Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN HIDROSEFALUS

2.1 Pengertian
Hidrosefalus berasal dari kata hidro yang berarti air dan chepalon yang berarti
kepala. Hidrosefalus merupakan penumpukan cairan serebrospinal (CSS) secara aktif
yang menyebabkan dilatasi sistem ventrikel otak dimana terjadi akumulasi CSS yang
berlebihan pada satu atau lebih ventrikel atau ruang subarachnoid. Keadaan ini
disebabkan oleh karena terdapat ketidak seimbangan antara produksi dan absorpsi dari
CSS. Bila akumulasi CSS yang berlebihan terjadi diatas hemisfer serebral, keadaan ini
disebut higroma subdural atau koleksi cairan subdural. Pada kasus akumulasi cairan
yang berlebihan terjadi pada sistem ventrikuler, keadaan ini disebut sebagai
hidrosefalus internal.Selain itu beberapa lesi intracranial menyebabkan peninggian TIK,
namun tidak sampai menyebabkan hidrosefalus. Peninggian volume CSS tidak ekivalen
dengan hidrosefalus; ini juga terjadi pada atrofi serebral. Hidrosefalus sebagai kesatuan
klinik dibedakan oleh tiga faktor: a).peninggian tekanan intraventrikuler,
b).penambahan volume CSS, c).dilatasi rongga CSS. Secara keseluruhan, insiden dari
hidrosefalus diperkirakan mendekati 1 : 1000. sedangkan insiden hidrosefalus
kongenital bervariasi untuk tiap-tiap populasi yang berbeda. Hershey BL mengatakan
kebanyakan hidrosefalus pada anak-anak adalah kongenital yang biasanya sudah
tampak pada masa bayi. Jika hidrosefalus tampak setelah umur 6 bulan biasanya bukan
oleh karena kongenital. Mujahid Anwar dkk mendapatkan 40 – 50% bayi dengan
perdarahan intraventrikular derajat 3 dan 4 mengalami hidrosefalus. Pongsakdi
Visudiphan dkk pada penelitiannya mendapatkan 36 dari 49 anak-anak dengan
meningitis TB mengalami hidrosefalus, dengan catatan 8 anak dengan hidrosefalus
obstruktif dan 26 anak denganhidrosefalus komunikans. Hidrosefalus yang terjadi
sebagai komplikasi meningitis bakteri dapat dijumpai pada semua usia, tetapi lebih
sering pada bayi daripada anak-anak. Berdasarkan catatan medik di bagian Ilmu
Kesehatan Anak FK UNUD/RSUP Denpasar dari tahun 1991 s/d Desember 1993 telah
dirawat 21 penderita hidrosefalus dimana 4 diantaranya adalah hidrosefalus kongenital.
2.2 Anatomi
Struktur anatomi yang berkaitan dengan hidrosefalus, yaitu bangunan-bangunan
dimana CSS berada.
Sistem ventrikel otak dan kanalis sentralis.
1. Ventrikel lateralis
1
Ada dua, terletak didalam hemispherii telencephalon. Kedua ventrikel
lateralis berhubungan denga ventrikel III (ventrikel tertius) melalui foramen
interventrikularis (Monro).
2. Ventrikel III (Ventrikel Tertius)
Terletak pada diencephalon. Dinding lateralnya dibentuk oleh thalamus
dengan adhesio interthalamica dan hypothalamus. Recessus opticus dan
infundibularis menonjol ke anterior, dan recessus suprapinealis dan recessus
pinealis ke arah kaudal. Ventrikel III berhubungan dengan ventrikel IV melalui
suatu lubang kecil, yaitu aquaductus Sylvii (aquaductus cerebri).
3. Ventrikel IV (Ventrikel Quartus)
Membentuk ruang berbentuk kubah diatas fossa rhomboidea antara
cerebellum dan medulla serta membentang sepanjang recessus lateralis pada kedua
sisi. Masing-masing recessus berakhir pada foramen Luschka, muara lateral
ventrikel IV. Pada perlekatan vellum medullare anterior terdapat apertura mediana
Magendie.
4. Kanalis sentralis medula oblongata dan medula spinalis
Saluran sentral korda spinalis: saluran kecil yang memanjang sepanjang
korda spinalis, dilapisi sel-sel ependimal. Diatas, melanjut ke dalam medula
oblongata, dimana ia membuka ke dalam ventrikel IV.
5. Ruang subarakhnoidal
Merupakan ruang yang terletak diantara lapisan arakhnoid dan piamater.
2.3 Patofisiologi
CSS dihasilkan oleh plexus choroideus dan mengalir dari ventrikel lateral ke
dalam ventrikel III, dan dari sini melalui aquaductus masuk ke ventrikel IV. Di sana
cairan ini memasuki spatium liquor serebrospinalis externum melalui foramen lateralis
dan medialis dari ventrikel IV. Pengaliran CSS ke dalam sirkulasi vena sebagian terjadi
melalui villi arachnoidea, yang menonjol ke dalam sinus venosus atau ke dalam lacuna
laterales; dan sebagian lagi pada tempat keluarnya nervi spinalis, tempat terjadinya
peralihan ke dalam plexus venosus yang padat dan ke dalam selubung-selubung saraf
(suatu jalan ke circulus lymphaticus).
Kecepatan pembentukan CSS 0,3-0,4 cc/menit atau antara 0,2-0,5% volume
total per menit dan ada yang menyebut antara 14-38 cc/jam. Sekresi total CSS dalam 24
jam adalah sekitar 500-600cc, sedangkan jumblah total CSS adalah 150 cc, berarti
dalam 1 hari terjadi pertukaran atau pembaharuan dari CSS sebanyak 4-5 kali/hari.Pada
2
neonatus jumblah total CSS berkisar 20-50 cc dan akan meningkat sesuai usia sampai
mencapai 150 cc pada orang dewasa.
Hidrosefalus timbul akibat terjadi ketidak seimbangan antara produksi dengan
absorpsi dan gangguan sirkulasi CSS.
PRODUKSI SIRKULASI ABSORPSI
Meningkat Normal Normal
c/o papilloma plexus
choroideus
Normal Terhambat Menurun
 Aquaductus silvii  Trauma
 Foramen Magendi & Luscha  Subarachnoid
(sindrom Dandy-Walker) hemorrhage
 Ventrikel III  Gangguan
 Ventrikel IV pembentukan villi
 Ruang arachnoid
Subarachnoid disekitar  Post meningitis
medulaoblongata, pons, dan  Kadar protein CSS
mesensefalon yang sangat tinggi

