Part 1
Annabeth tidak pernah berpikir harinya ini akan menjadi sangat buruk sampai
matanya menangkap sosok monster berkepala dua.
Pukul empat sore, Annabeth berjalan gontai melalui Washington Square Park
menuju ke sebuah stasiun subway ketika kakinya menginjak sebongkah kotoran sapi
segar.
Saat Annabeth tiba di stasiun West Fourth Street, Annabeth sudah sangat dongkol
dan lelah, ia hanya ingin segera naik ke kereta F untuk menuju tempat Percy.
Memang sudah terlalu larut untuk menonton film, tapi mungkin mereka masih bisa
keluar untuk makan malam atau semacamnya.
Annabeth sudah pernah melihat hal-hal gila sebelumnya tapi monster ini benar-
benar membuatnya membatin, Apa Sih Yang Sedang Dewa-Dewi Pikirkan?.
Sosok itu berwujud seperti seekor singa dan serigala yang disatukan paksa dalam
cangkang kelomang (hermit crabs).
Cangkangnya sendiri berwujud spiral kasar berwarna coklat, seperti contong wafel
sepanjang enam kaki dengan lipatan bergerigi di tengahnya seolah cangkang itu
pernah dibelah dua, lalu disatukan lagi. Dari puncak cangkang keluar sepasang kaki
dan sepasang kepala kepala serigala kelabu di kiri dan kepala singa emas di
kanan.
Dua hewan itu tampaknya tidak terllau suka berbagi satu cangkang. Mereka
menyeret cangkakng itu sepanjang jalan, sambil bergoyang ke kiri dan kanan seolah
mereka hendak menariknya menuju ke arah yang berlawanan. Mereka menggeram
satu sama lain selama beberapa saat sebelum mereka berhenti dan membaui
sesuatu di udara.
Para penumpang kereta tampak bersliweran, sebagian besar dari mereka berjalan
melalui monster itu dan mengabaikannya, yang lain tampak memasang muka
masam atau terlihat jengkel.
Lubang hidung monster itu tampak menyemburkan lidah api dan sebelum Annabeth
bisa memutuskan apa yang sebaiknya ia lakukan, kedua kepala itu tiba-tiba berbalik
dan menatap langsung ke arahnya.
Annabeth mengatur nafasnya. Monster itu berdiri tiga puluh kaki dari tempatnya
berdiri.
Melawan seekor singa-serigala-kepiting di tengah keramaian stasiun subwah
bukanlah pilihan pertamanya, tapi, ia akan melakukannya jika ia harus.
Bagaimanapun juga ia adalah seorang putri Athena.
Ayo Monster Cangkang, katanya, Aku harap kau punya toleransi tinggi pada rasa
sakit!
Sang singa dan serigala itu memamerkan taring mereka. Sesaat kemudian lantai
stasiun itu bergetar. Angin berhembus melalui terowongan seiring dengan
datangnya sebuah kereta.
Monster Cangkang itu kemudian berbalik dan pergi, menyeret sebuah cangkang
besar di belakangnya. Monster itu menghilang di balik tangga yang mengarah ke
jalur A.
Jika monster kelomang berkepala dua ini punya urusan yang lebih penting daripada
membunuhnya, Annabeth ingin tahu apa itu. Ia tak bisa membiarkan monster itu
pergi begitu saja, membiarkan monster itu melakukan rencana jahatnya dan naik
transportasi umum secara gratis.
Annabeth naik ke kereta tepat waktu, hanya beberapa detik sebelum pintunya
ditutup. Kereta itu mulai bergerak maju menuju kegelapan. Lampu-lampu di atas
kepala penumpang mulai menyala. Para penumpang tampak bergoyang, setiap
kursi telah terisi, dan lebih dari selusin penumpang berdiri sembari berpegangan
pada gantungan tangan dan tiang.
Annabeth tak bisa melihat si Monster Cangkang sampai seseorang di depan sana
berteriak, Hei, hati-hati Bodoh!
Apakah hal itu sudah berlangsung sejak tadi? Di seputaran monster itu tampak
berputar simbol-simbol yang menyala bak neon merah, terdiri atas huruf Yunani,
simbol-simbol astrologi, dan tulisan berbentuk gambar hieroglif Mesir.
Cangkang makhluk itu tampak berpendar lebih terang sekarang. Dan ketika
Annabeth mendekat, gadis itu tiba-tiba merasa mual. Ia merasa perutnya ditarik oleh
sesuatu, seolah ada kail melekat di pusarnya dan menariknya ke arah makhluk itu.
Annabeth berharap ia mendapat bantuan. Ia memang punya ponsel, tapi, meski ada
sinyal di dalam terowongan, siapa yang akan ia panggil? Kebanyakan demigod lain
tidak membawa ponsel karena sinyal ponsel menarik perhatian para monster. Percy
tinggal di sisi lain kota. Mayoritas teman-temannya berada di Perkemahan Blasteran
jauh di pantai utara Long Island.
Saat Annabeth berpindah gerbong, aura monster itu tiba-tiba terasa sangat kuat,
sehingga para makhluk fana pun mulai merasakan pengaruhnya. Banyak
penumpang muntah dan menekuk tubuhnya di kursi mereka seolah seseorang
telah membuka sebuah loker yang penuh makanan busuk. Yang lain jatuh tak
sadarkan diri di lantai.
Annabeth juga merasa sangat mual sehingga ia ingin mundur saja, tapi sensasi
ditarik kail pancing itu tetap saja menarik dirinya menuju monster itu.
Kereta itu berhenti di stasiun Fulton Street dan segera sesudah pintu dibuka setiap
penumpang yang masih sadar berhamburan keluar. Kepala serigala si monster
tampak mencaplok tas seorang wanita saat wanita itu hendak lari.
Kedua pasang mata itu menatap Annabeth lekat-lekat seolah membatin, Kamu
benar-benar ingin mati ya?
Lalu ia kembali memalingkan muka dan meraung dengan indahnya. Suara itu
membuat Annabeth merasa seperti dipukul dengan pemecah es di antara dua
matanya. Kaca-kaca jendela kereta pun pecah. Manusia-manusia yang semula tak
sadarkan diri mulai siuman. Beberapa berhasil merangkak keluar lewat pintu. Yang
lain menjatuhkan diri dari jendela yang rusak.
Lewat pandangan matanya yang kabur, Annabeth melihat monster itu tengah
meringkuk dengan menggunakan kedua lengannya dari dua hewan yang jelas-
jelas beda spesies sebagai tumpuan, siap untuk menerkam.
Waktu terasa melambat. Annabeth samar-samar menyadari bahwa pintu yang rusak
itu kini kembali menutup, dan kereta yang kosong ini kembali berjalan meninggalkan
stasiun. Apa kondektur menyadari apa yang tengah terjadi? Apa kereta ini berjalan
dengan autopilot pilot otomatis?
Hanya berjarak sepuluh kaki darinya, Annabeth menyadari detail baru dari si
monster. Aura merah terang tampak memancari dari retakan di cangkangnya. Dari
sana muncul sejumlah huruf Yunani dan hieroglif Mesir bercahaya, dimuntahkan
seperti muntahan gas vulkanik dari retakan dasar laut. Lengan kiri si singa tampak
dicukur sampai pergelangan tangan, dan dihiasi aneka tato berupa sejumlah garis
hitam tipis. Di telinga si serigala sendiri, ada sebuah label harga berwarna jingga
bertuliskan $99.99.
Annabeth menggengam tali ranselnya. Ia siap untuk mengayunkan tas itu kepada
monster itu, tapi tas ini takkan banyak berguna sebagai senjata. Karena itulah,
Annabeth kembali memakai taktik andalannya saat menghadapi musuh yang lebih
kuat. Ia mulai berceloteh.
Kalian ini ... terdiri dari dua bagian yang berbeda ya? ujar Annabeth, Kalian
seperti ... potongan-potongan patung yang disatukan paksa lalu dihidupkan, begitu?
Kalian tidak biasa bekerjasama kan? tebak Annabeth, Tuan Singa, kamu punya
tanda ID di kakimu. Kamu sebenarnya artefak dari museum kan? Artefak dari
Met[1]?
Aku kira itu benar. Dan kau, Tuan Serigala ... melihat label harga di telingamu ...
kutebak kau berasal dari toko barang antik?
Sementara itu, kereta tersebut tetap melaju di bawah East River. Angin dingin
berhembus melalio jendela-jendela yang pecah dan membuat gigi Annabeth
bergemeletuk.
Segala instingnya menyuruh gadis itu untuk lari, tapi otot kakinya serasa mencair.
Aura si monster terasa semakin terang, memenuhi udara sekitarnya dengan simbol-
simbol samar dan cahaya merah darah.
Kau ... kau semakin kuat, ujar Annabeth, Kalian hendak pergi ke suatu tempat
bukan? Dan semakin dekat dirimu dengan tempat itu .
Dua kepala monster itu meraung secara bersamaan. Gelombang energi merah
berdesir di sepanjang gerbong itu dan Annabeth harus berjuang keras
mempertahankan kesadarannya.
