Anda di halaman 1dari 20

BAGIAN ORTOPEDI & TRAUMATOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

LAPORAN KASUS
MEI 2015

LAPORAN KASUS

CLOSED FRACTURE 1/3 MIDDLE LEFT TIBIA

Oleh:
Nur Syazni Hasni bt Mohd Yusoff
C 111 10 866
Pembimbing:
dr. Zulpan Zulkarnain
dr. Nurjalaluddin Djawie
Supervisor:
dr. M. Ruksal Saleh,Ph.D, Sp.OT(K)
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ORTOPEDI & TRAUMATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015

LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:
Nama

: Nur Syazni Hasni bt Mohd Yusoff

NIM

: C 111 10 866

Judul

: Closed Fracture 1/3 Middle Left Tibia

Telah menyelesaikan tugas Case Report dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian
Ortopedi dan Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Makassar,
Pembimbing I

Pembimbing II

dr. Zulpan Zulkarnain

dr. Nurjalaluddin Djawie

Supervisor

dr. M. Ruksal Saleh, Ph.D, Sp.OT(K)

Mei 2015

LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama

: NIW

Umur

:7 tahun

Jenis kelamin

:Laki - Laki

No. Rekam Medik

: 713109

II. RIWAYAT PENYAKIT


Keluhan Utama : Nyeri pada kaki kiri
Anamnesis

: Dialami sejak 6 jam sebelum dibawa ke Rumah Sakit Wahidin


Sudirohusodo akibat kecelakaan lalu lintas. Pasien ada riwayat pingsan,
tidak ada riwayat mual dan tidak ada riwayat muntah.

Mekanisme trauma: Pasien sedang menyeberang jalan kira- kira 100m di depan rumahnya
tiba- tiba ditabrak oleh motor dari arah kanan pasien. Sejak saat itu
pasien merasakan sakit di kaki sebelah kiri.
III.

PRIMARY SURVEY
Airway and C-spine control

: clear

Breathing and ventilation

: frekuensi pernapasan 22 kali/menit, spontan, simetris, tipe


thoracoabdominal.

Circulation

: nadi 90 kali/menit, regular, kuat angkat, tekanan darah


120/70mmHg.

Disability

: GCS: 15(E4M6V5), pupil isokor 2,5 mm/2.5 mm,


refleks cahaya +/+

Exposure
IV.

: suhu axilla 36,5C

SECONDARY SURVEY
Regio Left Leg
Look

: Ada deformitas, ada edema, ada hematoma, tidak ada luka.

Feel

: Nyeri tekan ada

Move

: Gerak aktif dan pasif dari sendi lutut dan pergelangan kaki tidak dapat dievaluasi
karena nyeri.

NVD

: sensibilitas baik, pulsasi arteri dorsalis pedis dan tibialis posterior teraba, CRT

<2 detik.
Right
Left
LLD

TLL
59
59
0 cm

V. GAMBARAN KLINIS

Anterior

Medial

Lateral
VI.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

ALL
64
64

Laboratorium (23/5/2015)
WBC

: 19.500/mm3

RBC

: 3.740.000/mm3

HGB

: 10,3g/dL

HCT

: 31 %

PLT

: 435.000/mm3

HbsAg Non Reactive


BT 3
CT 7

X-Ray posisi AP/lateral (Cruris Sinistra) (23/5/2015)

Kesan: fraktur 1/3 middle left tibia

VII. RESUME
Seorang anak laki laki 7 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan utama
nyeri pada kaki kiri yang dialami sejak 6 jam lalu akibat kecelakaan lalu lintas. Pasien
ada riwayat pingsan, tidak ada riwayat mual dan ada riwayat muntah. Pasien sedang
menyeberang jalan tiba- tiba ditabrak oleh motor dari arah kanan pasien. Sejak saat itu
pasien merasakan sakit di kaki sebelah kiri.
Dari pemeriksaan fisis, ditemukan tampak deformitas, udem dan hematom anteromedial
setinggi 1/3 middle cruris, nyeri tekan pada kaki kiri.
Dari pemeriksaan radiologi, foto cruris sinistra AP / Lateral tampak fraktur 1/3 middle os
tibia sinistra.

VIII. DIAGNOSIS

Closed fracture 1/3 middle left tibia


IX.

