CBL 2
2017
PERTEMUAN PERTAMA
Skenario
Tn. M, 53 tahun, dibawa ke Unit Gawat Darurat (UGD) karena nyeri kepala hebat dan
penglihatan terasa kabur sejak 6 jam yang lalu. Selama 1 hari ini Tn. M sudah merasakan
nyeri di bagian belakang kepala. Pasien memiliki riwayat hipertensi yang tidak terkontrol.
Anamnesis
Identitas
Keluhan utama
Nyeri kepala hebat dan penglihatan kabur sejak 6 jam yang lalu dan semakin berat.
Nyeri kepala sejak 1 hari yang lalu dan menjalar ke pelipis dan dahi, rasanya seperti
di ikat.
Keluhan tambahan
Penglihatan kabur sejak 6 jam lalu, tidak ada mual, buang air kecil normal.
Pemeriksaan fisik
- JVP : 5 + 2 cmH2O
Pemeriksaan paru
- dalam batas normal
Pemeriksaan jantung
- iktus kordis tidak teraba, terletak di mid clavicularis sinistra, batas jantung normal,
auskultasi normal
Pemeriksaan abdomen
- dalam batas normal
Pemeriksaan ekstremitas :
- Refleks fisiologis + / +
- Refleks patologis - / -
Pemeriksaan Penunjang
Tn. M, 53 tahun, dibawake Unit GawatDarurat (UGD) karena nyeri kepala hebat dan
penglihatan terasa kabur sejak 6 jam yang lalu.
Penjelasan:
Nyeri kepala adalah rasa nyeri yang terjadi di daerah kepala dengan batas bawah dagu
sampai belakang kepala. Berdasarkan penyebabnya, nyeri kepala dapat dibagi menjadi nyeri
kepala primer dan nyeri kepala sekunder. Nyeri kepala primer adalah nyeri kepala yang tidak
jelas kelainan anatomi atau kelainan stukturnya, sementara nyeri kepala sekunder adalah
nyeri kepala yang jelas terdapat kelainan.
Selama 1 hari ini Tn. M sudah merasakan nyeri di bagian belakang kepala.
Pasien memiliki riwayat hipertensi yang tidak terkontrol.
Dengan data scenario tersebut, kami mengambil beberapa diagnosis banding
yang berhubungan dengan nyeri kepala dan penglihatan kabur, yaitu:
- Idiopathic Intracranial Hypertension
- Aneurysma
- Glaukoma
- Retinopati diabetik
- Migrain
- Retinopati hipertensi (Hypertensive Retinopathy)
Hipertensi Emergensi dengan Ensefalopati Hipertensi
Dari data anamnesis tambahan yang ditanyakan pada pertemuan pertama CBL, maka
dapat disingkirkan berbagai differential diagnosis dengan alasan sebagai berikut:
Diagnosis Banding Alasan Penyingkiran
Idiopathic Intracranial Pada pasien, hipertensi terjadi di seluruh tubuh. Pada Idiopathic
Hypertension Intracranial Hypertension, hipertensi hanya terjadi di intracranial.
Aneurisma Pasien dengan aneurisma akan mengalami gejala yang dapat menjadi
peringatan akan kemungkinan pecahnya aneurisma, antara lain nyeri
kepala disertai mual dan muntah, leher kaku, kelumpuhan sebelah
anggota gerak yang menyerupai gejala stroke, dan nyeri pada
wajah.Sedangkan pada kasus, pasien tidak mengalami mual, muntah,
tidak ada leher kaku, dan tidak merasakan nyeri pada wajah melainkan
pada kepala bagian belakang.
Glaukoma Pasien tidak mengalami tanda glaukoma, seperti melihat lingkaran
cahaya di sekitar lampu, mual, muntah, adanya kemerahan di mata.
Untuk glaukoma, biasanya nyeri dirasakan di daerah sekitar mata
sedangkan pada kasus pasien nyeri pada kepala bagian belakang.
Retinopati diabetik Tidak ada riwayat diabetes pada pasien.
Migrain Nyeri kepala yang dirasakan pasien ada pada bagian belakang kepala
saja. Sedangkan pada migrain, nyeri kepala terasa berdenyut yang
umumnya hanya mengenai sebelah sisi kepala saja.