Tunggu! ujar Annabeth parau, A-aku tahu sekarang. Wujud kalian belum
sempurna. Kalian masih mencari potongan lain. Kepala ketiga mungkin?
Si monster kepiting ini pastilah dulunya sebuah patung yang dipecah menjadi
beberapa bagian. Dan saat ini sesuatu tengah membangunkannya sehingga ia
mencoba untuk menyatukan kembali bagian-bagian tubuhnya yang terpisah.
Annabeth bertekad takkan membiarkan hal itu terjadi. Kumpulan hieroglif dan huruf
Yunani merah yang melayang di sekitar monster itu tampak seperti kabel sekering
yang terbakar, memancarkan sihir yang terasa salah, seakan meleburkan susunan
sel yang menyusun seorang Annabeth Chase, sedikit-demi-sedikit.
Kalian bukan monster dari Yunani kan? katanya, Apa kalian dari Mesir?
Whoa, Bung! sahut Annabeth, Kekuatanmu belum pulih benar kan? Kalau kau
serang aku sekarang, kau akan kalah. Lagipula kalian kan tidak percaya satu sama
lain.
Annabeth pura-pura kaget, Tuan Singa! Bagaimana anda bisa berkata seperti itu
tentang Tuan Serigala?
Si Singa mengerjap.
Dan Tuan Serigala, Annabeth tersentak, Tidak seharusnya anda bicara dengan
bahasa seperti itu kepada teman anda!
Dua kepala itu saling bertatapan, saling menggertak, dan saling melolong. Monster
itu kemudian terhuyung saat kedua lengan mereka tampak berusaha pergi ke arah
yang berbeda.
Annabeth tahu ia hanya punya waktu beberapa detik. Ia segera memeras otaknya,
mencoba menari tahu makhluk apa ini dan bagaimana ia bisa mengalahkannya, tapi
makhluk ini benar-benar tidak cocok dengan segala pelajaran yang ia ingat dari
Perkemahan Blasteran.
Platform stasiun tampak aneh, kosong, tapi kilatan cahaya dari tangga keluar
menarik perhatian Annabeth. Seorang gadis pirang, berpakaian serba putih, tengah
mengayunkan sebuah tongkat kayu, mencoba memukul sesosok hewan aneh yang
berkelok-kelok di sekitar kakinya sambil mengonggong marah. Dari bahu ke atas,
makhluk itu tampak seperti anjing Labrador retriever hitam, tapi punggungnya hanya
berupa ujung runcing, seperti ekor kecebong yang mengalami pengapuran.
Si gadis pirang mengikutinya. Ia melompat masuk tepat sebelum pintu menutup dan
kereta bergerak keluar dari stasiun.
Untuk beberapa saat, semua yang hadir di situ dua orang gadis dan dua orang
monster hanya terdiam.
Pendatang baru ini mengenakan celana linen putih dan blus yang serasi dengan
celananya tampak seperti seragam karate sebenarnya. Sepatu combat boots-nya
berlapiskan lempeng besi tampaknya bisa membuat kerusakan yang lumayan jika
dipakai berkelahi. Sebuah ransel nolon biru tersandang di bahu kirinya berserta
sebuah tongkat gading melengkung yang tampak seperti ... bumerang?
tergantung di tali ranselnya. Tapi senjata gadis itu yang paling menakutkan adalah
tongkat kayu putihnya tongkat itu memiliki panjang lima kaki, sebuah kepala elang
terukir di ujungnya, seluruh tongkat itu memancarkan cahaya seperti perunggu langit.
Mata Annabeth menatap mata gadis itu dan sebuah perasaan deja vu mengguncang
dirinya.
Si Gadis Karate itu usianya tak lebih dari tiga belas tahun. Matanya biru cerah,
seperti seorang anak Zeus. Rambut pirangnya tampak dihiasi sedikit semburat ungu.
Ia tampak seperti seorang anak Athena selalu siap untuk bertarung, cepat,
waspada, dan tak kenal takut. Annabeth seolah melihat dirinya empat tahun yang
lalu, di masa ketika ia pertama kali bertemu Percy Jackson.
Benar-benar deh, gadis itu meniup sehelai rambut ungu dari wajahnya, Seolah
hariku ini belum cukup gila.
Orang Inggris, pikir Annebeth. Tapi ia tak sempat memikirkan itu lebih lanjut.
Si Anjing kecebong dan Monster Cangkang tengah berdiri di tengah gerbong, hanya
terpisah jarak sejauh 15 kaki sambil memandang satu sama lain dengan penuh
ketakjuban. Sekarang, saat mereka sudah mengatasi keterkejutan mereka, si anjing
melolong penuh kegembiraan, seolah berkata, Aku menemukan kalian! Dan si
singa-serigala-bercangkang itupun menghampiri si anjing.
Annabeth berusaha untuk menahan Si Monster Cangkang, tapi makhluk itu punya
bobot dua kali bobotnya. Makhluk itu bertumpu pada kedua kaki depannya,
mencoba melemparkan Annabeth dari punggungnya. Kedua kepala itu sendiri
menoleh ke arah Annabeth dan mencoba mengigit wajahnya.
Dari sudut matanya, Annabeth melihat bahwa si anjing hitam tampak sudah pulih
dari mualnya. Ia melompat ke arah Si Gadis Karate, yang langsung mengayunkan
bumerang gadingnya dan menembak monster itu dengan kilatan cahaya emas.
Annabeth berharap ia dapat memanggil kilatan emas seperti itu. Apalagi yang ia
punya sekarang hanya sebuah ransel konyol. Ia sudah melakukan hal terbaik yang
ia bisa untuk menahan Si Monster Cangkang, tapi monster itu tampaknya semakin
kuat dari waktu ke waktu sementara aura merahnya semakin membuat Annabeth
merasa lemah. Annabeth merasa kepalanya diisi kapas sementara perutnya
bergejolak.
Annabeth kehilangan persepi akan waktu saat bergulat dengan makhluk itu. Ia
hanya tahu bahwa ia tidak boleh membiarkan makhluk ini bersatu dengan kepala
anjing itu. Jika monster ini benar-benar sudah menjadi monster berkepala tiga
entah namanya apa yang sempurna, mustahil untuk menghentikan mereka.
Si Anjing menerjang lagi ke arah Si Gadis Karate. Kali ini ia sukses menjatuhkannya.
Perhatian Annabeth teralih, sehingga ia kehilangan pegangannya pada Si Monster
Cangkang, dan monster itu pun melemparkannya, membenturkan kepalanya ke
sebuah kursi.
*****
Annabeth membuka matanya. Dunia terasa berputar. Suara sirene tanda bahaya
terdengar di kejauhan.
Ia tidak melihat satupun korban manusia. Ia berharap mereka semua telah keluar
dari kereta di Stasiun Fulton Street, tapi tetap saja ... ini bencana.
Yuhuu! Si Gadis Karate mengguncang bahunya, Aku tahu mungkin kau masih
kaget tapi kita harus pergi. Aku tidak suka ditanyai polisi dengan makhluk ini ada di
belakangku.
Gadis itu bergerak ke samping kirinya. Di belakangnya, di atas aspal yang rusak, si
monster Labrador menggelepar-gelepar layaknya ikan yang dikeluarkan dari air,
moncong dan cakarnya diikat oleh sebuah tali bersinar emas.
Annabeth menatap gadis yang lebih muda dari dirinya itu. Lehernya berkilau oleh
karena rantai perak dan jimat perak yang berhiaskan simbol mirip ankh Mesir yang
dipadu dengan hiasan mirip manusia kue jahe.
Senyum tersungging di sudut mulut gadis itu, Biasanya sih aku tidak memberikan
namaku ke orang asing. Masalah pantangan magis dan semacamnya. Tapi karena
aku harus menghormati seseorang berkelahi dengan monster berkepala tanpa apa-
apa kecuali sebuah ransel..., ia mengulurkan tangannya, Sadie Kane.
Annabeth Chase.
Senang sekali bertemu denganmu Annabeth, kata Sadie, Sekarang, kita ajak
anjing kita jalan-jalan yuk?
Monster itu menggeram dan menggeliat. Aura merahnya memancar semakin terang,
sementara sinar tali emas itu tampak meredup.
Selain itu Pantai Rockway adalah tempat yang suram. Sebuah badai besar
menerjang tempat ini lebih dari setahun yang lalu, dan kerusakannya masih terlihat
jelas. Beberapa gedung apartemen di kejauhan tampak kosong tanpa penghuni,
jendela-jendela dan dinding-dinding penahan anginnya tampak dipenuhi grafiti. Kayu
yang membusuk, potongan aspal, dan logam mengotori pantai. Sejumlah pylon
tiang lampu yang dipakai sebagai penanda dermaga dari dermaga yang hancur
tampak menjorok keluar dari air. Lautan sendiri tampaknya tak lelah mengirimkan
ombaknya untuk menggerogoti pantai, seolah hendak mengatakan, Jangan abaikan
aku. Aku selalu bisa kembali dan menyelesaikan apa yang belum tuntas.