Selain akibat gangguan pada produksi, absorpsi, dan sirkulasi, hidrosefalus


juga dapat timbul akibat : Disgenesis serebri dan atrofi serebri.
2.4 Klasifikasi
Hidrosefalus dapat diklasifikasikan atas beberapa hal, antara lain :
1. Berdasarkan Anatomi / tempat obstruksi CSS
 Hidrosefalus tipe obstruksi / non komunikans
Terjadi bila CSS otak terganggu (Gangguan di dalam atau pada sistem
ventrikel yang mengakibatkan penyumbatan aliran CSS dalam sistem
ventrikel otak),yang kebanyakan disebabkan oleh kongenital : stenosis
akuaduktus Sylvius (menyebabkan dilatasi ventrikel lateralis dan ventrikel III.
Ventrikel IV biasanya normal dalam ukuran dan lokasinya). Yang agak jarang
ditemukan sebagai penyebab hidrosefalus adalah sindrom Dandy-Walker,
Atresia foramen Monro, malformasi vaskuler atau tumor bawaan. Radang
(Eksudat, infeksi meningeal). Perdarahan/trauma (hematoma subdural). Tumor

3
dalam sistem ventrikel (tumor intraventrikuler, tumor parasellar, tumor fossa
posterior).
 Hidrosefalus tipe komunikans
Jarang ditemukan. Terjadi karena proses berlebihan atau gangguan
penyerapan (Gangguan di luar sistem ventrikel).
 perdarahan akibat trauma kelahiran menyebabkan perlekatan lalu
menimbulkan blokade villi arachnoid.
 Radang meningeal
 Kongenital :
a. Perlekatan arachnoid/sisterna karena gangguan pembentukan.
b. Gangguan pembentukan villi arachnoid
c. Papilloma plexus choroideus
2. Berdasarkan Etiologinya :
A. Tipe obstruksi
a. Kongenital
 Stenosis akuaduktus serebri
Mempunyai berbagai penyebab. Kebanyakan disebabkan oleh infeksi
atau perdarahan selama kehidupan fetal; stenosis kongenital sejati
adalah sangat jarang. (Toxoplasma/T.gondii, Rubella/German measles,
X-linked hidrosefalus).
 Sindrom Dandy-Walker
Malformasi ini melibatkan 2-4% bayi baru lahir dengan
hidrosefalus. Etiologinya tidak diketahui. Malformasi ini berupa
ekspansi kistik ventrikel IV dan hipoplasia vermis serebelum.
Hidrosefalus yang terjadi diakibatkan oleh hubungan antara dilatasi
ventrikel IV dan rongga subarachnoid yang tidak adekuat; dan hal ini
dapat tampil pada saat lahir, namun 80% kasusnya biasanya tampak
dalam 3 bulan pertama. Kasus semacam ini sering terjadi bersamaan
dengan anomali lainnya seperti agenesis korpus kalosum,
labiopalatoskhisis, anomali okuler, anomali jantung, dan sebagainya.

