kekuatan tulang, kartilago, dan otot cenderung berubah, struktur ligamen tetap tidak berubah
seiring pertumbuhan dan perkembangan.
Periosteum
Bagian terluar yang menutupi tulang adalah lapisan fibrosa dense, yang pada anak-anak secara
signifikan lebih tebal daripada dewasa. Periosteum anak-anak sebenarnya mempunyai sebuah
lapisan fibrosa luar dan kambium atau lapisan osteogenik. Menurut Hence, periosteum anakanak mampu memberikan kekuatan mekanis terhadap trauma. Karena periosteum yang tebal,
fraktur tidak cenderung untuk mengalami displace seperti pada dewasa, dan periosteum yang
intak dapat berguna sebagai bantuan dalam reduksi fraktur dan maintenance. Sebagai tambahan,
fraktur akan sembuh lebih cepat secara signifikan daripada dewasa.
Growth Plate
Growth plate atau fisis adalah lempeng kartilago yang terletak di antar epifisis (pusat penulangan
sekunder) dan metafisis. Ini penting bagi pertumbuhan tulang panjang agar terjadi. Bagian ini
juga menjadi satu titik kelemahan dari semua struktur tulang terhadap trauma mekanik. Fisis,
secara histologik terdiri dari 4 lapisan, yaitu :
a. Resting zone: Lapisan teratas yang terdiri dari sel-sel germinal yang datar dan merupakan
tempan penyimpanan bahan-bahan metabolik yang akan digunakan nantinya.
b. Proliferating zone: Sel-sel di area ini secara aktif bereplikasi dan tumbuh menjadi lempeng.
Sel-sel tersebut disebut seperi tumpukan lempeng. Pada area ini, sel-selnya menggunakan bahan
metabolik yang sebelumnya disimpan untuk perjalanan mereka ke metafisis.
c. Hypertrophic zone: Sel-sel di area ini cenderung membengkak dan berubah menjadi lebih
katabolik. Sel mempersiapkan matriks untuk mengalami kalsifikasi dan berubah menjadi tulang.
Area ini menjadi letak terlemah secara mekanis.
d. Calcied zone: Secara metabolik, matriks menyebar untuk deposisi garam kalsium, dan
membentuk osteoid. Di daerah yang dekat metafisis, cabang-cabang pembuluh darah kecil
menjalar ke lapisan basal dari lempeng fisis.
Fraktur artikuler dan preartikuler pada anak-anak merupakan cidera yang tidak dapat dihindari
melibatkan fisis. Baik terapi dan prognosis cidera fisis tergantung pada gambaran cidera, sebagai
contoh apakah cidera hanya melibatkan fisis, fisis dan metafisis, atau fisis dan epifisis.
Pengelompokan cidera fisis yang sering digunakan adalah klasifikasi Shalter Harris, yang
mendriskipsikan dalam 5 (lima) tipe yaitu :
SH I: Fraktur pada zona hipertropi kartilago fisis, memisahkan epifisis dan metafisis
secara longitudinal; Prognosis baik, biasanya hanya dengan closed reduction, ORIF dapat
dilakukan jika stabilitas tidak tercapai atau tidak terjamin.
SH 2: Fraktur sebagian mengenai fisis dan fragmen segitiga metafisis; 75% dari semua
fraktur fisis.
SH 3: Fraktur pada fisis dengan diskontinuitas artikular. Mengenai sebagian fisis, epifisis,
dan permukaan sendi. Sering memerlukan ORIF untuk memastikan realignment
anatomis.
SH IV: Fraktur berjalan oblik melewati metafisis, fisis, dan epifisis.
SH V: Lesi kompresi pada fisis; sulit untuk mendiagnosis pada saat cidera. Tidak tampak
garis fraktur pada awal rontgen; jarang terjadi; Risiko besar terjadi gangguan
pertumbuhan.
Penatalaksanaan
Closed treatment
Mayoritas fraktur pada anak-anak dan remaja akan ditangani dengan reduksi tertutup dan
pembalutan dengan gips atau traksi. Satu-satunya cara untuk menahan reduksi adalah dengan
menggunakan gips. Kebanyakan fraktur dapat sembuh dalam beberapa minggu dan karena
anak-anak tidak dapat mendriskripsikan nyeri, gangguan sensori dan sirkulasi atau tandatanda komplikasi lainya, maka diperlukan observasi klinis yang reguler dan kompeten.
Gips sebaiknya digunakan pada fraktur yang telah berhasil direduksi. Status sirkulasi dan
neurologis distal dari fraktur harus diperiksa secara reguler.
Open treatment
Beberapa indikasi untuk penatalaksanaan operasi pada anak meliputi :
1. fraktur displaced epifisis
2. fraktur displaced intrartikuler
3. fraktur tidak stabil
4. multiple fraktur
5. fraktur terbuka
6. fraktur femur pada remaja
7. fraktur leher femur
8. fraktur dengan luka bakar
9. Closed treatment yang gagal atau tidak stabil
10. Closed treatmen dengan kemungkinan kegagalan yang tinggi
11. fraktur patologis
12. Cidera neurovaskuler
Pada dasarnya tujuan dilakukan operasi terbuka menurut Tscherne & Gotzen adalah :
1.
2.
3.
4.
Menyelamatkan nyawa
Menyelamatkan anggota gerak
Menghindari infeksi
Memelihara fungsi
Tipe-tipe fiksasi
Fiksasi dapat dilakukan dengan open reduction and internal fixsation (ORIF), closed
reduction dan internal fixsation (CRIF).
Indikasi fiksasi interna dengan operasi terbuka telah dikemukakan di atas. Sedangkan
indikasi fiksasi eksterna, di antarnya adalah :
Traksi
Traksi dapat dilakukan melalui kulit atau tulang. Kulit hanya mampu menanggung beban traksi
sekitar 5 kg pada dewasa. Jika dibutuhkan lebih dari ini maka diperlukan traksi melalui tulang.
Traksi tulang sebaiknya dihindari pada anak-anak karena growth plate dapat dengan mudah
rusak akibat pin tulang.
Indikasi traksi kulit diantaranya adalah untuk anak-anak yang memerlukan reduksi tertutup,
traksi sementara sebelum operasi, traksi yang memerlukan beban < 5 kg untuk menjaga reduksi.
Traksi kulit sebaiknya dipilih bahan yang hipoalergenik (ex, Elastoplast) untuk pasien yang
alergi dengan bahan yang biasa atau pada orang tua dimana kulitnya telah rapuh.
Kontraindikasi traksi kulit yaitu bila terdapat luka atau kerusakan kulit serta traksi yang
memerlukan beban > 5 kg. Akibat traksi kulit yang kelebihan beban di antaranya adalah nekrosis
kulit, obstruksi vaskuler, oedem distal, serta peroneal nerve palsy pada traksi tungkai.
Traksi tulang dilakukan pada dewasa yang memerlukan beban > 5 kg, terdapat kerusakan kulit,
atau untuk penggunaan jangka waktu lama.
Kontratraksi diperlukan untuk melawan gaya traksi, yaitu misalnya dengan memposisikan
tungkai lebih tinggi pada traksi yang dilakukan di tungkai.
bahu
(dengan
balutan
seperti
kain
gendongan
atau
yang
mampu
menyandang/memfiksasi bagian lengan bawah dalam posisi horizontal melawan batang tubuh)
sebaiknya digunakan untuk mengangkat ekstremitas atas untuk mengurangi tarikan ke bawah
pada klavikula distal. Kalus yang dapat dipalpasi dapat dideteksi beberapa minggu yang
kemudian akan remodel dalam 6-12 bulan. Fraktur klavikula biasanya sembuh dengan cepat
dalam 3-6 minggu.
