Anda di halaman 1dari 22

KEPANITERAAN KLINIK

STATUS ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
PERIODE 9 MEI 11 JUNI 2016
RS MATA DR. YAP, D.I. YOGYAKARTA

Nama : Rionaldo Sanjaya Putra Tandatangan


Nim : 11-2015-244 ......................................
Dr. Pembimbing / Penguji: dr. Rinanto Prabowo, Sp.M
......................................

I IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Haryanto
Umur : 43 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Karyawan swasta
Alamat : Matrijeron , Jogjakarta
Tanggal pemeriksaan : Kamis, 30 Mei 2016
Pemeriksa : Rionaldo Sanjaya P
Moderator : dr. Rinanto Prabowo, Sp.M

II PEMERIKSAAN SUBJEKTIF
Auto anamnesis tanggal : 30 Mei 2016

Keluhan utama
Pengelihatan mata kanan kabur sejak 3 minggu yang lalu

Keluhan tambahan
Mata kanan silau seperti kilatan cahaya

1
Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan mata kanan kabur sejak 3 minggu yang lalu.
Keluhan kabur dirasakan seperti jaring jaring yang bergerak gerak, keluhan
dirasakan secara tiba - tiba, dan terkadang disertai silau seperti kilatan cahaya.
Keluhan kabur pada lapang pandang bagian depan dan lebih jelas pada lapang
pandang tepi sisi kanan. Pasien datang ke RS Mata dr YAP, dokter memberikan obat
tetes dan di rujuk ke dokter vitreoretina. Setelah diberikan obat tetes ada perbaikan
gejala, pasien dapat melihat lebih jelas pada cahaya terang, tetapi tetap buram pada
cahaya redup. Dokter vitreoetina menjadwalkan untuk dilakukan operasi. Keluhan
lain seperti mual, pusing, mata merah, nyeri pada mata disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu


- DM :-
- Hipertensi :-
- Alergi obat : Obat Analgetik ( pasien lupa nama obat )
- Ablasio :-

Riwayat Penyakit Keluarga:


- DM :-
- Hipertensi :-
- Alergi obat : -
- Ablasio :-

Riwayat Sosial :
Rokok :-
Minuman keras :-

III PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Tanda Vital
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80x/menit
Respiration rate : 18x/menit
Suhu : 36oC

2
Kepala : Normocephali, rambut hitam, distribusi merata
Telinga : Tidak dilakukan
Hidung : Tidak dilakukan
Tenggorokkan : Tidak dilakukan
Thoraks
Jantung : Tidak dilakukan
Paru : Tidak dilakukan
Abdomen : Tidak dilakukan
Ekstremitas : Tidak dilakukan

STATUS OPHTHALMOLOGIS
KETERANGAN (OD) (OS)
1 VISUS
Tajam Penglihatan 1/300 6/9
Koreksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Addisi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Distansia Pupil Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Kacamata lama Tidak ada Tidak ada

2 KEDUDUKAN BOLA MATA


Eksoftalmus Tidak ada Tidak ada
Enoftalmus Tidak ada Tidak ada
Deviasi Tidak ada Tidak ada
Gerakan Bola Mata Baik ke semua arah Baik ke semua arah

3 SUPERSILIA
Warna Hitam, sikatrik (-) Hitam, sikatrik (-)
Simetris Simetris, Distribusi normal Simetris, Distribusi normal

4 PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR


Edema Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Ektropion Tidak ada Tidak ada

3
Entropion Tidak ada Tidak ada
Blefarospasme Tidak ada Tidak ada
Trikiasis Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Punctum Lakrimal Normal Normal
Fisura palpebra Normal Normal
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Hordeolum Tidak ada Tidak ada
Kalazion Tidak ada Tidak ada

5 KONJUNGTIVA TARSALIS SUPERIOR DAN INFERIOR


Hiperemis Tidak ada Tidak ada
Kista Tidak ada Tidak ada
Folikel/Papil Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Anemis Tidak ada Tidak ada
Kemosis Tidak ada Tidak ada

6 KONJUNGTIVA BULBI
Sekret Tidak ada Tidak ada
Injeksi konjungtiva Tidak ada Tidak ada
Injeksi siliar Tidak ada Tidak ada
Injeksi subkonjungtiva Tidak ada Tidak ada
Pterigium Tidak ada Tidak ada
Pinguekula Tidak ada Tidak ada
Nevus Pigmentosus Tidak ada Tidak ada
Kista Dermoid Tidak ada Tidak ada

7 SISTEM LAKRIMALIS
Punctum lakrimalis Normal Normal
Tes Anel Tidak dilakukan Tidak dilakukan

8 SKLERA
Warna Putih Putih
Ikterik Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada

9 KORNEA
Kejernihan Jernih Jernih

4
Permukaan Licin Licin
Ukuran Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Infiltrat Tidak ada Tidak ada
Keratik Presipitat Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Ulkus Tidak ada Tidak ada
Perforasi Tidak ada Tidak ada
Arkus senilis Tidak ada Tidak ada
Edema Tidak ada Tidak ada
Tes Placido Tidak dilakukan Tidak dilakukan

