Anda di halaman 1dari 11

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

PELAKSANAAN SURGICAL SAFETY CHECKLIST DI RUANG


OPERASI RS UNIVERSITAS HASANUDDIN
FACTORS ASSOCIATED WITH IMPLEMENTATION OF SURGICAL
SAFETY CHECKLIST AT SURGERY ROOM OF HASANUDDIN
UNIVERSITY HOSPITAL

Dian Riny Junianty Muhiddin1, Julianus Ake2, Cahyono Kaelan3

Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Keperawatan UNHAS


dianriny82@gmail.com
2
Dosen Program Studi Magister Ilmu Keperawatan UNHAS
yulianusake@yahoo.com
3
Dosen PPDS-FK UNHAS
cakelan@yahoo.com

Alamat Korespondensi:
Dian Riny Junianty Muhiddin
Pongtiku Lrg. 1 No.9 Makassar
Hp
: 085299328350
Email : dianriny82@gmail.com

Abstrak
Banyaknya jumlah dan pentingnya pembedahan dalam meningkatkan kesehatan dunia, maka keselamatan
pasien dan kualitas dalam pembedahan harus mendapatkan perhatian yang besar, upaya untuk menjaga
keselamatan pasien dalam proses pembedahan yang dikeluarkan WHO yaitu surgical safety checklist. Penelitian
ini bertujuan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dalam pelaksanaan surgical safety checklist di ruang
operasi Rumah Sakit Universitas Hasanuddin. Penelitian ini merupakan jenis penelitian noneksperimental,
dengan kuantitatif dan desain cross sectional. Populasi adalah seluruh petugas kesehatan yang terlibat dalam
pelaksanaan surgical safety checklist di ruang operasi Rumah Sakit Universitas Hasanuddin. Sampel adalah
perawat dan dokter yang bekerja di ruang operasi sebanyak 27 orang. Pengambilan sampel menggunakan
metode proportionate stratified random sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa uji statistik spearmen
untuk melihat hubungan variabel independen dan dependen, serta untuk multivariat menggunakan uji analisis
regresi linear. Faktor-faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan surgical safety checklist adalah budaya
keterbukaan, budaya keadilan, budaya pembelajaran, sumber daya, kepemimpinan, komunikasi dan sikap
dengan nilai p < ( = 0.05). Faktor yang paling kuat hubungannya dengan pelaksanaan surgical safety
checklist adalah faktor sikap dengan korelasi hubungan yang positif dengan kekuatan sangat kuat.
Kata Kunci: patient safety, surgical safety checklist, budaya patient safety, faktor organisasi, sikap

Abstract
The high number and the importance of surgery in improving global health, so the safety of patients and the
quality of the surgery should get more attention, the efforts to watch over the safety of patients in surgery
process that emerged by WHO namely surgical safety checklist. The aim of this research is to determine factors
associated with implementation of surgical safety checklist at surgery room Hasanuddin University Hospital.
The nature of this research is non-experimental using quantitative methodology and cross-sectional design. The
research population was all health officials involving in surgical safety checklist at surgery room, Hasanuddin
University Hospital. The samples were nurses and doctors working at surgery room with a total 27 people. The
sample was determined using proportionate stratified random sampling. The result of spearmen statistical test
used to determine the relation of dependent and independent variable and multivariate using linear regression
analysis test showed that factors associated with surgical safety checklist include openess culture, justice,
learning culture, resources, leadership, communication and attitude with a value p< ( = 0.05). The strongest
factor associated with surgery safety checklist was attitude with a positive and strong correlation.
Keywords: patient safety, surgical safety checklist, a culture of patient safety, organizational factors, attitudes

