Anda di halaman 1dari 10

MENJAWAB BEBERAPA TUDUHAN DISEKITAR

KOMPILASI AL-QUR'AN (part 2)


oleh Islam Menjawab Hujatan pada 20 Mei 2011 pukul 8:03
Banyak Fitnah-Fitnah keji yang dilontarkan oleh kaum kafir contohnya tentang kompilasi AlQuran, salah satu fitnah yang dilontarkan adalah fitnah yang mengatakan bahwa Al-Quran pada
saat ini tidak sama dengan Al-Quran pada jaman Rasulullah SAW. Berikut ini beberapa fitnah
keji dan jawabannya lanjutan dari note sebelumnya:

4. Ayat-ayat Rajam

Dan bagi laki-laki tua yang berzinah dan wanita tua yang berzinah, rajam mereka atas
kesenangan yang telah mereka perbuat, Umar bin Khattab berkata orang-orang akan
mengatakan bahwa Umar telah menambahkan sesuatu kepada kitab Allah, jika aku menulis ayat
rajam (True Guidance, p. 61- citing Al-Suyutis al-Itqan fii ulum al-Quran on nasikh wa
mansukh; Darwazas al-Quran Al-Majid)Kita harus menyatakan bahwa ayat rajam merupakan
pendapat Umar pribadi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya sesuai kaidah
ilmiah yang telah disepakati seperti adanya teks yang mendukung adanya ayat tersebut dan teks
tersebut harus ditulis dihadapan Rasulullah disaksikan oleh dua orang. (fathul bahri,Ibnu Hajar)

Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, bahwa Abu Bakar berkata pada Umar dan Zaid: `Duduklah
kamu berdua dipintu masjid. Bila ada yang datang kepadamu membawa dua orang saksi atas
sesuatu dari kitab Allah, maka tulislah (HR. Abu Dawud)

Itulah yang menyebabkan kesaksian Umar tertolak sebab begitu Umar ditanyakan argumennya
ayat tersebut memang ada dia tidak bisa membuktikannya (Muhammad ibn Muhammad Ab
Syahbah, al-Madkhal li Dirsat al-Qur`n al-Karm, (Kairo: Maktabah al-Sunnah, 1992), Cet. I,
hlm. 273)

Memang ada riwayat juga yang menyatakan Aisyah telah menyimpan teks tersebut dan hilang
setelah Rasulullah saw meninggal dunia, akan tetapi hal ini juga menjadi pertanyaan sebab
kenapa cuma Aisyah yang menyimpan teks tersebut dan mengapa tidak semua orang tahu akan
adanya ayat tersebut. Redaksi Umar yang menyatakan bahwa orang-orang akan mengatakan

bahwa Umar telah menambahkan sesuatu pada kitab Allah membuktikan bahwa ayat ini hanya
diketahui oleh Umar, Aisyah dan juga ditambah riwayat Ibnu Abbas. Akan tetapi mengapa hanya
tiga orang yang mengetahui ayat ini adalah sangat ganjil sebab rasulullah sendiri ditugaskan
untuk menyebarkan seluruh ayat Quran kepada semua manusia sehingga seharusnya ayat ini
diketahui banyak orang.

Adalah kebiasaan Rasulullah Saw untuk meminta penulis wahyu untuk membaca kembali ayat
tersebut setelah menuliskannya, menurut Zaid bin Tsabit, jika ada kesalahan dari penulisan dia
membetulkannya, setelah selesai barulah Rasulullah Saw membolehkan menyebarkan ayat
tersebut. (Majmauz Zawaid, vol.I, p. 60)

Rasulullah menulisnya dan baru menyebarkannya kepada masyarakat, riwayat ini membuktikan
bahwa suatu ayat seharusnya mutawatir (banyak diketahui orang) disamping ada teks yang dapat
dipertanggungjawabkan. Kecurigaan bahwa ayat yang dimaksud adalah hadits qudsi, hadits yang
memang diturunkan oleh Allah adalah sebuah keniscayaan sebab hadits sudah biasa diriwayatkan
dalam keadaan ahad.