10 BILIK MATA DEPAN


Kedalaman Dalam Dalam
Kejernihan Jernih Jernih
Hifema Tidak ada Tidak ada
Hipopion Tidak ada Tidak ada
Efek Tyndall Tidak dilakukan Tidak dilakukan

11 IRIS
Warna Coklat kehitaman Coklat Kehitaman
Kripte Baik Baik
Sinekia Tidak ada Tidak ada

12 PUPIL
Letak Di tengah Di tengah
Bentuk Bulat, regular Bulat, regular
Ukuran Normal Normal
Reflek cahaya langsung Positif ( Refleks Positif
Berkurang )
Reflek cahaya tak langsung Positif ( Refleks Positif
Berkurang )

13 LENSA
Kejernihan Jernih Jernih
Letak Di tengah Di tengah
Shadow test Negatif Negatif

14 BADAN KACA

5
Kejernihan Tidak dilakukan Tidak dilakukan

15 FUNDUS OKULI
Batas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Ekskavasio Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Rasio arteri : vena Tidak dilakukan Tidak dilakukan
C/D ratio Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Makula lutea Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Retina Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Eksudat Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Perdarahan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Sikatriks Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Ablasio Tidak dilakukan Tidak dilakukan

16 PALPASI
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Massa tumor Tidak ada Tidak ada
Tensi okuli Normal perpalpasi Normal perpalpasi
Tonometri non kontak 8 mmHg 16 mmHg

17 KAMPUS VISI
Tes konfrontasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

IV ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


1 USG : untuk melihat kejernihan vitreus, struktur dan letak ablasi retina
2 OCT : untuk melihat struktur lapisan retina yang baik dan yang mengalami ablasi
3 Oftalmoskopi indirek : untuk melihat segmen posterior, dan melihat ablasio retina

V RESUME
Pasien datang dengan keluhan mata kabur sejak 3 minggu yang lalu, kabur dirasakan
secara tiba tiba. Keluhan disertai dengan silau seperti kilatan cahaya. Pasien datang
ke RS Mata YAP dan diberikan obat tetes mata dan ada perbaikan gejala, yaitu dapat
melihat lebih jelas pada kondisi terang dan tetap buram saat kondisi gelap. Kemudian,
pasien di rujuk ke dr vitreoretina untuk dijadwalkan operasi.

6
Pada pemeriksaan fisik didapatkan:
- Visus OD : 1/300 dan OS : 6/9
- Refleks pupil : Positif, refleks berkurang

VI DIAGNOSIS KERJA
- OD Ablasio Retina Rhegmatogenosa
Dasar diagnosis: keluhan pasien seperti jaring yang bergerak gerak secara tiba tiba,
disertai gejala fotopsia yang merupakan gejala pada ablasio retina. Tidak terdapat
factor risiko seperti DM, Hipertensi, Miopia tinggi, Infeksi pada mata sebelumnya,
riwayat ablasio sebelumnya.

VII DIAGNOSIS BANDING


- OD Ablasio Retina Serosa
Dasar yang mendukung : Keluhan pasien seperti jaring yang bergerak gerak secara
tiba tiba, disertai gejala fotopsia yang merupakan gejala pada ablasio retina.
Dasar yang kurang mendukung : Tidak ada riwayat infeksi pada mata sebelumnya.
- OD Ablasio Retina Traktional
Dasar yang mendukung : Keluhan pasien seperti jaring yang bergerak gerak secara
tiba tiba, disertai gejala fotopsia yang merupakan gejala pada ablasio retina.
Dasar yang kurang mendukung : Tidak ada riwayat penyakit DM, trauma tembus
sebelumnya
- OD Oklusi Arteri Retina
Dasar yang mendukung : Keluhan pasien buram mendadak, tanpa rasa sakit
Dasar yang kurang mendukung : Tidak ada riwayat penyakit DM, Kolesterol,
Gangguan jantung sebelumnya ( kemungkinan terjadinya thrombus )

VIII PENATALAKSANAAN
Rujuk ke spesialis mata bagian retina untuk dilakukan pembedahan segera, serta

7
melakukan edukasi kepada pasien bahwa penyakit pasien memang tidak menimbulkan
nyeri, atau keluhan lain yang sangat berat namun di bagian dalam bola mata pasien bisa
terus terjadi pelebaran dari robekan dimana bila sudah sampai mengenai macula maka
prognosisnya menjadi buruk, sehingga perlu dilakukan pembedahan segera.

