Anda di halaman 1dari 14

Fraktur pada anak

Gambaran umum fraktur pada anak berbeda dengan orang dewasa karena adanya perbedaan anatomi,
biomekanik serta fisiologi tulang. Struktur tulang anak-anak berbeda dengan tulang pada individu dewasa.
Perbedaan ini penting diketahui dalam hubungannya dengan evaluasi pola fraktur, mekanisme penyembuhan
maupun penanganan fraktur. Perbedaan utama antara tulang anak-anak dengan dewasa adalah adanya physis
atau growth plate. Physis merupakan suatu lempeng kartilaginosa yang memisahkan epiphysis dari
metaphysis dan bertanggungjawab terhadap pertumbuhan longitudinal tulang panjang. Sel-sel pada physis
tersusun dari lapisan germinal (resting layer), zona proliferatif, zona hipertrofik dan zona kalsifikasi
provisional. Zona proliferatif merupakan lapisan dimana kondrosit mengalami mitosis yang cepat, dimana
zona ini adalah zona yang paling aktif secara metabolik. Kolum-kolum kondrosit dipergunakan oleh osteoblas
untuk membantu osifikasi di dalam zona kalsifikasi 4 provisional. Zona hipertrofik merupakan area terlemah
karena sedikit mengandung kolagen dan jaringan yang mengalami kalsifikasi. Sebagian besar separasi dari
physis terjadi pada zona hipertrofik karena kekurangmampuan zona ini menahan shearing stress. Gambaran
makroskopik dari physis bervariasi, tergantung dari derajat stress yang diterimanya. Contohnya di sekitar
lutut, yang menerima stress cukup tinggi, physis saling bertaut (interdigitate) dengan tulang sekitarnya dalam
tujuannya untuk menahan shear. Bagian tulang yang menonjol dan interdigitated dengan physis disebut
sebagai mammillary bodies, dimana struktur anatomi ini mengunci physis dengan kuat dan memberi
perlindungan ekstra bagi physis di daerah lutut. Adanya struktur yang saling bertaut ini juga memberi
konsekwensi terhadap physis. Apabila area tersebut mengalami shear injury, maka kemungkinan terbentuk
bony bar yang melintas physis, akibatnya dapat menimbulkan berhentinya pertumbuhan tulang (growth
arrest). Sebaliknya, di daerah radius distal yang termasuk sering mengalami trauma, susunan physis-nya
adalah linier dan jarang mengalami berhentinya pertumbuhan tulang. Dibandingkan tulang dewasa, tulang
pada pediatrik secara signifikan mengandung densitas osteid yang kurang padat, lebih porous karena kanal
Haversian mengisi sebagian besar dari tulang sehingga lebih banyak jalur kapiler yang menembus tulang,
dengan konten mineral yang lebih rendah. Adanya porositas yang tinggi dapat mencegah perluasan dari
fraktur, sehingga menurunkan insiden terjadinya fraktur kominutif pada anak-anak. Tingginya porositas juga
menyebabkan kemampuan bending tulang pediatrik lebih besar daripada tulang dewasa. Kemampuan tulang
untuk bending sebelum mengalami fraktur memberikan pola fraktur yang berbeda pada pediatri. Selain itu,
modulus elastisitas pada tulang pediatrik lebih rendah daripada dewasa, yang memungkinkan tulang pediatrik
mengabsorpsi lebih banyak energi sebelum mengalami fraktur. 2 Periosteum pada tulang anak-anak sangat
tebal dan kuat. Hal ini menyebabkan garis fraktur cenderung tidak meluas ke seluruh permukaan
sirkumferensial tulang, sehingga sering dijumpai adanya fraktur inkomplit. Lapisan periosteum yang tebal ini
mengandung banyak pembuluh darah pensuplai oksigen dan nutrisi bagi tulang, menyebabkan fraktur lebih
cepat mengalami union. Selain itu, periosteum yang tebal juga berfungsi dalam reduksi fraktur serta
remodeling tulang yang lebih baik daripada tulang dewasa.

