Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Tibia dan Fibula

Gambar 1. Anatomi Tulang Tibia dan Fibula5

Tibia (tulang kering)


Tulang ini termasuk tulang panjang, sehingga terdiri dari tiga bagian:5
1. Epiphysis proximalis (ujung atas)
Bagian ini melebar secara transversal dan memiliki permukaan sendi superior pada tiap
condylus, yaitu condylus medial dan condylus lateral. Ditengah-tengahnya terdapat suatu
peninggian yang disebut eminenta intercondyloidea.

3
4

2. Diaphysis (corpus)
Pada penampang melintang merupakan segitiga dengan puncaknya menghadap ke muka,
sehingga corpus mempunyai tiga sisi yaitu margo anterior (di sebelah muka), margo
medialis (di sebelah medial) dan crista interossea (di sebelah lateral) yang membatasi
facies lateralis, facies posterior dan facies medialis.Facies medialis langsung terdapat
dibawah kulit dan margo anterior di sebelah proximal.
3. Epiphysis distalis (ujung bawah)
Ke arah medial bagian ini kuat menonjol dan disebut maleolus medialis (mata kaki).
Epiphysis distalis mempunyai tiga dataran sendi yaitu dataran sendi yang vertikal (facies
articularis melleolaris), dataran sendi yang horizontal (facies articularis inferior) dan
disebelah lateral terdapat cekungan sendi (incisura fibularis).

Fibula
Merupakan tulang yang panjang, langsing, terletak di sebelah lateral tibia. Epiphysis
proximalis membulat disebut capitulum fibulae. Kearah proximal meruncing menjadi apex.
Pada capitulum terdapat dua dataran sendi yang disebut facies articularis capitulli fibulae,
untuk bersendi dengan tibia. Pada corpus terdapat empat buah crista yaitu, crista lateralis,
crista anterior, crista medialis dan crista interosssea. Datarannya ada tiga buah yaitu facies
lateralis, facies medialis dan facies posterior. Pada bagian distal ke arah lateral membulat
menjadi maleolus lateralis.

Ada perbedaan yang mendasar antara fraktur pada anak dengan fraktur pada orang
dewasa, perbedaan tersebut pada anatomi, biomekanik, dan fisiologi tulang. Pada anak-
anak antara epifisis dan metafisis terdapat lempeng epifisis sebagai daerah pertumbuhan
kongenital. Lempeng epifisis ini akan menghilang pada dewasa, sehingga epifisis dan
metafisis ini akan menyatu pada saat itulah pertumbuhan memanjang tulang akan berhenti.

Tulang panjang terdiri dari : epifisis, metafisis dan diafisis. Epifisis merupakan
bagian paling atas dari tulang panjang, metafisis merupakan bagian yang lebih lebar dari
ujung tulang panjang, yang berdekatan dengan diskus epifisialis, sedangkan diafisis
merupakan bagian tulang panjang yang di bentuk dari pusat osifikasi primer.
5

Gambar 2. Komposisi tulang panjang5

Seluruh tulang diliputi oleh lapisan fibrosa yang disebut periosteum, yang
mengandung sel-sel yang dapat berproliferasi dan berperan dalam proses pertumbuhan
transversal tulang panjang. Kebanyakan tulang panjang mempunyai arteria nutrisi. Lokasi
dan keutuhan dari pembuluh darah inilah yang menentukan berhasil atau tidaknya proses
penyembuhan suatu tulang yang patah.

Pada anak, terdapat lempeng epifisis yang merupakan tulang rawan pertumbuhan.
Periosteum sangat tebal dan kuat dimana pada proses bone helding akan menghasilkan
kalus yang cepat dan lebih besar daripada orang dewasa, yaitu :

 Biomekanik tulang
Tulang anak-anak sangat porous, korteks berlubang-lubang dan sangat mudah
dipotong oleh karena kanalis Haversian menduduki sebagian besar tulang. Faktor ini
menyebabkan tulang anak-anak dapat menerima toleransi yang besar terhadap deformasi
tulang dibandingkan orang dewasa. Tulang orang dewasa sangat kompak dan mudah
mengalami tegangan dan tekanan sehingga tidak dapat menahan kompresi.
6

 Biomekanik lempeng pertumbuhan


Lempeng pertumbuhan merupakan tulang rawan yang melekat pada metafisis yang
bagian luarnya diliputi oleh periosteum sedang bagian dalamnya oleh procesus mamilaris.
Untuk memisahkan metafisis dan epifisis diperlukan kekuatan yang besar.Tulang rawan
lempeng epifisis mempunyai konsistensi seperti karet yang besar.