IX PROGNOSIS
OD OS
Ad Vitam Ad Bonam Ad Bonam
Ad Functionam Ad Bonam Ad Bonam
Ad Sanationam Ad Bonam Ad Bonam

Tinjauan Pustaka

8
Anatomi Retina

Retina merupakan selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan dan terdiri atas
beberapa lapis yang melapisi bagian dalam dua pertiga belakang bola mata. Retina membentang
ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan berakhir di tepi ora serrata.1

Gambar 1. Anatomi retina


Lapisan-lapisan retina mulai dari sisi luar ke dalam adalah sebagai berikut:
1. Epitelium pigmen retina
Merupakan lapisan terluar dari retina. Epitel pigmen retina terdiri dari satu lapisan
sel mengandung pigmen dan terdiri atas sel-sel silindris dengan inti di basal. Daerah
basal sel melekat erat membran Bruch dari koroid. Fotoreseptor dipelihara oleh epitel
pigmen retina, yang berperan pada proses penglihatan. Epitel pigmen ini bertanggung
jawab untuk fagositosis segmen luar fotoreseptor, transportasi vitamin, mengurangi
hamburan sinar, serta membentuk sawar selektif antara koroid dan retina.3, 4, 5

2. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut.


Sel-sel batang dan kerucut di laisan fotoreseptor mengubah rangsangan cahaya
menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh jaras-jaras penglihatan ke korteks
penglihatan ocipital. Fotoreseptor tersusun sehingga kerapatan sel-sel kerucut
meningkat di di pusat makula (fovea), dan kerapatan sel batang lebih tinggi di
perifer. Pigmen fotosensitif di dalam sel batang disebut rodopsin. Sel kerucut

9
mengandung tiga pigmen yang belum dikenali sepenuhnya yang disebut iodopsin
yang kemungkinan menjadi dasar kimiawi bagi tiga warna (merah,hijau,biru) untuk
penglihatan warna. Sel kerucut berfungsi untuk penglihatan siang hari (fotopik).
Subgrup sel kerucut responsif terhadap panjang gelombang pendek, menengah, dan
panjang (biru, hijau merah). Sel batang berfungsi untuk penglihatan malam
(skotopik). Dengan bentuk penglihatan adaptasi gelap ini terlihat beragam corak abu-
abu, tetapi warnanya tidak dapat dibedakan. Waktu senja (mesopik) diperantarai oleh
kombinasi sel kerucut dan batang.2,4, 5
3. Membrana limitans externa
4. Lapisan inti luar sel fotoreseptor, Ini terdiri dari inti dari
batang dan kerucut.3,6
5. Lapisan pleksiformis luar, yang mengandung sambungan sambungan sel bipolar
dan sel horizontal dengan fotoreseptor .3,6
6. Lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal.
7. Lapisan pleksiformis dalam, yang mengandung sambungan sambungan sel
ganglion dengan sel amakrin dan sel bipolar .3,6
8. Lapisan sel ganglion, Ini terutama mengandung sel badan sel ganglion
9. Lapisan serat saraf, yang mengandung akson akson sel ganglion yang berjalan
menuju ke nervus optikus.3,6
10. Membrana limitans interna. Ini adalah lapisan paling dalam dan memisahkan retina
dari vitreous. Itu terbentuk oleh persatuan ekspansi terminal dari serat yang Muller, dan
pada dasarnya adalah dasar membran.. 3,6

10
Gambar 2.
Lapisan retina

Gambar 3.
Gambaran retina normal

Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0,23 mm pada kutub posterior. Di
tengah tengah retina posterior terdapat makula. Secara klinis makula dapat didefinisikan
sebagai daerah pigmentasi kekuningan yang disebabkan oleh pigmen luteal (xantofil) yang
berdiameter 1,5 mm. Secara histologis makula merupakan bagian retina yang lapisan
ganglionnya mempunyai lebih dari satu lapis sel. Secara klinis, makula adalah bagian yang
dibatasi oleh arkade arkade pembuluh darah retina temporal. Di tengah makula sekitar 3,5
mm di sebelah lateral diskus optikus terdapat fovea yang secara klinis jelas jelas merupakan
suatu cekungan yang memberikan pantulan khusus bila dilihat dengan oftalmoskop.2

11
Fovea merupakan zona avaskular di retina pada angiografi fluoresens. Secara histologi,
fovea ditandai dengan menipisnya lapisan inti luar dan tidak adanya lapisan lapisan parenkim
karena akson akson sel fotorreceptor (lapisan serat Henle) berjalan oblik dan pergeseran
secara sentrifugal lapisan retina yang lebih dekat ke permukaan dalam retina. Foveola adalah
bagian paling tengah pada fovea, disini fotoreseptornya adalah sel kerucut dan bagian retina
yang paling tipis. Semua gambaran histologis ini memberikan diskriminasi visual yang halus.
Ruang ekstraseluler retina yang normalnya kosong potensial paling besar di makula dan
penyakit yang menyebabkan penumpukan bahan di ekstrasel dapat menyebabkan daerah ini
menjadi tebal sekali.2

