Anda di halaman 1dari 20

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Tingkat pertumbuhan penduduk memaksa terjadinya penggunaan


dan pembukaan lahan baru yang umumnya terjadi di daerah hutan, pantai,
dan rawa yang selanjutnya digunakan sebagai fasilitas perumahan, kantor,
dan industri. Pemanfaatan lahan tersebut terkadang terkendala sifat tanah
yang tidak kompak dan memiliki tingkat kohesif rendah yang dapat
menimbulkan kerusakan pada bangunan dan fasilititas yang dibangun
diatasnya. Perlu dilakukan peningkatan stabilitas tanah yang dapat
meningkatkan sifat kohesi tanah sehingga memungkinkan dilakukan
pembangunan di daerah tersebut.
Terdapat beberapa metode peningkatan stabilitas tanah berupa
pemberian beban secara mekanik dan penambahan zat kimia. Pemberian
beban secara mekanik merupakan metode yang umum digunakan
mengingat metode yang cukup mudah, namun memiliki kelemahan karena
sifat fisik tanah yang diubah akan kembali ke bentuk asalnya dan
jangakauan peningkatan kualitas tanah yang tidak signifikan. Metode
peningkatan stabilitas tanah berupa penambahan zat kimia dilakukan
dengan menginjeksikan sejumlah zat kimia (micro-fine cement, epoxy,
acrylmide, phenoplasts, silicates, dan polyurethane) yang dapat
meningkatkan sifat fisik dan mekanis tanah. Zat-zat kimia tersebut
setresunya akan diinjeksikan/grouting kedalam tanah dan menigkatkan
sifat fisik dan mekanis tanah.
Peningkatan stabilitas tanah dapat menurunkan tingkat pori tanah.
Penggunaan bahan seperti semen silikat akan menutup keseluruhan pori
tanah (tanah menjadi impermeable) dan berdampak pada minimnya air
yang terpresipitasi kedalam tanah. Minimnya air yang terpresipitasi ke
tanah akan meingkatkan volume aliran permukaan dan lambat laun akan
menyebabkan banjir. Dibutuhkan sebuah metode yang dapat meningkatkan
stabilitas tanah tanpa menurunkan tingkat pori tanah secar signifikan.
2

Microbial Induced Calcite Precipitation (MICP) merupakan metode


peningkatan stabilitas tanah dengan menginjeksikan reagen-reagen kimia
beserta mikroba kedalam tanah. Reagen kimia yang diinjeksikan berupa
campuran urea, garam klorida, dan bakteri S.pastueri. Metode ini
meningkatkan sifat fisik dan mekanis tanah tanpa menurunkan angka pori
tanah secara signifikan sehingga memungkinkan terjadinya presipitasi air.
Terdapat beberapa parameter yang perlu diselidiki terkait
peningkatan stabilitas tanah menggunakan metode MICP. Perlu dilakukan
sebuah analisis mengenai kemungkinan pemanfaatan senyawa lain serta
komposisinya yang dapat dimanfaatkan pada metode MICP. Perlu pula
dilakukan analisis mengenai kemungkinan pemanfaatan pada beberapa
jenis tanah yang berada di Makassar. Dengan dilakukan analisis terhadap
kedua hal tersebut diharapkan dapat menjawab permasalahan tanah yang
tak stabil di Makassar.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dapat ditarik beberapa buah rumusan
masalah sebagai berikut:
a. Bagaimana hubungan kemungkinan pemanfaatan senyawa lain
sebagai reagen stabilitas tanah yang dapat dimanfaatkan pada
metode MICP?
b. Bagaimanan hubungan antara jenis tanah yang ditingkatkan
stabilitasnya terhadap peningkatan stabilitas tanah pada metoe
MICP?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian mengenai potensi
pemanfaatan bio-cemntation ini adalah:
a. Mengeanalisis pemanfaatan senyawa-senyawa yang dapat
digunakan dalam peningkatan stabilitas tanah menggunakan
metode MICP.
b. Menentukan perbandingan\komposisi senyawa-senyawa yang
digunakan sebagai reagen kimia dalam peningkatan stabilitas
tanah menggunakan metode MICP.
c. Menganalisis peningkatan stabilitas tanah menggunakan metode
MICP pada beberapa jenis tanah di Kota Makassar.
3