 Biomekanik periosteum
Periosteum pada anak-anak sangat kuat dan tebal dan tidak mudah mengalami
robekan dibandingkan orang dewasa.

Karakteristik Struktur dan Fungsi Tulang Anak:

 Remodelling
Melakukan remodelisasi jauh lebih baik daripada dewasa, mempunyai kemampuan
“biological plasticity” sehingga dapat terjadi gambaran fraktur yang unik pada anak yang
tidak dijumpai pada dewasa, seperti pada fraktur buckle (torus) dan greenstick.

 Ligamen
Tensile strength (kekuatan tegangan) pada ligamen anak-anak dan dewasa secara umum
sama.

 Periosteum
Bagian terluar yang menutupi tulang adalah lapisan fibrosa dense, yang pada anak-anak
secara signifikan lebih tebal daripada dewasa. Kraktur tidak cenderung untuk mengalami
displace seperti pada dewasa, dan periosteum yang intak dapat berguna sebagai bantuan
dalam reduksi fraktur dan maintenance.

 Growth Plate
Growth plate atau fisis adalah lempeng kartilago yang terletak di antar epifisis (pusat
penulangan sekunder) dan metafisis. Bagian ini juga menjadi satu titik kelemahan dari
semua struktur tulang terhadap trauma mekanik.
7

Gambar 3. Growing plate5

Pada anak-anak, pertumbuhan merupakan dasar terjadinya remodelling yang lebih


besar dibandingkan pada orang dewasa, sehingga tulang pada anak-anak mempunyai
perbedaan fisiologi, yaitu :

 Pertumbuhan berlebihan (over growth)


Pertumbuhan diafisis tulang panjang akan memberikan stimulasi pada pertumbuhan
panjang, karena tulang rawan lempeng epifisis mengalami hiperemi pada waktu
penyambungan.

 Deformitas yang progresif


Kerusakan permanen pada lempeng epifisis akan terjadi pemendekan atau angulasi.

 Fraktur total
Pada anak-anak fraktur total jarang bersifat komunitif karena tulangnya sangat fleksibel
dibandingkan orang dewasa.
8

2.2. Fraktur1,2,3,4,6
a. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas dari tulang, sering diikuti oleh kerusakan
jaringan lunak dengan berbagai macam derajat, mengenai pembuluh darah, otot dan
persarafan.
b. Epidemiologi
Fraktur tulang panjang yang paling erring terjadi adalah fraktur pada tibia. Pusat
Nasional Kesehatan di luar negeri menyatakan bahwa fraktur ini berjumlah +/- 77.000
orang dan ada di 569.000 rumah sakit tiap hari /tahunnya. Pada fraktur tibia dapat
terjadi fraktur di bagian diafisis, kondiler dan pergelangan kaki.

c. Etiologi
1. Trauma langsung : benturan pada tulang mengakibatkan fraktur ditempat tersebut,
misalnya penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor
langsung terbentur dengan benda keras.

2. Trauma tidak langsung : tulang dapat mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari
area benturan, misalnya disebabkan oleh gerakan eksorotasi yang mendadak dari
tungkai bawah.Karena kepala femur terikat kuat dengan ligamen didalam
asetabulum oleh ligamen iliofemoral dan kapsul sendi,mengakibatkan fraktur di
daerah kolum femur.