PENDAHULUAN
Diperkirakan 234 juta pembedahan dilakukan setiap tahun diseluruh dunia (Weiser et
al., 2008). Dikarenakan jumlah dan pentingnya pembedahan dalam meningkatkan kesehatan
dunia, maka keselamatan pasien dan kualitas dalam pembedahan harus mendapatkan
perhatian yang besar (Kohn et al dalam Haugen et al., 2013). Penelitian yang dilakukan oleh
Kim et al (2015), mengungkapkan pada sasaran keselamatan pasien di ruang operasi masih
banyak terdapat kejadian yang merugikan pasien. Kejadian yang merugikan pasien ini lebih
sering terjadi pada saat sebelum operasi dan setelah operasi.
Di Indonesia, data mengenai insiden keselamatan pasien masih sulit didapatkan,
laporan insiden berdasarkan jenis insiden berdasarkan spesialisasi ditemukan masih terdapat
3.9% terjadi di unit bedah, berdasarkan unit penyebab ditemukan sebesar 11.32% disebabkan
oleh perawat dan 4.12% disebabkan oleh dokter, dan berdasarkan pelaku tindakan penyebab
insiden ditemukan sebesar 19.58% dilakukan oleh tim (KKP-RS, 2011).
WHO dalam Rasmiati & Djasri (2011),
mengungkapkan kematian akibat
pembedahan bisa dicegah sedikitnya ada setengah juta. WHO membuat surgical safety
checklist untuk mengurangi insiden salah penandaan. Efektifnya pelaksanaan surgical safety
checklist dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah kebijakan, kepemimpinan,
lingkungan kerja, komunikasi, sosialisasi, dan budaya. Depkes (2006), menjelaskan bahwa
komponen penting dan mendasar untuk membangun program keselamatan pasien secara
keseluruhan adalah dengan membangun budaya keselamatan pasien. Menurut Cahyono
(2008), dalam menciptakan budaya keselamatan pasien yang terbuka merupakan tantangan
terbesar yang perlu dilakukan dengan cara mempertahankan budaya positif tentang
keselamatan pasien pada organisasi pelayanan kesehatan. Persepsi yang diinformasikan
tentang pentingnya keselamtan pasien, komitmen serta tanggung jawab pembuat kebijakan
merupakan karakteristik budaya positif tentang keselamatan pasien
Upaya untuk mengendalikan kejadian yang tidak diinginkan telah dilakukan oleh
Rumah Sakit Universitas Hasanuddin, salah satu diantaranya adalah dengan menerapkan
pelaksanaan surgical safety checklist di ruang operasi. Hasil wawancara langsung oleh
Kepala Ruangan Operasi, pelaksanaan program ini telah berlangsung sejak tahun 2012
dengan acuan surgical safety checklist oleh WHO, namun belum pernah dilakukan evaluasi
terhadap pelaksanaannya. Pelaksanaan program yang akan dilakukan oleh setiap individu
yang terlibat dalam ruang operasi perlu dipelajari lebih lanjut terkait hubungannya bagaimana
budaya organisasi di dalam ruang operasi tersebut diterapkan. Hal inilah yang membuat

peneliti tertarik untuk melakukan penelitian Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan


Pelaksanaan Surgical Safety di Ruang Operasi Rumah Sakit Universitas Hasanuddin.
BAHAN DAN METODE
Lokasi dan Desain Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RS Universitas Hasanuddin Makassar. Penelitian ini
menggunakan jenis penelitian non eksperimental, dengan penelitian kuantitatif, deskriptif
korelasi dan desain cross sectional.
Populasi dan sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petugas kesehatan yang terlibat dalam
pelaksanaan surgical safety checklist di ruang operasi RS Universitas Hasanuddin yang
berjumlah 29 orang. Sampel adalah perawat dan dokter yang bekerja di ruang operasi
sebanyak 27 orang. Pengambilan sampel menggunakan metode secara

proportionate

stratified random sampling


Teknik pengumpulan data
Data diperoleh dengan cara pengisian kuesioner, wawancara, dan lembar observasi.
Analisis dan Penyajian Data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan program software statistik dengan uji
univariat untuk distribusi frekuensi, uji bivariat spearmen rho, dan uji multivariat analisis
regresi linear.
HASIL
Analisa Univariat
Tabel 1 menunjukkan umumnya responden berjenis kelamin laki-laki 51.9%, lama
kerja 2 tahun sebesar 59.3%, berprofesi perawat 63%, berpendidikan ners (51.9%), proporsi
budaya keterbukaan baik sebesar 85.2%, budaya keadilan cukup sebesar 77.8%, budaya
pelaporan kejadian baik sebesar 51.9%, budaya pembelajaran baik sebesar 85.2%, proporsi
kebijakan baik sebesar 59.3%, sumber daya cukup sebesar 51.9%, kepemimpinan baik
sebesar 55.6%, dan komunikasi baik sebesar 85.2%. proporsi sikap cukup sebesar 70.4%.
Analisa Bivariat
Tabel 2 menunjukkan nilai p=0.025, yang berarti menunjukkan bahwa terdapat
hubungan antara budaya keterbukaan dengan pelaksanaan surgical safety checklist dengan
korelasi 0.430 yang berarti kekuatan sedang. Hubungan budaya keadilan dengan pelaksanaan
surgical safety checklist ditunjukkan dengan nilai p=0.019 dengan nilai korelasi 0.447 yang