1.5 Manfaat Penelitian


Penelitian ini memiliki manfaat untuk menegathui
1.4 Luaran yang diharapkan
Luaran yang diharapkan dari penelitian adalah sebuah artikel
penelitian yang membahas mengenai potensi pemanfaatan limbah tulang
ikan sebagai campuran beton untuk meningkatkan kekuatan dan ketahanan
beton terhadap lingkungan agresif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Stabilitas Tanah
Tanah didefinisikan sebagai himpunan mineral, bahan organic, dan endapan-
endapan yang relatif lepas (loose), yang terletak diatas batuan dasar (bedrock)
(Andriani, 2012). Sedangkan, menurut Braja M. Das (1988) tanah bahan yang
terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi antara
satu sama lain dari bahan-bahan organik yang telah lapuk dan terdiri atas cairan
dan udara yang mengisi ruang pori yang ada. Umumnya tanah bersifat non
kohesif atau kohesif lemah sehingga memicu ketidak stabilan. Ketidak stabilan
tanah dapat menyebabkan kerusakan bangun sipil yang berada diatasnya.
Sehingga perlu dilakukan peningkatan stabilitas tanah di area bangun sipil.
Permasalahan stabilitas tanah masih cukup tinggi. Hal ini terbukti dengan
banyaknya kerusakan bangunan sipil berupa jalanan, bangunan, serta jembatan.
Apabila ditinjau dari segi ekonomi terdapat 40.000 proyek peningkatan stabilitas
tanah dengan besaran dana sebesar US$6 milyar/tahun di seluruh dunia (DeJong
et al, 2010). Hal tersebut menunjukan peningkatan stabilitas tanah sangatlah
penting dan perlu dilakukan.
Peningkatan stabilitas tanah (Ground improvement/stabilization) adalah
sebuah proses peningkatan karakteristik tanah berdasarkan parameter-parameter
geoteknik berupa kompressibilitas, kekerasan, permeabilitas dan durabilitas
melalui proses mekanik maupun penambahan senyawa kimia (Sharma et al, 2016;
Makusa, 2012). Peningkatan stabilitas tanah sangat dibutuhkan untuk menjamin
stabilitas bangunan. Hal ini disebabkan karena kekuatan struktur bangunan secara
langsung dipengaruhi oleh kemampuan tanah dasar atau fondasi setempat dalam
menerima dan meneruskan beban yang bekerja (Sudjianto, A.T., 2012) .
Secara garis besar peningkatan stabilitas tanah dibagi atas:
a. Stabilisasi mekanis
Stabilisasi mekanis merupakan metode peningkatan stabilitas tanah
yang menambah kekuatan dan daya dukung tanah dengan cara perbaikan
struktur dan perbaikan sifat-sifat mekanis tanah secara mekanis, misalnya
dengan cara pemadatan (Palar et al, 2013). Metode stabilitas mekanis
memiliki kelemahan berupa membutuhkan energi dalam bentuk bahan
bakar alat pemadat baik berupa listrik maupun bahan bakar.
b. Stabilisasi kimia
Stabilisasi kimia merupakan sejumlah upaya untuk menambah
kekuatan dan daya dukung tanah dengan cara mengurangi atau
menghilangkan sifat-sifat fisis tanah yang kurang menguntungkan dengan
cara mencampur atau menambahkan tanah dengan senyawa kimia sebagai
reagen stabilisasi (Palar et al, 2013). Komponen penerapan metode ini
terdiri atas tanah dan agen stabilisasi dan binder (material sementasi)
(Makusa, 2012).
Stabilisasi secara kimia umumnya dilakukan dengan melakukan
grouting dengan cara menginjeksikan sejumlah senyawa kimia ke dalam
tanah yang dapat meningkatkan sifat-sifat fisik tanah. Senyawa-senyawa
yang umumnya digunakan sebagai reagen dalam proses grouting adalah
magnetite, greigite, amorphous silica, dan calcite (DeJong et al, 2010)
Terdapat beberapa kelemahan peningkatan stabilitas tanah secara
kimiawi. Kelemahan stabilitasi tanah secara kimia terletak pada senyawa-senyawa
yang digunakan sebagai reagen grouting. Menurut Karol (2003) terdapat senyawa-
senyawa yang berbahaya apabila digunakan sebagai reagen pada proses grouting.
Salah satunya adalah penggunaan semen silikat yang dianggap dapat merusak
ekosistem bawah permukaan (El-Enein, 2012). Semen silikat dapat meningkatkan
kuat tekan dan kekerasan tanah namun akan menurunkan tingkat pori hingga 10%
(Andriani,2012). Hal ini berdampak pada tidak memungkinkannya air untuk
diinfiltrasikan menjadi air tanah.
Salah satu metode yang ramah lingkungan adalah bio-cementation. Bio-
cementation merupakan metode peningkatan stabilitas tanah dengan
memanfaatkan mikroba berupa bakteri untuk mengikatakan stabilitas tanah.
Bakteri berperan sebagai katalistator sehingga memercepat dan memungkinkan
terjadinya reaksi kimia yang dapat membentuk kristal-kristal mineral pada pori-
pori tanah. Peningkatan stabilitas tanah menggunakan metode bio-cementation
dapat meningkatkan kekuatan (strength) tanah tanpa mengurangi angka pori
secara signifikan (Umar et al, 2016; DeJone et al, 2010). Stabilitasi tanah
menggunakan metode Bio-cementation tidak menimbulkan dampak keracunan
karena teknologi memanfaatkan kerja bakteri (Dhami et al, 2015)

