Anda di halaman 1dari 20

3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Secara umum, hidrosefalus dapat didefinisikan sebagai gangguan
pembentukan, aliran, atau absorpsi dari CSF yang dapat menyebabkan
peningkatan volume yang ditempati oleh cairan tersebut pada susunan saraf
pusat. Kondisi ini juga dapat disebut sebagai suatu Gangguan Hidrodinamik
dari CSF. 1
Menurut onsetnya, terdapat tiga jenis hidrosefalus yaitu: 1

1. Hidrosefalus Akut, yang terjadi dalam beberapa hari.

2. Hidrosefalus Subakut, yang terjadi dalam beberapa minggu.

3. Hidrosefalus Kronis, yang terjadi selama berbulan-bulan atau bertahun-


tahun.

Dahulu dikenal adanya Hydrocephalus ex vacuo, di mana kondisi


seperti atrofi otak dan lesi destruktif fokal juga dapat menyebabkan
peningkatan CSF yang abnormal. Dalam situasi demikian, hilangnya jaringan
otak dapat meninggalkan ruang yang akan diisi secara pasif dengan CSF.
Kondisi tersebut bukanlah akibat dari gangguan hidrodinamik, sehingga tidak
disebut sebagai hidrosefalus. 1

Hidrosefalus bertekanan normal (NPH/ Normal Pressure


Hydrocephalus) menggambarakan suatu kondisi yang jarang terjadi pada
pasien di bawah 60 tahun. Ventrikel yang membesar dengan tekanan CSF
yang normal pada punksi lumbal dan tidak adanya edema papil, menunjukkan
adanya NPH. Namun hipertensi intrakranial telah dijumpai selama monitoring
pada pasien dengan suspek NPH, biasanya pada malam hari. Trias Hakim
4

yang klasik dari gejala-gejala NPH ialah apraksia lenggang, inkontinensia dan
demensia. Nyeri kepala bukanlah gejala tipikal NPH. 1

Hidrosefalus dapat juga diklasifikasikan atas hidrosefalus komunikans


(non-obstruktif) maupun non-kommunikans (obstruktif), yaitu:

1. Hidrosefalus komunikans

Terjadi jika terdapat komunikasi penuh antara ventrikel dan ruang


subaraknoid. Hal ini disebabkan oleh overproduksi CSF (jarang), kelainan
absorpsi dari CSF (paling sering), atau insufisiensi drainase ke sistem vena
(kadang-kadang). 1

Pada hidrosefalus komunikans, terdapat obstruksi pada ruang


subaraknoid dan dapat berasal dari perdarahan sebelumnya atau
meningitis, yang menyebabkan penebalan araknoid yang akan menambah
hambatan aliran balik. Jika tekanan intrakranial meningkat akibat CSF
yang berlebihan (produksi lebih banyak daripada reabsorpsi), kanal sentral
korda spinalis dilatasi. Pada beberapa pasien, rongga yang terisi CSF
membesar tanpa disertai peningkatan tekanan intrakranial. Hidrosefalus
dengan tekanan normal dapat disertai dengan gangguan cara berjalan,
inkontinensia dan demensia pada usia lanjut. Berbagai cara telah
dikembangkan untuk mengatasi obstruksi pada hidrosefalus non
komunikans atau untk meningkatkan absorpsi. 2
5

Gambar 1. Ilustrasi skematik dari efek hambatan reabsorpsi CSF yang


menyebabkan Hidrosefalus Komunikans. Tanda panah menunjukan aliran
transependimal. Kemungkinan lokasi obstruksi lainnya ialah pada ruang
sempit yang mengelilingi otak tengah di insisura. 2