juga menunjukkan kekuatan sedang. Tidak terdapat hubungan budaya pelaporan kejadian
dengan pelaksanaan surgical safety checklist dengan nilai p=0.128. Antara budaya
pembelajaran dengan pelaksanaan surgical safety checklist terdapat hubungan dengan nilai
p=0.025 dengan kekuatan r=0.430 yang berarti kekuatan sedang.
Tabel 3 menunjukkan hubungan antara kebijakan, sumber daya, kepemimpinan,
komunikasi dan sikap dengan pelaksanaan surgical safety checklist dengan nilai p=0.012,
p=0.001, p=0.034, p=0.025, dan p=0.003, uji korelasi juga menunjukkan hubungan kekuatan
antara variabel dengan kekuatan sedang.
Tabel 4 menunjukkan analisis multivariat yang menyatakan faktor-faktor yang
dominan berhubungan dengan pelaksanaan surgical safety checklist adalah budaya
keterbukaan, budaya pelaporan kejadian, budaya pembelajaran, sumber daya, dan sikap
dengan nilai R2=0.714, yang berarti persamaan garis yang diperoleh dapat menerangkan
71.4% budaya keterbukaan, budaya pelaporan kejadian, budaya keterbukaan, sumber daya,
dan sikap mampu untuk menjelaskan variabel pelaksanaan surgical safety checklist.
PEMBAHASAN
Penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara budaya
keterbukaan, budaya keadilan, budaya pembelajaran dengan pelaksanaan surgical safety
checklist. Budaya merupakan nilai yang dianut bersama yang mempengaruhi perilaku
seseorang di dalam suatu organisasi untuk melakukan sesuatu, dengan budaya yang positif
maka akan berdampak pada kinerja yang baik di dalam suatu organisasi. Budaya patient
safety sangat diperlukan penerapannya untuk pelaksanaan program patient safety termasuk
pelaksanaan surgical safety checklist. Dimensi budaya patient safety terdiri dari budaya
keterbukaan, budaya keadilan, budaya pelaporan kejadian, dan budaya pembelajaran.
Penelitian yang dilakukan Bodur & Filiz (2009), menyatakan bahwa keterbukaan komunikasi
akan mampu mengidentifikasi permasalahan-permasalahan untuk dapat dirumuskan
pemecahan dalam perbaikan dan berperan penting untuk membawa perubahan yang positif.
Penelitian yang dilakukan oleh Collins et al (2014), yang menyatakan bahwa suksesnya
pelaksanaan surgical safety checklist dalam memperbaiki kesalahan membutuhkan penerapan
budaya keadilan untuk memberi semangat bersama dalam mewujudkan visi keselamatan
pasien. Sistem pelaporan kejadian difokuskan untuk petugas kesehatan dalam melaporkan
setiap kejadian yang terjadi terkait dengan patient safety agar dapat ditindaklanjuti dan
dijadikan pembelajaran agar masalah yang sama tidak dapat terulang kembali. Menurut
Marquis & Huston (2010), jika organisasi menciptakan lingkungan yang aman untuk
pelaporan dan proses belajar maka sistem pelaporan akan tercipta. Pembuatan laporan