Mungkin ada juga yang berdalih bukankah Zaid sendiri mencari Huzaimah Al anshary dan hanya
dia satu-satunya yang mempunyai akhir surat attaubah.?

Sampai saya temukan akhir dari surat At taubah pada Abu Khuzaimah Al Anshary yang tidak
terdapat pada surat yang lainnya (HR. Bukhari)

Pengecualian akhir surah al-Taubah dari kaidah tersebut, disebabkan catatannya hanya
ditemukan pada Ab Khuzaimah al-Anshr dan berdasarkan kemutawatiran hafalannya,
sehingga Rasulullah mengatakan kesaksiannya setara dua orang saksi bahwa ayat tersebut ditulis
di hadapan Rasulullah. (Shubh al-Shlih, Mabhits f Ulm al-Qur`n, (Beirut: Dr al-Ilmi li
al-Malyn, 1990), Cet. XVIII, hlm. 76)

Adapun perkataan Zayd: Saya tidak menemukannya kecuali pada Ab Khuzaimah, bukan
berarti penetapan Alquran dengan khabar hd karena Zayd dan sahabat lain menghafal ayat
tersebut dan pencariannya kepada sahabat bertujuan untuk menampakkannya bukan sebagai
pengetahuan baru. (Badr al-Dn al-Zarkasy, al-Burhn fi Ulm al-Qur`n, (Kairo: Dr Ihy`
al-Kutub al-Arabiyyah, 1957), Vol. I, hlm. 296)

Jadi Zayd sendiri mengetahui ayat tersebut dan berusaha membuktikannya dengan mencari data
yang digunakan untuk memperkuat argumennya, hingga catatan yang benar-benar ditulis
dihadapan rasulullah ditemukan. Karena Zayd sendiri memang sudah mempunyai catatan ayat
tersebut akan tetapi dia tidak punya catatan yang ditulis langsung dihadapan Rasulullah,
mengenai kesaksian Abu Khuzaimah yang setara dengan dua orang saksi telah ditegaskan oleh
Rasulullah sebelumnya, yang sekaligus membuktikan bahwa proses kompilasi Quran ini telah
diprediksi sebelumnya oleh Rasulullah Saw.

Dari Anas berkata bahwa ketika Nabi meninggal, tidak ada yang telah mengumpulkan Quran
kecuali empat para orang: Abu Al-Darda`, Muadz bin Jabal, Zayd bin Thabit dan Abu Zayd.
(HR. Bukhari)

Sahih Bukhari Volume 6, Book 60, Number 307: Narrated Zaid bin Thabit: When we collected
the fragramentary manuscripts of the Quran into copies, I missed one of the Verses of Surat alAhzab which I used to hear Allahs Apostle reading. Finally I did not find it with anybody except
Khuzaima Al-Ansari, whose witness was considered by Allahs Apostle equal to the witness of
two men. (And that Verse was Among the believers are men who have been true to their
covenant with Allah.

Terakhir dan bukti yang paling kuat adalah mengenai teks yang Umar yang meragukan dan aneh
serta tidak sesuai dengan gaya bahasa Quran:

Dan bagi laki-laki tua yang berzinah dan wanita tua yang berzinah, rajam mereka atas
kesenangan yang telah mereka perbuat

Lafadz al-Syaikhu wa al-Syaikhatu sangat meragukan karena berarti adalah laki-laki yang sangat
tua dan wanita yang sangat tua atau berusia lanjut hal ini seperti yang ada pada ayat Quran yang
lainnya,


Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Mad-yan ia menjumpai di sana
sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang
banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata: Apakah
maksudmu (dengan berbuat begitu)? Kedua wanita itu menjawab: Kami tidak dapat

meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya),


sedang bapak kami adalah orang tua (Syaikh) yang telah lanjut umurnya (QS. 28:23 )