4
 Malformasi Arnold-Chiari
Anomali kongenital yang jarang dimana 2 bagian otak yaitu
batang otak dan cerebelum mengalami perpanjangan dari ukuran
normal dan menonjol keluar menuju canalis spinalis
 Aneurisma vena Galeni
Kerusakan vaskuler yang terjadi pada saat kelahiran, tetapi
secara normal tidak dapat dideteksi sampai anak berusia beberapa
bulan. Hal ini terjadi karena vena Galen mengalir di atas akuaduktus
Sylvii, menggembung dan membentuk kantong aneurisma. Seringkali
menyebabkan hidrosefalus.
 Hidrancephaly
Suatu kondisi dimana hemisfer otak tidak ada dan diganti
dengan kantong CSS.
b. Didapat (Acquired)
 Stenosis akuaduktus serebri (setelah infeksi atau perdarahan)
Infeksi oleh bakteri Meningitis , menyebabkan radang pada
selaput (meningen) di sekitar otak dan spinal cord. Hidrosefalus
berkembang ketika jaringan parut dari infeksi meningen menghambat
aliran CSS dalam ruang subarachnoid, yang melalui akuaduktus pada
sistem ventrikel atau mempengaruhi penyerapan CSS dalam villi
arachnoid. Jika saat itu tidak mendapat pengobatan, bakteri meningitis
dapat menyebabkan kematian dalam beberapa hari. Tanda-tanda dan
gejala meningitis meliputi demam, sakit kepala, panas tinggi,
kehilangan nafsu makan, kaku kuduk. Pada kasus yang ekstrim, gejala
meningitis ditunjukkan dengan muntah dan kejang. Dapat diobati
dengan antibiotik dosis tinggi.
 Herniasi tentorial akibat tumor supratentorial
 Hematoma intraventrikuler
Jika cukup berat dapat mempengaruhi ventrikel,
mengakibatkan darah mengalir dalam jaringan otak sekitar dan
mengakibatkan perubahan neurologis. Kemungkinan hidrosefalus
berkembang disebabkan oleh penyumbatan atau penurunan
kemampuan otak untuk menyerap CSS.

5
 Tumor (ventrikel, regio vinialis, fosa posterior)
Sebagian besar tumor otak dialami oleh anak-anak pada usia 5-
10 tahun. 70% tumor ini terjadi dibagian belakang otak yang disebut
fosa posterior. Jenis lain dari tumor otakyang dapat menyebabkan
hidrosefalus adalah tumor intraventrikuler dan kasus yang sering
terjadi adalah tumor plexus choroideus (termasuk papiloma dan
carsinoma). Tumor yang berada di bagian belakang otak sebagian
besar akan menyumbat aliran CSS yang keluar dari ventrikel IV. Pada
banyak kasus, cara terbaik untuk mengobati hidrosefalus yang
berhubungan dengan tumor adalah menghilangkan tumor penyebab
sumbatan.
 Abses/granuloma
 Kista arakhnoid
Kista adalah kantung lunak atau lubang tertutup yang berisi
cairan. Jika terdapat kista arachnoid maka kantung berisi CSS dan
dilapisi dengan jaringan pada membran arachnoid. Kista biasanya
ditemukan pada anak-anak dan berada pada ventrikel otak atau pada
ruang subarachnoid. Kista subarachnoid dapat menyebabkan
hidrosefalus non komunikans dengan cara menyumbat aliran CSS
dalam ventrikel khususnya ventrikel III. Berdasarkan lokasi kista,
dokter bedah saraf dapat menghilangkan dinding kista dan
mengeringkan cairan kista. Jika kista terdapat pada tempat yang tidak
dapat dioperasi (dekat batang otak), dokter dapat memasang shunt
untuk mengalirkan cairan agar bisa diserap. Hal ini akan menghentikan
pertumbuhan kista dan melindungi batang otak.
3. Berdasarkan Usia
 Hidrosefalus tipe kongenital / infantil ( bayi )
 Hidrosefalus tipe juvenile / adult ( anak-anak / dewasa )
Selain pembagian berdasarkan anatomi, etiologi, dan usia, terdapat juga
jenis Hidrosefalus Tekanan Normal ; sesuai konvensi, sindroma hidrosefalik
termasuk tanda dan gejala peninggian TIK, seperti kepala yang besar dengan
penonjolan fontanel. Akhir-akhir ini, dilaporkan temuan klinis hidrosefalus yang
tidak bersamaan dengan peninggian TIK. seseorang bisa didiagnosa mengalami