kejadian dapat dilakukan dengan cara pemimpin menggunakan proses manajemenn


pengarahan untuk mendorong. Dimensi lain dalam budaya patient safety adalah budaya
pembelajaran, hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan korelasi yang positif dengan
kekuatan sedang antara budaya pembelajaran dengan pelaksanaan surgical safety checklist
yang berarti semakin baik budaya pembelajaran maka semakin baik pula pelaksanaan
surgical safety checklist. Pembelajaran dimulai ketika pemimpin menjadi role model bagi
anggota tim tidak hanya pada budaya yang kurang melainkan juga budaya yang baik.
Kejadian yang berhubungan dengan keselamatan pasien merupakan proses belajar untuk
menjadi lebih baik (Jeffs et al., 2007).
Faktor organisasi yang meliputi kebijakan, sumber daya, kepemimpinan, dan
komunikasi juga menunjukkan hubungan yang bermakna dengan pelaksanaan surgical safety
checklist. Faktor organisasi merupakan dukungan organisasi kepada petugas kesehatan dalam
menjalankan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Wibowo (2014), menyatakan
bahwa terdapat hubungan antara kebijakan dengan perilaku perawat dalam melaksanakan
keselamatan pasien. Adanya kebijakan yang diberilakukan di rumah sakit dengan baik akan
mendorong perilaku perawat untuk menerapkan keselamatan pasien dengan baik pula.
Kebijakan akan mendukung aturan-aturan di dalam pelaksanaan suatu program, suatu
kebijakan akan dilaksanakan oleh petugas kesehatan jika segala sumber daya terkait sarana
prasarana juga tersedia dengan baik. Dalam penelitian ini terdapat korelasi yang positif antara
sumber daya dengan pelaksanaan surgical safety checklist yang berarti semakin baik sumber
daya maka semakin baik pula pelaksanaan surgical safety checklist. Menurut Wibowo (2014),
agar mampu memberikan kontribusi lebih besar pada organisasi maka sumber daya manusia
perlu diberdayakan. Menurut Notoatmodjo (2011), agar kemampuan mereka dapat mengikuti
perkembangan organisasi maka karyawan dalam suatu organisasi sebagai sumber daya
manusia harus dikelola dan dikembangkan. Sumber daya yang baik dan berkualitas dalam
melaksanakan suatu program tentu saja juga didukung bagaimana seorang pemimipin
mengelola organisasi tersebut agar terarah mencapai tujuannya. Kepemimpinan merupakan
suatu proses untuk mempengaruhi orang lain dalam mencapai tujuan sehingga tercapainya
tujuan organisasi sangat dipengaruhi oleh kemampuan seorang pemimpin dalam
menggerakkan anggota atau staffnya (Gardner dalam Marquis & Huston, 2010). Penelitian
yang dilakukan oleh Conley et al (2011), pelaksanaan surgical safety checklist akan efektif
jika pemimpin bersifat persuasive dalam menjelaskan mengapa harus menggunakan surgical
safety checklist, ketika pemimpin tidak menjelaskan alasan dan menunjukkan bagaimana
penggunaan surgical safety checklist maka staf tidak akan mengerti dan akan menyebabkan

frustasi serta ketidaktertarikan dalam pelaksanaan. Memberikan penjelasan kepada karyawan


dalam hal ini petugas kesehatan memerlukan strategi komunikasi yang baik, dalam penelitian
ini terdapat hubungan yang signifikan antara komunikasi dengan pelaksanaan surgical safety
checklist dengan korelasi positif yang berarti semakin baik komunikasi maka pelaksanaan
surgical safety checklist juga akan semakin baik. Komunikasi di dalam sebuah organisasi
sangat penting dilakukan karena menyangkut penyampaian pesan antar individu mengenai
pekerjaan. Pesan yang tidak sampai akan menyebabkan kesalahan dalam melaksanakan
pekerjaan (Wilson, 2008). Komunikasi yang baik akan menciptakan saling pengertian dan
memperkuat hubungan dalam tercapainya tujuan-tujuan kelompok yang berdampak pada
tujuan organisasi (Sopiah, 2008). Beberapa penelitian menunjukkan terdapat 70-80%
kesalahan yang dilakukan oleh petugas kesehatan disebabkan oleh kesalahan petugas tersebut
yang dihubungkan dengan kurangnya komunikasi. Kerja tim yang baik akan menurunkan
masalah patient safety dan dapat meningkatkan moral anggota tim dan kesejahteraannya.
Sikap merupakan salah satu faktor seseorang yang menentukan bagaimana seseorng
tersebut berperilaku dan ditunjukkan dalam sebuah kinerja. Gibson (2006), menyatakan Sikap
merupakan keadaan mental yang melalui pengalaman selalu disiapkan, dipelajari, dan diatur
atau merupakan perasaan positif atau negative yang memberikan pengaruh khusus pada
respon seseorang terhadap orang, obyek dan keadaan. Secara statistik dalam penelitian ini
menunjukkan hubungan yang signifikan bermakna antara sikap dengan pelaksanaan surgical
safety checklist. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Bawelle et
al (2013), yang menjelaskan bahwa ada hubungan antara sikap dengan pelaksanaan
keselamatan pasien. Salah satu hal yang juga mempengaruhi sikap adalah pengalaman kerja.
Hasil penelitian diperoleh rerata lama kerja petugas kesehatan di ruang operasi adalah 26
bulan (> 2 tahun), meskipun dilihat dari lama kerja cenderung masih baru namun dari hasil
wawancara dengan petugas kesehatan, mereka yang bekerja di ruang operasi telah
mendapatkan pelatihan mengenai keterampilan dasar perawatan bedah dan patient safety,
pelatihan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi sikap perawat terhadap penerapan
patient safety.
KESIMPULAN DAN SARAN
Penelitian ini menyimpulkan terdapat hubungan antara budaya keterbukaan, budaya
pelaporan kejadian, dan budaya pembelajaran dengan pelaksanaan surgical safety checklist.
Ada hubungan antara kebijakan dengan pelaksanaan surgical safety checklist. Ada hubungan
antara kepemimpinan dengan pelaksanaan surgical safety checklist. Ada hubungan antara
sumber daya dengan pelaksanaan surgical safety checklist. Ada hubungan antara komunikasi

