Anda di halaman 1dari 27

KATA PENGANTAR

Om Swastyastu

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan kemudahan
bagi saya sebagai penyusun untuk dapat menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya.
Makalah ini merupakan tugas Komunikasi Keperawatan mengenai Komuniksi Pada
Keluarga, Kelompok, dan Masyarakat, yang mana dengan tugas ini kami sebagai mahasiswa
dan mahasiswi dapat mengetahui lebih baik lagi dari materi yang diberikan oleh bapak/ibu
dosen. Mengenai penjelasan lebih lanjut saya memaparkannya dalam bagian pembahasan
makalah ini.

Dengan harapan makalah ini dapat bermanfaat, maka saya sebagai penulis
mengucapakan terima kasih kepada semua pihak yan telah membantu menyelesaikan
makalah ini. Akhir kata kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu kami dalam penyelesaian makalah ini. Saran dan kritik yang membangun dengan
terbuka kami terima untuk meningkatkan kualitas makalah ini.

Denpasar, 20 November 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i


DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah : .............................................................................................................. 2
1.3 Tujuan Penulisan .................................................................................................................. 2
1.4 Manfaat Penulisan ....................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................... 4
2.1 Pengertian Komunikasi........................................................................................................ 4
2.2 Komunikasi Keluarga .......................................................................................................... 4
2.2.1 Pengertian Komunikasi Keluarga ................................................................................ 4
2.2.2 Ciri-Ciri Komunikasi Keluarga ................................................................................... 5
2.2.3 Bentuk-Bentuk Komunikasi dalam Keluarga .............................................................. 6
2.2.4 Sistem Komunikasi dalam Keluarga .......................................................................... 6
2.2.5 Teknik Komunikasi Efektif dalam Keluarga ............................................................... 7
2.2.6 Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Keluarga ....................................... 8
2.2.7 Hambatan Komunikasi dalam Keluarga .................................................................... 10
2.3 Komunikasi Kelompok ...................................................................................................... 10
2.3.1 Pengertian Komunikasi Kelompok ............................................................................ 10
2.3.2 Klasifikasi Kelompok dan Karakteristik Komunikasinya ......................................... 11
2.3.3 Pengaruh Kelompok pada Perilaku Komunikasi ....................................................... 13
2.3.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keefektifan Kelompok .................................... 15
2.4 Komunikasi Masyrakat ...................................................................................................... 18
2.4.1 Pengertian Sistem Komunikasi Masyarakat .............................................................. 18
2.4.2 Karakteristik Komunikasi Masyarakat ...................................................................... 23
BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 25
3.1 Kesimpulan ......................................................................................................................... 25
3.2 Saran..................................................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam kehidupan keseharian kita tidak akan pernah terlepas dari kegiatan komunikasi
bahkan hampir seluruh waktu yang kita habiskan adalah untuk berkomunikasi dengan orang
lain. Manusia sebagai pribadi maupun makhluk sosial akan saling berkomunikasi dan saling
mempengaruhi satu sama lain dalam hubungan yang beraneka ragam, dengan gaya dan cara
yang berbeda pula. Komunikasi merupakan dasar dari seluruh interaksi antar manusia.
Interaksi manusia baik antara perorangan, kelompok maupun organisasi tidak mungkin
terjadi tanpa komunikasi. Begitupun dalam interaksi keluarga, baik antar pribadi anggota
keluarga, orang tua dengan anak maupun dengan keluarga yang lain sebagai perorangan ,
kelompok maupun sebagai keluarga itu sendiri.
Seberapa jauh komunikasi berperan penting dalam kehidupan manusia dan waktu
yang diluangkan dalam proses komunikasi sangat besar, timbul pertanyaan berapa banyak
waktu yang digunakan dalam proses komunikasi di dalam keseharian. Adapun bentuk
kegiatan komunikasi yang digunakan untuk menulis, untuk membaca, dan untuk berbicara
serta untuk mendengarkan orang lain berbicara, Hal tersebut membuktikan bahwa
komunikasi sangat memiliki peran yang penting dalam kehidupan sosial manusia, dengan
kata lain komunikasi telah menjadi jantung dari kehidupan kita.
Komunikasi amat berperan penting dalam menjelaskan segala sesuatunya, banyak
orang yang salah memahami makna pesan yang di sampaikan akibat pola komunikasi yang
salah. Keluarga adalah lingkungan terkecil dan terdekat bagi individu. Melalui keluarga
seseorang mulai belajar, bersosialisasi, membentuk karakter, dan mengembangkan nilai-nilai
yang telah ditanamkan padanya melalui suatu pola tertentu.
Komunikasi keluarga adalah komunikasi yang terjadi dalam sebuah keluarga, yang
merupakan cara seorang anggota keluarga untuk berinteraksi dengan anggota lainnya,
sekaligus sebagai wadah dalam membentuk dan mengembangkan nilai-nilai yang dibutuhkan
sebagai pegangan hidup. Agar anak dapat menjalani hidupnya ketika berada dalam
lingkungan masyarakat, apa yang terjadi jika sebuah pola komunikasi keluarga tidak terjadi
secara harmonis tentu akan mempengaruhi perkembangan anak.

Tidak hanya komunikasi dalam kelurga, tapi komunikasi juga penting dalam sebuah
kelompok. Dimana komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara

1
beberapa orang dalam suatu kelompok “kecil” seperti dalam rapat, pertemuan, konperensi
dan sebagainya. Komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang
atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri,
pemecahan masalah, yang mana anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi
anggota-anggota yang lain secara tepat. Kedua definisi komunikasi kelompok di atas
mempunyai kesamaan, yakni adanya komunikasi tatap muka, peserta komunikasi lebih dari
dua orang, dan memiliki susunan rencana kerja tertentu untuk mencapai tujuan kelompok.

Dan juga sebagai makhluk sosial kita hidup dalam dunia masyarakat, sehingga
diperlukan pentingnya berkomunikasi masyarakat. Komunikasi masyarakat adalah proses
penyampaian informasi kepada khalayak massa dengan menggunakan saluran-saluran media
massa. Jadi komunikasi massa tidak sama dengan media massa. Media massa hanyalah salah
satu faktor yang membentuk proses komunikasi massa tersebut, yaitu sebagai alat atau
saluran.

Lebih jelasnya mengenai komunikasi pada keluarga, kelompok, dan masyarakat akan
dijelaskan lebih dalam lagi pada Bab Pembahasan berikutnya.