3. Fraktur patologis : fraktur yang disebabkan trauma yamg minimal atau tanpa
trauma. Contoh fraktur patologis: Osteoporosis, infeksi tulang dan tumor tulang.
Fraktur kolum femur sering tejadi pada wanita yang disebabkan oleh kerapuhan
tulangakibat kombinasi proses penuaan dan osteoporosis pasca menopause. Fraktur
dapat berupa fraktur subkapital, transervikal dan basal, yang kesemuannya terletak
didalam simpai sendi panggul atau intrakapsular, fraktur intertrochanter dan sub
trochanter terletak ekstra kapsuler.
4. Adanya tekanan varus atau valgus
9

d. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,pemendekan
ektremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna yang dijelaskan secara
rinci sebagai berikut:
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada fraktur
lengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ektremitas
yang bisa diketahui dengan membandingkannya dengan ektremitas normal.
Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
tergantung pada integritasnya tulang tempat melekatnya otot.
c. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering
saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).
d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji
krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa terjadi setelah
beberapa jam atau hari setelah cedera.
Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur. Kebanyakan
justru tidak ada pada fraktur linear atau fisur atau fraktur impaksi (permukaan patahan
saling terdesak satu sama lain). Diagnosis fraktur bergantung pada gejala, tanda fisik,
dan pemeriksaan sinar-x pasien.Biasanya pasien mengeluhkan mengalami cedera pada
daerah tersebut.
10

e. Klasifikasi
Fraktur dapat dibedakan menjadi fraktur terbuka apabila terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit dan fraktur tertutup apabila
tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga dengan fraktur
bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
a. Fraktur tertutup adalah fraktur dengan kulit utuh melewati tempat fraktur dimana tulang
tidak menonjol keluar melewati kulit.
b. Fraktur terbuka adalah robeknya kulit pada tempat fraktur, luka berhubungan dengan
kulit ke tulang. Oleh sebab itu fraktur berhubungan dengan lingkungan luar, sehingga
berpotensi terjadi infeksi. Fraktur terbuka lebih lanjut dibedakan menjadi 3 berdasarkan
beratnya fraktur.
Berdasar bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme trauma :
a. Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat
trauma angulasi atau langsung.
b. Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang
dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
c. Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma
rotasi.
d. Fraktur kominutif : garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan
e. Fraktur segmental : garis patah lebih dari satu tetapi tidak berhubungan. Bila dua
garis patah disebut pula fraktur bifokal.
Berdasarkan kedudukan tulangnya : Tidak adanya dislokasi atau adanya dislokasi. Sedangkan
berdasarkan posisi frakur, sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian yakni 1/3 proksimal, 1/3
medial, 1/3 distal.
Berpindahnya fragmen tulang dari tempatnya semula disebut displacement. Displacement
ini dibagi menjadi 4, yaitu :
1. Aposisi
Aposisi merupakan suatu keadaan dimana fragmen tulang mengalami perubahan letak sehingga
terjadi perubahan dalam kontak antara fragmen tulang proksimal dan distal. Pada pemeriksaan
radiologik, aposisi dinyatakan dalam persentase kontak antara fragmen proksimal dan distal.
Jadi, misalnya dari hasil pemeriksaan rontgen terlihat bahwa tidak ada kontak sama sekali antara
11

permukaan fragmen proksimal dengan distal maka dinyatakan aposisi 0%, disebut juga aposisi
komplet. Kalau kontak masih terjadi disebut aposisi parsial, misalnya aposisi 80%, berarti 80%
permukaan fragmen proksimal masih kontak dengan fragmen distal.
2. Alignment
Alignment merupakan suatu kondisi miringnya fragmen tulang panjang sehingga arah aksis
longitudinalnya berubah. Apabila antara aksis longitudinal fragmen proksimal dan distal
membentuk sudut maka disebut angulasi. Pada pemeriksaan radiologi, angulasi ini dinyatakan
dalam derajat.
3. Rotasi
Rotasi adalah berputarnya fragmen tulang pada aksis longitudinalnya, misalnya fragmen distal
mengalami perputaran terhadap fragmen proksimal.
4. Length (panjang)
Length dapat dibagi menjadi 2, yaitu overlapping (tumpang tindihnya tulang) yang menyebabkan
pemendekan (shortening) tulang serta distraksi yang menyebabkan tulang memanjang.
12