Istrinya berkata: Sungguh mengherankan,


apakah aku akan melahirkan anak padahal aku adalah seorang perempuan tua (Syaikhatu) , dan
ini suamiku pun dalam keadaan yang sudah tua pula? Sesungguhnya ini benar-benar suatu yang
sangat aneh. (QS. 11:72 )


Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes, air
mani, sesudah itu dari segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak,
kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa (dewasa), kemudian
(dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua (Syaikh), di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum
itu. (Kami perbuat demikian) supaya kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan supaya kamu
memahami (nya). (QS. 40:67 )

Dari ayat-ayat tersebut diatas tampak kata Syaikh dan Syaikhatu dipergunakan untuk
menunjukkan kata laki-laki tua dan wanita tua. Artinya apa? artinya jelas bahwa jika ayat ini
dimasukkan berarti hukum rajam bagi pezina hanya diberlakukan bagi laki-laki dan wanita yang
sudah berusia tua, oleh karenanya tentu saja teks ini mengundang kritikan keras dari Zaid bin
Tsabit yang menyatakan : Bukankah dua pasang muda yang telah menikah juga dirajam?
(Muhammad ibn Muhammad Ab Syahbah, al-Madkhal li Dirsat al-Qur`n al-Karm, (Kairo:
Maktabah al-Sunnah, 1992), Cet. I, hlm. 273)

Tambahan dari saya, Umar sendiri telah mengakui bahwa Quran telah menyebutkan adanya ayatayat rajam. Jadi jika Umar meyakini bahwa ada ayat-ayat rajam yang tidak disebutkan tentulah
ini bertentangan dengan pernyataan Umar sendiri:

Sahih Bukhari Volume 9, Book 92, Number 424t : When we reached Medina, Umar (in a Friday
Khutba-sermon) said, No doubt, Allah sent Muhammad with the Truth and revealed to him the
Book (Quran), and among what was revealed, was the Verse of Ar-Rajm (stoning adulterers to
death). (See Hadith No. 817,Vol. 8 )

Sahih Bukhari volume 8, Book 82, Number 816: Narrated Ibn Abbas: Umar said, I am afraid
that after a long time has passed, people may say, We do not find the Verses of the Rajam
(stoning to death) in the Holy Book, and consequently they may go astray by leaving an
obligation that Allah has revealed. Lo! I confirm that the penalty of Rajam be inflicted on him
who commits illegal sexual intercourse, if he is already married and the crime is proved by
witnesses or pregnancy or confession. Sufyan added, I have memorized this narration in this
way. Umar added, Surely Allahs Apostle carried out the penalty of Rajam, and so did we
after him.

Hadis diatas juga hanya menjelaskan kekhawatiran Umar bahwa suatu saat orang-orang akan
mengatakan bahwa ayat-ayat rajam tidak diturunkan (diwahyukan) dalam Quran tapi hanya
melalui hadis. Ini saja pengertian dari hadis diatas. Kenyataannya hukum rajam telah disebutkan
dalam hadis.

5. Laporan dari Suyuthi dalam Al-Itqan

Aisyah menyatakan Surah al-Ahzab 33 : 56 pada masa Nabi adalah LEBIH PANJANG yaitu
dibaca Waala al-Ladhina Yusaluna al-Sufuf al-Uwal selepas Innalla ha wa Malaikatahu
Yusalluna Ala al-Nabi Aisyah berkata,Yaitu sebelum USMAN MENGUBAH mushafmushaf.Aisha dilaporkan menyatakan bahwa saat nabi SAW hidup, sura 33 (al-Ahzab) adalah 3
kali lebih panjang daripada yang ada dalam mushaf Usman.

Sumber : * Al Raghib al Isfahani, Muhadarat al Udaba, vol 4 p 434 * Suyuti, al Durre Manthur,
vol 5 p 180 * Suyuthi, al Itqan fi ulum al Quran, vol 1 p 226

Kutipan dari Suyuthi : Aisyah berkata, Surah al-Ahzab dibaca pada zaman Rasulullah SAW
SEBANYAK 200 AYAT, tetapi pada masa Usman menulis mushaf surah tersebut TINGGAL 173
AYAT SAJA.