Akhirnya mereka tiba di sebuah truk es-krim yang telah ditelantarkan, sebagian
badan mobilnya tenggelam dalam pasir. Di sisinya tampak gambar es krim
menggiurkan yang telah pudar dan itu membuat perut Annabeth semakin melolong
minta diisi.
Ia menjatuhkan monster anjing itu dan berjalan terhuyung ke arah truk, lalu
bersandar di bagian pintu samping.
Annabeth mengamat-amati botol itu dengan seksama. Botol itu terasa berat dan
hangat, seolah diisi penuh kopi panas, Uh ... ini tak akan melepaskan ledakan ka-
bam di wajahku kan?
Sadie mendengus, Konyol ah, ini hanya ramuan obat. Dibuat oleh temanku Jaz,
peracik ramuan terhebat di dunia.
Annabeh masih ragu. Ia pernah mencoba ramuan sebelumnya, diracik oleh anak-
anak Hecate. Biasanya rasanya seperti sup kolam sampah, tapi setidaknya ramuan
itu dibuat untuk para demigod. Apapun yang ada di botol ini, pasti tidak seperti itu.
Aku tak yakin harus mencobanya, katanya, Aku ... tidak seperti dirimu.
Tak satupun orang yang mirip denganku, Sadie setuju, Kemampuanku itu
menakjubkan dan unik. Tapi kalau maksudmu adalah kau bukan penyihir, well, aku
paham soal itu. Biasanya kami bertempur dengan tongkat panjang dan tongkat
pendek, Ia menepuk tongkat putih berukirnya serta bumerang gading yang
tergeletak di sampingnya, Tapi aku yakin ramuanku masih bekerja padamu. Kau
bergulat dengan monster tadi. Kau bertahan hidup dari kecelakaan kereta. Kau pasti
bukan orang normal.
Annabeth tertawa lemah. Sifat ceplas-ceplos gadis itu sedikit menghiburnya, Tidak,
aku sama sekali tidak normal. Aku seorang demigod.
Aku ... ya ampun, tidak. Aku tidak menampung siapa-siapa. Ibuku adalah seorang
dewi Yunani, Athena.
I-bu-mu?
Yeah.
Yeah. Annabeth melihat teman barunya itu tiba-tiba pucat, Kukira kau tidak
pernah bertemu hal seperti itu, um, dari mana asalmu?
Brooklyn? gumam Sadie, Tidak. Rasanya bukan. Mungkin London. Atau Los
Angeles. Aku sama sekali tidak ingat bertemu demigod Yunani di tempat-tempat itu.
Tapi, saat seseorang bergelut dengan babun ajaib, dewi kucing, dan orang cebol
yang hobi kebut-kebutan, seseorang jadi tak gampang kaget kan.
Annabeth tidak yakin apakah ia salah dengar atau tidak, Orang cebol yang hobi
kebut-kebutan?
Mmm, Sadie melirik si monster anjing yang masih menggeliat di ikatan emasnya.
Tapi di sini inti masalahnya. Beberapa bulan yang lalu ibuku memperingatkanku. Ia
mengatakan supaya diriku berhati-hati dengan dewa-dewi lain serta jenis-jenis sihir
yang lain.
Botol di tangan Annabeth tiba-tiba terasa lebih hangat. Dewa-dewi lain. Kau tadi
menyebut Isis, dewi sihir bangsa Mesir. Tapi ... dia bukan ibumu?
Bukan, sahut Annabeth, Maksudku, ya. Isis memang dewi sihir bangsa Mesir. Tapi
dia bukan ibuku. Ibuku seorang hantu. Well ... dia dulunya seorang penyihir di
Dewan Kehidupan sih, seperti aku, tapi kemudian dia meninggal, jadi .
Sebentar, jantung Annabeth berdegup kencang sekali dan karena mengira tak ada
lagi yang bisa membuatnya lebih buruk ia membuka tutup botol ramuan itu dan
meminumnya.
Annabeth mengirarasanya akan seperti kaldu kolam sampah lagi, tapi ternyata
rasanya seperti jus apel hangat. Seketika itu juga pandangannya tampak jelas dan
perutnya tak lagi bergejolak.
Jadi kau bilang tadi ... Dewan Kehidupan. Sihir Mesir. Kau seperti anak yang
ditemui pacarku.
Senyum Sadie memudar, Pacarmu ... bertemu dengan seseorang sepertiku?
Penyihir lainnya?
Tak jauh dari situ, makhluk mirip anjing itu masih menggeram dan meronta. Sadie
tampak tidak terlalu peduli, tapi Annabeth khawatir karena tali ajaib itu kini mulai
tampak menggelenyar.
Semuanya ini terjadi beberapa minggu yang lalu, kata Annabeth, Percy
menceritakan kisah gila tentang pertemuannya dengan seorang anak lelaki dekat
Teluk Moriches. Rupanya anak ini menggunakan hieroglif untuk merapal mantra. Ia
membantu Percy melawan seekor monster buaya raksasa.
Putra Dewa Sobek! sembur Sadie, Tapi saat itu abangku melawan monster itu
dan dia tidak bilang apapun soal .
Aura emas penuh kemarahan tampak di atas kepala Sadie sebuah halo yang
terdiri hieroglif yang mirip dengan ekspresi kerutan kening, tinju, dan orang-orang
mati.
Ah, Annabeth harus berjuang melawan dorongan untuk menjauh dari teman
barunya ini. Ia takut hieoglif amarah itu bisa meledak, Nama yang aneh.
Tak apa, kata Sadie, Aku akan sendang sekali meninju wajah abangku itu. Tapi
pertama-tama beritahu aku tentang semuanya tentang dirimu, para demigod,
tentang Yunani dan apa saja yang mungkin berhubungan dengan teman anjing kita
yang jahat ini.
Biasanya ia tak mudah percaya pada orang lain, tapi ia punya banyak pengalaman
membaca sifat orang. Ia segera menyukai Sadie dengan kombinasi sepatu combat
bootnya, corak ungu di rambutnya, kelakuannya dan ... menurut pengalaman
Annabeth, orang yang tak bisa dipercaya tak akan begitu saja mengemukakan
keinginannya untuk meninju wajah seseorang. Mereka tidak akan menolong orang
asing yang tengah tak sadarkan diri dan menawarkan ramuan penyembuh.
Mulut Sadie bergetar. Ia tampak seolah-olah akan berteriak atau menangis. Tapi
yang terjadi justru sebaliknya, ia malah cekikikan.
Annabeth mengerutkan kening, Apa aku mengatakan sesuatu yang lucu?
Tidak, tidak ..." Sadie mendengus. Well ... itu agak lucu. Maksudku, kita duduk di
pantai berbicara tentang dewa-dewa Yunani. Dan sebuah kamp untuk para demigod,
dan .
Oh aku percaya padamu. Ini semua terlalu aneh untuk dianggap tidak benar. Hanya
saja setiap kali duniaku menjadi semakin aneh saja, aku berpikir: Oke.Kita sudah
ada di puncak kegilaan dunia sekarang. Setidaknya aku tahu sepenuhnya soal itu.
Pertama, aku menemukan bahwa diriku dan abangku adalah keturunan dari firaun
dan memiliki kekuatan sihir. Baiklah. Itu bukan apa-apa. Kemudian aku menemukan
ayahku yang sudah mati menggabungkan jiwanya dengan Osiris dan menjadi
penguasa orang mati. Brilian! Kenapa tidak? Lalu pamanku mengambil alih Dewan
Kehidupan dan mengawasi ratusan penyihir di seluruh dunia. Kemudian pacarku
tiba-tiba menjadi campuran antara bocah penyihir dan dewa pemakaman yang abadi.
Dan untuk sementara aku berpikir, Tentu saja! Tetaplah tenang dan lanjutkan saja!
Aku bisa menyesuaikan diri! Dan kemudian kau muncul di hari Kamis yang acak ini,
la-di-da, dan berkata: Oh, ngomong-ngomong, dewa-dewi Mesir hanyalah satu
bagian kecil dari absurditas kosmik. Sekarang kita juga punya dewa-dewi Yunani
untuk dikhawatirkan! Hore!
Annabeth tidak bisa mengikuti semua hal yang Sadie katakan tadi terutama soal
pacarnya yang juga seorang dewa pemakaman tapi ia harus akui bahwa
menertawakan itu semua jauh lebih sehat daripada meringkuk seperti bola dan
menangis.
Oke, Annebeth mengakui, Ini semua terdengar sedikit gila, tapi aku pikir itu semua
masuk akal. Guruku, Chiron ... selama bertahun-tahun memberitahuku bahwa dewa-
dewi kuno itu abadi karena mereka adalah bagian dari struktur peradaban. Jika
dewa-dewi Yunani bisa bertahan selama ini, kenapa tidak dengan dewa-dewi Mesir?
