BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan keseharian kita tidak akan pernah terlepas dari kegiatan komunikasi
bahkan hampir seluruh waktu yang kita habiskan adalah untuk berkomunikasi dengan orang
lain.
Manusia sebagai pribadi maupun makhluk social akan saling berkomunikasi dan saling
mempengaruhi satu sama lain dalam hubungan yang beraneka ragam, dengan gaya dan cara
yang
berbeda
pula.
Komunikasi
merupakan
dasar
dari
seluruh
interaksi
antar
lingkungan masyarakat, apa yang terjadi jika sebuah pola komunikasi keluarga tidak terjadi
secara harmonis tentu akan mempengaruhi perkembangan anak.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Komunikasi adalah suatu proses penyampaian ide,perasaan dan
pikiran antara dua orang atau lebih sehingga terjadi perubahan sikap dan
tingkah laku bagi semua yang saling berkomunikasi.
Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan
manusia dimana ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial,
dalam interaksi dengan kelompoknya.
Pada dasaranya keluarga itu adalah sebuah komunitas dalam satu atap. Kesadaran
untuk hidup bersama dalam satu atap sebagai suami istri dan saling interaksi dan berpotensi
punya anak akhirnya membentuk komunikasi baru yang disebut keluarga. Karenanya
keluargapun dapat diberi batasan sebagai sebuah group yang terbentuk dari perhubungan lakilaki dan wanita perhubungan mana sedikit banyak bertahan lama untuk menciptakan dan
membesarkan anak-anak.
Pengertian keluarga menurut Noor (1983) adalah suatu unit atau lingkungan
masyarakat yang paling kecil atau merupakan masyarakat yang paling bawah dari satu
lingkungan negara. Posisi keluarga atau rumah tangga ini sangat sentral seperti diungkapkan
oleh Aristoteles (dalam Noor, 1983) bahwa keluarga rumah tangga adalah dasar pembinaan
negara. Dari beberapa keluarga rumah tangga berdirilah suatu kampung kemudian berdiri
suatu kota. Dari beberapa kota berdiri daru propinsi, dan dari beberapa propinsi berdiridatu
negara.
Menurut Rae Sedwig (1985), Komunikasi Keluarga adalah suatu
pengorganisasian yang menggunakan kata-kata, sikap tubuh (gesture),
intonasi suara, tindakan untuk menciptakan harapan image, ungkapan
perasaan serta saling membagi pengertian.
Komunikasi dalam keluarga juga dapat diartikan sebagai kesiapan
membicarakan dengan terbuka setiap hal dalam keluarga baik yang
menyenangkan
maupun
yang
tidak
menyenangkan,
juga
siap
Dukungan
Adanya dukungan dapat membantu seseorang lebih bersemangat dalam melakukan
aktivitas serta meraih tujuan yang diinginkan. Dukungan ini lebih diharapkan dari orang
terdekat yaitu, keluarga.
d. Perasaan Positif (Positiveness)
Perasaan yaitu dimana individu mempunyai perasaan positif terhadap apa yang sudah
dikatakan orang lain terhadap dirinya
e.
Kesamaan (Equality)
kesamaan disini dimaksudkan individu mempunyai kesamaan dengan orang lain dalam hal
berbicara dan mendengarkan.
C. Bentuk-Bentuk Komunikasi dalam Keluarga
a. Komunikasi orang tua yaitu suami-istri
Komunikasi orang tua yaitu suami istri disini lebih menekankan pada peran penting
suami istri sebagai penentu suasana dalam keluarga. Keluarga dengan anggota keluarga
(ayah, ibu, anak).
b. Komunikasi orang tua dan anak
Komunikasi yang terjalin antara orang tua dan anak dalam satu ikatan keluarga di mana
orang tua bertanggung jawab dalam mendidik anaknya. Hubungan yang terjalin antara orang
tua dan anak di sini bersifat dua arah, disertai dengan pemahaman bersama terhadap sesuatu
hal di mana antara orang tua dan anak berhak menyampaikan pendapat, pikiran, informasi
atau nasehat. Hubungan komunikasi yang efektif ini terjalin karena adanya rasa keterbukaan,
empati, dukungan, perasaan positif, kesamaan antara orang tua dan anak.
pesan atau perilaku orang lain oleh para peserta komunikasi. Berapa konsep penting yang
digunakan adalah diri sendiri, diri orang lain, simbol, makna, penafsiran, dan tindakan.
