Anda di halaman 1dari 5

PERJALANAN SEJARAH LAGU-LAGU PERJUANGAN INDONESIA DALAM

KONTEKS PERSATUAN BANGSA


A. Arti Nasionalisme
Berkembangnya nasionalisme modern di Eropa yang dipelopori oleh para akhli ilmu
pengetahuan, di Indonesia lahir kebangkitan nasional yang dipandang sebagai awal
tumbuh dan berkembangnya sejarah yang pertama kali dipelopori oleh tokoh
pergerakan kebangsaan seperti Dr. Sutomo dan Dr. Wahidin Sudirohusodo.
Bangkitnya nasionalisme ditandai lahirnya semangat kebangkitan nasional melalui
organisasi Boedi Oetomo yang didirikan pada tanggal 20 Mei 1908. Dengan tujuan
mencerdaskan bangsa, berdasarkan kesadaran, tekad, dan upaya untuk
mamajukan bangsa atas dasar falsafah dan wawasan yang bersumber pada
kepribadian nusantara, didukung para cendekiawan berbasis pada pendidikan
nasional untuk melawan bangsa penjajah.1
Nasionalisme merupakan kesadaran bersama yang dapat mempersatukan sukusuku bangsa yang hidup dinusantara. Nasionalisme di Indonesia lahir bersamaan
dengan tumbuhnya keinginan seluruh rakyat Indonesia membentuk negara
kesatuan.2 Dalam perjalanan sejarah Indonesia bangsa Belanda pernah
mengajarkan instrumen musik Barat kepada abdi dalem di kesultanan kraton
Yogyakarta dan kasunanan kraton Surakarta tujuannya agar dapat memainkan lagu
kebangsaan Wilhelmus, saat upacara kunjungan tamu resmi para pejabat dari
negeri Belanda. Selain itu perlakuan istimewa terhadap lagu kebangsaan Indonesia
Raya serta diakuinya bahasa melayu sebagai bahasa nasional memicu timbulnya
peluang dan konflik bagi kelompok cendekiawan Jawa yang ingin menguasai lagu
kebangsaan dengan alternatif musik ritual yang khas dapat mewakili puncak
kebudayaan nasional melalui instrumen gamelan. Usaha itu dilakukan dengan
mencoba mengerahkan para empu gamelan di tahun 1930-an untuk dapat
memodernisasi gamelan baik dari segi praktek maupun teori. Perubahan-perubahan
dalam notasi musik diantaranya pernah ditulis dalam buku kecil Mr. Muhammad
Yamin, bahwa usaha-usaha untuk memainkan lagu kebangsaan Indonesia Raya
terbukti mengalami kegagalan, oleh karena secara teknis lagu itu memakai sistem

tangganada diatonis, sedang untuk instrumen gamelan menggunakan tangga nada


pentatonik.
Pada masa perjuangan Indonesia melawan kolonialisme perkembangan musik
diatonis berubah menjadi fenomena politik, disebabkan perbedaan pandangan
tentang musik nasional. Perkembangan musik diatonis sebagai sarana pendidikan
nasionalisme mengalir seiring munculnya generasi penerus setelah W.R. Supratman
dan M. Syafei pendiri sekolah I.N.S. Kayutanam di Sumatera Barat, yaitu
diantaranya munculnya para pemusik asal daerah Tapanuli dengan latar belakang
pengetahuan musik gereja misionaris Jerman yang cukup handal. Para pemusik
terkenal itu ialah Cornel Simanjuntak (komposer), Amir pasaribu (komposer, kritikus),
J.A. Dungga (krtikus), L. Manik (komposer), Binsar Sitompul (komposer) dan W.
Lumban Tobing (Etnomusikolog).3 Di Jawa dikenal Ismail Marzuki (komposer),
Kusbini (komposer), Bintang Sudibyo (komposer), R.A.J. Soedjasmin (komposer,
pendidik). Para pemusik ini tidak hanya beranggapan bahwa budaya musik nasional
eksotisme tidak boleh dibangun diatas budaya musik jawa, tetapi harus mengikuti
pola musik diatonis secara umum lebih mudah diterima oleh seluruh lapisan
masyarakat dengan berbagai kebinekaannya. Usaha seperti ini sebenarnya sudah
dirintis jauh sebelum itu oleh para pemuda di tahun 1920-an menjelang Sumpah
Pemuda, mengenai peranan musik diatonis yang dapat mewakili berbagai suku di
Indonesia. Diantaranya dihimpun oleh organisasi kepemudaan yaitu paguyuban
Pasundan, Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Minahasa, Jong Ambon, Jong
Celebes, Jong Timorch Verbond, Kaum Betawi, Sekar Rukun, Islamieten Bond.
Perkumpulan itu adalah cikal bakal perjuangan kedaerahan setelah tahun 1926
meningkat kearah persatuan pemuda semakin kuat. W.R. Supratman sebagai
seorang pemuda patriotis sering mengikuti rapat-rapat tersebut yang dimulai dari
gang Kenari sebelum Sumpah Pemuda dicetuskan, hingga ia berkewajiban
mendorong semangat persatuan melalui lagunya.
Sejak itu tumbuh dan berkembangnya nasionalisme di Indonesia, tidak hanya
semata-mata didasarkan pada persamaan-persamaan sikap primordialisme, akan
tetapi sudah bersifat terbuka. Di ilhami oleh cita-cita kebangkitan nasional dari tahun
1908, pada tanggal 28 Oktober 1928 para pemuda Indonesia mengikrarkan Sumpah
Pemuda, yaitu satu Nusa, satu Bangsa, dan satu Bahasa. Bahasa Melayu yang

