PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kesehatan ibu merupakan hak utama bagi perempuan usia reproduktif, tidak
hanya meliputi keadaan sehat saat hamil, tentunya meliputi keadaan sehat saat
bersalin maupun setelah persalinan atau keadaan postpartum. Komplikasi
kehamilan yang telah dilaporkan hingga saat ini jumlahnya semakin meningkat
dan diperkirakan setiap menitnya terjadi kematian ibu akibat komplikasi
persalinan. Laporan WHO tahun 2005 menyatakan bahwa keadaan ibu yang buruk
menyumbang kematian tertinggi ke empat di seluruh dunia, setelah HIV, malaria,
dan tuberkulosis. Sebagian besar ibu meninggal disebabkan oleh proses biologis
bukan akibat penyakit tertentu. Terhitung di seluruh dunia, sekitar 50-71%
kematian ibu terjadi selama persalinan atau saat periode post partum. Partus kasep
merupakan salah satu keadaan yang menyumbang morbiditas dan mortalitas ibu
dan neonatus.1
Persalinan diangap mengalami kemacetan ketika bagian presentasi janin
tidak mengalami kemajuan pada jalan lahir meskipun terdapat kontraksi uterus
yang kuat. Kejadian yang demikian dapat mengakibatkan munculnya keadaan
gawat baik pada ibu maupun janinya. Partus kasep merupakan istilah yang
digunakan untuk menunjukkan keadaan persalinan yang macet sehingga
menimbulkan gejala-gejala seperti dehidrasi, infeksi, kelelahan ibu, serta asfiksia
hingga kematian janin. Keberhasilan persalinan ditentukan oleh 3 faktor, yaitu
kekuatan mendorong janin keluar (power) yang meliputi his (kekuatan uterus),
kontraksi otot dinding perut, dan kontraksi diafragma. Faktor lainnya, yaitu faktor
janin (passanger) dan faktor jalan lahir (passage). Selain ketiga faktor tersebut,
faktor penolong serta faktor psikis juga ikut berkontribusi di dalamnya. 2,3,4
Penyebab partus kasep adalah multikompleks, salah satunya disproporsi
cepalopelvis, dimana terdapat ketidak sesuaian antara kepala bayi dengan rongga
pelvis yang akan dilaluinya. Penyebab lain yang sering ditemukan seperti,
kelainan his, malpresentasi atau malposisi janin, ketuban pecah dini, dan tumor
pelvis.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Nullipara
> 20 jam
< 1.2 cm/ jam
< 1 cm/ jam
>2 jam
>2 jam
>2 jam
>30 menit
Multipara
>14 jam
< 1.5 cm/ jam
< 2 cm/ jam
>2 jam
>1 jam
>1 jam
>30 menit
yang terjadi selama fase aktif, Dimana protraction mengarah pada dilatasi dan
penurunan fetus yang melambat, dan gangguan arrest mengarah pada keadaan
terhentinya dilatasi servik atau penurunan fetus atapun keduanya.7
2.2
Epidemiologi
Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SKDI) tahun 2002-
2003 melaporkan bahwa dari seluruh persalinan, 64% ibu tidak mengalami
komplikasi selama persalinan, persalinan lama sebesar 31%, perdarahan
berlebihan sebesar 7%, infeksi sebesar 5%. Pada ibu yang melahirkan melalui
bedah sesarea, 59% terjadi akibat persalinan yang mengalami komplikasi, dimana
sebagian besar merupakan persalinan lama (42%). Berdasarkan survei ini juga
dilaporkan bahwa bayi yang meninggal dalam usia satu bulan setelah dilahirkan,
39% terjadi akibat komplikasi termasuk persalinan lama (30%), perdarahan 12%
dan infeksi (10%).5
2.3
Etiologi
Secara umum penyebab partus lama dapat dibagi kedalam beberapa faktor
yaitu faktor panggul, faktor anak, faktor tenaga, faktor psikis dan faktor penolong.