Semakin meriah, Sadie setuju, Tapi, erm, bagaimana dengan doggie kecil kita ini?
Ia memungut sebuah kerang kecil dan melemparkannya ke kepala monster
Labrador itu, yang langsung menggeram kesal, Sesaat yang lalu dia berada di meja
perpustakaan kami tampak seperti artefak yang tidak berbahaya, kami pikir ini
adalah sebuah potongan dari sebuah patung batu. Semenit kemudian ia hidup dan
kabur dari Rumah Brooklyn. Ia mencabik kubah sihir kami, dan menabrak penguin-
penguin Felix dan menelan mantra-mantraku seolah itu bukan apa-apa.
Annberh memeriksa monster anjing yang masih meronta. Huruf Yunani dan hieroglif
merah berputar-putar di sekelilingnya seolah hendak membentuk simbol baru
sebuah pesan yang nyarus dibaca Annabeth.
Apa tambang ini akan bertahan? tanyanya, Tampaknya tambang ini mulai
melemah.
Jangan khawatir, Sadie menenangkan Annabeth, Tambang ini pernah menahan
dewa-dewi sebelumnya, dan bukan hanya dewa-dewi kecil tapi YANG EKSTRA
BESAR.
Um, oke. Jadi kau tadi bilang anjing ini adalah bagian dari sebuah patung. Kau tahu
patung apa itu?
Tidak, Sadie angkat bahu, Cleo, pustakawan kami, tengah mencoba mencari
jawabannya ketika Fido ini tiba-tiba hidup.
Tapi makhluk ini pastinya terhubung dengan monster yang satu lagi si kepala
serigala dan singa. Aku menduga mereka pasti tiba-tiba dihidupkan juga. Mereka
bergabung dan tak terbiasa bekerjasama. Mereka mencari sesuatu di kereta tadi,
mungkin saja mencari anjing ini.
Itu sebuah tongkat! Annabeth tersadar, Aku tidak ingat dewa mana yang punya
benda itu, tapi tongkat berkepala tiga adalah simbolnya. Dia ... dewa Yunani, kukira,
tapi dia juga berasal dari suatu tempat di Mesir .
Yah, aku memang bukan penggila sejarah seperti abangku, tapi aku pernah ke
Alexandria. Aku ingat bahwa kota itu menjadi ibukota saat Yunanu menguasai Mesir.
Pada masa Alexander Agung, bukan?
Kedengarannya kacau, kata Sadie, Aku lebih suka dewa-dewiku tetap seperti
sediakala.
Tapi ada seorang dewa tertentu ... aku tidak ingat namanya. Di mana makhluk
berkepala tiga itu bertengger di atas tongkatnya.
Tongkat yang besar, sahut Sadie, Aku benar-benar tidak ingin ketemu cowok yang
membawa-bawa benda itu.
Demi dewa-dewi! Annabeth bangkit berdiri. Itu dia! Tongkat itu tak hanya mencoba
menyatukan dirinya kembali ia juga mencoba menemukan tuannya.
Si monster anjing melolong dan tali ajaib itu meledak bak granat, menghamburkan
serpihan-serpihan emas di pantai itu.
*****
Kalau makhluk mirip anjing itu ingin membunuhnya, ia bisa melakukan itu dengan
mudah.
Annabeth menatap pisau itu lalu ia mendengar suara rintahan dari bukit pasir di
dekatnya.
Saat ia menemukan penyihir itu, Sadie tengah duduk, dan mengeluarkan pasir yang
masuk ke mulutnya. Ada sejumput rumput laut di rambutnya, dan ranselnya
menindih salah satu combat boot-nya, tapi ia lebih tampak marah daripada terluka.
Um ... ini sebenarnya tongkatmu, kata Annabeth. Aku meraihnya dan ... aku tidak
tahu. Tiba-tiba saja benda ini berubah menjadi pisau yang biasa aku gunakan.
Huh, Well, benda-benda sihir memang punya pikiran sendiri. Simpan saja. Aku
punya banyak di rumah. Sekarang, ke mana si Fido tadi pergi?
Ke sana, Annabeth menunjuk dengan pisau barunya.
Sadie menatap dataran itu lekat-lekat. Matanya melebar, Oh ... benar. Menuju badai.
Aneh.
Annabeth juga menatap ke arah yang sama. Tapi selain jalur kereta subway, ia tak
melihat apapun kecuali sebuah bangunan apartemen yang ditinggalkan, dipagari,
dan tampak berdiri tegak sendirian di antara langit sore, Badai apaan?
Kamu tidak lihat? tanya Sadie, Sebentar. Ia memisahkan sepatu bootnya dari
ranselnya lalu mengaduk-aduk isi tasnya. Ia mengeluarkan botol keramik lainnya
kali ini berbentuk agak gemuk dan melebar seperti kemasan krim wajah. Ia menarik
sumbatnya dan mencedok sejumlah cairan liat berwarna pink. Biarkan aku
mengoleskan ini di kelopak matamu.
Jangan khawatir begitu. Benda ini sama sekali tak berbahaya ... well, untuk para
penyihir sih. Mungkin untuk demigod juga.
Annabeth tidak yakin dengan kemananan krim itu, tapi ia akhirnya menutup mata
juga. Sadie mengoleskan krim itu, yang membuat Annabeth merasa geli sekaligus
hangat, seolah dirinya tengah diolesi balsam menthol.
Dunia sekitarnya kini tampak berwarna-warni. Tanah yang ia pijak berubah, tampak
transparan dengan lapisan-lapisan lunak dan kenyal yang turun ke sebuah tempat
penuh kegelapan di bawahanya. Udara tampak beriak dengan tabir-tabir yang
berkilauan, setiap tabir itu tampak bergerak dinamis meski sedikit tidak sinkron,
seolah sejumlah video high-definition diletakkan bertumpuk satu sama lainnya.
Hieroglif dan huruf Yunani berputar-putar di sekelilingnya, melebur dan meledak saat
mereka bertabrakan. Annabeth merasa ia tengah menyaksikan dunia dalam skala
atom. Segala yang selama ini tak terlihat kini terungkap dan diwarnai dengan sinar
gaib.
Sadie mendengus, Demi Dewa-Dewi Mesir, nggaklah! Ini semua bisa membuatku
gila. Aku harus berkonsentrasi penuh untuk melihat Duat. Seperti yang sedang kamu
lakukan mengintip sisi magis dari dunia.
Annabeth biasanya adalah orang yang percaya diri. Kapanpun ia berurusan dengan
manusia biasa, ia selalu berlagak puas diri karena ia memiliki pengetahuan rahasia.
Ia mengerti akan dunia dewa-dewi serta monster. Manusia biasa tidak. Bahkan di
antara demigod lain, Annabeth hampir selalu menjadi veteran paling senior. Ia telah
melakukan banyak misi daripada yang pernah dibayangkan pahlawan lainnya dan
tetap hidup.
Tapi sekarang, setelah melihat tirai berwarna-warni ini, Annabeth seakan kembali
menjadi anak usia enam tahun lagi, yang baru saja belajar betapa menakutkan dan
berbahayanya dunianya ini.
Ia menjatuhkan dirinya di atas pasir, Aku tidak tahu harus bilang apa.
Dia mulai melihat pola di udara : arus yang mengalir di antara lapisan-lapisan realita,
jalur uap sihir mengalir dari mobil dan bangunan. Tempat kereta yang mengalami
kecelakaan tadi bersinar kehijauan. Sadie memiliki aura emas dengan bulu-bulu
berkabut menyebar di belakangnya seperti sayap.
Tempat di mana monster anjing tadi terbaring kini terlihat membara seperti bara api.
Jejak sulur merah tampak mengular dari tempat itu, menunjukkan arah kaburnya
monster tersebut.
Annabeth berfokus pada apartemen terbengkai yang tampak di kejauhan itu, dan
jantungnya memompa dua kali lebih cepat. Menara itu tampak bersinar merah dari
dalamnya cahaya itu merembes dari sela-sela jendela yang ditutupi papan kayu,
keluar dari retakan-retakan di dinding yang rapuh. Awan gelap tampak berputar di
atas kepala mereka dan ada banyak sekali sulur energi merah mengalir menuju
bangunan itu dari segala penjuru, seolah ditarik ke dalam sebuah pusaran.
Bangunan apartemen itu, ia berkata, Bangunan itu menarik sinar merah dari
segala penjuru.
Tepat sekali, kata Sadie, Di sihir Mesir, merah berarti jelek. Merah menyimbolkan
kejahatan dan kekacauan.
Annabeth tahu ia harus segera berdiri. Mereka harus bergegas. Tapi, melihat
lapisan-lapisan sihir yang berputar-putar itu, ia merasa ragu untuk melangkah.
Ia telah menghabiskan seumur hidupnya untuk mempelajari tentang Kabut batas
gaib yang memisahkan dunia fana dengan dunia monster dan dewa-dewi Yunani.
Tapi ia tak pernah mengira bahwa Kabut benar-benar berwujud seperti tirai.
