Anda di halaman 1dari 31

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi

Hidrosefalus (kepala-air, istilah yang berasal dari bahasa Yunani: "hydro"


yang berarti air dan "cephalus" yang berarti kepala; sehingga kondisi ini sering
dikenal dengan "kepala air") adalah penyakit yang terjadi akibat gangguan aliran
cairan di dalam otak (cairan serebro spinal atau CSS). Gangguan itu menyebabkan
cairan tersebut bertambah banyak yang selanjutnya akan menekan jaringan otak di
sekitarnya, khususnya pusat-pusat saraf yang vital.

Hidrosefalus adalah suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan


bertambahnya cairan serebrospinalis, disebabkan baik oleh produksi yang
berlebihan maupun gangguan absorpsi, dengan atau pernah disertai tekanan
intrakanial yang meninggi sehingga terjadi pelebaran ruangan-ruangan tempat
aliran cairan serebrospinalis (Darto Suharso,2009)

Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan


bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial
yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel (Darsono, 2005:209).
Pelebaran ventrikuler ini akibat ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi
cairan serebrospinal. Hidrosefalus selalu bersifat sekunder, sebagai akibat penyakit
atau kerusakan otak. Adanya kelainan-kelainan tersebut menyebabkan kepala
menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun (DeVito EE et
al, 2007:328).

B. Anatomi dan Fisiologi Serebrospinal

CSS dibentuk di dalam system ventrikel serebrum, terutama oleh pleksus


koroideus. Masing-masing dari keempat ventrikel mempunyai jaringan pleksus
koroideus, yang terdiri atas lipatan vilosa dilapisi oleh epitel dan bagian tengahnya
mengandung jaringan ikat dengan banyak pembuluh darah. Cairan dibentuk melalui
sekresi dan difusi aktif. Terdapat sumber CSS nonkonroid, tetapi aspek
pembentukan cairan ini masih belum diketahui sebelumnya. Sistem ventrikel terdiri
atas sepasang ventrikel lateral, masing-masing dihubungkan oleh akuaduktus Sylvii
ke ventrikel keempat tunggal yang terletak di garis tengah dan memiliki tiga lubang
keluar, sepasang foramen Luschka di sebelah lateral dan sebuah foramen magendie
di tengah. Lubang-lubang ini berjalan menuju ke sebuah system yang saling
berhubungan dan ruang subaraknoid yang mengalami pembesaran fokal dan disebut
sisterna. Sisterna pada fosa posterior berhubungan dengan ruang subaraknoid diatas
konveksitas serebrum melalui jalur yang melintasi tentorium. Ruang subaraknoid
spinalis berhubungan dengan ruang subaraknoid intrakranium melalui sisterna
basalis.
Aliran CSS netto adalah dari ventrikel lateral menuju ventrikel ketiga
kemudian ke ventrikel keempat lalu ke sisterna basalis, tentorium, dan ruang
subaraknoid di atas konveksitas serebrum ke daerah sinus sagitalis, tempat
terjadinya penyerapan ke dalam sirkulasi sistemik. Aliran cairan ruang subaraknoid
spinalis adalah ke arah sefalad. Sebagian besar penyerapan CSS terjadi melalui
vilus araknoidalis dan masuk kedalam saluran vena sinus sagitalis, tetapi cairan
juga diserap melintasi lapisan ependim system ventrikel dan di ruang subaraknoid
spinalis.
Pada orang dewasa normal, volume total CSS adalah sekitar 150 mL, yang
25 % nya terdapat di dalam system ventrikel. CSS terbentuk dengan kecepatan
sekitar 20 mL/jam, yang mengisyaratkan bahwa perputaran CSS terjadi tiga sampai
empat kali sehari. Pembentukan CSS tetap berlangsung walaupun tekanan
intrakranial meningkat, kecuali apabila tekanan tersebut sangat tinggi. Dengan
demikian, harus terjadi penyerapan cairan untuk mengakomodasi volume CSS yang
dibentuk setiap hari.
C. Etiologi

Cairan Serebrospinal merupakan cairan jernih yang diproduksi dalam


ventrikulus otak oleh pleksus koroideus, Cairan ini mengalir dalam ruang
subaraknoid yang membungkus otak dan medula spinalis untuk memberikan
perlindungan serta nutrisi(Cristine Brooker:The Nurse’s Pocket Dictionary). CSS
yang dibentuk dalam sistem ventrikel oleh pleksus khoroidalis kembali ke dalam
peredaran darah melalui kapiler dalam piamater dan arakhnoid yang meliputi
seluruh susunan saraf pusat (SSP). Cairan likuor serebrospinalis terdapat dalam
suatu sistem, yakni sistem internal dan sistem eksternal. Pada orang dewasa normal
jumlah CSS 90-150 ml, anak umur 8-10 tahun 100-140 ml, bayi 40-60 ml, neonatus
20-30 ml dan prematur kecil 10-20 ml. Cairan yang tertimbun dalam ventrikel 500-
1500 ml (Darsono, 2005).

