Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

Epiphysiolisis adalah fraktur pada anak-anak yang melibatkan lempeng


pertumbuhan. Lempeng pertumbuhan adalah suatu bagian tulang yang relatif
lemah, strain sendi yang dapat menyebabkan cedera ligamen pada orang dewasa
cenderung akibat terjadi pemisahan pada lempeng pertumbuhan saat mereka
masih anak-anak.1.7
Fraktur biasanya berjalan melintang melalui lapisan hipertrofik atau
lapisan kapur pada lempeng pertumbuhan, sering masuk ke dalam metafisis pada
salah satu tepi dan mencakup bibir segitiga dari tulang. Hal ini tidak memberi
banyak efek pada pertumbuhan longitudinal, yang terjadi dalam lapisan germinal
fisis dan lapisan fisis yang bertumbuh. Tetapi kalau fraktur melintasi lapisan
reproduksi maka dapat berakibat penulangan prematur pada bagian yang
mengalami cedera dan menyebabkan gangguan pertumbuhan tulang. Klasifikasi
yang paling banyak digunakan adalah Salter dan Harris yang membedakan lima
jenis fraktur.1,2
Patah tulang piringan epifiseal menimbulkan permasalahan khusus dalam
hubungannya dengan diagnosa maupun perawatan, selain itu patah tulang ini
menimbulkan resiko komplikasi dengan gangguan serius pertumbuhan local dan
perkembangan pembentukan tulang selanjutnya selama masa pertumbuhan tulang
sehingga klasifikasi luka sangat berpengaruh dalam perawatan dan dapat sebagai
petunjuk komplikasi jangka panjang yang mungkin terjadi.2
Maka dari itu penanganan patah tulang pada anak membutuhkan
pertimbangan bahwa anak masih tumbuh. Disamping itu kemampuan
penyembuhan anak lebih cepat dan karena itulah perpendekan serta perubahan
bentuk akibat patah tulang lebih dapat ditoleransi oleh anak

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1
2.1. Epidemiologi

Fraktur fisis dilaporkan terjadi antara 15-30% dari total semua trauma
skeletal pada anak.-anak, terjadi biasanya pada umur setelah 10 tahun. Kurang
lebih dari trauma fisis terjadi dalam kisaran umur 10-16 tahun. Lebih sering
terjadi pada anak laki-laki. Distal radius merupakan tempat yang secara anatomi
paling sering terjadi, berkisar 30-60% dari semua kasus. Sistem klasifikasi Salter-
Harris paling sering digunakan untuk mendeskripsikan fraktur ini.2,8

2.2. Definisi

Growth plate atau fisis adalah lempeng kartilago yang terletak di antar
epifisis (pusat penulangan sekunder) dan metafisis. Ini penting bagi pertumbuhan
tulang panjang agar terjadi. Bagian ini juga menjadi satu titik kelemahan dari
semua struktur tulang terhadap trauma mekanik. Fisis, secara histologik terdiri
dari 4 lapisan, yaitu :6

a. Resting zone: Lapisan teratas yang terdiri dari sel-sel germinal yang datar dan
merupakan tempan penyimpanan bahan-bahan metabolik yang akan digunakan
nantinya.

b. Proliferating zone: Sel-sel di area ini secara aktif bereplikasi dan tumbuh
menjadi lempeng. Sel-sel tersebut disebut seperi tumpukan lempeng. Pada area
ini, sel-selnya menggunakan bahan metabolik yang sebelumnya disimpan untuk
perjalanan mereka ke metafisis.

c. Hypertrophic zone: Sel-sel di area ini cenderung membengkak dan berubah


menjadi lebih katabolik. Sel mempersiapkan matriks untuk mengalami kalsifikasi
dan berubah menjadi tulang. Area ini menjadi letak terlemah secara mekanis.

d. Calcied zone: Secara metabolik, matriks menyebar untuk deposisi garam


kalsium, dan membentuk osteoid. Di daerah yang dekat metafisis, cabang-cabang
pembuluh darah kecil menjalar ke lapisan basal dari lempeng fisis.

