Anda di halaman 1dari 6

Besaran Klaim BPJS Kesehatan Kasus Demam Berdarah (DBD atau DHF)

Kategori : BPJS Kesehatan, JKN, Rumah Sakit

Klaim BPJS Kesehatan Kasus Demam Berdarah (DBD atau DHF). Musim penghujan
biasanya kasus demam berdarah banyak terjadi. Demam berdarah atau demam dengue
(disingkat DBD) (Dengue Hemoragic Fever - DHF) adalah infeksi yang disebabkan oleh
virus dengue. Nyamuk yang menularkan atau menyebarkan virus dengue. Oleh karena itu
utuk pencegahannya salah satu diantaranya adalah mmebasi nyamuk denga fogging. Selain
itu juga harus menjaga kebersihan lingkungan sekitar dengan dengan mencegah adanya
genangan-genangan air yang dapat dijadikan sarang perkembangbiakan nyamuk.

Jika ada keluarga kita terkena penyakit demam berdarah ini dan kebetulan kita memiliki
BPJS Kesehatan, serta memilih naik kelas perawatan dari hak kelas, pastinya kita ingin
mengetahui berapa besarnya klaim untuk kasus demam berdarah ini.

Bagaimana perhitungan klaim BPJS Kesehatan silahkan baca :

Perhitungan Klaim JKN BPJS Kesehatan di Rumah Sakit


Perhitungan klaim JKN BPJS Kesehatan naik kelas perawatan di rumah sakit
Berikut ini contoh besaran klaim BPJS Kesehatan untuk kasus demam berdarah :

Kode ICD untuk demam berdarah adalah A91 Dengue hemoragic fever (DHF).
Besaran klaim untuk rumah sakit tipe C regional 1 adalah sebagai berikut :

Diagnosis utama : A91 Dengue hemoragic fever (DHF)


Diagnosis sekunder : - (tidak ada)
Kode INACBG : A-4-13-I INFEKSI NON BAKTERI RINGAN
Level 1 (tanpa diagnosis sekunder atau ada diagnosis sekunder tapi tidak pengaruh
Kelas 1 : Rp. 2.720.200
Kelas 2 : Rp. 2.331.600
Kelas 3 : Rp. 1.943.000

Tarif tersebut diatas berdasarkan PERMENKES NOMOR 59 TAHUN 2014 STANDAR


TARIF PELAYANAN KESEHATAN DALAM PENYELENGGARAAN PROGRAM
JAMINAN KESEHATAN

Untuk tipe rumah sakit kelas A dan B serta level 2 dan 3 tentunya lebih besar klaimnya dari
yang disebutkan diatas. Untuk rumah sakit regional lainya akan berbeda pula besaran
klaimnya.

Demikian informasi mengenai besaran Klaim BPJS Kesehatan Kasus Demam Berdarah
(DBD atau DHF) untuk rumah sakit tipe c regional 1.
Semoga bermangfangat.

Perhitungan klaim JKN BPJS Kesehatan di rumah sakit menggunakan aplikasi INACBG.
Tarif INA-CBGs ( Indonesian - Case Based Groups ) adalah besaran pembayaran klaim oleh
BPJS Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan atas paket layanan
yang didasarkan kepada pengelompokan diagnosis penyakit dan prosedur. Tarif INACBG ini
tergantung pada apa diagnosis utamanya, diagnosis sekunder kemudian prosedur yang
dilakukan (operasi, tindakan medis lainnya).

Tarif INACBG ini diatur dalam peraturan PERMENKES No. 69 tahun 2013 tentang Standar
Tarif Pelayanan Kesehatan pada Fasilitas Kesehatan Ttingkat Pertama dan Fasilitas
Kesehatan Tngkat Lanjutan dalam Penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan, yang
kemudian pada tahun 2014 tarif diupdate dengan peraturan PERMENKES No. 59 tahun 2014
tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan
Kesehatan. Tarif INACBG akan diupdate berkala.

Struktur Penetapan Tarif Klaim JKN BPJS Kesehatan :


Tarif INACBG terbagi dalam 5 regional, RSU Rujukan dan RS khusus : Regional 1, 2, 3, 4,
5, RSU Rujukan Nasional dan RSK Rujukan Nasional.