2. Hidrosefalus non-komunikans

Terjadi jika aliran CSF terhambat baik dalam sistem ventrikular maupun
pada jalan keluar menuju ruang subaraknoid, yang berakibat terjadinya
gangguan CSF dari ventrikel ke ruang subaraknoid. Bentuk yang paling
sering dari Hidrosefalus non-komunikans ialah obstruksi dan disebabkan
6

oleh mass-occupying lesions baik intraventrikular maupun


ekstraventrikular yang mengacaukan anatomi ventrikular. 1

Pada hidrosefalus non komunikans (obstruktif), yang terjadi lebih


sering dibandingkan tipe yang lain, CSF ventrikel tidak dapat mencapai
ruang subaraknoid karena terdapat obstruksi pada salah satu atau kedua
foramen intraventricular, aquaductus Sylvii (tempat yang paling sering
terjadi obstruksi), atau aliran keluar dari ventrikel keempat (apertura media
dan lateral). Suatu hambatan pada tempat ini dengan cepat menyebabkan
dilatasi satu atau lebih ventrikel. Produksi CSF berlanjut, dan pada fase
obstruksi akut, mungkin terjadi aliran CF secara transependymal. Girus-
girus menipis oleh karena terdesak dalam kranium. Jika kranium masih
lentur, pada anak-anak usia di bawah dua tahun, kepala dapat membesar. 2
7

Gambar 2. Ilustrasi skematik dari efek obstruksi pada aquaduktus serebri


yang menyebabkan Hidrosefalus Nonkomunikans. Tanda panah menunjukkan
aliran transependimal. Lokasi obstruksi lainnya ialah foramen interventrikular
dan foramen aliran keluar dari ventrikel keempat. 2
B. EPIDEMIOLOGI
Insidens hidrosefalus yang didapat tidak diketahui. Sekitar 100.000 shunt
dilakukan setiap tahun di negara berkembang, tetapi masih sedikit informasi
yang tersedia untuk negara-negara yang lain. Di Amerika serikat, insidens
hidrosefalus kongenital adalah 3:1000 kelahiran hidup; insidens hidrosefalus
yang didapat tidak diketahui secara pasti akibat berbagai jenis kelainan yang
dapat menyebabkannya. Insidens hidrosefalus menunjukkan kurva usia yang
bimodal. Salah satu puncaknya terjadi pada usia bayi dan dihubungkan dengan
berbagai jenis malformasi kongenital. Puncak insidens yang lain terjadi pada
8

usia dewasa, terutama berasal dari hidrosefalus bertekanan normal. Sekitar


40% dari total kasus hidrosefalus merupakan pasien dewasa. Secara umum,
insidens pada laki-laki sama dengan perempuan. 1

C. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS


Produksi normal CSF ialah 0,2 0,35 mL/menit. Kebanyakan CSF diproduksi
oleh pleksus koroid, yang berlokasi di dalam sistem ventrikel, terutama di
ventrikel lateral dan keempat. Kapasitas dari ventrikel lateral dan ketiga ialah
20 mL pada orang sehat. Volume total CSF pada dewasa ialah 120 mL. 1
Perjalanan yang normal dari CSF ialah sebagai berikut:
Dari pleksus koroid, CSF mengalir menuju Ventrikel lateral, kemudian ke
Foramen Monro interventrikular, Ventrikel ketiga, Aquaduktus Sylvii,
Ventrikel keempat, kedua Foramen Luschka di lateral dan Foramen Magendi
di medial, Rongga subaraknoid, Granulasi araknoid, Sinus dura, dan pada
akhirnya didrainase menuju ke sistem vena. 1
Tekanan Intra Kranial akan meningkat jika produksi CSF melebihi
absorpsinya. Hal ini terjadi jika terjadi produksi CSF yang berlebihan,
peningkatan resistensi aliran CSF, atau peningkatan tekanan sinus venosus.
Produksi CSF akan menurun seiiring dengan peningkatan TIK. Kompensasi
dapat terjadi melalui absorpsi transventrikular dari CSF dan juga oleh absorpsi
sepanjang nerve root sleeves. Pertama-tama terjadi dilatasi temporal dan
frontal horn, biasanya asimetris, yang dapat menyebabkan elevasi korpus
kalosum, peregangan atau perforasi septum pelusidum, penipisan lapisan
serebral, atau pembesaran ventrikel ketiga menuju fossa hipofise (yag dapat
berakibat disfungsi hipofise). 1
Mekanisme NPH belum diketahui dengan sempurna. Terdapat teori
yang mengemukakan bahwa terdapat peningkatan resistensi terhadap aliran
CSF dalam sistem ventrikel atau vili subaraknoid, peningkatan tekanan CSF
secara intermiten, biasanya pada malam hari; dan pembesaran ventrikel
disebabkan oleh peningkatan dini dari tekanan CSF; pembesaran tersebut
dipertahankan walaupun tekanannya normal oleh karena berlakunya Hukum
9