2
Gambar 1. Bagian-bagian dari tulang immatur

Gambar 2. Gambaran histologi tulang

2.3. Patofisiologi

3
Fraktur Epifisis jarang terjadi tanpa disertai dengan fraktur lempeng
epifisis

Gambar 3.4 : beberapa Gambaran fraktur epifisis


A. Avulsi B. Kompresi C. Osteokondral

1. Fraktur avulsi akibat tarikan ligament


Fraktur avulsi akibat tarikan ligament terutama terjadi pada spina
tibia, stiloid ulna dan basis falangs. Fragmen tulang masih mempunyai
cukup vaskularisasi dan biasanya tidak mengalami nekrosis avaskuler.
Bila terjadi fraktur bergeser, maka jarang terjadi union karena
pembentukan kalus dihambat oleh jaringan sinovia. Fraktur bergeser
juga menghambat gerakan dan juga menyebabkan sendi menjadi tidak
stabil.

2. fraktur kompressi yang bersifat komunitif


fraktur komunitif jarang terjadi karena lempeng epifisi berfungsi
sebagai shock absorbser pada tulang.

3. Fraktur osteokondral (bergeser).


Fraktur osteokondral sering ditemukan pada distal femur, patella atau
kaput radius. Fraktur bergeser akan menyebabkan gagguan
menyerupai benda asing dalam sendi. Fregmen yang besar sebaliknya
dikembalikan dan yang keci dapat dilakukan eksisi.7

4
Gambaran histologis dari fisis sangat penting untuk memahami prognosis
patah physeal. Lapisan germinal tulang rawan berada diatas epiphisis dan
menguraikan nutrisi dari bejana epifiseal. Sel tulang rawan tumbuh dari epiphysis
menuju metafisis, yang kemudian terjadi degeneratif, fragmentasi dan mengalami
hipertrofi. Fragmentasi sel kemudian termineralisasi. Ini merupakan zona
pengerasan sementara yang membentuk pembatas metafiseal, dan bukan tulang
rawan. 5,7
Pembuluh darah epifisis masuk di dalam permukaan epifisis dan apabila
ada kerusakan pembuluh darah maka akan terjadi gangguan pertumbuhan.
Pembuluh darah epifisis biasanya tidak mengalami kerusakan pada saat trauma
tetapi pada epifisis femur proksimal dan epifisis radius proksimal pembuluh darah
berjalan sepanjang leher tulang yang dimaksud dan melintang pada lempeng
epifisis di perifer, sehingga pada kedua tempat ini apabila terjadi pemisahan
epifisis juga akan menimbulkan kerusakan vaskularisasi yang menimbuulkan
nekrosis avaskuler. 1
Daerah piringan epifiseal merupakan bagian tulang rawan yang mengeras,
dan jika terjadi fraktur yang melibatkan piringan epifiseal, biasanya garis pemisah
berjalan melintang melalui lapisan hipertrofik atau lapisan kapur pada lempeng
pertumbuhan, dan sering masuk kedalam metafisis pada salah satu tepi dan
mencakup bibir segitiga dari tulang. Ini tidak memberikan banyak efek terhadap
pertumbuhan longitudinal yang terjadi dalam lapisan germinal fisis dan lapisan
fisis yang sedang berkembang biak.2
Tetapi kalau fraktur melintasi lapisan sel reproduksi pada lempeng dapat
mengakibatkan penulangan premature pada bagian yang mengalami cidera dan
menyebabkan gangguan pertumbuhan tulang. Selain itu suplai darah piringan
epfisieal yang masuk dari permukaan epiphyseal dapat kehilangan pasokan
darahnya sehingga dapat mengakibatkan piringan tersebut menjadi nekrotis dan
tidak tumbuh lagi. Pada beberapa tempat suplai darah pada epifiseal tidak rusak
pada saat terjadi luka karena pada epifiseal femoral proximal dan epifiseal radial
proximal pembuluh darah mengalir melalui leher tulang dan memotong sekeliling
epifiseal. 5