Sanggahan :

* pertama yaitu kitab Suyuti bukanlah buku sumber, sehingga sebenarnya buku ini tidak bisa
dijadikan dasar argumentasi. Kenapa demikian adalah karena didalam buku ini tidak ada sanad,
dan sesuatu yang tidak mempunyai sanad tidak dapat dijadikan dasar argumentasi.

* Kedua, sebagai bukti bahwa buku Suyuti ini mengandung kekeliruan adalah ketika
menceritakan tentang berbagai macam perbedaan bacaan (lebih kurang 40 bacaan) dari berbagai
macam sumber pada kitab Al-Ittiqaan fi `uloom al-Quran pada kitab sesudahnya imam suyuti
yaitu Tafsir al-Hawaalik beliau justru mengakui bahwa tidak ada satupun riwayat tersebut yang
dapat diterima !!!.

* Ketiga, kalaupun riwayat itu diterima hal itu tidak bisa dibenarkan secara ilmiah karena sesuatu
yang hanya berdasarkan pendapat satu orang tidak dapat dijadikan bukti, karena didalam Islam
selain Quran juga ada yang dikenal sebagai hadits qudsi yang secara redaksional hampir mirip
dengan Al Quran.

* Keempat mengenai Aisyah sumber yang sahih seperti yang saya kutip diatas menunjukkan
bahwa apa yang ditulis oleh Aisyah sangat berbeda dengan apa yang dilakukan Zaid dan sahabat
yang lain karena Zaid menulis dihadapan nabi Muhammad, sedangkan Aisyah menulis setelah
mendengar dari nabi, sesuatu yang tidak mustahil bahwa persepsi Aisyah itu adalah pendapat
pribadi pada ayat itu dan bukan pada keberadaan/entitas ayat itu sendiri.

Akhirnya nampak jelas bagi kita segala argumentasi kaum pagan tentang Al Quran menjadi
terhempas dan semakin redup dibawah terang nya cahaya Quran dan nampaklah bahwa Quran
merupakan wahyu Allah yang terjaga sampai akhir zaman nanti.
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan
sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (QS. 15:9)

https://www.facebook.com/notes/islam-menjawab-hujatan/menjawab-beberapa-tuduhandisekitar-kompilasi-al-quran-part-2/161817267215701?comment_id=1582048

Al-QURAN DIKORUPSI 127 AYAT? (Menjawab Tudingan


Misionaris JIL dan Penginjil Kristen)
oleh Menjawab Berbagai Fitnah FaithFreedom pada 10 Januari 2011 pukul 4:44
Oleh: A. Ahmad Hizbullah M.A.G.