Annabeth penasaran apakah Kabut dan Duat saling terkait, atau mungkin keduanya
adalah hal yang sama. Jumlah tabir yang ia lihat benar-benar luar biasa banyak
tampak seperti sebuah permadani yang dilipat ke dalam dirinya sendiri ratusan kali.
Ia tidak percaya diri untuk berdiri. Panik, dan kau akan tenggelam.
Sadie mengulurkan tangannya. Matanya penuh sorot simpati, Dengar, aku tahu ini
terlalu banyak, tapi tak ada yang berubah. Kau masih demigod-tangguh-pembawa-
ransel yang sama. Dan sekarang kamu juga punya pisau yang bagus.
Yeah. Yeah, tentu saja, ia menggamit tangan Sadie, Sekarang ayo kita pergi
mencari seorang dewa.
*****
Sebuah pagar bergembok rantai mengelilingi bangunan itu, tapi mereka berhasil
masuk melalui sebuah celah dan berjalan melalui sebuah lapangan yang dipenuhi
alang-alang dan pecahan beton.
Ramuan magis di mata Annabeth nampaknya sudah memudar efeknya. Dunia tak
lagi tampak berlapis-lapis dan berwarna-warni, tapi baginya lebih baik begitu. Ia
tidak perlu penglihatan istimewa untuk mengetahui bahwa menara itu penuh dengan
sihir jahat.
Dari dekat, cahaya merah di jendela-jendela itu tampak makin terang. Papan-papan
kayu bergemeretak. Dinding bata terdengar bergemuruh. Hieroglif berbentuk burung
dan sosok manusia terbentuk di udara dan melayang masuk ke dalam. Bahkan
grafiti yang ada di dinding tampak bergetar, seolah-olah simbol-simbol itu turut
berusaha menjadi hidup.
Apapun yang ada dalam bangunan itu, kekuatannya juga menarik-narik Annabeth
seperti Si Monster Cangkang dalam kereta tadi.
Ia mencengkram belati perunggu barunya, menyadari bahwa benda ini terlalu kecil
dan pendek untuk dipakai menyerang. Tapi inilah mengapa Annabeth suka pisau :
mereka membuatnya tetap fokus. Anak-anak Athena tak boleh bergantung pada
senjata jika ia bisa menggunakan akalnya. Perang dimenangkan dengan
kecerdasan, bukan kekerasan semata.
Sayangnya, pikiran Annabeth tidak sedang dalam kondisi prima.
Kuharap aku tahu apa yang sedang kita hadapi saat ini, gumamnya saat mereka
merayap mendekati bangunan itu. Aku lebih suka melakukan penyelidikan lebih
dahulu mempersenjatai diriku dengan pengetahuan tentang musuh.
Sadie mendengus, Kau kedengaran seperti abangku. Beritahu aku, seberapa sering
monster-monster ini memberimu waktu untuk meng-googling tentang mereka
sebelum mereka menyerang?
Maju terus, kata Sadie, Biarkan kakiku yang berpikir. Dan kalau perlu, hancurkan
musuh sampai menjadi serpihan-serpihan mungil.
Kuanggap itu pujian. Jadi ... bagaimana, kita masuk lewat pintu itu?
Sejumlah anak tangga mengarah ke pintu masuk basement. Sebuah palang kayu
tampak dipaku pada pintu masuk dengan setengah hati supaya tak ada penyusup
yang masuk, tapi pintu itu sendiri tampak sedikit terbuka.
Saat mereka masuk, mereka sadar bahwa mereka pasti mati kalau tadi masuk lewat
pintu lain.
Seluruh interior bangunan ini berubah menjadi gua yang tersusun atas cangkang-
cangkang setinggi tiga puluh lantai, di tengahnya ada sebuah pusaran yang terdiri
dari bata, pipa, papan, dan aneka jenis sampah, berpadu dengan huruf-huruf Yunani
bercahaya, hieroglif, dan gumpalan energi merah yang bersinar bak lampu neon.
Pemandangan itu tampak menakutkan sekaligus indah tornado itu seolah telah
ditangkap dan diberi pencahayaan di pusatnya lalu diletakkan di situ sebagai
pajangan.
Karena mereka memasuki lantai basement, Sadie dan Annabeth dilindungi oleh
sejumlah tangga semacam parit perlindungan dalam beton. Jika mereka sampai
berjalan menuju badai itu di lantai dasar sana, sudah pasti mereka akan tercabik-
cabik.
Annabeth tersentak saat sebuah pipa tembaga berputar hanya beberapa inci dari
kepalanya. Ia menatap puing-puing itu dan mulai menyadari pola-pola seperti yang
sudah ia alami di Duat : pusaran papan kayu dan paku itu berkumpul untuk
membentuk sebuah kerangka platform dan sekelompok batu bata merakit diri seperti
Lego untuk membentuk sebuah lengkungan.
Membangun apa, bencana? tanya Sadie, Tempat ini membuatku ingat dengan
Dimensi Kekacauan. Dan percayalah, itu bukan tempat berlibur favoritku.
Badai ini tak seluruhnya acak, kata Annabeth, Lihat itu? Dan itu? Potongan-
potongan material berkumpul dan membentuk sebuah struktur di dalam bangunan
ini.
Sadie mengerut, Hanya kelihatan seperti batu bata yang diblender menurutku.
Sadie berbisik, Tolong beritahu aku bahwa dia tidak sedang membangun piramid.
Apa saja boleh asal jangan piramid.
Annabeth heran kenapa seorang penyihir Mesir bisa membenci piramid, tapi ia
menganggukkan kepalanya juga, Aku kira ini adalah semacam menara berbentuk
kerucut. Tapi hanya ada satu cara untuk memastikannya.
Tanya pada arsiteknya, Sadie menengadah, menatap apa yang tersisa dari lantai
30.
Pria yang berada di langkan itu tetap bergeming, tapi Annabeth berani bersumpah
pria itu tampak semakin membesar. Sinar merah berputar-putar di sekelilingnya.
Sekilas, ia tampak mengenakan sebuah topi tinggi seperti Abe Lincoln Abraham
Lincoln.
Sadie memanggul ranselnya, Jadi kalau itu si dewa kita yang misterius, di mana .
Tepat pada saat itu, sesosok makhluk berkepala tiga melolong di antara keriuhan. Di
sisi lain bangunan, sebuah pintu metal terbuka dan si monster cangkang melompat
masuk.
Sayangnya, monster ini kini sudah memiliki ketiga kepalanya serigala, singa, dan
anjing. Cangkangnya yang panjang dan berbentuk spiral dihiasi dengan tulisan
Yunani dan hieroglif bersinar. Dengan tidak menghiraukan puing-puing yang
beterbangan itu, monster itu melompat masuk ke dalam badai dengan enam kaki
depannya lalu melompat lagi ke atas. Badai membawanya ke atas, berputar-putar di
antara kekacauan.
Apa?
Dan tiba-tiba saja mereka sudah dikelilingi oleh semacam selubung cahaya.
Segera saja, perisai mereka diuji. Sebuah pisau dapur yang melayang nyaris saja
memenggal kepala mereka, tapi pisau itu segera hancur saat menabrak medan
kekuatan Sadie. Sementara itu bongkahan marmer tampak berputar-putardi
sekeliling mereka.
Brilian, ujar Sadie, Sekarang, pegang tongkat ini selagi aku berubah jadi burung.
Tunggu. Apa?
Sadie memutar bola matanya, Kita berpikir dengan kaki kita, kan? Aku akan terbang
naik ke atas sana dan menghentikan si monster tongkat. Kamu cobalah
mengalihkan perhatian si dewa ... siapapun dia. Ingat, alihkan perhatiannya!
Oke, tapi aku bukan penyihir. Aku tak bisa mempertahankan mantra ini.
Perisai ini akan bertahan selama beberapa menit, selama kamu memegang tongkat
itu.
Annabeth pernah melihat orang-orang yang berubah wujud menjadi hewan sebelum
ini, tapi tetap saja pemandangan itu tidak enak untuk dilihat. Ukuran Sadie mengecil
hingga sepersepuluh dari ukurannya semula. Hidungnya memanjang menjadi
sebentuk paruh. Rambut, pakaian, dan ranselnya meleleh menjadi bulu-bulu burung.
Ia berubah menjadi seekor burung pemangsa kecil mungkin burung layang-layang
mata birunya kini tambak berwarna emas cemerlang. Dengan patung kecil itu
masih tergenggam di cakarnya, Sadie membentangkan sayapnya dan terbang ke
arah badai.
Annabeth meringis saat melihat sekumpulan batu bata menabrak temannya itu tapi
entah mengapa puing-puing itu bergerak begitu saja tanpa membuat Sadie menjadi
bubur bulu. Wujud Sadie tampak berpendar seolah ia tengah bergerak di bawah
lapisan air yang dalam.
Lalu sadarlah Annabeth bahwa Sadie tengah berada di Duat terbang di level
kenyataan yang berbeda.
