LAPORAN KASUS
A.
Anamnesis
Identitas Pasien
Nama
Jenis Kelamin
Usia
Suku Bangsa
Agama
Status
Alamat
Masuk RS
: Nn. T
: Perempuan
: 52 tahun
: Jawa
: Islam
: menikah
: Kaliwulu RT 14/01
: 27 Desember 2016
Anamnesis dilakukan tanggal 27 desember 2016, pukul 10.00, secara auto dan
alloanamnesis
Keluhan Utama : Demam
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Puskesmas plumbon dengan keluhan demam sejak 6 hari. Demam
dirasakan terutama sore hari, naik perlahan, kadang disertai menggigil. Demam disertai
mual, muntah sebanyak 2 kali, pusing dan nafsu makan berkurang. os juga mengeluh
nyeri pada ulu hati. Demam tidak disertai pilek dan batuk. Pasien juga tidak mengeluh
bab cair. Bab berwarna merah atau kehitaman disangkal. buang air kecil seperti biasa.
Pasien sebelumnya sudah mengkonsumsi obat warung (namanya tidak diketahui)
Demam dirasakan berkurang, tetapi demam kembali terjadi jika obat dihentikan.
B.
Pemeriksaan fisik
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Kesadaran
Tanda vital
: composmentis
:
1
Tekanan darah
: 120/70 mmHg
Nadi
: 98 x/menit, regular, isi cukup
RR
: 24 x / menit
Suhu
: 38,6 C
Pemeriksaan status generalis :
Kepala
: tidak tampak kelainan
Mata
: mata cekung (+), konjungtiva anemis (-),sclera ikterik (-)
THT
: faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1, lidah tampak kotor,
Leher
Thorax
Paru
Inspeksi
tremor (+)
: tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
: bentuk normal.
:
: dalam keadaan statis simetris, dalam keadaan dinamis tidak
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Ekstremitas
baik
: timpani
: bising usus normal (3x/menit)
: akral hangat, petekie (-), CR <2 detik
C.
Pemeriksaan penunjang
Hb
:13,5
HT
:41%
Trombo
:223.000
Lekosit
:4.800
D.
Diagnosis
Diagnosis
: Demam Tifoid
E.
Penatalaksanaan
- Diet lunak
- Infus RL 20 tetes / menit
- Inj. Cefotaxim 2x1gr
- Ranitidin 2x1
-Paracetamol 3 x 500mg
F.
Prognosis
2
Ad vitam
Ad functionam
Ad sanationam
: ad bonam
: ad bonam
: dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gaster terletak di bagian atas abdomen, terbentang dari permukaan bawah arcus costalis
sinistra sampai regio epigastrica an umbilicalis. Sebagian besar gaster terletak di bawah
costae bagian bawah. Secara kasar gaster berbentuk huruf J dan mempunyai dua lubang,
ostium cardiacum dan ostium pyloricum; dua curvatura, curvatura major dan curvatura
minor; dan dua dinding, paries anterior dan paries posterior.
Secara umum lambung di bagi menjadi 3 bagian:
1. kardia/kelenjar jantung ditemukan di regia mulut jantung. Ini hanya mensekresi mukus
2. fundus/gastric terletak hampir di seluruh corpus, yang mana kelenjar ini memiliki tiga
tipe utama sel, yaitu :
Sel parietal, mensekresi asam hidroklorida dan factor intrinsic. Faktor intrinsic
diperlukan untuk absorbsi vitamin B12 dalam usus halus.
Sel leher mukosa ditemukan pada bagian leher semua kelenjar lambung. Sel ini
mensekresi barier mukus setebal 1 mm dan melindungi lapisan lambung terhadap
kerusakan oleh HCL atau autodigesti.
3. pilorus terletak pada regia antrum pilorus. Kelenajr ini mensekresi gastrin dan mukus,
suatu hormon peptida yang berpengaruh besar dalam proses sekresi lambung.
4
serabut longitudinal, yang tidak dalam dan bersambung dengan otot esofagus,
serabut sirkuler yang paling tebal dan terletak di pilorus serta membentuk otot
sfingter; dan berada di bawah lapisan pertama, dan
serabut oblik yang terutama dijumpai pada fundus lambung dan berjalan dari
orifisium kardiak, kemudian membelok ke bawah melalui kurvatura minor
(lengkung kecil).
3. Lapisan submukosa yang terdiri atas jaringan areolar berisi pembuluh darah dan
saluran limfe. Lapisan mukosa yang terletak di sebelah dalam, tebal, dan terdiri atas
5
banyak kerutan atau rugue, yang hilang bila organ itu mengembang karena berisi
makanan.