Aliran CSS normal ialah dari ventrikel lateralis melalui foramen monroe ke
ventrikel III, dari tempat ini melalui saluran yang sempit akuaduktus Sylvii ke
ventrikel IV dan melalui foramen Luschka dan Magendie ke dalam ruang
subarakhnoid melalui sisterna magna. Penutupan sisterna basalis menyebabkan
gangguan kecepatan resorbsi CSS oleh sistem kapiler. (DeVito EE et al, 2007:32)

Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan serebrospinal


(CSS) pada salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem
ventrikel dan tempat absorbsi dalam ruang subaraknoid. Akibat penyumbatan,
terjadi dilatasi ruangan CSS diatasnya (Allan H. Ropper, 2005). Teoritis
pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan kecepatan absorbsi yang abnormal
akan menyebabkan terjadinya hidrosefalus, namun dalam klinik sangat jarang
terjadi. Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi dan anak
ialah :

1) Kelainan Bawaan (Kongenital)

 Stenosis akuaduktus Sylvii merupakan penyebab terbayank pada


hidrosefalus bayi dan anak ( 60-90%). Aqueduktus dapat merupakan saluran
yang buntu sama sekali atau abnormal, yaitu lebih sempit dari biasa.
Umumnya gejala hidrosefalus terlihat sejak lahit atau progresif dengan
cepat pada bulan-bulan pertama setelah kelahiran.
 Spina bifida dan kranium bifida
Hidrosefalus pada kelainan ini biasanya yang berhubungan dengan sindrom
Arnould-Jhiari akibat tertariknya medulla spinalis dengan medulla
oblongata dan cerebellum letaknya lebih rendah dan menutupi foramen
magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian atau total.
 Sindrom Dandy-Walker
Merupakan atresia congenital Luscha dan Magendie yang menyebabkan
hidrosefalus obtruktif dengan pelebaran system ventrikel terutama ventrikel
IV, yang dapat sedemikian besarnya sehingga merupakan suatu kista yang
besar di daerah fosa pascaerior.
 Kista araknoid dan anomali pembuluh darah
Dapat terjadi congenital tapi dapat juga timbul akibat trauma sekunder suatu
hematoma.
 Anomali Pembuluh Darah

2) Infeksi

Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen sehingga dapat terjadi


obliterasi ruangan subarahnoid. Pelebaran ventrikel pada fase akut meningitis
purulenta terjadi bila aliran CSS terganggu oleh obstruksi mekanik eksudat pirulen
di aqueduktus sylviin atau system basalis. Hidrosefalus banyak terjadi pada klien
pasca meningitis. Pembesaran kepala dapat terjadi beberapa minggu sampai
beberapa bulan sesudah sembuh dari meningitis. Secara patologis terlihat pelebaran
jaringan piamater dan arahnoid sekitar system basalis dan daerah lain. Pada
meningitis serosa tuberkulosa, perlekatan meningen terutama terdapat di daerah
basal sekitar sistem kiasmatika dan interpendunkularis, sedangkan pada meningitis
purunlenta lokasisasinya lebih tersebar.

3) Neoplasma

Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat


aliran CSS. Pengobatannya dalam hal ini di tujukan kepada penyebabnya dan
apabila tumor tidak di angkat, maka dapat di lakukan tindakan paliatif dengan
mengalihkan CSS melalui saluran buatan atau pirau. Pada anak, penyumbatan
ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii biasanya suatu glioma yang berasal dari
serebelum, penyumbatan bagian depan ventrikel III disebabkan kraniofaringioma.
4) Perdarahan

Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan


fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang
terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri (Allan H. Ropper, 2005:360).

D. Klasifikasi

Beberapa tife hydrocephalus yang berhubungan dengan peningkatan tekanan


intrakranial :

1. Hydrocephalus komunikan

Apabila obstruksinya terdapat pada rongga subaracnoid, sehingga terdapat


aliran bebas CSS dalam sistem ventrikel sampai ke tempat sumbatan. Jenis ini tidak
terdapat obstruksi pada aliran CSS tetapi villus arachnoid untuk mengabsorbsi CSS
terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit atau malfungsional. Umumnya terdapat
pada orang dewasa, biasanya disebabkan karena dipenuhinya villus arachnoid
dengan darah sesudah terjadinya hemmorhage subarachnoid (klien
memperkembangkan tanda dan gejala – gejala peningkatan ICP). Jenis ini tidak
terdapat obstruksi pada aliran CSS tetapi villus arachnoid untuk mengabsorbsi CSS
terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit atau malfungsional. Umumnya terdapat
pada orang dewasa, biasanya disebabkan karena dipenuhinya villus arachnoid
dengan darah sesudah terjadinya hemmorhage subarachnoid (klien
memperkembangkan tanda dan gejala – gejala peningkatan ICP)

2. Hydrocephalus non komunikan

Apabila obstruksinya terdapat terdapat didalam sistem ventrikel sehingga


menghambat aliran bebas dari CSS. Biasanya gangguan yang terjadi pada
hidrosefalus kongenital adalah pada sistem vertikal sehingga terjadi bentuk
hidrosefalus non komunikan. Biasanya diakibatkan obstruksi dalam sistem
ventrikuler yang mencegah bersikulasinya CSS. Kondisi tersebut sering dijumpai
pada orang lanjut usia yang berhubungan dengan malformasi congenital pada
system saraf pusat atau diperoleh dari lesi (space occuping lesion) ataupun bekas
luka. Pada klien dewasa dapat terjadi sebagai akibat dari obstruksi lesi pada sistem
ventricular atau bentukan jaringan adhesi atau bekas luka didalam system di dalam
system ventricular. Pada klien dengan garis sutura yang berfungsi atau pada anak–
anak dibawah usia 12–18 bulan dengan tekanan intraranialnya tinggi mencapai
ekstrim, tanda–tanda dan gejala–gejala kenaikan ICP dapat dikenali. Pada anak-
anak yang garis suturanya tidak bergabung terdapat pemisahan / separasi garis
sutura dan pembesaran kepala.