Kenyataan itu membuat pikiran Annabeth penuh dengan berbagai teori
kemungkinan. Jika para demigod bisa belajar untuk menembus dinding seperti itu,
berjalan lurus menembus monster ...
Tapi itu percakapan untuk lain waktu. Sekarang ia harus bergerak. Ia berlari menaiki
tangga dan masuk ke dalam pusaran. Batang logam dan pipa tembaga
berdentangan ketika membentur medan kekuatannya. Selubung emas itu tampak
bersinar lebih samar setiap kali berbenturan dengan puing-puing.
Hei! ia berseru ke arah langkan yang berada jauh di atasnya, Tuan Dewa
Siapapun Itu!
Sadie si elang masih hidup rupanya, terbang melalui si monster berkepala tiga
selagi monster itu berputar naik. Monster itu sudah setengah jalan menuju puncak
sekarang, kakinya tampak bergerak-gerak dan tubuhnya bersinar lebih terang,
seolah ia tengah menyerap kekuatan tornado itu.
Salah satu pelajaran pertama yang ia pelajari sebagai demigod : nama mengandung
kekuatan. Jangan pernah menyebut nama seorang dewa atau monster kecuali kamu
sudah mempersiapkan diri untuk mengalihkan perhatiannya.
Badai itu melambat. Sekerumunan besar pipa melayang di udara. Awan batu-bata
dan kayu membeku dan menggantung di udara.
Terhenti di tengah tornado, si monster berkapala tiga mencoba untuk berdiri. Sadie
menukik ke atas kepalanya, membuka cakarnya dan menjatuhkan sebuah patung
hewan, yang dalam sekejap saja berubah menjadi seekor unta.
Unta berpunuk satu itu langsung menghantam punggung si monster. Kedua makhluk
itu langsung jatuh menghantam lantai dengan kepala dan kaki yang saling bertaut.
Si monster tongkat berusaha untuk melawan, tapi unta itu berbaring di atasnya
dengan kaki terentang, sambil mengembik dan meludah dan berulah seperti seorang
anak bayi berbobot seribu pound[5] yang rewel.
Dari langkan yang ada di lantai tiga puluh itu, suara seorang pria menggelegar,
SIAPA YANG BERANI MENYELA PERAYAAN KEBANGKITANKU?
Ia tidak terlalu suka melakukan ini demi unta milik orang lain, tapi ia ingin membuat
si dewa tetap sibuk dengan dirinya supaya Sadie bisa ... melakukan apapun yang
ingin dia lakukan. Penyihir muda itu jelas punya banyak trik bagus di balik lengan
bajunya.
Serapis melompat dari langkan tempatnya berpijak. Ia menuruni tiga puluh lantai dan
mendarat mulus dengan kedua kakinya di lantai dasar, ada dalam jangkauan
lemparan pisau Annabeth.
Tinggi Serapis kira-kira lima belas kaki[6]. Ia hanya mengenakan celana renang
bermotif bunga-bunga Hawai. Tubuhnya penuh otot. Kulitnya coklat perunggu dan
dipenuhi dengan tato bersinar yang terdiri atas hieroglif, huruf Yunani, dan bahasa
lain yang tak dikenali Annabeth.
Wajahnya dibingkai oleh rambut panjang, tebal, dan gimbal seperti para pemusik
reggae. Sebentuk jengkot keriting ala Yunani tumbuh memanjang sampai sebatas
bahunya. Matanya hijau laut mirip sekali dengan Percy sehingga Annabeth
merinding dibuatnya.
Biasanya dia tidak suka pria-pria berbulu atau berjenggot, tapi harus dia akui dewa
yang satu ini punya daya tarik tersendiri, seperti seorang peselancar tua yang liar
namun tetap memikat hati.
Sayangnya pesona itu dirusak oleh hiasan kepalanya. Apa yang tadi Annabeth kira
adalah sebuah topi tinggi ternyata adalah sebuah keranjang anyaman berbentuk
silinder yang berhiaskan gambar bunga pansy.
Maaf, kata Annabeth, Apa yang ada di atas kepalamu itu pot bunga?
Uh, benarkah?
Tentu saja! Serapis melotot, Setidaknya dulu begitu, tapi tak lama lagi aku akan
memerintahnya lagi. Tapi siapa dirimu sehingga berani mengkritik penampilanku?
Seorang demigod Yunani dari baumu, membawa pisau perunggu langit dan tongkat
Mesir dari Dewan Kehidupan. Siapa sebenarnya kau ini seorang pahlawan atau
penyihir?
Tangan Annabeth gemetaran. Meski tampak konyol dengan topi pot bunga itu,
Serapis memancarkan kekuatan yang luar biasa. Berdiri sedekat itu dengannya
membuat Annabeth merasa semua yang ada dalam dirinya hati, lambung bahkan
keberaniannya mencair.
Ayo bertahanlah, pikirnya, Kau sudah bertemu banyak dewa-dewi sebelum ini.
Dua puluh kaki di belakang sang dewa, Sadie dalam wujud burung mendarat
dan berubah kembali menjadi wujud manusianya. Ia memberi isyarat pada
Annabeth : jari di depan bibir (sstt), lalu memutar-mutar tangannya (terus ajak dia
bicara) kemudian ia mulai merogoh isi tasnya pelan-pelan.
Annabeth sama sekali tak tahu apa yang sedang temannya itu rencanakan, tapi ia
memaksa dirinya untuk menatap mata Serapis, Siapa bilang aku bukan keduanya
seorang penyihir sekaligus demigod? Sekarang, jelaskan mengapa kau ada di sini.
Wajah Serapis tampak gelap. Lalu, tanpa Annabeth sangka, kepalanya bergoyang
ke belakang dan ia mulai tertawa, menumpahkan lebih banyak biji gandum dari
modiusnya. Aku paham! Kau mencoba membuatku terkesan kan? Apa kau pikir
dirimu cukup layak untuk menjadi pendeta tinggiku?
Annabeth menelan ludah. Hanya ada satu jawaban untuk pertanyaan seperti itu,
Tentu saja aku layak! Kenapa? Karena aku dulu adalah magna mater ibu agung
dari sekte pemuja Athena! Masalahnya ... apa kau cukup layak untuk aku layani?
HA! Serapis menyeringai, Ibu Agung dari sekte pemuja Athena, eh? Mari lihat
seberapa tangguh dirimu.
Sang dewa menjentikkan jarinya dan sebuah bathub melayang di udara, mengarah
ke medan energi Annabeth. Benda porselen itu hancur menjadi serpihan ketika
menabrak selubung emas itu, tapi tongkat Sadie kini menjadi sangat panas sehingga
Annabeth terpaksa melepaskannya. Tongkat kayu putih itu langsung terbakar
menjadi abu.
Oh bagus, pikirnya. Baru dua menit berlalu, ia sudah menghancurkan tongkat milik
Sadie.
Di saat yang sama, Sadie telah mengambil sepotong kapur dari tasnya. Ia
menuliskan sesuatu dengan penuh kegeraman di lantai beton yang ada di belakang
Serapis, mungkin ia sedang menulis epitaf[7] bagus untuk memperingati kematian
mereka yang mungkin sudah di depan mata.
Annabeth berdiri tegak dan menertawakan Serapis, Silakan lempar apa saja
sesukamu, Tuan Serapis. Aku bahkan tak perlu tongkat untuk melindungi diriku.
Kekuatanku sangat-amat hebat! Atau mungkin bisa berhenti menghabiskan waktuku
dan beri aku petunjuk bagaimana aku bisa melayanimu andai saja aku menerima
tawaranmu untuk menjadi pendeta tinggimu yang baru.
Annabeth yakin sekali dewa itu akan menjatuhkan segala isi pusaran itu kepadanya,
dan sudah jelas dirinya tak mampu menghentikan pusaran itu. Ia sempat berpikir
untuk melemparkan pisaunya ke mata sang dewa, seperti yang dulu dilakukan
temannya Rachel untuk mengalihkan perhatian Titan Kronos, tapi Annabeth
tidak percaya diri dengan kemampuan membidiknya.
Akhirnya Serapis mengulaskan senyum penuh arti, Kamu punya keberanian, gadis
kecil. Aku akui itu. Dan kau tampak terburu-buru mencari diriku. Mungkin kau bisa
melayaniku. Kau akan menjadi yang pertama dari sekian banyak yang memberikan
diri kekuatan, hidup, dan setiap bagian dari jiwa mereka kepadaku!
Ia menunjuk ke arah si unta. Sebuah heroglif merah membakar kulit makhluk itu, dan,
diiringi satu kentut pamungkas, unta berpunuk satu malang itu lebur menjadi
tumpukan pasir.
Si monster berkepala tiga akhirnya bisa berdiri dengan keenam kaki depannya
sambil mengibas-ngibaskan pasir yang menempel di tubuhnya.
Well, Tidakkah seharusnya aku ... kau tahulah, mempersembahkan tongkat itu
kepadamu, sebagai pendeta tinggimu! Kita harus melakukan segalanya sesuai
aturan kan?
