4.1
Hasil Pengamatan
Pengamatan kegiatan peledakan dilakukan mulai tanggal 2 sampai dengan 31
Mei 2016. Fokus lokasi pengamatan dilakukan di pit CT2 milik PT SIS pada
block 15264-15464 strip 5621-5818 RL 72 dengan menggunakan metode elektronik.
Tabel 4.1
Kegiatan Peledakan Secara Umum dan Kegiatan Peledakan Hasil Pengamatan
Kegiatan Peledakan
Hasil Pengamatan
1. Pemboran Lubang Ledak
1. Pemboran Lubang Ledak
a. Penentuan Lokasi
a. Penentuan Lokasi
b. Persiapan Lokasi
b. Persiapan Lokasi
c. Pembuatan Tanggul
c. Pembuatan Tanggul
d. Pemasangan Barikade (Safety
d. Pemasangan Barikade (Safety
Line) dan Papan Sign Drill
Line) dan Papan Sign Drill
e. Pemasangan Titik Acuan Bor
e. Pemasangan Titik Acuan Bor
f. Pemboran
f. Pemboran
g. Proses Sounding Lubang Bor
g. Proses Sounding Lubang Bor
2. Peledakan Lubang Ledak
2. Peledakan Lubang Ledak
a. Pemasangan Papan Area
a. Pemasangan Papan Area
Peledakan (Blast Sign)
Peledakan (Blast Sign)
b. Penempatan Electronic
b. Penempatan Electronic
Detonator dan Booster di
Detonator dan Booster di
Dekat Permukaan Lubang
Dekat Permukaan Lubang
c. Pembuatan Primer (Priming)
c. Pembuatan Primer (Priming)
d. Pengisian Lubang Ledak
d. Pengisian Lubang Ledak
(Charging)
(Charging)
e. Penutupan Lubang Ledak
e. Penutupan Lubang Ledak
(Stemming)
(Stemming)
f. Perangkaian (Tie Up)
f. Perangkaian (Tie Up)
g. Evakuasi
g. Evakuasi
h. Firing
h. Firing
3. Evaluasi
a. Fragmentasi
b. Missed fire
c. Vibrasi
d. Fly rock
e. Air blast
Kegiatan Peledakan Secara Umum
4-1
Adapun perbandingan geometri aktual dan teori C.J. Konya yang diperoleh
dari pengamatan di pit milik PT SIS pada hari rabu, 18 Mei 2016 pada block
15264-15464 strip 5621-5818 RL 72, yaitu sebagai berikut :
Tabel 4.2
Perbandingan Geometri Aktual dan C.J.Konya
Geometri
Aktual
C.J. Konya
5,26 m
5,26 m
0,1715 m
0,1715 m
Burden (B)
6,23 m
5,08 m
Spasi (S)
7,92 m
5,1 m
Subdrilling (J)
1m
1,524 m
Stemming (T)
2,5 m
3,56 m
22,86 kg/m
26,55 kg/m
3,16 m
2,7 m
0,28 kg/bcm
0,53 kg/bcm
6,97
4,92
3,49
5,68
2,48
4-2
4.2
Pembahasan
Dari hasil pengamatan yang dilakukan, terdapat beberapa pembahasan
Gambar 4.1
Diagram Alir Pengamatan Kegiatan Peledakan
4-3
Gambar 4.1
Surveyor Melakukan Stake Out dan Pemasangan Patok Boundary Area Peledakan
b. Persiapan Lokasi (Prepare Lokasi)
Suatu lokasi pemboran harus dipastikan dalam kondisi bersih dan rata karena
akan berpengaruh pada hasil pemboran itu sendiri. Oleh karena itu, suatu lokasi
yang akan dilakukan kegiatan pemboran harus dipersiapkan salah satunya dengan
cara pembersihan lokasi. Dimana kegiatan ini bertujuan untuk mempersiapkan lokasi
4-4
Gambar 4.2
Dozer Mempersiapkan Lokasi
Gambar 4.3
Drilling Design
4-5
Gambar 4.4
Blast Design
Gambar 4.5
Peta Jarak Aman Peledakan
c. Pembuatan Tanggul
Selain meratakan dan membersihkan permukaan lahan dari bebatuan atau
dari lumpur, juga dilakukan kegiatan pembuatan tanggul. Tinggi tanggul sesuai
Standard Operating Procedure (SOP) PT Adaro Indonesia adalah 3/4 dari tinggi ban
unit terbesar yang melewati lokasi tersebut. Hal ini bertujuan agar menghindari
unit tersebut memasuki area pemboran. Pada gambar 4.6 terlihat pengawas sedang
mengarahkan operator wheel dozer untuk pembuatan tanggul ini.