1.2 Rumusan Masalah :


1. Apa yang dimaksud dengan komunikasi?
2. Apa yang dimaksud dengan komunikasi keluarga?
3. Apa saja ciri-ciri dari komunikasi keluarga?
4. Apa saja bentuk dari komunikasi keluarga?
5. Bagaimana saja sistem dalam komunikasi keluarga?
6. Seperti apa komunikasi yang efektif dalam keluarga?
7. Faktor apa saja yang mempengaruhi dalam berkomunikasi dengan keluarga?
8. Hambatan apa yang dapat terjadi dalam komunikasi keluarga?
9. Apa yang dimaksud dengan komunikasi kelompok?
10. Bagaimana karakteristik dan klasifikasi dari komunikasi kelompok?
11. Bagaimana pengaruh kelompok pada faktor komunikasi?
12. Apa saja faktor yang mempengaruhi keefektifan dari komunikasi kelompok?
13. Apa yang dimaksud dengan sistem komunikasi masyarakat?
14. Bagaimana karakteristik sistem komunikasi pada masyarakat?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari komunikasi
2
2. Untuk mengetahui pengertian komunikasi keluarga
3. Untuk mengetahui ciri-ciri dari komunikasi keluarga
4. Untuk mengetahui bentuk komunikasi keluarga
5. Untuk mempelajari seperti apa sistem komunikasi keluarga
6. Untuk mempelajari bagaimana komunikasi yang efektif dalam keluarga
7. Untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi komunikasi keluarga
8. Untuk mengetahui hambatan apa yang bisa terjadi dalam komunikasi keluarga
9. Untuk mengetahui pengertian komunikasi kelompok
10. Untuk mempelajari mengenai klasifikasi dan karakteristik komunikasi kelompok
11. Untuk mengetahui pengaruh kelompok pada faktor komunikasi kelompok
12. Untuk mengetahui faktor keefektifan dari komunikasi kelompok
13. Untuk mengetahui pengertian sistem komunikasi masyarakat
14. Untuk mengetahui apa saja karakterisitk dari sistem komunikasi masyarakat
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan dalam makalah ini adalah semoga berguna dan menambah
wawasan bagi pembaca mengenai komunikasi keluarga, komunikasi kelompok dan
komunikasi masyarakat guna meningkatkan strategi berkomunikasi dengan baik dan
benar.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Komunikasi


Komunikasi adalah suatu proses penyampaian ide, perasaan dan pikiran antara dua
orang atau lebih sehingga terjadi perubahan sikap dan tingkah laku bagi semua yang saling
berkomunikasi.

Menurut Effendi (2005) komunikasi itu sendiri bisa diartikan sebagai suatu proses
penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberikan atau untuk
mengubah sikap, pendapat atau perilaku baik secara langsung (lisan) maupun tak langsung.
Sebenarnya Istilah ‘komunikasi’ (communication) berasal dari bahasa Latin
‘communicatus’ yang artinya berbagi atau menjadi milik bersama. Dengan demikian
komunikasi menunjuk pada suatu upaya yang bertujuan berbagi untuk mencapai
kebersamaan.
Komunikasi adalah suatu proses melalui mana seseorang (komunikator)
menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan mengubah atau
membentuk perilaku orang lain (khalayak).
Komunikasi adalah proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian dan lain-
lain melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar-gambar, angka-angka dan
lain-lain.
2.2 Komunikasi Keluarga
2.2.1 Pengertian Komunikasi Keluarga

Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan manusia dimana ia


belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial, dalam interaksi dengan kelompoknya.
Pada dasaranya keluarga itu adalah sebuah komunitas dalam “satu atap”. Kesadaran untuk
hidup bersama dalam satu atap sebagai suami istri dan saling interaksi dan berpotensi punya
anak akhirnya membentuk komunikasi baru yang disebut keluarga. Karenanya keluargapun
dapat diberi batasan sebagai sebuah group yang terbentuk dari perhubungan laki-laki dan
wanita perhubungan mana sedikit banyak bertahan lama untuk menciptakan dan
membesarkan anak-anak.

Pengertian keluarga menurut Noor (1983) adalah suatu unit atau lingkungan
masyarakat yang paling kecil atau merupakan masyarakat yang paling bawah dari satu
lingkungan negara. Posisi keluarga atau rumah tangga ini sangat sentral seperti diungkapkan

4
oleh Aristoteles (dalam Noor, 1983) bahwa keluarga rumah tangga adalah dasar pembinaan
negara. Dari beberapa keluarga rumah tangga berdirilah suatu kampung kemudian berdiri
suatu kota. Dari beberapa kota berdiri daru propinsi, dan dari beberapa propinsi berdiridatu
negara.
Menurut Rae Sedwig (1985), Komunikasi Keluarga adalah suatu pengorganisasian
yang menggunakan kata-kata, sikap tubuh (gesture), intonasi suara, tindakan untuk
menciptakan harapan image, ungkapan perasaan serta saling membagi pengertian.

Komunikasi dalam keluarga juga dapat diartikan sebagai kesiapan membicarakan


dengan terbuka setiap hal dalam keluarga baik yang menyenangkan maupun yang tidak
menyenangkan, juga siap menyelesaikan masalah-masalah dalam keluarga dengan
pembicaraan yang dijalani dalam kesabaran dan kejujuran serta keterbukaan.

2.2.2 Ciri-Ciri Komunikasi Keluarga

Menurut Kumar (Wijaya,1987) ciri-ciri komunikasi dalam keluarga adalah sebagai berikut:

a. Keterbukaan (openess)
Keterbukaan adalah sejauh mana individu memiliki keinginan untuk terbuka dengan
orang lain dalam berinteraksi. Keterbukaan yang terjadi dalam komunikasi
memungkinkan perilakunya dapat memberikan tanggapan secara jelas terhadap segala
pikiran dan perasaan yang diungkapkannya.
b. Empati (Empathy)
Empaty adalah suatu perasaan individu yang merasakan sama seperti yang dirasakan
orang lain, tanpa harus secara nyata terlibat dalam perasaan ataupun tanggapan orang
tersebut.
c. Dukungan
Adanya dukungan dapat membantu seseorang lebih bersemangat dalam melakukan
aktivitas serta meraih tujuan yang diinginkan. Dukungan ini lebih diharapkan dari
orang terdekat yaitu, keluarga.
d. Perasaan Positif (Positiveness)
Perasaan yaitu dimana individu mempunyai perasaan positif terhadap apa yang sudah
dikatakan orang lain terhadap dirinya
e. Kesamaan (Equality)
Kesamaan disini dimaksudkan individu mempunyai kesamaan dengan orang lain
dalam hal berbicara dan mendengarkan.

5
2.2.3 Bentuk-Bentuk Komunikasi dalam Keluarga
1. Komunikasi orang tua yaitu suami-istri
Komunikasi orang tua yaitu suami istri disini lebih menekankan pada peran penting
suami istri sebagai penentu suasana dalam keluarga. Keluarga dengan anggota
keluarga (ayah, ibu, anak).
2. Komunikasi orang tua dan anak
Komunikasi yang terjalin antara orang tua dan anak dalam satu ikatan keluarga di
mana orang tua bertanggung jawab dalam mendidik anaknya. Hubungan yang terjalin
antara orang tua dan anak di sini bersifat dua arah, disertai dengan pemahaman
bersama terhadap sesuatu hal di mana antara orang tua dan anak berhak
menyampaikan pendapat, pikiran, informasi atau nasehat. Hubungan komunikasi
yang efektif ini terjalin karena adanya rasa keterbukaan, empati, dukungan, perasaan
positif, kesamaan antara orang tua dan anak.
3. Komunikasi ayah dan anak
Komunikasi disini mengarah pada perlindungan ayah terhadap anak. Peran ayah
dalam memberi informasi dan mengarahkan pada hal pengambilan keputusan pada
anak yang peran komunikasinya cenderung meminta dan menerima. Misal, memilih
sekolah. Komunikasi ibu dan anak Lebih bersifat pengasuhan kecenderungan anak
untuk berhubungan dengan ibu jika anak merasa kurang sehat, sedih, maka peran ibu
lebih menonjol.
4. Komunikasi anak dan anak yang lainnya
Komunikasi ini terjadi antara anak 1 dengan anak yang lain. Dimana anak yang lebih
tua lebih berperan sebagai pembimbing pada anak yang masih muda. Biasanya
dipengaruhi oleh tingkatan usia atau faktor kelahiran.
2.2.4 Sistem Komunikasi dalam Keluarga

1) Komunikasi verbal

Komunikasi verbal adalah suatu kegiatan komunikasi antara individu atau kelompok
yang mempergunakan bahasa sebagai alat perhubungan efektif tidaknya suatu kegiatan
komunikasi bergantung dari ketepatan kata-kata atau kalimat dalam mengungkapkan sesuatu.
Kegiatan komunikasi verbal menempati frekuensi terbanyak dalam keluarga setiap hari orang
tua selalu ingin berbincang-bincang kepada anaknya., canda dan tawa menyertai dialog antara
orang tua dan anak.