Annabeth beranjak mendekati monster itu. Sebenarnya monster ini terlalu berat
untuk ia angkat, tapi ia menyelipkan belatinya di sabuknya lalu menggunakan kedua
tangannya untuk mencengkeram ujung bawah cangkang makhluk itu, dan
menyeretnya mundur, menjauh dari si dewa.
Di sisi lain Sadie sudah selesai menggambar sebentuk lingkaran yang ukurannya
setara sebuah hula-hoop di lantai beton. Sekarang ia tengah menghiasinya dengan
sejumlah hieroglif, dengan kapur aneka warna.
Tentu saja Annabeth menjadi sangat frustasi. Oke,santai saja dan selesaikan
gambar itu seindah mungkin!
Si monster tongkat itu melolong dengan nada protes, mungkin karena ia melihat ada
Sadie di belakang sang dewa, yang tengah mempraktekkan teknik-seni-melukis-di-
aspal, dan Serapis sama sekali tak menyadarinya.
Bunga api merah menyala melalui pusaran angin yang membeku. Sebuah jaringan
cahaya menghubungkan sejumlah titik-titik hingga Annabeth bisa melihat garis besar
struktur bangunan yang tengah dibangun Serapis: sebuah menara besar setinggi
tiga ratus kaki, dan dirancang dalam tiga tingkatan bagian bawah yang berbentuk
persegi, tengah berbentuk segi delapan dan atas berbentuk melingkar. Pada
puncaknya berkobar api yang sangat terang, seterang landasan tempa yang dipakai
para Cyclop.
Benar sekali, pendetaku, Serapis berjalan mondar-mandir bak seorang guru yang
tengah mengajar, meskipun celana pendek motif bunganya benar-benar bisa
mengalihkan perhatian murid manapun. Topi keranjang gandumnya terus saja
bergoyang dari satu sisi ke sisi lainnya, menumpahkan sejumlah biji gandum. Entah
bagaimana ia masih juga tidak menyadari kehadiran Sadie yang tengah berjongkok
di belakangnya sambil melukis sejumlah gambar cantik dengan kapurnya.
Alexandria! dewa itu berteriak, Dulu adalah kota terbesar di dunia, perpaduan
sempurna antara Mesir dan Yunani! Di mana aku adalah dewa tertingginya, dan
sekarang aku bangkit kembali. Dan di sini, aku akan membangun ibukota baru!
Serapis berhenti mondar-mandir dan mengelus janggutnya, Kau benar. Nama itu
tidak cocok. Kita perlu menamainya ... Rockandria? Serapaway? Well, kita pikirkan
itu nanti saja! Langkah pertama kita adalah merampungkan mercusuar baruku ini.
Tempat ini akan menjadi mercuar dunia di mana dewa-dewi Yunani dan Mesir
Kuno akan berada di sini untuk melayaniku seperti masa-masa indah yang telah
lampau. Aku akan memakan intisari kehidupan mereka dan menjadi dewa terkuat di
dunia!
Annabeth merasa dirinya seolah baru saja menelan satu sendok makan penuh
garam, Memakan intisari kehidupan mereka. Maksudmu menghancurkan mereka?
Serapis tampak berseri-seri, jelas sekali ia sedang senang. Ya ... Ptolemy. Itu baru
namanya seorang manusia yang punya visi bagus!
Butuh usaha keras bagi Annabeth untuk tidak menatap Sadie, yang telah
menyelesaikan lingkaran sihirnya dan tengah mengetuk-ngetuk deretan hieroglif
dengan jarinya sambil menggumamkan sesuatu seolah-olah hendak menghidupkan
mereka.
Sadie bangkit berdiri dan masuk ke dalam lingkaran sihirnya. Dia membuka selot
kalung peraknya dan mulai mengayunkannya bak sebuah laso.
Tapi Serapis tampak tak terganggu. Selagi dirinya berbicara, tato hieroglif dan huruf
Yunani di kulitnya bersinar lebih terang.
Aku menjadi dewa paling penting bagi orang Yunani dan Mesir! katanya, Dan
seiring dengan makin banyaknya orang yang memujaku, aku mulai menyerap
kekuatan dewa-dewa lama. Perlahan tapi pasti, aku mengambil posisi mereka.
Dunia Bawah? Aku menjadi penguasanya, menggusur baik Hades maupun Osiris. Si
anjing penjaga Cerberus berubah menjadi tongkatku, yang tengah kau pegang itu.
Tiga kepalanya melambangkan masa lalu, masa kini dan masa depan semua yang
akan aku kuasai saat tongkat itu kembali kepadaku.
Demi Hecate, pikir Annabeth, berapa lama lagi sih mantra bodoh itu siap?
Serapis mendengus, Itu tidak penting. Orang yang membangunkanku ... well, punya
delusi berlebihan soal keagungan. Dia pikir bisa mengkontrol diriku hanya karena ia
menemukan beberapa mantra tua di Kitab Thoth.
Di belakang sang dewa, Sadie tampak tersentak seolah seseorang telah memukul
matanya. Tampaknya Kitab Thoth ini punya arti khusus bagi dirinya.
Kau tahu, Serapis melanjutkan, di masa itu Raja Ptolemy tidak cukup puas hanya
dengan menjadikan aku dewa utama. Ia juga ingin menjadi abadi. Ia menyatakan
dirinya sendiri sebagai seorang dewa, tapi sihirnya berbalik menjadi senjata makan
tuan. Sesudah kematiannya, keluarganya menanggung kutukan selama beberapa
generasi. Garis keturunan Ptolemaic melemah dan makin melemah hingga akhirnya
si gadis tolol Cleopatra itu bunuh diri dan menyerahkan segalanya pada orang-orang
Romawi.
Bayangkan saja, demigod cilik, kata Serapis, mercusuar ini akan menarik dewa-
dewi kepadaku bak ngengat tertarik pada sinar lilin. Ketika aku selesai menyerap
kekuatan mereka, aku akan membangun sebuah kota besar. Aku akan membangun
perpustakaan Alexandria yang baru yang berisikan semua pengetahuan dunia kuno,
baik dari Yunani maupun Mesir di dalamnya. Sebagai anak dari Athena, kau pasti
menyukai ini. Sebagai pendeta tinggiku, bayangkanlah semua kekuatan dan
kekuasaan yang akan kau miliki!
Annabeth tak bisa berpura-pura gagasan itu tak menarik baginya. Betapa banyak
pengetahuan dunia kuno yang hancur saat perpustakaan itu terbakar dahulu.
Kau benar, jawab Annabeth serak, Percakapan kita cukup sampai di sini.
[2] Sekitar 9 kg
[3] Kartu pintar satu set kartu yang memuat informasi tentang angka, pengetahuan
umum, atau hal-hal sejenis itu. Biasa digunakan untuk alat bantu belajar.
[7] Kalimat indah yang tertulis di batu nisan untuk mengenang almarhum /
almarhumah.
Part 2
Banyak hal bisa jadi tidak berjalan mulus. Kebanyakan sih begitu.
Annabeth tadinya berharap pisau itu bisa memecahkan cangkang tersebut, atau
mungkin menghancurkan si monster. Tapi yang terjadi, cangkang itu malah
membuat sebuah retakan kecil yang memuntahkan sihir merah sepanas magma.
Annabeth pun terhuyung mundur, matanya perih.
Kalung itu meledak. Sebuah hieroglif perak raksasa, mengurung sang dewa
layaknya peti mati transparan.
Sadie berseru, Aku menamaimu Serapis, dewa dari Alexandria! Dewa yang ... uh,
punya topi aneh dan tongkat berkepala tiga! Aku mengikatmu dengan kuasa Isis!
Ia pun turut menerjang ke arah yang sama, hanya untuk menerima hantaman
sebongkah kayu yang jatuh tepat di kepalanya. Annabeth menghantam lantai
dengan keras, kepalanya berdenyut-denyut, dan tiba-tiba saja lebih banyak lagi
reruntuhan yang jatuh ke arahnya.
Si monster itu telah sampai di kaki Serapis. Annabeth tahu harusnya dia tadi
menusuk salah satu kepala monster itu, tapi ia tidak tega melakukan itu. Ia terlalu
sayang pada hewan, bahkan jika hewan itu adalah bagian dari sihir jahat yang
berusaha membunuhnya. Sekarang semuanya sudah terlambat.
Lingkaran perlindungan Sadie sendiri menguap menjadi segumpal awan uap merah.
Kau hendak mengikatku? Serapis berseru, Kau hendak menamaiku? Kau bahkan
tidak menguasai bahasa yang layak untuk menamaiku, penyihir kecil!
Entah bagaimana Sadie masih bisa berdiri tegak dengan ekspresi menantang di
hadapan Serapis, Baiklah, Tuan Mangkuk Sereal. Kau ingin bahasa yang layak?
HA-DI!
Tapi sang dewa segera menghapus hieroglif itu hanya dengan mengibaskan
sebelah tangannya. Ia menutup kepalan tangannya dan sejumlah asap panas keluar
di antara jari-jarinya, seolah ia baru saja menghancurkan sebuah miniatur mesin uap.