3. Hidrocephalus Bertekan Normal ( Normal Pressure Hidrocephalus )

Di tandai pembesaran sister basilar dan fentrikel disertai dengan kompresi


jaringan serebral, dapat terjadi atrofi serebral. Tekanan intrakranial biasanya
normal, gejala – gejala dan tanda – tanda lainnya meliputi ; dimentia, ataxic gait,
incontinentia urine. Kelainan ini berhubungan dengan cedera kepala, hemmorhage
serebral atau thrombosis, mengitis; pada beberapa kasus (Kelompok umur 60 – 70
tahun) ada kemingkinan ditemukan hubungan tersebut.

E. Patofisiologi

Hidrocephalus ini bisa terjadi karena konginetal (sejak lahir), infeksi


(meningitis,pneumonia,TBC), pendarahan di kepala dan faktor bawaan (stenosis
aquaductus sylvii) sehingga menyebabkan adanya obstruksi pada system
ventrikuler atau pada ruangan subarachnoid, ventrikel serebral melebar,
menyebabkan permukaan ventrikuler mengkerut dan merobek garis ependymal.
White mater dibawahnya akan mengalami atrofi dan tereduksi menjadi pita yang
tipis. Pada gray matter terdapat pemeliharaan yang bersifat selektif, sehingga
walaupun ventrikel telah mengalami pembesaran gray matter tidak mengalami
gangguan. Proses dilatasi itu dapat merupakan proses yang tiba – tiba / akut dan
dapat juga selektif tergantung pada kedudukan penyumbatan. Proses akut itu
merupakan kasus emergency.
Pada bayi dan anak kecil sutura kranialnya melipat dan melebar untuk
mengakomodasi peningkatan massa cranial. Jika fontanela anterior tidak tertutup
dia tidak akan mengembang dan terasa tegang pada perabaan.Stenosis aquaductal
(Penyakit keluarga / keturunan yang terpaut seks) menyebabkan titik pelebaran
pada ventrikel laterasl dan tengah, pelebaran ini menyebabkan kepala berbentuk
khas yaitu penampakan dahi yang menonjol secara dominan (dominan Frontal
blow). Syndroma dandy walkker akan terjadi jika terjadi obstruksi pada foramina
di luar pada ventrikel IV. Ventrikel ke IV melebar dan fossae posterior menonjol
memenuhi sebagian besar ruang dibawah tentorium. Klien dengan tipe
hidrosephalus diatas akan mengalami pembesaran cerebrum yang secara simetris
dan wajahnya tampak kecil secara disproporsional.

Pada orang yang lebih tua, sutura cranial telah menutup sehingga membatasi
ekspansi masa otak, sebagai akibatnya menujukkan gejala : Kenailkan ICP sebelum
ventrikjel cerebral menjadi sangat membesar. Kerusakan dalam absorbsi dan
sirkulasi CSF pada hidrosephalus tidak komplit. CSF melebihi kapasitas normal
sistim ventrikel tiap 6 – 8 jam dan ketiadaan absorbsi total akan menyebabkan
kematian.
Pada pelebaran ventrikular menyebabkan robeknya garis ependyma normal yang
pada didning rongga memungkinkan kenaikan absorpsi. Jika route kolateral cukup
untuk mencegah dilatasi ventrikular lebih lanjut maka akan terjadi keadaan
kompensasi.

F. Manifestasi Klinis

Tanda awal dan gejala hidrosefalus tergantung pada derajat


ketidakseimbangan kapasitas produksi dan resorbsi CSS (Darsono, 2005). Gejala-
gejala yang menonjol merupakan refleksi adanya hipertensi intrakranial.
Manifestasi klinis dari hidrosefalus pada anak dikelompokkan menjadi dua
golongan, yaitu :

1. Hidrosefalus terjadi pada masa neonatus


Meliputi pembesaran kepala abnormal, gambaran tetap hidrosefalus kongenital dan
pada masa bayi. Lingkaran kepala neonatus biasanya adalah 35-40 cm, dan
pertumbuhan ukuran lingkar kepala terbesar adalah selama tahun pertama
kehidupan. Kranium terdistensi dalam semua arah, tetapi terutama pada daerah
frontal. Tampak dorsum nasi lebih besar dari biasa. Fontanella terbuka dan tegang,
sutura masih terbuka bebas. Tulang-tulang kepala menjadi sangat tipis. Vena-vena
di sisi samping kepala tampak melebar dan berkelok. (Peter Paul Rickham, 2003).

2. Hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak-kanak

Pembesaran kepala tidak bermakna, tetapi nyeri kepala sebagai manifestasi


hipertensi intrakranial. Lokasi nyeri kepala tidak khas. Dapat disertai keluhan
penglihatan ganda (diplopia) dan jarang diikuti penurunan visus. Secara umum
gejala yang paling umum terjadi pada pasien-pasien hidrosefalus di bawah usia dua
tahun adalah pembesaran abnormal yang progresif dari ukuran kepala. Makrokrania
mengesankan sebagai salah satu tanda bila ukuran lingkar kepala lebih besar dari
dua deviasi standar di atas ukuran normal. Makrokrania biasanya disertai empat
gejala hipertensi intrakranial lainnya yaitu:

1. Fontanel anterior yang sangat tegang.


2. Sutura kranium tampak atau teraba melebar.
3. Kulit kepala licin mengkilap dan tampak vena-vena superfisial menonjol.
4. Fenomena ‘matahari tenggelam’ (sunset phenomenon).

Gejala hipertensi intrakranial lebih menonjol pada anak yang lebih besar
dibandingkan dengan bayi. Gejalanya mencakup: nyeri kepala, muntah, gangguan
kesadaran, gangguan okulomotor, dan pada kasus yang telah lanjut ada gejala
gangguan batang otak akibat herniasi tonsiler (bradikardia, aritmia respirasi).
(Darsono, 2005:213)

Kepala bisa berukuran normal dengan fontanela anterior menonjol, lama kelamaan
menjadi besar dan mengeras menjadi bentuk yang karakteristik oleh peningkatan
dimensi ventrikel lateral dan anterior – posterior diatas proporsi ukuran wajah dan
bandan bayi. Puncak orbital tertekan ke bawah dan mata terletak agak kebawah dan
keluar dengan penonjolan putih mata yang tidak biasanya. Tampak adanya dsitensi
vena superfisialis dan kulit kepala menjadi tipis serta rapuh.Uji radiologis : terlihat
tengkorak mengalami penipisan dengan sutura yang terpisah – pisah dan pelebaran
vontanela. Ventirkulogram menunjukkan pembesaran pada sistim ventrikel . CT
scan dapat menggambarkan sistim ventrikuler dengan penebalan jaringan dan
adnya massa pada ruangan Occuptional. Pada bayi terlihat lemah dan diam tanpa
aktivitas normal. Proses ini pada tipe communicating dapat tertahan secara spontan
atau dapat terus dengan menyebabkan atrofi optik, spasme ekstremitas, konvulsi,
malnutrisi dan kematian, jika anak hidup maka akan terjadi retardasi mental dan
fisik.

a) Bayi :
1. Kepala menjadi makin besar dan akan terlihat pada umur 3 tahun.
2. Keterlambatan penutupan fontanela anterior, sehingga fontanela menjadi
tegang, keras, sedikit tinggi dari permukaan tengkorak.
3. Tanda – tanda peningkatan tekanan intracranial antara lain :
4. Muntah
5. Gelisah
6. Menangis dengan suara ringgi
7. Peningkatan sistole pada tekanan darah, penurunan nadi, peningkatan
pernafasan dan tidak teratur, perubahan pupil, lethargi – stupor.
8. Peningkatan tonus otot ekstrimitas
9. Dahi menonjol bersinar atau mengkilat dan pembuluh-pembuluh darah
terlihat jelas.
10. Alis mata dan bulu mata ke atas, sehingga sclera telihat seolah-olah di atas
Iris
11. Bayi tidak dapat melihat ke atas, “sunset eyes”
12. Strabismus, nystagmus, atropi optic
13. Bayi sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas.

b) Anak yang telah menutup suturanya :


Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial :
1. Nyeri kepala
2. Muntah
3. Lethargi, lelah, apatis, perubahan personalitas
4. Ketegangan dari sutura cranial dapat terlihat pada anak berumur 10 tahun
5. Penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer
6. Strabismus
7. Perubahan pupil

G. Pemeriksaan Diagnosis
Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil
pemeriksaan fisik dan psikis, untuk keperluan diagnostik hidrosefalus dilakukan
pemeriksaan-pemeriksaan penunjang, yaitu :
1. Rontgen foto kepala
Dengan prosedur ini dapat diketahui:
a. Hidrosefalus tipe kongenital/infantile, yaitu: ukuran kepala, adanya
pelebaran sutura, tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial kronik
berupa imopressio digitate dan erosi prosessus klionidalis posterior.
b. Hidrosefalus tipe juvenile/adult oleh karena sutura telah menutup maka
dari foto rontgen kepala diharapkan adanya gambaran kenaikan tekanan
intrakranial.
2. Transiluminasi
Syarat untuk transiluminasi adalah fontanela masih terbuka, pemeriksaan ini
dilakukan dalam ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi selama 3
menit. Alat yang dipakai lampu senter yang dilengkapi dengan rubber adaptor.
Pada hidrosefalus, lebar halo dari tepi sinar akan terlihat lebih lebar 1-2 cm.

3. Lingkaran kepala
Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai, jika penambahan lingkar
kepala melampaui satu atau lebih garis-garis kisi pada chart (jarak antara dua
garis kisi 1 cm) dalam kurun waktu 2-4 minggu. Pada anak yang besar
lingkaran kepala dapat normal hal ini disebabkan oleh karena hidrosefalus
terjadi setelah penutupan suturan secara fungsional.
Tetapi jika hidrosefalus telah ada sebelum penutupan suturan kranialis
maka penutupan sutura tidak akan terjadi secara menyeluruh.
4. Ventrikulografi
Yaitu dengan memasukkan konras berupa O2 murni atau kontras lainnya
dengan alat tertentu menembus melalui fontanela anterior langsung masuk ke
dalam ventrikel. Setelah kontras masuk langsung difoto, maka akan terlihat
kontras mengisi ruang ventrikel yang melebar. Pada anak yang besar karena
fontanela telah menutup untuk memasukkan kontras dibuatkan lubang dengan
bor pada kranium bagian frontal atau oksipitalis. Ventrikulografi ini sangat
sulit, dan mempunyai risiko yang tinggi. Di rumah sakit yang telah memiliki
fasilitas CT Scan, prosedur ini telah ditinggalkan.