Anamnesis:
Anamnesis yang memperkuat diagnosis yaitu pasien memiliki riwayat hipertensisejak
1 tahun yang lalu dan memiliki riwayat penyakit keluarga yaitu ayah pasien memiliki
hipertensi. Penglihatan yang kabur sejak 6 jam sebelumnya mengindikasikan bahwa penyakit
ini memiliki onset akut, sehingga dapat menyingkirkan diagnosis banding seperti keganasan
yang memiliki onset lebih lama. Pasien datang dengan keadaan somnolen.
Pemeriksaan Fisik:
Data pemeriksaan fisik yang mendukung diagnosis yaitu tekanan darah mencapai
210/130 mmHg, hal ini menandakan hipertensi telah berada pada stage-2. Data ini penting
mengingat retinopati hipertensi adalah penyakit yang disebabkan oleh kerusakan pada retina
sebagai akibat tekanan darah tinggi. Kerusakan pada retina ini yang pada akhirnya membuat
penglihatan pasien menjadi kabur.
Pemeriksaan Penunjang
CBF
TD naik Hipertensi Petekhias
Mendadak Ensefalopati Hemorhage
Break Through
Autoregulation Nekrosis Vaskuler
Aliran darah ke otak pada penderita hipertensi kronis tidak mengalami perubahan bila
Mean Arterial Pressure ( MAP ) 120 mmHg 160 mmHg, sedangkan pada penderita
hipertensi baru dengan MAP diantara 60 120 mmHg. Pada keadaan hiper kapnia,
autoregulasi menjadi lebih sempit dengan batas tertinggi 125 mmHg, sehingga perubahan
yang sedikit saja dari TD menyebabkan asidosis otak akan mempercepat timbulnya oedema
otak.
Hipertensi emergensi disebabkan oleh hipertensi yang sudah lama dan tidak
terkontrol, sehingga menyebabkan kerusakan pada end organ seperti jantung, ginjal, saraf,
dan mata. Kerusakan pada end organ saraf dapat menyebabkan keadaan infark serebral
ataupun enselofati. Tekanan darah arteri dipengaruhi oleh cardiac output dan resistensi
perifer, dimana cardiac output sendiri dipengaruhi oleh stroke volume dan denyut jantung.
Resistensi perifer dipengaruhi oleh perubahan diameter lumen pada arteri arteri kecil.
Salah satu ion yang berperan pada kenaikan tekanan darah adalah sodium yang biasa
berada di ekstraseluler namun ketika ginjal tidak adekuat dala mengeksresi sodium dapat
meningkatkan volume intravaskular dan menyebabkan peningkatan tekanan darah. Sodium
juga dapat memicu beberapa reaksi dari neural maupun hormonal untuk meningkatkan
tekanan darah. Peningkatan tekanan darah juga dipengaruhi oleh sistem saraf otonom
terutama pada receptor 1, 1, dan 2. Aktivasi reseptor 1 meningkatkan reabsorpsi sodium di
tubulus ginjal yang dapat meningkatkan tekanan darah. Aktivasi reseptor 1 meningkatkan
kontraktilitas otot jantung dan menignkatkan cardiac output sehingga tekanan darah juga
naik. Sedangkan aktivasi reseptor 2 dapat menurunkan tekanan darah dengan cara
menginduksi vasodilatasi pembuluh darah.
Salah satu sistem yang berpengaruh terhadap tekanan darah adalah sistem renin-
angiontensin-aldosteron (RAAS) yang berperan melalui angiotensin yang menyebabkan
vasokonstriksi pembuluh darah dan aldosterone yang menyebabkan peningkatan retensi
sodium dan keduanya dapat meningkatkan tekanan darah. Resistensi perifer yang tinggi
meningkatkan tekanan darah, pada diameter lumen pembuluh darah yang mengecil, resistesi
perifer akan meningkat.
C. Tatalaksana
Bila diagnosa hipertensi emergensi telah ditegakkan maka TD perlu segera
diturunkan. Langkah-langkah yang perlu diambil adalah :
Rawat di ICU, pasang femoral intraarterial line dan pulmonari arterial catether (bila
ada indikasi). Untuk menentukan fungsi kordiopulmonair dan status volume
intravaskuler.