1. Perbedaan anatomi
Anatomi tulang pada anak-anak terdapat lempeng epifisis yang merupakan tulang rawan pertumbuhan.
Periosteum sangat tebal dan kuat, serta menghasilkan kalus yang cepat dan lebih besar dari pada orang
dewasa.

2. Perbedaan Biomekanik
- Biomekanik tulang
Tulang anak-anak sangat berpori, korteks berlubang-lubang dan sangat mudah dipotong oleh karena
kanalis haversian menduduki sebagian besar tulang. Faktor ini menyebabkan tulang anak-anak dapat
menerima toleransi yang besar deformitas tulang dibandingkan orang dewasa.
- Biomekanik lempeng pertumbuhan
Lempeng pertumbuhan merupakan tulang rawan yng melekat erat pada metafisis yang bagian luarnya
diliputi oleh periosteum sedang bagian dalamnya oleh prosesus mamilaris. Untuk memisahkan metafisis dan
efipisis diperlukan kekuatan yang besar. Tulang rawan lempeng epifisis mempunyai konsistensi seperti karet
yang keras.
- Biomekanik periosteum
Periosteum pada anak-anak sangat kuat dan tebal dan tidak mudah mengalami robekan dibandingkan
orang dewasa. Dibandingkan dengan tulang orang dewasa, tulang pada anak-anak memiliki perbedaan baik
struktur, fisiologi maupun biomekanik tulang yang menyebabkan tulang pada anak-anak memiliki pola
fraktur berbeda jika mengalami trauma. Tulang pada anak-anak merupakan tulang immature, adanya trauma
akan menyebabkan perubahan pada epifisis, fisis, metafisis, maupun diafisis. Tulang panjang pada anak-anak
secara anatomi terbagi atas; epifisis, fisis (epiphyseal plate), metafisis, dan diafisis, gambar. Adanya trauma
pada bagian tertentu seperti fisis atau epifisis yang merupakan pusat osifikasi akan menyebabkan gangguan
pertumbuhan pada bagian tersebut.

3. Perbedaan Fisiologis
Pada anak-anak pertumbuhan merupakan dasar terjadinya remodeling yang lebih besar dibandingkan
pada orang dewasa.
- Pertumbuhan berlebihan (over growth)
Pertumbuhan diafisis tulang panjang akan memberikan stimulasi pada pertumbuhan panjang, karena
tulang rawan lempeng epifisis mengalami hiperemi pada waktu penyembuhan tulang.
- Deformitas yang progresif
Kerusakan permanent lempeng epifisis menyebabkan pemendekan atau deformitas anguler pada epifisis.
- Fraktur total
Pada anak-anak, fraktur total jarang bersifat kominutif karena tulangnya lebih fleksibel dibandingkan
orang dewasa. Atas dasar perbedaan anatomi, biomekanik dan fisiologis, maka fraktur pada anak-anak
mempunyai gambaran khusus

Fraktur yang umum terjadi pada anak-anak

2.1 Fraktur inkomplit

Fraktur pada tulang anak-anak dapat dibedakan menjadi fraktur inkomplit dan fraktur komplit. Fraktur
inkomplit meliputi bowing fracture atau plastic deformity, buckle atau torus fracture dan greenstick
fracture. Sedangkan fraktur komplit dapat berupa fraktur transversum, oblik, spiral dan butterfly. Fraktur
yang mengenai physis diklasifikasikan tersendiri sesuai kalsifikasi Salter-Harris. Juga terdapat eponim pada
fraktur pada tulang tertentu seperti fraktur Monteggia dan Galleazi, serta fraktur yang umum terjadi pada
area khusus seperti fraktur pada humerus.