Faktor-faktor ini saling berkaitan dan mendukung terjadinya kelancaran
persalinan. Persalinan akan mengalami hambatan bila salah satu mengalami
gangguan, atau berapa pada kondisi abnormal. Berikut akan dipaparkan lebih
lanjut mengenai faktor-faktor tersebut.2,3
2.3.1 Faktor Panggul
Pada panggul ukuran kecil akan terjadi disproporsi dengan kepala janin
sehingga kepala janin tidak dapat melewati panggul meskipun ukuran janin berada
dalam batas normal. Kurangnya gizi saat masa kanak-kanak merupakan salah satu
hal yang dapat menyebabkan ukuran pelvis yang kecil pada wanita. Ukuran
panggul dapat sangat berbeda dari ukuran normal pada seorang wanita yang
menderita riketsia atau osteomalasia di masa mudanya. Selain itu faktor keturunan
juga berpengaruh terhadap ukuran dan bentuk panggul.8
Prevalensi kondisi ini adalah 10%. Pada keadaan pelvis yang abnormal
posisi oksiput yang sebelumnya tranversal, berhenti berotasi pada kala II
persalinan, sehingga posisi oksiput menetap dan tidak mengalami putar paksi
dalam. Salah satu penyebab terjadinya adalah usaha penyesuaian kepala terhadap
bentuk dan ukuran panggul. Penyebab yang lain adalah otot-otot dasar panggul
yang lembek pada multipara atau kepala janin yang kecil dan bulat sehingga tidak
ada paksaan pada belakang kepala janin untuk memutar ke depan.7,9
2.3.2.2 Posisi oksiput posterior persisten
Pada sebagian besar persalinan normal, bayi lahir dengan posisi letak
belakang kepala, yaitu ubun-ubun kecil saat sebelum terjadi ekspulsi akan
memutar ke depan dengan sendirinya sehingga janin bisa lahir secara spontan.
Terkadang pada kondisi tertentu, dimana terdapat keadaan panggul seperti
anthropoid, android dan kesempitan pada midpelvis, ataupun janin sebelum lahir
berada pada posisi letak punggung dorsoposterior atau oksiput masuk pintu atas
panggul dengan posisi oksiput berada pada segmen posterior panggul,
mengakibatkan posisi oksiput tidak berputar ke depan sehingga terjadi posisi
oksiput yang menetap di posterior panggul.7
Pada presentasi ini, kepala janin dalam keadaan defleksi ringan ketika
melewati jalan lahir. Sehingga ubun-ubun besar menjadi bagian terendah. Bagian
terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba UUB yang paling
rendah. Pada presentasi puncak kepala, lingkaran kepala yang melalui jalan lahir
adalah sirkumferensia frontooksipitalis dengan titik perputaran yang berada di
bawah simfisis adalah glabela. Presentasi puncak kepala tergantung pada derajat
defleksi kepala janin, sehingga memungkinkan juga terjadi presentasi dahi atau
muka. Pada umumnya kedudukan presentasi puncak bersifat sementara, yang
kemudian menjadi presentasi belakang kepala3,9
2.3.2.4 Presentasi muka
Presentasi muka adalah keadaan dimana kepala janin dalam ekstensi
penuh, sehingga oksiput tertekan pada punggung dan muka merupakan bagian
terendah. Pada umumnya penyebab terjadinya presentasi muka adalah keadaankeadaan yang menyebabkan ekstensi kepala atau menghalangi fleksi kepala.
Keadaan yang menyebabkan ekstensi kepala misalnya pembesaran dari leher
seperti tumor, lilitan tali pusat disekitar leher. Selain itu, presentasi muka dapat
terjadi pada janin yang telah kehilangan tonusnya seperti pada KJDR. Persalingan
pervaginam hanya dapat terjadi pada presentasi muka dagu anterior jika tidak ada
disproporsi sefalopevik.10
2.3.2.5. Presentasi dahi
Presentasi dahi disebabkan oleh terjadinya ekstensi partial dari kepala
janin, mengakibatkan posisi oksiput lebih tinggi dari sinsiput. Pada umumnya,
presentasi dahi bersifat sementara, dan sebagian besar akan berubah menjadai
presentasi muka atau presentasi belakang kepala. Sebab terjadinya presentasi dahi
pada dasarnya sama dengan sebab terjadinya presentasi muka karena semua
presentasi muka biasanya melewati fase presentasi dahi lebih dahulu.9,10
melebar dan fundus tampak lebih rendah tidak sesuai dengan usia kehamilannya.