Fraktur proksimal humerus
Biasanya akibat jatuh ke belakang dalam lengan yang ekstensi. Cidera neurovaskular jarang.
Akan tetapi, kerusakan saraf aksila harus dicurigai jika pasien merasakan fungsi deltoid yang
tidak normal dan parestesia atau anesthesia sepanjang aspek bahu lateral. Penatalaksanaan
dengan immobilisasi lengan dengan sling-and swathe (balutan papan elastis yang memfiksasi
humerus melawan tubuh) selama 3-4 minggu. Karena potensi remodelling yang signifikan pada
daerah ini, deformitas dalam derajat tertentu masih dapat diterima. Fraktur dengan angulasi yang
ekstrim (lebih dari 900) dapat memerlukan reduksi dengan operasi.
Fraktur suprakondiler humerus
Fraktur suprakondiler (metafisis humerus distal daerah proksimal dari siku) adalah fraktur siku
yang paling sering pada anak-anak. Terjadi sering pada usia antara 3 -10 tahun. Pasien akan
menahan lengan dalam pronasi dan menolak untuk fleksi karena nyerinya. Cidera neurovascular
sering terjadi pada displacement yang berat. Karena mengalir a.brachialis maka cidera sebaiknya
ditangani sebagai emergensi akut. Pembengkakan, jika berat, dapat menghambat aliran arteri
atau vena. Pemeriksaan neurovascular yang cermat diperlukan. Compartment syndrome pada
lengan bawah volar dapat terjadi dalam 12-24 jam. Volkmanns contracture karena iskemia
intrakompartemen dapat mengikuti. Pin sering digunakan untuk memfiksasi fraktur setelah
reduksi terbuka atau tertutup. Fraktur suprakondiler yang umumnya tanpa gangguan
neurovaskular dapat dibidai dengan posisi siku fleksi 900, dan lengan bawah dibidai dalam
pronasi atau posisi netral.
Fraktur kondilus lateral
Fraktur kondilus lateral adalah akibat jatuh dimana kaput radialis pindah ke kapitelum humerus.
Fraktur gunting oblik permukaan sendi lateral sering terjadi. Biasanya disertai pembengkakan
yang berat meskipun fraktur tampak kecil pada X-ray. Risiko tinggi malunion dan nonunion pada
fraktur ini tinggi. Karena growth plate dan permukaan sendi displaced, reduksi terbuka dan
fiksasi dengan pin perkutaneus mungkin diperlukan. Gips tanpa pinning mungkin cukup
memuaskan untuk fraktur non-displaced.
Fraktur kaput radialis
Fraktur kaput radialis sering didiagnosis secara klinis karena biasanya sulit untuk terlihat dengan
X-ray. Patsien mengalami nyeri yang berat tersering dengan supinasi atau pronasi sedangkan
nyeri yang ringan biasanya dengan fleksi atau ekstensi siku. Leher radius dapat mengalami
angulasi hingga 70-800. Angulasi 450 atau kurang biasanya akan remodel secara spontan.
Manipulasi tertutup diperlukan pada angulasi yang lebih besar.
Fraktur buckle atau torus
Fraktur ini pada metafisis radius distal adalah sering. Biasanya akibat jatuh dengan bersandar
dengan pergelangan tangan dalam dorsofleksi. Fraktur adalah impaksi dan terdapat
pembengkakan jaringan lunak yang ringan atau perdarahan. Biasanya terdapat fraktur ulna distal
yang berhubungan dengan fraktur distal radius ini. Penatalaksanaan dengan short-arm cast (gips
lengan pendek). Fracture biasanya sembuh dalam 3-4 minggu.
Fraktur panggul biasanya akibat kecelakaan kendaraan bermotor, kecelakaan saat bersepeda, atau
jatuh dari ketinggian. Pasien tampak nyeri dengan pergerakan panggul yang pelan. Terdapat
risiko tinggi pada anak-anak untuk mengalami nekrosis vascular dan gangguan pertumbuhan
karena deformitas akibat gangguan vascular yang ada pada fisis. Fraktur leher femur merupakan
fraktur yang tidak stabil dan juga memiliki risiko tinggi seperti di atas karena kaya akan
pembuluh darah yang mensuplai fisis. Penatalaksanaan sebagai emergensi dengan ORIF dengan
screw untuk menstabilisasi.
Fraktur batang femur merupakan hasil dari trauma dengan gaya yang tinggi. Meskipun
kebanyakan fraktur femur tertutup, perdarahan ke dalam jaringan lunak di paha mungkin
mengakibatkan kehilangan darah yang signifikan. Fraktur batang femur dapat menimbulkan
pemendekan dan angulasi ke longitudinal akibat tarikan otot dan spasme. Restorasi panjang dan
alignment dicapai dengan traksi longitudinal. Overgrowth kira-kira 1-2,5 cm sering terjadi pada
fraktur femur pada anak-anak antara 2-10 tahun. Gips digunakan pada kelompok usia ini untuk
pemendekan beberapa sentimeter. Reduksi sempurna tidak diperlukan karena remodeling begitu
cepat. Penyambungan solid (union) biasanya tercapai dalam 6 minggu.
REFERENSI
1. Delahay, Lauerman. Children Orthopaedic. Wiesel et al. Essentials of Orthopedic Surgery.
Washington : WB Saunders Co. 2007
2. Alonso. Childrens Fracture. Colton et al. AO Principles of Fracture Management. New
York : AO Pub. 2000
3. Uliasz. Case Based Pediatrics For Medical Students and Residents. Hawaii : Department
of Pediatrics, University of Hawaii John A. Burns School of Medicine. 2002
4. Mehlman. Physeal Fracture. Kocher (Editor). www.emedicine.com. Last update : sept 6,
2007
Ada perbedaan yang mendasar antara fraktur pada anak dengan fraktur pada orang dewasa,
perbedaan tersebut pada anatomi, biomekanik, dan fisiologi tulang. Pada anak-anak antara
epifisis dan metafisis terdapat lempeng epifisis sebagai daerah pertumbuhan kongenital.
Lempeng epifisis ini akan menghilang pada dewasa, sehingga epifisis dan metafisis ini akan
menyatu pada saat itulah pertumbuhan memanjang tulang akan berhenti.
Tulang panjang terdiri dari : epifisis, metafisis dan diafisis. Epifisis merupakan bagian paling
atas dari tulang panjang, metafisis merupakan bagian yang lebih lebar dari ujung tulang panjang,
yang berdekatan dengan diskus epifisialis, sedangkan diafisis merupakan bagian tulang panjang
yang di bentuk dari pusat osifikasi primer.
Seluruh tulang diliputi oleh lapisan fibrosa yang disebut periosteum, yang mengandung sel-sel
yang dapat berproliferasi dan berperan dalam proses pertumbuhan transversal tulang panjang.
Kebanyakan tulang panjang mempunyai arteria nutrisi. Lokasi dan keutuhan dari pembuluh
darah inilah yang menentukan berhasil atau tidaknya proses penyembuhan suatu tulang yang
patah.
Pada anak, terdapat lempeng epifisis yang merupakan tulang rawan pertumbuhan. Periosteum
sangat tebal dan kuat dimana pada proses bone helding akan menghasilkan kalus yang cepat dan
lebih besar daripada orang dewasa.