1. .Bowing fracture / plastic deformity


Sebelum menjadi fraktur greenstick ataupun fraktur yang komplit, tulang anak-anak dapat melengkung
sampai sekitar 45 derajat tanpa mengalami kerusakan pada korteksnya. Apabila bending force yang
dilepaskan oleh tulang hanya sebagian saja yang kembali pada posisinya sebelum melengkung, maka
terjadilah plastic deformity/bowing fracture. Plastic deformity umumnya terjadi pada ulna (pada fraktur-
dislokasi Monteggia) dan fibula. Temuan radiografik berupa bowing tulang, terutama jika dibandingkan
dengan sisi yang normal. Proyeksi lateral merupakan proyeksi yang terbaik untuk menunjukkan bowing.
Jika terjadi pada ulna, bowing seringkali berupa konveksitas pada sisi posteriornya, sebaliknya, jika terjadi
pada radius, bowing akan berupa konveksitas pada sisi anteriornya. Untuk memperbaiki plastic deformity,
apabila usia anak < 4 tahun, angulasi yang kurang dari 20 derajat umumnya akan mengalami remodeling.
Tetapi pada usia > 4 tahun seringkali diperlukan koreksi bedah. Koreksi umumnya diindikasikan pada
plastic deformity dengan keterbatasan gerakan, karena apabila dibiarkan, tulang yang mengalami bowing
dapat menyebabkan penyempitan ruang interosseus, dan selanjutnya dapat menimbulkan gangguan pada
gerakan supinasi dan pronasi lengan.
2. Fraktur greenstick
Secara eklusif dijumpai pada anak-anak sering terjadi pada tulang forearm. Fraktur ini ditandai dengan
adanya sisi korteks dan periosteum yang tetap intak sedangkan pada sisi yang lain terjadi disrupsi. Fraktur
greenstick terjadi apabila terdapat energi yang cukup untuk menimbulkan fraktur, tetapi energi tersebut
tidak mencukupi untuk menyebabkan fraktur yang kompit. Akibatnya, terjadi kerusakan korteks pada sisi
tulang yang melengkung (konveks), dimana korteks pada sisi tulang yang terkompresi (sisi yang konkaf)
tersebut tetap intak. Fraktur ini dapat terjadi akibat dari adanya tekanan longitudinal yang mengalami
angulasi, yang mengenai tulang (contohnya pada trauma indirek setelah jatuh dengan siku yang
hiperekstensi) atau akibat tekanan yang tegak lurus dengan tulang (misalnya benturan langsung). Umumnya
fraktur greenstick terjadi pada diafisis, lokasi yang pertumbuhannya lebih lambat daripada metafisis,
sehingga penyembuhannya juga lebih lambat daripada fraktur yang terjadi di metafisis. Pada fraktur ini,
kadang kala reduksi komplit dapat dilakukan melalui membuat fraktur pada sisi yang konkaf.
- Mekanisme :
Fraktur greenstick paling sering terjadi setelah jatuh dengan lengan terentang dapat juga terjadi karena
jenis trauma lain termasuk tabrakan kendaraan bermotor, cedera olahraga, atau trauma non-kecelakaan di
mana anak dipukul dengan benda. Malnutrisi, khususnya defisiensi vitamin D meningkatkan risiko
fraktur greenstick pada tulang panjang setelah trauma.
- Gambaran radiografi:
menunjukkan adanya garis fraktur inkomplit pada satu sisi tulang yang melengkung dan bagian yang
intak pada sisi tulang yang konkaf.
3. Fraktur buckle (torus)