2.2 Microbial Induced Calcite Precipitates


Microbial induced calcite precipitation (MICP) merupakan metode bio-
cementation yang digunakan untuk meningkatkan stabilitas tanah dengan
menambahkan sejumlah reagen kimia yang selanjutnya akan beraksi membentuk
senyawa CaCO3 dengan bantuan mikroba (Sharma, 2016; El-Enein, 2012).
Stabilisasi secara MICP dapat meningkatkan kestabilan tanah (Whiffin et al,
2007), mengstabilkan lereng (Van Paassen et al, 2009), dan menurunkan
kemungkinan likuifikasi (Putra et al, 2015).
Berdasarkan penelitaian DeJong et al (2010) menunjukan bahwa
peningkatan stabilitas tanah pada metode MICP disebabkan karena peningkatan
densitas dan sementasi antar partikel tanah. Peningkatan densitas disebabkan
kristalisasi mineral kaslit (CaCO3) yang terbentuk pada permukaan partikel tanah.
Hal ini menyebabkan pernambanhan densitas dan penurunan angka pori.
Sementasi mineral kalsit menyebabkan terjadinya pengikatan partikel-partikel
tanah sehingga meningkatkan nilai kohesi tanah. Meningkatnya kohesi pada tanah
merupakan salah satu parameter bertambahnya kestabilan tanah (Sharma, 2016).
MICP tergolong ramah lingkungan karena memungkinkan terjadinya
infiltrasi air sehingga menjaga pasokan air tanah tetap ada (El-Enein et al, 2012).
Berdasarkan hasil penelitian Yasuhara et al (2012) menunjukan terjadi penurunan
angka pori yang sangat kecil (0,44 menjadi 0,43) pada sampel tanah pasir yang di
distabilkan menggunakan metode MICP. Hal ini menunjukan bio-cementation
dengan metode MICP dapat meningkatkan kekuatan tanah dan tidak mengubah
sifat tanah menjadi impermeable.
2.2.1 Macam-Macam Metode Microbial Induced Calcite Precipitates (MICP)
Berdasarkan reaksi dan bahan yang direduksi, MICP terdiri atas
beberapa metode berupa hidrolisis urea, oksidasi aerob, denitrifikasi, dan
reduksi sulfat. Proses hidrolisis urea menghasilkan produksi kalsit (CaCO-
3) lebih besar ketimbang metode MICP yang lain. Hidrolisis urea/Ureolysis
merupakan reaksi dimana urea (CO(NH 2)2) didekomposisi oleh sejumlah
bakteri ureolitic seperti Sporosarcina pasteurii yang diinjeksikan kedalam
tanah serta memiliki enzim urease yang akan mengkatalisasi hidrolisis
pada urea (Cheng et al, 2014).
2.2.2 Bio-chemical reaction
Proses ureolysis secara garis besar ditunjukan pada reaksi kimia
berikut (Yasuhara et al, 2012) :
+ 2-
CO (N H 2 )2 +2H 2 O S . pasteurii 2 NH 4 + CO3
(1)

2++ 2Cl
Ca Cl 2 Ca (2)

Ca2+ + CO2-3 CaCO3


(3)
Penguraian 1 mol urea oleh S. pasteurii akan menghasilkan 2 mol
+
ammonium NH 4 (1) yang akan meningkatkan nilai pH sehingga

lingungan reaksi bersifat alkali. (DeJong, 2010). Terjadi penguraian garam


kalsium klorida disebabkan pelarutan pada air sehingga menghasilkan ion
Ca2+ (2). Lingkungan yang bersifat alkali serta terdapatnya ion Ca 2+ dan

CO2-3 memungkinkan terkristalisasinya kalsit pada pori tanah (3)

(Cheng et al, 2014).


2.3 Kontrol Kristalisasi
Produksi mineral kalsit dapat dikontrol atau disebabkan beberapa faktor
(Asgharzadeh et al, 2015). Faktor-faktor yang memengaruhi proses presipitasi
kalsit terdiri atas aktifitas biologi dan jenis tanah yang akan distabilkan. Faktor
biologis terdiri atas populasi bakteri, reaksi kinetik, konsentrasi senyawa yang
digunakan. Faktor jenis tanah yang akan distabilkan terdiri atas jenis tanah,
struktur tanah, dan material lain selain tanah (bahan organik). Sehingga dapat
ditinjau lebih jauh mengenai kemungkinan pengolahan pemanfaatan senyawa-
senyawa yang dapat mensubtitusi senyawa yang digunakan maupun kemungkinan
pengaplikasian bio-cementation pada beberapa jenis tanah.
Jenis tanah yang ditingkatkan stabilitasnya secara bio-cementation
memiliki dampak perubahan berbeda antar jenis tanah. Tanah dikategorikan
kedalam empat ketegori berupa kerikil, pasir, lempung, dan lanau. Aktifitas
mikroba lebih dominan terjadi pada tanah pasir (Kim et al, 2014). Hal ini pun
selaras dengan penelitian yang dilakukan terdahulu yang menyatakan terjadi
peningkatan kuat tekan tanah lebih besar pada tanah pasir. Tanah pasir akan
mengalami peningkatan sebesar 100-400 KPa apabila 5-10% dari porinya
tertutupi oleh presipitasi kalsium karbonat (Yasuhara et al, 2012; Kalantary;
2015). Sedangkan, tanah CH (High Plasticity Clay) mengalami peningkatan kuat
tekan sebesar 1.472.85 kPa dan tanah CL (Low Plasticity Clay) mengalami
peningkatan kuat tekan sebesar 1.422.21 kPa.