Regional I (Banten, DKI, Jabar, Jateng, DIY, Jatim).


Regional II (Sumbar, Riau, Sumsel, Lampung, Bali, NTB).
Regional III (Aceh, Sumut, Jambi, Bengkulu, Kepri, Kalbar, Sulut, Sulteng, Sultra,
Gorontalo, Sulbar, Sulsel).
Regional IV (Kalsel, Kalteng).
Regional V (Babel, NTT, Kaltim, Kaltara, Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat).
Tarif terbagi dalam tipe kelas rumah sakit : A, B, C, D.
Tarif terbagi dalam tipe kelas perawatan di rumah sakit : kelas 1, 2 dan 3.
Tarif terbagi dalam 3 level severity penyakit (tingkat keparahan) : level 1, 2 dan 3.

Perhitungan Klaim Rawat Inap JKN BPJS Kesehatan di Rumah Sakit
Contoh perhitungan klaim rawat inap JKN BPJS Kesehatan :
Pasien dirawat di rumah sakit tipe C, Regional 1, dengan kelas perawatan kelas 3.
1 Diagnosis utama thypoid.
2 Tarif klaim 2.774.500 A-4-14-I PENYAKIT INFEKSI BAKTERI DAN PARASIT LAIN-
LAIN RINGAN.
3 Diagnosis utama thypoid, diagnosis sekunder anemia.
4 Tarif klaim 3.568.700 A-4-14-II PENYAKIT INFEKSI BAKTERI DAN PARASIT LAIN-
LAIN SEDANG.
5 Diagnosis utama thypoid, diagnosis sekunder DHF dan anemia.
6 Tarif klaim 4.088.900 A-4-14-III PENYAKIT INFEKSI BAKTERI DAN PARASIT LAIN-
LAIN BERAT.
Perhitungan diatas merupakan tarif klaim untuk diagnosis utama thypoid rumah sakit tipe C
di regional 1 dengan kelas perawatan kelas 3, jika diagnosis utama penyakit lain, rumah sakit
tipe lain, atau kelas perawatan lain maka akan berbeda lagi tarif klaimnya.

Nilai tarif contoh diatas dihasilkan dengan memasukkan kode diagnosis sesuai kode ICD 10
(International classiffication of disease) ke dalam aplikasi INACBG, dan juga memasukkan
kode tindakan atau prosedur sesuai kode ICD 9 CM jika memang dilakukan tindakan medis
saat perawatan.

Tarif INACBG terbagi dalam 5 regional, RSU Rujukan dan RS khusus : Regional 1, 2,
3, 4, 5, RSU Rujukan Nasional dan RSK Rujukan Nasional.
Regional I (Banten, DKI, Jabar, Jateng, DIY, Jatim).
Regional II (Sumbar, Riau, Sumsel, Lampung, Bali, NTB).
Regional II (Aceh, Sumut, Jambi, Bengkulu, Kepri, Kalbar, Sulut, Sulteng, Sultra, Gorontalo,
Sulbar, Sulsel).
Regional IV (Kalsel, Kalteng).
Regional V (Babel, NTT, Kaltim, Kaltara, Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat).
Tarif Klaim JKN BPJS Kesehatan Diagnosis Thypoid
Kode INACBG : A-4-14-I PENYAKIT INFEKSI BAKTERI DAN PARASIT LAIN-LAIN
RINGAN
Kategori Level 1.