4-6
Gambar 4.6
Wheel Dozer (WD) membuat Tanggul
d. Pemasangan Barikade (Safety Line) dan Papan Sign Drill
Setelah pembuatan tanggul selesai, dilanjutkan dengan pemasangan barikade
berupa patok kayu setinggi + 1 m, ditancapkan di atas tanggul di setiap sudut dan sisi
dari lokasi drilling, lalu dipasang safety line pada patok yang mengelilingi lokasi
drilling tadi. Pada gambar 4.7 helper drilling sedang menancapkan patok barikade
yang telah terpasang safety line ke atas tanggul. Setelah proses pemasangan barikade
selesai (gambar 4.8), dilanjutkan dengan pemasangan papan sign drill di depan pintu
masuk lokasi drilling (gambar 4.9). Pemasangan barikade dan papan sign drill ini
menunjukkan bahwa akan ada kegiatan pemboran lubang ledak pada lokasi tersebut
berdasarkap SOP (gambar 4.10).
Gambar 4.7
Pemasangan Barikade (Safety Line)
4-7
Gambar 4.8
Barikade (Safety Line)
Gambar 4.9
Papan Sign Drill
Gambar 4.10
SOP Persiapan Pemboran Lubang Ledak
4-8
staggered
pattern digunakan karena secara teoritis energi yang dihasilkan akan maksimal,
sehingga fragmentasi batuan hasil peledakannya akan lebih seragam dan cenderung
baik dibandingkan dengan pola pemboran sejajar (square pattern).
4-9
B
S
S
a
c
B
b
Pola Pemboran
a
Square Pattern
Pola Pemboran
Staggered Pattern
4-10
Gambar 4.11
Pola Pemboran Lubang Ledak
Keterangan :
a) S : Spasi
b) B : Burden
c) a : Lubang ledak
d) b : Area pengaruh peledakan
e) c : Area yang tidak kena pengaruh peledakan
Adapun alat yang digunakan dalam pemasangan titik acuan bor ini adalah pita
ukur, bisa dilihat pada gambar 4.12, serta perlengkapannya adalah pita dan pulpen.
Dalam pemasangan titik acuan bor di lapangan berdasarkan pola staggered pattern,
pertama-tama helper dibantu pengawas menarik tali meteran sepanjang mungkin.
Lalu menaruh tali meteran tersebut di permukaan tanah sesuai dengan baris geometri
yang paling tepi atau paling pinggir. Setelah itu, 1 (satu) orang mengeplot titik-titik
sesuai nilai yang ada pada tali meteran berdasarkan dengan nilai spasi drill design
yaitu 8 meter dan burden 7 meter (gambar 4.13).
Gambar 4.12
Pita Ukur
4-11
Gambar 4.13
Proses Pengeplotan Titik Acuan Bor
f. Pemboran
Setelah tahapan-tahapan di atas terlaksana dengan baik, maka area tersebut
siap untuk dilakukan pemboran. Kegiatan pemboran lubang ledak dilakukan dengan
menempatkan lubang-lubang ledak secara sistematis, sehingga membentuk suatu
pola sesuai rancangan peledakan yang telah ditetapkan. Alat bor yang dipakai untuk
pemboran pada PT Adaro Indonesia ini adalah merk Atlas Copco tipe DM45, Cat tipe
MD6290, dan Bucyrus tipe DM100 (gambar 4.14). Untuk pengamatan, dibuat 113
pada lubang ledak, spasi rata-rata yang diperoleh yaitu 7,92 meter, burden rata-rata
6,23 meter, kedalaman lubang ledak rata-rata 6,26 meter dengan diameter lubang
ledak 6,75 inch serta nilai 2,376 gr/cc untuk densitas batuan.