6
hidrosefalus tekanan normal jika ventrikel otaknya mengalami pembesaran, tetapi
hanya sedikit atau tidak ada peningkatan tekanan dalam ventrikel. Biasanya
dialami oleh pasien usia lanjut, dan sebagian besar disebabkan aliran CSS yang
terganggu dan compliance otak yang tidak normal.
Pada dewasa dapat timbul “hidrosefalus tekanan normal” akibat dari :
a. Perdarahan subarachnoid,
b. meningitis,
c. trauma kepala, dan
d. idiopathic.
Dengan trias gejala :
a. gangguan mental (dementia)
b. gangguan koordinasi (ataksia)
c. gangguan kencing (inkontinentia urin)

2.5 Gambaran Klinis


Gambaran klinis pada permulaan adalah pembesaran tengkorak yang disusul oleh
gangguan neurologik akibat tekanan likuor yang meningkat yang menyebabkan
hipotrofi otak.
 Hidrosefalus pada bayi (sutura masih terbuka pada umur kurang dari 1 tahun)
didapatkan gambaran :
a. Kepala membesar
b. Sutura melebar
c. Fontanella kepala prominen
d. Mata kearah bawah (sunset phenomena)
e. Nistagmus horizontal
f. Perkusi kepala : “cracked pot sign” atau seperti semangka masak.
Ukuran rata-rata lingkar kepala

Lahir 35 cm
Gejala pada anak-anak dan dewasa:
Umur 3 bulan 41 cm
a. Sakit kepala
Umur 6 bulan 44 cm
b. Kesadaran menurun
Umur 9 bulan 46 cm
c. Gelisah
Umur 12 bulan 47 cm
d. Mual, muntah
Umur 18 bulan 48,5 cm
7
e. Hiperfleksi seperti kenaikan tonus anggota gerak
f. Gangguan perkembangan fisik dan mental
g. Papil edema; ketajaman penglihatan akan menurun dan lebih lanjut dapat
mengakibatkan kebutaan bila terjadi atrofi papila N.II.
Tekanan intrakranial meninggi oleh karena ubun-ubun dan sutura sudah menutup,
nyeri kepala terutama di daerah bifrontal dan bioksipital. Aktivitas fisik dan mental
secara bertahap akan menurun dengan gangguan mental yang sering dijumpai
seperti : respon terhadap lingkungan lambat, kurang perhatian tidak mampu
merencanakan aktivitasnya.

2.6 Pemeriksaan dan Diagnosis


 Gejala klinis.
 X Foto kepala, didapatkan
a. Tulang tipis
b. Disproporsi kraniofasial
c. Sutura melebar
Dengan prosedur ini dapat diketahui :
a. Hidrosefalus tipe kongenital/infantil
b. Hidrosefalus tipe juvenile/adult : oleh karena sutura telah menutup maka
dari foto rontgen kepala diharapkan adanya gambaran kenaikan tekanan
intrakranial.
 Transiluminasi ; penyebaran cahaya diluar sumber sinar lebih dari batas, frontal 2,5
cm, oksipital 1 cm
 Pemeriksaan CSS. Dengan cara aseptik melalui punksi ventrikel / punksi fontanela
mayor. Menentukan :
a. Tekanan
b. Jumlah sel meningkat, menunjukkan adanya keradangan / infeksi
c. Adanya eritrosit menunjukkan perdarahan
d. Bila terdapat infeksi, diperiksa dengan pembiakan kuman dan kepekaan
antibiotik.
 Ventrikulografi ; yaitu dengan cara memasukkan kontras berupa O2 murni atau
kontras lainnya dengan alat tertentu menembus melalui fontanella anterior langsung
masuk ke dalam ventrikel. Setelah kontras masuk langsung difoto, maka akan