Sebagai konsekuensi dari dua kalimat syahadat, seorang Muslim meyakini Al-Quran sebagai
satu-satunya kitab suci pamungkas yang tidak mengandung keraguan (la rayba fih) sedikit pun.
Otentisitasnya dijamin langsung oleh Allah SWT, sehingga setiap huruf dan ayatnya selalu
terjaga sepanjang masa dari segala perubahan (tahrif), baik penambahan, pengurangan,
penyisipan, manipulasi, maupun perubahan tata letak ayat. Jaminan langsung dari Allah itulah
yang menjadi penentu kemurnian Islam sebagaimana yang diajarkan Rasulullah SAW.
Karenanya, para musuh Islam baik orientalis Yahudi maupun Kristen yang ingin meruntuhkan
Islam, menjadikan Al-Quran sebagai sasaran tembak. Mereka berpikir, jika keyakinan terhadap
otoritas (kehujjahan) Al-Quran ini runtuh, maka tidak ada lagi yang bisa dipertahankan dari
Islam selain namanya (illa ismuhu).
Salah satu upaya yang mereka tempuh untuk menggoyang keyakinan umat Islam terhadap
orisinalitas Al-Quran adalah menciptakan berbagai kebohongan yang dikemas sedemikian rupa
sehingga menimbulkan efek seolah-olah objektif dan ilmiah bahwa mushaf Al-Quran yang ada
di tangan umat Islam saat ini tidak sama dengan Al-Quran yang diwahyukan Tuhan kepada Nabi
Muhammad. Mereka menuding proses pembukuan Al-Quran oleh Khalifah Abu Bakar dan
Utsman RA banyak mengalami kesalahan dan distorsi.
Akhir-akhir ini, dalam berbagai situs, mailis dan blog, para penginjil giat menyerang otentisitas
Al-Quran dengan berbagai syubhat. Beberapa situs di antaranya: http://www.ekaristi.org,
http://eInjil.com, http://www.sarapanpagi.org, www.indonesia.faithfreedom.org, dll.
Salah satu amunisi untuk menyerang Al-Quran, justru mereka kais dari mulut para liberalis
berkedok Islam (kelompok JIL). Artikel Merenungkan Sejarah Al-Quran tulisan Luthfi
Assyaukanie dalam islamlib.com (17/11/2003), menjadi durian runtuh bagi para penginjil.
Dalam artikel tersebut, pentolan JIL yang menjadi dosen Sejarah Pemikiran Islam di Universitas
Paramadina Jakarta ini menuduh Al-Quran surat Al-Ahzab yang ada saat ini tidak sesuai dengan
Al-Quran yang diajarkan Nabi Muhammad, karena dikorupsi 127 ayat pada proses
pembukuannya. Berikut kutipannya:
Perbedaan antara mushaf Utsman dengan mushaf-mushaf lainnya bisa dilihat dari komplain
Aisyah, istri Nabi, yang dikutip oleh Jalaluddin al-Suyuthi dalam kitabnya, al-Itqan, dalam katakata berikut: pada masa Nabi, surah al-Ahzab berjumlah 200 ayat. Setelah Uthman melakukan
kodifikasi, jumlahnya menjadi seperti sekarang [yakni 73 ayat].
(http://www.islamlib.com/id/page.php?page= article&id=447).