4. Membran mukosa dilapisi epitelium silindris dan berisi banyak saluran limfe. Semua
sel-sel itu mengeluarkan sekret mukus. Permukaan mukosa ini dilintasi saluransaluran kecil dari kelenjar-kelenjar lambung. Semua ini berjalan dari kelenjar
lambung tubuler yang bercabang-cabang dan lubang-lubang salurannya dilapisi oleh
epithelium silinder. Epithelium ini bersambung dengan permukaan mukosa dari
lambung. Epithelium dari bagian kelejar yang mengeluarkan sekret berubah-ubah
dan berbeda-beda di beberapa daerah lambung.
Persarafan dan Aliran Darah Pada Lambung
Persarafan pada lambung umumnya bersifat otonom. Suplay saraf parasimpatis
untuk lambung di hantarkan ke dan dari abdomen melalui saraf vagus. Trunkus vagus
mencabangkan ramus gastric, pilorik, hepatic dan seliaka.
Persarafan simpatis melalui saraf splangnikus mayor dan ganglia seliakum.
Serabut-serabut afferent simpatis menghambat pergerakan dan sekresi lambung.
Pleksus auerbach dan submukosa ( meissner ) membentuk persarafan intrinsic dinding
lambung dan mengkoordinasi aktivitas motorik dan sekresi mukosa lambung.
Suplai darah dilambung berasal dari arteri seliaka. Dua cabang arteri yang
penting dalam klinis adalah arteri duodenalis dan pankreas tikoduodenalis
(retroduodenalis) yang berjalan sepanjang bulbus posterior duodenum. Tukak dinding
posterior duodenum dapat mengerosi arteri itu menyebabkan perdarahan. Darah vena
dari lambung dan duodenum serta berasal dari pankreas, limpa dan bagian lain saluran
cerna berjalan ke hati melalui vena porta.
Fisiologi Lambung
Secara umum gaster memiliki fungsi motorik dan fungsi pencernaan & sekresi, berikut
fungsi Lambung:
1. Fungsi motorik
Fungsi reservoir
Menyimpan makanan sampai makanan tersebut sedikit demi sedikit dicernakan
dan bergerak ke saluran pencernaan. Menyesuaikan peningkatan volume tanpa
menambah tekanan dengan relaksasi reseptif otot polos yang diperantarai oleh
saraf vagus dan dirangsang oelh gastrin.
Fungsi mencampur
6
Sekresi factor intrinsik. Memungkinkan absorpsi vitamin B12 dari usus halus
bagian distal.
Prinsip dari aktivitas di perut adalah memulai pencernaan protein. Bagi orang
dewasa, pencernaan terutama dilakukan melalui enzim pepsin. Pepsin memecah
ikatan peptide antara asam amino yang membentuk protein. Rantai protein yang
terdiri dari asam amino dipecah menjadi fragmen yang lebih kecil yang disebut
peptide. Pepsin paling efektif di lingkungan yang sangat asam di perut (pH=2) dan
menjadi inaktif di lingkungan yang basa. Pepsin disekresikan menjadi bentuk inaktif
yang disebut pepsinogen, sehingga tidak dapat mencerna protein di sel-sel
zymogenic yang memproduksinya. Pepsinogen tidak akan diubah menjadi pepsin
aktif sampai ia melakukan kontak dengan asam hidroklorik yang disekresikan oleh
sel parietal. Kedua, sel-sel lambung dilindungi oleh mukus basa, khususnya setelah
pepsin diaktivasi. Mukus menutupi mukosa untuk membentuk hambatan antara
mukus dengan getah lambung.
Enzim lain dari lambung adalah lipase lambung. Lipase lambung memecah
trigliserida rantai pendek menjadi molekul lemak yang ditemukan dalam susu.
Enzim ini beroperasi dengan baik pada pH 5-6 dan memiliki peranan terbatas pada
lambung orang dewasa. Orang dewasa sangat bergantung pada enzim yang
disekresikan oleh pankreas (lipase pankreas) ke dalam usus halus untuk mencerna
lemak. Lambung juga mensekresikan renin yang penting dalam mencerna susu.
Renin dan Ca bereaksi pada susu untuk memproduksi curd. Penggumpalan
mencegah terlalu seringnya lewatnya susu dari lambung menuju ke duodenum
(bagian pertama dari usus halus). Rennin tidak terdapat pada sekresi lambung pada
orang dewasa.
Demam Tifoid
A. Definisi
Penyakit sistemik akut yang ditandai demam akut akibat infeksi Salmonella sp
(lebih dari 500 sp). Spesies yang sering dikenal di klinik adalah Salmonella typhi,
Salmonella paratyphi A, B, C
B. Epidemiologi
Demam tifoid masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang
yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini juga merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang penting karena penyebarannya berkaitan erat
dengan urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan
sanitasi yang buruk serta standar higiene industri pengolahan makanan yang masih
rendah.
Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia sangat sulit ditentukan
karena penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang sangat
luas. Data World Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat
sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus
kematian tiap tahun. Di negara berkembang, kasus demam tifoid dilaporkan sebagai
penyakit endemis dimana 95% merupakan kasus rawat jalan sehingga insidensi yang
sebenarnya adalah 15-25 kali lebih besar dari laporan rawat inap di rumah sakit. Di
Indonesia kasus ini tersebar secara merata di seluruh propinsi dengan insidensi di
daerah pedesaan 358/100.000 penduduk/tahun dan di daerah perkotaan 760/100.000
penduduk/tahun atau sekitar 600.000 dan 1.5 juta kasus per tahun. Umur penderita
yang terkena di Indonesia dilaporkan antara 3-19 tahun pada 91% kasus.
C. Etiologi
Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi (S. typhi), basil gram negatif,
berflagel, dan tidak berspora. S. typhi memiliki 3 macam antigen yaitu antigen O
(somatik berupa kompleks polisakarida), antigen H (flagel), dan antigen Vi. Dalam
serum penderita demam tifoid akan terbentuk antibodi terhadap ketiga macam antigen
tersebut.
kuman
Salmonella
Typhi ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman.
Penelitian yang dilakukan terhadap sukarelawan menunjukkan dosis infeksi organism
adalah 105-109 organisme, dengan masa inkubasi berjarak selama 4-14 hari,
bergantung jumlah kuman yang dapat masuk. Sebagian kuman dimusnahkan dalam
lambung, sebagian lolos masuk kedalam usus dan selanjutnya berkembang biak.
Seperti yang diketahui S.typhi menginvasi tubuh dengan menembus mukosa usus
9
ileum terminal, yang mungkin melalui antigen sample sel yang dikhususkan yang
diketahui sebagai sel M, yang melapisi usus, berhubungan dengan jaringan limfoid,
melalui enterosit atau melalaui rute paraselular. Bila respons imunitas humoral
mukosa (IgA) usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama
sel M) dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman berkembang biak
dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama olah makrofag. Kuman dapat hidup dan
berkembang biak didalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plague peyeri ileum
distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterica. Selanjutnya melalui duktus
torasikus kuman yang terdapat didalam makrofag ini masuk kedalam sirkulasi darah
(mengakibatkan bakterimia pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh
organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman
meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak diluar sel atau ruang
sinusoid dan selanjutnya masuk kedalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan
bakteremia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit
infeksi sitemik.
Didalam hati kuman masuk kedalam kandung empedu, berkembang biak, dan
bersama cairan empedu diekskresikan secara intemiten ke dalam lumen usus.
Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi kedalam sirkulasi
setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag
telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella terjadi
pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala
reaksi infeksi sitemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut,
instabilitas vascular, gangguan mental dan koagulasi.
Didalam plague peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia
jaringan (S.typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat,
hyperplasia jaringan dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi
akibat erosi pembuluh darah sekitar plague peyeri yang sedang mengalami nekrosis
dan hyperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuklear didinding usus. Proses
patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga kelapisan otot, serosa usus
dan dapat mengakibatkan perforasi. Endotoksin dapat menempel direseptor endotel
kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik,
kardiovaskular, pernapasan dan gangguan organ lainnya.
10
11
hepatomegali
Raseola mungkin ditemukan
12
kali permenit)
Keadaan penderita semakin menurun, apatis, bingung
Hepatomegali dan splenomegali,
Lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepi dan ujung merah serta tremor) dan
terinfeksi kuman ini. Pembentukan agglutinin mulai terjadi pada akhir minggu
pertama demam, kemudian meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada
minggu keempat dan tetap tinggi selama beberapa minggu. Pada fase akut mula-mula
timbul agglutinin O, kemudian diikuti dengan agglutinin H. Pada orang yang telah
sembuh agglutinin O masih tetap dijumpai setelah 4-6 bulan, setelah agglutinin H
menetap lebih lama antara 9-12 bulan.
Sekurang-kurangnya diperlukan dua bahan serum, yang diperoleh dengan
selang waktu 7-10 hari, untuk membuktikan adanya kenaikan titer antibody. Serum
yang tidak dikenal diencerkan berturut-turut (dua kali lipat) lalu dites terhadap antigen
Salmonella. Hasilnya ditafsirkan sebagai berikut :
1) Titer O yang tinggi atu kenaikan titer O ( 1 : 160) menunjukkan adanya
2)
infeksi aktif.