8
terlihat kontras mengisi ruang ventrikel yang melebar. Pada anak yang besar karena
fontanela telah menutup ontuk memaukkan kontras dibuatkan lubang dengan bor
pada karanium bagian frontal atau oksipitalis. Ventrikulografi ini sangat sulit dan
mempunyai resiko yang tinggi. Di rumah sakit yang telah memiliki fasilitas CT
scan, prosedur ini telah ditinggalkan.
 CT scan kepala
a. Pada hidrosefalus obstruktif CT scan sering menunjukkan adanya pelebaran dari
ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas ventrikel lebih besar
dari occipital horns pada anak yang besar. Ventrikel IV sering ukurannya
normal dan adanya penurunan densitas oleh karena terjadi reabsorpsi
transependimal dari CSS.
b. Pada hidrosefalus komunikan gambaran CT scan menunjukkan dilatasi ringan
dari semua sistem ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di proksimal dari
daerah sumbatan.
Keuntungan CT scan :
1. Gambaran lebih jelas
2. Non traumatic
3. Meramal prognose
4. Penyebab hidrosefalus dapat diduga
 USG
Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan USG
diharapkan dapat menunjukkan sistem ventrikel yang melebar. Pendapat lain
mengatakan pemeriksaan USG pada penderita hidrosefalus ternyata tidak
mempunyai nilai di dalam menentukan keadaan sistem ventrikel hal ini disebabkan
oleh karena USG tidak dapat menggambarkan anatomi sistem ventrikel secara jelas,
seperti halnya pada pemeriksaan CT scan.
2.7 PENATALAKSANAAN
Terapi
 Terapi medikamentosa
Ditujukan untuk membatasi evolusi hidrosefalus melalui upaya
mengurangi sekresi cairan dari pleksus khoroid atau upaya meningkatkan
resorpsinya. Dapat dicoba pada pasien yang tidak gawat, terutama pada

9
pusatpusat kesehatan dimana sarana bedah sarf tidak ada. Obat yang sering
digunakan adalah:
a. Asetasolamid
Cara pemberian dan dosis; Per oral 2-3 x 125 mg/hari, dosis ini dapat
ditingkatkan sampai maksimal 1.200 mg/hari
b. Furosemid
Cara pemberian dan dosis; Per oral, 1,2 mg/kgBB 1x/hari atau injeksi iv
0,6 mg/kgBB/hari Bila tidak ada perubahan setelah satu minggu pasien
diprogramkan untuk operasi.
 Lumbal pungsi berulang (serial lumbar puncture)
Mekanisme pungsi lumbal berulang dalam hal menghentikan
progresivitas hidrosefalus belum diketahui secara pasti. Pada fungsi lumbal
berulang akan terjadi penurunan tekanan CSS secara intermiten yang
memungkinkan absorpsi CSS oleh vili arakhnoidalis akan lebih mudah.
Indikasi : umumnya dikerjakan pada hidrosefalus komunikan terutama pada
hidrosefalus yang terjadi setelah perdarahan subarakhnoid, periventrikular-
intraventrikular dan meningitis TBC. Diindikasikan juga pada hidrosefalus
komunikan dimana shunt tidak bisa dikerjakan atau kemungkinan akan terjadi
herniasi (impending herniation)
Cara:
a. LP dikerjakan dengan memakai jarum ukuran 22, pada interspace L2-3 atau
L3-4 dan CSS dibiarkan mengalir di bawah pengaruh gaya gravitasi.
b. LP dihentikan jika aliran CSS terhenti. Tetapi ada juga yang memakai cara
setiap LP CSS dikeluarkan 3-5 ml..
c. Mula-mula LP dilakukan setiap hari, jika CSS yang keluar kurang dari 5 ml,
LP diperjarang (2-3 hari).
d. Dilakukan evaluasi dengan pemeriksaan CT scan kepala setiap minggu.
e. LP dihentikan jika ukuran ventrikel menetap pada pemeriksaan CT scan 3
minggu berturut-turut.
f. Tindakan ini dianggap gagal jika :
o Dilatasi ventrikel menetap
o Cortical mantel makin tipis
o Pada lokasi lumbal punksi terjadi sikatriks

10
o Dilatasi ventrikel yang progresif
Komplikasi : herniasi transtentorial atau tonsiler, infeksi, hipoproteinemia dan
gangguan elektrolit.
 Terapi Operasi
Operasi biasanya langsung dikerjakan pada penderita hidrosefalus. Pada
penderita gawat yang menunggu operasi biasanya diberikan : Mannitol per infus
0,5-2 g/kgBB/hari yang diberikan dalam jangka waktu 10-30 menit.
1. “Third Ventrikulostomi”/Ventrikel III
Lewat kraniotom, ventrikel III dibuka melalui daerah khiasma
optikum, dengan bantuan endoskopi. Selanjutnya dibuat lubang sehingga
CSS dari ventrikel III dapat mengalir keluar.
2. Operasi pintas/”Shunting”
Ada 2 macam :
o Eksternal
CSS dialirkan dari ventrikel ke luar tubuh, dan bersifat hanya sementara.
Misalnya: pungsi lumbal yang berulang-ulang untuk terapi hidrosefalus
tekanan normal.
o Internal
a. CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh lain.
~Ventrikulo-Sisternal, CSS dialirkan ke sisterna magna (Thor
Kjeldsen)
~Ventrikulo-Atrial, CSS dialirkan ke atrium kanan.
~Ventrikulo-Sinus, CSS dialirkan ke sinus sagitalis superior
~Ventrikulo-Bronkhial, CSS dialirkan ke Bronkhus
~Ventrikulo-Mediastinal, CSS dialirkan ke mediastinum
~Ventrikulo-Peritoneal, CSS dialirkan ke rongga peritoneum
b. “Lumbo Peritoneal Shunt”
CSS dialirkan dari Resessus Spinalis Lumbalis ke rongga
peritoneum dengan operasi terbuka atau dengan jarum Touhy secara
perkutan.
Komplikasi Shunting
 Infeksi
 Hematoma subdural