Serangan para penginjil Kristen dan liberalis Muslim itu bukan hal yang baru, melainkan sudah
kuno dan kadaluwarsa (out of date). Jauh sebelumnya tudingan ini telah dilontarkan oleh Robert
Morey pada tahun 1992 dalam buku The Islamic Invasion. Morey menulis:
Some verses missing. According to Professor Guillaume in his book, Islam, (p. 191 ff), some of
the original verses of the Quran were lost. For example, one Sura originally had 200 verses in the
days of Ayesha. But by the time Utsman standardized the text of the Quran, it had only 73
verses! A total of 127 verses had been lost, and they have never been recovered. (The Islamic
Invasion: Confronting the Worlds Fastest Growing Religion, Harvest House Publishers, Eugene,
Oregon, p. 121).
(Beberapa Ayat Hilang. Menurut Profesor Guillaume dalam bukunya yang berjudul Islam, pada
halaman 191 ff disebutkan bahwa beberapa ayat Al-Quran yang asli telah hilang. Contohnya
adalah salah satu surat yang aslinya terdiri dari 200 ayat pada zaman Aisyah. Akan tetapi anehnya sesaat sebelum Utsman membukukan teks Al-Quran, jumlah ayatnya tersisa hingga 73 ayat!
Sedangkan 127 ayat lainnya telah hilang begitu saja dan tidak pernah ditemukan lagi hingga
sekarang).
Betapa kompaknya ocehan penginjil Kristen dan aktivis JIL itu, sangat cocok bagai cembul
dapat tutupnya. Sama-sama menghujat, dan sama-sama tidak ilmiah.
Gaya mengkritik para penginjil, orientalis dan liberalis itu sangat kampungan dan tidak ilmiah
sama sekali. Mereka hanya bisa menuding Al-Quran hilang tanpa menyebutkan teks ayat yang
dituding hilang itu, apa motifnya, dan siapa yang menghilangkannya.
Hal ini berbeda dengan gaya ilmuwan Kristen ketika mengkritik Alkitab (Bibel), kitab suci
mereka sendiri. Ketika memvonis kepalsuan ayat ketuhanan Trinitas dalam kitab 1 Yohanes 5:78: Sebab ada tiga yang memberi kesaksian [di dalam sorga: Bapa, Firman dan Roh Kudus; dan
ketiganya adalah satu. Dan ada tiga yang memberi kesaksian di bumi] (1 Yohanes 5:7-8).
Mmereka bisa membuktikan siapa yang pemalsunya, kapan terjadinya dan apa motif pemalsuan
ayat tersebut. William Barclay teolog terkemuka asal Skotlandia yang dikukuhkan menjadi
Gurubesar dalam bidang Biblical Criticism tahun 1969 bisa menunjukkan asal-usul kepalsuan
ayat Trinitas itu. Dengan data-data yang valid, dibuktikannya bahwa orang pertama yang
mengutip ayat itu adalah Priscillian, seorang bidat asal Spanyol yang meninggal tahun 385.
Sisipan teks ayat itu berasal dari komentar atau catatan pada margin Alkitab yang dimasukkan
secara resmi ke dalam Alkitab karena dianggap mendukung doktrin Trinitas (William Barclay,
The Daily Bible Study: the Epistles of John and Jude, [edisi Indonesia: Pemahaman Alkitab
Setiap Hari: Surat-surat Yohanes dan Yudas], hlm. 185-187).
Terhadap tudingan korupsi 127 ayat dalam Al-Quran, kita tidak bisa berkomentar banyak,
karena tudingan tersebut disuguhkan apa adanya tanpa penelitian sedikit pun. Padahal, sebagai
seorang ilmuwan terpelajar, seharusnya mereka melakukan penyelidikan lebih jauh, darimana
riwayat kisah tersebut dikutip oleh Guillaume. Tuduhan ini tertolak dengan fakta-fakta berikut:

Pertama, Khabar dalam Al-Itqan yang dikutip oleh Luthfi Assyaukanie maupun Profesor Guillaume tidak valid dan patut dipertanyakan, karena tidak mencamtumkan sanad yang shahih
sampai kepada para shahabat.
Apalagi, para ulama hadits menyebut riwayat yang mencatut nama Aisyah ummul mukminin itu
sebagai sanad yang paling lemah (Tafsir At-Tahrir Wat-Tanwir X/246).
Senada dengan itu, Muhammad Izzah Daruzah yang telah melakukan penelitian terhadap
tuduhan itu, menyebutnya sebagai khabar yang kurang dipercaya (dhaif) dan tidak terdapat
dalam kitab hadits yang shahih. Maka tawaquf (abstain) dari khabar tersebut lebih afdhal. Selain
itu, dalam mushaf Utsman RA dinukil dari mushaf yang telah disusun pada masa Abu Bakar RA,
tidak mungkin terjadi penghapusan satu ayat pun, apalagi sampai ratusan ayat seperti yang
dituduhkan itu. Apalagi Aisyah RA adalah wanita yang kuat hafalan baik terhadap ayat-ayat AlQuran maupun hadits nabi. Sehingga sangat tidak masuk akal jika Aisyah hanya berdiam diri
saat menjumpai ada ratusan ayat yang dihapus. Kalaupun pengurangan ayat itu terjadi tidak
masuk akal pula kalau dirinya tidak membantah (At-tafsir Al-Hadits; Tafsir Suwar Murattabah
Hasba Nuzul, VIII/238-239).
Kedua, Secara logika, penyusutan ayat dari 200 menjadi 73, artinya hilang 127 ayat. Ini bukan
suatu jumlah yang sedikit. Seandainya Utsman mengorupsi 127 ayat Al-Quran pada proses pembukuan, bisa dipastikan umat Islam akan geger pada waktu itu, bahkan bisa terjadi konflik
berdarah yang akan menggagalkan proses pembukuan Al-Quran. Jika berani mengorupsi ayat
Al-Quran meskipun hanya satu ayat, pastilah Utsman akan menuai komplain dari para shahabat
lainnya, karena sangat banyak shahabat yang hafal Al-Quran di luar kepala.
Ketiga, Riwayat dhaif tentang komplain Aisyah terhadap mushaf Al-Quran, semakin terbukti
dengan adanya ijma (consensus) umat Islam terhadap mushaf Al-Quran pada waktu itu. Setelah
mushaf Al-Quran pada masa Utsman selesai dibukukan, naskah tersebut diverifikasi dan dicek
dengan mushaf yang dari Hafshah, lalu dibacakan kepada para shahabat di depan Utsman.
Ternyata tak satupun shahabat yang memprotes (komplain) terhadap mushaf Al-Quran tersebut.
(The History of Quranic Text, edisi Indonesia: Sejarah Teks Al-Quran, hlm. 105).
Keempat, Dalam sejarah pembukuan Al-Quran, tidak pernah terjadi ayat yang hilang, karena
sejak zaman Nabi, Al-Quran sudah dihafal oleh ratusan shahabat secara mutawatir. Yang terjadi
adalah terselipnya media catatan ayat pada proses pembukuannya, padahal ayat tersebut sudah
dihafal di luar kepala oleh para shahabat. Jika hal ini terjadi, maka penulisan ayat Al-Quran
dalam mushaf belum dapat dilakukan, karena penulisan ayat dilakukan jika memenuhi dua
syarat: adanya hafalan yang dihafalkan langsung dari Rasulullah SAW dan adanya tulisan yang
ditulis langsung di hadapan Rasulullah. Jika para shahabat sudah hafal suatu ayat tapi tulisannya
belum dijumpai, maka tulisan tersebut dicari sampai ketemu, baru kemudian ditulis dalam
mushaf.
Misalnya, surat Al-Ahzab 33 belum ditemukan catatannya, sementara ayat tersebut sudah dihafal
di luar kepala oleh para shahabat. Padahal Abu Bakar mempersyaratkan adanya catatan AlQuran yang disaksikan oleh dua orang ketika ditulis langsung di hadapan Rasulullah.

Maka ayat yang dimaksud dicari-cari terus, hingga akhirnya diketemukan pada catatan shahabat
Abu Khuzaimah bin Aus Al-Anshary. Demikian pula dengan surat At-Taubah 128-129, yang
akhirnya diketemukan di kediaman shahabat Khuzaimah bin Tsabit.
Tak satupun ayat Al-Quran yang hilang, karena ayat-ayat itu langsung dihafal oleh para shahabat setelah diwahyukan kepada Nabi SAW. Dan tidak pernah terjadi perbedaan naskah Al-Quran
menurut Aisyah dengan naskah Al-Quran yang dibukukan oleh kepanitiaan yang dibentuk oleh
Utsman bin Affan.
Itulah salah satu cara penjagaan Allah terhadap Al-Quran adalah menjadikannya sebagai
mukjizat yang penuh dengan keindahan struktur sehingga mudah dihafalkan orang, meskipun
orang itu tidak paham bahasa Arab.
Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, maka adakah orang
yang mengambil pelajaran? (Qs Al-Qalam 17, 22, 32, 40).
Buah penjagaan Allah terhadap kitab suci-Nya adalah tidak adanya perbedaan Al-Quran yang
beredar di seluruh dunia. Di negara manapun, Al-Quran tetap sama dan seragam, dalam bahasa
Arab yang sudah dihafal oleh jutaan huffaz.
Fakta-fakta itu seharusnya bisa mencelikkan mata para para penginjil, orientalis dan liberalis.
Bila mereka keukeh tidak mau menerima kebenaran Al-Quran, bahkan terus-menerus
menghujatnya, masih adakah perbedaan aqidah antara para misionaris JIL dan penginjil Kristen
itu, selain kolom agama di KTP?

Anda mungkin juga menyukai