Pada palpasi, fundus uteri kosong, kepala janin berada di samping, dan diatas
simfisis juga kosong.10,11
2.3.2.8 Presentasi ganda
10
11
turunnya tali pusat. Dengan demikian prolaps funikuli sering didapatkan pada
letak sungsang dan letak lintang. Pada kehamilam premature lebih sering dijumpai
karena kepala anak yang kecil tidak dapat menutup pintu atas panggul secara
sempurna.3,9
2.3.3. Faktor tenaga
Faktor tenaga berkaitan dengan kelainan his. His yang tidak normal dalam
kekuatan atau sifatnya menyebabkan hambatan pada jalan lahir yang lazimnya
dapat diatasi menjadi tidak dapat diatasi sehingga menyebabkan persalinan
menjadi macet. His yang normal dimulai dari salah satu sudut di fundus uteri yang
kemudian menjalar merata simetris ke seluruh korpus uteri dengan adanya
dominasi kekuatan pada fundus uteri dimana lapisan otot uterus paling dominan.
Disusul dengan relaksasi secara merata dan menyeluruh hingga tekanan dalam
amnion kembali ke asal. Jenis-jenis kelainan his diantaranya inersia uteri,
incoordinate uterine contraction.9
2.3.3.1 Inersia uteri
Pada kondisi ini, fundus berkontraksi lebih kuat dan lebih dahulu daripada
bagian-bagian yang lain, peranan fundus tetap menonjol. Kelainannya terletak
pada kontraksi uterus yang lebih lemah, lebih singkat dan lebih jarang
dibandingkan biasanya. Keadaan umum penderita baik dan biasanya nyeri tidak
seberapa. Selama ketuban masih utuh umumnya tidak banyak berbahaya, kecuali
jika persalinan berlangsung dalam waktu yang lama. Hal ini disebut inersi uteri
primer. Inersia uteri sekunder adalah timbulnya inersia uteri setelah sempat
berlangsung his kuat untuk waktu yang lama.3,4,12
2.3.3.2 Incoordinate uterine contraction
Pada keadaan ini sifat his berubah, tonus otot uterus terus meningkat, juga
di luar his, dan kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa karena tidak ada
sinkronisasi diantara bagian-bagiannya. Tidak adanya koordinasi pada kontraksi
uterus bagian atas, tengah, dan bawah menyebabkan his tidak efisien dalam
mengadakan pembukaan. Disamping itu tonus otot uterus yang meningkat
12
menyebabkan rasa nyeri yang lebih hebat dan lama bagi ibu dan dapat pula
menyebabkan hipoksia janin.3,12
2.3.4 Faktor penolong
Dalam proses persalinan, selain faktor ibu dan janin, penolong persalinan
juga mempunyai peran yang sangat penting. Penolong persalinan bertindak dalam
memimpin proses terjadinya kontraksi uterus dan mengejan hingga bayi
dilahirkan. Seorang penolong persalinan harus dapat memberikan dorongan pada
ibu yang sedang dalam masa persalinan dan mengetahui kapan haruis memulai
persalinan. Selanjutnya melakukan perawatan terhadap ibu dan bayi. Oleh karena
itu, penolong persalinan seharusnya seorang tenaga kesehatan yang terlatih dan
terampil serta mengetahui dengan pasti tanda-tanda bahaya pada ibu yang
melahirkan, sehingga bila ada komplikasi selama persalinan, penolong segera
dapat melakukan rujukan. Pimpinan yang salah dapat menyebabkan persalinan
tidak berjalan dengan lancar, berlangsung lama, dan muncul berbagai macam
komplikasi.11
Di Indonesia, persalinan masih banyak ditolong oleh dukun. Dan baru
sedikit sekali dari dukun beranak ini yang telah ditatar sekedar mendapat kursus
dukun. Karenanya kasus-kasus partus kasep masih banyak dijumpai, dan keadaan
ini memaksa kita untuk berusaha menurunkan angka kematian ibu maupun anak.