Titer H yang tinggi ( 1 : 160) menunjukkan bahwa penderita itu pernah
14
1) Telah mendapat terapi antibiotik. Bila pasien sebelum dilakukan kultur darah telah
mendapat antibiotic, pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil
mungkin negatif.
2) Volume darah yang kurang (diperlukan kurang lebih 5 cc darah). Bila darah yang
dibiak terlalu sedikit hasil biakan bisa negatif. Darah yang diambil sebaiknya
secara bedside langsung dimasukkan ke dalam media cair empedu (oxgall) untuk
pertumbuhan kuman
3) Riwayat vaksinasi. Vaksinasi dimasa lampau menimbulkan antibody dalam darah
psien. Antibodi (aglutinin) ini dapat menekan bakteremia hingga biakan darah
dapat negatif.
4) Saat pengambilan darah setelah minggu pertama, pada saat agglutinin semakin
meningkat.
G. Penatalaksanaan
Penegakan diagnosis awal demam tifoid dan penatalkasaan yang tepat
merupakan hal yang penting. Sebagian besar anak-anak dengan tifoid dapat dirawat
dirumah dengan antibiotic oral dan dilakukan follow-up utnuk mengikuti
perkembangan penyakit dan melihat apakah ada komplikasi atu kegagalan terapi.
Pasien dengan muntah yang persisten, diare berta dan distensi abdomen memerlukan
perawatan di rumah sakit dan terapi antibiotic parenteral.
Secara umum terdapat tiga prinsip penatalaksanaan demam tifoid. Istirahat
yang adekuat, hydrasi dan pengobatan penting untuk mengoreksi ketidakseimbangan
cairan-elektrolit. Terapi antipiretik (aceminophen 120-750 mg stiap 4-6 jam PO) harus
diberikan jika diperlukan. Makanan yang lunak, harus dilanjutkan pada pasien distensi
abdomen atau ileus. Terapi antibiotic penting untuk meminimalisir komplikasi.
Pengggunaan chloramphenicol atau amoxicillin diketahhui mempunyai angka
kekambuhan masing-masing 5-15% dan 4-14%. Penggunaan antibiotik untuk demam
tifoid pada anak juga dipengaruhi oleh prevalensi dari resistensi antimikroba. Berikut
adalah antibiotik yang biasa digunakan pada demam tifoid. Sebagai tambahan untuk
antibiotik, terapi suportif juga penting dan pemeliharaan keseimbangan cairan dan
elektrolit juga harus diperhatikan.
Pemberian terapi tambahan dengan dexametason(3mg/kgBB dosis awal,
diikuti 1 mg/kg setiap 6 jam selama 48 jam) telah diekomendasikan pada pasien
dengan syok, penurunan kesadaran, stupor atau koma, hal ini harus dilakukan dengan
pengawasan .
15
H. Komplikasi
Komplikasi pada demam tifoid dibagi menjadi komplikasi intestinal dan
-
ekstraintestinal.
Intestinal
Ekstraintestinal
I. Pencegahan
- Higiene peorangan dan lingkungan
Demam tifoid ditularkan melalui rute fekal-oral, maka pencagahan utama
memutuskan rantai tersebut dengan meningkatkan higiene perorangan dan
lingkungan, seperti mencuci tangan sebelum makan, penyediaan air bersih, dan
penanganan pembuangan limbah feses.
-
Imunisasi
Imunisasi aktif terutama diberikan bila terjadi kontak dengan pasien demam tifoid,
terjadi kejadian luar biasa dan untuk turis yang bepergian ke daerah endemik.
o Vaksin polisakarida (capsular Vi polysacharide), pada usia 2 tahun atau lebih
diberikan secara intramuscular dan diulang setiap 3 tahun.
o Vaksin tifoid oral , diberikan pada usia >6 tahun dengan interval selang sehari
(hari 1,3 dan 5), ulangan setiap 3-5 tahun. Vaksin ini belum beredar di
Indonesia, terutama direkomendasikan untuk turis yang bepergian ke daerah
endemik.
J. Prognosis
Prognosis terhadap pasien demam tifoid bergantung kepada kecepatan
penegakan diagnosis dan ketepatan terapi antibiotik. Faktor lain yang mempengaruhi
meliputi umur pasien, status kesehatan dan nutrisi, serotype Salmonella dan
munculnya komplikasi. Meskipun terapi yang didapat tepat, 2-4% anak yang
terinfeksi dapat kambuuh setelah respon awal terapi. Individu yang mengekskresikan
S.typhi 3bulan setelah infeksi dianggap sebagai karier kronik. Bagaimanapun resiko
untuk menjadi karier rendah pada anak-anak dan meningkat dengan bertambahnya
umur, namun secara umum < 2% dari semua anak yang terinfeksi.
DAFTAR PUSTAKA
17
18