11
 Obstruksi
 Keadaan CSS yang rendah
 Asites
 Kraniosinostosis

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian.
1. Pemeriksaan TTV meliputi tekanan darah, nadi, suhu dan pernapasan.
2. Kaji keluhan utama klien.
3. Kaji nyeri (OPQRST) :
Onset : kapan terjadi nyeri dialami
Provocation : hal yang dapat memperburuk nyeri misalnya pada saat berbaring.
Quality : bagaimana jenis nyeri yang dialami seperti terbakar, tercekik, rasa
menyesakkan nafas atau seperti tertindih barang berat.
Radiasi : dimana nyeri dirasakan, apakah menjalar ke bagian tubuh lainnya.
Severity : bagaimana keparahan nyerinya. Nilai menggunakan skala nyeri.
Time : berapa lama nyeri berlangsung, apakah hilang timbul atau terus-menerus.
4. Tanda dan gejala : Cemas, gelisah, lemah sehubungan dengan keringatan, dispnea,
pening, tanda-tanda respon vasomotor meliputi : mual, muntah, pingsan, kulit dinghin
dan lembab, cekukan dan stress gastrointestinal, suhu menurun.
5. Pemeriksaan fisik : mungkin tidak ada tanda kecuali dalam tanda-tanda gagalnya
ventrikel atau kardiogenik shok terjadi. BP normal, meningkat atau menuirun,
takipnea, mula-mula pain reda kemudian kembali normal, suara jantung S3, S4 Galop
menunjukan disfungsi ventrikel, sistolik mur-mur, M. Papillari disfungsi, LV
disfungsi terhadap suara jantung menurun dan perikordial friksin rub, pulmonary
crackles, urin output menurun, Vena jugular amplitudonya meningkat (LV disfungsi),
RV disfungsi, ampiltudo vena jugular menurun, edema periver, hati lembek.
6. Parameter Hemodinamik : penurunan Pulmonary Arterial Pressure, Pulmonary
Capillary Wedge Pressure, Systemic Vascular Resistence, Cardiac Output/Cardiac
Index.
7. Respirasi
Dispnea dengan atau tanpa aktivitas, batuk produktif, riwayat perokok dengan
penyakit pernafasan kronis. Pada pemeriksaan mungkin di dapatkan peningkatan

12
respirasi, pucat atau cyanosis, suara nafas crakcles atau wheezes atau juga vesikuler.
Sputum jernih atau juga merah muda/ pink tinged.
8. Interaksi sosial
Stress, kesulitan dalam beradaptasi dengan stresor, emosi yang tak terkontrol.
9. Pengetahuan
Riwayat penyakit sebelumnya dan riwayat penyakit di dalam keluarga ada yang
menderita penyakit jantung, diabetes, stroke, hipertensi, perokok.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut
2. Risiko perfusi jaringan serebral tidak efektif
3. Risiko infeksi
4. Gangguan integritas kulit
5. Bersihan jalan nafas tidak efektif
6. Gangguan pertukaran gas
7. Defisit perawatan diri

DAFTAR PUSTAKA

 BUKU AJAR ILMU BEDAH edisi 2, R.Sjamsuhidat, Wim de Jong. EGC, Jakarta
2004. (hal 809-810)

13
 ILMU BEDAH SARAF, Dr. Syaiful Saanin, Neurosurgeon, Ka.SMF Bedah Saraf
RS. Dr.M.DjamilFK-UNANDPadang. (www.angelfire.com/nc/neurosurgery/
Hidrosefalus .html)
 Tinjauan Pustaka Hidrosefalus. Sri M, Sunaka N, Kari K. Seksi Bedah Saraf
Lab/SMF Bedah FK UNUD RSU Sanglah, Denpasar-Bali. DEXA MEDIA No.1,
Vol.19, Januari-Maret 2006 (hal 40-48)
 Atlas Berwarna & Teks Anatomi Manusia jilid 3, edisi 6, sistem saraf dan alat-alat
sensoris. Kahle, Leonhardt, Platzer. (Hipokrates, hal 262-271)
 KAMUS KEDOKTERAN DORLAND, Penerbit Buku Kedokteran EGC
 Pedoman diagnosis dan terapi, LAB/UPF ILMU BEDAH 1994, RUMAH SAKIT
UMUM DAERAH DOKTER SOETOMO SURABAYA (hal 10-12)
 Makalah HIDROSEFALUS, Layono Fuso, Tugas Kepaniteraan Klinik di UPF Ilmu
Bedah RSUD Gambiran Kediri, tahun 2003.

