Anda di halaman 1dari 3

JATI DIRI DRUPADI DALAM PANDANGAN DUA MATA

(Anggi Anggraeni)
Berbicara kisah Dewi Drupadi pasti terlintas tentang wayang. Kisah Dewi Drupadi itu
sendiri, memiliki beberapa versi yaitu versi Mahabrata di India dan versi pewayangan di
Indonesia. Dalam versi The Palace of Illusions dan Drupadi Permaisuri Pandawa yang Teguh
Hati memiliki banyak persamaan yakni Drupadi menikah dengan lima Pandawa.
Versi Mahabrata Drupadi menikahi kelima Pandawa sekaligus yaitu Yudhistira,
Bima, Arjuna dan si kembar Nakula-Sadewa. Drupadi merupakan contoh seorang istri yang
benar-benar teguh hatinya walaupun selama pernikahan dengan para pandawa dia selalu
mendapati permasalahan demi permasalahan dan berbagai ujian. Tetapi Drupadi tetap pada
kesetiaannya dan baktinya.
Drupadi dalam versi pewayangan Indonesia digambarkan sebagai dewi berkulit hitam
manis nan menawan yang sangat mencintai suaminya. Namun, citra dewi Drupadi tidak lepas
dari kisah Mahabrata itu sendiri. Drupadi tetaplah perempuan yang tangguh dan selalu setia
kepada Yudhistira dan keempat saudara Pandawa lainnya.
Ada hal yang menarik lagi ketika saya sejenak membaca sebuah novel Drupadi
Permaisuri Pandawa yang Teguh Hati karya Apriastuti Rahayu. Dalam kisah tersebut terselip
rumor tentang cinta terpendan Drupadi dengan Karna. Dengan kata lain, Drupadi sebenarnya
tidak mencintai kelima suaminya.
Perbedaan cerita terlihat saat Karna (Raja Angga) mengikuti sayembara. Hal ini
dipengaruhi sudut pandang yang digunakan. Dalam Novel Indonesia, diceritakan Karna tidak
berhasil memenangkan sayembara karena ketidakmampuannya. Dan dalam Novel India,
diceritakan keikutsertaan Karna dihalangi oleh Drestadyumna dan Drupadi sendiri. Perbedaan
sudut pandang, dari sisi fisik dan batin, juga membuat perbedaan cerita. Saat kegagalan
Karna, kelegaan yang terpancar dari senyum Drupadi dalam Novel Indo berbanding terbalik
dengan penyesalan terdalam Drupadi dalam Novel Indi karena menghina Karna.
Drupadi yang terkesan menerima semua yang terjadi pada dirinya di ceritakan oleh
Narator pada Novel Indo. Ini terjadi saat peristiwa Drupadi harus menjadi istri lima pria.
Drupadi tidak berusaha menolak, semua keputusan diambil suami-suaminya, sama sekali
tidak ada penolakan dari pihak manapun.
Novel Indi juga hampir membuat Drupadi yang sama, hanya saja dari segi sudut
pandang Drupadi yang akan membuat pembaca melihat dari sisi terdalam Drupadi, batin