Hubungan antar peran
Komunikasi dalam keluarga dapat pula dipengaruhi oleh pola hubungan antar peran hal
ini, disebabkan masing-masing peran yang ada dalam keluarga dilaksanakan melalui
komunikasi.
Model ABX
Pola komunikasi lainnya yang juga sering terjadi dalam komunikasi antara anggota
keluarga adalah model ABX yang dikemukakan oleh Newcomb dari perspektif psikologisosial. Newcomb menggambarkan bahwa seseorang (A) menyampaikan informasi kepada
seseorang lainnya (B) mengenai sesuatu (X).
Hubungan akrab antara orang tua dan anak sangat penting untuk dibina dalam keluarga
keakraban hubungan itu dapat dilihat dari frekuensi pertemuan antara orang tua dan anak
dalam suatu waktu dan kesempatan. Sudah waktunya orang tua meluangkan waktu dan
kesempatan untuk duduk bersama dengan anak-anak, berbicara, berdialog dalam suasana
santai.
F. Tahap-Tahap Perkembangan Komunikasi Keluarga
a) Keluarga dengan anak anak prasekolah
Pada tahap ini dari lahir hingga usia 6 tahun, anak anak ada pada tahun puncak untuk
mempelajari bahasa. Kemampuan berbahasa terutama diperoleh dari keluarga khususnya dari
interaksi anatara anak dan pengasuh utama, ibunya. Anak anak memulai kemampuan
berbahasa dengan menggunakan kata kata tunggal. Anatara usia 18 24 bulan, ungkapan
ungkapan dua kata muncul. Menjelangn usia 3 tahun anak- anak menguasai kira kira seribu
kata, dan mulai usia 4-5 tahun mereka memperoleh kira-kira 50 kata setiap bulan.
b) Keluarga dengan anak anak usia sekolah
Anak anak semakin mengalami kebebasan sejalan dengan pertambahan usia. Mereka
memperoleh pengaruh tidak hanya lewat komunikasi keluarga yang masih merupakan
kekuatan dominan, tapi juga lewat komunikasi dengan pihak pihak di luar keluarga. Dua
dimensi komunikasi orang tua-anak menjadi penting ; penerimaan penolakan dan kontrol
otonomi.
c) Keluarga dengan anak anak remaja
Tahap ini cenderung ditandai dengan bertambahnya konflik sehubungan dengan
bertambahya kebebasan anak anak. Masalah masalah otonomi dan kontrol menjadi sangat
tajam pada tahun tahun ini. Anak anak remaja mulai mengalihkan komunikasi dari
komunikasi keluarga kepada komunikasi dengan teman- teman sebaya. Karena perubahan
perubahan fisiologis dan psikologis yang dialami remaja, topik topik tertentu menjadi
perhatian mereka. Pendeknya, usia remaja merupakan tantangan terbesar bagi komunikasi
keluarga. Bila orang tua dan anak dapat mengatasi badai, komunikasi selanjutnya akan lebih
lancar. Selanjutnya dapat disimpulkan dengan pertambahan usia, hubungan kita dengan
saudara- saudara kandung tetap penting.
Karakteristik seorang pemimpin akan menentukan pola komunikasi bagaimana yang akan
berproses dalam kehidupan yang membentuk hubungan-hubungan tersebut.
Bahasa
Dalam komunikasi verbal orang tua atau anak pasti menggunakan bahasa sebagai alat
untuk mengekspresikan sesuatu. Pada suatu kesempatan bahasa yang dipergunakan oleh
orang tua ketika secara kepada anaknya dapat mewakili suatu objek yang dibicarakan secara
tepat. Tetapi dilain kesempatan, bahasa yang digunakan itu tidak mampu mewakili suatu
objek yang dibicarakan secara tepat. Maka dari itu dalam berkomunikasi dituntut untuk
menggunakan bahasa yang mudah dimengerti antara komunikator dan komunikasi.
Perbedaan Usia
Komunikasi dipengaruhi oleh usia. Itu berarti setiap orang tidak bisa berbicara
sekehendak hati tanpa memperhatikan siapa yang diajak bicara. Berbicara kepada anak kecil
berbeda ketika berbicara kepada remaja. Mereka mempunyai dunia masing-masing yang
harus dipahami.