Gambar 4.
Anatomi makula

Pembuluh darah di dalam retina merupakan cabang arteri oftalmika, arteri retina sentral
masuk retina melalui papil saraf optic yang akan memberikan nutrisi dalam retina. Lapisan luar
retina atau sel kerucut dan batang mendapat nutrisi dari koroid. Retina menerima darah dari dua
sumber yaitu khoriokapilaria yang berada tepat diluar membrana Bruch, yang mendarahi
sepertiga luar retina termasuk lapisan pleksiformis luar dan lapisan inti luar, fotoreceptor, dan
lapisan epitel pigmen retina serta cabang cabang dari arteri sentralis retinae yang mendarahi
dua pertiga sebelah dalam. Fovea sepenuhnya diperdarahi oleh khoriokapilaria dan mudah
terkena kerusakan yang tak dapat diperbaiki kalau retina mengalami ablasi. Pembuluh darah
retina mempunyai lapisan endotel yang tidak berlubang yang membentuk sawar darah retina.
Lapisan endotel pembuluh khoroid dapat ditembus. Sawar darah retina sebelah luar terletak
setinggi lapisan epitel pigmen retina.2,3

12
Fisiologi Retina

Retina adalah jaringan paling kompleks di mata. Untuk melihat, mata harus berfungsi
sebagai suatu alat optis, sebagai suatu reseptor kompleks, dan sebagai suatu transducer yang
efektif. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mampu mengubah rangsangan cahaya
menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan serat saraf retina melalui saraf optikus
dan akhirnya ke korteks penglihatan. Makula bertanggung jawab untuk ketajaman penglihatan
yang terbaik dan untuk penglihatan warna, dan sebagian besar selnya adalah sel kerucut. Di
fovea sentralis, terdapat hubungan hampir 1:1 antara fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan
serat saraf keluar, dan hal ini menjamin penglihatan yang paling tajam. Macula terutama
digunakan untuk penglihatan sentral dan warna (penglihatan fotopik) sedangkan bagian retina
lainnya, yang sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang, digunakan terutama untuk
penglihatan perifer dan malam (skotopik).
Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan terluar yang avaskuler pada retina
sensorik dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang mencetuskan proses
penglihatan. Setiap sel fotoreseptor kerucut mengandung rodopsin, yang merupakan suatu
pigmen penglihatan fotosensitif yang terbentuk sewaktu molekul protein opsin bergabung
dengan 11-sis-retinal. Sewaktu foton cahaya diserap oleh rodopsin, 11-sis-retinal segera
mengalami isomerisasi menjadi bentuk all-trans. Rodopsin adalah suatu glikolipid membran
yang separuhnya terbenam di lempeng membran lapis ganda pada segmen paling luar
fotoreseptor.
Penglihatan skotopik seluruhnya diperantarai oleh fotoreseptor sel batang. Pada bentuk
penglihatan adaptasi gelap ini, terlihat bermacam-macam nuansa abu-abu, tetapi warna tidak
dapat dibedakan. Penglihatan siang hari terutama diperantarai oleh fotoreseptor kerucut, jika
senja hari diperantarai oleh kombinasi sel kerucut dan batang, dan penglihatan malam oleh
fotoreseptor batang.
Definisi

Ablasio retina (retinal detachment) adalah pemisahan retina sensorik, yakni lapisan
fotoreseptor (sel kerucut dan batang) dan jaringan bagian dalam, epitel pigmen retina
dibawahnya. Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih melekat erat dengan membran Bruch.

13
Sesungguhnya antara sel kerucut dan sel batang retina tidak terdapat suatu perlekatan struktural
dengan koroid atau pigmen epitel, sehingga merupakan titik lemah yang potensial untuk lepas
secara embriologis. 1,3,7

Gambar 5. Retinal Detachment

Etiologi

1. Terjadi robekan pada retina, sehingga vitreus yang mengalami likuifikasi dapat memasuki
ruangan subretina.
2. Retina tertarik oleh serabut jaringan kontraktil pada permukaan retina
3. Akumulasi cairan dalam ruangan subretina akibat proses eksudasi.

Faktor Risiko

Faktor risiko terjadinya ablasio retina adalah:


- Myopia
- Hypermetropia
- Riwayat keluarga dengan ablasio retina
- Diabetes yang tidak terkontrol
- Trauma.

Gejala Klinis

Ablasio retina tidak menimbulkan nyeri, tetapi bisa menyebabkan gambaran bentuk-bentuk
ireguler yang melayang-layang atau kilatan cahaya, serta menyebabkan penglihatan menjadi
kabur. Hilangnya fungsi penglihatan awalnya hanya terjadi pada salah satu bagian dari lapang
pandang, tetapi kemudian menyebar sejalan dengan perkembangan ablasio. Jika makula terlepas,
akan segera terjadi gangguan penglihatan dan penglihatan menjadi kabur.