diakui sebagai bahasa nasional, merupakan suatu kekalahan bagi bahasa Belanda,
sebagai simbol ikrar, teks Sumpah Pemuda serta lagu kebangsaan Indonesia Raya
memakai bahasa Indonesia serta sekali gus diakuinya musik diatonis. Akhirnya
disimpulkan guna menetralisir keanekaragaman para pemuda Indonesia perana
musik nasioanl tidak lagi berpihak kepada etnis Jawa atau lainnya, tetapi harus
bersifat universal seperti dalam kedudukan musik diatonis. Oleh karena itu sistem
tangga nada selendro dan pelog yang mendasari lagu-lagu instrumen gamelan perlu
dihindari.4
B. Fungsi dan Jenis Lagu Perjuangan
Lagu Perjuangan Indonesia disebut dengan istilah musik fungsional yang diciptakan
untuk tujuan nasional. Dalam sejarah musik dikenal bahwa musik berfungsi
mengiringi peribadatan agama (ritual), musik mengiringi tari berfungsi sebagai
sarana hiburan. Fungsi primer lagu-lagu perjuangan Indonesia adalah sebagai
sarana upacara, dimana kedudukan para pemain dan peserta didalam seni
pertunjukan harus dilibatkan, hingga seni pertunjukan jenis ini bisa disebut the Art of
Participation. Fungsi sekunder lagu-lagu perjuangan sebagai media agitasi politik
berguna untuk membangkitkan semangat perjuangan melawan penindasan, dan
keberadaan jenis lagu-lagu ini di Indonesia pada masa perang kemerdekaan
jumlahnya cukup banyak. Sebagai seni pertunjukan dalam lagu-lagu perjuangan,
idiom musik barat dikemas berdasarkan kemampuan musikalitas masyarakat
pendukungnya. Unsur teknis bernyanyi tidak begitu penting, diutamakan makna
serta isi teks lagu bersifat agitasi disampaikan dan dihayati oleh seluruh masyarakat
Indonesia.
Secara umum pengertian lagu-lagu perjuangan adalah kemapuan daya upaya yang
muncul melalui media kesenian di dalam peranannya pada peristiwa sejarah
kemerdekaan di Indonesia. Upaya ini disebut sebagai sikap patriotis didalam
konteks sejarah sebelum dan sesudah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia
17 Agustus 1945. Dalam pengertian yang luas sebagai perasaan nasional lagu-lagu
perjuangan disebut sebagai lagu wajib, diajarkan mulai pada tingkat pendidikan
dasar, hingga perguruan tinggi dan wajib diketahui seluruh masyarakat Indonesia.
Berdasarkan peraturan pemerintah melalui Intruksi Menteri Muda Pendidikan dan

