Anda di halaman 1dari 42

BACTERIAL

FOOD POISONING

DONNA MESINA R.PASARIBU,S.Si, M.Biomed


BAGIAN MIKROBIOLOGI
FK UKRIDA
Bacterial food poisoning
Keracunan makanan oleh bakteri
Keracunan makanan atau bacterial food
poisoning: suatu penyakit akibat menelan
makanan minuman mengandung toksin
bakteri.

Bakteritumbuh dan berkembang biak pada


produk makanan menghasilkan toksin
gangguan GIT, mual, muntah, diare,
kelumpuhan otot, pupil membesar,
keadaan fatal.
Bacterial food poisoning

Bakteripenghasil toksin umumnya tidak


merubah rasa, warna atau konsistensi makanan
sehingga dianggap layak dikonsumsi

Terdapat25 genus penting yang menyebabkan


kerusakan dan keracunan makanan
Bacterial food poisoning

Sumberkontaminasi: tanah, air, feses, produk


tanaman, peralatan pembuat makanan, tangan
pembuat makanan, hewan, pakan hewan, udara,
debu. faktor
Food poisoning disease: tergantung pada respon
imun individu, jumlah toksin yang termakan,
status kesehatan.
Foodborne disease: karena menelan bakteri dan
jumlah bakteri melebihi Lethal Dose
gangguan GIT
TOKSIN
Eksotoksin
diekskresi oleh sel hidup bakteri
Gram + dan

Endotoksin:terintegrasi pada dinding sel bakteri


Gram -, dilepaskan ketika sel mati dan sebagian
selama pertumbuhan

Berdasarkan cara kerja eksotoksin penyebab


diare dan keracunan makanan: neurotoksin,
enterotoksin
TOKSIN

Eksotoksin merupakan protein larut yang terikat


pada jaringan dan bila sudah terikat tidak mudah
dinetralisasi antibodi.

Kasus terbesar penyebab keracunan ma-mi (25-


28%): enterotoksin Staphylococcus aureus,
Bacillus cereus, neurotoksin Clostridium
botolinum, C. perfringens, beberapa bakteri
enterotoksigenic E.coli (ETEC), Campilobacter,
Salmonella sp., V. parahaemolyticus,
Pseudomonas cocovenenans
Staphylococcus aureus
Bakteri coccus Gram (+), spora (-), gerak (-), kapsul (-),
fakultatip anaerob, katalase (+), bertahan pada kondisi
kering, konsentrasi garam , nice ekologi lingkungan,
flora normal, kulit, saluran respirasi atas.

Port entry melalui 2 cara:


- memakan makanan yang mengandung toksin
- mencerna bakteri melalui makanan yang tercemari
menyebabkan infeksi dan bakteri memproduksi toksin di
dalam tubuh
Enterotoxin S. aureus
Sumber penularan:
50% penyebaran enterotoksin S. aureus
ditularkan oleh manusia carier
Penyimpanan makanan yang buruk (kaya
kadar garam, gula)

Masa inkubasi: 2-8 jam


Gejala:
Muntah, diare berair, 1-4 jam setelah tertelan
toksin, berlangsung 24 28 jam
Enterotoxin S. aureus
Staphylococcus aureus entero toxin (SAET)
Toksin sebanyak 1ng/g makanan gastroenteritis
20 ng Enterotoksin gejala keracunan makanan
Mekanisme patogenesis:
- Mensekresi 2 toksin dengan aktivitas sebagai
superantigen yaitu enterotoksin dan toksik shock
syndrome (TSS)
- Enterotoksin tahan panas (heat stabil), tahan asam,
tahan terhadap enzim proteolitik (tripsin dan pepsin),
tahan pada penyimpanan beku
Enterotoxin S. aureus

- Ada 9 tipe enterotoksin: SE-A, B, C (C2,


C3), D, E, F, G, H, I
- Enterotoksin A dan D resisten terhadap
keasaman lambung dan cairan digestivus
- Toksin secara langsung bekerja pada sel
mukosa mitokondria sel intestinum
organ visceral dan saraf sensoris nervus
vagus pusat muntah dan diare
Enterotoksin S. aureus
Enterotoksin