Laplace. Walaupun tekanan normal, adanya pembesaran daerah ventrikular


menunjukkan peningkatan tekanan pada dinding ventrikel. 1
Berikut ini ialah gambar anatomi dan sirkulasi CSF yang normal:

Gambar 3. Anatomi ventrikel otak. 3


10

Gambar 4. Sirkulasi CSS. Cairan serebrospinal bersirkulasi melalui keempat


ventrikel otak dan dalam ruang subaraknoid yang mengelilingi otak dan
medula spinalis. Kebanyakan CSS akan direabsorpsi ke sistem vena melalui
granulasi araknoid dan melalui dinding kapiler sistem saraf pusat dan pia
mater. 3
11

Beberapa penyebab hidrosefalus ialah sebagai berikut: 1

Penyebab kongenital pada bayi dan anak:

Malformasi batang otak yang menyebabkan stenosis aquaduktus Sylvii


(10%)
Malformasi Dandy-Walker (2-4%)
Malformasi Arnold-Chiari tipe 1 dan 2/
Agenesis foramen Monro
Toksoplasmosis kongenital
Sindrom Bickers-Adams (7% pada laki-laki), yang ditandai oleh stenosis
aquaduktus Sylvii, retardasi mental yang berat, dan deformitas aduksi-
fleksi dari ibu jari.

Penyebab didapat pada bayi dan anak:


Massa (20%), biasanya tumor, tetapi dapat juga berupa kista, abses dan
hematoma.
Perdarahan, misalnya perdarahan intraventrikular yang berkaitan dengan
prematuritas, trauma kapitis, atau ruptur dari malformasi vaskular.
Infeksi (meningitis, sistiserkosis)
Peningkatan tekanan sinus venosus, yang biasanya berkaitan dengan
akondroplasia, kraniostenosis, trombosis vena.
Iatrogenik. Misalnya pada kasus hipervitaminosis A yang dapat
meningkatkan sekresi CSS atau meningkatkan permeabilitas sawar darah
otak.

Penyebab hidrosefalus pada dewasa:


Trauma kapitis, terutama perdarahan subaraknoid, yang menghambat
vili-vili araknoid dan membatasi resorpsi CSS
12

Tumor (ependimoma, subependymal giant cell astrocytoma, papiloma


pleksus koroidalis, kraniofaringioma, adenoma hipofise, glioma
hipotalamus atau nervus optikus, hamartoma, dan tumor metastase)
Operasi pada daerah fossa posterior sebelumnya, yang dapat
menghambat aliran CSS normal.
Meningitis
Semua kasus kongenital pada bayi dan anak yang berlanjut hingga
dewasa.

Penyebab NPH:
Kebanyakan idiopatik
Trauma kapitis, terutama SAH
Meningitis

D. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis hidrosefalus dipengaruhi oleh usia pasien, penyebab, lokasi
obstruksi dan onset penyakit. Berikut ini ialah gambaran klinis yang dapat
dijumpai pada bayi, anak dan dewasa. 1
1. Bayi
- Pembesaran kepala, di mana lingkar kepala di atas persentil ke-98 sesuai
umur.
- Dysjunction dari sutura atau sutura yang melebar, yang dapat dilihat atau
dipalpasi.
- Vena-vena kepala yang dilatasi.
- Fontanela yang tegang dan prominen
- Setting-sun sign (sunset phenomenon), yang merupakan tanda khas
peningkatan TIK pada bayi. Bola mata berdeviasi ke bawah, adanya
retraksi kelopak mata atas, dan sklera putih terlihat di atas iris.
- Cracked pott sign (Macewen sign) pada perkusi kepala.
- Kesulitan makan
- Iritabilitas
13