Anamnesa singkat dan pemeriksaan fisik.
o tentukan penyebab krisis hipertensi
o singkirkan penyakit lain yang menyerupai krisis HT
o tentukan adanya kerusakan organ sasaran
Tentukan TD yang diinginkan didasari dari lamanya tingginya TD sebelumnya,
cepatnya kenaikan dan keparahan hipertensi, masalah klinis yang menyertai dan usia
pasien.
penurunan TD diastolik tidak kurang dari 100 mmHg, TD sistolik tidak kurang dari
160 mmHg, ataupun MAP tidak kurang dari 120 mmHg selama 48 jam pertama,
kecuali pada krisis hipertensi tertentu ( misal : disecting aortic aneurysm ). Penurunan
TD tidak lebih dari 25% dari MAP ataupun TD yang didapat.
Penurunan TD secara akut ke TD normal / subnormal pada awal pengobatan dapat
menyebabkan berkurangnya perfusike ke otak, jantung dan ginjal dan hal ini harus
dihindari pada beberapa hari permulaan, kecuali pada keadaan tertentu, misal :
dissecting anneurysma aorta.
TD secara bertahap diusahakan mencapai normal dalam satu atau dua minggu.
Walaupun akhir-akhir ini ada kecenderungan untuk memberikan obat-obat oral yang
cara pemberiannya lebih mudah tetapi pemberian obat parenteral adalah lebih aman. Dengan
Sodium nitrotprusside, Nitroglycirine, Trimethaphan TD dapat diturunkan baik secara
perlahan maupun cepat sesuai keinginan dengan cara menatur tetesan infus. Bila terjadi
penurunan TD berlebihan, infus distop dan TD dapat naik kembali dalam beberapa menit.
Hal yang kurang menguntungkan dengan obat parenteral adalah perlu pengawasan
yang tepat bagi pasien di ICU.
Yang menjadi adalah kebanyakan obat-obat parenteral tidak dapat diperoleh secara
komersil di Indonesia. Obat parenteral yang tersedia adalah clonidine. Pengguna clonidone
untuk krisis hipertensi lebih banyak dipakai di Eropa, sedangkan di Amerika bentuk injeksi
clonidine tidak tersedia.
Van Der Hem menggunakan clonidine intra vena 0,15 mg dan bagi pasien yang tidak
respons dengan satu kali injeksi, digunakan clonidine 0,9 1,05 mg dalam 500 ml Dekstrose
dan disis dititrasi. Hasil yang diperoleh cukup baik dan efek samping yang minimal.
Penelitian lain di Australia ( 1974 ) menggunakan clonidine intra vena 150 mg atau
300 mg dalam 10ml NaCl 0,9% secara i.v 5 menit dan mendapat respons yang baik dan efek
samping maksimum dalam 30-60 menit.
Di bagian penyakit Dalam FK USU Medan ( 1989 ), telah diteliti pemakaian clonidine
pada krisis hipertensi dengan cara : Dosis yang digunakan adalah 150mcg ( 1 ampul ) dalam
1000ml deksmenit 5% didalam mikrodrid dan dimulai dengan 12 tetes/menit. Setiap 15 menit
dosis dititrasi dengan menaikkan tetesan dengan 4 tetes setiap kalinya sampai TD yang
diingini diperoleh. Bila TD ini telah dicapai diawasi selama 4 jam dan selanjutnya dengan
obat per oral. Dengan tetesan berkisar 12-104 tetes/menit dapat dicapai TD yang diingini dan
penderita tidak mengalami penurunan TD yang berlebihan.
Hasil yang diperoleh yaitu TD diastolik dapat diturunkan <120mmHg dalam 1 jam
dan respons yang baik pada 90,5% kasus.
Kerugian obat ini adalah efek samping yang sering timbul seperti mulut kering,
mengantuk dan depresi. Pada hipertensi dengan tand iskemi cerebral ataupun stroke, obat ini
akan memperberat gejala.
Dari berbagai jenis hipertensi emergensi, obat pilihan yang dianjurkan maupun yang
sebaiknya dihindari adalah sbb :
1. Hipertensi ensenpalopati :
- Anjuran : Sodium nitroprusside, Labetalol, diazoxide.
- Hindarkan : B-antagonist, Methyidopa, Clonidine.
2. Cerebral infark :
- Anjuran : Sodium nitropsside, Labetalol
- Hindarkan : B-antagonist, Methydopa, Clonidine.
3. Perdarahan intacerebral, perdarahan subarakhnoid :
- Anjuran : Sodiun nitroprusside Labetalol,.