Untuk mengatasi hambatan tersebut di atas, dapat ditanggulangi dengan cara sebagai
berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Komunikasi keluarga adalah komunikasi yang terjadi dalam sebuah keluarga, yang
merupakan cara seorang anggota keluarga untuk berinteraksi dengan anggota lainnya,
sekaligus sebagai wadah dalam membentuk dan mengembangkan nilai-nilai yang dibutuhkan
sebagai pegangan hidup.
Tujuan komunikasi dalam interaksi keluarga ditinjau dari kepentingan orang tua adalah
untuk memberikan informasi, nasihat,mendidik dan menyenangkan anak-anak.Sedangkan
anak berkomunikasi dengan orang tua adalah untuk mendapatkan saran, nasihat, masukan
atau dalam memberikan respon dari pertanyaan orang tua.
Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi dalam keluarga adalah :
1.
2.
3.
4.
5.
DAFTAR PUSTAKA
Muwarni,anita.(2009).Komunikasi terapeutik panduan bagi keperawatan.
Fitramaya:yogyakarta
http://wordpress.com/2011/06/03/dampak-kurangnya-komunikasi-dlm-keluarga/
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/10/komunikasi-dalam-keluarga/
http://dhinipedia.blogspot.com/2012/01/komunikasi-dalam-keluarga.html
http://blessedday4us.wordpress.com/2010/06/04/komunikasi-dalam-keluarga/
http://prestasikita.com/index.php?option=com_content&task=view&id=47&Itemid=2
http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/JUR._PEND._KESEJAHTERAAN_KELUARGA/SUNA
RSIH/KOMUNIK__KELUARGA.pdf
KOMUNIKASI KELOMPOK
A. Pengertian Komunikasi Kelompok.
Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang
berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan
memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut (Deddy Mulyana, 2005).
Kelompok ini misalnya adalah keluarga, kelompok diskusi, kelompok pemecahan masalah,
atau suatu komite yang tengah berapat untuk mengambil suatu keputusan. Dalam komunikasi
kelompok, juga melibatkan komunikasi antarpribadi. Karena itu kebanyakan teori
komunikasi antarpribadi berlaku juga bagi komunikasi kelompok.
kerja sama. Sedangkan kelompok sekunder adalah kelompok yang anggotaanggotanya berhubungan tidak akrab, tidak personal, dan tidak menyentuh hati kita.
Jalaludin
Rakhmat
membedakan
kelompok
ini
berdasarkan
karakteristik
komparatif. Islam juga memberikan kepada saya norma-norma dan sejumlah sikap
yang harus saya miliki-kerangka rujukan untuk membimbing perilaku saya, sekaligus
menunjukkan apa yang harus saya capai (fungsi normatif). Selain itu, Islam juga
memberikan kepada saya cara memandang dunia ini-cara mendefinisikan situasi,
mengorganisasikan pengalaman, dan memberikan makna pada berbagai objek,
peristiwa, dan orang yang saya temui (fungsi perspektif). Namun Islam bukan satusatunya kelompok rujukan saya. Dalam bidang ilmu, Ikatan Sarjana Komunikasi
Indonesia (ISKI) adalah kelompok rujukan saya, di samping menjadi kelompok
keanggotaan saya. Apapun kelompok rujukan itu, perilaku saya sangat dipengaruhi,
termasuk perilaku saya dalam berkomunikasi.
3. Kelompok deskriptif dan kelompok preskriptif
John F. Cragan dan David W. Wright (1980) membagi kelompok menjadi dua:
deskriptif dan peskriptif. Kategori deskriptif menunjukkan klasifikasi kelompok
dengan melihat proses pembentukannya secara alamiah. Berdasarkan tujuan, ukuran,
dan pola komunikasi, kelompok deskriptif dibedakan menjadi tiga: a. kelompok tugas;
b. kelompok pertemuan; dan c. kelompok penyadar. Kelompok tugas bertujuan
memecahkan masalah, misalnya transplantasi jantung, atau merancang kampanye
politik. Kelompok pertemuan adalah kelompok orang yang menjadikan diri mereka
sebagai acara pokok. Melalui diskusi, setiap anggota berusaha belajar lebih banyak
tentang dirinya. Kelompok terapi di rumah sakit jiwa adalah contoh kelompok
pertemuan. Kelompok penyadar mempunyai tugas utama menciptakan identitas sosial
politik yang baru. Kelompok revolusioner radikal; (di AS) pada tahun 1960-an
menggunakan proses ini dengan cukup banyak.