Perbedaan di atas menjelaskan perbedaan biomekanik tulang anak-anak dibandingkan orang
dewasa, yaitu :
Biomekanik tulang
Tulang anak-anak sangat porous, korteks berlubang-lubang dan sangat mudah dipotong oleh
karena kanalis Haversian menduduki sebagian besar tulang. Faktor ini menyebabkan tulang
anak-anak dapat menerima toleransi yang besar terhadap deformasi tulang dibandingkan orang
dewasa. Tulang orang dewasa sangat kompak dan mudah mengalami tegangan dan tekanan
sehingga tidak dapat menahan kompresi.
Biomekanik lempeng pertumbuhan
Lempeng pertumbuhan merupakan tulang rawan yang melekat pada metafisis yang bagian
luarnya diliputi oleh periosteum sedang bagian dalamnya oleh procesus mamilaris. Untuk
memisahkan metafisis dan epifisis diperlukan kekuatan yang besar. Tulang rawan lempeng
epifisis mempunyai konsistensi seperti karet yang besar.
Biomekanik periosteum
Periosteum pada anak-anak sangat kuat dan tebal dan tidak mudah mengalami robekan
dibandingkan orang dewasa.
Pada anak-anak, pertumbuhan merupakan dasar terjadinya remodelling yang lebih besar
dibandingkan pada orang dewasa, sehingga tulang pada anak-anak mempunyai perbedaan
fisiologi, yaitu :
Pertumbuhan berlebihan (over growth)
Pertumbuhan diafisis tulang panjang akan memberikan stimulasi pada pertumbuhan panjang,
karena tulang rawan lempeng epifisis mengalami hiperemi pada waktu penyambungan.
Deformitas yang progresif
Kerusakan permanen pada lempeng epifisis akan terjadi pemendekan atau angulasi.
Fraktur total
Pada anak-anak fraktur total jarang bersifat komunitif karena tulangnya sangat fleksibel
dibandingkan orang dewasa.
2.3.Etiologi (7,6,8)
Fraktur dapat disebabkan karena oleh :
1. Trauma
2. Non Trauma
3. Stress
1. Trauma
Trauma dapat dibagi menjadi trauma langsung dan trauma tidak langsung. Trauma langsung
berarti benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat itu, sedangkan trauma tidak
langsung bilamana titik tumpuan benturan dengan terjadinya fraktur bergantian.
2. Non Trauma
Fraktur terjadi karena kelemahan tulang akibat kelainan patologis didalam tulang, non trauma ini
bisa karena kelainan metabolik atau infeksi.
3. Stress
Fraktur stress terjadi karena trauma yang terus-menerus pada suatu tempat tertentu.
2.4.Klasifikasi (2,6,8)
Klasifikasi fraktur pada anak dapat dikelompokkan berdasarkan radiologis, anatomis, klinis dan
fraktur yang khusus pada anak.
A. Klasifikasi Radiologi
- Fraktur Buckle atau torus
- Tulang melengkung
- Fraktur green-stick
- Fraktur total
B. Klasifikasi Anatomis
- Fraktur epifisis
- Fraktur lempeng epifisis
- Fraktur metafisis
- Fraktur diafisis
C. Klasifikasi Klinis
- Traumatik
- Patologik
- Stress
D. Fraktur khusus pada anak
- Fraktur akibat trauma kelahiran
Fraktur yang terjadi pada saat proses kelahiran sering terjadi pada saat melahirkan bahu bayi,
(pada persalinan sungsang). Fraktur yang terjadi biasanya disebabkan karena tarikan yang terlalu
kuat yang tidak disadari oleh penolong.
- Fraktur salter-Haris
Klasifikasi salter haris untuk patah tulang yang mengenai lempeng epifisis distal tibia dibagi
menjadi lima tipe :
Tipe 1 : Epifisis dan cakram epifisis lepas dari metafisis tetapi periosteumnya masih utuh.
Tipe 2 : Periost robek di satu sisi sehingga epifisis dan cakram epifisis lepas sama sekali dari
metafisis.
Ada 2 jenis fraktur khusus pada anak yaitu di daerah epifisis dan di lempeng epifisis. Fraktur
epifisis jarang terjadi tanpa disertai dengan fraktur lempeng epifisis, yang dibagi dalam :
1. Fraktur avulsi akibat tarikan ligamen
2. Fraktur kompresi yang bersifat komunitif
3. Fraktur osteokondral
Fraktur pada lempeng epifisis merupakan 1/3 dari seluruh fraktur pada anak-anak. Lempeng
epifisis berupa diskus tulang rawan yang terletak diantara epifisis dan metafisis.
Banyak klasifikasi fraktur lempeng epifisis, yaitu menurut Poland, Salter-Harris, Aitken, Weber,
Rang dan Ogend. Tapi yang paling sering digunakan adalah menurut Salter-Harris karena paling
mudah, praktis dan memenuhi syarat untuk terapi dan prognosis.
Klasifikasi menurut Salter-Harris dibagi dalam lima tipe, yaitu (6,7) :
Tipe I
Epifisis dan cakram epifisis lepas dari metafisis tetapi periosteumnya masih utuh.
Tipe II
Garis fraktur melalui sepanjang lempeng epifisis dan membelok ke metafisis dan akan
membentuk suatu fragmen metafisis yang berbentuk segitiga disebut tanda Thurston-Holland.
Tipe III
Garis fraktur mulai permukaan sendi melewati lempeng epifisis kemudian sepanjang garis
lempeng epifisis.
Tipe IV
Merupakan fraktur intra-intraartikuler yang melalui permukaan sendi memotong epifisis serta
seluruh lapisan lempeng epifisis dan berlanjut pada sebagian metafisis.
Tipe V
Terdapat kompresi pada sebagian cakram epifisis yang menyebabkan kematian dari sebagian
cakram tersebut.
2.5.Diagnosa (2,6,7)
Diagnosis fraktur ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang yaitu radiologis. Pada anak biasanya diperoleh dengan alloanamnesis dimana
ditemukan adanya riwayat trauma dan gejala-gejala seperti nyeri, pembengkakan, perubahan
bentuk dan gangguan gerak. Pada pasien dengan riwayat trauma yang perlu ditanyakan adalah
waktu terjadinya, cara terjadinya, posisi penderita dan lokasi trauma. Bila tidak ada riwayat
trauma berarti merupakan fraktur patologis.
Pada pemeriksaan fisik dilakukan :
Look (Inspeksi)
- Deformitas : angulasi ( medial, lateral, posterior atau anterior), diskrepensi (rotasi, perpendekan
atau perpanjangan).
- Bengkak atau kebiruan.
- Fungsio laesa (hilangnya fungsi gerak)
Feel (Palpasi)
- Tenderness (nyeri tekan) pada derah fraktur.
- Krepitasi.
- Nyeri sumbu.
Move (Gerakan)
- Nyeri bila digerakan, baik gerakan aktif maupun pasif.
- Gerakan yang tidak normal yaitu gerakan yang terjadi tidak pada sendinya.
Pemeriksan trauma di tempat lain seperti kepala, thorak, abdomen, tractus urinarius dan pelvis.
Pemeriksaan komplikasi fraktur seperti neurovaskular bagian distal fraktur yang berupa pulsus
arteri, warna kulit, temperatur kulit, pengembalian darah ke kapiler (Capillary refil test), sensasi
motorik dan sensorik.
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah pemeriksan Radiologi. Untuk melengkapi
deskripsi fraktur dan dasar untuk tindakan selanjutnya. Foto rontgen minimal harus dua proyeksi
yaitu AP dan lateral.