Drupadi semula menolak pernikahan ini tetapi dirinya tidak mampu menentang takdirnya dan
mengharuskan menerimanya.
Pada peristiwa ini, perbedaan sudut pandang juga mempengaruhi hubungan-hubungan
yang di jalani Drupadi. Seperti hubungan menantu-mertua anatara Drupadi dan Kunti (Ibu
Pandawa), hal ini membuat karakter Kunti yang digambarkan berbeda. Dalam nvel Indo,
Kunti terlihat menyesal mengatakan untuk membagi Drupadi. Sedangkan dalam novel Indi,
Kunti lah yang mendesak anaknya untuk menuruti kata-katanya. Hal ini tentu saja
dipengaruhi oleh sudut pandang dari orang ketiga sebagai narator dengan sudut pandang
Drupadi yang terlibat langsung dengan Kunti sebagai mertuanya. Hal ini yang kemudian
membuat hubungan Drupadi dan Kunti dalam Novel Indi menjadi saling tidak menyukai.
Hubungan lain yang juga dipengaruhi ialah hubungan Drupadi dengan Arjuna yang
berdampak pada hubungan kepada kelima suaminya. Drupadi yang semula berharap Arjuna
mampu membelanya dan menjadikan Drupadi hanya menjadi istrinya, harapan itu terwujud
karena keterbatasan Arjuna pada hal yang diperintahkan ibunya. Ketidakmampuan Arjuna ini
membuat Drupadi kembali menyesali pernikahannya dan membandingkannya jika menikah
dengan Karna. Peristiwa dan sudut pandang ini yang kemudian menjadi dasar ketidaksetiaan
Drupadi pada lima suaminya.
Di balik kesetiaan Drupadi pada versi Mahabrata, pewayangan Indonesia dan pada
novel Lelakon sebenarnya Drupadi pun memiliki suatu kepiluan tiada terduga yaitu menjadi
wanita yang munafik.
Jati diri Drupadi juga dapat dikupas dari peristiwa pelecehan Dursasana atas diri
Drupadi.Seperti yang udah diketahui, Pandawa diundang Kurawa bermain dadu. Kurawa
menang dan Pandawa dengan terpaksa mempertaruhkan harga diri Drupadi. Drupadi yang
marah lalu bersumpah. Peristiwa tersebut mempunyai sudut pandang yang berbeda mengenai
kepribadian Drupadi.
Perbedaan sudut pandang, membuat Drupadi dimaknai secara berbeda. Narator dalam
Novel Indo, menghadirkan Drupadi yang terkesan lemah tidak berdaya dengan terlebih
dahulu meminta belas kasihan yang hadir. Juga Drupadi yang tetap mementingkan suaminya
daripada dirinya, dengan permintaannya terhadap Drestarastra. Walaupun, kemudian Drupadi
tetap bersumpah menginginkan kematian Dursasana.
Sedangkan Novel Indi, narator yang juga Drupadi menggambarkan dirinya terkesan
kuat dan dikuasai kemarahan dengan langsung mengutuk seluruh kerajaan dan kematian
semua Kurawa. Hal ini dikarenakan Drupadi sebagai narator ingin menyampaikan secara

nyata rasa malu dan kemarahannya yang tidak terbendung, tidak memikirkan bagaimana
tokoh lain memandangnya tetapi fokus pada rasa marah dalam dirinya.
Perbedaan sudut pandang mengenai kepribadian dan jati diri Drupadi yang terakhir
dapat dilihat dari perjalanan ke Himalaya. Titik akhir hidup Drupadi dalam novel Indi, di
ceritakan pada peristiwa perjalananya ke Himalaya untuk menjadi Dewa. Perjalanan ini tidak
memiliki keharusan agar Drupadi dapat ikut, ini adalah keputusan para suaminya. Drupadi
sebagai istri memiliki pilihan untuk tidak mengikutinya. Namun obsesinya untuk menjadi
wanita yang istimewa membuatnya mengikuti perjalanan ini.
Menjelaskan bahwa suami-suaminya yang semula dianggap tidak memberikannya
kebahagaiaan, justru mencintai dirinya dengan caranya masing-masing. Hal ini
memperlihatkan Drupadi sebagai wanita hanya focus pada obsesi, dendam dan
ketidakbahagiaannya sehingga tidak peka terhadap apa yang telah suami-suaminya
berikan.
Selama ini kita hanya mengenal sosok dewi Drupadi dari versi Pewayangan Indonesia
saja maka perbandingan akan beberapa versi kisah Drupadi ini bertujuan untuk mengeluarkan
kita dari konvensional pewayangan yang ada di Indonesia. Sehingga terlihat adanya different
dari cerita versi India dan Indonesia
Meski begitu nilai kesetiaan Drupadi selalu utuh diberbagai versi dan selalu melekat citra
kesetiaan dan keteguhan hati sang dewi Drupadi. Beliau tetaplah perempuan yang berjuang
demi apa yang menjadi prinsipnya walaupun itu dalam ranah patriarki.
Patriarki sendiri dalam kisah Mahabrata selalu hidup mengakar, lelaki adalah manusia
nomor satu dan wanita adalah hamba sahaya. Dalam kisahnya Drupadi selalu menjadi korban
patriarki namun jika ditelaah lagi terlihat Drupadi adalah seorang yang mencoba menjalankan
adat sekaligus keegoisannya sebagai makhluk hidup.
Drupadi mencoba keluar dari ranah patriarki dengan jalan melalui adat yang dia taati hal
ini menjadikan dirinya perempuan yang diagungkan kelima Pandawa, para Dewa dan juga
dicintai anak-anak lelakinya. Namun, kodrat perempuan pada jamannya tetaplah
menghidupkan ideologi patriarki dalam pola masyarakat sosial pada aat itu.

Anda mungkin juga menyukai