5. Ultrasonografi
Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan USG
diharapkan dapat menunjukkan system ventrikel yang melebar. Pendapat lain
mengatakan pemeriksaan USG pada penderita hidrosefalus ternyata tidak
mempunyai nilai di dalam menentukan keadaan sistem ventrikel hal ini
disebabkan oleh karena USG tidak dapat menggambarkan anatomi sistem
ventrikel secara jelas, seperti halnya pada pemeriksaan CT Scan.
6. CT Scan kepala
Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya
pelebaran dari ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas
ventrikel lebih besar dari occipital horns pada anak yang besar. Ventrikel IV
sering ukurannya normal dan adanya penurunan densitas oleh karena terjadi
reabsorpsi transependimal dari CSS.
Pada hidrosefalus komunikans gambaran CT Scan menunjukkan dilatasi
ringan dari semua sistem ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di proksimal
dari daerah sumbatan.

Gambar 2 . CT Scan hidrosefalus

7. MRI kepala
MRI kepala dapat menunjukkan gambaran anatomi kepala secara mendetail
dan bermanfaat untuk mengidentifikasi tempat obstruksi

Gambar . MRI kepala dengan hidrosefalus


H. Penatalaksanaan

Penanganan hidrocefalus masuk pada katagori ”live saving and live sustaining”
yang berarti penyakit ini memerlukan diagnosis dini yang dilanjutkan dengan
tindakan bedah secepatnya. Keterlambatan akan menyebabkan kecacatan dan
kematian sehingga prinsip pengobatan hidrocefalus harus dipenuhi yakni:

1. Tirah baring total :

 Jegah resiko /gejala peningkatan tekanan intrakranial


 Cegah resiko cedera
 Cegah gangguan neurologis

2. Observasi tanda-tanda vital (GCS tingkat kesadaraan).


3. Pemberian obat-obatan

 Deksamethason/kalmetason sebagai pengobatan anti-edema serebri,


dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.
 Pengobatan anti-edema dengan larutan hipertonis, yaitu manitol 20%,
atau Glukosa 40% atau Gliserol 10%.
 Antibiotik yang memiliki efek barier darah otak (penisilin) atau untuk
infeksi anaerob diberikan Mentronidazol.
 Makanan atau cairan, bila muntah dapat diberikan cairan infus
Dekstrosa 5%, 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
 Pengobatan dengan Azetazolamid (Diamoks) untuk inhibisi LCS.

4. Mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan merusak pleksus


koroidalis dengan tindakan reseksi atau pembedahan, atau dengan obat
azetasolamid (diamox) yang menghambat pembentukan cairan
serebrospinal.
5. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi caira serebrospinal dengan
tempat absorbsi, yaitu menghubungkan ventrikel dengan subarachnoid
6. Pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ ekstrakranial, yakni:
 Drainase ventrikule-peritoneal
 Drainase Lombo-Peritoneal
 Drainase ventrikulo-Pleural
 Drainase ventrikule-Uretrostomi
 Drainase ke dalam anterium mastoid
 Mengalirkan cairan serebrospinal ke dalam vena jugularis dan jantung
melalui kateter yang berventil (Holter Valve/katup Holter) yang
memungkinkan pengaliran cairan serebrospinal ke satu arah. Cara ini
merupakan cara yang dianggap terbaik namun, kateter harus diganti
sesuai dengan pertumbuhan anak dan harus diwaspadai terjadinya
infeksi sekunder dan sepsis.
 Tindakan bedah pemasangan selang pintasan atau drainase dilakukan
setelah diagnosis lengkap dan pasien telah di bius total. Dibuat sayatan
kecil di daerah kepala dan dilakukan pembukaan tulang tengkorak dan
selaput otak, lalu selang pintasan dipasang. Disusul kemudian dibuat
sayatan kecil di daerah perut, dibuka rongga perut lalu ditanam selang
pintasan, antara ujung selang di kepala dan perut dihubiungakan dengan
selang yang ditanam di bawah kulit hingga tidak terlihat dari luar.
 Pengobatan modern atau canggih dilakukan dengan bahan shunt atau
pintasan jenis silicon yang awet, lentur, tidak mudah putus.