Tipe kelas rumah sakit


Regional 1 = Tarif Kelas 3 | Tarif Kelas 2 | Tarif Kelas1
Rumah Sakit Kelas A
Regional 1 = 3,613,100 | 4,335,700 | 5,058,400
Regional 2 = 3,645,300 | 4,374,300 | 5,103,900
Regional 3 = 3,655,800 | 4,387,000 | 5,118,700
Regional 4 = 3,709,900 | 4,451,900 | 5,194,400
Regional 5 = 3,742,200 | 4,490,700 | 5,239,600
Rumah Sakit Kelas B
Regional 1 = 3,051,900 | 3,662,300 | 4,272,700
Regional 2 = 3,079,100 | 3,695,300 | 4,310,700
Regional 3 = 3,088,000 | 3,706,000 | 4,323,200
Regional 4 = 3,133,700 | 3,760,800 | 4,387,200
Regional 5 = 3,161,000 | 3,793,500 | 4,425,400
Rumah Sakit Kelas C
Regional 1 = 2,774,500 | 3,329,400 | 3,884,300
Regional 2 = 2,799,200 | 3,359,000 | 3,919,200
Regional 3 = 2,807,300 | 3,368,700 | 3,930,600
Regional 4 = 2,848,800 | 3,418,600 | 3,988,800
Regional 5 = 2,873,600 | 3,448,300 | 4,023,500
Rumah Sakit Kelas D
Regional 1 = 2,522,200 | 3,026,700 | 3,531,100
Regional 2 = 2,544,900 | 3,053,600 | 3,562,600
Regional 3 = 2,552,300 | 3,062,500 | 3,572,900
Regional 4 = 2,590,100 | 3,107,800 | 3,625,800
Regional 5 = 2,612,600 | 3,134,800 | 3,57,300

1.Biaya Operasional sebuah rumah sakit swasta diperoleh dari pendapatn rutin rumah sakit
tersebut.Karena tidak ada subsidi yang diterima secara rutin setiap bulan.Mulai dari Clining
service sampai direktur utama, gajinya diperoleh dari pendapat rumah sakit.Termasuk beli
obat dan peralatan habis pakai yang digunakan untuk keperluan pasien.Berbeda jauh dengan
RSUD atau RSUP milik pemerintah yang semua biaya operasionalnya ditanggung oleh
APBN atau APBD. 2.Biaya pemeliharaan sebuah rumah sakit swasta ditanggung sendiri oleh
manajemen.Manajemen harus mencari dana agar semua peralatan dan gedung yang mereka
punya dapat dipelihara dengan baik.Berbeda dengan rumah sakit swasta, rumah sakit
pemerintah biaya pemeliharaannya dianggarkan setiap tahun dari APBN dan APBD. 3.Biaya
pengembangan untuk investasi baru pun rumah sakit swsata tidak mendapatkan dana subsidi
rutin dari manapun. Manajemen harus berikhtiar sendiri agar rumahsakit yang mereka kelola
dapat berkembang mengikuti kemajuan tekhnologi global.Jauh beda dengan rumah sakit
pemerintah yang semua biaya pengembangan dan investasinya ditanggung oleh APBN dan
APBD
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/conamir/rumah-sakit-swasta-vs-rumah-sakit-
pemerintah_5529d0faf17e61272cd623b6

Tipe rumah sakit ini diperkuat berdasarkan Permenkes RI Nomor 986/Menkes/Per/1 1/1992,
meliputi pelayanan rumah sakit umum pemerintah Departemen Kesehatan dan Pemerintah
Daerah yang diklasifikasikan menjadi kelas/tipe A,B,C,D dan E, perbedaannya sebagai
berikut:

Rumah Sakit Tipe A


Rumah Sakit Kelas A adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran
spesialis dan subspesialis luas oleh pemerintah, rumah sakit ini telah ditetapkan sebagai
tempat pelayanan rujukan tertinggi (top referral hospital) atau disebut juga rumah sakit pusat.

Kita mengenal pelayanan BPJS menggunakan sistem berjenjang, ika tidak bisa ditangai di
faskes tk1 (puskesmas, poliklinik, doktr pribadi) maka akan dirujuk ke fasks tk 2 (rumah sakit
kabupaten), jika di faskes tingkat 2 masih belum juga bisa ditangani maka pasien akan di
rujuka ke faskes tinggak 3 yaitu rumah sakit tipe A.

Beberapa contoh rumah sakit kelas A adalah seabagai berikut:


Rumah Sakit Umum Dr W Sudirohusodo UP, tipe A: Jl P Kemerdekaan Ujung
Pandang
Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr Cipto Mangunkusumo, tipe A: Jl. Diponegoro
No. 71 Jakarta Pusat
Rumah Sakit Umum Dr Soetomo, tipe A: Jl Prof Dr Moestopo Surabaya
RS Jantung Harapan Kita, tipe A: Jl. S Parman Kav 87 Jakbar
RSU Fatmawati, tipe B: Jl. RS Fatmawati Cilandak Jaksel

Rumah Sakit Tipe B


Rumah sakit Tipe B adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran
medik spesialis luas dan subspesialis terbatas.