5
2.4. Klasifikasi
Klasifikasi fraktur piringan epifiseal Salter-Haris berdasarkan pada
mekanisme fraktur dan juga hubungan garis patahan terhadap sel tumbuh piringan
epifiseal, selain itu, ini berkaitan dengan metode perawatan dan juga prognosis
luka yang berhubungan dengan gangguan pertumbuhan.2

Gambar 3. Klasifikasi Salter-Harris

1. Tipe I (Slipped/ Separation)


Terdapat pemisahan total epiphysis sepanjang tulang tanpa patah tulang, sel
piringan epifiseal yang tumbuh masih melekat pada epiphysis. Jenis luka ini
akibat gaya gunting, lebih umum terjadi pada bayi yang baru lahir ( dari luka
kelahiran ) dan pada anak-anak yang masih muda dimana piringan epifiseal masih
relatif tebal. Prognosis baik, biasanya hanya dengan closed reduction, ORIF dapat
dilakukan jika stabilitas tidak tercapai atau tidak terjamin 1,4, 10

6
Gambar 4. Fraktur tipe 1.

2. Tipe II ( Above)
Garis pemisah patah tulang memanjang sepanjang piringan epiphyseal hingga
jarak tertentu dan kemudian keluar melalui bagian metaphysis sehingga
mengakibatkan fragmentasi metaphyseal berbentuk triangular. Sel tumbuh pada
piringan tersebut masih melekat pada epiphysis. Jenis fraktur ini, akibat dari gaya
gunting dan tekuk, biasanya terjadi pada anak-anak yang lebih besar dimana
piringan epiphyseal relatif tipis. Periosteum tersobek pada sisi cembung angulasi
tersebut tetapi melekat pada sisi cekung sehingga engsel periosteal utuh dan selalu

7
berada pada sisi potongan metafiseal. Fraktur tipe 2 ini adalah fraktur yang paling
sering terjadi (75%).1,4,10

Gambar 5. Fraktur tipe 2 distal tibia.

3. Tipe III (Lower)

Patah tulang tipe 3 ini adalah intra-articular, memanjang dari permukaan


sambungan hingga bagian dalam piringan epifiseal dan kemudian sepanjang
piringan tersebut hingga sekelilingnya. Jenis fraktur yang tidak umum ini
disebabkan oleh gaya gunting intra artikular dan biasanya terbatas pada epifisis
tibia distal. Sering memerlukan ORIF untuk memastikan realignment
anatomis.1,4,10

8
Gambar 6. Fraktur tipe 3 distal tibia

4. Type IV (Through)
Patah tulang yang intra-articular, mamanjang dari permukaan sambungan malalui
epifisis memotong ketebalan piringan epifiseal dan melalui bagian metaphysis.
Contoh yang paling umum dari fraktur tipe IV ini adalah patah tulang condyle
lateral tulang lengan bagian atas. 1,4,10

Gambar 7. Fraktur tipe 4 distal tibia

5. Type V (Raised)
Fraktur yang relatif kurang umum ini diakibatkan oleh gaya tekan yang keras
yang terjadi pada epifisis menuju ke piringan epifiseal. Tidak ada fraktur yang
kelihatan tetapi lempeng pertumbuhan remuk dan ini mungkin mengakibatkan
terhentinya pertumbuhan. Seperti juga yang terjadi pada daerah lutut dan
pergelangan kaki. 1,4,10

9
Gambar 8. Fraktur tipe 5 distal tibia

2.5. Gambaran Klinik

Fraktur ini lebih sering ditemukan pada anak laki-laki daripada anak
perempuan dan biasanya ditemukan pada masa bayi atau diantara usia 10-12
tahun. Deformitas biasanya sedikit sekali, tetapi setiap cedera pada anak yang
diikuti dengan rasa nyeri dan nyeri tekan di dekat sendi harus dicurigai, dan
pemeriksaan dengan sinar X penting dilakukan.1,7