4-12
Gambar 4.14
Alat Bor BUCYRUS Tipe DM100
g. Proses Sounding Lubang Bor
Setelah proses pemboran semua lubang selesai, dilanjutkan dengan proses
sounding lubang bor. Proses ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada tanah yang
runtuh disekitar dinding lubang yang terdapat rongga sehingga mempersulit
pengisian. Selain itu juga untuk mengetahui kedalaman aktual lubang ledak, maka
perlu juga diketahui kedalaman air pada lubang yang basah. Pada gambar 4.15
terlihat helper sedang melaukukan proses sounding dengan peralatan pita, pulpen,
dan tali ukur dengan simpul ikatan tiap meternya. Setelah kedalaman lubang diukur
menggunakan tali ukur, lalu pita ditulis sesuai dengan kedalaman yang didapat. Pita
tersebut dipotong dan ditaruh dekat permukaan lubang yang dilakukan sounding.
Gambar 4.15
Proses Sounding Lubang Bor
Ada beberapa perlakuan khusus jika lubang ledak diketahui basah dan
diketahui runtuh (collapse). Perlakuannya adalah menutup lubang permukaan
tersebut dengan pita yang diposisikan menyilang (X), dapat dilihat pada gambar 4.16.
Tindaklanjutnya adalah membor ulang (redrill) lubang tembak di posisi yang tidak
jauh dari lubang yang collapse. Lalu jika lubang ledak diketahui berisikan banyak air,
maka langkah yang dilakukan yaitu mengisi bahan peledak (charging) menggunakan
plastic linier.
4-13
Gambar 4.16
Lubang Ledak Collapse
2. Peledakan Lubang Ledak
Setelah rangkaian kegiatan pemboran dilakukan, maka langkah yang harus
dilakukan adalah persiapan peledakan. Persiapan peledakan lubang ledak tersebut
antara lain :
a. Pemasangan Papan Area Blasting (Blast Sign)
Pemasangan papan area blasting (blast sign) menandakan bahwa di area
tersebut akan dilakukan rangkaian proses peledakan lubang ledak. Hal ini bertujuan
agar kegiatan pengisian lubang ledak hingga proses tie up berjalan dengan lancar dan
aman. Pemasangan papan area blasting (blast sign) bisa dilihat pada gambar 4.17.
4-14
Gambar 4.17
Papan Blast Sign
b. Penempatan Electronic Detonator dan Booster di Dekat Permukaan Lubang
Setelah pemasangan papan area blasting (sign blast) telah terpasang, maka
crew dari perusahaan supplier bahan peledak memasuki area blasting. Setelah itu
para crew menempatkan electronic detonator dan booster di dekat permukaan lubang
pada setiap lubang di area blasting tersebut. Booster merupakan bahan peka terhadap
detonator (alat pemicu inisiasi dalam bentuk letupan) yang dirangkai bersama
detonator sehingga menjadi primer dengan fungsi sebagai penguat energi ledak.
Sedangkan electronic detonator ini memiliki kelebihan diantaranya:
1)
2)
3)
4)
5)
4-15
Gambar 4.18
Electronic Detonator dan Booster
c. Pembuatan Primer (Priming)
Setelah detonator electronic detonator dan booster ditempatkan, maka proses
selanjutnya adalah pembuatan primer (priming). Primer berfungsi sebagai peledak
serta memberikan energi kuat untuk menginisiasi bahan peledak utama di sepanjang
kolom lubang ledak. Primer dirangkai sebelum dilakukan pengisian emulsion ke
dalam lubang ledak. Pembuatan primer (priming) dilakukan dengan cara
memasukkan electronic detonator ke dalam dinamit (booster). Pada gambar 4.19
terlihat crew dari supplier bahan peledak sedang melakukan pembuatan primer
(priming) yang dilakukan pada masing-masing lubang ledak lalu memasukkannya ke
lubang ledak.