Gambar. 2.1 Perbandingan ukuran butir tiap jenis tanah sebagai batasan bagi keberadaan
mikroorganisme. Dikutip dari (DeJong et al.,2010)
Perbedaan peningkatan kuat tekan pada berbagai macam tanah
disebabakan perbandingan ukuran pori tanah dan ukuran bakteri. Bakteri
memeiliki ukuran 1-3 m sehingga ukuran pori yang lebih besar dan kecil dari
bakteri akan menyeababkan pengaruh terhadap proses bio-cementation (Kim et al,
2014). Proses bio-cementation akan mengkasilkan kalsit yang memiliki ukuran 20
kali dibandingan ukuran bakteri (Kim et al, 2014; DeJong, 2006). Ukuran pori
yang terlalu besar akan menyebabkan peningkatan kuat tekan yang rendah
disebabkan tak terjadi kontak antar partikel yang telah tersementasi. Sedangkan,
ukuran pori yang terlalu kecil akan menyebabkan penurunan pergerakan bakteri
sehingga tak terjadi sementasi diseluruh permukaan partikel tanah. (Sharma et al,
2016).
Berdasarkan kinematik reaksinya terdapat faktor yang memengaruhi
efektivitas MICP. MICP akan menghasilkan perbedaan hasil pada kinematika
reaksi yang berbeda. Menurut El-enein et al (2012) mengenai efektifitas sumber
Ca sebagai bahan pembentukan senyawa CaCO3 pada stabilisasi tanah
menggunakan metode MICP. Dari beberapa senyawa yang mengandung ion
Kalsium menunjukan bahwa reagen yang mengandung senyawa CaCl
menghasilkan senyawa CaCO3 dengan jumlah lebih banyak dan derajat kristalisasi
lebih sempurna dibandingkan campuran reagen dengan senyawa kalsium asetat
dan kalsium nitrat. Hal ini disebabkan kandungan nitrat pada kalsium nitrat
bersifat menghambat kerja bakteri dan berdampak pada ketidak sempurnaan
kristalisasi CaCO3.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan


a. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Tabel 3.1 Daftar alat yang dibutuhkan dalam penelitian
No Nama Alat Justifikasi Pemakasian Kuantitas
Penentuan distribusi ukuran
1) Mechanical Seiving 1 set
partikel tanah
Menghilangkan kadar air
2) Oven 1unit
tanah
3) Neraca Mengukur massa tanah 1 unit
Casagrande liquid Mennentukan batas cair
4) 1 set
limit device tanah
Memisahkan partikel tanah
5) Ayakan 40 mesh yang memiliki ukuran 1 buah
relative besar
Menentukan batas plastis
6) Rolling device 1 set
tanah
Menghaluskan partikel
7) Mortar 1 buah
tanah
Memerangkap kandungan
air tanah. Sehingga tidak
8) Desikator 1 buah
terjadi pengurangan massa
karena penguapan
Menentukan nilai kekuatan,
9) Alat uji Triaksial kohesi, dan sudut geser 1 unit
tanah
Mengetahui kandungan
X-ray Powder kristal yang terbenteuk
10) 1 unit
Diffraction (XRD) selama prses bio-
cementation
Menentukan bentuk
Scanning Electron kristalisasi yang terbetuk
11) 1 unit
Microscope (SEM) selama proses bio-
cementation
b. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Tabel 3.2 Daftar bahan yang dibutuhkan dalam penelitian
No Nama Alat Justifikasi Pemakasian Kuantitas
Penentuan distribusi
1 Urea
ukuran partikel tanah
Menghilangkan kadar
2 Ekstrak ragi
air tanah
3 NaOH Mengukur massa tanah
Mennentukan batas cair
4 Magnesium Klorida
tanah
Memisahkan partikel
5 Kalium Klorida tanah yang memiliki
ukuran relative besar
Menentukan batas
6 Sporosarcina pasteurii
plastis tanah
Menghaluskan partikel
7 Nutrien Broth
tanah
Memerangkap
kandungan air tanah.
8 Sampel Pasir Besi Sehingga tidak terjadi
pengurangan massa
karena penguapan
Menentukan nilai
9 Sampel Pasir Kuarsa kekuatan, kohesi, dan
sudut geser tanah
Mengetahui kandungan
kristal yang terbenteuk
10 Sampel Tanah Lempung
selama prses bio-
cementation
Menentukan bentuk
kristalisasi yang
11 Air
terbetuk selama proses
bio-cementation
3.2 Metode Pengumpulan Data
Penelitian dilakukan dengan melakukan pengujian kuat tekan triaksial
sampel uji yang telah mengalami proses curing berturut turut selama 1, 3, 5,
7, dan 9 hari. Sebelumnya, dilakukan penentuan nilai batas plastis, batas
cair, dan distribusi ukuran untuk menentukan jenis tanah yang akan
ditingkatkan nilai stabilitasnya. Variabel-variabel yang diujikan berupa
konsentrasi CaCl2, konsesntrasi MgCl2, dan jenis tanah yang diujikan
sebagai variabel bebas, kuat tekan menggunakan XRD dan SEM sebagai
variabel terikat.
3.2.1 Penentuan Jenis Tanah
Penentuan jenis tanah dilakukan untuk mengetahui secara pasti
klasifikasi tanah yang akan mengalami stabilisasi menggunakan metode
bio-cementation. Terdapat tiga (3) tahapanan penentuan jenis tanah berupa:
a) Penentuan Distribusi Ukuran
Penentuan distribusi ukuran dilakukan dengan melakukan
pengayakan sampel tanah pada mechanical sieving. Penentuan
distribusi ukuran sampel tanah dilakukan sebagai berikut:
(1) Menyusun dan menempatkan beberapa ayakan secara vertikal
berdasarkan perbedaan ukuran ayakan dari ukuran terbesar
hingga terkecil pada alat mechanical sieving.
(2) Memasukan sampel tanah di ayakan paling atas (paling besar).
(3) Menutup dengan rapat semua ayakan.
(4) Menjalankan mechanical sieving selama 15 menit.
(5) Menimbang berat partikel tanah yang tertahan pada tiap ayakan.
(6) Mencatat hasil distribusi ukuran tanah.
b) Penentuan Batas Plastis
Batas Plastis merupakan. Pengujian batas plastis dilakukan
berdasarkan SNI 03 - 1966 1990. Penentuan batas plastis dilakukan
sebagai berikut:
(1) Meletakkan benda uji di dalam mangkuk dan beri air sedikit
demi sedikit sampai merata.
(2) Membentuk bola-bola tanah dari benda uji tersebut, kemudian
gelengkan di atas plat kaca dengan menggunakan ujung jari.
(3) Melakukan penggelengan dilakukan sampai benda uji
membentuk batang dengan diameter 3 mm.
(4) Menyatukan benda uji dan memberi sedikit air serta ulangi
penggelengan jika sebelum mencapai 3 mm sudah retak.
(5) Melakukan pengadukan dan penggelengan diulangi terus sampai
retakan-retakan yang terjadi tepat pada saat gelengan
mempunyai diameter 3 mm.
(6) Menentukan kadar air tanah tersebut yang merupakan kadar air
pada batas plastis tanah.
c) Pengujian Batas Cair
Batas cair merupakan kadar air minimum ketika sifat suatu jenis
tanah berubah dari keadaan cair menjadi plastis. Pengujian batas cair
dilakukan berdasarkan ASTM D 4318. Penentuan batas cair dilakukan
sebagai berikut:
(1) Menggumpulkan 150g tanah lolos ayakan 40 mesh ke dalam
cawan
(2) Menambahkan air sebanyak 20% dari berat tanah kedalam
cawan
(3) Mengaduk campuran tanah dan air hingga merata
(4) Menempatkan sampel tanah yang telah tercampur rata
menggunakan LL device pada cawan casangrade lalu diratakan.
(5) Memberikan jarak dengan cara memotong bagian tengah
campuran dengan alat pemotong.
(6) Menjalankan casangrade dengan cara memutar roll.
(7) Mencatat jumlah ketukan, hingga jarak dibagian tengah
menyatu.
(8) Memasukan sebagian sampel kedalam cawan besi
(9) Menimbang sebagian dari sampel
(10) Memasukan sampel kedalam oven
(11) Mencatat nilai moisture content.
(12) Menempatkan hasil percobaan (jumlah ketukan dan
moisture content) pada grafik
14