2.6. Diagnosa
Diagnosa pada fraktur epifisis didasarkan pada gambaran klinik dan
ditunjang dengan sinar X. Sinar X fisis sendiri bersifat radiolusen dan penulangan
epifisis mungkin belum lengkap, ini membuat sulit mengatakan apakah ujung
tulang telah rusak atau mengalami deformasi. Lebih muda si anak lebih kecil
bagian epifisis yang kelihatan sehingga lebih sukar menegakkan diagnosis maka
perbandingan dengan sisi yang normal dapat sangat membantu. Tanda-tanda yang
memberi petunjuk adalah pelebaran dari celah fisis , ketidaksesuaian sendi atau

10
miringnya poros epiphysis. Kalau terdapat pergeseran yang nyata diagnosinya
jelas, tapi fraktur tipe IV sekalipun mula-mula dapat sedikit pergeserannya
sehingga garis fraktur sulit dilihat dan kalau terdapat kecurigaan yang sedikitpun
mengenai adanya fraktur fisis, pemeriksaan ulang sinar X setelah 4 atau 5 hari
perlu dilakukan. 1

2.7. Terapi

Fraktur yang tidak bergeser dapat diterapi dengan membebat bagian itu
dalam gips atau suatu slab gips yang ketat selama 2-4 minggu (tergantung tempat
cedera dan anak umur itu). Tetapi pada fraktur tipe 3 dan tipe 4 yang tak bergeser,
pemeriksaan sinar X setelah 4 hari dan sekali lagi sekitar 10 hari kemudian wajib
dilakukan agar pergeseran yang terjadi belakangan tidak terlewatkan.1,2,4
Pada tipe I reduksi tertutup tidak sulit karena perlekatan periosteal utuh
disekitar lingkarannya dan kemudian dibebat dengan erat selama 5-6 minggu.
Prognosis untuk masa yang akan datang sangat dipengaruhi oleh suplai darah
pada epiphysis, dimana biasanya pada tempat selain epiphysis femoral femoral
proximal dan epiphysis radial proximal.1,2
Pada tipe II reduksi tertutup relatif mudah didapatkan begitu juga dengan
perawatannya karena engsel periosteal utuh dan potongan metaphysis terlindung
selama reduksi. Prognosis selama perkembangan yang sempurna dengan suplai
darah pada epifisis umunya baik, yang hampir selalu berada pada tempat dimana
fraktur type II terjadi.1,2
Penanganan pada tipe III membutuhkan reduksi anatomis yang sempurna.
Dapat dilakukan usaha untuk mencapai hasil ini dengan manipulasi secara pelan-
pelan dibawah anestesi umum, kalau ini berhasil tungkai ditahan dengan gips
selama 4-8 minggu. Kalau tidak dapat direduksi dengan tepat dengan manipulasi
tertutup, reduksi terbuka biasanya dibutuhkan segera untuk mengembalikan
permukaan sambungan normal yang sempurna. Tungkai kemudian dibebat selama
4-6 minggu, tetapi diperlukan waktu selama itu lagi sebelum anak siap untuk
melanjutkan aktivitas tanpa batasan. Prognosis untuk pertumbuhan adalah suplai
darah yang baik yang diberikan pada bagian epiphysis yang terpisah.1,2

