Anda di halaman 1dari 4

Pajak merupakan sumber penerimaan Negara yang utama.

Semakin hari peranan penerimaan pajak bagi pembiayaan


pengeluaran umum/negara semakin besar. Seperti diketahui
bersama bahwa sampai saat ini persepsi masyarakat khususnya
dunia usaha mengenai pajak masih negatif. Pajak masih menjadi
momok bagi banyak orang. Hal ini dipicu oleh trauma masa lalu,
yaitu pada zaman penjajahan di mana masyarakat umum
beranggapan bahwa pembayar pajak hanya dijadikan sapi
perahan oleh penguasa. Sebaliknya, mereka tidak menyadari
bahwa kontribusi pembayaran pajak yang dihimpun oleh
pemerintah adalah untuk kepentingan bersama melalui
pelayanan umum seperti membiayai pendidikan, memperbaiki
fasilitas kesehatan, fasilitas keamanan, dan banyak lagi hal
lainnya yang ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat .
Di samping itu, dilihat dari pandangan kebanyakan orang
yang menilai pajak dari sisi aparatnya adalah sebagai hantu yang
ditakuti, bahkan orang cenderung enggan untuk berurusan
dengan mereka. Di sisi lain fiskus terjerat dalam melakukan
berbagai upaya demi pemasukan pajak yang lebih besar
terkadang menciptakan kesan terlalu mengada-ada dan tidak
mengindahkan peraturan yang ada. Di samping itu, produk
peraturan di bawah undang-undang beberapa kali dibuat/diubah
yang kesannya hanya untuk kepentingan sepihak.

KEMANDIRIAN keuangan pemerintah merupakan masalah


utama

yang

kemandirian
berbagai

dihadapi
tersebut

gejolak

hingga

saat

pemerintah

yang

ini.
tidak

mengancam

Karena

rendahnya

mampu

meredam

peningkatan

belanja

pemerintah. Contoh yang terkini adalah gejolak kenaikan minyak


dunia,

subsidi untuk energi dan

infrastruktur.

Pada

akhirnya

kebutuhan

dampak

belanja

peningkatan

untuk
belanja

dialihkan kepada masyarakat. Salah satu sebab rendahnya


kemandirian keuangan pemerintah adalah rendahnya penerimaan
pajak.
Ada pernyataan menarik sekaligus mengejutkan dari Dirjen
Pajak, Darmin Nasution beberapa hari lalu, bahwa penerimaan
pajak non migas tahun depan akan naik sebesar 21 % dari tahun
ini. Pernyataan ini dapat dipandang sebagai optimisme untuk
meyakinkan pemerintah bahwa tahun depan akan ada sumber
tambahan pendapatan yang signifikan. Namun apakah harapan
tersebut dapat dicapai ditengah kemerosotan perekonomian
nasional saat ini?
Diperlukan usaha yang ekstra keras untuk mewujudkannya.
Bukan hanya faktor kualitas sumber daya manusia di bidang
perpajakan, masalah kebocoran maupun sistem pemungutan,
namun juga aspek kepatuhan para wajib pajak akan sangat
menentukan.
Hal lain yang perlu dikaji adalah bahwa pertumbuhan
penerimaan pajak tersebut diharapkan berasal dari laju inflasi ,
pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan industri sebesar serta
peningkatan

kepatuhan

wajib

pajak

Tingkat

inflasi

yang

sebenarnya merupakan penyakit ekonomi nasional justru secara


sengaja ditargetkan oleh pemerintah sebagai sumber penerimaan
pajak. Dengan dasar ini patut dipertanyakan keseriusan dan

kesungguhan pemerintah dalam menjaga stabilitas perekonomian


nasional, khususnya dalam mengendalikan gejolak harga. Adanya
dualisme kepentingan ini membuat sinkronisasi kebijakan fiskal
dan moneter tidak berjalan baik.
Target peningkatan pajak dari inflasi ini mengindikasikan
bahwa tingkat inflasi akan jauh lebih tinggi . Jadi dugaan tingginya
inflasi yang tersembunyi (hidden inflation) di Indonesia layak
dipercaya. Dalam kondisi seperti ini, maka lapisan masyarakat
bawah merupakan korban yang paling banyak dan paling parah.
Peningkatan belanja mereka sebagai akibat kenaikan harga akan
mengalir ke kantong pemerintah, sedangkan kebijakan akselerasi
peningkatan pendapatan belum tentu dapat dinikmati. Mampukah
pertumbuhan ekonomi yang diprediksikan akan mengakibatkan
peningkatan pajak juga ? Jika dikaji lebih jauh, sumber-sumber
pertumbuhan ekonomi sebagian besar berasal dari barang-barang
konsumsi, sehingga peningkatan pertumbuhan tersebut tidak
memiliki hubungan linier dengan penerimaan pajak.
Bahkan dapat diduga dampak terhadap penerimaan pajak
akan lebih rendah dibandingkan dengan peningkatan konsumsi.
Penerimaan pajak akan meningkat secara signifikan jika tejadi
investasi

dan

alokasi

belanja

pemerintah

menunjukkan

produktivitas yang tinggi. Apa bedanya pertumbuhan ekonomi


tahun 2007 dan tahun 2008 sehingga pemerintah berharap
begitu besar terhadap peningkatan pajak? Saya berpendapat
tidak ada bedanya. Bahkan belanja pemerintah tahun 2008 akan

berpotensi terkontaminasi oleh faktor politik, khususnya Pemilu


2009 sehingga produktivitasnya akan menurun.
Artinya target peningkatan pajak oleh pemerintah dari
sumber

pertumbuhan

ekonomi

terlalu

optimis.

Bagaimana

dengan sumber dari booming industri yang diharapkan oleh


pemerintah? Mungkinkah dunia industri akan berkembang baik
dalam kondisi himpitan mahalnya biaya energi? Dengan semakin
mahalnya biaya energi serta masalah kelistrikan yang tak kunjung
selesai pada tahun ini akan berdampak pada kinerja industri.
Selain itu kenaikan harga energi akan mempengaruhi daya
serap

pasar

terhadap

produk

industri.

Alih-alih

penjualan

meningkat, bisa beroperasi stabil pada kapasitas saat ini saja


sudah merupakan prestasi yang bagus. Potensi peningkatan pajak
dari industri tidak akan meningkat secara signifikan. Peningkatan
kepatuhan wajib pajak akibat adanya berbagai insentif dalam
Undang-Undang perpajakan dapat menjadi sumber peningkatan
pajak

yang

positif

dan

rasional.

Keberhasilan

peningkatan

penerimaan pajak akan banyak ditentukan oleh kinerja aparat di


bidang perpajakan. Pendekatan yang bersifat soft akan lebih
efektif untuk meningkatkan kesadaran wajib pajak sehingga
peningkatan yang diarapkan, akan bener-benar terwujud.

Anda mungkin juga menyukai