14
Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan mata. Beberapa pemeriksaan
yang dilakukan untuk mengetahui keutuhan retina:
Oftalmoskopi indirek dengan penekanan sclera dilakukan untuk mendeteksi robekan
perifer dan ablasio retina.
Ketajaman penglihatan
Respon refleks pupil
Gangguan pengenalan warna
Pemeriksaan slit lamp
Tekanan intraokuler

Pemeriksaan penunjang
USG mata
Ultrasonografi memakai prinsip sonar untuk meneliti struktur yang tidak terlihat
langsung. Gelombang suara berfrekeunsi tinggi dari sebuah transmitter khusus jaringan
sasaran. Sewaktu terpantul kembali dari berbagai komponen jaringan, gelombang suara
ditangkap kembali oleh penerima yang melipat gandakan dan menayangkan pada layar
osiloskop.
OCT ( Optical Coherence Tomography )

Optical Coherence Tomography (OCT) merupakan teknik diagnosis yang non invasif
dan dapat memberikan informasi struktur secara detail dari segmen posterior mata, yaitu
retina dan papil saraf optik. OCT dapat memperlihatkan gambaran histologi potongan
lintang retina yang masih hidup dengan resolusi yang sangat tinggi dan memiliki
reprodusibilitas tinggi.OCT telah banyak digunakan untuk menilai berbagai kelainan
makula. Namun penelitian lebih lanjut mendapatkan bahwa OCT sangat bermanfaat
untuk mengevaluasi penyakit mata yang lain, yaitu glaukoma. Penilaian yang obyektif
terhadap lapisan serabut saraf retina (Retinal Nerve Fiber Layer / RNFL) di daerah
sekitar papil dan tomografi papil sangat penting dalam penilaian glaukoma.Penggunaan
OCT sebagai alat penegak diagnosis dan monitoring glaukoma semakin banyak
digunakan. OCT bekerja berdasarkan prinsip interferometri Michelson dengan

15
menggunakan sinar infra merah koherensi rendah 800-830 nm.Sinar tersebut 3
dilewatkan melalui serat optik menuju alat pembagi sinar / beam splitter dan kemudian
diarahkan ke retina dan cermin referensi. Sinar yang masuk mata akan dipantulkan oleh
berbagai lapisan retina. Jarak antara beam splitter dan cermin referensi akan berubah-
rubah secara berkelanjutan. Pada saat jarak antara sumber sinar dan retina sama dengan
jarak sumber sinar dan cermin referensi maka akan terjadi interaksi dan menimbulkan
pola interferensi, selanjutnya pola interferensi tersebut akan diubah menjadi suatu sinyal.
Sinyal tersebut analog dengan signal yang didapat pada USG tetapi sumber sinar bukan
gelombang suara. Gambaran yang terjadi merupakan potongan lintang retina seperti
gambaran histologis yang dapat disajikan dalam warna hitam putih.1,2
Diagnosis Banding

Ablatio retina eksudatif

Ablasio retina jenis ini terjadi karena retina terdorong oleh neoplasma atau akumulasi
cairan di belakang retina setelah terjadi lesi inflamatori atau vaskular.2
Etiologi dari ablasio retina eksudatif adalah sebagai berikut:2
1. Penyakit sistemik, seperti preeklamsia, hipertensi renal, penyakit hematologi, dan
polyarteritis nodosa.
2. Penyakit mata. Penyebabnya meliputi:
a. Inflamasi: Haradas disease, sympathetic ophthalmia, posterior scleritis, dan
selulitis orbital.
b. Vaskular: retinopati sentral serosa dan exudative retinopathy of Coats.
c. Neoplasma: melanoma malignum koroid dan retinoblastoma
Hipotoni mendadak akibat perforasi bola mata dan operasi intra ocular
Ablasio retina traksional
Ablasio retina akibat traksi adalah jenis tersering kedua yang terutama disebabkan
oleh beberapa kelainan seperti
Retinopati diabetik proliferatif
Retinopati prematuriti
Trauma tembus segmen posterior
Kelainan diatas menyebabkan adanya gaya-gaya traksi yang secara aktif menarik retina
sensorik menjauhi epitel pigmen dibawahnya disebabkan oleh adanya membran vitreosa,
epiretina atau subretina yang terdiri dari fibroblas sel glia atau sel epitel pigmen retina. Traksi