A Penyebab food poisoning

B Penyebab enterocolitis staphylococus

C Tidak selalu C,D


penyebab
D Penyebab food poisoning dan kontamina
enterocolitis staphylococus n pada
produk
E Tidak selalu susu

TSS Bukan penyebab food poisoning


Bacillus cereus
Bakteri batang Gram (+), motil, kapsul (+), hidup
saprofit di tanah, air, tanaman. Pada media agar koloni
besar, tidak beraturan (Rough) keabuabuan. Spora
tahan pemanasan
Strain virulen, mengandung plasmid pX01 yang
mengkode toksin dan kapsul polisakarida (fungsi =
kapsul asam D-glutamat)
Toksin bersifat heat stabil, BM = 5000 dalton (short
time incubation) sedangkan heat labil BM = 50.000
dalton (long term), semuanya tahan asam dan enzim
proteolitik
Bacillus cereus

Sumber penularan makanan, daging, telur yang


terkontaminasi
Food poisoning mengakibatkan diare dan
emetik (manifestasinya mual, muntah kejang
otot perut)
25% penderita pusing tanpa demam
Infeksi sistemik pada immunocompromised
B. cereus
Port entry
Keracunan makanan melalui 2 cara:
1. Bakteri mengkontaminasi makanan
makanan dimasak/dipanasi ulang spora
pecah bakteri vegetatif tumbuh membuat
enteroksin toksin tertelan keracunan
seperti enterotoksin S. aureus (masa inkubasi
pendek 1 6 jam) diare terus menerus,
disertai nyeri dan kejang perut.
B. cereus
Port entry
2. Spora tertelan tumbuh dalam intestinum
membuat enterotoksin keracunan seperti
Clostridium (masa inkubasi panjang 8-48 jam).

Mekanisme patogenesis:
Toksin heat stabil: emetic toxin (ETE) tidak diketahui
dengan pasti tetapi diduga molekul toksin berperan
membentuk kanal ion dan rongga pada membran.

Toksin heat labil: enterotoxin Nhe dan hemolytic


enterotoxin HBL mengakibatkan aktivasi adenilate
cyclase sel epitel intestinum akumulasi sekresi
cAMP diare
Intoksifikasi enterotoksin
Tipe enterotoksin
Karakteristik Diare- Emetic (muntah2)
Keram abdominal
Gejala klinik:
Masa inkubasi 8-16 jam 1-5 jam
Diare Lambat Cepat
Mual Tidak menentu Sering
Waktu sakit 12-24 jam 6-24 jam
Produk makanan daging,sup,buah, Makanan yang
sayur,saos dipanaskan, nasi
goreng
Diagnosa Laboratorium

Uji mikrobilogis terhadap makanan yang


diduga terkontaminasi dan feses pasien
agar darah karakteristik koloni khas
konfirm identifikasi
deteksi toksin
Jumlahbakteri 1010 sel/gram makanan
bermakna untuk diagnostik
Deteksi molekuler
Diagnosa Laboratorium

Pencegahan dan pengobatan


Proses pendinginan dan penyimpanan makanan
secara higenis.
Sembuh dengan sendirinya, pengobatan
suportif pengganti cairan tubuh.
Clostridium perfringens
Bakteri anaerob batang Gram (+), spora (+) tahan
pemanasan, kapsul (+), nonmotil. Tumbuh baik
pada suhu 37oC - 42oC, doubling time 8 menit.
Membuat 12 eksotoksin dan 1 enterotoksin,
berdasarkan jenis toksin dibagi menjadi 5 tipe
A,B,C,D,E.
Enterotoksin tidak tahan panas (heat labil )
Masa inkubasi: 12-36 jam, penyakit berlangsung
1-2 hari gejala keram abdominal, muntah
C.perfringens

Keracunan makanan: makan makanan yang


terkontaminasi (makanan berbumbu, makanan
diasap, makanan kaleng) dimasak spora tidak
mati tumbuh membuat enterotoksin diare

Keracunan makanan C. perfringens menelan


106 bakteri/g tinja keracunan,
103 bakteri/g tinja flora normal
Clostridium perfringens
Port entry:
- Penularan eksogen melalui luka yang
terkontaminasi tanah, sumber reservoar lain
(mishandled catering)