I. Komplikasi
a. Infeksi
Berupa peritonitis, meningitis atau peradangan sepanjang saluran
subkutan. Pada pasien-pasien dengan VA Shunt. Bakteri aleni dapat
mengawali terjadinya Shunt Nephritis yang biasanya disebabkan
Staphylococcus epidermis ataupun aureus, dengan risiko terutama pada
bayi. Profilaksis antibiotik dapat mengurangi risiko infeksi.

b. Hematoma Subdural
Ventrikel yang kolaps akan menarik permukaan korteks serebri dari
duramater. Pasien post operatif diletakkan dalam posisi terlentang
mengurangi risiko sedini mungkin.
c. Obstruksi
Dapat ditimbulkan oleh:
 Ujung proksimal tertutup pleksus khoroideus.
 Adanya serpihan-serpihan (debris).
 Gumpalan darah.
 Ujung distal tertutup omentum.
 Pada anak-anak yang sedang tumbuh dengan VA Shunt, ujung distal
kateter dapat tertarik keluar dari ruang atrium kanan, dan
mengakibatkan terbentuknya trombus dan timbul oklusi.
d. Keadaan CSS yang rendah
Beberapa pasien Post shunting mengeluh sakit kepala
dan vomiting pada posisi duduk dan berdiri, hal ini ternyata disebabkan
karena tekanan CSS yang rendah, keadaan ini dapat diperbaiki dengan
jalan:
- Intake cairan yang banyak.
- Katup diganti dengan yang terbuka pada tekanan yang tinggi.
e. Asites oleh karena CSS
Asites CSS ataupun pseudokista pertama kali dilaporkan oleh Ames,
kejadian ini diperkirakan 1% dari penderita dengan VP shunt. Adapun
patogenesisnya masih bersifat kontroversial. Diduga sebagai penyebab
kelainan ini adalah pembedahan abdominal sebelumnya, peritonitis,
protein yang tinggi dalam CSS. Asites CSS biasanya terjadi pada anak
dengan tekanan intrakranial di mana gejala yang timbul dapat berupa
distensi perut, nyeri perut, mual dan muntah-muntah.
f. Kraniosinostosis
Keadaan ini terjadi sebagai akibat dari pembuatan shunt pada
hidrosefalus yang berat, sehingga terjadi penututupan dini dari sutura
kranialis.
J. WOC

Kelainan
Infeksi Pendarahan
kongenital Neoplasma
Meningitis Obtruksi oleh pendarahan
Obstruksi aliran Pembesaran
purulen jaringan di ruang
CSS di sistem Meningkatan jumlah
ventrikel subaraknoid cairan dalam ruang
Aliran CSS
terganggu subaranoid
Hidrosefalus Sumbatan pd
Peningkatan jumlah cairan
serebrospinal (CSS)

penurunan 1. Peningkatan TIK


neurologi Pembesaran
kepala
kejang
Asupan nutrisi Kelemahan fisik
penurunan tingkat tidak adekuat umum
kesadaran
3. Gangguan
2. Gangguan nutrisi mobilitas fisik
4. Resiko cedera kurang dari
kebutuhan tubuh
K. Landasan Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
Pada pengkajian dilakukan wawancara dan pemeriksaan
laboratorium untuk memperoleh informasi dan data yang nantinya akan
digunakan sebagai dasar untuk membuat rencana asuhan keperawatan
klien. Dari wawancara akan diperoleh informasi tentang biodata, keluhan
utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat kesehatan atau penyakit di masa
lalu, riwayat kesehatan keluarga, pola aktifitas sehari-hari, dan riwayat
psikososial.
a. Keadaan Umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, dan
tingkat kesadaran kualitatif atau GCS.
b. Tanda-tanda Vital
Meliputi pemeriksaan:
Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang
berbeda, kaji tekanan nadi, dan kondisi patologis.
Pulse rate meningkat/menurun tergantung dari mekanisme
kompensasi, sistem konduksi jantung & pengaruh sistem saraf
otonom.
Respiratory rate
c. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum Meliputi kondisi seperti tingkat
ketegangan/kelelahan, dan tingkat
kesadaran kualitatif atau GCS.
b. TB/BB
c. Kepala Biasanya anak yang mengalami
- Lingkar Kepala hidrosepalus mengalami pembesaran
- Rambut pada lingkar kepalanya.
:
Lingkar kepala normal :
- 34 – 41 cm untuk bayi usia 1 bulan. :

- 36 – 42.5 cm untuk bayi usia 2 bulan. :


- 37.5 – 44 cm untuk bayi usia 3 bulan.
- 38.5 – 45 cm untuk bayi usia 4 bulan. :

- 39.5 – 45.5 cm untuk bayi usia 5 :


bulan.
- 40 – 46 cm untuk bayi usia 6 bulan.
- 40.5 – 47 cm untuk bayi usia 7 bulan
- 41 – 47.5 cm untuk bayi usia 8 bulan
- 41.5 – 48 cm untuk bayi usia 9 bulan
- 42 – 48.5 cm untuk bayi usia 10 bulan
- 42.5 – 49 cm untuk bayi usia 11 bulan
- 43 – 49.5 cm untuk bayi usia 12 bulan
- 5. Bayi Usia 12 – 24 Bulan (1 – 2
Tahun)
- 43 – 49.5 cm untuk bayi usia 12 bulan
- 43.5 – 49.5 cm untuk bayi usia 15
bulan
- 44 – 50.5 cm untuk bayi usia 18 bulan
- 44.5 – 51 cm untuk usia 21 bulan
- 45 – 51.5 cm untuk bayi usia 24 bulan
(2 tahun)
- 45 – 51.5 cm saat usia 24 bulan (2
tahun)
- 45.5 – 52 cm saat usia 30 bulan (2.5
tahun)
- 45.5 – 52.5 cm saat usia 36 bulan (3
tahun
d. Mata Perhatikan apakah sklera bayi ikterik,
Konjunctiva anemis atau tidak, Palpebra,
serta pupilnya apakah mengalami
pelebaran dan bagaimana respon terhadap
cayaha.
e. Telinga Perhatikan apakah ada serumen dan
bagaimana fungsi pendengaran anak.