3.2.1 Pembuatan Sampel Uji


Pembuatan Sampel Uji dilakukan berdasarkan terdiri atas dua tahapan
pengerjaan berupa
a) Pembuatan Culture Media
Culture media merupakan sejumlah senyawa yang digunakan
sebagai lingkungan hidup S. pasteurii. S. pasteurii dikembang biakan
pada keadaan aerob secara batch. Culture media terdiri atas 20 g/l
ekstrak ragi dan 10 g/l ammonium klorida. NaOH digunakan untuk
meningkatkan pH dengan memebrikan penambahan senyawa.
b) Pembuatan Benda Uji
Benda uji merupakan campuran reagen-reagen kimia (urea,
magnesium clorida, dan kalsium klorida), nutrient broth dan bacterial
solution yang dicampurkan secara mekanis menggunakan alat
pengaduk bersama ketiga sampel tanah (sampel tanah lempung, pasir
besi, dan pasir kuarsa). Pembuatan sampel uji dilakukan dengan
memberikan variasi persen campuran magnesium clorida dan kalsium
klorida pada ketiga sampel tanah (sampel tanah lempung, pasir besi,
dan pasir kuarsa).
Pembuatan sampel uji dilakukan dengan tahapan sebagai
berikut:
1) Menyiapkan urea, magnesium klorida, kalsium klorida, nutrient
broth, dan air.
2) Mencampurkan urea, magnesium klorida, kalsium klorida,
nutrient broth, dan air dengan persentase seperti table 3.1
kedalam ember dan mengaduk menggunakan batang pengaduk.
3) Melakukan pencampuran sampel pasir, reagen kimia, dan
nutrient broth, dan air.
4) Melakukan pengadukan senyawa dengan merata.
5) Mencetak benda uji kedalam silinder cetak dengan dimensi 4x8
inchi.
6) Menggerakan sendok semen sekeliling sisi atas cetakan saat
beton diisikan untuk meyakinkan penyebaran beton secara
merata dan untuk mengurangi segregasi agregat kasar dalam
cetakan.
7) Meratakan permukaan sampel menggunakan pengrata kayu.
8) Mulakukan curing selama 1, 3, 7, dan 9 hari.
Tabel 3.3 Komposisi campuran sampel uji.
Konsentrasi Konsentrasi Nutrient Konsentrasi
Jenis Sampel
No CaCl2 MgCl2 Broth Bakteri
Tanah
(mol/L) (mol/L) (gm/lt) (cfu/ml)
U1 1 0,0 3 1 106
Tanah
U2 0,5 0,5
Lempung
U3 0,0 1,0
U4 Pasir Besi 1,0 0,0
15

U5 0,5 0,5
U6 0,0 1,0
U7 1,0 0,0
U8 Pasir Kuarsa 0,5 0,5
U9 0,0 1,0

3.2.2 Pengujian sampel uji


Pengujian sampel uji berupa pengujian kuat tekan triaxial,
pengamatan visual kristal menggunakan scanning electron microscope
(SEM) dan penentuan jenis mineral yang terkristalisasi menggunakan X-ray
powder difraction (XRD) terhadap sampel uji. Pengujian triaxial adalah uji
kompresi triaxial dimana tidak diperkenankan perubahan kadar air dalam
contoh tanah. Sampel tidak dikonsolidasikan dan air pori tidak teralir saat
pemberian tegangan geser. Pengujan sampel dilakukan sebanyak tiga kali
pengulangan untuk setiap sampel uji yang berbeda. Pengulangan ditujukan
untuk mendapatkan data yang lebih representatif.
a. Pengujian Kuat Tekan Triaxial
Pengujian kuat tekan triaxial berupa pengujian dengan
memberikan beban aksial benda uji. Pengujian kuat tekan dilakukan
berdasarkan ASTM D-2850-95 dengan tahapan sebagai berikut:
1) Letakkan contoh tanah tersebut pada alat triaxial.
2) Sel triaxial diisi air destilasi hingga penuh dan meluap, tegangan
air pori dinaikkan hingga sesuai tegangan keliling yang
diinginkan.
3) Tekanan vertikal diberikan dengan jalan menekan tangkai beban
di bagian atas contoh tanah yang dijalankan oleh mesin dengan
kecepatan tertentu.
4) Pembacaan diteruskan sampai pembacaan proving ring dial
memperlihatkan penurunan sebanyak 3 kali atau sampai
regangan mencapai 15%.
5) Keluarkan contoh tanah dari sel triaxial kemudian digambar
bidang runtuhnya.
b. Analisi X-ray Powder Diffraction (XRD)
XRD merupakan alat yang digunakan untuk mengkarakterisasi
struktur kristal, ukuran kristal dari suatu bahan padat. Semua bahan
yang mengandung kristal tertentu ketika dianalisa menggunakan XRD
akan memunculkan puncak puncak yang spesifik. Metode difraksi
umumnya digunakan untuk mengidentifikasi senyawa yang belum
diketahui yang terkandung dalam suatu padatan dengan cara
membandingkan dengan data difraksi dengan database yang
dikeluarkan oleh International Centre for Diffraction Data. Analisis X-
ray Powder Diffraction (XRD) dilakukan untuk mengetahui mineral
yang terbentuk pada sampel uji.
c. Analisis Scanning Electron Microscope (SEM)
16