4-16
Gambar 4.19
Proses Priming
d. Pengisian Lubang Ledak (Charging)
Setelah proses priming selesai, maka proses selanjutnya adalah pengisian
lubang ledak (charging) dan sebelum pengisian lubang ledak dikakukan sounding
lagi untuk mengetahui kebenaran kedalaman lubang lebak. Crew memasukkan bahan
peledak berupa emulsion ke dalam lubang ledak yang berisi primer menggunakan
selang dari kendaraan berisikan bahan peledak atau mobile mixing unit (MMU) pada
gambar 4.20.
Gambar 4.20
Proses Memasukkan Emulsion (Charging)
4-17
Jika kondisi lubang ledak basah atau berair, maka proses memasukkan primer
dan emulsion ke dalam lubang ledak menggunakan plastic linner (gambar 4.21).
Gambar 4.21
Proses Charging Jika Lubang Ledak Berair
Setelah proses charging selesai, maka para crew akan menunggu beberapa
saat untuk bahan peledak (emulsion) mengembangkan densitasnya (gassing). Pada
gambar 4.22 terlihat crew dari supplier bahan peledak melakukan pengukuran
densitas dengan menggunakan gelas ukuran besar, timbangan dan stopwatch.
Kontraktor PT Adaro Indonesia sendiri memiliki target densitas bahan peledak yaitu
berkisar antara 1,13 gr/cc sampai 1,17 gr/cc dalam kisaran waktu maksimal 30 menit
setelah emulsion mulai ditimbang.
Gambar 4.22
Proses Pengukuran Densitas Bahan Peledak
4-18
Gambar 4.23
Proses Penutupan Lubang Ledak (Stemming)
f. Perangkaian (Tie Up)
Setelah proses stemming selesai, selanjutnya akan dilakukan Setelah
stemming selesai, hal selanjutnya yang dilakukan yaitu proses perangkaian (tie up),
langkah awalnya yaitu memberikan ID dan mengatur delay pada electronic detonator
yang telah menjadi primer menggunakan logger. Fungsi lain dari logger yaitu
mengecek, dan memberikan informasi kemungkinan adanya error detonator maupun
adanya kebocoran arus.
4-19
Gambar 4.24
Logger
Kontraktor PT Adaro Indonesia menerapkan metode peledakan nonel dan
elektronik. Pada gambar 4.25 terlihat crew dari supplier bahan peledak sedang
melakukan perangkaian (tie up). Untuk tie up metode elektronik, twin core bell wire
berfungsi sebagai media penghubung antara primer dengan bench box. Untuk
pemasangan twin core bell wire pada bench box tidak masalah tertukar warna kabel,
dikarenakan rangkaian dan alat tidak sensitif terhadap arus searah/direct current
(DC) dan arus bolak-balik/alternating current.
Gambar 4.25
Proses Perangkaian (Tie Up)
4-20
Gambar 4.26
Twin Core Bell Wire
Tahapan tie up setelah selanjutnya yaitu menghubungkan bench box dengan
RL antene lalu dihubungkan ke software shotplus melalui laptop. Adapun fungsi dari
bench box, RL antene dan software shorplus yaitu sebagai berikut :
1) Bench Box
Bench Box berfungsi sebagai pengetesan rangkaian detonator keseluruhan.
Dapat menginisiasi peledakan ketika dihubungkan dengan block connector dan
yellow smart key. Terhubung tanpa kabel dengan base station ketika dilakukan
peledakan tanpa kabel (remote firing). Maksimum 3048 detonator dengan
menggunakan 12 channels berwarna hijau (rekomendasi max 2400).