2.6.Penyembuhan Fraktur pada Anak(2,6,7,8)
Proses penyembuhan fraktur adalah suatu proses biologis alami yang akan terjadi pada setiap
fraktur. Setiap tulang yang mengalami fraktur dapat sembuh tanpa jaringan parut.
Proses penyembuhan mulai terjadi segera setelah tulang mengalami kerusakan bila
lingkungannya memadai maka bisa sampai terjadi konsolidasi. Faktor mekanis seperti
imobilisasi sangat penting untuk penyembuhan, selain itu faktor biologis juga sangat esensial
dalam penyembuhan fraktur.
Proses penyembuhan fraktur berbeda-beda pada tulang kortikal (pada tulang panjang), tulang
kanselosa (pada metafisis tulang panjang dan tulang-tulang pendek) dan pada tulang rawan
persendian.
Penyembuhan fraktur pada tulang kortikal (2,6,7,8)
Proses penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri atas lima fase, yaitu :
1. Fase hematoma
Apabila terjadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil yang melewati
kanalikuli dalam sistem Haversian mengalami robekan pada daerah fraktur dan akan membentuk
hematoma diantara kedua sisi fraktur. Hematoma yang besar diliputi oleh periosteum.
Periosteum akan terdorong dan dapat mengalami robekan akibat tekanan hematoma yang terjadi
sehingga dapat terjadi ekstravasasi darah ke dalam jaringan lunak.
Osteosit dengan lakunanya yang terletak beberapa milimeter dari daerah fraktur akan kehilangan
darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu daerah cincin avaskuler tulang yang mati pada
sisi-sisi fraktur segera setelah trauma.
2. Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal
Pada fase ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi penyembuhan.
Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel-sel osteogenik yang berproliferasi dari
periosteum untuk membentuk kalus eksterna serta pada daerah endosteum membentuk kalus
interna sebagai aktifitas seluler dalam kanalis medularis. Apabila terjadi robekan yang hebat
pada periosteum, maka penyembuhan sel berasal dari diferensiasi sel-sel mesenkimal yang tidak
berdiferensiasi ke dalam jaringan lunak. Pada tahap awal dari penyembuhan fraktur ini terjadi
pertambahan jumlah dari sel-sel osteogenik yang memberi pertumbuhan yang cepat pada
jaringan osteogenik yang sifatnya lebih cepat dari tumor ganas. Pembentukan jaringan seluler
tidak terbentuk dari organisasi pembekuan hematoma suatu daerah fraktur. Setelah beberapa
minggu, kalus dari fraktur akan membentuk suatu massa yang meliputi jaringan osteogenik. Pada
pemeriksaan radiologis kalus belum mengandung tulang sehingga merupakan suatu daerah
radiolusen.
3. Fase pembentukan kalus (fase union secara klinis)
Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen sel dasar yang berasal
dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas membentuk tulang rawan. Tempat osteoblast
diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan perlengketan polisakarida oleh garam-garam
kalsium membentuk suatu tulang yang imatur. Bentuk tulang ini disebut sebagai woven bone.
Pada pemeriksaan radiologi kalus atau woven bone sudah terlihat dan merupakan indikasi
radiologik pertama terjadinya penyembuhan fraktur.
4. Fase konsolidasi (fase union secara radiologik)
Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan diubah menjadi tulang
yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi struktur lamelar dan kelebihan kalus
akan diresorpsi secara bertahap.
5. Fase remodeling
Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru membentuk bagian yang menyerupai
bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis medularis. Pada fase remodeling ini, perlahanlahan terjadi resorpsi secara osteoklastik dan tetap terjadi proses osteoblastik pada tulang dan
kalus eksterna secara perlahan-lahan menghilang. Kalus intermediat berubah menjadi tulang
yang kompak dan berisi sistem Haversian dan kalus bagian dalam akan mengalami peronggaan
untuk membentuk ruang sumsum.
Penyembuhan fraktur pada tulang kanselosa (3)
Penyembuhan fraktur pada tulang kanselosa terjadi secara cepat karena beberapa faktor, yaitu :
1. Vaskularisasi yang cukup.
2. Terdapat permukaan yang lebih luas.
3. Kontak yang baik memberikan kemudahan vaskularisasi yang cepat.
4. Hematoma memegang peranan dalam penyembuhan fraktur.
Tulang kanselosa yang berlokalisasi pada metafisis pada tulang panjang, tulang pendek serta
tulang pipih diliputi oleh korteks yang tipis. Penyembuhan fraktur pada daerah tulang kanselosa
melalui proses pembentukan kalus interna dan endosteal. Pada anak-anak proses penyembuhan
pada daerah korteks juga memegang peranan penting. Proses osteogenik penyembuhan sel dari
bagian endosteal yang menutupi trabekula, berproliferasi untuk membentuk woven bone primer
didalam daerah fraktur yang disertai hematoma. Pembentukan kalus interna mengisi ruangan
pada daerah fraktur. Penyembuhan fraktur pada tulang kanselosa terjadi pada daerah dimana
terjadi kontak langsung diantara kedua permukaan fraktur yang berarti satu kalus endosteal.
Apabila terjadi kontak dari kedua fraktur maka terjadi union secara klinis. Selanjutnya woven
bone diganti oleh tulang lamelar dan tulang mengalami konsolidasi.
Penyembuhan fraktur pada tulang rawan persendian (8)
Tulang rawan hialin permukaan sendi sangat terbatas kemampuannya untuk regenerasi. Pada
fraktur intraartikuler penyembuhan tidak terjadi melalui tulang rawan hialin, tetapi terbentuk
melalui fibrokartilago.
Waktu penyembuhan fraktur(2)
Waktu penyembuhan tulang pada anak-anak jauh lebih cepat daripada orang dewasa. Hal ini
terutama disebabkan karena aktifitas proses osteogenesis pada periosteum dan endosteum dan
juga berhubungan dengan proses remodelling tulang pada anak sangat aktif dan makin berkurang
apabila umur bertambah. Selain itu fragmen tulang pada anak mempunyai vaskularisasi yang
baik dan penyembuhan biasanya tanpa komplikasi. Waktu penyembuhan anak secara kasar
adalah setengah kali waktu penyembuhan pada orang dewasa.
2.7.Penatalaksanaan Fraktur (2,3,7,8)
Pilihan adalah terapi konservatif atau operatif. Pilihan harus mengingat tujuan pengobatan
fraktur, yaitu : mengembalikan fungsi tulang yang patah dalam jangka waktu sesingkat mungkin.
I. Terapi Konservatif
a. Proteksi saja
Misalnya mitella untuk fraktur collum chirurgicum humeri dengan kedudukan baik.
b. Immobilisasi saja tanpa reposisi
Misalnya pemasangan gips atau bidai pada fraktur inkomplit dan fraktur dengan kedudukan baik.
c. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips
Misalnya fraktur supracondylair, fraktur colles, fraktur smith. Reposisi dapat dengan anestesi
umum atau anestesi lokal dengan menyuntikkan obat anestesi dalam hematoma fraktur. Fragmen
distal dikembalikan pada kedudukan semula terhadap fragmen proksimal dan dipertahankan
dalam kedudukan yang stabil dalam gips. Misalnya fraktur distal radius, immobilisasi dalam
pronasi penuh dan fleksi pergelangan.
d. Traksi
Traksi dapat untuk reposisi secara perlahan dan fiksasi hingga sembuh atau dipasang gips setelah
tidak sakit lagi. Pada anak-anak dipakai traksi kulit (traksi Hamilton Russel/traksi Bryant).