f. Diagnosis
1. Anamnesis
Data biografi, Riwayat kesehatan masa lalu, Riwayat kesehatan sekarang, Riwayat
kesehatan keluarga, Riwayat psikososial (interaksi dengan keluarga), Pola kebersihan
sehari- hari, Aktifitas, Sirkulasi darah, Neurosensori (kebas, kesemuran, tegang), Rasa
Nyeri/ kenyamanan.
2. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi : Pembengkakan, memar dan deformitas (penonjolan yang abnormal,
angulasi, rotasi, pemendekan) mungkin terlihat jelas, tetapi hal yang penting adalah
apakah kulit itu utuh; kalau kulit robek dan luka memiliki hubungan dengan fraktur,
cedera terbuka. Pemeriksaan gerak persendian secara aktif termasuk dalam
pemeriksaan rutin patah tulang.
Raba : Terdapat nyeri tekan setempat, tetapi perlu juga memeriksa bagian distal dari
fraktur untuk merasakan nadi dan untuk menguji sensasi. Cedera pembuluh darah
adalah keadaan darurat yang memerlukan pembedahan
Gerak : Aktif atau pasif. Krepitus dan gerakan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih
penting untuk menanyakan apakah pasien dapat menggerakan sendi- sendi dibagian
distal cedera.
3. Pemeriksaan Penunjang Fraktur
 Pemeriksaan radiologis (rontgen), pada daerah yang dicurigai fraktur, harus mengikuti
aturan role of two, yang terdiri dari :
- Mencakup dua gambaran yaitu anteroposterior (AP) dan lateral.
- Memuat dua sendi antara fraktur yaitu bagian proximal dan distal.
- Memuat dua extremitas (terutama pada anak-anak) baik yang cidera maupun yang
tidak terkena cedera (untuk membandingkan dengan yang normal)
- Dilakukan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan.
Foto Rontgen
Pada proyeksi AP kadang tidak jelas ditemukan adanya fraktur pada kasus yang
impacted, untuk ini diperlukan pemerikasaan tambahan proyeksi axial. Pergeseran
dinilai melalui bentuk bayangan tulang yang abnormal dan tingkat ketidakcocokan
garis trabekular pada kaput femoris dan ujung leher femur. Penilaian ini penting
13

karena fraktur yang terimpaksi atau tidak bergeser (stadium I dan II Garden ) dapat
membaik setelah fiksasi internal, sementara fraktur yang bergeser sering mengalami
non union dan nekrosis avaskular.
Radiografi foto polos secara tradisional telah digunakan sebagai langkah pertama
dalam pemeriksaan pada fraktur tulang pinggul. Tujuan utama dari film x-ray untuk
menyingkirkan setiap patah tulang yang jelas dan untuk menentukan lokasi dan
luasnya fraktur. Adanya pembentukan tulang periosteal, sclerosis, kalus, atau garis
fraktur dapat menunjukkan tegangan fraktur.Radiografi mungkin menunjukkan garis
fraktur pada bagian leher femur, yang merupakan lokasi untuk jenis fraktur.Fraktur
harus dibedakan dari patah tulang kompresi, yang menurut Devas dan Fullerton dan
Snowdy, biasanya terletak pada bagian inferior leher femoralis. Jika tidak terlihat di
film x-ray standar, bone scan atau Magnetic Resonance Imaging (MRI) harus
dilakukan.
Bone Scanning
Bone scanning dapat membantu menentukan adanya fraktur, tumor, atau infeksi.
Bone scan adalah indikator yang paling sensitif dari trauma tulang, tetapi mereka
memiliki kekhususan yang sedikit. Shin dkk. melaporkan bahwa bone scanning
memiliki prediksi nilai positif 68%.
Bone scanning dibatasi oleh resolusi spasial relatif dari anatomi pinggul. Di masa
lalu, bone scanning dianggap dapat diandalkan sebelum 48-72 jam setelah patah
tulang, tetapi sebuah penelitian yang dilakukan oleh Hold dkk menemukan sensitivitas
93%, terlepas dari saat cedera.
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI telah terbukti akurat dalam penilaian fraktur dan andal dilakukan dalam
waktu 24 jam dari cedera, namun pemeriksaan ini mahal. Dengan MRI, fraktur
biasanya muncul sebagai garis fraktur di korteks dikelilingi oleh zona edema intens
dalam rongga meduler. Dalam sebuah studi oleh Quinn dan McCarthy, temuan pada
MRI 100% sensitif pada pasien dengan hasil foto rontgen yang kurang terlihat.MRI
dapat menunjukkan hasil yang 100% sensitif, spesifik dan akurat dalam
mengidentifikasi fraktur collum femur.
14