Yang sangat ideal tentunya bagaimana mencegah terjadinya partus kasep. Bila
persalinan berlangsung lama, dapat menimbulkan komplikasi-komplikasi baik
terhadap ibu maupun terhadap anak, dan dapat meningkatkan angka kematian ibu
dan anak.13
Hasil penelitian Irsal dan Hasibuan di Yogyakarta menunjukkan bahwa
faktor-faktor yang berpengaruh dan secara statistik bermakna terhadap kejadian
kala II lama adalah penolong persalinan bukan dokter, sehingga selanjutnya perlu
persalinan tindakan di RS. Demikian pula hasil penelitan Rusydi di RSUP
Palembang, menemukan bahwa partus kasep yang akhirnya dilakukan tindakan
operasi, merupakan kasus rujukan yang sebelumnya ditolong oleh bidan dan
dukun di luar rumah sakit.13
13
Patofisiologi
Persalinan normal rata-rata berlangsung tidak lebih dari 24 jam dihitung
awal pembukaan sampai lahirnya anak. Apabila terjadi perpanjangan dari fase
laten (primi 20 jam, multi 14 jam) dan fase aktif (primi 1,2 cm per jam, multi 1,5
cm per jam) atau kala pengeluaran (primi 2 jam dan multi 1 jam), maka
kemungkinan akan timbul partus kasep.
Partus yang lama, apabila tidak segera diakhiri, akan berlanjut pada partus
kasep dengan tanda-tanda sebagai berikut :
1. Kelelahan ibu, dikarenakan mengejan terus, sedangkan asupan kalori
biasanya kurang.
2. Dehidrasi dan gangguan keseimbangan asam basa/elektrolit karena
intake cairan kurang.
3. Infeksi rahim; terjadi bila ketuban pecah lama, sehingga terjadi infeksi
rahim yang dipermudah karena adanya manipulasi penolong yang
kurang steril.
4. Perlukaan jalan lahir; terjadi karena adanya disproporsi kepala panggul
juga manipulasi dan dorongan dari penolong.
5. Gawat janin sampai kematian janin karena asfiksia dalam rahim.2,14
Tujuan persalinan adalah untuk melahirkan janin dan kemudian plasenta,
dan untuk mengetahui apakah terdapat hambatan pada ibu. Uterus akan
14
15
4. Pada partus kasep dapat juga muncul tanda-tanda ruptur uteri yang berupa
perdarahan dari OUE, his menghilang, bagian janin mudah teraba dari
luar, pada pemeriksaan dalam didapatkan bagian terendah janin mudah
didorong ke atas, robekan dapat meluas sampai serviks dan vagina.11
Sementara gejala klinis yang nampak pada bayi meliputi:
1. Denyut jantung janin cepat, hebat, tidak teratur, bahkan negatif
2. air ketuban terdapat mekonium, kental kehijau-hijauan, berbau.
3. Kaput suksedaneum yang besar. Kaput ini dapat berukuran cukup
besar dan menyebabkan kesalahan diagnostik yang serius. Biasanya
kaput suksedaneum, bahkan yang besar sekalipun, akan menghilang
dalam beberapa hari.
4. Moulase kepala yang hebat akibat tekanan his yang kuat, tulang
tengkorak saling bertumpang tindih satu sama lain.
5. Kematian janin dalam kandungan atau intra uterine fetal death
(IUFD).2,3,11
2.6.
Diagnosis
Diagnosis partus kasep ditegakkan berdasarkan adanya partus lama yang
disertai dengan tanda dan gejala komplikasi dari partus lama tersebut.
Berikut tabel dibawah ini yang dapat dijadikan pedoman dalam diagnosis
kelainan partus lama.
Tabel 2.2 Diagnosis kelainan partus lama16
Tanda dan gejala klinis
Diagnosis
Belum
labor
inpartu,
false
serviks
melewati
garis
waspada
partograf:
1. Frekuensi dan lamanya kontraksi kurang dari Inersia uteri
3 kontraksi per 10 menit dan durasi kurang
16
dari 40 detik
2. Secondary arrest of dilatation atau arrest of
Disproporsi sefalopelvik
descent
3. Secondary arrest of dilatation dan bagian Obstruksi
terendah dengan kaput, terdapat molase hebat,
edema serviks, tanda ruptura uteri imminens,
fetal dan maternal distress
4. Kelainan presentasi
Malpresentasi
second stage)
17
3. Demam
4. Gangguan keseimbangan asam basa/elektrolit, asidosis
5. Infeksi intrauterin sampai sepsis
6. Dehidrasi sampai syok
7. Robekan jalan lahir sampai robekan rahim (ruptur uteri)
Sementara tanda-tanda komplikasi janin yang dapat ditemukan pada partus
kasep, diantaranya:
1. Kaput suksedaneum
2. Denyut jantung janin, meningkat, menurun, atau ireguler
3. Gawat janin
4. Kematian janin2,3,17
2.7.