Traksi kulit terbatas untuk 4 minggu dan beban < 5 kg, untuk anak-anak waktu dan beban
tersebut mencukupi untuk dipakai sebagai traksi definitif, bilamana tidak maka diteruskan
dengan immobilisasi gips. Untuk orang dewasa traksi definitif harus traksi skeletal berupa
balanced traction.
II. Terapi Operatif
a. Terapi operatif dengan reposisi secara tertutup dengan bimbingan radiologis (image
intensifier, C-arm) :
1. Reposisi tertutup-Fiksasi eksterna
Setelah reposisi baik berdasarkan kontrol radiologis intraoperatif maka dipasang alat fiksasi
eksterna.
2. Reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi interna
Misalnya : reposisi fraktur tertutup supra condylair pada anak diikuti dengan pemasangan paralel
pins. Reposisi tertutup fraktur collumum pada anak diikuti pinning dan immobilisasi gips.
Cara ini sekarang terus dikembangkan menjadi close nailing pada fraktur femur dan tibia, yaitu
pemasangan fiksasi interna intra meduller (pen) tanpa membuka frakturnya.
b. Terapi operatif dengan membuka frakturnya :
1. Reposisi terbuka dan fiksasi interna
ORIF (Open Reduction and Internal Fixation)
Keuntungan cara ini adalah :
- Reposisi anatomis.
- Mobilisasi dini tanpa fiksasi luar.
Indikasi ORIF :
a. Fraktur yang tak bisa sembuh atau bahaya avasculair nekrosis tinggi, misalnya :
- Fraktur talus.
- Fraktur collum femur.
b. Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup. Misalnya :
- Fraktur avulsi.
- Fraktur dislokasi.
c. Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan. Misalnya :
- Fraktur Monteggia.
- Fraktur Galeazzi.
- Fraktur antebrachii.
- Fraktur pergelangan kaki.
d. Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan operasi,
misalnya : fraktur femur.
2. Excisional Arthroplasty
Membuang fragmen yang patah yang membentuk sendi, misalnya :
- Fraktur caput radii pada orang dewasa.
- Fraktur collum femur yang dilakukan operasi Girdlestone.
3. Excisi fragmen dan pemasangan endoprosthesis
Dilakukan excisi caput femur dan pemasangan endoprosthesis Moore atau yang lainnya.
Sesuai tujuan pengobatan fraktur yaitu untuk mengembalikan fungsi maka sejak awal sudah
harus diperhatikan latihan-latihan untuk mencegah disuse atropi otot dan kekakuan sendi, disertai
mobilisasi dini. Pada anak jarang dilakukan operasi karena proses penyembuhannya yang cepat
dan nyaris tanpa komplikasi yang berarti.
III. Pengobatan Fraktur Terbuka
Fraktur terbuka adalah suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan segera.
Tindakan sudah harus dimulai dari fase pra-rumah sakit :
-Pembidaian
-Menghentikan perdarahan dengan perban tekan
-Menghentikan perdarahan besar dengan klem
Tiba di UGD rumah sakit harus segera diperiksa menyeluruh oleh karena 40% dari fraktur
terbuka merupakan polytrauma.
Tindakan life-saving harus selalu didahulukan dalam kerangka kerja terpadu (team work).
DAFTAR PUSTAKA
1. Apley and Solomon, Fracture and Joint Injuries in Apleys System of Orthopaedics and
Fractures, Seventh Edition, Butterwordh-Heinemann, London, 1993, pp. 499-515.
2. Armis, Prinsip-prinsip Umur Fraktur dalam Trauma Sistema Muskuloskeletal, FKUGM,
Yogyakarta, hal : 1-32.
3. Berend ME, Harrelson JM, Feagin JA, Fractures and Dislocation in Sabiston Jr DC, Texbook
of Surgery The Biological Basis of Modern Surgical Practice, Fifteenth Edition, W.B. Saunders
Company, Philadelphia, 1997, pp. 1398-1400.
4. Carter MA, Anatomi dan Fisiologi Tulang dan Sendi dalam Price SA, Wilson LM,
Patofisiologi Konsep-konsep Klinis Proses- proses Penyakit, Buku II, edisi 4, EGC, Jakarta,
1994, hal 1175-80.
5. Dorland, Kamus Kedokteran, edisi 26, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1996, hal
523,638,1119.
6. Rasjad C, Trauma dalam Pengantar Ilmu Bedah Orthopaedi, Bintang Lamumpatue Ujung
Pandang, 1998, hal : 343-525
7. Reksoprodjo, S, Pemeriksaan Orthopaedi dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah FKUI, Penerbit
Binarupa Aksara, Jakarta, 1995, hal : 453-471.
8. Sjamsuhidajat R, Sistem Muskuloskeletal dalam Syamsuhidajat R, de Jong W, Buku Ajar Ilmu
Bedah, EGC, Jakarta, 1997, hal : 1124-1286
Ada perbedaan yang mendasar antara fraktur pada anak dengan fraktur pada orang dewasa,
perbedaan tersebut pada anatomi, biomekanik, dan fisiologi tulang. Pada anak-anak antara
epifisis dan metafisis terdapat lempeng epifisis sebagai daerah pertumbuhan kongenital.
Lempeng epifisis ini akan menghilang pada dewasa, sehingga epifisis dan metafisis ini akan
menyatu pada saat itulah pertumbuhan memanjang tulang akan berhenti.
Tulang panjang terdiri dari :
Metafisis : merupakan bagian yang lebih lebar dari ujung tulang panjang, yang berdekatan
dengan diskus epifisialis
Diafisis : merupakan bagian tulang panjang yang di bentuk dari pusat osifikasi primer
Seluruh tulang diliputi oleh lapisan fibrosa yang disebut periosteum, yang mengandung sel-sel
yang dapat berproliferasi dan berperan dalam proses pertumbuhan transversal tulang panjang.
Kebanyakan tulang panjang mempunyai arteria nutrisi. Lokasi dan keutuhan dari pembuluh
darah inilah yang menentukan berhasil atau tidaknya proses penyembuhan suatu tulang yang
patah.
Pada anak, terdapat lempeng epifisis yang merupakan tulang rawan pertumbuhan. Periosteum
sangat tebal dan kuat dimana pada proses bone helding akan menghasilkan kalus yang cepat dan
lebih besar daripada orang dewasa.
Perbedaan di atas menjelaskan perbedaan biomekanik tulang anak-anak dibandingkan orang
dewasa, yaitu :
Biomekanik tulang
Tulang anak-anak sangat porous, korteks berlubang-lubang dan sangat mudah dipotong oleh
karena kanalis Haversian menduduki sebagian besar tulang. Faktor ini menyebabkan tulang
anak-anak dapat menerima toleransi yang besar terhadap deformasi tulang dibandingkan orang
dewasa. Tulang orang dewasa sangat kompak dan mudah mengalami tegangan dan tekanan
sehingga tidak dapat menahan kompresi.
Biomekanik periosteum
Periosteum pada anak-anak sangat kuat dan tebal dan tidak mudah mengalami robekan
dibandingkan orang dewasa.
Pada anak-anak, pertumbuhan merupakan dasar terjadinya remodelling yang lebih besar
dibandingkan pada orang dewasa, sehingga tulang pada anak-anak mempunyai perbedaan
fisiologi, yaitu :
Fraktur total
Pada anak-anak fraktur total jarang bersifat komunitif karena tulangnya sangat fleksibel
dibandingkan orang dewasa.
B. Etiologi
1. Trauma
Trauma dapat dibagi menjadi trauma langsung dan trauma tidak langsung. Trauma langsung
berarti benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat itu, sedangkan trauma tidak
langsung bilamana titik tumpuan benturan dengan terjadinya fraktur bergantian.