Kelompok preskriptif, mengacu pada langkah-langkah yang harus ditempuh anggota
kelompok dalam mencapai tujuan kelompok. Cragan dan Wright mengkategorikan
enam format kelompok preskriptif, yaitu: diskusi meja bundar, simposium, diskusi
panel, forum, kolokium, dan prosedur parlementer.
C. Pengaruh Kelompok pada Perilaku Komunikasi
1. Konformitas.
Anggota-anggota kelompok bekerja sama untuk mencapai dua tujuan: a. melaksanakan tugas
kelompok, dan b. memelihara moral anggota-anggotanya. Tujuan pertama diukur dari hasil
kerja kelompok-disebut prestasi (performance) tujuan kedua diketahui dari tingkat kepuasan
(satisfacation). Jadi, bila kelompok dimaksudkan untuk saling berbagi informasi (misalnya
kelompok belajar), maka keefektifannya dapat dilihat dari beberapa banyak informasi yang
diperoleh anggota kelompok dan sejauh mana anggota dapat memuaskan kebutuhannya
dalam kegiatan kelompok.
Jalaluddin Rakhmat (2004) meyakini bahwa faktor-faktor keefektifan kelompok dapat dilacak
pada karakteristik kelompok, yaitu:
1. Faktor situasional karakteristik kelompok:
a. Ukuran kelompok.
Hubungan antara ukuran kelompok dengan prestasi krja kelompok bergantung pada
jenis tugas yang harus diselesaikan oleh kelompok. Tugas kelompok dapat dibedakan
dua macam, yaitu tugas koaktif dan interaktif. Pada tugas koaktif, masing-masing
anggota bekerja sejajar dengan yang lain, tetapi tidak berinteraksi. Pada tugas
interaktif, anggota-anggota kelompok berinteraksi secara teroganisasi untuk
menghasilkan suatu produk, keputusan, atau penilaian tunggal. Pada kelompok tugas
koatif, jumlah anggota berkorelasi positif dengan pelaksanaan tugas. Yakni, makin
banyak anggota makin besar jumlah pekerjaan yang diselesaikan. Misal satu orang
dapat memindahkan tong minyak ke satu bak truk dalam 10 jam, maka sepuluh orang
dapat memindahkan pekerjaan tersebut dalam satu jam. Tetapi, bila mereka sudah
mulai berinteraksi, keluaran secara keseluruhan akan berkurang.
Faktor lain yang mempengaruhi hubungan antara prestasi dan ukuran kelompok
adalah tujuan kelompok. Bila tujuan kelompok memelukan kegiatan konvergen
(mencapai suatu pemecahan yang benar), hanya diperlukan kelompok kecil supaya
produktif, terutama bila tugas yang dilakukan hanya membutuhkan sumber,
keterampilan, dan kemampuan yang terbatas. Bila tugas memerlukan kegiatan yang
divergen (seperti memhasilkan gagasan berbagai gagasan kreatif), diperlukan jumlah
anggota kelompok yang lebih besar.
Dalam hubungan dengan kepuasan, Hare dan Slater (dalam Rakmat, 2004)
menunjukkan bahwa makin besar ukuran kelompok makin berkurang kepuasan
anggota-anggotanya. Slater menyarankan lima orang sebagai batas optimal untuk
mengatasi masalah hubungan manusia. Kelompok yang lebih dari lima orang
cenderung dianggap kacau, dan kegiatannya dianggap menghambur-hamburkan
waktu oleh anggota-anggota kelompok.
b. Jaringan komunikasi.
Terdapat beberapa tipe jaringan komunikasi, diantaranya adalah sebagai berikut: roda,
rantai, Y, lingkaran, dan bintang. Dalam hubungan dengan prestasi kelompok, tipe
roda menghasilkan produk kelompok tercepat dan terorganisir.
c. Kohesi kelompok.