Kata torus berasal dari bahasa Latin ‘tori’ yang berarti protuberance (penonjolan). Fraktur
torus merupakan fraktur inkomplit dari shaft tulang panjang yang ditandai oleh adanya bulging dari
korteks, dan sangat umum terjadi pada anak-anak. Fraktur ini terjadi akibat kompresi trabekula oleh
tekanan aksial ke sepanjang sumbu panjang tulang.Karena metafisis merupakan bagian tulang dengan
porositas yang tinggi, fraktur torus umumnya terjadi pada metafisis radius distal, di perbatasannya
dengan diafisis. Fraktur ini lebih cepat menyembuh (sekitar 3-4 minggu dengan imobilisasi sederhana)
dibandingkan fraktur greenstick. Korteks kolaps sedangkan periosteum yang intak seperti kelihatan
menonjol. Pada sisi yang lain korteks membengkok meniauhi growth plate. Terjadi hampir secara
eksklusif pada tulang panjang anak-anak, meskipun dapat terjadi pada tulang pipih - terutama patah
tulang rusuk. Jari-jari distal adalah salah satu tulang yang paling sering patah selama masa kanak-kanak.
- Mekanisme cedera :
Dengan beban aksial, yang sering terjadi karena jatuh pada lengan terentang.
- Gambaran radiografi:
bisa berupa adanya deformitas ringan ataupun buckling dari korteks, tanpa garis fraktur yang jelas
2.2 Fraktur komplit

Periosteum pada anak-anak lebih kuat daripada dewasa, tetapi perlekatannya pada tulang lebih
longgar. Otot-otot lebih banyak berorigo dan berinsersi pada periosteum daripada di tulangnya sendiri.
Apabila terjadi fraktur komplit, periosteum pada sisi konveks dari fraktur umumnya mengalami robekan,
tetapi periosteum pada sisi yang konkaf umumnya tetap intak. Periosteum yang intak ini mampu
berfungsi menyerupai engsel yang membatasi derajat displacement dari fragmen fraktur. Fraktur komplit
pada anak-anak jarang berupa fraktur kominutif dan displacement yang terjadi tidak separah pada
dewasa.Tipe dan arah garis fraktur komplit sangat dipengaruhi oleh arah dari tekanan/jejas yang diterima
tulang.

- Fraktur spiral terjadi akibat dari twisting forces dan akan selalu memiliki ‘engsel’ berupa sebagian dari
periosteum yang intak.
- Fraktur transversal timbul akibat angulasi, umumnya juga memiliki ‘engsel’ periosteum yang intak di
bagian yang mengalami kompresi.
- Fraktur oblik disebabkan oleh axial overload yang bersamaan dengan tekanan vertikal. Pada fraktur
oblik, displacement dan stabilitas fraktur sangat tergantung pada keparahan kerusakan jaringan lunak,
terutama derajat robekan dan pengelupasan periosteum.
- Fraktur kupu-kupu (butterfly fracture) terjadi akibat dari kombinasi axial loading dan angulasi, dan cukup
jarang terjadi pada anak-anak

2.3 Trauma pada physis


Trauma pada physis dilaporkan teriadi antara 15%-30% dari total semua trauma skeletal pada anak-
anak, terjadi biasanya setelah umur 10 tahun. Kurang lebih 80% dari trauma fisis terjadi dalam kisaran
umur 10-16 tahun. Lebih sering terjadi pada anak laki-laki. Distal radius merupakan tempat yang secara
anatomi paling sering terjadi, berkisar 30-60% dari semua kasus. Sistem klasifikasi Salter-Harris paling
sering digunakan untuk mendeskripsikan fraktur diregio fisis dengan menggunakan radiograf standar,
apabila dijumpai unclassifiable pattern, selanjutnya untuk menegakkan diagnosis diperlukan imejing
tambahan seperti radiografi proyeksi oblik, CT, MRI ataupun arthrogram. Semakin besar derajat
klasifikasinya, semakin buruk prognosisnya. Terdapat 5 tipe fraktur dalam system klasifikasi ini:

- Tipe 1:

Merupakan fraktur transversal dari growth plate, terjadi sekitar 5-7% dari seluruh trauma physis.
Disini terjadi separasi epiphysis dari metaphysis, dengan bidang separasi yang horisontal dan germinal
cells tetap berada di epiphysis. Apabila terjadi robekan periosteum, dapat terjadi displacement.Tipe ini
memberikan prognosis baik.. Radiograf seringkali menunjukkan adanya pergeseran ringan dari
epiphysis, atau justru gambaran yang normal sehingga perlu dibandingkan dengan sisi yang sehat.
Apabila terjadi displacement, umumnya mudah direduksi.