16
ini menyebabkan terlepasnya lapisan sensorik retina dengan RPE. Pada awalnya pelepasan
mungkin terbatas di sepanjang arkade-arkade vaskular, tetapi dapat terjadi perkembangan
sehingga kelainan melibatkan retina mid perifer dan macula.2
Oklusi Arteri Retina
Oklusi arteri retina sentral adalah suatu kelainan dengan penurunan tajam penglihatan
mendadak akibat suatu oklusi arteri. Biasanya oklusi terjadi di daerah lamina kribosa. Penyebab
oklusi adalah emboli atau atherosclerosis yang berasal dari arteri karotis atau jantung, serta
keadaan- keadaan di mana terdapat koagulopati, misalnya abnormalitas trombosit, pemakaian
oral kontraseptik, dan penyakit kolagen. Disamping itu, kenaikan mendadak tekanan intra okuler
yang tinggi, seperti pada glaucoma akut maupun pada persiapan operasi katarak juga dapat
menimbulkan oklusi.
Gejala yang muncul berupa penurunan visus mendadak, tidak disertai rasa sakit, bisa tiba
tiba menjadi buta. Visus bervariasi mulai dari hitung jari sampai persepsi cahaya. Pada
pemeriksaan segemen depan biasanya dijumpai defek reflek pupil aferen. Pada pemeriksaan
fundus didapatkan papil pucat, caliber pembuluh darah retina menyempit, retina pucat dan
edema. 3
Tatalaksana
Tujuan dari tatalaksana ablasio retina adalah melepaskan traksi vitreoretina, dan menutup
robekan retina. Pembedahan adalah tatalaksana terpilih untuk tujuan tersebut. Pemilihan teknik
pembedahan ditentukan oleh ukuran, jumlah dan lokasi dari robekan. Dua teknik yang sering
dilakukan antara lain :
a. Scleral buckling
Indentasi sklera yang diakibatkan oleh buckle akan mendekatkan retina sensorik dengan
lapisan epitel retina dan mengendorkan tarikan vitreous pada robekan. Apabila robekan retina
telah menutup, makan cairan subretina akan diabsorsi. Tetapi kadang kala diperlukan
drainase apabila jumlah cairan di subretina sangat banyak. Penutupan robekan retina
dilakukan dengan melekatkan kembali lapisan neurosensoris pada epitel pigmen retina
dengan menimbulkan trauma termal (baik panas ataupun dingin) dengan menggunakan
kriopeksi, diatermi atau fotokoagulasi. Indentasi sklera dapat dilakukan dengan pemasangan
eksoplant, implant atau pemasangan circumferential buckle yang terbuat dari silikon yang
mengelilingi bola mata. Pemasangan eksoplant memungkinkan terjadinya indentasi sklera
tanpa harus dilakukan diseksi sklera sehingga cara ini merupakan yang banyak dipakai.

17
Eksoplant dieratkan pada sklera dengan jahitan pada sklera.1,2,5

b. Pneumatic retinopexy
Digunakan untuk ablasi retina yang disebabkan robekan kecil dan terletak dibagian superior
2/3 fundus dengan cara menyuntikkan gelembung gas kedalam vitreous untuk menekan
robekan retina sampai retina melekat kembali. Robekan retina diterapi dengan sejumlah
krioterapi atau laser fotokoagulasi setelah retina menempel kembali. Injeksi gas dilakukan
melalui pars plana (4mm dari limbus) setelah sebelumnya mata dianestesi. Gas yang
digunakan adalah perfluorocarbon atau sulfurhexafluoride. Setelah operasi posisi pasien
diatur sedemikian rupa sehingga robekan terletak paling atas, paling sedikit 16 jam dalam
sehari selama 5 hari. Gas yang akan disuntikkan akan mendorong cairan subretina keluar dari
robekan, sehingga cairan yang tersisa dapat diserap kembali. 1,2,5
c. Pars Plana Vitrektomy :
Merupakan cara yang paling banyak digunakan pada ablasio akibat diabetes, dan juga
pada ablasio regmatogenosa yang disertai traksi vitreus atau perdarahan vitreus. Cara
pelaksanaannya yaitu dengan membuat insisi kecil pada dinding bola mata kemudian
memasukkan instruyen ing cavum vitreous melalui pars plana. Setelah itu dilakukan vitrektomi
dengan vitreus cutre untuk menghilangkan berkas badan kaca (viteuos stands), membran, dan
perleketan perleketan. Teknik dan instruyen yang digunakan tergantung tipe dan penyebab
ablasio. Lebih dari 90% lepasnya retina dapat direkatkan kembali dengan teknik-teknik bedah
mata modern, meskipun kadang- kadang diperlukan lebih dari satu kali operasi.3,6

Keuntungan PPV:

18
1. Dapat menentukan lokasi defek secara tepat
2. Dapat mengeliminasi media yang mengalami kekeruhan karena teknik ini dapat
dikombinasikan dengan ekstraksi katarak.
3. Dapat langsung menghilangkan penarikan dari vitreous.

Kerugian PPV:
1. Membutuhkan tim yang berpengalaman dan peralatan yang mahal.
2. Dapat menyebabkan katarak.
3. Kemungkinan diperlukan operasi kedua untuk mengeluarkan silicon oil
4. Perlu follow up segera (terjadinya reaksi fibrin pada kamera okuli anterior yang
dapat meningkatkan tekanan intraokuler.

Gambar 12. Vitrektomi

Komplikasi

Bila retina tidak dapat direkatkan kembali, maka mata akan terus menurun penglihatannya dan
akhirnya menjadi buta. Bila ablasinya sudah berlangsung lama, maka pada retina timbul
gangguan metabolisme. Zat-zat toksik yang ditimbulkan menyebabkan degenerasi dan atrofi dari
retina karena batang dan kerucut mendapat makanan dari kapiler koroid sehingga menjadi rusak
sebab makanannya terputus, juga dapat menimbulkan uveitis dengan glaukoma dan katarak
sebagai penyulit.8

Prognosis

Ablasio ini dapat hilang atau menetap bertahun-tahun setelah penyebabnya berkurang atau
hilang. Bila retina berhasildirekatkan kembali mata akan mendapatkan kembali sebagian fungsi
penglihatan dan kebutaan total dapat dicegah. Tetapi seberapa jauh penglihatan dapat dipulihkan
dalam jangka enam bulan sesudah tindakan operasi tergantung pada sejumlah faktor. Pada
umumnya fungsi penglihatan akan lebih sedikit pulih bila ablasio retina telah terjadi cukup lama
atau muncul pertumbuhan jaringan di permukaan retina.