Gambar 5. Hidrosefalus pada bayi berumur 14 bulan. 2

2. Anak dan Dewasa


- Nyeri kepala (terutama di daerah bifrontal dan bioksipital) yang lebih
signifikan pada pagi hari karena CSF diresorpsi kurang efisien pada
posisi telentang. Hal ini dapat diatasi dengan posisi duduk. Seiring
dengan kondisi yang memburuk, nyeri kepala akan memberat dan
berkepanjangan. Nyeri kepala jarang terjadi pada NPH.
- Kepala yang membesar. Pada anak, walaupun sutura telah menutup, tetapi
peningkatan TIK yang kronis akan menyebabkan makrosefali yang
progresif dan berlanjut sampai dewasa.
- Penurunan kesadaran.
- Perburukan kognitif.
- Mual yang tidak dicetuskan oleh pergerakan kepala, dan muntah yang
lebih signifikan pada pagi hari.
- Gangguan berjalan akibat spastisitas yang lebih sering terjadi pada
ekstremitas bawah. Hal ini disebabkan adanya peregangan traktus
piramidal periventrikuler oleh hidrosefalus.
- Nyeri leher, yang menunjukkan adanya protrusi atau herniasi dari tonsil
serebelum menuju foramen magnum.
- Penglihatan ganda (diplopia horizontal) akibat kelumpuhan nervus
abdusens baik unilateral maupun bilateral.
- Gangguan pertumbuhan dan perkembangan.
- Papiledema. Jika peningkatan TIK tidak teratasi, maka ketajaman
penglihatan akan menurun dan lebih lanjut dapat mengakibatkan
kebutaan bila terjadi atrofi papil nervus optikus.
E. DIAGNOSIS
Diagnosis hidrosefalus dapat ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan
fisik, serta pemeriksaan penunjang sebagai berikut:
1. Pemeriksaan CSF. Dengan cara aseptik melalui punksi ventrikel/ punksi
fontanela mayor untuk menentukan: 4
- Tekanan
14

- Jumlah sel meningkat, menunjukkan adanya keradangan / infeksi


- Adanya eritrosit menunjukkan perdarahan.
- Bila terdapat infeksi, diperiksa dengan pembiakan kuman dan kepekaan
antibiotik.
2. Pemeriksaan darah
Tidak ada pemeriksaan darah spesifik yang direkomendasikaan untuk
hidrosefalus. Evaluasi konsentrasi protein CSF pada hidrosefalus post-
hemoragik dan post-meningitis dan untuk mengeksklusikan infeksi
residual. 1
3. Radiologis
a. Foto polos kepala.
Pada foto polos kepala posisi lateral, tampak kepala yang membesar
dengan disproporsi kraniofasial, tulang yang menipis, dan sutura yang
melebar.4
b. Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi kepala juga dapat dilakukan melalui fontanela anterior
pada bayi yang masih terbuka lebar sehingga ditentukan adanya dilatasi
ventrikel, perdarahan intraventrikuler atau subependimal dan
kemungkinan berkembangnya hidrosefalus progresif. 1,4
c. CT-Scan dan MRI kepala
Pemeriksaan ini dapat menilai ukuran ventrikel dan struktur-struktur
lainnya.(emed) Pola dilatasi ventrikel yang tampak pada CT scan
ataupun MRI perlu diperhatikan. Pada Hidrosefalus komunikans,
biasanya terjadi dilatasi keempat ventrikel, sedangkan pada
Hidrosefalus Nonkomunikans akan tampak dilatasi hanya pada
ventrikel sebelum obstruksi. Misalnya, dilatasi dari ventrikel lateral dan
ketiga dengan ukuran ventrikel keempat yang kecil atau normal
menunjukkan adanya obstruksi pada aquaduktus Sylvii. Terutama pada
kasus Hidrosefalus Nonkomunikans, pemeriksaan radiologis harus
diperhatikan untuk mencari adanya tumor atau kelainan vaskular yang
dapat menyebabkan obstruksi. 5
15