6
2) Komunikasi non verbal
Komunikasi yang berlangsung dalam keluarga tidak hanya dalam bentuk verbal,
tetapi juga dalam bentuk nonverbal. Walaupun begitu, komunikasi nonverbal suatu ketika
bisa berfungsi sebagai penguat komunikasi verbal. Fungsi komunikasi verbal sangat terasa
jika, komunikasi yang dilakukan secara verbal tidak mampu mengungkapkan sesuatu secara
jelas.
3) Komunikasi Individual
Komunikasi individual atau komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang sering
terjadi dalam keluarga. Komunikasi yang terjadi berlangsung dalam sebuah interaksi
antarpribadi, antara suami dan istri, antara ayah dan anak, antara ibu dan anak, antar anak dan
anak.
4) Komunikasi kelompok
Hubungan akrab antara orang tua dan anak sangat penting untuk dibina dalam
keluarga keakraban hubungan itu dapat dilihat dari frekuensi pertemuan antara orang tua dan
anak dalam suatu waktu dan kesempatan. Sudah waktunya orang tua meluangkan waktu dan
kesempatan untuk duduk bersama dengan anak-anak, berbicara, berdialog dalam suasana
santai.
2.2.5 Teknik Komunikasi Efektif dalam Keluarga
Ada lima hal yang harus diperhatikan agar komunikasi di dalam keluarga tercipta secara
efektif,yaitu:

1. Respek
Komunikasi harus diawali dengan sikap saling menghargai (respectfull attitude).
Adanya penghargaan biasanya akan menimbulkan kesan serupa (timbal balik) dari si
lawan diskusi. Orangtua akan sukses berkomunikasi dengan anak bila ia
melakukannya dengan penuh respek. Bila ini dilakukan maka anak pun akan
melakukan hal yang sama ketika berkomunikasi dengan orangtua atau orang di
sekitanya.
2. Empati
Empati adalah kemampuan untuk menempatkan diri kita pada situasi dan kondisi
yang dihadapi orang lain. Syarat utama dari sikap empati adalah kemampuan untuk
mendengar dan mengerti orang lain, sebelum didengar dan dimengerti orang lain.
Orangtua yang baik tidak akan menuntut anaknya untuk mengerti keinginannya, tapi
ia akan berusaha memahami anak atau pasangannya terlebih dulu. Ia akan membuka

7
dialog dengan mereka, mendengar keluhan dan harapannya. Mendengarkan di sini
tidak hanya melibatkan indra saja, tapi melibatkan pula mata hati dan perasaan. Cara
seperti ini dapat memunculkan rasa saling percaya dan keterbukaan dalam keluarga.
3. Audibel
Audibel berarti “dapat didengarkan” atau bisa dimengerti dengan baik. Sebuah pesan
harus dapat disampaikan dengan cara atau sikap yang bisa diterima oleh si penerima
pesan. Raut muka yang cerah, bahasa tubuh yang baik, kata-kata yang sopan, atau
cara menunjuk, termasuk ke dalam komunikasi yang audibel ini.
4. Jelas
Pesan yang disampaikan harus jelas maknanya dan tidak menimbulkan banyak
pemahaman, selain harus terbuka dan transparan. Ketika berkomunikasi
dengan anak, orangtua harus berusaha agar pesan yang disampaikan bisa jelas
maknanya. Salah satu caranya adalah berbicara sesuai bahasa yang mereka pahami
(melihat tingkatan usia).
5. Tepat Dalam membahas suatu masalah hendaknya proporsi yang diberikan tepat baik
waktunya, tema maupun sasarannya. Waktu yang tepat untuk membicarakan masalah
anak misalnya pada waktu makan malam. Pada waktu sarapan pagi, karena
ketergesaan maka yang dibicarakan umumnya masalah yang ringan saja.
6. Rendah Hati
Sikap rendah hati dapat diungkapkan melalui perlakuan yang ramah, saling
menghargai, tidak memandang diri sendiri lebih unggul ataupun lebih tahu, lemah
lembut, sopan, dan penuh pengendalian diri. Dengan sikap rendah hati ini maka
laaawaaan diskusi kita memjadi lebih terbuka, sehingga banyak hal yang dapat
diungkapkan dari diskusi tersebut.
2.2.6 Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Keluarga
Berkomunikasi itu tidak mudah. Terkadang seseorang dapat berkomunikasi dengan
baik kepada orang lain. Dilain waktu seseorang mengeluh tidak dapat berkomunikasi dengan
baik kepada orang lain. Ada sejumlah faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi dalam
keluarga, seperti yang akan di uraikan berikut ini :
1. Citra diri dan citra orang lain
Setiap orang mempunyai gambaran – gambaran tertentu mengenai dirinya statusnya,
kelebihan dan kekurangannya. Gambaran itulah yang menentukan apa dan bagaimana
ia berbicara, menjadi menjaring bagi apa yang dilihatnya, didengarnya, bagaimana
penilaiannya terhadap segala yang berlangsung disekitarnya. Dengan kata lain, citra

8
diri menentukan ekspresi dan persepsi orang. Tidak hanya citra diri, citra orang lain
juga mempengaruhi cara dan kemampuan orang berkomunikasi. Orang lain
mempunyai gambaran khas bagi dirinya. Jika seorang ayah mencitrakan anaknya
sebagai manusia yang lemah, ingusan, tak tahu apa-apa, harus di atur, maka ia
berbicara secara otoriter. Akhirnya, citra diri dan citra orang lain harus saling
berkaitan, saling lengkap-melengkapai. Perpaduan kedua citra itu menentukan gaya
dancara komunikasi.
2. Suasana Psikologis
Suasana Psikologis di akui mempengaruhi komunikasi. Komunikasi sulit berlangsung
bila seseorang dalam keadaan sedih, bingung, marah, merasa kecewa, merasa irihati,
diliputi prasangka, dan suasana psikologis lainnya.
3. Lingkungan Fisik
Komunikasi dapat berlangsung dimana saja dan kapan saja, dengan gaya, dan cara
yang berbeda. Komunikasi yang berlangsung dalam keluarga berbeda dengan yang
terjadi di sekolah. Karena memang kedua lingkungan ini berbeda. Suasana di rumah
bersifat informal, sedangkan suasana di sekolah bersifat formal. Demikian juga
komunikasi yang berlangsung dalam masyarakat. Karena setiap masyarakat memiliki
norma yang harus diataati, maka komunikasi yang berlangsungpun harus taat norma.
4. Kepemimpinan
Dalam keluarga seorang pemimpin mempunyai peranan yang sangat penting dan
strategis. Dinamika hubungan dalam keluarga dipengaruhi oleh pola kepemimpinan.
Karakteristik seorang pemimpin akan menentukan pola komunikasi bagaimana yang
akan berproses dalam kehidupan yang membentuk hubungan-hubungan tersebut.
5. Bahasa
Dalam komunikasi verbal orang tua atau anak pasti menggunakan bahasa sebagai alat
untuk mengekspresikan sesuatu. Pada suatu kesempatan bahasa yang dipergunakan
oleh orang tua ketika secara kepada anaknya dapat mewakili suatu objek yang
dibicarakan secara tepat. Tetapi dilain kesempatan, bahasa yang digunakan itu tidak
mampu mewakili suatu objek yang dibicarakan secara tepat. Maka dari itu dalam
berkomunikasi dituntut untuk menggunakan bahasa yang mudah dimengerti antara
komunikator dan komunikasi.
6. Perbedaan Usia
Komunikasi dipengaruhi oleh usia. Itu berarti setiap orang tidak bisa berbicara
sekehendak hati tanpa memperhatikan siapa yang diajak bicara. Berbicara kepada

