Anda di halaman 1dari 13

PENYUSUNAN PETA RISIKO BENCANA LONGSOR DI KABUPATEN

BOGOR, JAWA BARAT

Di susun oleh :
Yudi rahmat pratama
3713100039

JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH OPEMBER
2016

Abstrak
Dalam siklus penanggulangan bencana, penyusunan peta risiko bencana diperlukan dalam
tahap mitigasi dan kesiapsiagaan (preparedness) untuk mengidentifikasi daerah yang
berpotensi mengalami kerusakan dan kerugian akibat terjadinya bencana. Peta risiko bencana
dibuat dengan melakukan analisis terhadap data kerentanan, kapasitas dan ancaman bencana
berdasarkan unit analisis spasial tertentu. Untuk memberikan model identifikasi risiko yang
lebih teliti, perlu dibuat peta yang mengakomodir semua komponen bencana pada suatu
daerah dalam bentuk peta risiko bencana Kabupaten Bogor dipilih sebagai studi kasus dengan
unit spasial dalam batas desa dengan ancaman bencana longsor, gempa bumi. Masing-masing
indikator kerentanan, kapasitas dan ancaman pada unit spasial diidentifikasi untuk
menentukan kelas-kelas komponen pada indikator tersebut untuk kemudian diberikan bobot
secara bertahap sehingga diperoleh peta risiko tiap bencana dapat diidentifikasi daerah yang
berpotensi risiko paling tinggi di Kabupaten Bogor.

I.

Pendahuluan

A. Siklus Penanggulangan Bencana


Fokus kegiatan penanggulangan bencana tidak lagi hanya berkisar pada masalah respons pada saat
terjadi bencana, seperti penyaluran bantuan, penanganan korban, dan lain sebagainya. Demikian pula,
kegiatan penanggulangan bencana tidak berhenti sebatas padarevitalisasi infrastruktur yang rusak
setelah bencana tersebut berlalu.
Dengan banyaknya kejadian bencana dan potensi korban jiwa serta kerusakan materil yang sangat
besar, kegiatan penanggulangan bencana perlu dilakukan dalam siklus yang berkelanjutan agar
apabila sewaktu-waktu terjadi bencana, jumlah korban jiwa dan kerugian materil dapat ditekan
seminimal mungkin. Kegiatan penanggulangan bencana yang berkelanjutan (sustainable) meliputi
tanggap darurat bencana (Response), perbaikan kerusakan yang ditimbulkan oleh bencana (Recovery),
usaha-usaha fisik untuk menghadapi bencana serupa di masa yang akan datang (Mitigation) dan
peningkatan kesiapsiagaan apabila sewaktu-waktu terjadi bencana (Preparation). Keseluruhan
rangkaian kegiatan yang dilakukan secara berkelanjutan ini disebut dengan Siklus Penanggulangan
bencana (Disaster management cycle).

Gambar: Siklus penanggulangan bencana

Salah satu kegiatan yang dilakukan pada tahap mitigasi dan kesiapsiagaan bencana adalah
penyusunan Rencana Penanggulangan Risiko Bencana. Rencana Penanggulangan Risiko Bencana
diantaranya berisi langkah-langkah strategis untukmeningkatkan kemampuan masyarakat (coping
capacity) dalam menghadapi kejadian bencana. Untuk itu, perlu dilakukan identifikasi elemen-elemen
yang berpotensi mengalami risiko kerusakan dan kerugian akibat bencana melalui kegiatan penilaian
risiko (risk assessment).
B. Penilaian Risiko Bencana
Risiko bencana dinilai berdasarkan ada atau tidaknya ancaman pada suatu daerah, besar kecilnya
tingkat kerentanan faktor fisik/infrastruktur, penduduk, dan sosial-ekonomi serta seberapa kuat atau
lemah kapasitas masyarakat untuk melakukan pencegahan, adaptasi maupun mitigasi dalam rangka
meminimalkan korban dan kerugian akibat bencana. Kerangka penilaian risiko tersebut didasarkan
pada tiga buah elemen utama kegiatan penilaian risiko bencana:ancaman, kerentanan dan
kapasitas.Masing-masing komponen memiliki peranan tersendiri dalam menentukan tingkat risiko,
sehingga perlu dilakukan analisis untuk memperoleh nilai risiko sebagai kombinasi dari semua
elemen tersebut. Untuk itu, akan digunakan metode AHP untuk memberikan proporsi bobot yang
sesuai dengan peran masing-masing komponen tersebut.