f. Hidung Simetris/Tidak Simetris, bagaimana


septum dan apakah ada polip atau tidak.

g. Mulut Perhatikan kebersihan mulut, warna bibir


dan kelembaban. Perhatikan juga lidah
apakah bersih atau tidak serta gigi

h. Leher - Kelenjar Getah Bening


- Kelenjar Tiroid
- JVP
i. Dada Lakukan inspeksi pergerakan dinding
dada dan juga auskultasi suara nafas.

j. Jantung Apakah ada suara jantung tambahan atau


apakah ictus cordis terlihat atau terba

k. Perut Inspeksi apakah ada asites atau tidak,


palpasi apakah ada nyeri tekan, dn
auskultasi untuk mengetahui bising usus.

l. Punggung Bagaimana bentuknya

m. Ekstremitas Kekuatan dan Tonus Otot


Reflek-reflek

n. Genitalia
o. Kulit Warna
Turgor
Integritas
Elastisitas

p. Pemeriksaan Meliputi pemeriksaan 12 saraf cranial.


Neurologis

L. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan


tekanan intracranial
2. Hipertermi berhubungan dengan peingkatan tekanan intracranial
3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penekanan pusat pernafasan
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual muntah
5. Nyeri berhubungan dengan agen cidera biologis

M. Rencana Asuhan Keperawatan

No Nanda Nic Noc


1. Gangguan perfusi Kemampuan kognitif Peningkatan perfusi jaringan
jaringan serebral Indikator : Tindakan :
b.d peningkatan  Berkomunikasi jelas  Atasi hipertensi dengan
tekanan atau tidak sesuai memperluas volume atau
intracranial denngan usia dan inotropik atau agen
kemampuan vasokonstriksi sesuai
 Perhatian, konsenterasi indikasi untuk
 Memori jangka panjang mempertahankan
dan saat ini parameter hemodinamik
 Pengolahan informasi dan mempertahankan atau
 Membuat keputusan mengoptimalkan tekanan
yang tepat perfusi serebral.
 Monitor tanda-tanda
Status neurologikal perdarahan.
Indikator :  Monitor status neurologi.
 status mental  Hitung dan monitor
 kesadaran tekanan perfusi serebral.
 kontrol motor pusat  Monitor TIK dan respon
(perubahan respon neurologi untuk aktivitas
motorik) perawatan.
 sulit menelan  Monitor tekanan arteri
Perfusi jaringan : serebral rata-rata.
 Monitor tekanan
kardiovaskuler
 Monitor hasil laboratorium
untuk perubahan
oksigenasi atau
keseimbangan asam basa.

 Monitor intake dan output.


 Monitoring tekanan
intracranial (ICP)
 Monitoring neurologis
 Terapi oksigen
 Monitoring tanda-tanda
vital
2. Hipertermi b.d  Termoregulasi  Pengobatan Panas
peningkatan TIK Indikator Tindakan :
- Memonitor suhu sesuai
- Suhu tubuh normal
kebutuhan
- Tidak ada sakit kepala /
- Memonitor tekanan darah, nadi,
pusing
dan respirasi
- Tidak ada nyeri otot
- Memonitor derajat penurunan
- Tidak ada perubahan warna
kesadaran
kulit
- Memonitor kemampuan
-Nadi, respirasi dalam batas
aktivitas
normal
- Memonitor leukosit dan
- Hidrasi adekuat
hematokrit
- Pasien menyatakan nyaman
- Memonitor intake dan output
- Tidak mengigil
- Mendorong peningkatan intake
- Tidak kejang
cairan
- Memberikan cairan intravena
- Memberikan obat anti piretik
untuk mencegah klien
menggigil/kejang
- Memberikan obat antibiotik
untuk mengobati penyebab
demam
- Mengompres dengan air dingin
di selangkangan dan dahi
- Menganjurkan klien memakai
baju berbahan dingin, tipis, dan
menyerap keringat
3. Gangguan Keseimbangan elektrolit dan Manajemen asam basa
pertukaran gas asam basa Aktivitas :
b.d penekanan Indikator :  Jaga kepatenan jalan
pusat pernapasan - Denyut jantung : DBH* napas
- Irama jantung : DBH  Pantau ABG dan level
- Pernapasan : DBH elektrolit
- Irama napas : DBH  Monitor status
- Sodium serum hemodinamik termasuk
- Pottasium serum CVP (tekanan vena
- Klorida serum sentral), MAP (tekanan
- Kalsium serum arteri rata-rata), PAP
- Magnesium serum (tekanan arteri paru)
- pH serum : DBN*  Pantau kehilangan asam
- Albumin serum : DBN (muntah, diare, diuresis,
- Kreatinin serum : DBN melalui nasogastrik) dan
- Bikarbonat serum :DBN bikarbonat (drainase
fistula dan diare)
 Posisikan untuk
memfasilitasi ventilasi
yang adekuat seperti
membuka jalan napas
dan menaikkan kepala
tempat tidur
 Pantau gejala gagal
pernapasan seperti PaO2
yang rendah,
peningkatan PaCO2, dan
kelemahan otot napas
 Pantau pola napas
 Pantau factor penentu
pengangkutan oksigen
jaringan seperti PaO2,
SaO2, kadar Hb dan
cardiac output
 Sediakan terapi oksigen
 Berikan dukungan
ventilasi mekanik
 Pantau factor penentu
konsumsi oksigen
seperti SvO2, avDO2
(perbedaan oksigen
arterivena)
 Pantau
ketidakseimbangan
elektrolit yang semakin
buruk dengan
mengoreksi
ketidakseimbangan
asam basa
 Dorong pasien dan
keluarga untuk aktif
dalam pengobatan
ketidakseimbangan
asam basa
4. Nutrisi kurang Status nutrisi Manajemen nutrisi
dari kebutuhan Indikator : Tindakan :
b.d penekanan  Asupan zat gizi  Mengontrol penyerapan
pusat muntah  Asupan makanan dan makanan/cairan dan
cairan menghilang intake kalori
 Energi harian, jika diperlukan
 Indeks masa tubuh  Memantau ketepatan urutan
 Berat badan makanan
 Menetukan kebutuhan
makanan saluran nasogastric
 Menghentikan penggunaan
saluran makanan, jika intake
oral dapat dimaklumi