9
anak kecil berbeda ketika berbicara kepada remaja. Mereka mempunyai dunia
masing-masing yang harus dipahami.
2.2.7 Hambatan Komunikasi dalam Keluarga
Problem komunikasi biasanya merupakan suatu gejala bahwa ada sesuatu yang
tidak beres.Hambatan komunikasi ada yang berasal dari pengirim, transmisi dan penerima.
Berbagai hambatan yang timbul dalam komunikasi, yaitu :
 Kebisingan
 Keadaan psikologis komunikan
 Kekurangan komunikator atau komunikan
 Kesalahan penilaian oleh komunikator
 Keterbatasan pengetahuan komunikator atau komunikan
 Bahasa
 Isi pesan berlebihan
 Bersifat satu arah
 Faktor teknis
 Kepentingan atau interes
 Prasangka
 Cara penyajian yang verbalistis
Untuk mengatasi hambatan tersebut di atas, dapat ditanggulangi dengan cara sebagai
berikut :
1. Mengecek arti dan maksud yang dikatakan
2. Meminta penjelasan lebih lanjut
3. Mengecek umpan balik atau hasil
4. Mengulang pesan yang disampaikan
5. Memperkuat dengan bahasa isyarat
6. Mengakrabkan pengirim dan penerima
7. Membuat pesan selalu singkat
8. Mengurangi banyaknya mata rantai
9. Menggunakan orientasi penerima
2.3 Komunikasi Kelompok
2.3.1 Pengertian Komunikasi Kelompok
Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang
berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama

10
lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut (Deddy
Mulyana, 2005).
Kelompok ini misalnya adalah keluarga, kelompok diskusi, kelompok
pemecahan masalah, atau suatu komite yang tengah berapat untuk mengambil suatu
keputusan. Dalam komunikasi kelompok, juga melibatkan komunikasi antarpribadi.
Karena itu kebanyakan teori komunikasi antarpribadi berlaku juga bagi komunikasi
kelompok.
Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara beberapa
orang dalam suatu kelompok “kecil” seperti dalam rapat, pertemuan, konperensi dan
sebagainya (Anwar Arifin, 1984). Michael Burgoon (dalam Wiryanto, 2005)
mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga
orang atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi,
menjaga diri, pemecahan masalah, yang mana anggota-anggotanya dapat mengingat
karakteristik pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat. Kedua definisi
komunikasi kelompok di atas mempunyai kesamaan, yakni adanya komunikasi tatap
muka, peserta komunikasi lebih dari dua orang, dan memiliki susunan rencana kerja
tertentu untuk mencapai tujuan kelompok.
Dan B. Curtis, James J.Floyd, dan Jerril L. Winsor (2005, h. 149) menyatakan
komunikasi kelompok terjani ketika tiga orang atau lebih bertatap muka, biasanya di
bawah pengarahan seorang pemimpin untuk mencapai tujuan atau sasaran bersama
dan mempengaruhi satu sama lain. Lebih mendalam ketiga ilmuwan tersebut
menjabarkan sifat-sifat komunikasi kelompok sebagai berikut:
 Kelompok berkomunikasi melalui tatap muka
 Kelompok memiliki sedikit partisipan
 Kelompok bekerja di bawah arahan seseorang pemimpin
 Kelompok membagi tujuan atau sasaran bersama
 Anggota kelompok memiliki pengaruh atas satu sama lain.
2.3.2 Klasifikasi Kelompok dan Karakteristik Komunikasinya
Telah banyak klasifikasi kelompok yang dilahirkan oleh para ilmuwan
sosiologi, namun dalam kesempatan ini kita sampaikan hanya tiga klasifikasi
kelompok.

11
1. Kelompok primer dan sekunder.
Charles Horton Cooley pada tahun 1909 (dalam Jalaluddin Rakhmat, 1994)
mengatakan bahwa kelompok primer adalah suatu kelompok yang anggota-
anggotanya berhubungan akrab, personal, dan menyentuh hati dalam asosiasi
dan kerja sama. Sedangkan kelompok sekunder adalah kelompok yang
anggota-anggotanya berhubungan tidak akrab, tidak personal, dan tidak
menyentuh hati kita. Jalaludin Rakhmat membedakan kelompok ini
berdasarkan karakteristik komunikasinya, sebagai berikut:
a. Kualitas komunikasi pada kelompok primer bersifat dalam dan meluas.
Dalam, artinya menembus kepribadian kita yang paling tersembunyi,
menyingkap unsur-unsur backstage (perilaku yang kita tampakkan
dalam suasana privat saja). Meluas, artinya sedikit sekali kendala yang
menentukan rentangan dan cara berkomunikasi. Pada kelompok
sekunder komunikasi bersifat dangkal dan terbatas.
b. Komunikasi pada kelompok primer bersifat personal, sedangkan
kelompok sekunder nonpersonal.
c. Komunikasi kelompok primer lebih menekankan aspek hubungan
daripada aspek isi, sedangkan kelompok sekunder adalah sebaliknya.
d. Komunikasi kelompok primer cenderung ekspresif, sedangkan
kelompok sekunder instrumental.
e. Komunikasi kelompok primer cenderung informal, sedangkan
kelompok sekunder formal.
2. Kelompok keanggotaan dan kelompok rujukan.
Theodore Newcomb (1930) melahirkan istilah kelompok keanggotaan
(membership group) dan kelompok rujukan (reference group). Kelompok
keanggotaan adalah kelompok yang anggota-anggotanya secara administratif
dan fisik menjadi anggota kelompok itu. Sedangkan kelompok rujukan adalah
kelompok yang digunakan sebagai alat ukur (standard) untuk menilai diri
sendiri atau untuk membentuk sikap.
Menurut teori, kelompok rujukan mempunyai tiga fungsi: fungsi komparatif,
fungsi normatif, dan fungsi perspektif. Saya menjadikan Islam sebagai
kelompok rujukan saya, untuk mengukur dan menilai keadaan dan status saya
sekarang (fungsi komparatif. Islam juga memberikan kepada saya norma-
norma dan sejumlah sikap yang harus saya miliki-kerangka rujukan untuk