dengan pelaksanaan surgical safety checklist. Ada hubungan antara sikap dengan pelaksanaan
surgical safety checklist. Perlunya pengembangan budaya patient safety yang terus menerus
dilakukan oleh manajemen agar pelaksanaan surgical safety checklist dapat berjalan
maksimal. Perlu juga dilakukan pengembangan sumber daya manusia melalui pelatihan,
seminar maupun workshop terkait surgical safety checklist, serta perlunya menciptakan
komunikasi yang baik antar tim sehingga menumbuhkan sikap saling percaya untuk
mewujudkan pelaksanaan surgical safety checklist yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA
Bawelle S.C., Sinolungan J.S.V., & Hamel R.S. (2013). Hubungan pengetahuan dan sikap
perawat dengan pelaksanaan keselamatan pasien (patient safety) di ruang rawat
inap RSUD Liun Kendage Tahuna. Jurnal keperawatan. Agustus 2013 Vol 1 No
Bodur S. & Filiz E. (2009). A survey on patient safety culture in primary healthcare services
in Turkey. International Journal for Quality in Health Care. 21(5): 348-355.
Cahyono S.B. (2008). Membangun budaya keselamatan pasien dalam praktik kedokteran.
Yogjakarta: Kanisius.
Conley D.M., Singer S.J., Edmondson L., Berry W.R., & Gawande A.A. (2011). Effective
surgical safety checklist implementation. doi: 10.1016/j.jamcollsurg.2011.01.052. J
Am Coll Surg. Mar 2011.

Collins S.J., Newhouse R., Porter J., & Talsm A. (2014). Effectiveness of the surgical
safety checklist in correcting e. rrors: A literature review apply reasons swiss
cheese model. http://dx.doi.org/10.1016/j.aorn.2013.07.024. AORN Journal. July
2014 Vol 100 No 1
Depkes RI. (2006), Panduan nasional keselamatan rumah sakit (patient safety). Diakses pada
tanggal 29 Februari 2016, <www.inapatsafety-persi.or.id/data/panduan.pdf>.
Gibson. (2006). Organization behavior structure processes. Twelth edition. New York: Mc
Graw Hill Int.
Haugen A.S., et al. (2013). Impact of the world health organizations surgical safety checklist
on safety culture in the operating theatre: a controlled interventionstudy. British
journal of anasesthesia 110 5): 80715 (2013). doi:10.1093/bja/aet005
Jeffs L., Law, M., & Baker G.R. (2007). Creating reporting & learning cultures in healthcare organizations. The Canadian Nurse, 103(3), 16.
Kim F.J., Silva R.D.D., Gustafson D., Nogueira L., Harlin T., & Paul D.L. (2015).
Current issues in patient safety in surgery: a review. Doi: 10.1186/s13037-01500674. Licensee Biomed Central.
KKP-RS. (2011). Laporan insiden keselamatan pasien. http://www.inapatsafetypersi.or.id/data/triwulan12011/laporan_ikp12011.pdf.
Marquis B.L. & Huston C.J. (2010). Kepemimpinan dan manajemen keperawatan. Edisi 4.
Jakarta: EGC
Notoatmodjo. (2011). Pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Rasmiati P.S, & Djasri H. (2011). Inisiatif penerapan WHO safety surgical check list
(SSCL) di RS di Indonesia.
<http://kebijakankesehatanindonesia.net/sites/default/files/file/2011/Abstrak%
20ASM%2
0(Hanevi%20Djasri%20dan%20Pudji%20Sri%20Rasmiati).pdf>.
Sopiah. (2008). Perilaku organisasional. Yogyakarta: Andi
Weiser T.G., et al. (2008). An estimation of the gloval volume of surgery: a modelling
strategy based on available data. Lancet. Jul 12;372(9633):139-44. doi:
10.1016/S0140-6736(08)60878-8.
Wilson D. (2008). Manajemen kinerja konsep, desain dan teknik meningkatkan daya saing.
Jakarta: Erlangga.
Wibowo C. (2014). Manajemen pelayanan keperawatan di rumah sakit. Jakarta: Trans
Info Media