Scanning Electron Microscope (SEM) adalah Scanning Electron


Microscope (SEM) adalah sebuah mikroskop elektron yang didesain
untuk menyelidiki permukaan dari objek solid secara langsung.
Analisis SEM dilakukan untuk menganalisis bentuk dan derajat
kristalisasi mineral yanga terbentuk.
3.3 Pengolahan Data dan Analisis Data
Pengolahan data hasil penelitian dilakukan dengan mencatat besar
nilai kuat tekan triaksial berupa kuat tekan horizontal dan kuat tekan secara
vertikal tiap sampel. Nilai kuat tekan horizontal dan vertikal selanjutnya
diploting didalam kertas grafik sehingga didapati nilai kohesi dan sudut
geser dalam. Selain itu, dilakukan pula pengujian sampel menggunakan
SEM dan XRD yang akan menunjukan derajat serta jenis kristalisasi yang
ada.
Dilakukan analisis data hasil uji kuat tekan uniaksial dengan
membandingan nilai kohesi, sudut geser dalam, dan derajat serta bentuk
kristalisasi untuk setiap sampel. Perbandingan dilakukan berdasarkan
periode curing sampel selama 1, 3, 7, dan 9 hari serta perbedaan honsentrasi
kandungan CaCl2 dan MgCl2 yang digunakan dalam reagen. Data hasil
percobaan akan diolah menggunakan Ms.Excel dan ditampilkan dalam
bentuk tabel dan grafik.
Analisis data dilakukan dengan melakukan regresi pada nilai
kohesi dan sudut geser dalam terhadap periode curing dan konsentrasi CaCl2
dan MgCl2 yang digunakan. Pola regresi menunjukan hubungan antar
periode curing dan konsentrasi CaCl2 dan MgCl2 terhadap nilai/besar
stabilitas tanah. Dengan dilakukannya analisis terhadap hasil kuat tekan
triaksial, diharapkan dapat memberi informasi mengenai komposisi ideal
serta kemungkinan pemanfaatan bio-cementation pada jenis tanah tertentu.
17

BAB IV
BIAYA & JADWAL KEGIATAN

4. 1 ANGGARAN BIAYA
No Jenis Pengeluaran Biaya (Rp)
.
1 Peralatan penunjang:
Ember, Mechanical Seiving, Sendok semen, Pengrata
Kayu, Cetakan Silinder, Oven, Alat uji kuat tekan,
XRD, SEM, Batang Pengaduk, Penggaris, Neraca,
Casagrande liquid limit device, Ayakan 40 mesh,
Rolling device, Mortar, Penumbuk, Cawan besi
(kontainer), Mangkuk, Kain, Desikator, Stopwatch, Alat
uji Triaksial, X-ray Powder Diffraction (XRD),
Scanning Electron Microscope (SEM)
2 Bahan Habis Pakai:
Urea, Ekstrak ragi, Magnesium Klorida, Kalium
Clorida, Kalsium Klorida; Sporosarcina pasteurii;
Nutrien Broth; Sampel Pasir Besi; Sampel Pasir Kuarsa;
Sampel Tanah Lempung;Air; NaOH
3 Perjalanan:
Pembelian alat dan bahan,
4 Lain- Lain:
Penyewaan Alat
Total

4. 2 JADWAL KEGIATAN
Bulan Bulan Bulan Bulan Bulan Bulan
Nama Kegiatan
Ke-1 Ke-2 Ke-3 Ke-4 Ke-5 Ke-6
Studi Literatur
Persiapan
Bahan
Penentuan Jenis
Tanah
Pembuatan
Culture Media
Pembuatan
Sampel Uji
Pengujian
Analisis Data
Pembuatan
Laporan
18