Prognosis ablasio retina:

19
1. Baik sekali, bila pertama kali operasi berhasil 50-60%

2. Bila operasi pertama tidak berhasil, diulang lagi dua kali, prognosis 15 %

3. Operasi yang berulang kali atau ablasio retina

4. Pada myopia tinggi, karena ada proses degenerasi retina, prognosis buruk.8

Kesimpulan
Ablasi retina merupakan kelainan retina dimana lapisan sel kerucut dan batang terpisah
dari lapisan sel epitel pigmen. Berdasarkan mekanisme kejadiannya, ablasio retina ada 3 tipe,
yaitu:
1. Eksudatif.
2. Traksional
3. Rhegmatogen
Terjadi akibat adanya robekan pada retina sehingga cairan masuk ke belakang antara sel epitel
pigmen dengan retina. Ablasi retina rhegmatogen merupakan tipe yang paling sering ditemukan.
Penanganan utamanya dengan teknik bedah seperti sclera buckling, pneumoretinopexy, atau
vitrektomi.

Pembahasan
Pasien tuan H berusia 43 tahun datang dengan keluhan utama buram pada mata kanan
secara tiba tiba sejak 3 minggu yang lalu, pasien juga merasakan seperti melihat jaring jaring
yang bergerak dan disertai rasa silau. Keluhan kabur dirasakan pada lapang pandang bagian
depan dan lebih jelas pada lapang pandang bagian tepi kanan. Gejala silau dan melihat seperti
jaring merupakan gejala yang sering muncul pada pasien dengan ablasio. Gejala yang dialami
penderita ablasio retina bervariasi menurut letak ablasio. Pada pasien ini dimungkinkan ablasio
menutupi bagian macula dan sebagian retina perifer.
Pemeriksaan penunjang yang disarankan seperti USG untuk melihat kejernihan
vitreus,struktur dan letak ablasi retina, OCT untuk melihat struktur lapisan retina baik yang
normal dan yang mengalami ablasi, dan Oftalmoskopi Indirek untuk melihat segmen posterior
dan melihat retina yang mengalami ablasi. Berdasarkan teori, ablasio tipe rhegamatogen
didahului adanya robekan pada retina, traksional adanya traksi dari vitreus, serosa adanya cairan

20
subretina. Karena tidak ada riwayat DM, infeksi pada mata sebelumnya, dan adanya robekan
pada retina, maka pasien didiagnosis ablasio retina tipe rhegmatogen walaupun tidak menutup
kemungkinan disebabkan oleh tipe yang lain.
Penanganan utama untuk ablasio retina adalah tindakan bedah untuk menempelkan lagi
bagian retina yang terlepas. Ablasio retina ini merupakan kasus emergensi, sehingga perlu
dilakukan pembedahan segera terutama bila kejadian ablasio masih baru. Teknik operasi yang
digunakan dengan pneumoretinopeksi, scleral buckle, dan vitrektomi.

Daftar Pustaka

1. Ilyas HS, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-4. Jakarta : Badan Penerbit FKUI,
2012.h.10-1.
2. Asbury T, Augsburger J, Biswell R, et al. Vaughan & Asburys General Ophtalmology:
16th edition. In: Riordan-Eva P, Whitcher JP, editors. McGraw-Hill : 2004.

21
3. Kanski JJ, Bowling B, editors. Clinical Ophthalmology: a systemic approach. 7th ed.
Elsevier, 2011
4. Khurana AK. Comprehensive Ophtalmology : 4 th edition. Chapter 11: Disease of Retina
New Age International (P) Ltd, Publisher : 2007.
5. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology : 12 th edition. USA :
John Wiley & Sons, Inc; 2009. p. 605-12
6. Schwartz SG, Mieler WF. Management of Primary Rhegmatogenous Retinal
Detachment. Comprehensive Ophtalmology Update. [series online] 2004; 5(6): 285-294.
Available from URL: http://www.medscape.com/viewarticle/496835_6.
7. Wu L. Tractional Retinal Detachment [internet]. 2012 [updated 2013 Apr 30, cited 2013
Mar 19]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1224891-overview.
8. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asbury : oftalmologi umum. Edisi ke-17. Jakarta :
EGC, 2009.h.185-90.