PENATALAKSANAAN

IVFD RL

Analgetik

Apply long leg back slab left lower limb

Planning circular casting

BAB II: PEMBAHASAN


2.1

PENDAHULUAN

Cedera dari semua jenis adalah penyebab kedua rawat inap di kalangan anak-anak kurang dari 15
tahun. Kecelakaan adalah penyebab utama kematian dari usia 1 tahun sampai 18 tahun. Trauma
muskuloskeletal, meskipun jarang fatal, menyumbang 10% sampai 25% dari semua cedera kecil.
Anak laki-laki memiliki risiko 50% dan perempuan risiko 40% dari menimbulkan patah tulang
sebelum usia 18. Karakteristik tulang pada anak-anak berbeda dengan dewasa. Hal ini sangat
penting diketahui bahwa keberhasilan diagnosa dan terapi penyakit orthopedi pada kelompok
usia ini berbeda, karena sistem skeletal pada anak-anak baik secara anatomis, biomekanis, dan
fisiologi berbeda dengan dewasa. (1)
2.2

PERBEDAAN TULANG ANAK-ANAK DENGAN DEWASA


Adanya growth plate (atau fisis) pada tulang anak-anak merupakan satu perbedaan

yang besar. Growth plate tersusun atas kartilago, yang bisa menjadi bagian terlemah pada tulang
anak-anak terhadap suatu trauma. Cidera pada growth plate dapat menyebabkan deformitas.
Akan tetapi adanya growth plate juga membantu remodeling yang lebih baik dari suatu fraktur
yang bukan pada growth plate tersebut. Di bawah ini adalah beberapa karakteristik struktur dan
fungsi tulang anak yang membuatnya berbeda. (1)
a

Remodelling
Tulang immatur dapat melakukan remodelisasi jauh lebih baik daripada dewasa.
Karena adanya aktivitas dari populasi sel yang banyak, kerusakan pada tulang dapat
diperbaiki lebih baik dari pada kerusakan yang terjadi pada dewasa.
Struktur anatomis tulang anak-anak juga mempunyai fleksibilitas yang tinggi sehingga
ia mempunyai kemampuan seperti biological plasticity. Hal ini menyebabkan tulang
anak-anak dapat membengkok tanpa patah atau hancur; sehingga dapat terjadi
gambaran fraktur yang unik pada anak yang tidak dijumpai pada dewasa, seperti pada
fraktur buckle (torus) dan greenstick.

Ligamen

Seperti jaringan, ligamen adalah satu jaringan yang age-resistant dalam tubuh
manusia. Tensile strength (kekuatan tegangan) pada ligamen anak-anak dan dewasa
secara umum sama. Meskipun kekuatan tulang, kartilago, dan otot cenderung berubah,
struktur ligamen tetap tidak berubah seiring pertumbuhan dan perkembangan.
c

Periosteum
Bagian terluar yang menutupi tulang adalah lapisan fibrosa dense, yang pada anak-anak
secara signifikan lebih tebal daripada dewasa. Periosteum anak-anak sebenarnya
mempunyai sebuah lapisan fibrosa luar dan kambium atau lapisan osteogenik. Menurut
Hence, periosteum anak-anak mampu memberikan kekuatan mekanis terhadap trauma.
Karena periosteum yang tebal, fraktur tidak cenderung untuk mengalami displace
seperti pada dewasa, dan periosteum yang intak dapat berguna sebagai bantuan dalam
reposisi fraktur dan maintenance. Sebagai tambahan, fraktur akan sembuh lebih cepat
secara signifikan daripada dewasa.

Growth Plate
Growth plate atau fisis adalah lempeng kartilago yang terletak di antar epifisis (pusat
penulangan sekunder) dan metafisis. Ini penting bagi pertumbuhan tulang panjang agar
terjadi. Bagian ini juga menjadi satu titik kelemahan dari semua struktur tulang
terhadap trauma mekanik. Fisis, secara histologik terdiri dari 4 lapisan, yaitu(2) :
1

Resting zone: Lapisan teratas yang terdiri dari sel-sel germinal yang datar dan
merupakan tempat penyimpanan bahan-bahan metabolik yang akan digunakan
nantinya.

Proliferating zone: Sel-sel di area ini secara aktif bereplikasi dan tumbuh menjadi
lempeng. Sel-sel tersebut disebut seperti tumpukan lempeng. Pada area ini, selselnya menggunakan bahan metabolik yang sebelumnya disimpan untuk perjalanan
mereka ke metafisis.

Hypertrophic zone: Sel-sel di area ini cenderung membengkak dan berubah menjadi
lebih katabolik. Sel mempersiapkan matriks untuk mengalami kalsifikasi dan
berubah menjadi tulang. Area ini menjadi letak terlemah secara mekanis.