- Tipe 2:

Adalah fraktur transveral melalui growth plate (berupa separasi horisontal seperti SH tipe I) dan
berlanjut sebagai fraktor oblik atau vertikal melalui metaphysis, membentuk fragmen berbentuk segitiga.
Tipe ini paling banyak dijumpai, sekitar 75% dari seluruh trauma physis. Umumnya mudah direduksi
dengan closed reduction dan imobilisasi, tetapi tidak selalu mudah untuk mempertahankannya dengan cast.
Kadangkala periosteum yang robek dapat terperangkap di dalam lokasi fraktur, sehingga mengganggu
reduksi fraktur.

- Tipe 3:

Merupakan fraktur yang melalui sebagian physis dan berlanjut ke epiphysis dan ke intraartikuler.
Tipe ini dijumpai sekitar 8% dari seluruh trauma pada physis, dan lebih banyak terjadi pada anak-anak
yang lebih tua dimana growth plate-nya sudah mulai menutup. Adanya displacement dapat menyebabkan
terjadinya physeal bar, yang selanjutnya memicu gangguan pertumbuhan dan inkongruens sendi, yang
akhirnya bisa menjadi artritis.

- Tipe 4:

Merupakan fraktur vertikal yang mengenai metaphysis, physis dan epiphysis. Pada tipe ini,
garis fraktur melibatkan empat area yaitu tulang metaphysis, kartilago physis, tulang epiphysis dan
kartilago artikuler. Terjadi kerusakan pada lapisan germinal dan suplai darah epiphysis. Tipe ini
dijumpai pada 10% trauma physis. Contoh yang umum adalah separasi condylus lateralis humerus
distal. Sama seperti SH tipe III, pada SH tipe IV yang mengalami displacement memerlukan ORIF dan
follow-up jangka lama untuk mendeteksi adanya gangguan pertumbuhan.

- Tipe 5:

Merupakan fraktur kompresi atau crushing dari growth plate. Jarang dijumpai ( <1%) dan sulit
dideteksi pada radiograf. Tipe ini hampir selalu terdiagnosis secara retrospektif dimana telah terjadi
berhentinya pertumbuhan tulang yang abnormal, dan mempunyai prognosis yang paling buruk
2.4 Fraktur Toddler

Merupakan fraktur non-displaced (umumnya pada tibia) yang dideskripsikan oleh Dunbar (tahun
1964) , yang banyak terjadi pada anak-anak berusia 9 bulan sampai 3 tahun saat mereka belajar
berjalan. Istilah ini kadang digunakan juga untuk mendeskripsikan fraktur occult pada ekstremitas
inferior (misalnya fibula, cuboid, calcaneus) pada kelompok usia anak yang sama. Tidak ada riwayat
trauma yang spesifik. Secara klinis, anak menolak untuk berada pada posisi menyangga tubuh dengan
tungkainya. Beberapa literatur menyebutkan bahwa fraktur spiral akibat dari energi rotasional atau torsi
termasuk dalam fraktur Toddler. Pada kasus-kasus yang dengan radiograf posisi AP dan lateral kurang
adekuat untuk menunjukkan garis fraktur, diperlukan proyeksi oblik untuk mengidentifikasi garis
fraktur spiral yang ada.
2.5 Fraktur supracondylar humeri