Penatalaksanaan
Dalam menerapi partus kasep keadaan umum ibu perlu diperbaiki.
18
Komplikasi
Pada partus kasep dapat menimbulkan keadaan yang serius baik pada ibu
maupun pada bayi. Infeksi adalah bahaya serius yang mengancam ibu dan
janinnya, terutama bila disertai pecahnya ketuban. Bakteri didalam cairan amnion
menembus amnion dan menginvasi desidua serta pembuluh korion sehingga
terjadi bakteremia dan sepsis pada ibu dan janin.3
Pada keadaan dimana terjadi infeksi intrauterin dapat dinilai berdasarkan
kriteria Gibbs, meliputi temperatur rektal 37,6oC disertai dengan 2 atau lebih
tanda-tanda berikut yaitu: takikardi maternal (denyut jantung >100x/mnt),
takikardi fetal (denyut jantung >160x/mnt), uterine tenderness, cairan ketuban
keruh dan berbau, atau leukositosis maternal, jumlah leukosit >15.000/mm 3.18
selain itu dapat terjadi komplikasi seperti pneumonia pada janin akibat aspirasi
cairan amion yang terinfeksi.3
Selain itu dapat terjadi dehidrasi, syok, kegagalan fungsi organ-organ, dan
robekan jalan lahir. Cincin retraksi patologis bandle dapat terjadi akibat
peregangan dan penipisan berlebihan segmen bawah uterus. Peregangan yang
abnormal yang berlangsung lama ini akan menyebabkan terjadinya ruptura uteri,
terutama pada wanita dengan paritas tinggi dan pada mereka dengan riwayat
bedah sesar. Apabila bagian terbawah janin menekan kuat ke pintu atas panggul
tetapi tidak maju untuk jangka waktu yang cukup lama, bagian jalan lahir yang
terletak diantaranya dan dinding panggul dapat mengalami tekanan berlebihan.
Karena gangguan sirkulasi, maka dapat terjadi nekrosis yang akan jelas dalam
beberapa hari setelah melahirkan dengan munculnya fistula vesikovaginal,
vesikoservikal, atau rektovaginal. Umumnya nekrosis akibat penekanan ini terjadi
setelah persalinan kala dua yang sangat berkepanjangan.3
Komplikasi yang terjadi pada janin akibat partus kasep adalah
terbentuknya kaput suksedanium dan molase terutama pada kasus cepalopelvis
disproporsi dan his yang terlalu kuat, hingga komplikasi serius, seperti kegawatan
pada janin dalam rahim sampai meninggal. Juga dapat terjadi kelahiran janin
19
dalam asfiksia berat sehingga menimbulkan cacat otak menetap. Komplikasi lain
yang mungkin timbul pada janin yaitu patah tulang dada, lengan, kaki, kepala
karena pertolongan persalinan.3,17
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama
Jenis Kelamin
Umur
Pendidikan
Suku/bangsa
Agama
Status Perkawinan
Pekerjaan
Alamat
: SUM
: Perempuan
: 27 tahun
: Tamat SD
: Bali, Indonesia
: Hindu
: Menikah
: Pedagang
: Banjar Dinas Tunas Sari,Gianyar
20
Tanggal MRS
: 11 Mei 2016
3.2 Anamnesis
Keluhan utama : nyeri perut hilang timbul
Anamnesis Umum
Pasien merupakan rujukan dari bidan dengan diagnosis G1P0000 40-41
minggu, T/H, PK 1 fase aktif + prolong fase aktif. Pasien mengeluh sakit perut
hilang timbul sejak pukul 19.00 ( tanggal 10/5/16), keluar lendir bercampur
darah (+), keluar air dikatakan pasien pukul 11.30 (tanggal 11/5/16)
Riwayat Menstruasi
1. Menarche umur 14 tahun dengan volume darah kurang lebih 40 cc. Lama haid
3-5 hari, siklus haid teratur yaitu 28 hari, namun tidak terdapat keluhan saat
2.
haid.
Hari Pertama Haid Terakhir : 3 Agustus 2015
Riwayat Pernikahan
Pasien menikah 1 kali, umur waktu pertama kali kawin adalah 26 tahun.
Menikah dengan suami 1 tahun yang lalu.
Riwayat Obstetri
I.