Kohesi kelompok didefinisikan sebagai kekuatan yang mendorong anggota kelompok
untuk tetap tinggal dalam kelompok, dan mencegahnya meninggalkan kelompok.
McDavid dan Harari (dalam Jalaluddin Rakmat, 2004) menyarankam bahwa kohesi
diukur dari beberapa faktor sebagai berikut: ketertarikan anggota secara interpersonal
pada satu sama lain; ketertarikan anggota pada kegiatan dan fungsi kelompok; sejauh
mana anggota tertarik pada kelompok sebagai alat untuk memuaskan kebutuhan
personal.
Kohesi kelompok erat hubungannya dengan kepuasan anggota kelompok, makin
kohesif kelompok makin besar tingkat kepuasan anggota kelompok. Dalam kelompok
yang kohesif, anggota merasa aman dan terlindungi, sehingga komunikasi menjadi
bebas, lebih terbuka, dan lebih sering. Pada kelompok yang kohesifitasnya tinggi,
para anggota terikat kuat dengan kelompoknya, maka mereka makin mudah
melakukan konformitas. Makin kohesif kelompok, makin mudah anggota-anggotanya
tunduk pada norma kelompok, dan makin tidak toleran pada anggota yang devian.
d. Kepemimpinan
c. Peranan
Seperti tindak komunikasi, peranan yang dimainkan oleh anggota kelompok dapat
membantu penyelesaian tugas kelompok, memelihara suasana emosional yang lebih
baik, atau hanya menampilkan kepentingan individu saja (yang tidak jarang
menghambat kemajuan kelompok). Beal, Bohlen, dan audabaugh (dalam Rakhmat,
2004: 171) meyakini peranan-peranan anggota-anggota kelompok terkategorikan
sebagai berikut:
1) Peranan Tugas Kelompok. Tugas kelompok adalah memecahkan masalah atau
melahirkan gagasan-gagasan baru. Peranan tugas berhubungan dengan upaya
memudahkan dan mengkoordinasi kegiatan yang menunjang tercapainya
tujuan kelompok.
2) Peranan Pemiliharaan Kelompok. Pemeliharaan kelompok berkenaan dengan
usaha-usaha untuk memelihara emosional anggota-anggota kelompok.
3) Peranan individual, berkenaan dengan usahan anggota kelompokuntuk
memuaskan kebutuhan individual yang tidak relevan dengantugas kelompok.
Daftar pustaka
Arifin, Anwar, 1984, Strategi Komunikasi: Suatu Pengantar Ringkas, Bandung: Armico.
Bales, Robert F., 1950, Interaction Process Analysis: A Method for the Study of Small
Groups, Cambridge: Addison-Wesley
Curtis, Dan B., Floyd, James J., Winsor, Jerry L., 2005, Komunikasi Bisnis dan Profesional,
Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Mulyana, Deddy, 2005, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Rakhmat, Jalaluddin, 1994, Psikologi Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Littlejohn, 1999, Theories of Human Communication, Belmont, California: Wadsworth
Publishing Company.
Schutz, W. D., 1966, The Interpersonal Underworld, Palo Alto: Science and Behavior Books.
Wiryanto, 2005, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
Diposkan oleh ADI PRAKOSA di 18.53
Komunikasi Masyarakat
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Komunikasi adalah proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian dan lain-
dengan media massa. Media massa hanyalah salah satu faktor yang membentuk proses
komunikasi massa tersebut, yaitu sebagai alat atau saluran[3].
1.2
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang diangkat dalam pembuatan makalah ini yaitu sebagai
berikut:
1. Apa arti dari komunikasi?
2.
kesehatan ?
3. Sebutkan dan jelaskan jenis-jenis komunikasi dalam masyarakat?
4. Bagaimana peran media massa dalam masyarakat?
1.3
Tujuan
Manfaat Penulisan
Mafaat dari penyusunan makalah ini yaitu agar kita dapat mengetahui tatacara
berkomunikasi dengan baik dan benar dari berbagai kalangan, khususnya dalam kalangan
umum dan kalangan kesehatan (Masyarakat). Yang dimana, komunikasi sangatlah penting
untuk proses pertukaran pendapat.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Terminologi Komunikasi dan Kesehatan
Menurut Effendi (2005) komunikasi itu sendiri bisa diartikan sebagai suatu proses
penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberikan atau untuk
mengubah sikap, pendapat atau perilaku baik secara langsung (lisan)
maupun tak
langsung[4].