Rumah sakit tipe B ini direncanakan akan didirikan di setiap ibukota propinsi (provincial
hospital) yang dapat menampung pelayanan rujukan dari rumah sakit kabupaten. Rumah sakit
pendidikan yang tidak termasuk tipe A juga diklasifikasikan sebagai rumah sakit tipe B.
RSU Labuang Baji, tipe B: Jl Ratulangi No.81 Ujung Pandang
RSU Dr Zainoel Abidin, RSIA tipe B: Jl. Tgk Daud Beureueh B.Aceh
RSU Pematang Siantar, tipe B: Jl. Sutomo No.230 P Siantar
RSU Dr M Jamil, tipe B: Jl. Perintis Kemerdekaan Padang
RSU Langsa, tipe B: Jl.. Jen.A.Yani No.1 Langsa
RS AB Harapan Kita, tipe B: Jl. S Parman Kav 87 Jakbar
RSU Tasikmalaya, tipe B: Jl Rumah Sakit 33 Tasikmalaya
RSU Dr Kariadi, tipe B: Jl Dr Soetomo No.16 Semarang
RSU Dr Sardjito, tipe B: Jl Kesehatan Sekip Yogyakarta
RSU Dr Soebandi, tipe B: Jl Dr Soebandi No.1 Jember
RSU Tangerang, tipe B: Jl A yani No.9 Tangerang
RSU Singaraja, tipe B: Jl Ngurah Rai 30 Singaraja
RSU Mataram, tipe B: J Pejanggik No.6 Mataram
RSU Prof Dr Wz Johanes, tipe B: Jl Dr Moch Hatta No.19 Kupang
RSU Dr Sudarso, tipe B: Jl Adisucipto Pontianak
RSU Ulin Banjarmasin, tipe B: Jl Jend A. Yani 79 Banjarmasin
RSU Dr K Djatiwibowo, tipe B: Jl MT Haryono Balikpapan
RSU Manado, tipe B: Jl Raya Tanwangko Manado
RSU Undata Palu, tipe B: Jl Dr Suharso 14 Palu
RSU Dr Mohammad Hoesin, tipe B: Jl. Jend Sudirman Palembang
RSU Dr H Abdul Moeloek, tipe B: Jl. Dr Rivai No. 6 Bandar Lampung
RSU Pasar Rebo, tipe B: Jl. TB Simatupang No. 30 Jaktim
RSU Tarakan, tipe B: Jl. Kyai Caringin No. 7 Jakarta Pusat
RS Sumber Waras, tipe B: Jl. Kyai Tapa Grogol Jakbar
RS Pelni Petamburan, tipe B: Jl. KS Tubun No. 92-94 Jakbar
RS Kanker Dharmais, tipe B: Jl. S Parman Kav. 84-86 Jakarta Barat

Rumah sakit tipe C


Rumah Sakit Kelas C adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran
subspesialis terbatas. Terdapat empat macam pelayanan spesialis disediakan yakni pelayanan
penyakit dalam, pelayanan bedah, pelayanan kesehatan anak, serta pelayanan kebidanan dan
kandungan.

Rumah sakit kelas C ini adalah rumah sakit yang didirikan di Kota atau kabupaten-kapupaten
sebagai faskes tingkat 2 yang menampung rujukan dari faskes tingkat 1
(puskesmas/poliklinik atau dokter pribadi).

Contoh rumah sakit kelas C:


Rumah sakit umum dokter slamet kabupaten garut.
Rumah sakit umum guntur kabupaten garut.
dan rumah sakit kota atau kabupaten lainnya.

Rumah Sakit Kelas D


Rumah Sakit Kelas D adalah rumah Sakit ini bersifat transisi karena pada suatu saat akan
ditingkatkan menjadi rumah sakit kelas C.