2. Non Trauma
Fraktur terjadi karena kelemahan tulang akibat kelainan patologis didalam tulang, non trauma ini
bisa karena kelainan metabolik atau infeksi.
3. Stress
Fraktur stress terjadi karena trauma yang terus-menerus pada suatu tempat tertentu.
Menurut Jurnal Associations of Birth Weight and Length, Childhood Size, and Smoking with
Bone
Fractures during Growth: Evidence from a Birth Cohort Study
Fraktur
pada
lengan
bawah
bagian
distal
berhubungan
dengan
rendahnya
kepadatan/densitas tulang tubuh, lengan bawah, pinggul, dan lumbar pada anak laki-laki dan
perempuan. Berkurangnya densitas mineral pada tulang merupakan factor risiko untuk fraktur
pada masa pertumbuhan Rendahnya densitas mineral pada tulang dapat memprediksi fraktur
baru pada anak perempuan diatas umur 4 tahun. Seorang anak yang pernah mengalami paling
sedikit 1 kali patah tulang merupakan factor risiko untuk mengalami fraktur tulang lagi di waktu
mendatang, sama dengan orang dewasa. Tingginya berat badan pada masa pertumbuhan
berhubungan dengan meningkatnya risiko fraktur pada lengan bawah bagian distal. Selain itu
risiko fraktor juga terjadi pada anak yang sering berolahraga(risiko cidera), rendahnya intake
ASI, menggunanakan obat steroid, rendahnya konsumsi kalsium, dan konsumsi minuman kola.
Hasil dari penelitian ini didapatkan bahwa lebih dari setengah anak anak pernah mengalami
fraktur paling sedikit satu fraktur sebelum usia 18 tahun. Tingginya berat badan dan tinggi badan
merupakan factor risiko fraktur, khususnya selama masa prapubertas. Merokok pada masa
remaja juga merupakan factor risiko fraktur pada masa remaja
Menurut Jurnal Pattern of fractures across pediatric age groups: analysis of individual and
lifestyle factors
Pada penelitian dalam jurnal ini didapatkan bahwa anak laki-laki mempunyai risiko fraktur
lebih tinggi daripada anak perempuan. Dengan bertambahnya umur rasio anak lakilaki/perempuan partisipasi dalam berolahraga meningkat, sedangkan intake kalsium dan waktu
untuk bermalas-malasan berkurang. Presentasi keseluruhan dari anak anak 0-16 tahun yang
mengalami (sedikitnya 1) fraktur, lebih tinggi anak laki-laki(42%) daripada anak perempuan
(27%). Tetapi kejadian fraktur tiga tahun lebih awal terjadi pada anak perempuan daripada anak
laki-laki. Meningkatnya fraktur selama masa prapubertas terjadi karena ketidaksesuaian antara
tinggi badan dan mineralisasi tulang. 77% kasus fraktur disebabkan karena trauma low-energy
(terutama karena jatuh) yang lebih sering terjadi pada anak laki-laki usia sekolah dan remaja.
Meningkatnya pasrtisipasi dalam olahraga menyebabkan tingginya insiden fraktur pada remaja.
Rendahnya intake kalsium dihubungkan dengan penurunan densitas tulang dan risiko fraktur
pada anak. Anak-anak yang mengalami fraktur berulang memiliki massa dan ukuran lumbar
tulang belakang yang lebih rendah dari kelompok control, konsumsi susu yang rendah, aktivitas
fisik yang rendah, BMI yang tinggi, dan konsumsi minuman berkarbon yang tinggi. Partisipasi
dalam olahraga dapat meningkatkan massa tulang tapi tidak melindungi tulang dari risiko injuri.
Oleh karena itu sejalan dengan meningkatnya kemampuan motorik, keikutsertaan dalam aktivitas
fisik meningkat dan risiko terkena injuri pun juga meningkat, terutama pada anak laki-laki.
Perbedaan yang signifikan (jenis kelamin) ditemukan hanya pada masa remaja dimana anak lakilaki mengalami patah tulang di arena bermain/jalan dan anak perempuan mengalami fraktur di
rumah
C. Klasifikasi
Fraktur khusus pada anak
Fraktur salter-Haris
Klasifikasi salter haris untuk patah tulang yang mengenai lempeng epifisis distal tibia dibagi
menjadi lima tipe :
Tipe 1 : Epifisis dan cakram epifisis lepas dari metafisis tetapi periosteumnya masih utuh.
Tipe 2 : Periost robek di satu sisi sehingga epifisis dan cakram epifisis lepas sama sekali dari
metafisis.
Tipe 3 : Patah tulang cakram epifisis yang melalui sendi
Tipe 4 : Terdapat fragmen patah tulang yang garis patahnya tegak lurus cakram epifisis
Tipe 5 : Terdapat kompresi pada sebagian cakram epifisis yang menyebabkan kematian dari
sebagian cakram tersebut.
E. Manifestasi Klinis
Deformitas : angulasi ( medial, lateral, posterior atau anterior), diskrepensi (rotasi, perpendekan
atau perpanjangan)
Krepitasi.
Gerakan yang tidak normal yaitu gerakan yang terjadi tidak pada sendinya.
F. Penatalaksanaan
1. Terapi Konservatif
a.
Proteksi
Misalnya mitella untuk fraktur collum chirurgicum humeri dengan kedudukan baik.
d. Traksi
Traksi dapat untuk reposisi secara perlahan dan fiksasi hingga sembuh atau dipasang gips setelah
tidak sakit lagi. Pada anak-anak dipakai traksi kulit (traksi Hamilton Russel/traksi Bryant).
Traksi kulit terbatas untuk 4 minggu dan beban < 5 kg, untuk anak-anak waktu dan beban
tersebut mencukupi untuk dipakai sebagai traksi definitif, bilamana tidak maka diteruskan
dengan immobilisasi gips. Untuk orang dewasa traksi definitif harus traksi skeletal berupa
balanced traction.
2. Terapi Operatif
a.
Misalnya : reposisi fraktur tertutup supra condylair pada anak diikuti dengan pemasangan paralel
pins. Reposisi tertutup fraktur collumum pada anak diikuti pinning dan immobilisasi gips.
Cara ini sekarang terus dikembangkan menjadi close nailing pada fraktur femur dan tibia, yaitu
pemasangan fiksasi interna intra meduller (pen) tanpa membuka frakturnya.
b. Terapi operatif dengan membuka frakturnya :
diperhatikan latihan-latihan untuk mencegah disuse atropi otot dan kekakuan sendi, disertai
mobilisasi dini. Pada anak jarang dilakukan operasi karena proses penyembuhannya yang cepat
dan nyaris tanpa komplikasi yang berarti.
Treatment yang dilakukan pada Kasus Supracondylar Fracture of Humerus dalam beberapa jurnal
:
1.
2.
Tujuan penelitian adalah untuk membandingkan antara perawatan terbuka dan tertutup pada
pasca operative dari fraktur suprakondilar ektension tipe III pada anak.
Dan juga hasil dari teknik yang berbeda pada perawatan terbuka yang dievaluasi dengan
retrospektive. Menurut kriteria Flynn, outcome dari reduksi terbuka dan tertutup tidak ada
statistik yang signifikan ( P > 0,05 ). Meskipun begitu outcome dari reduksi tertutup tidak
menunjukkan keunggulan apapun dari reduksi terbuka, itu harus menjadi pilihan pertama dari
perawatan berkaitan dengan rendahnya morbiditas dan pendeknya rawat inap di rumah sakit.