a. Ancaman/bahaya
Ancaman adalah peristiwa atau kejadian baik disebabkan oleh faktor alam (seperti letusan puting
beliung, banjir, gempabumi dan lainnya) maupun faktor non-alam (seperti konflik sosial, tawuran, dan
lain sebagainya) yang berpotensi menimbulkan kerugian apabila terjadi bencana.Ancaman/bahaya
dapat dikategorikan dalam kelas-kelas sesuai dengan tingkat ancaman yang ditimbulkannya pada
kelompok masyarakat. Semakin tinggi nilai ancaman, semakin besar pula potensi terjadinya
kerusakan dan jatuhnya korban jiwa. Untuk memudahkan penilaian risiko, biasanya dibuat tiga buah
kelas yang menyatakan tingkat ancaman yang rendah (atau tidak ada ancaman), sedang dan tinggi.
Masing-masing ancaman memiliki ciri-ciri yang berbeda.
Sebagai contoh, Banjir dapat dikelaskan menjadi tiga kelas sesuai dengan tingkat bahayanya: banjir
yang melanda suatu desa, memiliki ketinggian air yang rendah dan lama genangan yang singkat dapat
dikategorikan bahwa tingkat ancaman banjir di desa tersebut adalah rendah. Sebaliknya, apabila di
desa lain terkena banjir dengan ketinggian air yang cukup tinggi dan menggenang cukup lama, maka
dapat dinyatakan bahwa ancaman banjir di desa ini adalah tinggi. Contoh lainnya adalah Letusan
Puting beliung yang dapat dikelaskan menjadi tiga buah kelas berdasarkan Kawasan Rawan Bencana
(KRB) nya.
Tabel: Jenis Ancaman pada Peta Risiko Bencana (Perka BNPB No 2 th 2012)

No.
1
2
3
4
5
6
7

Jenis Ancaman
Banjir
Gempa Bumi
Tsunami
Kebakaran Pemukiman
Kekeringan
Cuaca Ekstrim
Tanah Longsor

No.
8
9
10
11
12
13

Jenis Ancaman
Letusan Puting beliung
Gelombang Ekstrim dan Abrasi
Kebakaran Hutan dan Lahan
Kegagalan Teknologi
Konflik Sosial
Epidemi dan Wabah Penyakit

Karena sifatnya yang kompleks, penilaian ancaman seringkali harus diserahkan kepada para ahli yang
bersangkutan. Sebagai contoh, pada bencana gempa, penentuan kelas ancaman rendah, sedang dan
tinggi sebaiknya dilakukan oleh ahli geologi dan kegempaan. Data untuk ancaman biasanya diperoleh
dari instansi-instansi terkait atau dari perguruan-perguruan tinggi.
b. Resiko
ingkat risiko merupakan nilai yang dicari pada pemetaan risiko, yaitu seberapa rendah, sedang atau
tinggi risiko tersebut. Dengan mengetahui tingkat risiko pada suatu daerah, akan dapat diperoleh
gambaran seberapa besar risiko yang diperkirakan akan dialami apabila terjadi bencana. Risiko
merupakan fungsi dari Ancaman, Kerentanan dan Kapasitas. Berikut ilustrasinya:
Semakin besar ancaman, maka tingkat risiko yang ditimbulkan juga akan semakin besar. Semakin
luas daerah genangan banjir menunjukkan tingkat risiko yang semakin tinggi pula.
***
Semakin besar kerentanan, maka tingkat risiko yang ditimbulkan juga akan semakin besar, karena
semakin rentan suatu komunitas maka risiko timbulnya korban jiwa dan kerugian materil juga akan
semakin besar.
***
Semakin besar kapasitas, maka tingkat risiko akan semakin kecil, sebab semakin siap sebuah
komunitas dalam menghadapi bencana, maka kemungkinan timbulnya korban jiwa maupun
kerusakan materil akibat bencana juga akan semakin kecil.
Hubungan tersebut juga dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan matematis:

Risiko (R) = Ancaman (H) * Kerentanan (V)/Kapasitas(C)

dimana:
R : Disaster Risk
H : Hazard Threat

: Risiko Bencana, potensi terjadinya kerugian


: Ancaman bencana yang terjadi pada suatu lokasi.