Hamil ini
21
: Tampak lemas
: E4V5M6
: 110/80 mmHg
: 90 x/ menit
: 20 x/ menit
: 38,5C
: 52 kg
: 154 cm
Status General
Mata
: Anemia -/-, ikterus -/Thorax
:
Cor
:
Inspeksi
: ictus cordis tidak terlihat
Palpasi
: ictus cordis tidak teraba
Perkusi
: batas kiri
: MCL (S) ICS V
batas kanan
: PSL (D) ICS IV
batas atas
: ICS II
Auskultasi
: S1S2 tunggal, regular, murmur (-)
Pulmo :
Inspeksi
: gerak pernafasan simetris statis & dinamis
Palpasi
: VF N/N
Perkusi
: sonor/sonor
Auskultasi
: vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/Abdomen
: Sesuai dengan pemeriksaan ginekologi
Ekstremitas :
Hangat
+ +
+ +
Status Obstetri
Abdomen:
Inspeksi : perut tampak membesar dan bulat, striae gravidarum
(+), linea nigra (+), luka bekas operasi (-), distensi (-)
Palpasi : TFU teraba 31 cm, tafsiran berat janin (TBJ): 3100
gram.
Leopold 1 : teraba bagian besar, bulat dan luna, kesan
bokong.
22
sebelah
kiri
bawah
umbilikus
dengan
frekuensi
184x/menit.
Vulva/Vagina:
Inspeksi
Pemeriksaan Dalam
Inspekulo
VT
Hasil
14,1
13,0
38,2
90,1
29,1
34,1
164
Rujukan
4,10 10,00
12,0 16,0
37,0 47,0
81,0 96,0
27,0 36,0
31,0 37,0
150 400
Satuan
103/L
g/dL
%
dL
g/dL
g/dL
103/L
23
24
IUVD RL 30 tpm
Infus Paracetamol 3x500 mg IV (bila pasien febris)
Usul SC Cito
Pre op
Monitoring
KIE
:
Pasien dan keluarga dijelaskan tentang keadaan pasien, diagnosis dan rencana
penanganan, pengawasan lanjutan, komplikasi dan prognosisnya.
3.2 Data perkembangan pasien
11/5/2016 Jam 19.00 telah dilakukan SC
1.
S (subjektif)
2.
O (objektif)
ASI (+)
Pemeriksaan Fisik:
KU
Tekanan Darah
: 120/70mmHg
Nadi
: 88 x/ menit
: 36,6 C
Trect
: 36,8 C
Wh: -
25
Extremitas
: edema
, hangat
+++ +
3.
4.
A (assessment)
P (planning)
S (subjektif)
2.
O (objektif)
Tekanan Darah
: 110/70mmHg
Nadi
: 84 x/ menit
: 36,7 C
: 37 C
26
Wh: -
- -
Extremitas : edema
, hangat
+++ +
3.
4.
A (assessment)
P (planning)
S (subjektif)
O (objektif)
Tekanan Darah
: 110/80mmHg
27
Nadi
: 80 x/ menit
: 36,3 C
Trect
: 36,5 C
Wh: -
- -
Extremitas : edema
, hangat
+++ +
3.
4.
A (assessment)
P (planning)
28
BAB 4
PEMBAHASAN
Partus kasep merupakan suatu keadaan dimana persalinan mengalami
kemacetan dan berlangsung lama sehingga timbul komplikasi baik ibu dan janin
atau keduanya, seperti kelelahan ibu, dehidrasi, infeksi, serta asfiksia dan gawat
janin hingga Kematian Janin Dalam Rahim (KJDR).2 Sesuai dengan definisi
tersebut, kasus di atas dapat didiagnosis sebagai partus kasep, karena didapatkan
adanya persalinan yang berlangsung lama pada kala I fase aktif serta
ditemukannya komplikasi pada ibu, dimana ibu mengalami kelelahan, udema
pulva, demam akibat dehidrasi atau kemungkina terjadi infeksi akibat partus yang
berlangsung lama.