Calcied zone: Secara metabolik, matriks menyebar untuk deposisi garam kalsium,
dan membentuk osteoid. Di daerah yang dekat metafisis, cabang-cabang pembuluh
darah kecil menjalar ke lapisan basal dari lempeng fisis.

Gambar 1. Bagian-bagian dari tulang immatur(3)


Klasifikasi fraktur pada anak (4)

2.3

Klasifikasi fraktur pada anak dapat dikelompokkan berdasarkan radiologis, anatomis,


klinis dan fraktur yang khusus pada anak.
a.

Klasifikasi Radiologi
- Fraktur Buckle atau torus
Fraktur dimana bagian yang fraktur hanya satu sisi korteks saja. Paling terjadi pada
umur 5-10 tahun dan terjadi di metafisis dari distal radius.
- Tulang melengkung

Merupakan hasil yang terjadi karena adanya fraktur mikro pada korteks dan tulang
tersebut tidak kembali pada tempatnya semula. Bentuk ini tidak pernah ditemukan
pada tulang dewasa. Fraktur ini banyak terjadi pada lengan bawah dan tungkai bawah
dimana terjadi plastic deformation pada ulna atau fibula disertai fraktur pada radius
dan ulna.
- Fraktur greenstick
Terjadi karena energi yang lebih kuat daripada energi yang menyebabkan tulang
melengkung. Terjadi kerusakan pada sisi tulang yang mendapat tekanan sedangkan
sisi tulang yang medapat kompresi langsung masih tetap intak. Pada fraktur ini akan
terjadi angulasi.
- Fraktur total
b.

Klasifikasi Anatomis
- Fraktur epifisis
- Fraktur lempeng epifisis
- Fraktur metafisis
- Fraktur diafisis

c.

Klasifikasi Klinis
- Traumatik
- Patologik
- Stress

d.

Fraktur khusus pada anak


- Fraktur akibat trauma kelahiran

Fraktur yang terjadi pada saat proses kelahiran sering terjadi pada saat melahirkan
bahu bayi, (pada persalinan sungsang). Fraktur yang terjadi biasanya disebabkan
karena tarikan yang terlalu kuat yang tidak disadari oleh penolong.
- Fraktur Salter-Haris (5)
Klasifikasi salter haris untuk patah tulang yang mengenai lempeng epifisis distal tibia
dibagi menjadi lima tipe :
Tipe 1 : Epifisis dan cakram epifisis lepas dari metafisis tetapi periosteumnya masih
utuh.
Tipe 2

: Periost robek di satu sisi sehingga epifisis dan cakram epifisis lepas sama
sekali dari metafisis.

Tipe 3

: Patah tulang cakram epifisis yang melalui sendi

Tipe 4

: Terdapat fragmen patah tulang yang garis patahnya tegak lurus cakram
epifisis

Tipe 5 :

Terdapat kompresi pada sebagian cakram epifisis yang menyebabkan


kematian dari sebagian cakram tersebut.

2.4

Proses penyembuhan fraktur pada tulang kortikal


Proses penyembuhan fraktur berbeda-beda pada tulang kortikal (pada tulang panjang),

tulang kanselosa (pada metafisis tulang panjang dan tulang-tulang pendek) dan pada tulang
rawan persendian. (4)
Proses penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri atas lima fase, yaitu :
1.

Fase hematoma
Apabila terjadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil yang melewati
kanalikuli dalam sistem Haversian mengalami robekan pada daerah fraktur dan akan

membentuk hematoma diantara kedua sisi fraktur. Hematoma yang besar diliputi oleh
periosteum. Periosteum akan terdorong dan dapat mengalami robekan akibat tekanan
hematoma yang terjadi sehingga dapat terjadi ekstravasasi darah ke dalam jaringan
lunak. Osteosit dengan lakunanya yang terletak beberapa milimeter dari daerah fraktur
akan kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu daerah cincin avaskuler
tulang yang mati pada sisi-sisi fraktur segera setelah trauma.
2.

Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal


Pada fase ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi
penyembuhan. Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel-sel osteogenik yang
berproliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus eksterna serta pada daerah
endosteum membentuk kalus interna sebagai aktifitas seluler dalam kanalis medularis.
Apabila terjadi robekan yang hebat pada periosteum, maka penyembuhan sel berasal
dari diferensiasi sel-sel mesenkimal yang tidak berdiferensiasi ke dalam jaringan lunak.
Pada tahap awal dari penyembuhan fraktur ini terjadi pertambahan jumlah dari sel-sel
osteogenik yang memberi pertumbuhan yang cepat pada jaringan osteogenik yang
sifatnya lebih cepat dari tumor ganas. Pembentukan jaringan seluler tidak terbentuk dari
organisasi pembekuan hematoma suatu daerah fraktur. Setelah beberapa minggu, kalus
dari fraktur akan membentuk suatu massa yang meliputi jaringan osteogenik. Pada
pemeriksaan radiologis kalus belum mengandung tulang sehingga merupakan suatu
daerah radiolusen.

3.

Fase pembentukan kalus (fase union secara klinis)


Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen sel dasar
yang berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas membentuk tulang rawan.
Tempat osteoblas diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan perlengketan
polisakarida oleh garam-garam kalsium membentuk suatu tulang yang imatur. Bentuk
tulang ini disebut sebagai woven bone. Pada pemeriksaan radiologi kalus atau woven
bone sudah terlihat dan merupakan indikasi radiologik pertama terjadinya
penyembuhan fraktur.

4.

Fase konsolidasi (fase union secara radiologik)


Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan diubah menjadi
tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi struktur lamelar dan
kelebihan kalus akan diresorpsi secara bertahap.

5.

Fase remodeling
Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru membentuk bagian yang
menyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis medularis. Pada fase
remodeling ini, perlahan-lahan terjadi resorpsi secara osteoklastik dan tetap terjadi
proses osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna secara perlahan-lahan menghilang.
Kalus intermediat berubah menjadi tulang yang kompak dan berisi sistem Haversian
dan kalus bagian dalam akan mengalami peronggaan untuk membentuk ruang sumsum.

2.5

Anatomi Tibia
Tibia adalah tulang tubular panjang dangan penampang berbentuk segitiga. Batas

anteromedial dari tibia adalah jaringan subkutan dan dikelilingi oleh empat buah fasia yang
membentuk kompartemen (anterior, lateral, superficial posterior dan deep posterior). Otot dari
kompartemen anterior berfungsi untuk dorsofleksi dan ekstensi ibu jari kaki. Sedangkan otot
dari kompartemen lateral, superficial posterior dan deep posterior berfungsi untuk fleksi bagian
plantar kaki. (4,5)
Fibula adalah tulang yang tipis pada bagian lateral tubuh dari tungkai bawah. Tulang ini
bukan merupakan bagian dari artikulatio pada sendi lutut. Fibula membentuk sendi pergelangan
kaki dibawah malleolus lateralis. Tulang ini bukan merupakan bagian dari penopang berat tubuh,
namun merupakan bagian atau tempat dari perlengketan otot. Penampang fibula luas pada bagian
proksimal, corpus dan distal. (5)
Suplai darah

Arteri yang menutrisi tibia berasal dari arteri tibialis posterior, yang memasuki
korteksposterolateral distal sampai ke origin dari muskulus soleus. Pada saat pembuluh darah
memasuki kanalis intermedullaris, ia terbagi menjadi tiga cabang asendens dan satu cabang
desendens. Cabang-cabang ini yang kemudian membentuk endosteal vascular tree, yang
beranastomose dengan arteri periosteal dari arteri tibialis posterior.(5)
Arteri tibialis anterior bersifat rapuh terhadap trauma karena perjalanannya yang melalui
sebuah celah padah mebran interosseus. Apabila arteri yang menutrisi mengalami ruptur akan
terjadi aliran melalui korterks, dan suplai darah periosteal akan menjadi lebih penting. Hal ini
menekankan pentingnya mempertahankan perlekatan periosteum selama fiksasi.
Fibula berperan sebesar 6%-17% dalam menopang berat badan. Pada bagian leher fibula
berjalan nervus peroneus komunis yang sangat dekat dengan permukaan kulit. Hal ini
menyebabkan nervus peroneus komunisrentan terhadap trauma langsung pada daerah leher
fibula.(5)

Gambar 2: Tibia dan fibula

2.6

DEFINISI
Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuintas struktur tulang, tulang rawan sendi,

tulang rawan epifisis baik yang bersifat total maupun parsial.(2)


Fraktur diafisis tibia terdiri dari dua jenis utama, displaced dan nondisplaced, tergantung
pada usia anak dan mekanisme cedera. Fraktur tibialis pada anak-anak yang berada pada 1/3
proksimal 13%, pada 1/3 middle dalam 45%, dan di 1/3 bagian distal 42%. (5)
2.7