Tabel 1. Distribusi frekuensi karakteristik individu berdasarkan umur, jenis kelamin,


profesi dan pendidikan di ruang operasi RS Pendidikan Univaersitas
Hasanuddin, Juni 2016 (n=27)

Variabel
Jenis Kelamin
Laki-Laki
Perempuan
Lama Kerja
2 tahun
> 2 tahun
Profesi
Dokter Anestesi
Dokter Bedah
Perawat
Pendidikan
DIII
S1
Ners
Budaya Keterbukaan
Baik
Cukup
Budaya Keadilan
Baik
Cukup
Budaya Pelaporan Kejadian
Baik
Cukup
Budaya Pembelajaran
Baik
Cukup
Kebijakan
Baik
Cukup
Sumber Daya
Baik
Cukup
Kepemimpinan
Baik
Cukup
Komunikasi
Baik
Cukup
Sikap
Baik
Cukup

Frekuensi (n)

Persentase (%)

14
13

51.9
48.1

16
11

59.3%
40.7%

5
5
17

18.5
18.5
63.0

2
11
14

7.4
40.7
51.9

23
4

85.2
14.8

6
21

22.2
77.8

14
13

51.9
48.1

23
4

85.2
14.8

16
11

59.3
40.7

13
14

48.1
51.9

15
12

55.6
44.4

23
4

85.2
14.8

8
19

29.6
70.4

Sumber: Sumber: Data Primer 2016


Tabel 2

Hubungan budaya patient safety (keterbukaan, keadilan, pelaporan kejadian,


dan pembelajaran) dengan pelaksanaan surgical safety checklist di Ruang
Operasi RS Pendidikan Universitas Hasanuddin, Juni 2016
Variabel
Pelaksanaan Surgical Safety Checklist
r
p value

Tabel 3

Budaya Keterbukaan 0.430


Budaya Keadilan
0.447
Budaya
Pelaporan 0.301

0.025
0.019
0.128

Kejadian
Budaya Pembelajaran 0.430
Sumber: Data Primer 2016

0.025

Hubungan Faktor Organisasi (kebijakan, sumber daya, kepemimpinan, dan


komunikasi) dengan pelaksanaan surgical safety checklist di Ruang Operasi
RS Pendidikan Universitas Hasanuddin, Juni 2016
Variabel

Pelaksanaan Surgical Safety Checklist


r
p value
Kebijakan
0.477
0.012
Sumber Daya
0.586
0.001
Kepemimpinan 0.410
0.034
Komunikasi
0.430
0.025
Sumber: Data Primer 2016
Tabel 4. Hasil analisis pemodelan akhir regresi linear variabel/subvariabel budaya
keterbukaan, budaya pelaporan kejadian, budaya pembelajaran, sumber
daya, dan sikap terhadap pelaksanaan surgical safety checklist di RS
Universitas Hasanuddin
Variabel
B
Budaya Keterbukaan
1.500
Budaya
Pelaporan
2.250
Kejadian
Budaya Pembelajaran
-0.750
Sumber Daya
-1.350
Sikap
3.350

Sumber: Data Primer 2016

Coefficients Beta
0.572

R2

1.207
0.286
0.724
1.278

p value
0.000
0.000

0.714

0.065
0.001
0.000

Anda mungkin juga menyukai