Supracondyler humeri adalah bagian terlemah dari sendi siku karena di daerah ini humerus
memipih. Olecranon terdesak ke fossa olecranon dan menyebabkan bending dari korteks anterior
humerus dan akhirnya terjadi fraktur. Jika energi trauma cukup besar, korteks posterior dari humerus
juga akan mengalami fraktur. Lebih dari 95% mekanisme fraktur supracondylar humeri adalah tipe
ekstensi, dengan mekanisme berupa jatuh dengan siku yang hiperekstensi. Klinis ditandai oleh nyeri
yang signifikan dan bengkak pada siku. Fraktur supracondylar humeri tipe fleksi tidak umum terjadi,
hanya sekitar 5%, tetapi lebih tidak stabil sehingga lebih memerlukan fiksasi. Fraktur tipe fleksi ini
disebabkan oleh benturan langsung pada sendi siku yang fleksi, sehingga lebih sering dijumpai trauma
pada nervus ulnaris. Jika terjadi fraktur yang minimal (occult) atau tidak terjadi displacement dari
condylus humeri, garis fraktur pada supracondylar sangat mungkin tidak terdeteksi pada radiograf, dan
satusatunya tanda yang harus diperhatikan adalah positive fat-pad sign pada radiograf siku posisi
lateral. Tanda ini muncul karena distensi pada sendi akibat hemartrosis menyebabkan elevasi dari fat-
pad anterior dan fat-pad posterior menjadi terlihat. Pada kasus-kasus semacam ini, ada kemungkinan
fraktur hanya melibatkan komponen kartilaginosa yang imatur, sehingga MRI dengan sekuens
cartilage-sensitive dan marrow-sensitive diharapkan mampu memvisualisasikan bagian yang
mengalami fraktur dan derajat displacement-nya. Apabila terjadi displacement dari condylus humeri ke
arah dorsal, maka garis anterior humerus (anterior humeral line) tidak akan melewati titik pusat di 1/3
tengah capitellum melainkan akan melewati sepertiga anterior atau bahkan di anterior capitellum.

Fraktur supracondylar humeri diklasifikasikan oleh Gartland menjadi tiga kelompok :

1. Gartland I: fraktur dengan displacement minimal, sulit dinilai dengan radiograf, dimana satu-satunya
petunjuk adalah fat-pad sign yang positif. Sebagian besar berupa fraktur greenstick atau torus.
Terapinya cukup dengan pemasangan cast.

2. Gartland II: fraktur dengan displacement tetapi korteks posterior humerus masih intak. Tipe ini
memerlukan closed reduction dan beberapa memerlukan fiksasi perkutaneus apabila long-arm cast
tidak cukup untuk mempertahankan reduksi.

3. Gartland III: Fraktur dengan displacement komplit, yang berisiko untuk mengalami malunion serta
gangguan neurovaskuler. Tipe ini memerlukan reduksi (closed reduction, bila perlu open reduction).
Stabilisasi dipertahankan dengan pinning.

2.6 Fraktur condylus lateralis humeri


Fraktur condylus lateralis humeri umumnya terjadi pada usia 4-10 tahun. Merupakan fraktur terbanyak
kedua pada humerus distal, yang terjadi akibat adanya tekanan varus pada siku yang teregang. Fraktur
condylus lateralis humeri cenderung tidak stabil dan mengalami displacement akibat tarikan dari otot-
otot ekstensores lengan bawah. Karena merupakan fraktur intraartikuler, fraktur ini rentan untuk
menjadi non-union akibat fraktur ‘tergenang’ di dalam cairan sinovium.

Kalsifikasi yang digunakan pada fraktur condylus lateral humeri adalah klasifikasi Milch, yang sesuai
dengan klasifikasi SH-IV :

1. Milch I : apabila garis fraktur berlanjut ke lateral kearah capitello-trochlear groove, hubungan antara
humerus dan antebrachii yang masih intak, dengan sendi siku yang stabil.