Pada saat ini kemampuan rumah sakit tipe D hanyalah memberikan pelayanan kedokteran
umum dan kedokteran gigi. Sama halnya dengan rumah sakit tipe C, rumah sakit tipe D juga
menampung pelayanan yang berasal dari puskesmas

Rumah sakit Kelas E


Rumah Sakit Kelas E merupakan rumah sakit khusus (special hospital) yang
menyelenggarakan hanya satu macam pelayanan kedokteran saja. Pada saat ini banyak tipe E
yang didirikan pemerintah, misalnya rumah sakit jiwa, rumah sakit kusta, rumah sakit paru,
rumah sakit jantung, dan rumah sakit ibu dan anak.

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR REKRUITMEN TENAGA MEDIS (REVISI I)


Atas dasar iklan lowongan pekerjaan / referensi fihak tertentu / inisiatif sendiri Dokter calon
pegawai RSPMC menyampaikan lamaran kepada Dirut RSPMC
Sekretariat direksi RSPMC menerima Surat Lamaran, membuka dan menyampaikan kepada
Dirut RSPMC
Surat lamaran disampaikan kepada Menejer Personalia, Dilakukan pencatatan dan penomoran
surat masuk, kemudian dan disampaikan kepada Direktur Utama
Apabila menurut pertimbangannya Direktur Utama surat lamaran perlu ditidak lanjuti maka
Dirut RSPMC meneruskan kepada Ketua Komite Medis dan Ketua SMF bersangkutan
dengan menyertakan disposisi (berbentuk instruksi pendapat pertanyaan atau permintaan)
sebagaimana mestinya
Dengan datangnya surat lamaran Ketua Komite Medis mengkaji hal hal yang berhubungan
dengan penempatan tenaga dokter baru antara lain:
1 Kinerja pelayanan saat ini
2 Rencana pengembangan pelayanan dimasa yangakan datang
3 Rencana penggantian / penambahan tenaga dokter
Ketua Komite medis melakukan rapat koordinasi dengan Ketua SMF bersangkutan untuk
mengkaji dan menimbang apakah surat lamaran akan dilanjutkan prosesnya atau akan
memberikan pertimbangan kepada direktur untuk "menolak"
Dalam hal surat lamaran pantas untuk dilanjutkan prosesnya maka Ketua Komite Medis
meneruskan Surat Lamaran kepada Ketua Sub-Komite Kredensial, dengan menyertakan
instruksi / petunjuk / pendapat / sarannya / lain-lain.
Sub-Komite kredensial bersama SMF bersangkutan melakukan proses seleksi dan kredensiasi
1 Mempelajari isi Surat Lamaran
2 Mencari pandangan dan pendapat dari fihak yang pantas dijadikan referensi
3 Meminta kelengkapan data dan dokumen yang diperlukan termasuk surat hasil
test psikologi kepada menejer personalia
Sub Komite kredensial membentuk "Tim penilai" yang terdiri atas
1 Ketua "Tim seleksi" (merangkap anggota) di jabat oleh Ketua subkomite
kredensial
2 Wakil ketua (merangkap anggota) dijabat oleh Ketua SMF bersangkutan
3 Sekretaris
4 Tiga orang Anggota tim penilai
HRD / Personalian melakukan pemanggilan calon tenaga medis sesuai waktu yang sudah
ditentukan dan disepakati bersama Komite Medis
Tim penilai melakukan proses penilaian kepada "dokter pelamar" / Calon tenaga medis
Ketua Sub-Komite Kredensial menyampaikan laporan / berita acara proses dan kesimpulan
seleksi calon tenaga medis Ketua Komite Medis
Ketua Komite medis melakukan rapat pleno, dan menyusun kesimpulan akhir mengenai Surat
lamaran
Ketua Komite Medis Menyampaikan Surat Rekomendasi kepada Dirut berhubungan dengan
surat lamaran dan proses kredensiasi yang telah dilakukan
Direktur Utama RSPMC menentukan bahwa lamaran diterima atau ditolak. dan
mendisposisikan kepada Ketua Komite Medis dan Menejer Personalia
Menejer / Kepala personalia mengirimkan surat panggilan penerimaan atau surat penolakan.
Dalam hal Calon diterima maka Kepala personalia melakukan proses administrasi
kepegawaian sebagaimana mestinya.

Anda mungkin juga menyukai