DAFTAR PUSTAKA

Andriani1, R, Yuliet, dan F. L. Fernandez, 2012, Pengaruh Penggunaan Semen


Sebagai Bahan Stabilisasi pada Tanah Lempung Daerah Lambung Bukit
Terhadap Nilai CBR Tanah, Jurnal Rekayasa Sipil, ISSN: 1858-2133,
Volume 8 NO. 1, Februari 2012, 29-44
Asgharzadeh, M., H.S. Kafilb, A. Fahmi, M. Yousefi, M. Aghazadehd, G.R.
Hanifi dan M. Pourostadi, 2016, Optimizing The Use Of Sporosarcina
Pasteurii Bacteria For The Stiffening Of Sand, Asian Jr. of Microbiol.
Biotech. Env. Sc. Vol. 18, No. (2) : 2016 : 391-394.
Cheng, L, M. A. Shahin, R. Cord-Ruwisch, M. Addis, T. Hartanto, and C. Elms,
2014, Soil Stabilisation by Microbial-Induced Calcite Precipitation
(MICP): Investigation into Some Physical and Environmental Aspects.
Das, Braja M, (1985), Mekanika Tanah, Jilid 1, Erlangga, Jakarta.
DeJong, J.T., B.M. Mortensen, B.C. Martinez, D.C. Nelson, 2010, Bio-mediated
soil improvement, Ecological Engineering 36 (2010) 197210.
Dhami N.K., M. S.Reddy, dan A. Mukherjee, 2016, Significant indicators for
biomineralisation in sand of varying grain sizes, Article in Construction
and Building Materials February 2016
Dejong, J.T., Fritzges, M.B., Nsslein, K., 2006, Microbially induced cementation
to control sand response to undrained shear. J. Geotech. Geoenviron. Eng.
2006, 132, 13811392.
El-Enein, S.A. Abo, A.H. Ali, Fatma N. Talkhan, dan H.A. Abdel-Gawwad ,2012,
Utilization of microbial induced calcite precipitation for sand
consolidation and mortar crack remediation, Housing and Building
National Research Center HBRC Journal, hal 185192
Kalantary, F. dan Mostafa Kahani, 2015, Evaluation of the Ability to Control
Biological Precipitation to Improve Sandy Soils, Procedia Earth and
Planetary Science 15 , The World Multidisciplinary Earth Sciences
Symposium, WMESS 2015, hal: 278 284.
Karol, R. H., 2003, Chemical grouting and soil stabilization. 3ed. Vol. 12, Civil
and Environmental Engineering, CRC Press.
Makusa, G.P., 2012, Soil Stabilization Methods and Materials In Engineering
Practice, Department of Civil, Environmental and Natural resources
engineering, Lule University of Technology, Lule, Sweden
Palar, H., Moninjta. S, Turangga A. E., A.N. Sarajar, 2013, Pengaruh
Pencampuran Tras dan Kapur pada Lempung Ekspansif Terhadap Nilai
19

Daya Dukung, Jurnal Sipil Statik Vol.1 No.6, Mei 2013 (390-399) ISSN:
2337-6732
Putra, H., H. Yasuhara, N. Kinoshita, D. Naupane, 2015, Optimation of Calcite
Precipitation as a Soil Improvement Technique, Proceddings of the 2nd
Makassar International Conference on Civil Engineering (MICCE 2015)
Makassar, Indonesia, August, 11-12, 2015
Sudjianto, A.T., 2007, Stabilisasi Tanah Lempung Ekspansif dengan Garam Dapur
(NaCl), Jurnal Teknik Sipil, Volume 8 No. 1, Oktober 2007:53-63
Sharma, Animesh dan Ramkrishnan R., 2016,Study on effect of Microbial
Induced Calcite Precipitates on strength of fine grained soils, Perspectives
in Science 8, 198202
Umar, M., K.A. Kassim, dan K.T.P.Chiet, 2016, Biological process of soil
improvement in civil engineering: A review, Journal of Rock Mechanics
and Geotechnical Engineering 8 (2016) 767e774
Van Paassen, L. A., 2009. Biogrout, ground improvement by microbial induced
carbonate precipitation.TU Delft, Delft Universityof Technology.
Whiffin, V.S., Van Paassen, L.A., Harkes, M.P., 2007, Microbial
carbonate precipitation as a soil improvement technique.
Geomicrobiol. J. 25 (5), 417423.
Yasuhara H., D. Neupanea, K. Hayashi, dan M. Okamura, 2012, Experiments and
predictions of physical properties of sand cemented by
enzymatically-induced carbonate precipitation, Soils and Foundations
2012;52(3):539549
20

LAMPIRAN-I
Harga Total
No Nama Alat Kuantitas
Satuan (Rp)
1 Mechanical Seiving 100.000,- 1 set 10.000,-
2 Oven 100.000,- 1unit 10.000,-
3 Neraca 100.000,- 1 unit 10.000,-
Casagrande liquid limit 100.000,- 10.000,-
4 1 set
device
5 Ayakan 40 mesh 40.000 1 buah 40.000,-
6 Rolling device 50.000 1 set 50.000
7 Mortar 60.000 1 buah 60.000
8 Pengujian uji Triaksial 150.000 120 sampel
Pengujian X-ray Powder 300.000
9 sampel
Diffraction (XRD)
Pengujian Scanning 300.000
10 Electron Microscope 1 unit
(SEM)
11 Urea
12 Ekstrak ragi 5.000,- 100 gram
13 NaOH 10.000,- 100 gram
14 Magnesium Klorida
15 Kalsium Klorida
16 Sporosarcina pasteurii - -
17 Nutrien Broth 45.000 10 Liter
18 Sampel Pasir Besi - 12 kg
19 Sampel Pasir Kuarsa - 12 kg
20 Sampel Tanah Lempung - 12 kg
21 Air - -

Anda mungkin juga menyukai