12
membimbing perilaku saya, sekaligus menunjukkan apa yang harus saya capai
(fungsi normatif). Selain itu, Islam juga memberikan kepada saya cara
memandang dunia ini-cara mendefinisikan situasi, mengorganisasikan
pengalaman, dan memberikan makna pada berbagai objek, peristiwa, dan
orang yang saya temui (fungsi perspektif). Namun Islam bukan satu-satunya
kelompok rujukan saya. Dalam bidang ilmu, Ikatan Sarjana Komunikasi
Indonesia (ISKI) adalah kelompok rujukan saya, di samping menjadi
kelompok keanggotaan saya. Apapun kelompok rujukan itu, perilaku saya
sangat dipengaruhi, termasuk perilaku saya dalam berkomunikasi.
3. Kelompok deskriptif dan kelompok preskriptif
John F. Cragan dan David W. Wright (1980) membagi kelompok menjadi dua:
deskriptif dan peskriptif. Kategori deskriptif menunjukkan klasifikasi
kelompok dengan melihat proses pembentukannya secara alamiah.
Berdasarkan tujuan, ukuran, dan pola komunikasi, kelompok deskriptif
dibedakan menjadi tiga: a. kelompok tugas; b. kelompok pertemuan; dan c.
kelompok penyadar. Kelompok tugas bertujuan memecahkan masalah,
misalnya transplantasi jantung, atau merancang kampanye politik. Kelompok
pertemuan adalah kelompok orang yang menjadikan diri mereka sebagai acara
pokok. Melalui diskusi, setiap anggota berusaha belajar lebih banyak tentang
dirinya. Kelompok terapi di rumah sakit jiwa adalah contoh kelompok
pertemuan. Kelompok penyadar mempunyai tugas utama menciptakan
identitas sosial politik yang baru. Kelompok revolusioner radikal; (di AS) pada
tahun 1960-an menggunakan proses ini dengan cukup banyak. Kelompok
preskriptif, mengacu pada langkah-langkah yang harus ditempuh anggota
kelompok dalam mencapai tujuan kelompok. Cragan dan Wright
mengkategorikan enam format kelompok preskriptif, yaitu: diskusi meja
bundar, simposium, diskusi panel, forum, kolokium, dan prosedur parlementer.
2.3.3 Pengaruh Kelompok pada Perilaku Komunikasi
1) Konformitas.

Konformitas adalah perubahan perilaku atau kepercayaan menuju


(norma) kelompok sebagai akibat tekanan kelompok-yang real atau
dibayangkan. Bila sejumlah orang dalam kelompok mengatakan atau
melakukan sesuatu, ada kecenderungan para anggota untuk mengatakan dan

13
melakukan hal yang sama. Jadi, kalau anda merencanakan untuk menjadi
ketua kelompok,aturlah rekan-rekan anda untuk menyebar dalam kelompok.
Ketika anda meminta persetujuan anggota, usahakan rekan-rekan anda secara
persetujuan mereka. Tumbuhkan seakan-akan seluruh anggota kelompok
sudah setuju. Besar kemungkinan anggota-anggota berikutnya untuk setuju
juga.

2) Fasilitasi sosial.

Fasilitasi (dari kata Prancis facile, artinya mudah) menunjukkan


kelancaran atau peningkatan kualitas kerja karena ditonton kelompok.
Kelompok mempengaruhi pekerjaan sehingga menjadi lebih mudah. Robert
Zajonz (1965) menjelaskan bahwa kehadiran orang lain-dianggap-
menimbulkan efek pembangkit energi pada perilaku individu. Efek ini terjadi
pada berbagai situasi sosial, bukan hanya didepan orang yang menggairahkan
kita. Energi yang meningkat akan mempertingi kemungkinan dikeluarkannya
respon yang dominan. Respon dominan adalah perilaku yang kita kuasai. Bila
respon yang dominan itu adalah yang benar, terjadi peningkatan prestasi. Bila
respon dominan itu adalah yang salah, terjadi penurunan prestasi. Untuk
pekerjaan yang mudah, respon yang dominan adalah respon yang banar;
karena itu, peneliti-peneliti melihat melihat kelompok mempertinggi kualitas
kerja individu.

3) Polarisasi.

Polarisasi adalah kecenderungan ke arah posisi yang ekstrem. Bila


sebelum diskusi kelompok para anggota mempunyai sikap agak mendukung
tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan lebih kuat lagi mendukung
tindakan itu. Sebaliknya, bila sebelum diskusi para anggota kelompok agak
menentang tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan menentang lebih
keras.

14
2.3.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keefektifan Kelompok

Anggota-anggota kelompok bekerja sama untuk mencapai dua tujuan: a.


melaksanakan tugas kelompok, dan b. memelihara moral anggota-anggotanya.
Tujuan pertama diukur dari hasil kerja kelompok-disebut prestasi (performance)
tujuan kedua diketahui dari tingkat kepuasan (satisfacation). Jadi, bila kelompok
dimaksudkan untuk saling berbagi informasi (misalnya kelompok belajar), maka
keefektifannya dapat dilihat dari beberapa banyak informasi yang diperoleh anggota
kelompok dan sejauh mana anggota dapat memuaskan kebutuhannya dalam kegiatan
kelompok. Jalaluddin Rakhmat (2004) meyakini bahwa faktor-faktor keefektifan
kelompok dapat dilacak pada karakteristik kelompok, yaitu:

1. Faktor situasional karakteristik kelompok:


a. Ukuran kelompok.
Hubungan antara ukuran kelompok dengan prestasi krja kelompok bergantung
pada jenis tugas yang harus diselesaikan oleh kelompok. Tugas kelompok dapat
dibedakan dua macam, yaitu tugas koaktif dan interaktif. Pada tugas koaktif,
masing-masing anggota bekerja sejajar dengan yang lain, tetapi tidak berinteraksi.
Pada tugas interaktif, anggota-anggota kelompok berinteraksi secara teroganisasi
untuk menghasilkan suatu produk, keputusan, atau penilaian tunggal. Pada
kelompok tugas koatif, jumlah anggota berkorelasi positif dengan pelaksanaan
tugas. Yakni, makin banyak anggota makin besar jumlah pekerjaan yang
diselesaikan. Misal satu orang dapat memindahkan tong minyak ke satu bak truk
dalam 10 jam, maka sepuluh orang dapat memindahkan pekerjaan tersebut dalam
satu jam. Tetapi, bila mereka sudah mulai berinteraksi, keluaran secara
keseluruhan akan berkurang.
Faktor lain yang mempengaruhi hubungan antara prestasi dan ukuran
kelompok adalah tujuan kelompok. Bila tujuan kelompok memelukan kegiatan
konvergen (mencapai suatu pemecahan yang benar), hanya diperlukan kelompok
kecil supaya produktif, terutama bila tugas yang dilakukan hanya membutuhkan
sumber, keterampilan, dan kemampuan yang terbatas. Bila tugas memerlukan
kegiatan yang divergen (seperti memhasilkan gagasan berbagai gagasan kreatif),
diperlukan jumlah anggota kelompok yang lebih besar.

15
Dalam hubungan dengan kepuasan, Hare dan Slater (dalam Rakmat, 2004)
menunjukkan bahwa makin besar ukuran kelompok makin berkurang kepuasan
anggota-anggotanya. Slater menyarankan lima orang sebagai batas optimal untuk
mengatasi masalah hubungan manusia. Kelompok yang lebih dari lima orang
cenderung dianggap kacau, dan kegiatannya dianggap menghambur-hamburkan
waktu oleh anggota-anggota kelompok.
b. Jaringan komunikasi.
Terdapat beberapa tipe jaringan komunikasi, diantaranya adalah sebagai
berikut: roda, rantai, Y, lingkaran, dan bintang. Dalam hubungan dengan prestasi
kelompok, tipe roda menghasilkan produk kelompok tercepat dan terorganisir.
c. Kohesi kelompok.
Kohesi kelompok didefinisikan sebagai kekuatan yang mendorong anggota
kelompok untuk tetap tinggal dalam kelompok, dan mencegahnya meninggalkan
kelompok. McDavid dan Harari (dalam Jalaluddin Rakmat, 2004) menyarankam
bahwa kohesi diukur dari beberapa faktor sebagai berikut: ketertarikan anggota
secara interpersonal pada satu sama lain; ketertarikan anggota pada kegiatan dan
fungsi kelompok; sejauh mana anggota tertarik pada kelompok sebagai alat untuk
memuaskan kebutuhan personal.
Kohesi kelompok erat hubungannya dengan kepuasan anggota kelompok,
makin kohesif kelompok makin besar tingkat kepuasan anggota kelompok. Dalam
kelompok yang kohesif, anggota merasa aman dan terlindungi, sehingga
komunikasi menjadi bebas, lebih terbuka, dan lebih sering. Pada kelompok yang
kohesifitasnya tinggi, para anggota terikat kuat dengan kelompoknya, maka
mereka makin mudah melakukan konformitas. Makin kohesif kelompok, makin
mudah anggota-anggotanya tunduk pada norma kelompok, dan makin tidak
toleran pada anggota yang devian.

d. Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah komunikasi yang secara positif mempengaruhi
kelompok untuk bergerak ke arah tujuan kelompok. Kepemimpinan adalah faktor
yang paling menentukan kefektifan komunikasi kelompok. Klasifikasi gaya
kepemimpinan yang klasik dilakukan oleh White danLippit (1960). Mereka
mengklasifikasikan tiga gaya kepemimpinan: otoriter; demokratis; dan laissez
faire. Kepemimpinan otoriter ditandai dengan keputusan dan kebijakan yang

16
seluruhnya ditentukan oleh pemimpin. Kepemimpinan demokratis menampilkan
pemimpin yang mendorong dan membantu anggota kelompok untuk
membicarakan dan memutuskan semua kebijakan. Kepemimpinan laissez faire
memberikan kebebasan penuh bagi kelompok untuk mengambil keputusan
individual dengan partisipasi dengan partisipasi pemimpin yang minimal.
2. Faktor personal karakteristik kelompok:
a. Kebutuhan interpersonal
William C. Schultz (1966) merumuskan Teori FIRO (Fundamental Interpersonal
Relations Orientatation), menurutnya orang menjadi anggota kelompok karena
didorong oleh tiga kebutuhan intepersonal sebagai berikut:
1) Ingin masuk menjadi bagian kelompok (inclusion).
2) Ingin mengendalikan orang lain dalam tatanan hierakis (control).
3) Ingin memperoleh keakraban emosional dari anggota kelompok yang lain.
b. Tindak komunikasi
Mana kala kelompok bertemu, terjadilah pertukaran informasi. Setiap anggota
berusaha menyampaiakan atau menerima informasi (secara verbal maupun
nonverbal). Robert Bales (1950) mengembangkan sistem kategori untuk
menganalisis tindak komunikasi, yang kemudian dikenal sebagai Interaction
Process Analysis (IPA).
c. Peranan
Seperti tindak komunikasi, peranan yang dimainkan oleh anggota kelompok dapat
membantu penyelesaian tugas kelompok, memelihara suasana emosional yang
lebih baik, atau hanya menampilkan kepentingan individu saja (yang tidak jarang
menghambat kemajuan kelompok). Beal, Bohlen, dan audabaugh (dalam
Rakhmat, 2004: 171) meyakini peranan-peranan anggota-anggota kelompok
terkategorikan sebagai berikut:
1) Peranan Tugas Kelompok. Tugas kelompok adalah memecahkan masalah
atau melahirkan gagasan-gagasan baru. Peranan tugas berhubungan
dengan upaya memudahkan dan mengkoordinasi kegiatan yang menunjang
tercapainya tujuan kelompok.
2) Peranan Pemiliharaan Kelompok. Pemeliharaan kelompok berkenaan
dengan usaha-usaha untuk memelihara emosional anggota-anggota
kelompok.

17
3) Peranan individual, berkenaan dengan usahan anggota kelompokuntuk
memuaskan kebutuhan individual yang tidak relevan dengantugas
kelompok.

2.4 Komunikasi Masyrakat


2.4.1 Pengertian Sistem Komunikasi Masyarakat

Masyarakat perkotaan merupakan masyarakat yang hidup di perkotaan yakni daerah


yang sudah berkembang dan lebih modern di banding daerah pedesaan. Suatu daerah pastilah
memiliki pengaruh bagi masyarakatnya misalnya perubahan-perubahan tampak nyata dikota-
kota, sebab kota-kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh-pengaruh dari luar,
sehingga masyarakat akan terpengaruh oleh kebudayaan-kebudayaan dari luar yang
cenderung memberikan dampak negatif. Alur kehidupan yang cepat dikota-kota,
mengakibatkan pentingnya faktor waktu bagi warga kota, sehingga pembagian waktu yang
teliti sangat penting, untuk dapat mengejar kebutuhan-kebutuhan setiap individu,
mengakibatkan lebih disiplinnya masyarakat di perkotaan, dan orang perkotaan cenderung
lebih bisa mengurus dirinya sendiri atau lebih individualisme. Dalam aspek pengetahuan
teknologi dan komunikasi, orang perkotaan cenderung lebih baik ketimbang pedesaan karena
di perkotaan teknologi dan komunikasi cenderung berkembang ketimbang di pedesaan.
Namun ada juga sisi negatif masyarakat di perkotaan yakni kehidupan keagamaannya
berkurang, kadangkala masyarakat perkotaan tidak terlalu memikirkan masalah
keagamaannya karena memang kehidupan yang cenderung kearah keduniaan saja, dan lebih
mengejar ambisi-ambisi dunia saja. Adalagi yang berbeda dalam masyarakat perkotaan yakni
kehidupan gotong royong, gotong royong di dalam masyarakat perkotaan cenderung kurang
karena masyarakat perkotaan lebih individualis.

1. Sistem Komunikasi Masyarakat Kota

Dengan perkembangan ilmu dan teknologi kontak sosial dewasa ini tidak hanya
diartikan dengan hubungan fisik. Teknologi komunikasi dan informasi telah dapat mengubah
bentuk kontak tidak hanya badaniah, tidak hanya diartikan sebagai pertemuan dua orang yang
kemudian berkomunikasi akan tetapi lebih luas menyangkut peran teknologi. Akibatnya
terjadi beberapa perubahan dalam masyarakat. Perubahan-perubahan masyarakat dapat
mengenai norma, nilai, pola-pola perilaku masyarakat, organisasi, susunan dan stratifikasi
kemasyarakatan sebagai akibat dari dinamika masyarakat yang ditimbulkan dari kemajuan

18
teknologi dan informasi. Hal tersebut sangat terlihat pada sistem komunikasi pada masyarakat
perkotaan.

Penduduk kota sangat bervariasi atau heterogen baik dari segi etnis, lapangan
pekerjaan, tingkat pendidikan, serta latar belakang agama maupun kebudayaan yg dianutnya.
Hubungan sosialnya sangat kompleks, misal dari segi pekerjaan, warga kota sangat beraneka,
mereka dapat berhubungan dengan banyak sekali orang disekitarnya dalam berbagai jenis
pekerjaan yang dilakukan. Contoh, warga kota yang bekerja sebagai pramuniaga di sebuah
toko swalayan, ia akan berhubungan dengan berbagai jenis tipe manusia yang berbeda
pekerjaan dan bahasa mereka, kesibukan masing-masing warga kota dalam tempo waktu
yang cukup tinggi dapat mengurangi perhatian mereka kepada sesamanya, termasuk anggota
keluarganya sendiri. Sehingga hal itu dapat memicu sifat acuh atau berkurangnya rasa
solidaritas sosial kelompok. Kepadatan penduduk kota yang begitu tinggi mengakibatkan
warga kota dekat secara fisik tapi jauh dari segi sosial-psikologis, seolah-olah terjadi jarak
sosial yang cukup dalam. Terjadi perbedaan yang seringkali sangat jauh tentang penilaian
sosial karena adanya perbedaan status, kepentingan dan situasi serta kondisi kehidupan kota
yang mungkin berbeda satu sama lain.