Gambar 4.27
Bench Box
2) Software Shotplus melalui Laptop
4-21
Gambar 4.28
Software Shotplus
3) RL Antene
RL Antene berfungsi sebagai penghubung komunikasi antara bench box
dengan base station dengan cara mengubah sinyal listrik menjadi sinyal
elektromagnetik lalu melepaskan energi elektromagetik tersebut ke udara/ruang
bebas dengan jangkauan radius maksimum yaitu 3500 meter.
Gambar 4.29
RL Antene
g. Evakuasi
Tahap proses evakuasi ini dilakukan dengan mengamankan area yang
berdekatan dengan area peledakan yang dikategorikan menurut SOP yang ada jarak
4-22
aman radius pertama yaitu 150 m, 300 m, dan 500 m. Pada radius 150 meter dengan
warna bendera kuning berbentuk persegi panjang untuk alat yang harus
menggunakan pelindung (protector), radius 300 meter dengan warna bendera merah
berbentuk persegi panjang untuk alat yang tidak menggunakan pelindung (protector),
dan radius 500 meter dengan warna bendera hijau berbentuk segitiga untuk jarak
aman bagi manusia. Apabila alat/unit yang bekerja berada kurang dari radius tersebut
maka akan dilakukan evakuasi untuk menempatkan alat/unit di radius yang sudah
ditetapkan tersebut. Pada tahap evakuasi ini juga dilakukan proses pem blokiran area
peledakan dengan memasang safety line oleh crew blokir berdasarkan area blok
masing-masing.
h. Firing
Setelah proses tie up selesai dilaksanakan, selanjutnya menghubungkan
bench box ke base station, hal tersebut untuk memberikan inisiasi pertama ke Bench
Box agar rangkaian dapat meledak. Untuk metode elektronik proses firing yaitu
menggunakan remote firing atau menginisiasi dengan jarak jauh (melalui komunikasi
gelombang elektromagnetic dari base station ke bench box dengan jarak pandang
maksimal 3,5 km.
Gambar 4.30
Base Station
4-23
Gambar 4.31
Remote Firing
Pengukuran geometri di lapangan berupa burden, spasi, dan kedalaman
diperoleh dari hasil perhitungan rata-rata. Dari hasil perbandingan geometri antara
aktual dengan C.J. Konya terdapat banyak perbedaan, hasil akhir yang berperan
penting dalam geometri peledakan yaitu powder factor, dimana powder factor
geometri aktual 0,28 kg/bcm yang sesuai dengan ketetapan perusahaan yaitu harus
kurang dari 0,3 kg/bcm sedangkan pada geometri C.J. Konya, powder factor
peledakan tidak sesuai dengan ketetapan perusahaan terhitung 0,45 kg/bcm yang
melebihi dari 0,3 kg/bcm. Untuk membandingkan perhitungan geometri lebih lanjut,
maka dilakukan perhitungan fragmentasi yang berisikan persentase hasil perolehan
(recovery) yang tertahan dengan ukuran butir mulai dari 10 cm hingga 100 cm. Dari
perhitungan fragmentasi Kuz-Ram didapat hasil bahwa semakin kecil ukuran
fragmentasi, maka persentase recovery tertahannya akan semakin tinggi, untuk
perolehan fragmentasi tertahan dari geometri C.J. Konya lebih bagus dikarenakan
telah memenuhi nilai standar persentase maksimum bongkah (10% dengan ukuran
80 cm) dengan nilai 4,92% sedangkan geometri aktual perolehan fragmentasinya
hampir mendekati nilai standar persentase maksimum bongkah (10% dengan ukuran
80 cm) dengan nilai 10,51%.
4-24
100
90
80
70
60
Persentase Recovery Tertahan (%)
50
40
Peledakan Aktual
Peledakan C.J. Konya
30
20
10
0
Ukuran Fragmentasi (cm)
Gambar 4.32
Diagram Fragmentasi Kuz-Ram
4-25