- Hindarkan : B-antagonist, Methydopa, Clonodine.
4. Miokard iskemi, miokrad infark :
- Anjuran : Nitroglycerine, Labetalol, Caantagonist, Sodium Nitroprusside dan
loopdiuretuk.
- Hindarkan : Hyralazine, Diazoxide, Minoxidil.
5. Edem paru akut :
- Anjuran : Sodium nitroroprusside dan loopdiuretik.
- Hindarkan : Hydralacine, Diazoxide, B-antagonist, Labeta Lol.
6. Aorta disseksi :
- Anjuran :Sodium nitroprussidedan B-antagonist, Trimethaohaan dan B-antagonist,
labetalol.
- Hindarkan : Hydralazine, Diaozoxide, Minoxidil
7. Eklampsi :
- Anjuran : Hydralazine, Diazoxxide, labetalol,cantagonist, sodium nitroprusside.
- Hindarkan: Trimethaphan, Diuretik, B-antagonist
8. Renal insufisiensi akut :
- Anjuran : Sodium nitroprusside, labetalol, Ca-antagonist
- Hindarkan : B- antagonist, Trimethaphan
9. KW III-IV :
- Anjuran : Sodium nitroprusside, Labetalol, Ca antagonist.
- Hindarkan : B-antagonist, Clonidine, Methyldopa.
10. Mikroaangiopati hemolitik anemia :
- Anjuran : Sodium nitroprosside, Labetalol, Caantagonist.
- Hindarkan : B-antagonist.
Dari berbagai sediaan obat antu hipertensi parenteral yang tersedia, Sodium
nitroprusside merupakan drug of choice pada kebanyakan hipertensi emergensi. Karena
pemakaian obat ini haruslah dengan cara tetesan intravena dan harus dengan monitoring
ketat, penderita harus dirawat di ICU karena dapat menimbulkan hipotensi berat. Alternatif
obat lain yang cukup efektif adalah Labetalol, Diazoxide yang dapat memberikan bolus
intravena.
Dari berbagai penelitian akhir-akhir ini ada kecenderungan untuk menggunakan obat
oral seperti Nifedipine ( Ca antagonist ) Captopril dalam penanganan hipertensi emergensi.
Bertel dkk 1983 mengemukakan hal yang baik pada 25 penderita dengan dengan
pemakaian dosis 10mg yang dapat ditambah 10mg lagi menit. Yang menarik adalah bahwa 4
dari 5 penderita yang diperiksa, aliran darah cerebral meningkat, sedang dengan clonidine
yang diselidiki menurun, walaupun tidak mencapai tahap bermakna secara statistik.
Di Medan dibagian penyakit dalam FK USU pada 1991, telah diteliti efek akut obat
oral anti hipertensi terhadap hipertensi sedang dan berat pada 60 penderita. Efek akut
nifedipine dalam waktu 5-15 menit. Demikian juga dengan clonidine dalam waktu 5-35
menit. Dari hasil ini diharapkan kemungkinan penggunaan obat oral anti hipertensi untuk
krisis hipertensi.
Pada tahun 1993 telah diteliti penggunaan obat oral nifedipine sublingual dan
captoprial pada penderita hipertensi krisis memberikan hasil yang cukup memuaskan setelah
menit ke 20. Captoprial dan Nifedipine sublingual tidak berbeda bermakna dam Menurunkan
TD.
Captoprial 25mg atau Nifedipine 10mg digerus dan diberikan secara sublingual
kepada pasien. TD dan tanda Vital dicatat tiap lima menit sampai 60 menit dan juga dicatat
tanda-tanda efek samping yang timbul. Pasien digolongkan nonrespons bila penurunan TD
diastolik <10mmHg setelah 20 menit pemberian obat. Respons bila TD diastolik mencapai
<120mmHg atau MAP <150mmHg dan adanya perbaikan simptom dan sign dari gangguan
organ sasaran yang dinilai secara klinis setelah 60 menit pemberian obat. Inkomplit respons
bila setelah 60 menit pemberian obat. Inkomplit respons bila setelah 60 menit TD masih
>120mmHg atau MAP masih >150mmHg, tetapi jelas terjadi perbaikan dari simptom dan
sign dari organ sasaran.