Gambar 6. gambaran CT scan pada anak berumur 7 tahun dengan


Hidrosefalus Nonkomunikans akibat obstruksi oleh Meduloblastoma. 2

Setelah dilakukan insersi pirau, perlu dilakukan konfirmasi posisi pirau


tersebut dengan pemeriksaan foto polos. 1

F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan hidrosefalus dapat dilakukan secara medikamentosa maupun
tindakan bedah. Mengatasi penyebab mendasar biasanya juga dapat mengatasi
hidrosefalus. 1
1. Medikamentosa
Medikamentosa pada hidrosefalus diberikan untuk menunda intervensi
bedah. Selain itu medikamentosa juga tidak efektif pada penatalaksanaan
jangka panjang hidrosefalus kronis karena dapat memicu konsekuensi
metabolik, sehingga hanya digunakan sementara. Obat-obatan dapat
mempengaruhi dinamika CSS melalui mekanisme sebagai berikut:
- Menurunkan sekresi CSS oleh pleksus koroidalis (Asetazolamid dan
Fursemide)
- Meningkatkan reabsorpsi CSS (Isosorbide, di mana efektivitasnya masih
belum pasti)
Pasien yang mendapat Acetazolamide ataupun Furosemide harus dipantau
untuk kemungkinan terjadinya ketidakseimbangan elektrolit dan asidosis
metabolik. Tanda-tanda klinis yang penting untuk diperhatikan ialah letargi,
takipnoe dan diare. 1
16

2. Intervensi Bedah
Pemasangan pintasan dilakukan untuk mengalirkan CSS dari ventrikel otak
ke rongga peritonium (ventriculoperitoneal shunting) atau atrium kanan
jantung (ventriculoartrial shunting). Pintasan terbuat dari bahan silikon
khusus yang tidak menimbulkan reaksi radang atau penolakan sehingga
dapat ditinggalkan dalam tubuh untuk selamanya.4
Pintasan biasanya dilakukan pada kebanyakan pasien. Hanya sekitar
25% pasien dengan hidrosefalus yang ditangani dengan sukses tanpa
pemasangan pintasan. Prinsip pintasan ialah untuk membuat suatu
hubungan antara CSS di ventrikel dan rongga untuk drainase (peritonium,
atrium kanan, pleura). Beberapa jenis pintasan yang dapat dipasang ialah: 1
- Ventriculoperiotneal shunt (VP shunt) merupakan yang paling banyak
digunakan. Lokasi proksimal pintasan biasanya di ventrikel lateral.
Keuntungan dari jenis pintasan ini ialah bahwa perlunya pemanjangan
kateter seiring pertumbuhan anak dapat dikurangi dengan menggunakan
kateter peritoneal yang panjang.
- Ventriculoatrial shunt (VA shunt) disebut juga vascular shunt, yang
menghubungakn ventrikel otal melalui vena jugular dan vena cava
superior menuju atrium kanan jantung. Pintasan ini biasanya dipasang
jika terdapat kelainan abdomen (misalnya peritonitis, obesitas, atau post-
operasi abdomen ekstensif).
- Pintasan Torkildsen yang jarang digunakan, di mana pintasan ini
menghubungkan ventrikel ke rongga sisterna dan efektif hanya pada
hidrosefalus obstruktif didapat.
- Ventriculopleural shunting, yang digunakan jika terdapat kontraindiksi
terhadap pintasan lain.

Punksi lumbal berulang dapat dilakukan pada kasus hidrosefalus


akibat perdarahan intraventrikular, karena kondisi tersebut dapat teratasi
secara spontan. Jika reabsorpsi tidak terjadi ketika kadar protein dalam CSS
kurang dari 100 mg/dL, maka resorpsi spontan mungkin tidak akan akan
terjadi. Punksi lumbal berulang ini hanya dapat dilakukan pada kasus
hidrosefalus komunikans. 1
17

Hidrosefalus dengan onset yang cepat dan terdapat peningkatan TIK


merupakan kasus emergensi. Tindakan-tindakan yang dapat dilakukan
antara lain (tergantung masing-masing kasus): 1
- Ventricular tap pada bayi
- Drainase ventrikular terbuka pada anak dan dewasa
- Punksi lumbal pada hidrosefalus post-hemoragik dan post-meningitis
- VP atau VA shunt.