PATOFISIOLOGI
Bentuk fraktur yang unik pada anak-anak adalah hasil dari perbedaan biologis antara

anak-anak dengan dewasa. Secara spesifik, keberadaan lempeng pertumbuhan (growth plate),
periosteum yang tebal, serta kemampuan tulang anak-anak yang elastis seperti plastik, dan
kemampuan mengalami remodelling adalah dasar dari gambaran fraktur yang khas pada anakanak.Tulang pada anak-anak lebih lembut dan lebih elastis daripada tulang dewasa, sehingga
lebih tahan terhadap tekanan. Kepadatan tulang pada anak-anak lebih rendah daripada tulang
dewasa, tetapi periosteumnya lebih tebal. Karena tulang pada anak-anak mempunyai elastisitas
yang tinggi dan periosteum yang tebal maka jarang didapatkan fraktur komplit pada anak-anak.(6)
Pada anak yang lebih muda dari 11 tahun, fraktur biasanya fraktur nondisplaced atau
minimal displaced tibia, sering tanpa fraktur terkait fibula. Pola fraktur pada anak muda dari 6
tahun umumnya fraktur oblik atau spiral dengan perpindahan minimal. Mekanisme cedera
biasanya trauma tidak langsung akibat dari jatuh atau cedera twisting. Pada anak-anak 6 sampai
11 tahun, fraktur paling umum adalah fraktur tranverse dengan fibula patah; itu biasanya hasil
dari trauma langsung. Pada remaja, patah tulang tibia biasanya berhubungan dengan fraktur
fibula, adalah karena trauma energi yang lebih tinggi, dan berperilaku seperti patah tulang
dewasa.(1,5)

2.8

DIAGNOSIS

2.8.1

Anamnesa
Sering kali pasien datang sudah dengan keluhan bahwa tulangnya patah karena jelasnya

keadaan patah tulang tersebut bagi pasien. Sebaliknya juga mungkin, fraktur tidak disadari oleh
penderita dan mereka datang dengan keluhan keseleo, terutama patah yang disertai dislokasi
fragmen yang minimal. (5)
Riwayat trauma tertentu, seperti jatuh, terputar, tertumbuk, dan berapa kuatnya trauma
tersebut.Pada pasien dengan riwayat trauma yang perlu ditanyakan adalah waktu terjadinya, cara
terjadinya, posisi penderita dan lokasi trauma.(5)
Dapat juga didapatkan keluhan nyeri meskipun fraktur yang fragmen patahannya stabil,
kadang tidak menimbulkan keluhan nyeri. Perlu diperhatikan lokasi keluhannya. Anak-anak
dengan fraktur pada tibia akan terjadi nyeri, bengkak dan krepitasi yang merupakan diagnosa
pasti. (5)
2.8.2

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan untuk menentukan ada atau tidaknya fraktur terdiri atas tiga langkah yaitu

lihat (inspeksi/look), raba (palpasi/feel), dan gerakan (move).


a

Inspeksi / look
Terlihat adanya asimetris pada kontur atau postur, pembengkakan, dan perubahan
warna local. Pasien merasa kesakitan, mencoba melindungi anggota badannya yang
patah, terdapat pembengkakan, perubahan bentuk berupa bengkok, terputar,
pemendekan, dan juga terdapat gerakan yang tidak normal. Pasien diinstruksikan untuk
menggerakkan bagian distal lesi, bandingkan dengan sisi yang sehat.

b. Palpasi / feel
Nyeri yang secara subyektif dinyatakan dalam anamnesis, didapatkan juga secara
objektif pada palpasi. Nyeri itu berupa nyeri tekan yang sifatnya sirkuler dan nyeri
tekan sumbu pada waktu menekan atau menarik dengan hati-hati anggota badan yang
patah searah dengan sumbunya.

Status neurologis dan vaskuler di bagian distalnya perlu diperiksa. Lakukan palpasi
pada daerah ekstremitas tempat fraktur tersebut, meliputi persendian di atas dan di
bawah cedera, status vaskuler di bagian distal lesi. Keadaan vaskuler ini dapat
diperoleh dengan memeriksa warna kulit dan suhu di distal fraktur. Neurovaskularisasi
yang perlu diperhatikan pada bagian distal fraktur diantaranya, pulsasi arteri, warna
kulit, pengembalian cairan kapiler (capillary refill test), dan sensibilitas.
c. Gerakan / move
Pemeriksaan gerak persendian secara aktif termasuk dalam pemeriksaan rutin fraktur.
Adanya keterbatasan gerakan disertai nyeri dan deformitas menunjukkan adanya
fraktur.
2.8.3

