quo ad functionam
Quo ad sanationam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
Daftar Pustaka
1. Setyohadi, B. dkk. Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas dalam EIMED PAPDI
Kegawatdaruratan Penyakit Dalam. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam
Indonesia. 2012