Kala I fase aktif pada primigravida dikatakan memanjang atau lama
apabila pembukaan/dilatasi serviks kurang dari 1,2 cm/jam untuk nullipara dan
kurang dari 1,5 cm/jam pada multipara. Pada pasien (nullipara) ini diameter
pembukaan serviks meningkat dari 6 cm menjadi 8 cm sejak pukul 06.00 sampai
dengan pukul 10.00 kemudian pukul 11.30 bukaan 9 cm hingga kemudian
menetap 9 cm pada pukul 13.30. Seharusnya pembukaan lengkap sudah terjadi
pada pukul 12.00, namun terjadi pemanjangan pembukaan hingga pukul 13.30
pembukaan masih 9 cm hingga kemudian dirujuk, keadaan ini pada partus lama
disebut sebagai protracted dilatation.7
Persalinan pada Kala I aktif berlangsung memanjang, akibatnya muncul
komplikasi pada ibu dan janin. Komplikasi pada ibu yaitu: ibu tampak mulai
kelelahan, vulva mengalami udema, dehidrasi dan peningkatan suhu tubuh, serta
pada janin yaitu: teraba caput serta pada akhir proses persalinan tampak air
ketuban mekonial. Air ketuban mekonial menunjukkan adanya gangguan
29
oksigenasi pada janin (fetal distress). Frekuensi normal denyut jantung janin
adalah antara 120 dan 160 denyutan per menit; selama his frekuensi ini bisa turun
tetapi diluar his kembali lagi ke keadaan semula. Pada kasus ini didapatkan denyut
jantung janin reguler, 184x/menit, keadaan ini menandakan terjadi keadaan gawat
janin.
Dari 5 faktor yang mempengaruhi proses persalinan, yaitu power, passage,
passenger, provider, psikis akan dijabarkan sebagai berikut:
1. Tenaga atau Kekuatan (power) : Pada kasus ditemukan adanya perubahan his
pada pasien. Kontraksi yang awalnya adekuat, mengalami perubahan durasi,
yaitu dari 4 kali dalam 10 menit selama 45-50 detik menjadi 4 kali dalam 10
menit selama 40 detik. Keadaan his yang demikian dapat diakibatkan oleh
kelelahan ibu.
2. Janin (passanger): Tidak didapatkan adanya kelainan letak janin, posisi janin,
presentasi janin dan bentuk janin. Dari hasil pemeriksaan denominator tidak
dapat ditentukan karena terdapat kaput. Kondisi janin setelah lahir dievaluasi
kaput yang terbentuk letaknya pada daerah puncak. Analisis letak kaput
mengarah pada kelainan letak, kemungkinan sewaktu masuk panggul dengan
his yang adekuat posisi terendah janin dengan posisi puncak kepala sehingga
penuruan kepala menjadi terhambat.
3. Jalan Lintas (passage): untuk kecurigaan terhadap CPD kemungkinan ada
dikarenakan janin saat evaluasi panggul tertahan di hodge II dan didapatkan
adanya kaput. CPD tidak hanya menandakan bahwa pintu atas dan pintu
tengah panggul tidak sempit, namun pada keadaan panggul normal, dimana
faktor janin juga berperan, baik karena ukuran maupun presentasi janin. Pada
kasus evaluasi panggul didapatkan panggul ibu dalam batas normal.
4. Penolong (provider): Penolong dalam hal ini terlambat merujuk pasien. Pasien
tidak mengalami kemajuan persalinan dari pukul 10.00 sampai dengan pukul
13.30 hingga pemantauan pada partograf melewati garis bertindak. Kemudian
pasien baru datang ke RSUD Sanjiwani pukul 14.30. Akibatnya ibu mulai
kelelahan, dengan vulva sudah udem, gelisah, dan dehidrasi.
5. Psikis: persiapan fisik untuk melahirkan, dukungan orang terdekat dan
intregitas emosional sudah cukup baik pada pasien ini, namun dalam hal
pengalaman dalam proses persalinan belum ada.
Untuk penatalaksanaan pasien dengan partus kasep pada kasus di atas,
tindakan
30
Resusitasi intrauterin:
-Ibu miring ke kiri
-O2 8 lpm
-IVFD RL 1000 cc
31
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Pasien didiagnosa partus kasep atas dasar kala 1 fase aktif lama
(prolonged active phase) yang kemudian diikuti dengan komplikasi yang
terjadi pada ibu dan janin.
2. Pasien didiagnosis partus kasep dengan didapatkan adanya pemanjangan
Kala I fase aktif disertai komplikasi ibu, yaitu kelelahan, terdapat edema
vulva, tanda infeksi, dan pada janin didapatkan adanya kaput serta kondisi
gawat janin.