Pasien yang telah dipasang VP shunt harus direevaluasi secara


periodik, termasuk penilaian panjang pirau distal pada anak. Pemeriksaan
follow-up pertama biasanya dijadwalkan 3 bulan setelah operasi, dan CT
scan atau MRI kepala sebaiknya dilakukan pada saat itu. Follow-up/
pemantauan dilakukan tiap 6-12 bulan pada 2 tahun pertama kehidupan.
Pada anak yang berumur di atas 2 tahun, follow-up dilakukan tiap 2 tahun.
Sistem katup dan selang VP shunt terletak superfisial di bawah kulit dan
dapat dengan mudah rusak karena trauma. Oleh karena itu, trauma harus
dihindari. 1

G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang timbul dapat berkaitan dengan hidrosefalus itu sendiri,
pemberian obat-obatan atau komplikasi dari tindakan bedah: 1
1. Akibat progresivitas hidrosefalus:
a. Kelainan penglihatan:
- Oklusi dari arteri serebri posterior akibat herniasi transtentorial
downward.
- Edema papil yang kronis dapat mencederai diskus optikum
- Dilatasi ventrikel ketiga dengan kompresi chiasma optikum.
b. Disfungsi kognitif
c. Inkontinensia
d. Kelainan cara berjalan
Komplikasi tersebut bisa menetap walaupun telah diterapi.
2. Akibat medikamentosa: ketidkseimbangan elektrolit dan asidosis
metabolik.
3. Akibat intervensi bedah:
a. Infeksi pada pintasan
b. Obstruksi atau diskoneksi pintasan.
c. Nyeri kepala dan tanda-tanda defisit neurologis fokal, seperti kejang.
18

d. Hematoma subdural
e. Komplikasi VP shunt antara lain nyeri perut, peritonitis, hernia inguinal,
perforasi organ abdominal, obstruksi intestinal, volvulus dan asites CSS.
f. Komplikasi VA shunt antara lain septikemia, emboli, endokarditis dan
hipertensi pulmonal.

H. PROGNOSIS
Prognosis jangka panjang berhubungan langsung dengan penyebab
hidrosefalus. Lebih dari 50% pasien dengan perdarahan intraventrikular yang
besar akan berkembang menjadi hidrosefalus permanen yang membutuhkan
pintasan. Setelah dilakukan pengangkatan tumor fossa posterior pada anak-
anak, 20% akan berkembang menjadi hidrosefalus permanen yang
membutuhkan pintasan. Prognosis keseluruhan berkaitan degan jenis, lokasi
dan luas daerah reseksi tumor. Adanya kepuasan dilaporkan pada 50% pasien
yang diterapi secara medikamentosa, yang berumur di bawah 1 tahun dengan
tanda vital yang stabil, fungsi ginjal yang normal dan tidak mengalami gejala
peningkatan TIK. Pada kasus hidrosefalus yang tidak tertangani, kematian
dapat terjadi akibat herniasi tonsilar oleh karena peningkatan TIK dengan
kompresi batang otak dan henti napas. Ketergantungan akan pintasan terjadi
pada 75% dari semua kasus hidrosefalus yang ditangani dan pada 50% anak
dengan hidrosefalus komunikans. 1

I. ANESTESI PADA PEMASANGAN VP SHUNT


1. Penatalaksanaan Pre-operatif
Kunjungan preoperatif merupakan komponen esensial dari teknik anestesi
apapun. Hal ini mencakup riwayat masalah pada anestesi sebelumnya,
riwayat keluarga adanya reaksi terhadap obat anestesi, riwayat pemakaian
obat sebelumnya, obat-obat yang sedang dikonsumsi (misalnya
Antikonvulsan, Asetazolamid, Furosemide), riwayat alergi dan makan
minum terakhir. Perhatian spesifik harus ditujukan pada kemungkinan
adanya komorbiditas termasuk masalah kardiovaskular (misalnya Penyakit
Jantung Bawaan) dan sistem respirasi (misalnya Displasia
Bronkopulmonal, Kifoskoliosis, Infeksi Saluran Napas). Pemeriksaan harus
mencakup penilaian jalan napas, sistem kardiorespiratori dan neurologis, di
19