22

Anda mungkin juga menyukai

  • Miniproject Gabung
    Miniproject Gabung
    Dokumen33 halaman
    Miniproject Gabung
    Rionaldo Sanjaya
    Belum ada peringkat
  • Bab6 Gizi Kesling
    Bab6 Gizi Kesling
    Dokumen2 halaman
    Bab6 Gizi Kesling
    Rionaldo Sanjaya
    Belum ada peringkat
  • Blok 13 Guweh
    Blok 13 Guweh
    Dokumen20 halaman
    Blok 13 Guweh
    Rionaldo Sanjaya
    Belum ada peringkat
  • Bab6 Gizi Kesling
    Bab6 Gizi Kesling
    Dokumen2 halaman
    Bab6 Gizi Kesling
    Rionaldo Sanjaya
    Belum ada peringkat
  • Blok 11!!
    Blok 11!!
    Dokumen15 halaman
    Blok 11!!
    Rionaldo Sanjaya
    Belum ada peringkat
  • Bab 3-1
    Bab 3-1
    Dokumen14 halaman
    Bab 3-1
    Rionaldo Sanjaya
    Belum ada peringkat
  • Skripsi Dita Erlina.n
    Skripsi Dita Erlina.n
    Dokumen129 halaman
    Skripsi Dita Erlina.n
    irvan syahmil
    Belum ada peringkat
  • Laporan Dokter Kecil
    Laporan Dokter Kecil
    Dokumen23 halaman
    Laporan Dokter Kecil
    maulana rifky
    Belum ada peringkat
  • Blok 10!!!!!!
    Blok 10!!!!!!
    Dokumen17 halaman
    Blok 10!!!!!!
    Rionaldo Sanjaya
    Belum ada peringkat
  • Blok 12...................
    Blok 12...................
    Dokumen20 halaman
    Blok 12...................
    Rionaldo Sanjaya
    Belum ada peringkat
  • BLOk 9
    BLOk 9
    Dokumen12 halaman
    BLOk 9
    Rionaldo Sanjaya
    Belum ada peringkat
  • Bimbingan Cairan
    Bimbingan Cairan
    Dokumen1 halaman
    Bimbingan Cairan
    Rionaldo Sanjaya
    Belum ada peringkat
  • Blok 10!!!!!!!!!!!
    Blok 10!!!!!!!!!!!
    Dokumen16 halaman
    Blok 10!!!!!!!!!!!
    Rionaldo Sanjaya
    Belum ada peringkat
  • Bblok 24
    Bblok 24
    Dokumen1 halaman
    Bblok 24
    Rionaldo Sanjaya
    Belum ada peringkat
  • Blok 11 - .
    Blok 11 - .
    Dokumen11 halaman
    Blok 11 - .
    Rionaldo Sanjaya
    Belum ada peringkat
  • Bagaimana Mengetahui Bahwa Dengan Visus 6
    Bagaimana Mengetahui Bahwa Dengan Visus 6
    Dokumen1 halaman
    Bagaimana Mengetahui Bahwa Dengan Visus 6
    Rionaldo Sanjaya
    Belum ada peringkat
  • BAB 2 - Submit
    BAB 2 - Submit
    Dokumen32 halaman
    BAB 2 - Submit
    Rionaldo Sanjaya
    Belum ada peringkat
  • Bacterial Food Poisoning
    Bacterial Food Poisoning
    Dokumen42 halaman
    Bacterial Food Poisoning
    Rionaldo Sanjaya
    Belum ada peringkat
  • BAB I Done
    BAB I Done
    Dokumen7 halaman
    BAB I Done
    Rionaldo Sanjaya
    Belum ada peringkat
  • BAB 3 - Fix
    BAB 3 - Fix
    Dokumen18 halaman
    BAB 3 - Fix
    Rionaldo Sanjaya
    Belum ada peringkat
  • Beneficence
    Beneficence
    Dokumen1 halaman
    Beneficence
    Rionaldo Sanjaya
    Belum ada peringkat
  • Bahan Blok 13
    Bahan Blok 13
    Dokumen14 halaman
    Bahan Blok 13
    Rionaldo Sanjaya
    Belum ada peringkat
  • Bab IV Done
    Bab IV Done
    Dokumen12 halaman
    Bab IV Done
    Rionaldo Sanjaya
    Belum ada peringkat
  • Case Anak 2
    Case Anak 2
    Dokumen10 halaman
    Case Anak 2
    Rionaldo Sanjaya
    Belum ada peringkat
  • Case Report
    Case Report
    Dokumen3 halaman
    Case Report
    Rionaldo Sanjaya
    Belum ada peringkat
  • Case
    Case
    Dokumen34 halaman
    Case
    Rionaldo Sanjaya
    Belum ada peringkat
  • b30 Status Gizi Balita Mgrs
    b30 Status Gizi Balita Mgrs
    Dokumen15 halaman
    b30 Status Gizi Balita Mgrs
    Fitriana Kurniasari
    Belum ada peringkat
  • BAB V - Submit
    BAB V - Submit
    Dokumen17 halaman
    BAB V - Submit
    Rionaldo Sanjaya
    Belum ada peringkat
  • Case IPD
    Case IPD
    Dokumen45 halaman
    Case IPD
    Rionaldo Sanjaya
    Belum ada peringkat