V : Vulnerability

: Kerentanan suatu daerah yang apabila terjadi bencana maka akan


menimbulkan kerugian

C : Coping Capacity

: Kapasitas yang tersedia di daerah itu untuk melakukan pencegahan

atau pemulihan dari bencana.


Analisis risiko dilakukan dalam beberapa tahap sesuai dengan data yang dimiliki. Berikut adalah
beberapa tahapan yang perlu dilakukan untuk melakukan analisis risiko:

1
2
3
4
5
6
7
8
9
1
0
Gambar: Diagram analisis risiko bencana

Unit analisis risiko merupakan satuan terkecil dimana analisis risiko dilakukan (Aditya, 2010).
Berdasarkan Peraturan Kepala (Perka) BNPB No. 2 Tahun 2012, unit analisis memiliki ketentuan
tingkat kedetailan analisis (kedalaman analisis) yaitu:
a. Peta risiko di tingkat nasional minimal hingga kabupaten/kota,
b. Kedalaman analisis peta risiko di tingkat provinsi minimal hingga kecamatan,
c. Kedalaman analisis peta risiko di tingkat kabupaten/kota minimal hingga tingkat
kelurahan/desa/kampung/nagari
Setelah berhasil mengidentifikasi daerah mana saja yang memiliki tingkat risiko tinggi, selanjutnya
dapat disusun rencana aksi yang dapat dilakukan pada daerah tersebut untuk mengurangi risiko
bencana. Rencana aksi ini dapat berupa:

1. Peningkatan kapasitas kelompok masyarakat di daerah yang dimaksud agar mampu


menghadapi bencana, seperti melalui kegiatan pelatihan dan simulasi kebencanaan,
pembangunan Sistem Peringatan Dini, pembuatan jalur evakuasi, pengadaan alat komunikasi,
dan seterusnya.
2. Pengurangan kerentanan, seperti membangun pusat kesehatan masyarakat, mendirikan
koperasi, usaha-usaha mitigasi seperti pembangunan sabo dam, dan seterusnya.
Pada sebuah kegiatan penanggulangan bencana yang terpadu, hasil hitungan dan identifikasi risiko
perlu diwujudkan dalam program nyata penanggulangan bencana. Program tersebut selain berupa
rencana aksi juga perlu dilengkapi dengan stakeholder yang bertanggungjawab melakukan programprogram tersebut, juga estimasi biaya dan target capaian program.
Tabel: Contoh dari rencana aksi (Aditya, 2010)

Pada project akhir kali ini hanya akan dibahas mengenai penentuan risiko bencana yang terdiri dari
beberapa bencana sekaligus (multi-risiko), sedangkan mengenai penyusunan program dan rencana
aksi tidak akan dibahas lebih jauh.

II.

Pelaksanaan

Dari diagram pemetaan risiko yang telah disebutkan sebelumnya, pelaksanaan penyusunan peta multirisiko bencana dapat dibagi dalam empat tahapan utama, yaitu (1) Persiapan, (2) pembuatan peta
ancaman, bahaya dan kapasitas, (3) pembuatan Peta Risiko Bencana,
Pada tahap ini dilakukan persiapan berupa batasan area pemetaan, identifikasi kebutuhan data, unit
analisis yang dipilih serta perangkat lunak yang digunakan. Adapun untuk lokasi pemetaan risiko,
dipilih daerah Kabupaten Bogor sebagai daerah studi, dengan unit analisis yang digunakan adalah
pada batas desa. Lokasi ini dipilih karena tingginya frekuensi kejadian bencana dan kelengkapan data
baik kerentanan maupun kapasitas pada tiap unit analisis. Pada project ini digunakan perangkat lunak
QGIS yang merupakan perangkat lunak OpenSource GIS dengan fungsi analisis spasial yang cukup
lengkap. Tahapan persiapan pemetaan risiko meliputi beberapa tahapan turunan sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.

Identifikasi Data dan Unit Analisis


Penentuan Kriteria dan Kelas Data
Pembobotan Komponen
Penyusunan Matriks Penilaian Bahaya

Pada tahap ini dilakukan persiapan berupa batasan area pemetaan, identifikasi kebutuhan data, unit
analisis yang dipilih serta perangkat lunak yang digunakan. Adapun untuk lokasi pemetaan risiko,
dipilih daerah Kabupaten Bogor sebagai daerah studi, dengan unit analisis yang digunakan adalah
pada batas desa. Lokasi ini dipilih karena tingginya frekuensi kejadian bencana dan kelengkapan data
yang ada.