mana jika terdapat peningkatan TIK maka akan terjadi penurunan


kesadaran sehingga berisiko terhadap aspirasi pulmonal. 6
Status volume harus ditentukan karena muntah yang
berkepanjangan dan dehidrasi akan membutuhkan cairan intravena
preoperatif. Pemeriksaan darah harus dilakukan untuk memastikan kadar
hemoglobin dan fungsi pembekuan sehingga produk darah yang sesuai
dapat dipesan sesuai indikasi. Urea dan elektrolit harus diperiksa jika
masalah medis atau pemberian obat memberi kesan adanya abnormalitas
dan memerlukan perhatian perioperatif. 6
Perlu dilakukan penilaian terhadap adanya peningkatan TIK, seperti
mual, muntah, perubahan pola ventilasi, iritabilitas, penurunan tingkat
kesadaran, bradikardi, atau hipertensi. Perburukan neurologis yang
mendadak pada pasien anak harus diatasi secepat mungkin dengan intubasi
endotrakeal emergensi, relaksasi otot, hiperventilasi dengan monitoring ET-
CO2, dan pemberian obat vasokonstriktor serebral (contoh: Barbiturat) dan
Diuretik (contoh: Mannitol, Furosemide) sampai dilakukannya operasi
emergensi untuk mengurangi TIK. 7
Kunjungan preoperatif juga merupakan suatu kesempatan untuk
memberi anestesi topikal di atas vena yang sesuai jika induksi secara
intravena direncanakan. Premedikasi sedatif harus dipertimbangkan secara
hati-hati karena mungkin dapat mencetuskan atau menutupi tanda-tanda
disfungsi neurologis. 6
Saat sedang menunggu operasi pasien harus dimonitor secara hati-
hati terhadap adanya tanda-tanda perburukan neurologis karena hal ini
dapat terjadi dengan cepat. Jika penilaian preoperatif menunjukkan adanya
komorbiditas multipel, misalnya bayi prematur dengan penyakit paru
kronis, maka kebutuhan akan dukungan respiratori tambahan saat periode
post-operasi harus dipertimbangkan dan diorganisir dengan baik. 6

2. Penatalaksanaan Intra-operatif
Premedikasi
20

Obat sedatif merupakan kontraindikasi karena dapat menyebabkan


hipoventilasi yang berakibat peningkatan TIK. Krim EMLA (Eutectic
Mixture of Local Anesthetics: Lidokain dan Prilokain) dapat digunakan
untuk mendapat akses intravena tanpa menyebabkan distres terhadap
pasien muda. 7
Sebelum dilakukan induksi, semua peralatan anestesi dan obat-
obatan harus diperiksa untuk memastikan bahwa semuanya berfungsi
baik. Ini harus mencakup alat-alat untuk memberikan oksigen dan zat
anestesi volatil, suction, dan monitor. Peralatan seperti sungkup,
oropharyngeal tube, endotracheal tube dan laringoskop harus tersedia
dalam berbagai ukuran sesuai dengan pasien. Monitoring standard
mencakup pulse oxymetry, EKG, konsentrasi oksigen, tekanan darah
non-invasif dan kapnografi. 6

Anestesi
Metode induksi ditentukan oleh kondisi kasus tersebut dan pilihan
pasien dan ahli anestesi. Induksi secara intravena dapat memberi
kontrol yang cepat dari jalan napas pada situasi emergensi jika pasien
tidak puasa dan jika tidak terdapat kesulitan pada jalan napas yang telah
diantisipasi. Hal ini dapat dicapai dengan menggunakan zat induksi
yang sesuai dengan dosis hipnotik yang dititrasi secara waspada
(misalnya Propofol 2 4 mg/kg, Thiopentone 3 5 mg/kg). Hipotensi
harus dihindari karena berisiko penurunan TPO jika terdapat
peningkatan TIK. Ketamin tidak digunakan karena dapat meningkatan
TIK. 6
Preoksigenasi diikuti oleh induksi IV dengan sedatif-hipnotik
(contoh: Barbiturat, Propofol) dan pelumpuh otot non-depolarisasi kerja
cepat (contoh: Rokuronium) untuk intubasi.7 Relaksan otot dapat
dicapai dengan penggunaan zat penghambat neuromuskular (NMB/
Neuromuscular Blocking Agent). Suxamethonium dapat digunakan jika
risiko aspirasi lebih besar daripada masalah peningkatan TIK yang
21