Sebenarnya Istilah komunikasi (communication) berasal dari bahasa Latin
communicatus yang artinya berbagi atau menjadi milik bersama. Dengan demikian
komunikasi menunjuk pada suatu upaya yang bertujuan berbagi untuk mencapai
kebersamaan.
Komunikasi
adalah
suatu
proses
melalui
mana
seseorang
(komunikator)
menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan mengubah atau
membentuk perilaku orang lain (khalayak)[5].
Komunikasi adalah proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian dan lainlain melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar-gambar, angka-angka dan
lain-lain[6].
Kesehatan adalah salah satu konsep yang sering digunakan namun sukar untuk
dijelaskan artinya. Faktor yang berbeda menyebabkan sukarnya mendefinisikan kesehatan,
kesakitan dan penyakit (Gochman,1988; De Clercq,1993). Setidaknya definisi kesehatan
harus mengandung paling tidak komponen : biomedis,personal dan sosiokultural. WHO
(1947) menyebutkan ....keadaan (status) sehat utuh secara fisik, mental (rohani), dan sosial,
dan bukan hanya suatu keadaan yang bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan...
khusus,
pembuat
kebijakan
dan
masyarakat
untuk
memperjuangkan,
pesan
kepada
publik,
mempengaruhi
khalayak
dan
demikian
komunikasi
menjadi
unsur
penting
dalam
3. Prinsip yang selanjutnya menyatakan bahwa komunikasi memiliki dimensi isi dan
hubungan. Hal ini berhubungan dengan bagaimana cara menyampaikan suatu pesan. Ada
kalanya satu pesan artinya sama, namun karena cara menyampaikannya berbeda, pesan
tersebut dimaknakan berbeda pula[10]. Contohnya dalam bidang kesehatan masyarakat
adalah proses penyampaian informasi kesehatan kepada anak kecil dan orang dewasa.
Seorang Tenaga Kesehatan harus dapat membedakan pesan kepada anak kecil dan orang
dewasa. Misalnya, adek, jangan buang sampah sembarangan, akan berbeda artinya
dengan, bapak, jangan buang sampah sembarangan. Anak kecil akan menanggapi
perkataan itu mungkin dengan biasa saja dan mengikuti perintah tersebut yaitu tidak
membuang sampah sembarangan. Namun, orang dewasa atau bapak-bapak akan
menanggapi pesan itu mungkin dengan perasaan negatif. Mungkin merasa dirinya
dianggap kurang disiplin dan dianggap seperti anak kecil. Sehingga si penyampai
informasi tersebut atau Tenaga Kesehatan akan dianggap kurang sopan. Dengan
demikian, seorang Tenaga Kesehatan harus memperhatikan cara penyampaian pesan.
Jangan sampai menimbulkan salah persepsi pada masyarakat.
dan sosial budaya. Yang saling berkaitan dimana kepada Tuhan memiliki kewajiban untuk
mengabdi pada Tuhan, sebagai individu harus memenuhi segala kebutuhan pribadinya dan
sebagai makhluk sosial budaya harus hidup berdampingan dengan orang lain dalam
kehidupan selaras dan saling membantu. Dalam menjalani kehidupan selaras dengan manusia
lain, diperlukan adanya komunikasi. Komunikasi adalah proses penyampaian pesan dari
sumber ke penerima melalui saluran atau media. Sehingga terbentuk interaksi dalam
masyarakat yang membentuk suatu sistem sosial.
Interaksi yang terjadi dalam masyarakat melibatkan berbagai aspek misalnya
pendidikan, kebudayaan, keagamaan, kesehatan dan lain-lain. Aspek yang akan dibahas di
artikel ini adalah aspek kesehatan. Khususnya tindakan pencegahan terhadap penyakit yang
dapat menimbulkan masalah kesehatan di masyarakat. Masalah kesehatan pada dasarnya
merupakan masalah semua manusia. Karena tidak ada satu manusiapun yang dapat terbebas
dari penyakit. Namun, terkadang ada beberapa orang yang kurang memperhatikan kesehatan
sehingga menimbulkan berbagai masalah kesehatan bagi dirinya maupun orang lain
disekitarnya. Masalah kesehatan juga dapat timbul dari faktor penyakit (agent) yang dapat
menyebabkan seseorang menderita sakit. Oleh karena itu, diperlukan tenaga ahli dalam
bidang kesehatan masyarakat, yang dapat membawa masyarakat ke hidup yang lebih sehat.