3. Penyebab terjadinya partus kasep pada pasien studi kasus adalah karena
penolong yang terlambat merujuk pasien dan mallpresentasi janin.
4. Tindakan yang harus segera dilakukan pada partus kasep adalah resusitasi
intrauterine berupa pemberian oksigen, memposisikan ibu miring ke kiri,
rehidrasi cairan dengan ringer laktat / garam fisiologis 500cc dan segera
terminasi kehamilan sesuai indikasi.
5.2 Saran
1
dan ibu.
Diperlukan KIE (komunikasi, informasi dan edukasi), empati dan
dukungan psikologis yang memadai dan konstruktif pada pasien dan
keluarga mengenai partus kasep pada pasien sehingga memerlukan
perawatan antenatal secara berkala ke health provider pada kehamilan
berikutnya.
32
DAFTAR PUSTAKA
1. SR, Shaikh., Memon, N., & Uaman, G. 2015.
Obstructed Labor: Risk Factor & Outcome Among Women Delivered In A
Tertiary Care Hospital. Professional Med J. Vol. 22. pp: 615-620.
http://applications.emro.who.int/imemrf/Professional_Med_J_Q/Professional
_Med_J_Q_2015_22_5_615_620.pdf
2. Sofian, Amru. 2011.
Rustam Mochtar Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi.
Partus Lama (Prolonged Labor) Edisi 3, Jilid 1. Jakarta: EGC. pp: 264-63
3. Prawirohardjo, S., Saifuddin B., Rachimhadhi, T., & Wiknjosastro, H. 2010.
Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Partus Lama. Ed. 4, Cet. 3. Jakarta:
PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. pp: 564-79
4. L, Nugraha & Hussein, Z. 2014.
G2P1A0 Hamil Aterm Inpartu Janin Tunggal Hidup Presentasi Kepala
Dengan Partus Kasep. Medula. Volume 2. No. 3. Bagian Obstetri dan
Ginekologi Rumah Sakit Abdoel Moeloek FK Universitas Lampung. pp: 6065
5. Kusumawati, Yuli. 2006.
Faktor-faktor
yang
Berpengaruh
Terhadap
Persalinan
dengan
Tindakan.Http://eprints.undip.ac.id/15334/1/TESIS. Diakses pada 18
november 2011
6. FIGO. 2012. Management of The Second Stage Labor. International Jurnal of
Gynecology and Obstetrics. Vol. 119. USA: Elsevier. pp: 111-116
7. Leveno. J., et al. 2013. Williams Manual of Pregnancy Complications:
International Edition. Abnormal Labor and Delivery. Ed. 23rd. Norh America:
The McGraw-Hill Company. pp: 114-123
8. Neilson, J.P., lavender, T., et al. 2010.
Obstructed labour: reducing maternal death and disability during pregnancy.
british medical bulletin, vol 67. www.bmb.oxfordjournals.org
9. Wiknjosastro, H,. dkk.2008.
Ilmu Kebidanan, Edisi Ketiga. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
10. Lilihata, Gracia & Prasmusinto, Damar. Editor: Chris Tanto. 2014. Kapita
Selekta Kedokteran Edisi 4. Kelainan Presentasi. Jakarta: Media Aesculapius.
pp: 473-78
11. Pernoll, M. L. 2001.
Benson & Pernolls handbook of obstetrics and gynecology. Tenth edition.
New York: Mc Graw Hill
12. Joy,
S.,
Thomas,
P.
2011.
http://emedicine.medscape.com/article/273053-overview
Abnormal
Labor.
33
14. Syakurah,
Risma.
2011.
Tinjauan
Pustaka
Partus
Kasep.
http//www.wordpress.com. diakses tanggal 18 Nopember 2011
15. Mochtar, Rustam, 1998.
Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi, Edisi 2. Jakarta: EGC
16. Saifuddin, B., Adriaansz, G., Wiknjosastro, H & Waspodo, D. 2006., Buku
Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Persalinan
Lama. Edisi 1, Cet. 4. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
pp: 184-84.
17. Pereira, Gabriela. 2006.
Partus
Kasep.
Available
from:
\Http://last3arthtree.files.wordpress.com/2009/03/partus-kasep
18. Edwards, R. K. 2005.
Chorioamnionitis and Labour. Obstetri and gynecology clin N Am 32
(2005) 287-296. www.obgyn.theclinics.com
34