Kesimpulan :
Dapat disimpulkan bahwa reduksi terbuka dan fiksasi internal adalah sebuah protokol perawatan
sekunder yang efektif untuk fraktur suprakondilar tipe III dengan hasil yang diperbandingkan
dengan reduksi tertutup dan digantung. Jika reduksi tertutup gagal, reduksi terbuka atau traksi
skeletal dan penundaan fiksasi perkutanious dapat lebih disukai menurut pengalaman
pembedahan.
3.
Jurnal ini membahas tentang efektifitas dan keamanan dengan menggunakan sebuah
pendekatan anterior untuk fraktur humerus suprakondilar pada anak-anak. Penelitian dilakukan
dengan 46 anak-anak yang memiliki fraktur humerus suprakondilar. Semua pasien telah
terkelompokkan fraktur ektensi tipe III Gartland yang tidak dapat direduksi dengan reduksi
tertutup. Dengan reduksi terbuka pun juga dilakukan dengan dimasukkan 2 kawat untuk
memperbaiki tulang yang patah tersebut. Lalu pasien difollow-up dan dievaluasi menggunakan
radiologi Flynn dan kriteria klinik. Kehilangan ektensi dan fleksi dikaji denagn pengkajian klinik
dan diukur mengguanakan radiogram. Difollow-up setelah 24 jam postoperasi yang
menunjukkan pasien dalam kondisi bagus dan kriteria yang bagus menurut Flynn.
Kesimpulan :
Perawatan fraktur suprakondilar pada anak-anak melalui area anterior sangat bagus karena
hasil dari penyembuhan fraktur tersebut sangat bagus dibuktikan dengan 31 excelent ( 67 % )
dan 15 hasil yang bagus ( 33 % ) dan tidak terdapat kegagalan atau kesalahan, serta luka dan
penyembuhan relatif cepat.
4.
Jurnal ini menjelaskan tentang kejadian fraktur pada anak-anak yang berulang akibat dari
fraktur sebelumnya. Dilakukan penelitian dengan 2 anak, 5 dan 6 tahun.keduanya mengalami
fraktur pada humerus suprakondilernya. Lalu, dilakukan pengobatan yang berbeda, yang 1
dengan cara reduksi terbuka atau pembedahan langsung dan yang lainnya dengan cara
pembalutan / reduksi tertutup. Keduanya dilakukan dengan penyembuhan dengan level standard.
2 tahun kemudian, mereka terjadi fraktur kembali pada daerah yang sama dan keduanya
dilakukan reduksi tertutup dengan penyematan perkutaneous.
Menurut peneliti, ektensi malunion ( penyatuan yang tidak sempurna ) menyebabkan resiko
tinggi pada anak untuk mengalami fraktur kembali pada daerah yang sama.
5.
70 anak dengan fraktur humerus suprakondiler tipe II dan III di-treatment dengan teknik
kawat-silang lateral perkutaneous dari januari 2006 sampai januari 2007. Ada 54 laki-laki dan 16
perempuan dengan umur berkisar 6,1 3, 07 tahun. Semua pasien dioperasi dalam waktu 24 jam
setelah trauma menggunakan teknik kawat-silang lateral perkutaneous Dorgans. Pasien difollowup
selama 6,1 2,6 bulan dan pengkajian dengan radiologi untuk penyatuannya,
fungsionalnya dan penyusunannya dengan kriteria Flynn. Hasilnya semua pasien mendapat
kepuasan, 91,4 % pasien puas dan 8,6 % tidak puas. Komplikasi yang terjadi adalah serangan
infeksi sematan minor pada 6 pasien, infeksi dalam pada 2 pasien, dan 32 pasien menderita
butiran-butiran pembentukan jaringan yang berlebihan sekitar balutan. Tidak ada kerusakan
persarafan untuk saraf ulnar atau saraf radial. Diperoleh hasil sedikit komplikasi yang dilaporkan
secara signifikan dengan teknik ini pada kasus fraktur suprakondiler pada anak.
Kesimpulan :
Teknik cross-wiring Dorgans baik untuk treatment pada anak dengan fraktur humerus
suprakondiler karena memberikan stabilitas fraktur yang baik, penyatuan tulang yang baik, dan
resiko atau komplikasi yang ditimbulkan sangat sedikit
Pengobatan Fraktur Terbuka
Fraktur terbuka adalah suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan segera.
Tindakan sudah harus dimulai dari fase pra-rumah sakit :
-Pembidaian
-Menghentikan perdarahan dengan perban tekan
-Menghentikan perdarahan besar dengan klem
Tiba di UGD rumah sakit harus segera diperiksa menyeluruh oleh karena 40% dari fraktur
terbuka merupakan polytrauma.
Tindakan life-saving harus selalu didahulukan dalam kerangka kerja terpadu (team work).
http://halapaaja.blogspot.com/2013/04/asuhan-keperawatan-pada-pasien-fraktur_7338.html
Lebih dari 10 % fraktur pada anak-anak melibatkan cedera pada lempeng pertumbuhan ( fisis )
karena fisis merupakan suatu bagian tulang yang relatif lemah. Salter Haris merupakan jenis
patah tulang yang terjadi hanya pada anak-anak yaitu patah tulang yang melibatkan piringan
epiphyseal.
pertumbuhan tulang. Selain itu suplai darah piringan epiphyseal yang masuk dari permukaan
epiphyseal dapat kehilangan pasokan darahnya sehingga dapat mengakibatkan piringan tersebut
menjadi nekrotis dan tidak tumbuh lagi. Pada beberapa tempat suplai darah pada epiphyseal tidak
rusak pada saat terjadi luka karena pada epiphyseal femoral proximal dan epiphyseal radial
proximal pembuluh darah mengalir melalui leher tulang dan memotong sekeliling epiphyseal.1,5
C. KLASIFIKASI
Klasifikasi fraktur piringan epiphyseal Salter Haris berdasarkan pada mekanisme fraktur dan
juga hubungan garis patahan terhadap sel tumbuh piringan epiphyseal, selain itu, ini berkaitan
dengan metode perawatan dan juga prognosis luka yang berhubungan dengan gangguan
pertumbuhan.1,2,3,4,5,6
1. Type I
Terdapat pemisahan total epiphysis sepanjang tulang tanpa patah tulang, sel piringan epiphyseal
yang tumbuh masih melekat pada epiphysis. Jenis luka ini akibat gaya gunting, lebih umum
terjadi pada bayi yang baru lahir ( dari luka kelahiran ) dan pada anak-anak yang masih muda
dimana piringan epiphyseal masih relative tebal.
2. Type II
Garis pemisah patah tulang memanjang sepanjang piringan epiphyseal hingga jarak tertentu dan
kemudian keluar melalui bagian metaphysis sehingga mengakibatkan fragmentasi metaphyseal
berbentuk triangular. Sel tumbuh pada piringan tersebut masih melekat pada epiphysis. Jenis
fraktur ini, akibat dari gaya gunting dan tekuk, basanya terjadi pada anak-anak yang lebih besar
dimana piringan epiphyseal relatif tipis. Periosteum tersobek pada sisi cembung angulasi tersebut
tetapi melekat pada sisi cekung sehingga engsel periosteal utuh dan selalu berada pada sisi
potongan mataphyseal.
3. Type III
Patah tulang tersebut adalah intra-articular, mamanjang dari permukaan sambungan hingga
bagian dalam piringan epiphyseal dan kemudian sepanjang piringan tersebut hingga
sekelilingnya. Jenis fraktur yang tidak umum ini disebabkan oleh gaya gunting intra artikular dan
biasanya terbatas pada epiphysis tibia distal.