Pengajaran dan Kebudayaan Nomor. 1 tanggal 17 Agustus 1959, diterbitkan oleh


Balai Pustaka tahun 1963, telah ditetapkan 7 buah lagu-lagu perjuangan sebagai
lagu wajib yaitu (1) lagu Kebangsaan Indonesia Raya ciptaan W.R. Supratman. (2)
lagu Bagimu Negri ciptaan Kusbini. (3) lagu Maju tak Gentar ciptaan Cornel
Simanjuntak. (4) lagu Hallo-hallo Bandung ciptaan Ismail Marzuki. (5) lagu Rayuan
Pulau Kelapa ciptaan Ismail Marzuki. (6) lagu Berkibarlah benderaku ciptaan
Bintang Sudibyo, dan (7) lagu Satu Nusa satu Bangsa ciptaan L. Manik. Dalam
uraian berikut ini dijelaskan pula tentang apa yang dimaksud sebagai sebagai jenis
lagu-lagu perjuangan Indonesia menjadi empat jenis sebagai berikut.
1. Lagu Himne
Himne atau Himnos dalam bahasa Yunani diartikan untuk penghormatan dan
pemujaan kepada dewa, para pahlawan atau tokoh pemimpin terkemuka, terutama
dipersembahkan sebagai tanda perdamaian atau pernyataan terimakasih kepada
dewa Apollo. Pada perang Dunia II jenis lagu ini berkembang dan dipakai dalam
kemiliteran di Inggris untuk diperdengarkan kepada serdadu guna memotivasi moral
para prajurit di medan pertempuran seperti dalam lagu therell be an England.
Di Indonesia pada masa perang kemerdekaan jenis lagu himne menjadi inspirasi
para pencipta di masa pendudukan tentara Jepang tahun 1942-1944, sebagai
pemujaan dalam membangun moral cinta tanah air, berjuang di jalan kebenaran.
Pada masa revolusi jenis lagu-lagu ini dinyanyikan secara teratur oleh para pemuda
pemudi pelajar pelajar di Yogyakarta sebagai pusat perjuangan untuk dipergunakan
pada perayaan upacara di istana Kepresidenan dalam aubade dan paduan suara
pada acara resepsi kenegaraan, pertunjukan kesenian atau dalam acara siaran
radio. Lagu tersebut ialah Bagimu Negri ciptaan Kusbini, Tanah Tumpah Darahku
ciptaan Cornel Simanjuntak, Satu Nusa Satu Bangsa ciptaan L. Manik,
Mengheningkan Cipta ciptaan T. Prawit.
2. Lagu Mars
Mars dalam bahasa Inggris disebut Marche, dalam bahasa Perancis disebut Marcia.
Mars ialah musik dengan irama cepat berfungsi untuk membangkitkan semangat
pasukan dengan gerak langkah serempak dalam prosesi militer yang rapih. Musik

mars merupakan ornamentasi irama drum dalam tempo cepat, dengan aksen yang
kuat dikembangkan kedalam frase kunci mayor.
Di Indonesia lagu-lagu mars patriotik pada masa perang kemerdekaan digunakan
dalam bentuk yang sama oleh para pemuda yang dikirim bertempur ke garis depan.
Berlainan dengan jiwa semangat lagu mars propaganda Jepang yang diatur dan
ditentukan oleh Keimin Bunka Shidosho. Sebagai perasaan nasional dalam
perkembangannya jenis lagu-lagu ini dapat dibagi menjadi dua yaitu, pertama, fungsi
primer lagu mars bersifat konstruktif memiliki makna sebagai sarana upacara disebut
jenis magnetic song, yaitu lagu Kebangsaan Indonesia Raya ciptaan W.R.
Supratman, bila lagu ini berkumandang para peserta upacara harus berdiri tegap di
tempat dengan pandangan kedepan, hingga setiap warga negara akan dirinya
sebagai bangsa yang merdeka dan tidak jarang orang menitikan air mata atas
keagungan lagu tersebut. Kedua, fungsi sekunder lagu mars perjuangan bersifat
membangkitkan semangat cinta tanah air melawan penjajahan bersifat uraian
seperti pidato yang bersenandung memiliki makna agitasi disebut jenis rheoric song
dinyanyikan dalam prosesi berjalan contohnya adalah lagu Maju tak Gentar ciptaan
Cornel Simanjuntak, Sorak-sorak Bergembira ciptaan Cornel Simanjuntak, Hallohallo Bandung ciptaan Ismail Marzuki, Berkibarlah Benderaku ciptaan Bintang
Sudibyo, Hari Merdeka ciptaan H. Mutahar, Dari Barat Sampai Ketimur ciptaan R.
Sunaryo.
3. Lagu Percintaan
Pada masa revolusi di Indonesia selain jenis lagu himne dan mars, muncul pula
lagu-lagu perjuangan yang bernuansa percintaan erat kaitannya dengan perasaan
romantika para pemuda dalam suasana cinta yang mengharukan. Hampir semua
lagu-lagu jenis ini bercerita tentang perjuangan dan cinta yang dialami seor.

Anda mungkin juga menyukai