Bantuan penambahan berat


badan
Tindakan :
 Menimbang berat badan
pada jarak waktu tertentu jika
diperlukan.
 Memantau mual dan
muntah
 Mengontrol konsumsi
kalori harian
 Anjurkan meningkatkan
intake kalori
 Menunjukan bagaimana
cara meningkatkan intake
kalori
5. Gangguan rasa Kontrol nyeri Managemen nyeri
nyaman nyeri b.d Indikator: Tindakan:
penekanan pusat  Menilai factor penyebab  Gunakan komunikasi yang
nyeri  Gunakan ukuran pencegahan terapeutik agar pasien dapat
 Penggunaan analgesic yang menyatakan pengalamannya
tepat terhadap nyeri serta dukungan
 Gunakan tanda –tanda vital dalam merespon nyeri
memantau perawatan  Evaluasi bersama pasien dan
 Laporkan tanda / gejala nyeri tenaga kesehatan lainnya dalam
pada tenaga kesehatan menilai efektifitas pengontrolan
professional nyeri yang pernah dilakukan

 Menilai gejala dari nyeri  Tentukan tingkat kebutuhan

 Gunakan catatan nyeri pasien yang dapat memberikan


kenyamanan pada pasien dan
rencana keperawatan
 Kontrol faktor lingkungan yang
dapat menimbulkan
ketidaknyamanan pada pasien
(suhu ruangan, pencahayaan,
keributan)
 Ajari untuk menggunakan tehnik
non-farmakologi (spt:
biofeddback, TENS, hypnosis,
relaksasi, terapi musik, distraksi,
terapi bermain, acupressure,
apikasi hangat/dingin, dan
pijatan ) sebelum, sesudah dan
jika memungkinkan, selama
puncak nyeri , sebelum nyeri
terjadi atau meningkat, dan
sepanjang nyeri itu masih
terukur.
 Kolaborasikan dengan pasien
dan tenaga kesehatan lainnya
untuk memilih dan
mengimplementasikan metoda
dalam mengatasi nyeri secara
non-farmakologi.
 Menyediakan analgesic yang
dibutuhkan dalam mengatasi
nyeri
 Modifikasi metode kontrol nyeri
sesuai dengan respon pasien
 Anjurkan untuk istirahat/tidur
yang adekuat untuk mengurangi
nyeri
 Menyertakan keluarga dalam
mengembangkan metoda
mengatasi nyeri

Pemberian analgesik
Tindakan:
 Menentukan lokasi ,
karakteristik, mutu, dan
intensitas nyeri sebelum
mengobati pasien
 Periksa order/pesanan medis
untuk obat, dosis, dan frekuensi
yang ditentukan analgesik
 Cek riwayat alergi obat
 Tentukan analgesik yang cocok,
rute pemberian dan dosis
optimal.
 Monitor TTV sebelum dan
sesudah pemberian obat narkotik
dengan dosis pertama atau jika
ada catatan luar biasa.
Memberikan perawatan yang
dibutuhkan dan aktifitas lain yang
memberikan efek relaksasi
sebagai respon dari analgesi
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin arif. (2008). Asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem
persarafan. Jakarta : selemba medika.
J.corwin elizaberth. (2009). Buku saku patofisiologi. Jakarta : EGC.

Suharso Darto, 2009, Pedoman Diagnosis dan Terapi, F.K. Universitas


Airlangga, Surabaya.

DeVito EE, Salmond CH, Owler BK, Sahakian BJ, Pickard JD. 2007. Caudate
structural abnormalities in idiopathic normal pressure hydrocephalus. Acta
Neurol Scand.

Darsono dan Himpunan dokter spesialis saraf indonesia dengan UGM. 2005.
Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta: UGM Press.

Allan H. Ropper, Robert H.Brown. 2005. Pain and Other Disorders Of


Somatic Sensation, Headache, and Backache in: Adams and Victor’s
Principles of Neurology, McGraw-Hill Companies

Peter Paul Rickham. 2003. Obituaries. BMJ 2003: 327: 1408-doi: 10.1136/
bmj.327.7428.1408.

Anda mungkin juga menyukai