D. Kriteria Rujukan
4. Kapan kasus serupa ini perlu dikaji lebih lanjut dan perlu dirujuk ke dokter spesialis?
Pasien dengan hipertensi diatas 180/120 mmHg darn terbukti terdapat kerusakan
organ target perlu dirawat di rumah sakit.
Pasien dengan akselerasi hipertensi (tekanan darah diatas 180/120 mmHg) dengan
papilledema atau perdarahan retina dapat dirujuk ke dokter spesialis dalam hari yang
sama.
Pada pasien yang tidak turun tekanan darahnya setelah diberikan antihipertensi dapat
dirujuk ke dokter spesialis.
Pasien dengan tanda-tanda hipertensi sekunder dapat dirujuk ke dokter spesialis untuk
di evaluasi lebih lanjut.
Berdasarkan grade hipertensi retinopati oleh Keith-Wagener-Barker: Grade I dan II
dapat ditangani oleh dokter umum untuk mengurangi risiko kardiovaskular termasuk
gaya hidup dan memionitoring tekanan darah. Grade III dan IV dapat dirujuk ke
dokter spesialis mata untuk evaluasi dan terapi hipertensi retinopati sedang dan berat
dan komplikasi vaskular retina.
Pasien dengan komplikasi vascular retina perlu dirujuk. Komplikasi dapat berupa:
oklusi arteri dan vena retinal dan AION (anterior ischaemic optic neuropathy). Oklusi
kurang dari 12 jam pada arteri sentral retina harus dirujuk dalam waktu 24 jam ke
dokter spesialis mata. Oklusi pada vena sentral retinal dengan peningkatan tekanan
intraocular harus dirujuk.
Adanya tanda retinal yang sedang, dokter spesialis mata dapat merujuk untuk evaluasi
jantung dan risiko cerebrovaskular. Tanda retinal berupa perdarahan retina,
mikroaneurisma, cottonwool spot, dan eksudat. Insiden stroke meningkat dengan
adanya tanda retinal.
DAFTAR PUSAKA
1. Hypertension and the Eye. Royal Collage for General Practitioner. Available from:
https://www.rnib.org.uk/sites/default/files/Hypertension%20and%20the%20eye
%20factsheet%20%282%29_1.pdf
2. A Grosso, F Veglio, M Porta, F M Grignolo,T Y Wong. Hypertensive Retinopathy
Revisited: Some Answers, More Questions. 2005. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1772998/
3. Edwards KH. Optometry: Science, Techniques and Clinical Management. Elsevier
Health Sciences. 2009.
4. Ophthalmologic Manifestations of Hypertension: Acute and Chronic Changes to the
Eyes, Assessment, Treatment & Management. 2017 Jan 7 [cited 2017 Jan 25];
Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1201779-overview?
pa=Sy8aaIYI6XdpdJvxTmYq8uaxLKvYYZNXPwy7L1DTE9dInMEORzPqCFKbH
M%2FRbR7KXvA3RcIaFn3Kr8h89qgJJCsFovC7sre62KO%2Fim3hebs%3D#a3
5. Hypertension Management of Hypertension in Adults in Primary Care. NICE. 2011.
Avaiable from: https://www.nice.org.uk/guidance/qs28/chapter/quality-statement-6-
referral-to-a-specialist-for-people-with-resistant-hypertension
6. Management of Patients with Hypertensive Crises [Internet]. [cited 2017 Jan 25].
Available from:
http://intranet.tdmu.edu.ua/data/kafedra/internal/magistr/classes_stud/English/Second
%20year/Emergency%20Care/Management%20of%20Patients%20with
%20Hypertensive%20Crises.htm
7. Retinal Physician - Current Concepts In Hypertensive Retinopathy [Internet]. Retinal
Physician. [cited 2017 Jan 25]. Available from:
http://www.retinalphysician.com/issues/2013/nov-dec/current-concepts-in-
hypertensive-retinopathy
8. Majid A. Krisis Hipertensi Aspek Klinis dan Pengobatan. USU Digit [Internet]. 2004
[cited 2017 Jan 26]; Available from:
http://www.academia.edu/download/34581305/fisiologi-abdul_majid.pdf
9. Medscape | Pathophysiology of Hypertension [Internet]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1937383-overview
10. Anthony S. Fauci, 2015. Harrisons Internal Medicine, 19th Edition, USA, McGraw
Hill.