4. Type IV
Patah tulang yang intra-articular, mamanjang dari permukaan sambungan malalui epiphysis
memotong ketebalan piringan epiphyseal dan melalui bagian metaphysic. Contoh yang paling
umum dari fraktur tipe IV ini adalah patah tulang condyle lateral tulang lengan bagian atas.
5. Type V
Fraktur yang relatif kurang umum ini diakibatkan oleh gaya tekan yang keras yang terjadi pada
epiphysis menuju ke piringan epiphyseal. Tidak ada fraktur yang kelihatan tetapi lempeng
pertumbuhan remuk dan ini mungkin mengakibatkan terhentinya pertumbuhan. Seperti juga
yang terjadi pada daerah lutut dan pergelangan kaki.
A. GAMBARAN KLINIK
Fraktur ini lebih sering ditemukan pada anak laki-laki daripada anak perempuan dan biasanya
ditemukan pada masa bayi atau diantara usia 10-12 tahun. Defomitas biasanya sedikit sekali,
tetapi setiap cedera pada anak yang diikuti dengan rasa nyeri dan nyeri tekan di dekat sendi harus
dicurigai, dan pemeriksaan dengan sinar X penting dilakukan.5
Sinar X fisis sendiri bersifat radiolusen dan penulangn epipisis mungkin belum lengkap, ini
membuat sulit mengatakan apakah ujung tulang telah rusak atau mengalami deformasi. Lebih
muda si anak lebih kecil bagian epifisis yang kelihatan sehingga lebih sukar menegakkan
diagnosis maka perbandingan dengan sisi yang normal dapat sangat membantu. Tanda-tanda
yang memberi petunjuk adalah pelebaran dari celah fisis , ketidaksesuaian sendi atau miringnya
poros epiphysis. Kalau terdapat pergeseran yang nyata diagnosinya jelas, tapi fraktur tipe IV
sekalipun mula-mula dapat sedikit pergeserannya sehingga garis fraktur sulit dilihat dan kalau
terdapat kecurigaan yang sedikitpun mengenai adanya fraktur fisis, pemeriksaan ulang sinar X
setelah 4 atau 5 hari perlu dilakukan.3,5
B. PENANGANAN
Fraktur yang tidak bergeser dapat diterapi dengan membebat bagian itu dalam gips atau suatu
slab gips yang ketat selama 2-4 minggu (tergantung tempat cedera dan anak umur itu). Tetapi
pada fraktur tipe 3 dan tipe 4 yang tak bergeser, pemeriksaan sinar X setelah 4 hari dan sekali
lagi sekitar 10 hari kemudian wajib dilakukan agar pergeseran yang terjadi belakangan tidak
terlewatkan.
Pada tipe I reduksi tertutup tidak sulit karena perlekatan periosteal utuh disekitar lingkarannya
dan kemudian dibebat dengan erat selama 5-6 minggu. Prognosis untuk masa yang akan datang
sangat dipengaruhi oleh suplai darah pada epiphysis, dimana biasanya pada tempat selain
epiphysis femoral femoral proximal dan epiphysis radial proximal.1,5
Pada tipe II reduksi tertutup relatif mudah didapatkan begitu juga dengan perawatannya karena
engsel periosteal utuh dan potongan metaphysis terlindung selama reduksi. Prognosis selama
perkembangan yang sempurna dengan suplai darah pada epiphisis adalah baik, yang hampir
selalu berada pada tempat dimana fraktur type II terjadi.1,5
Penanganan pada tipe III membutuhkan reduksi anatomis yang sempurna. Dapat dilakukan usaha
untuk mencapai hasil ini dengan manipulasi secara pelan-pelan dibawah anestesi umum, kalau
ini berhasil tungkai ditahan dengan gips selama 4-8 minggu. Kalau tidak dapat direduksi dengan
tepat dengan manipulasi tertutup, reduksi terbuka biasanya dibutuhkan segera untuk
mengembalikan permukaan sambungan normal yang sempurna. Tungkai kemudian dibebat
selama 4-6 minggu, tetapi diperlukan waktu selama itu lagi sebelum anak siap untuk melanjutkan
aktivitas tanpa batasan. Prognosis untuk pertumbuhan adalah suplai darah yang baik yang
diberikan pada bagian epiphysis yang terpisah.1,5
Penanganan tipe IV yaitu reduksi terbuka dan fiksasi internal dengan kawat Kirschner diperlukan
dimana tidak hanya untuk mengembalikan permukaan sambungan normal tetapi juga untuk
mendapatkan pengembalian posisi piringan epiphyseal, kecuali jika permukaan patah piringan
epiphyseal dibiarkan tereduksi maka penyembuhan patahan tulang terjadi sepanjang piringan
tersebut dan selanjutnya memberikan pertumbuhan longitudinal yang tidak mungkin. Prognosis
untuk pertumbuhan pada tipe IV ini jelek kecuali jika reduksi sempurna dicapai dan terjaga.1,5
Karena epiphysis tersebut biasanya tidak tergeser, diagnosis fraktur tipe V sulit untuk dilakukan.
Beban ringan harus diabaikan paling tidak tiga minggu dengan harapan untuk menjaga tekanan
selanjutnya pada epiphyseal. Prognosis fraktur tipe V kurang diperhatikan karena gangguan
pertumbuhan hampir tidak terlihat.1,5
Dari penanganan diatas dapat dikatakan bahwa luka yang melibatkan piringan epiphyseal harus
dirawat dengan hati-hati dan secepatnya. Fraktur tipe I dan II hampir dapat selalu dirawat dengan
reduksi tertutup. Fraktur tipe III biasanya membutuhkan reduksi terbuka dan tipe IV selalu
membutuhkan reduksi terbuka dan fiksasi internal. Periode immobilisasi yang dibutuhkan pada
fraktur tipe I, II, dan III hanya setengah dari yang dibutuhkan untuk patah tulang mataphysis
pada tulang yang sama pada anak dengan usia yang sama. Selanjutnya perlu diteliti secara klinis
dan radiologi dengan cemat dalam interval yang teratur paling tidak satu tahun dan kadang lebih
untuk mendeteksi adanya gangguan pertumbuhan. 1,5
C. PROGNOSIS
Manipulasi yang sangat besar pada epiphysis yang tergeser dapat merusakan piringan epiphyseal
tersebut dan oleh karenanya dapat meningkatkan gangguan pertumbuhan.
5. Luka terbuka atau tertutup
Fraktur piringan epiphyseal terbuka dapat mengakibatkan infeksi yang pada akhirnya akan
merusak piringan tersebut dan mengakibatkan berhentinya proses pertumbuhan sebelum
waktunya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Apley G., Solomon L., 1993, apleys System of Orthopedies and Fractures, 7th edition: 432
438, Butterworth-Heinemann Ltd., Oxford.
2. De Jong W., Sjamsuhidajat R., 1997, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi : 1140, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
3. Moore W., 2003, http//www. eMedicine - Salter-Harris Fractures Article,.htm
4. National Institutes of Health, 2001, http//www. Epiphyseal Plate Injury Questions and
Answers About Growth Plate Injuries. htm
5. Nugroho E., 1995, Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley, ED. 7, hal 281-282, Widya
Medika, Indonesia.
6. Terrell WD., 2001, What is a fracture?Fracture Description and Classification, Hughston
Sport Medicine foundation, Auburn, Alabama.
http://medlinux.blogspot.com/2009/03/fraktur-salter-haris.html