11
Penanganan tipe IV yaitu reduksi terbuka dan fiksasi internal dengan
kawat Kirschner diperlukan dimana tidak hanya untuk mengembalikan permukaan
sambungan normal tetapi juga untuk mendapatkan pengembalian posisi piringan
epiphyseal, kecuali jika permukaan patah piringan epiphyseal dibiarkan tereduksi
maka penyembuhan patahan tulang terjadi sepanjang piringan tersebut dan
selanjutnya memberikan pertumbuhan longitudinal yang tidak mungkin.
Prognosis untuk pertumbuhan pada tipe IV ini jelek kecuali jika reduksi sempurna
dicapai dan terjaga.1,2
Karena epiphysis tersebut biasanya tidak tergeser, diagnosis fraktur tipe V
sulit untuk dilakukan. Beban ringan harus diabaikan paling tidak tiga minggu
dengan harapan untuk menjaga tekanan selanjutnya pada epiphyseal. Prognosis
fraktur tipe V kurang diperhatikan karena gangguan pertumbuhan hampir tidak
terlihat.1,2
Dari penanganan diatas dapat dikatakan bahwa luka yang melibatkan
piringan epiphyseal harus dirawat dengan hati-hati dan secepatnya. Fraktur tipe I
dan II hampir dapat selalu dirawat dengan reduksi tertutup. Fraktur tipe III
biasanya membutuhkan reduksi terbuka dan tipe IV selalu membutuhkan reduksi
terbuka dan fiksasi internal. Periode immobilisasi yang dibutuhkan pada fraktur
tipe I, II, dan III hanya setengah dari yang dibutuhkan untuk patah tulang
metaphysis pada tulang yang sama pada anak dengan usia yang sama. Selanjutnya
perlu diteliti secara klinis dan radiologi dengan cemat dalam interval yang teratur
paling tidak satu tahun dan kadang lebih untuk mendeteksi adanya gangguan
pertumbuhan.

2.8. Prognosa

Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam memperkirakan prognosis fraktur


piringan epiphyseal pada anak antara lain:
1. Tipe fraktur.
Prognosis untuk masing-masing dari kelima tipe klasifikasi fraktur piringan
epifiseal telah dibahas diatas.

2. Usia anak.

12
Anak dengan usia yang lebih muda pada saat mengalami fraktur akan
mempunyai gangguan pertumbuhan yang lebih besar.
3. Suplai darah pada epiphysis
Gangguan suplai darah pada epiphysis berhubungan dengan prognosis jelek.
4. Metode Reduksi
Manipulasi yang sangat besar pada epiphysis yang tergeser dapat merusakan
piringan epiphyseal tersebut dan oleh karenanya dapat meningkatkan gangguan
pertumbuhan.
5. Luka terbuka atau tertutup
Fraktur piringan epiphyseal terbuka dapat mengakibatkan infeksi yang pada
akhirnya akan merusak piringan tersebut dan mengakibatkan berhentinya
proses pertumbuhan sebelum waktunya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Nugroho E., 2013, Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley, ED. 7,
hal 281-282, Widya Medika, Indonesia.

13
2. Ismiarto Y.D., 2013. Special Features of Fracture in Children. Orthopedi
dan Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung.
3. Bevan C. 2006, Salter Harris Fracture diakses dari
radiology.med.sc.edu/Salter-Harris
4. Kay. R.M. dan Matthys. G.A. 2001. Pediatric Ankle Fractures: Evaluation
and Treatment. JAm Academy Orthopedic Surgion 2001;9:268-278
5. Davis Ryan. 2006. Blueprints Radiology. ISBN 9781405104609.
6. Eroschenko V.P., 2012. Atlas Histologi Difiore. Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.
7. Schwartz, 2010, Ortopedi Dalam Intisari prinsip-prinsip Ilmu bedah, Edisi
6, EGC.
8. Beaty JH, Kasser JR. 2010. Rockwood and Wilkins Fracture in Children7
Edition. Lippincott Wiliams &Wilkins, Philadelphia .
9. William H Moore. 2016. Salter-Harris Fracture Imaging. Association of
University Radiologists, Radiological Society of North America
10. Jason T. Little, Nina B. Klionsky, Abhishek Chaturvedi, Aditya Soral,
Apeksha Chaturvedi. 2014. Pediatric Distal Forearm and Wrist Injury: An
Imaging Review. RadioGraphics; 34:472490

14

Anda mungkin juga menyukai