transien, atau dapat dipilih penghambat neuromuskular non-


depolarisasi.6
Induksi secara inhalasi biasanya tidak dilakukan karena semua
obat anestesi inhalasi bersifat vasodilator serebral dan dapat
meningkatkan TIK.7 Induksi dengan zat bentuk gas merupakan alternatif
yang dapat diterima dengan zat anestesi volatil yang tidak iritan, seperti
Sevofluran atau Halotan. Induksi yang cepat dengan zat bentuk gas
dapat dipilih untuk memperpanjang usaha kanulasi pada anak yang
distres. 6
Segera setelah dianestesi, akses intravena harus dilakukan
dengan cepat supaya NMB dapat memfasilitasi kontrol jalan napas.
Hiperkarbi harus dicegah karena dapat menyebabkan vasodilatasi
serebral dan dapat memperburuk peningkatan TIK terutama dalam
kombinasi dengan laringoskopi dan manipulasi jalan napas. Jalan napas
harus diamankan dengan intubasi trakea dengan ukuran selang trakea
yang sesuai. Selang tersebut harus difiksasi kuat dengan plester tahan
air dan mata juga harus diplester. Suhu inti harus dimonitor dan alat
penghangat (misalnya selimut udara hangat) diperlukan untuk
memertahankan normotermi. 6 Cairan IV diberikan sesuai rumatan. Pada
akhir prosedur, dilakukan suction lambung dan ekstubasi jika pasien
telah sadar penuh. Hal ini biasanya tidak bermasalah bila pirau/ shunt
berfungsi baik. 7

Maintenance
Anestesi dapat dipertahankan dengan zat volatil dan campuran oksigen
dan udara. Tujuannya ialah agar dapat mempertahankan Tekanan
Perfusi Otak sampai peningkatan TIK dapat diatasi dengan mengatur
posisi VP shunt. Untuk melakukannya, hipotensi harus dicegah dan
minute ventilation harus dikontrol untuk mempertahankan normokarbia
(End Tidal CO2: 4 4,5 kPa) untuk mengoptimalisasi TPO dan
mencegah peningkatan TIK. Positive end-expiratory pressure (PEEP)
22

harus diminimalisasi untuk mencegah kongesti vena di kepala tetapi


dapat digunakan jila terdapat kesulitan dalam mempertahankan
6
oksigenasi. Pelumpuh otot dipertahankan selama prosedur sejalan
dengan TIVA (Total IntraVenous Anesthesia) dengan Propofol dan
Fentanyl. 7

Bagian dari operasi yang paling merangsang mencakup insisi


dini dan tunelling di bawah kulit. Opioid kerja cepat, seperti Fentanyl
(1 3 mcg/kg) atau Remifentanil (1 mcg/kg), atau peningkatan
kedalaman anestesi, dapat digunakan untuk mengurangi peningkatan
denyut jantung dan TIK. Efek analgesi post-operasi dapat dicapai
dengan kombinasi dari infiltrasi anestesi lokal, seperti Bupivacaine
0,25% (0,5 0,75 mL/kg) dan Parasetamol (15 mg/kg) baik intravena
maupun per rektal. Dosis tinggi dari Opioid kerja panjang harus
dihindari karena berpotensi terjadinya perburukan derajat kesadaran. 6

3. Penatalaksanaan Post-operatif
Pada akhir prosedur, hambatan neuromuskular dapat diantagoniskan
menggunakan Neostigmin (50 mcg/kg) yang dikombinasikan dengan
Antikolinergik (seperti Atropin 25 mcg/kg). Kebanyakan pasien dapat
diekstubasi setelah sadar, mencegah hiperkarbia, dan dengan teknik yang
meminimalisasi risiko aspirasi (lateral atau duduk). Efek analgesia dapat
dicapai dengan kombinasi Parasetamol dan NSAIDs jika tidak ada
kontraindikasi dengan Opioid oral tambahan untuk mengatasi nyeri. Pasien
harus dimonitor dalam lingkungan yang sesuai oleh ahli bedah neurologis
pediatrik dan mampu melakukan observasi neurologis rutin.6 Adanya
perburukan tingkat kesadaran pasien merupakan suatu indikasi CT scan
kepala untuk mengeksklusi malfungsi pirau atau adanya hematoma
subdural. 7

Anda mungkin juga menyukai