Pemeriksaan penunjang

Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah pemeriksan Radiologi. Untuk melengkapi
deskripsi fraktur dan dasar untuk tindakan selanjutnya. Foto rontgen minimal harus dua proyeksi
yaitu anteroposterior(AP) dan lateral termasuk sendi lutut dan tumit. Kebiasaannya, fraktur
undisplaced susah terlihat pada foto rontgen. Dalam kasus ini, ultrasound atau computerized
tomography (CT) scan dapat menunjukkan gambaran yang lebih baik. (5)
2.9

PENATALAKSANAAN
Secara umum, patah tulang tibia terbuka lebih buruk daripada patah tulang tertutup.

Hasilnya tergantung pada kondisi jaringan lunak, pada penyembuhan tanpa infeksi, pada
revaskularisasi anggota badan ketika cedera arteri, dan pada penilaian dan pengobatan setiap
sindrom kompartemen. Kejadian infeksi pada cedera terbuka antara 5% dan 15% dan tergantung
sebagian pada beratnya cedera terbuka dan waktu antara cedera dan debridement. Kreder dan
Armstrong melaporkan kejadian 14% infeksi dalam serangkaian 56 patah tulang tibia terbuka
pada anak-anak. Namun, penundaan lebih dari 6 jam berkorelasi dengan tingkat infeksi 25%
dibandingkan dengan tingkat infeksi 12% pada anak-anak dioperasikan dengan kurang dari 6 jam
dari waktu cedera. Sebagian besar infeksi melibatkan. Staphylococcus aureus, yang dapat diobati
dengan debridement agresif dan pemberian antibiotik intravena.(5)

Rata-rata waktu untuk persatuan adalah sekitar 5 sampai 6 bulan dan tergantung pada
sejauh mana cedera jaringan lunak, usia anak pada saat cedera, pola fraktur, jumlah kerugian
tulang segmental, dan adanya infeksi. Buckley dan rekan melaporkan waktu penyembuhan ratarata 4,8 bulan. Namun, patah tulang kominuta disembuhkan 5,7 bulan, patah tulang spiral dan
tranverse sembuh di sekitar 4,2 bulan, patah tulang dengan tulang segmental sembuh pada 14,7
bulan, dan patah tulang terkait dengan infeksi sembuh dalam 7,1 bulan dibandingkan dengan 4,6
bulan ketika infeksi tidak hadir. Anak-anak yang lebih tua dari 11 tahun berperilaku lebih seperti
orang dewasa, dengan penyembuhan patah tulang tertunda jika dibandingkan dengan anak-anak
muda. Deformitas sudut terjadi pada sebagian kecil pasien dan biasanya dapat diperbaiki dengan
manipulasi fixator eksternal atau wedging cast. Pertumbuhan berlebih dari tibia terkena hingga 3
cm terjadi di sekitar 8% sampai 10% dari kasus, paling sering pada pasien yang telah direduksi
awal di mana pemulihan panjang tungkai dicapai.(5)
Mayoritas patah tulang tibia anak-anak dapat diobati dengan imobilisasi casting setelah
reduksi fraktur. Casting tersebut dibiarkan selama sekitar 3 sampai 4 minggu, tergantung pada
usia anak dan jumlah formasi kalus pada tindak lanjut radiografi. Ketika casting dilepas anak
diperbolehkan menampung beban berat penuh tanpa imobilisasi lanjut. Hal ini tidak perlu untuk
mendapatkan radiografi mingguan serial anak dengan fraktur balita.(5)

DAFTAR PUSTAKA
1. Morrissy, Raymond T., Weinstein, Stuart L. Management of Fractures. Lovell &
Winter's Pediatric Orthopaedics, 6th Edition. Lippincott Williams & Wilkins
2006.
2. Robert B. Salter. Normal Structure and Function of Musculoskeletal Tissues.
Textbook of Disorder and Injuries of the Musculoskeletal System.

3. Greene B Walter. Netters Orthopaedics. Saunder Elsevier. New York. 2007


4. Apley A. Graham. Solomon Louis, Apleys System of Orthopaedics and Fractures, 7 th
edition, Butterworth Heinemann Oxford, Injuries of the knee and leg
5. Tachdjian's Pediatric Orthopedics ,4th Ed. 2007
6. Rasjad Chairuddin. Pengantar ilmu bedah ortopedi. PT yarsif Watampone. Jakarta. 2007

Anda mungkin juga menyukai