Tenaga ahli tersebut salah satunya adalah sarjana kesehatan masyarakat atau biasa disebut
SKM.
Prinsip yang kedua menyatakan bahwa setiap perilaku memiliki potensi komunikasi.
Dalam bidang kesehatan masyarakat, seorang SKM harus paham dengan apa yang dilakukan
masyarakat, karena mereka memiliki body language. Misalnya, disaat menyampaikan
informasi kesehatan, seorang SKM harus dapat melihat respon mereka. Apakah mereka
senyum, atau diam saja, atau malah menunjukkan muka yang kurang sedap. Dengan
demikian dapat diketahui tindakan apa yang dapat dilakukan. Misalnya jika respon audience
hanya diam saja atau menunjukkan respon yang kurang baik seperti menggerutu, bicara
sendiri atau memandang dengan tatapan sinis, mungkin cara penyampaian informasi harus
diubah. Menjadi lebih menarik dan menyenangkan sehingga penyampaian informasi menjadi
lebih efektif.
Prinsip yang selanjutnya menyatakan bahwa komunikasi memiliki dimensi isi dan
hubungan. Hal ini berhubungan dengan bagaimana cara menyampaikan suatu pesan. Ada
kalanya satu pesan artinya sama, namun karena cara menyampaikannya berbeda, pesan
tersebut dimaknakan berbeda pula. Contohnya dalam bidang kesehatan masyarakat adalah
proses penyampaian informasi kesehatan kepada anak kecil dan orang dewasa. Seorang SKM
harus dapat membedakan pesan kepada anak kecil dan orang dewasa. Misalnya, adek,
jangan buang sampah sembarangan, akan berbeda artinya dengan, bapak, jangan buang
sampah sembarangan. Anak kecil akan menanggapi perkataan itu mungkin dengan biasa saja
dan mengikuti perintah tersebut yaitu tidak membuang sampah sembarangan. Namun, orang
dewasa atau bapak-bapak akan menanggapi pesan itu mungkin dengan perasaan negatif.
Mungkin merasa dirinya dianggap kurang disiplin dan dianggap seperti anak kecil. Sehingga
si penyampai informasi tersebut atau SKM akan dianggap kurang sopan. Dengan demikian,
seorang SKM harus memperhatikan cara penyampaian pesan. Jangan sampai menimbulkan
salah persepsi pada masyarakat.
Komunikasi juga berlangsung dalam berbagai tingkat kesengajaan. Hal ini juga
termasuk dalam prinsip komunikasi. Kadang seseorang bermaksud untuk tidak melakukan
komunikasi, namun orang lain menganggapnya melakukan komunikasi. Inilah yang
dimaksud komunikasi yang tidak disengaja. Sedangkan komunikasi yang disengaja,
merupakan komunikasi yang real, dimana adanya timbal balik yang jelas antara komunikator
dan komunikan. Prinsip ini juga penting dalam bidang kesehatan masyarakat. Misalnya,
seorang petugas kesehatan sebelum makan selalu mencuci tangan. Dan hal tersebut diamati
oleh seorang masyarakat yang kebetulan memang memiliki hubungan yang dekat. Pada
awalnya, kegiatan mencuci tangan ini merupakan bentuk rutinitas yang memang sudah biasa
dilakukan sang petugas kesehatan. Namun tanpa sengaja, masyarakat yang mengamatinya
menjadi terpengaruh untuk meniru kegiatan tersebut. Dengan demikian, hendaknya
kesengajaan ini terjadi dalam hal-hal positif yang dapat meningkatkan kesehatan masyarakat.