 Pemeriksaan laboratorium
- Darah rutin,
- Faktor pembekuan darah,
- Golongan darah (terutama jika akan dilakukan tindakan operasi),
- Urinalisa,
- Kreatinin (trauma otot dapat meningkatkan beban kreatinin untuk kliren ginjal).
 Pemeriksaan arteriografi
Dilakukan jika dicurigai telah terjadi kerusakan vaskuler akibat fraktur tersebut.
g. Tatalaksana
Secara umum prinsip pengobatan fraktur ada 4 :
1. Recognition : diagnosis dan penilaian fraktur Prinsip pertama adalah mengetahui dan
menilai keadaan fraktur dengan anamnesis, pemeriksan klinis dan radiologis. Pada
awal pengobatan perlu diperhatikan: Lokalisasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan
teknik yang sesuai untuk pengobatan, komplikasi yang mungkin terjadi selama dan
sesudah pengobatan.
2. Reduction : reduksi fraktur apabila perlu Restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk
mendapatkan posisi yang dapat diterima. Pada fraktur intraartikuler diperlukan
reduksi anatomis dan sedapat mungkin mengembalikan fungsi normal dan mencegah
komplikasi seperti kekakuan, deformitas, serta perubahan osteoartritis di kemudian
hari. Posisi yang baik adalah : alignment yang sempurna, aposisi yang sempurna
3. Retention : imobilisasi fraktur
4. Rehabilitation : mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin.
Terapi pada fraktur tertutup
Pilihannya adalah terapi konservatif atau operatif.
Terapi konservatif
1. Proteksi saja :Untuk penanganan fraktur dengan dislokasi fragmen yang minimal atau
dengan dislokasi yang tidak akan menyebabkan cacat di kemudian hari.
2. Immobilisasi saja tanpa reposisi, Misalnya pemasangan gips pada fraktur inkomplit
dan fraktur dengan kedudukan yang baik.
15

3. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips


Ini dilakukan pada fraktur dengan dislokasi fragmen yang berarti. Fragmen distal
dikembalikan ke kedudukan semula terhadap fragmen proksimal dan dipertahankan
dalam kedudukan yang stabil dalam gips.
4. Traksi Ini dilakukan pada fraktur yang akan terdislokasi kembali di dalam gips. Cara
ini dilakukan pada fraktur dengan otot yang kuat. Traksi dapat untuk reposisi secara
perlahan dan fiksasi hingga sembuh atau dipasang gips setelah tidak sakit lagi. Pada
anak-anak dipakai traksi kulit (traksi Hamilton Russel/traksi Bryant). Traksi kulit
terbatas untuk 4 minggu dan beban < 5 kg, untuk anakanak waktu dan beban tersebut
mencukupi untuk dipakai sebagai traksi definitif, bilamana tidak maka diteruskan
dengan immobilisasi gips. Untuk orang dewasa traksi definitif harus traksi skeletal
berupa balanced traction.