- endogen sebagai kontaminan pada tindakan


operasi, trauma karena C. perfringens flora
normal GIT dan genital tract wanita

- Makanan yang terkontaminasi spora,


bakteri
C.perfringens
Patogenesitas:
Mekanisme kerja enterotoksin: hiper sekresi dalam
jejenum dan ileum kehilangan cairan dan elektrolit
transpot glukosa terhambat kebocoran protein
kerusakan epitel GIT
Enteritis necroticans perfringens tipe C membuat spora
resisten pemanasan (Pig-BEL) vegetatif melepaskan
toksin inhibitor protease nekrosis jaringan
intestinum sering fatal (mortality 40%)
Colitis sindrome diare yang sporadik pada manula
(berkaitan dengan penggunaan antibiotik)
Diagnosa Laboratorium
Isolasi bakteri dari sumber spesimen (feses, sumber
makanan, jaringan nekrosis)
Pewarnaan Gram Khusus spora, kultur pada agar darah
(double hemolisa)
Identifikasi bakteri dengan reaksi Nagler (melihat aktivitas
phospholipase pada medium egg yolk agar)
106 bakteri/gr feses bermakna diagnostik
Uji serologi penentuan type toksin
Pencegahan dan Pengobatan
Pencegahan: pengelolaan makanan
secara higenis

Pengobatan: suportif pengganti cairan


tubuh, sembuh sendiri.
Clostridium botulinum
Bakteri anaerob, batang Gram (+), motil,
spora oval subterminal.
Hidup saprofit pada tanah, air, tanaman,
hewan
Spora tahan panas & enzim proteolitik
Kontaminasi sering berkaitan dengan
masalah logistik
Clostridium botulinum
Port entry: makanan yang terkontaminasi, luka

Tumbuh optimal 35oC, mampu bertahan dan


memproduksi toksin pada 1-5oC

Toksin resisten radiasi, rusak pada 120 oC 5


menit (100 menit 20 menit), toksin type E
resisten pemanasan
C. botulinum
Membuat eksotoksin botulin, sangat poten, ada
8 jenis toksin: A, B, C, C, D, E, F, G

Toksin A dan B paling poten


LD 1-2 g, angka kematian mencapai 60%

Toksin C, D sering ditemukan pada hewan

ToksinE produk makanan yg diolah secara


fermentasi
C. botulinum
Toksin G sudden death tanpa neuroparalis
(diisolasi dari autopsi pasien di Swiss 1977)
Toksin dilepaskan setelah bakteri lisis

Struktur toksin terdiri dari region A (bagian


yang aktif), region B (bagian untuk mengikat
reseptor toksin/binding)
Reseptor Region B: komponen CHO dari
glikoprotein sel bakteri
C. botulinum
Patogenesitas
Toksin A F merupakan neurotoksin

toksin tertelan diabsorbsi (resisten


denaturasi enzim digestiv) darah saraf
perifer toksin memblokade neuromuscular
junction menghambat pelepasan asetilkolin
pada bagian synaps perifer kegagalan
kontraksi otot placcid paralis
Mekanisme pelepasan botulin
Botulism
1. Keracunanmakanan: makanan kaleng, makanan
olahan (dengan pH basa, buah, sayuran, daging
atau smoked fish) toksin tertelan

- Inkubasi 12-36 jam, manifestasi klinik bisa


terjadi setelah 3-8 hari

- Gejala mual, muntah, pusing, penglihatan ganda


(diplopia), tidak mampu menelan (disfagia),
kesulitan bicara, paralisis ileus, lemas,
kelumpuhan otot pernafasan-gagal jantung
Paralisis mulai syaraf kranial sampai
centripetal
Botulism
2. Infant botulism: bayi umur 3-20 minggu,
tertelan spora C. botulinum dari madu
intestinum spora pecah, bakteri vegetatif
toksin diabsorpsi paralisis gagal nafas
Gejala: bayi tidak mampu mengisap susu