Komunikasi bersifat irreversible yang artinya tidak dapat kembali. Maksudnya, apa
yang telah diucapkan tidak akan bisa ditarik lagi dan dianggap ucapan itu tidak ada. Mungkin
memang kadang terjadi seseorang menarik kembali ucapannya. Namun, ucapan itu tetaplah
pernah diucapkan dan tidak dapat lenyap begitu saja. Sehingga sebagai seorang SKM, dalam
menyampaikan informasi kesehatan kepada masyarakat harus selalu berhati-hati. Jangan
sampai informasi-informasi tersebut disampaikan dengan cara yang kurang sopan atau
mungkin menyakiti hati audience. Sekali hati seseorang terluka, akan sulit untuk
mengobatinya. Dengan demikian untuk mencapai sebuah komunikasi yang efektif, prinsip
yang satu ini juga harus diperhatikan[11].
Komunikasi bukan panasea untuk menyelesaikan berbagai masalah, khususnya
masalah kesehatan. Komunikasi bukan satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah
kesehatan. Memang komunikasi penting dalam menyelesaikan masalah. Namun komunikasi
saja tidak cukup. Perlu adanya tindakan untuk menyelesaikan masalah. Misalnya, dalam
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Komunikasi bersifat prosesual, dinamis dan transaksional. Komunikasi merupakan
suatu proses, dimana proses ini tidak disadari kapan awal dan kapan akhirnya. Komunikasi
bersifat dinamis, artinya komunikasi tidaklah konstan. Tapi melalui tahapan-tahapan dan
perubahan. Komunikasi bersifat transaksional, artinya komunikasi terjadi timbal balik antara
komunikator dan komunikan. Dengan demikian, sebagai seorang SKM, kita tahu bahwa
proses komunikasi tidak hanya terjadi pada saat penyuluhan saja. Tetapi, akan terus
membekas di hati masyarakat. Sehingga, proses penyampaian informasi harus dilakukan
dengan benar dan sungguh-sungguh. Agar masyarakat dapat benar-benar mengerti maksud
dari materi yang disampaikan dan menerapkan dalam kehidupannya.
Komunikasi dalam kesehatan hendaknya selalu mengalami perubahan seiring
perubahan lingkungan dan disesuaikan dengan keadaan masyarakat dan pelaku atau
komunikator hendaknya lebih variatif dan inovatif dalam penyampaian pesan informasi
kesehatan.
B. Saran
Makalah ini mebahas tentang komunikasi umum dan komunikasi kesehatan yang
sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, di harapkan setelah membaca makalah ini untuk
dapat di terapkan dalam kehidupan sehari-hari cara berkomunikasi yang baik dalam
masyarakat dan memahami cara-cara atau strategi dalam berkomunikasi mengenai kesehatan
khususnya kesehatan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Notoatmodjo, 2005, Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi, Jakarta, Rineka Cipta
Fisher, Augrey, 1986, Theories of Communication (Terjemahan Soejono Trimo), Bandung,
Remaja Karya
Green, 1980, Health Education Planning, A Diagnostic Approach, The John Hopkins
University, Maryland, Mayfield Publishing Company
Effendi, Saifuddin. 2005,
Belajar, Yogyakarta
Lestari, Sri. 2009. Gambaran kesehatan Ibu dan Anak dalam bidang komunikasi kesehatan .
Skripsi, FKM USU, Medan
Marhaen fahar. Ilmu komunikasi teori dan praktek penerbit: Graha Ilmu
Saifulloh . (2008). Mencerdaskan anak . Jombang : Lintas Media
Baskoro, Anton. 2008. Komunikasi Kesehatan . Banyu Media, Yogyakarta.
Biancuzzo M. (2000). Breastfeeding the Newborn. Clinical Strategies for Nurses. 1st ed. St
Louis Missouri: Mosby Inc.
Depkes, RI, 2004. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
450/MENKES/IV/ Tentang Pemberian ASI Eksklusif Pada Bayi di Indonesia, Jakarta.
Dra. Hj. Woerjani, M.Pd. ,Dra. Ratnawati T, M.Hum Buku bahan ajar pelayanan prima
Graeff, AJudith, dkk. 1996 . Komunikasi dalam kesehatan dan perubahan perilaku
.Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Ahmad. 2008. Manfaat IMD.http://myhealthblogging.com/parenting/2008/01/01/
Akhmad Ali Syaifuddin, 2006, Kesehatan Ibu dan Anak , MT.Indarti Yogyakarta.