Akibat dari beberapa faktor diatas, masyarakat perkotaan cenderung memiliki sistem
komunikasi yang tertutup dibandingkan dengan masyarakat pedesaan. Mereka lebih memilih
untuk menggunakan gadget untuk berkomunikasi dengan orang lain ketimbang bertemu
langsung, meskipun jaraknya cukup dekat. Rasa individualisme yang tinggi menyebabkan
komunikasi yang terjalin tidak seerat seperti masyarakat pedesaan. Di pedesaan, meskipun
jarak antar rumah masih terbilang sangat jauh, namun setiap orang dapat mengenal dan
berkomunikasi dengan baik. Berbeda dengan masyarakat perkotaan, meskipun memiliki jarak
yang cukup berdekatan antar rumah satu dengan yang lainnya karena kepadatan
penduduknya, namun mereka tidak terlalu mengenal atau jarang berkomunikasi atau bahkan
tidak saling kenal dengan tetangga yang berdekatan dengan rumah.

Dalam keluarga, komunikasi yang terjalin juga mungkin tidak seintens atau sesering
masyarakat pedesaan. Adanya orang tua yang bekerja menimbulkan kurangnya aktivitas
bersama keluarga sehingga mengurangi rasa saling menyayangi dan solidaritas dalam
keluarga itu sendiri. Selain itu adanya pengaruh media massa juga mempengaruhi dalam
kaitannya mengubah perilaku dan sikap anak-anak, sebagian anak-anak lebih suka untuk
melawan orang tua, tidak patuh dan tidak hormat, memiliki pergaulan yang bebas bahkan

19
cenderung kebablasan, banyaknya perilaku kriminal yang ditimbulkan akibat kurangnya
didikan orang tua yang sibuk bekerja dan lain sebagainya.

Adanya teknologi yang berkembang pesat juga menyebabkan sikap acuh tak acuh
timbul pada masyarakat perkotaan, kepedulian terhadap sesama bukanlah suatu hal yang
dikatakan penting seperti yang terjadi pada masyarakat pedesaan. Masyarakat perkotaan lebih
memilih untuk memperhatikan kebutuhannya dibandingkan kebutuhan orang lain yang ada
disekitarnya. Keberadaan alat teknologi atau gadget menjadi sesuatu yang diagungkan di
masyarakat perkotaan. Semuanya dilakukan dengan menggunakan teknologi untuk
mempermudah dalam menjalani aktivitas.

2. Sistem Komunikasi Masyarakat Desa

Desa adalah sebuah karakteristik yang mempunyai ciri khas tersendiri. Ciri khas
khusus yang berhubungan dengan komunikasi adalah komunikasi lebih banyak dilakukan
dengan komunikasi antarpersonal. Ini diakibatkan, masyarakat desa belum percaya
sepenuhnya terhadap media massa atau juga sejalan dengan tingkat pendidikannya. Oleh
karena itu, informasi dari orang lain yang bisa dipercaya lebih menemukan hasil, misalnya
melalui pemimpin opini.

Di desa, komunikasi antarpersonal biasa disebut dengan gethok tular. Artinya,


komunikasi dilakukan dengan lisan tentang suatu pesan dari suatu orang ke orang lain.
Misalnya, jika di desa akan dilaksanakan kerja bakti atau gotong royong maka informasi itu
akan cepat tersebar luas melalui satu orang ke orang lain, begitu seterusnya. Tak terkecuali
ketika berbicara tentang hal baru yang belum diketahui masyarakat desa, misalnya usaha
memasyarakatkan Keluarga Berencana (KB) dengan kondom pada tahun 1972.

Namun sejalan dengan tingkat perkembangan pengetahuan dan pendidikan penduduk


yang sudah mulai maju, pola komunikasi semacam ini lambat laun akan ditinggalkan
masyarakat. Pada saat ini ada tiga media yang sangat berpotensi dalam menyebarkan
informasi ke masyarakat di pedesaan, yakni Koran Masuk Desa (KMD), Media Rakyat (MR),
dan Media Tradisional (MT).

 Koran Masuk Desa (KMD)

Program KMD di Indonesia mulai dilaksanakan pada bulan Februari 1980


berdasarkan SK Menpen No.11/A/Kep/Menpen/1980 tanggal 29 Januari 1980. Penetapan

20
sebuah KMD dilakukan atas saran gubernur/kepala daerah yang berkonsultasi dengan Serikat
Pekerja Surat Kabar (SPS) dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Hasilnya kemudian
adalah kesepakatan antara proyek pembinaan dari Deppen dengan perusahaan/ penerbit pers
yang bersangkutan. Ini dilakukan mengingat KMD sangat penting untuk mensosialisasikan
pesan-pesan pembangunan pada masyarakat.

Sebagai koran yang berbeda dengan koran pada umumnya, tentunya dari segi liputan
reportase juga berbeda karena perbedaan target, tujuan, misi, dan sasarannya. Misalnya,
lingkup daerah yang hanya meliputi desa (dari desa ke desa agar masyarakat desa merasa
memiliki). Kalaupun ada reportase di kota prosentasenya kecil, mungkin hal-hal yang
berhubungan dengan pembaharuan agar ditiru oleh masyarakat desa. Namun demikian, hal
ini harus dilakukan dengan hati-hati. Sebab KMD adalah koran kota yang beredar di
pedesaan, sehingga perlu dihindari munculnya sinyal bahwa koran itu adalah koran kota
bukan koran masuk desa.

 Media Rakyat (MR)

Berrigan (1979) mendefinisikan media rakyat (media masyarakat) sebagai berikut :

a. Media masyarakat adalah media yang bertumpu pada landasan yang lebih luas
dari kebutuhan semua khalayak.
b. Media masyarakat adalah adaptasi media yang digunakan oleh masyarakat yang
bersangkutan, apapun tujuan yang yang ditetapkan masyarakat.
c. Media masyarakat adalah media yang memberi kesempatan kepada warga
masyarakat untuk memperoleh informasi, pendidikan, bila mereka menginginkan
kesempatan itu.
d. Media ini adalah media yang menampung partisipasi masyarakat sebagai
perencanaan, produksi, dan pelaksana.
e. Media masyarakat adalah sasaran bagi masyarakat untuk mengemukakan
sesuatu, bukan untuk menyatakan sesuatu kepada masyarakat.

Adapun fungsi-fungsi media rakyat adalah sebagai berikut (Oepen, 1988) :

a) Memberi saluran alternatif sebagai sarana bagi rakyat untuk mengemukakan


kebutuhan dan kepentingan mereka.
b) Berguna menyeimbangkan pemihakan kepada perkotaan yang tercermin dalam
isi media.

21
c) Membantu menjembatani kesenjangan antara pusat dan pinggiran.
d) Mencegah membesarnya rasa kecewa, rasa puas diri dan keterasingan
dikalangan penduduk daerah pedesaan.
e) Memberi fasilitas berkembangnya keswadayaan, kemampuan menolong diri
sendiri dan kemampuan mengambil keputusan sendiri.
f) Berguna bagi umpan balik, sistem pemantauan dan pengawasan suatu proyek
tertentu.

Dengan demikian bisa dikatakan bahwa Media Rakyat adalah bentuk komunikasi
dengan memakai media massa sebagai salurannya. Media dari, oleh, dan untuk rakyat di
pedesaan. Artinya, media yang menganggap kepentingan rakyat sebagai hal yang paling
utama. Media rakyat juga sangat berperan dalam membantu perkembangan masyarakat.
Media rakyat adalah media yang mengakar kuat di masyarakat. Sebab ia tumbuh dan
berkembang di pedesaan.