Terapi operatif
Terapi operatif dengan reposisi secara tertutup dengan bimbingan radiologis.
1. Reposisi tertutup – fiksasi externa Setelah reposisi berdasarkan control radiologis
intraoperatif maka dipasang fiksasi externa. Untuk fiksasi fragmen patahan tulang,
digunakan pin baja yang ditusukkan pada fragmen tulang, kemudian pin baja tadi
disatukan secara kokoh dengan batangan logam di luar kulit.
2. Reposisi tertutup dengan control radiologis diikuti fiksasi interna. Fragmen direposisi
secara non operatif dengan meja traksi. Setelah tereposisi dilakukan pemasangan pen
secara operatif.
16

Terapi operatif dengan membuka frakturnya.


1. Reposisi terbuka dan fikasasi interna /ORIF (Open Reduction and Internal Fixation)
fiksasi interna yang dipakai bisa berupa pen di dalam sumsum tulang panjang, bisa
juga berupa plat dengan skrup di permukaan tulang. Keuntungan ORIF adalah bisa
dicapai reposisi sempurna dan bila dipasang fiksasi interna yang kokoh, sesudah
operasi tidak perlu lagi dipasang gips dan segera bisa dilakukan immobilisasi.
Kerugiannya adalah reposisi secara operatif ini mengundang resiko infeksi tulang.

Indikasi ORIF : fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avasculair necrosis
tinggi, fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup, fraktur yang dapat direposisi tetapi
sulit dipertahankan, fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih
baik dengan operasi, misalnya fraktur femur.
2. Excisional arthroplasty Membuang fragmen yang patah yang membentuk sendi.
3. Excisi fragmen dan pemasangan endoprosthesis dilakukan pada fraktur kolum femur.
h. Komplikasi
 Komplikasi Lokal :
Jika komplikasi yang terjadi sebelum satu minggu pasca trauma disebut komplikasi
dini, jika komplikasi terjadi setelah satu minggu pasca trauma disebut komplikasi
lanjut. Ada beberapa komplikasi yang terjadi yaitu :
a. Infeksi, terutama pada kasus fraktur terbuka.
b. Osteomielitis yaitu infeksi yang berlanjut hingga tulang.
c. Atropi otot karena imobilisasi sampai osteoporosis.
d. Delayed union yaitu penyambungan tulang yang lama.
e. Non union yaitu tidak terjadinya penyambungan pada tulang yang fraktur.
f. Malunion yaitu keadaan dimana fraktur sembuh pada saatnya, tetapi terdapat
deformitas yang terbentuk angulasi, varus atau valgus, rotasi, kependekan atau
union secara menyilang misalnya pada fraktur radius dan ulna.
17

g. Artritis supuratif, yaitu kerusakan kartilago sendi.


h. Dekubitus, karena penekanan jaringan lunak oleh gips.
i. Lepuh di kulit karena elevasi kulit superfisial akibat edema.
j. Terganggunya gerakan aktif otot karena terputusnya serabut otot,
k. Sindroma kompartemen karena pemasangan gips yang terlalu ketat sehingga
mengganggu aliran darah.
18

BAB III
KESIMPULAN

Pasien dating dengan keluhan nyeri hebat pada tungkai bawah kanan terutama saat di
gerakkan. Kejadian pukul 7 pagi, pasien mengalami KLL dengan posisi pasien mengendarai
sepeda bergoncengan dengan teman kemudian di tabrak oleh motor dari belakang. Pasien jatuh
ke sebelah kanan dengan posisi kaki tertimpa sepeda. Post KLL pasien menyangkal adanya
muntah, pingsan, atau mata berkunang.
Pada pemerksaan fisik ekstremitas kaki kanan tampak deformitas dan sianosis pada bagian
distal.
Dilakukan pemeriksaan radiologi di dapatkan hasil yakni fraktur kominutive tibia dextra
pars tertia media, aposisi dan alignment tidak baik.
Pasien diberikan tatalaksana medikamentosa dan nonmedikamentosa. Tatalaksana
medikamentosa adalah pemberian IVFD RL / 8 jam, Analgetik ketorolac 2x1 iv, dan Ranitidin
2x1 iv , serta dengan terapi non medikamentosa adalah Tirah Baring, Observasi Tanda Vital,
Imobilisasi tibia, Rencana tindakan operatif sehingga harus di rujuk ke RS lain.

Anda mungkin juga menyukai