14
A. RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
No
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1 Bersihan jalan napas tidak SLKI SIKI
efektif Respons Ventilasi Mekanik Manajemen Ventilasi Mekanik
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi
selama 3 X 24 jam, maka respons ventilasi a. Periksa indikasi ventilator mekanik (mis.
mekanik meningkat dengan kriteria hasil : kelelahan otot nafas, disfungsi neurologis,
1. FiO2 memenuhi kebutuhan meningkat asidosis respiratorik)
2. Tingkat kesadaran meningkat b. Monitor efek ventilator terhadap status oksigenasi
3. Saturasi oksigen meningkat (mis.bunyi paru, X-ray paru, AGD, SaO2, SvO2,
4. Sekresi jalan nafas menurun ETCO2, respon subyektif pasien)
5. Suara nafas tambahan menurun c. Monitor efek negatif ventilator (mis. deviasi
6. Infeksi paru menurun trakea, barotrauma, volutrauma, penurunan curah
7. Kesulitan bernafas dengan ventilator jantung, distensi gaster, emfisema subkutan)
menurun d. Monitor gejala peningkatan pernapasan (mis.
8. Kegelisahan menurun peningkatan denyut jantung atau pernapasan,
9. Dosis sedasi menurun peningkatan tekanan darah, diaforesis, perubahan
status mental)
e. Monitor kondisi yang meningkatkan konsumsi
oksigen (mis.demam, menggigil, kejang dan
nyeri)
f. Monitor gangguan mukosa oral, nasal, trakea,
laring
Terapeutik
a. Atur posisi 45 – 60° untuk mencegah aspirasi
b. Reposisi pasien setiap 2 jam, jika perlu
c. Lakukan perawatan mulut secara rutin, termasuk
sikat gigi setiap 12 jam
d. Lakukan pengisapan lendir sesuai kebutuhan
e. Ganti sirkuit ventilator setiap 24 jam atau sesuai
protokol
f. Siapkan bag-valve mask disamping tempat tidur

15
untuk antisipasi malfungsi mesin. Berikan media
untuk berkomunikasi (mis.kertas, pulpen)
g. Dokumentasikan respon terhadap ventilator
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemilihan mode ventilator
(mis.kontrol volume, kontrol tekanan atau
gabungan)
b. Kolaborasi pemberian agen pelumpuh otot,
sedatif, analgesik, sesuai kebutuhan
c. Kolaborasi penggunaan PS atau PEEP untuk
meminimalkan hipoventilasi alveolus.
2 Gangguan pertukaran gas SLKI : SIKI
Pertukaran Gas Pemantauan respirasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 1. Observasi
24 jam, maka gangguan pertukaran gas o Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan
meningkat dengan kriteria hasil : upaya nafas
1. Tingkat kesadaran meningkat o Monitor pola nafas (seperti bradipnea,
2. Dispnea menurun takipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheyne-
3. PCO2 membaik stokes, ataksisk)
4. PO2 membaik o Monitor saturasi oksigen
5. Takikardia membaik o Auskultasi bunyi nafas
6. pH arteri membaik o Monitor nilai AGD
7. Sianosis membaik o Monitor hasil x-ray thoraks
8. Pola nafas dan warna kulit membaik 2. Terapeutik
o Atur interval pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
o Dokumentasikan hasil pemantauan
3. Edukasi
o Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
o Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
3 Defisit perawatan diri SLKI SIKI
Perawatan Diri Dukungan Perawatan Dri
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama Observasi