3. Botulism luka (wound botulism): toksin


berasal dari luka yang terkontaminasi spora C.
botulinum (biasanya pada drug abuser, tato)
Inkubasi 4-14 hari, gejalanya = foodborne
botulism
Botulism
Diagnosa Laboratorium
- Deteksi toksin dengan antitoksin dari
sumber makanan, darah penderita, feses
- Isolasi bakteri dari feses, muntahan
penderita.
Botulism
Pengobatan:
- membuang toksin dari saluran intestinal
- penisilin secara selektif
- antitoksin trivalen A,B,E secepat mungkin
secara intravena
- intensive care dan suportif (alat bantu
pernafasan)
Biotererisme: toksin botulin digolongkan sebagai
biothreat level A.
Food poisoning
Pseudomonas cocovenenans
Keracunan tempe bongkrek yang terkontaminasi
dengan P coconenenans.
P. coconenenans tumbuh lebih cepat dari pada
yeast/kapang + ampas kelapa sehingga
cocovenenans menghasilkan toxoflavin/aflatoksin
dan asam bongkrek.

Gejala ditandai dengan mual, muntah, pusing,


hipoglikemia, kejang spasmus, kesadaran menurun,
keadaan fatal meninggal setelah 4 hari
mengkonsumsi bongkrek
Pseudomonas cocovenenans
Asambongkrek LD 50 1,4 mg/kg bb
Toksoflavin (berwarna kuning) LD 50 = 1,7
mg/kg bb

Mematikan bila bersentuhan dengan asam


lemak di dalam tubuh.
Substrat menyerang mitokondria sumber
energi di tingkat sel terhambat mekanisme
perubahan ATP menjadi ADP dan sebaliknya
selama proses pernafasan di sel terhambat
Pseudomonas cocovenenans

Pencegahan:
Bakteribongkrek hanya dapat tumbuh pada
media (Ampas/bungkil) yang mengandung
banyak lemak.
Penambahan kapang Monilla sitophila sebagai
pengganti kapang bongkrek
Salmonella enterica: makanan terkontaminasi
sel bakteri berkembang biak konsentrasi
bakteri besar dan toksin tertelan bersama
makanan atau melalui hewan reservoar.
Gejala pusing, mual, muntah, diare, demam
Masa inkubasi 8-48 jam, sembuh dengan
sendirinya
S.enterica secara epidemiologi, digunakan
sebagai kontrol untuk infeksi strain
Salmonellosis yang lain, strain tersebar luas.
Salmonella enterica: makanan terkontaminasi
sel bakteri berkembang biak konsentrasi
bakteri besar dan toksin tertelan bersama
makanan atau melalui hewan reservoar.
Gejala pusing, mual, muntah, diare, demam
Masa inkubasi 8-48 jam, sembuh dengan
sendirinya
S.enterica secara epidemiologi, digunakan
sebagai kontrol untuk infeksi strain
Salmonellosis yang lain, strain tersebar luas.
Pencegahan
Memanaskan makanan kaleng sebelum dikonsumsi
Memasak dan mengolah makanan dengan higienis.
Menggunakan sarung tangan bagi pekerja food handler,
koki, industri rumahan.
Menjauhkan sumber reservoar dari tempat pengolahan
makanan/penyimpanan makanan
Menyimpan makanan sesuai suhu yang dibutuhkan
Langkah penanganan
Pengobatan suportif untuk mengganti cairan tubuh.

Pemberian antibiotik yang tepat dan selektif

Pemasangan alat bantu pernapasan jika terjadi gejala gagal


nafas

Pemberian antitoksin

Usahakan muntah dengan pemberian karbon aktif atau natrium


bikarbonat. Jika tidak terjadi diare dilakukan pengurasan
lambung dengan memberikan air hangat atau larutan garam 5-
10ml/kg BB, untuk anak-anak dilanjutkan dengan pemberian
karbon aktif.
Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium untuk menentukan jenis


toksin (Elisa)

Kultur dan pewarnaan Gram dari spesimen


(muntahan), feses, produk makanan yang diduga
terkontaminasi

Pemeriksaan molekuler PCR dan hibridasasi untuk


deteksi gen toksin atau bakteri penyebab keracunan.

Anda mungkin juga menyukai