 Media Tradisional (MT)

Namanya saja media tradisional, sehingga tidak sama dengan media massa. Kalau
media massa adalah media dengan mengunakan alat teknologi komunikasi modern,
sedangkan media tradisional adalah alat komunikasi yang sudah lama digunakan si suatu
tempat (desa) sebelum kebudayaannya tesentuh oleh teknologi modern dan sampai sekarang
masih digunakan di daerah itu. Adapun isinya masih berupa lisan, gerak isyarat atau alat
pengingat dan alat bunyi-bunyian. (James Danandjaja, 1987)

Membicarakan media tradisional tidak bisa dipisahkan dari seni tradisional, yakni
suatu bentuk kesenian yang digali dari cerita-cerita rakyat dengan memakai media tradisional.
Media komunikasi tradisional sering disebut sebagai bentuk folklor. Bentuk-bentuk folklor
tersebut antara lain :

1. Cerita prosa rakyat


2. Ungkapan rakyat
3. Puisi rakyat
4. Nyanyian rakyat
5. Teater rakyat
6. Gerak isyarat
7. Alat pengingat

22
8. Alat bunyi-bunyian

Beberapa kelebihan media tradisional dan seni tradisional dibanding media lain adalah :

1. Ia tumbuh dan berkembang di masyarakat, sehingga dianggap sebagai atau cermin


kehidupan masyarakat desa. Di samping apa yang disuguhkan lebih mengena hati
masyarakat, melalui media tradisional juga bisa diselipkan pesan pembangunan, misalnya
dalam cerita teater rakyat, ketoprak atau wayang.
2. Media rakyat harus dinikmati dengan jenjang pengetahuan atau pendidikan tertentu
(karena sifatnya tertulis, maka masyarakat harus bisa membaca terlebih dahulu),
sedangkan media tradisional bisa dinikmati semua lapisan masyarakat.
3. Seni tradisional lebih menghibur sehingga lebih mudah mempengaruhi sikap masyarakat.
Disamping itu, seni tradisional tidak perlu dinikmati dengan mengerutkan dahi.

Namun begitu, seni atau media tradisional terbentur hambatan dalam


pengembangannya. Pertama, sejalan dengan tingkat perkembangan masyarakat yang kian
maju dan modern, ia akan terancam eksistensinya. Kita bisa ambil contoh banyak kalangan
muda yang enggan mamupuk dan mewarisi media atau seni tradisional tersebut. Kedua, peran
serta pemerintah sangat kecil, padahal seni tradisional menjadi salah satu sumber devisa yang
dapat diandalkan. Saat ini pentas Wayang Orang di Taman Hiburan Rakyat (THR) Sriwedari,
Solo tidak ada lagi. Ketiga, media massa kurang tertarik mengekspos atau memberitakan seni
tradisional tersebut. Padahal pemberitaan ini menjadi sarana efektif menjaga
kelangsungannya.

Adapun media tradisional yang dimaksud dalam hal ini salah satunya contohnya
adalah trong-trong atau kentongan. Trong-trong ini hidup dalam masyarakat Pandeglang
umumnya dan kecamatan Banjar khususnya. Fungsi trong-trong ini sebagai alat informasi
bagi masyarakat terutama kaitannya dengan pemberitahuan kepada masyarakat jika ada
kejadian darurat seperti pembunuhan, kebakaran, dan pencurian.

2.4.2 Karakteristik Komunikasi Masyarakat


1. Kehidupan keagamaan berkurang dibandingkan dengan kehidupan
keagamaan di desa. Ini dikarenakan masyarakat kota lebih disibukkan
dengan urusan duniawi.
2. Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa
bergantung dengan orang lain ( individualisme ).

23
3. Pembagian kerja diantara warga-warga kota juga lebih tegas dan memunyai
batas-batas nyata.
4. Kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh
warga kota.
5. Jalan pikiran rasional yang pada umumnya dianut masyarakat perkotaan
menyebabkan interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada faktor
kepentingan daripada faktor pribadi.
6. Jalan kehidupan yang cepat di kota-kota mengakibatkan pentingnya faktor
waktu bagi warga kota sehingga pembagian waktu yang teliti sangat
penting untuk dapat mengejar kebutuhan-kebutuhan seorang individu.
7. Perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata di kota-kota sebab kota-
kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh dari luar.

Dalam masyarakat perkotaan, misalnya kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta,


Bandung, Surabaya, Medan, dan lain sebagainya, sistem nilai yang cenderung dianut adalah
adanya sikap individualistis- elu elu gue gue, urusan lu bukan urusan gue- dan semacamnya,
yang mengantarkan masyarakat perkotaan pada keadaan yang ”sunyi”. Tidak butuh orang
lain, cenderung sendiri. Yang disebut keteraturan hidup adalah bila telah memiliki rumah
sebagai tempat tinggal untuk diri dan keluarga, rutinitas kerja setiap hari, liburan di
penghujung minggu, menerima uang pensiun di hari tua dan tidak mengganggu kehidupan
orang lain. Keselarasan hidup adalah bila dirinya dan keluarga telah memiliki “tempat” di
muka bumi ini. Masyarakat yang menghuni kota-kota besar tersebut adalah masyarakat yang
multi kultural dengan kepentingan yang money oriented, sehingga kehidupan sosial akan
dijalankan sepanjang memiliki kontribusi berupa reward untuk kelangsungan hidupnya.
Individualis yang demikian kental di kalangan masyarakat perkotaan mendorong mereka
untuk acuh kepada sesamanya.

24
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Komunikasi keluarga adalah komunikasi yang terjadi dalam sebuah keluarga, yang
merupakan cara seorang anggota keluarga untuk berinteraksi dengan anggota lainnya,
sekaligus sebagai wadah dalam membentuk dan mengembangkan nilai-nilai yang dibutuhkan
sebagai pegangan hidup. Tujuan komunikasi dalam interaksi keluarga ditinjau dari
kepentingan orang tua adalah untuk memberikan informasi, nasihat,mendidik dan
menyenangkan anak-anak.Sedangkan anak berkomunikasi dengan orang tua adalah untuk
mendapatkan saran, nasihat, masukan atau dalam memberikan respon dari pertanyaan orang
tua.
Komunikasi bersifat prosesual, dinamis dan transaksional. Komunikasi merupakan
suatu proses, dimana proses ini tidak disadari kapan awal dan kapan akhirnya. Komunikasi
bersifat dinamis, artinya komunikasi tidaklah konstan. Tapi melalui tahapan-tahapan dan
perubahan. Komunikasi bersifat transaksional, artinya komunikasi terjadi timbal balik antara
komunikator dan komunikan. Sehingga, proses penyampaian informasi harus dilakukan
dengan benar dan sungguh-sungguh. Agar masyarakat dapat benar-benar mengerti maksud
dari materi yang disampaikan dan menerapkan dalam kehidupannya. Komunikasi dalam
kesehatan hendaknya selalu mengalami perubahan seiring perubahan lingkungan dan
disesuaikan dengan keadaan masyarakat dan pelaku atau komunikator hendaknya lebih
variatif dan inovatif dalam penyampaian pesan informasi kesehatan.
3.2 Saran
Makalah ini mebahas tentang komunikasi keluarga, kelompok dan masyarakt yang
sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, di harapkan setelah membaca makalah ini untuk
dapat di terapkan dalam kehidupan sehari-hari cara berkomunikasi yang baik dalam keluarga,
kelompok dan masayarakat serta memahami cara-cara atau strategi dalam berkomunikasi.

25

Anda mungkin juga menyukai