16
3 x 24 jam diharapkan perawatan diri - Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri
meningkat dengan kriteria hasil : sesuai usia
1 Kemampuan mandi meningkat - Monitor tingkat kemandirian
2 Kemampuan mengenakan pakaian - Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri,
meningkat berpakaian, berhias, dan makan
3 Kemampuan makan meningkat Terapeutik
4 Kemampuan ke toiliet (BAB/BAK) - Sediakan lingkungan terapeutik (suasana hangat,
meningkat rileks, provasi)
5 Verbalisasi keinginan melakukan - Siapkan keperluan pribadi
perawatan diri meningkat - Damping dalam melakukan perawatan diri sampai
6 Mempertahankan kebersihan diri mandiri
meningkat - Fasilitasi untuk menerima keadaan ketergantungan
7 Mempertahankan kebersihan mulut - Fasilitasi kemandirian, bantu jika tidak mampu
melakukan perawatan diri
Risiko infeksi dengan SLKI SIKI
faktor risiko efek prosedur Tingkat Infeksi Pencegahan Infeksi
invasif Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Tarapeutik
selama 3 X 24 jam, maka tingkat infeksi o Pantau tanda/gejala infeksi (misalnya suhu
menurun dengan kriteria hasil : tubuh, denyut jantung, penampilan luka,
1. Kebersihan tangan meningkat sekresi, penampilan urine, lesi kulit,
2. Kebersihan badan meningkat keletihan, malaise)
3. Demam menurun o Kaji faktor yang meningkatkan serangan
4. Nyeri menurun infeksi (misalnya usia lanjut, tanggap imun
5. Kadar sel darah putih membaik rendah dan malnutrisi)
o Batasi jumlah pengunjung
o Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien dan lingkungan pasien
o Pertahankan teknik aseptik pada pasien
berisiko tinggi
o Ajarkan kepada pengunjung untuk mencuci
tangan sewaktu masuk dan meninggalkan
ruang pasien
1 Risiko perfusi serebral tidak Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen Peningkatan Tekanan Intrakranial
efektif selama …….x……. maka Perfusi Serebral Observasi

17
Meningkat dengan kriteria hasil :  Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis.
 Tingkat kesadaran meningkat Lesi, gangguan metabolisme, edema serebral)
 Kognitif meningkat  Monitor tanda /gejala peningkatan TIK (mis.
 Sakit kepala menurun Tekanan darah meningkat, tekanan nadi melebar,

 Gelisah menurun bradikardi, pola nafas ireguler, kesadaran

 Kecemasan menurun menurun)

 Agitasi menurun  Monitor MAP (Mean Arterial Pressure)

 Demam menurun  Monitor CVP (Central Venous Pressure), jika


perlu
 Tekanan arteri rata-rata membaik
 Monitor PAWP, jika perlu
 Tekanan intra kranial membaik
 Monitor PAP , jika perlu
 Tekanan darah sistolik membaik
 Monitor ICP (Intra Cranial Pressure), jika tersedia
 Tekanan darah diastolit membaik
 Monitor CPP (Cerebral Perfusion Pressure)
 Reflex saraf membaik
 Monitor gelombang ICP
 Monitor setatus pernapasan
 Monitor intake dan ouput cairan
 Monitor cairan serebro-spinalis (mis. Warna,
konsistensi)
Terapeutik
 Minimalkan stimulus dengan menyediakan
lingkungan yang tenang
 Berikan posisi semi Fowler
 Hindari maneuver valsava

18
 Cegah terjadinya kejang
 Hindari penggunaan PEEP
 Hindari pemberian cairan IV hipotonik
 Atur ventilator agar PaCO2 optimal
 Pertahankan suhu tubuh normal
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulsan,
jika perlu
 Kolaborasi pemberian diuretik osmosis, jika perlu
 Kolaborasi pemberian pelunak tinja , jika perlu
Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nyeri
selama .... X .... jam diharapkan tingkat Observasi
nyeri menurun dengan kriteria hasil :  Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
Tingkat nyeri : frekuensi, kualitas , intensitas nyeri
 Keluhan nyeri menurun  Identifikasi skala nyeri
 Meringis menurun  Identifikasi respons nyeri non verbal
 Sikap protektif menurun  Identifikasi faktor yang memperberat nyeri
 Gelisah menurun dan memperingan nyeri
 Kesulitan tidur menurun  Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
 Menarik diri menurun tentang nyeri

 Berfokus pada diri sendiri menurun  Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon

 Diaforesis menurun nyeri

 Perasaan depresi (tertekan) menurun  Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas

19
 Perasan takut mengalami cedera hidup
berulang menurun  Monitor keberhasilan terapi komplementer
 Anoreksia menurun yan sudah diberikan
 Perineum terasa tertekan menurun  Monitor efek samping penggunaan analgetik
 Uterus teraba membulat menurun Terapeutik

 Ketegangan otot menurun  Berikan teknik nonfarmakologis untuk

 Pupil dilatasi menurun mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis,

 Muntah menurun akupresur, terapi music, biofeedback, terapi


pijat, aromaterapi, teknik imajinasi
 Mual menurun
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi
 Frekuensi nadi membaik
bermain)
 Pola napas membaik
 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
 Tekanan darah membaik
nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan,
 Proses berpikir membaik
kebisingan)
 Fokus membaik
 Fasilitas istirahat dan tidur
 Fungsi kemih membaik
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
 Perilaku membaik
pemilihan strategi meredakan nyeri
 Nafsu makan membaik Edukasi
 Pola tidur membaik  Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan analgetik secara
tepat

20
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

21

Anda mungkin juga menyukai