2. Milch II apabila fraktur pelewati capitello-trochlear groove dan sendi siku tidak stabil. Sebagian
besar Milch II adalah fraktur yang melewati metaphysis lateral humeri diatas epiphysis dan mengenai
lateral crista dari trochlea, menyebabkan tidak stabilnya artikulasi humerus-ulna. Kesulitan mendeteksi
fraktur condylus lateralis humeri adalah bahwa fragmen fraktur terutama merupakan komponen
kartilaginosa. Garis fraktur yang melewati kartilago tidak akan terdeteksi pada radiograf, sedangkan
penanganannya sangat tergantung dari derajat displacement. Penanganan fraktur tanpa displacement
adalah dengan long arm cast, sedangkan fraktur dengan displacement dan tidak stabil mengindikasikan
dilakukannya open reduction. Disinilah peran MRI dalam menunjukkan ekstensi fraktur yang berada di
dalam komponen kartilago.

Kesulitan mendeteksi fraktur condylus lateralis humeri adalah bahwa fragmen fraktur terutama
merupakan komponen kartilaginosa. Garis fraktur yang melewati kartilago tidak akan terdeteksi pada
radiograf, sedangkan penanganannya sangat tergantung dari derajat displacement. Penanganan fraktur
tanpa displacement adalah dengan long arm cast, sedangkan fraktur dengan displacement dan tidak
stabil mengindikasikan dilakukannya open reduction. Disinilah peran MRI dalam menunjukkan
ekstensi fraktur yang berada di dalam komponen kartilago.

2.7 Radius Pulled Elbow (Nursemaid's elbow)

Nursemaid’s elbow merupakan trauma yang banyak terjadi pada anak-anak berusia 1-4 tahun.
Pada anak-anak yang lengan bawahnya ditarik secara langsung, terjadi dislokasi parsial dari sendi
radiocapitelar. Caput radius bergerak ke distal dan ligamentum anularis yang terletak diantara radius
dan capitellum tergelincir di atas caput radius dan terperangkap di dalam sendi. Secara klinis
didapatkan nyeri saat menggerakkan lengan, dan anak tersebut memegang lengannya yang sakit dengan
lengannya yang sehat, serta menolak untuk menekuk siku atau menggunakan lengannya yang nyeri.
Yang penting disini adalah tidak dijumpainya kelainan baik fraktur, dislokasi ataupun pembengkakan
jaringan lunak pada radiograf. Kondisi ini umumnya dapat dikenali secara klinis, dan penanganan
dilakukan dengan melakukan supinasi lengan bawah.
2.8 Fraktur Monteggia

fraktur pada shaft ulna disertai dislokasi radiocapitellum, terjadi akibat jatuh dengan lengan
yang hiperekstensi. Fraktur pada shaft ulna yang dijumpai pada fraktur-dislokasi Monteggia tidak
selalu berupa fraktur komplit, melainkan bisa juga suatu plastic deformity. Untuk mengetahui adanya
plastic deformity pada shaft ulna dapat menggunakan prinsip bahwa sisi posterior shaft ulna yang
normal adalah lurus dari cranial ke caudal. Jika terjadi bowing, akan dijumpai salah satu bagian dari
shaft posterior ulna yang tidak segaris

2.9 Fraktur Galeazzi


Fraktur radius (biasanya 1/3 distal dengan cedera sendi radioulnar distal, dan sering dislokasi.
Fraktur radius ketiga tengah/ middle third hingga distal, dengan ulna utuh, dan gangguan
sendi radioulnar.Insiden puncak adalah antara usia 9 dan 12 tahun.
Daftar Pustaka

1. Mathison DJ, Agrawal D. An update on the epidemiology of pediatric fractures. Pediatr Emerg


Care. 2010 Aug;26(8):594-603; quiz 604-6. [PubMed]
2. Zaza Atanelov; Thomas P. Bentley. Green Stick Fracture. August 1, 2022.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK513279/
3. Ajay Asokan; Nadim Kheir. Pediatric Torus Buckle Fracture. August 3, 2022.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK560634/
4. Elysanti dwi martadiani. Evaluasi radiologik pada fraktur dan dislokasi tulang ekstremitas pediatrik.
2016

Anda mungkin juga menyukai