Ga
mbar: Lokasi pemetaan risiko di Kabupaten Bogor

Data yang tersedia di lokasi penelitian adalah sebagai berikut:


1. Data Dasar
Data dasar yang tersedia adalah batas desa di Kabupaten Bogor yang akan digunakan sebagai unit
analisis. Selain itu, terdapat juga data elevasi (SRTM), data jaringan jalan, data jumlah penduduk, data
bangunan dan lain sebagainya. Data ini diperoleh dari pemetaan potensi desa dan dari sumber lain.
2. Data Ancaman
Data ancaman bencana di Kabupaten Bogor yang digunakan pada proyek ini terdiri dari data
longsor. Data-data ini bersumber dari hasil pemodelan yang dikumpulkan oleh PVMBG (Pusat
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi), Dinas pekerjaan umum serta hasil pemodelan yang
dilakukan pada beberapa lembaga yang berwenang.
Berikut adalah gambar-gambar mengenai data ancaman yang telah tersedia di Kabupaten Bogor:

Gambar: Ancaman Tanah Longsor di Kabupaten Bogor

Data-data tersebut telah diperoleh dalam bentuk kelas-kelas ancaman, sehingga dapat langsung
digunakan dalam analisis penilaian risiko menggunakan teknik overlay.
3. Data Kapasitas
Data kapasitas yang tersedia adalah kelas-kelas desa pada tingkat ketangguhan bencana. Data ini
diperoleh dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Data kapasitas ini sama untuk
semua jenis ancaman, mengingat data yang diperoleh telah dikelaskan oleh penyedia data (BNPB)

menjadi tiga kelas: Non desa pratama (bukan desa tangguh bencana), Madya (ketangguhan sedang)
dan Desa Pratama (Desa Tangguh Bencana).

Pembuatan Peta Kerentanan

Peta kerentanan adalah peta yang menggambarkan tingkat kerentanan pada bentuk bahaya tertentu
di suatu daerah. Peta kerentanan disusunberdasarkan nilai masing-masing parameter penyusunnya
dikalikan secara hirarkis dengan bobot yang telah ditetapkan pada matriks penilaian bencana. Pada
QGIS, perkalian tersebut dapat dilakukan menggunakan Raster Calculator.
Kerentanan bahaya longsor merupakan fungsi dari kerentanan fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan
yang dinyatakan dalam nilai dan bobot indikator. Hitungan dilakukan secara bertahap (hirarkis)
dengan mengacu pada matriks penilaian yang telah dibuat sebelumnya.
Pada Raster Calculator, dimasukkan indikator untuk komponen kerentanan berikut masing-masing
bobotnya. Hitungan dilakukan secara bertahap sehingga diperoleh peta kerentanan bencana longsor.

Gambar: Hitungan komponen kerentanan fisik pada bencana longsor

Dari hasil hitungan untuk keempat komponen kerentanan (fisik, sosial, lingkungan dan ekonomi),
diperoleh raster yang masing-masing menggambarkan tiga tingkatan kelas kerentanan. Gambargambar berikut adalah keempat raster kerentanan hasil pembobotan pertama:
Keterangan

Kerentanan Lingkungan

Kerentanan Ekonomi

Kerentanan Sosial

Kerentanan Fisik

Gambar: Peta-peta kerentanan Longsor

Keempat raster tersebut kemudian dibobotkan lagi sehingga menjadi Peta Kerentanan Bencana
Longsor

Gambar: Hitungan Kerentanan

Gambar: Grasss Mapcalculator, cara lain untuk menghitung overlay raster

Hasil penyusunan Peta kerentanan longsor adalah sebuah raster dengan nilai piksel yang merupakan
kombinasi dari parameter-parameter penyusun beserta bobotnya.

Gambar: Peta Kerentanan Longsor

III. Kesimpulan
Mengingat tingginya tingkat kejadian bencana di Indonesia, perencanaan yang berkelanjutan dalam
penanggulangan bencana menjadi suatu kebutuhan yang harus dipenuhi oleh tiap kabupaten/kota di
Indonesia. Peta multi-risiko bencana dapat digunakan dalam siklus penanggulangan bencana sebagai
masukan dalam kegiatan penguatan kapasitas dan pengurangan risiko bencana. Peta-risiko bencana
dapat dibuat menggunakan perangkat lunak bebas dan terbuka, yang dalam tugas ini ditunjukkan
dengan QGIS.

Anda mungkin juga menyukai