Ia meraih sebuah kayu lapis berbentuk persegi hampir seukuran perisai yang
berada paling dekat dengannya dan mencoba mengingat-ingat pelajaran melempar
frisbee yang ia pelajari dari Perkemahan Blasteran.
GAH!
Annabeth melihat Sadie berada sekitar tiga puluh meter darinya, sudah berdiri tegak
dan secara mengejutkan bergerak menjauh dari Serapis. Yah, setidaknya dia masih
hidup. Tapi Annabeth tahu Sadie akan butuh waktu untuk pulih sepenuhnya.
Anak Athena! sang dewa mengamuk, Aku akan memakan intisari kehidupanmu.
Aku akan menggunakanmu untuk menghancurkan ibu sundalmu! Kau pikir dirimu
bijak? Kau bukan apa-apa dibanding dia yang membangunkan aku, dan dia abhkan
tidak tahu kekuatan apa yang telah ia lepaskan. Tak ada satupun dari kalian yang
berhak mendapatkan mahkota keabadian. Aku menguasai masa lalu, masa kini, dan
masa depan. Aku sendiri yang akan memerintah para dewa!
Saat Serapis menembaki tempatnya berdiri dan mengubah sejumlah toilet menjadi
setumpuk pecahan porselen. Annabeth harus merangkak sepanjang sisa
perjalanannya melintasi ruangan itu.
Ia tengah mencari Sadie ketika sang penyihir muncul dari tempat persembunyiannya,
yang hanya berjarak sepuluh kaki, dan berseru : Suh-FAH!
Annabeth menoleh dan menyaksikan sebuah hieroglif setinggi dua puluh kaki
tampak membara di dinding yang ada di belakang Serapis :
Annabeth terbatuk-batuk karena awan debu yang timbul. Matanya pedih. Ia merasa
baru saja ditanak setengah matang dalam rice cooker tapi saat ia berdiri, ia
tersandung menimpa Sadie.
Sang penyhir muda itu tampak diselimuti debu kapur, seolah-olah ia baru saja
direndam dengan gula halus. Ia menatap lubang besar yang baru saja ia buat di sisi
bangunan itu.
Kamu tadi jenius sekali tahu! Annabeth meremas bahu Sadie, Mantra apa yang
kau pakai tadi?
Longgarkan, kata Sadie, Aku kira ... well, membuat sesuatu jadi berantakan
biasanya lebih mudah daripada menyusunnya.
Seolah setuju dengan perkataan Sadie, terdengar suara berderak dan bergemuruh
dari sisa bangunan itu.
Ayo, Annabeth menggamit tangan Sadie, Kita harus keluar dari sini. Dinding ini .
Fondasi bangunan bergetar dan dari bawah reruntuhan terdengar sebuah raungan
marah. Sinar-sinar merah tampak keluar dari sela-sela reruntuhan.
Jantung Annabeth mencelus, tapi ia tak terlalu terkejut. Dia kan dewa. Dia abadi.
Tangan Serapis yang masih mencengkeram tongkat, keluar dari tumpukan bata dan
papan-papan kayu. Tiga kepala si monster kembali menembakkan uap panas ke
segala arah. Pisau Annabeth masih tampak menancam di cangkang si monster, dan
bekas luka di sekelilingnya memancarkan sejumlah hieroglif, huruf Yunani, dan
sumpah serapah dalam bahasa Inggris berwarna merah membara kata-kata kutuk
dari masa ribuan tahun benar-benar tumpah ruah di sana.
Tiba-tiba saja sebuah gagasan muncul di benaknya, Masa lalu, masa kini, dan
masa depan. Ia mengontrol semuanya.
Kunci semua ini ada pada tongkat itu, kata Annabeth, Kita harus menghancurkan
tongkat itu.
Ya sih, tapi .
Lengan Serapis yang satu lagi telah bebas, kemudian menyusul kepalanya, lalu topi
keranjang bunganya yang sudah retak dan menumpahkan biji-biji gandum. Fresbee
kayu lapis tadi mematahkan hidungnya dan membuat matanya menghitam, dewa itu
kini tampak seperti mengenakan topeng rakun.
Mati kau! ia berseru marah, tepat saat Sadie meneriakkan mantra sekali lagi :
Suh-FAH!
Annabeth segera mundur dan Serapis kembali menjerit, TIDAK! saat seluruh tiga
puluh lantai di atasnya rubuh menimpa dirinya.
Sihir itu tampaknya terlalu berat bagi Sadie. Ia jatuh lemas bak boneka kain dan
Annabeth berhasil menangkapnya hanya sesaat sebelum kepalanya membentur
lantai. Saat sisa-sisa dinding bergetar dan mulai membungkuk ke dalam, Annabeth
pun menggendong gadis muda itu keluar.
Entah bagaimana ia berhasil keluar sebelum seluruh tempat itu runtuh. Annabeth
mendengar suara raungan keras, tapi ia tak yakin apakah itu berasal dari
kehancuran yang ada di belakangnya ataukan suara tulang tengkoraknya yang
terbelah karena rasa sakit dan kelelahan.
Mata Sadie memutar ke atas sehingga irisnya tak tampak, hanya warna putih
matanya saja. Mulutnya menggumamkan sesuatu yang tidak jelas. Kulitnya panas
sehingga Annabeth harus berusaha keras untuk tidak panik. Uap panas tampak
keluar dari lengan si penyihir.
Di atas reruntuhan kereta, para manusia telah menyadari adanya bencana baru.
Aneka kendaraan darurat tampak bergerak menuju apartemen yang runtuh itu.
Sebuah helikopter pers tampak berputar-putar di atas kepala mereka.
Yak, Sadie menggumam, Apa lagi yang harus kita hancurkan setelah ini?
Annabeth terisak lega, Terima kasih pada dewa-dewi, karena kau baik-baik saja.
Kau tadi tampak berasap.
Efek samping, Sadie menggosok debu dari wajahnya, Jika terlalu banyak
menggunakan sihir aku akan terbakar benar-benar terbakar. Apa yang kulakukan
hari ini benar-benar nyaris membuatku bakar diri.
Annabeth mengangguk. Ia tadinya begitu iri pada mantra-mantra keren yang bisa
dikeluarkan oleh Sadie, tapi sekarang ia lega bahwa ia cuma seorang demigod, Tak
ada lagi sihir-sihiran lagi!
Untuk sementara sih tidak, Sadie meringis, Tapi ... Serapis belum kalah kan?
Annabeth menatap lokasi bakal-mercusuar tadi. Ia ingin berpikir bahwa sang dewa
sudah mati, tapi ia tahu itu tidak benar. Ia masih bisa merasakan auranya membuat
gangguan di dunia sekitarnya, menarik-narik jiwanya dan menyerap energinya.
Sadie menggerutu, Kita butuh bala-bantuan. Sayangnya aku tidak punya cukup
energi untuk membuka portal bahkan jika aku bisa menemukan satu di sini. Isis juga
tidak merespon. Ia tahu benar untuk tidak menampakkan diri dan intisari
kehidupannya diserap Si Tuan Mangkuk Sereal. Ia mendesah, Dirimu juga tidak
bisa melakukan panggilan cepat ke demigod lainnya kan?
Ia lalu sadar bahwa ranselnya masih berada di bahunya. Bagaimana benda ini tidak
terlepas saat ia bertarung tadi? Dan kenapa tas ini terasa lebih ringan?
Tak ada balasan, tapi Annabeth tak bisa memikirkan jawaban lainnya. Ibunya telah
mengirimkan bantuan untuk dirinya. Kenyataan ini membuatnya senang sekaligus
takut. Jika Athena sampai ikut campur dalam situasi ini, Serapis pastilah benar-
benar ancaman yang luar biasa tak hanya bagi Annabeth tapi juga bagi para dewa.
Itu topi baseball kan? kata Sadie, Apa itu barang bagus?
A-aku kira iya, kata Annabeth, Saat terakhir aku mengenakan ini, sihirnya tak lagi
bekerja. Tapi jika sihirnya telah kembali ... aku punya rencana. Sekarang saatnya
dirimu yang membuat Serapis sibuk.
Sadie mengernyit, Tidakkah aku sudah bilang kalau aku tak bisa lagi menyihir?
Sadie mengankat sebelah alisnya, Aku pernah diberitahu bahwa hal itu adalah
bakatku yang paling luar biasa.
Sempurna, kata Annabeth, Jadi ini saatnya aku mengajarimu beberapa hal soal
Yunani.
Annabeth bahkan nyaris belum selesai membina Sadie ketika reruntuhan bangunan
itu mulai bergetar, puing-puing meledak ke segala arah, dan Serapis muncul kembali
sambil meraung dan menyumpah-nyumpah.
Para petugas yang kaget berhamburan dari tempat kejadian, tapi mereka tampaknya
tidak menyadari adanya seorang dewa setinggi lima belas kaki bergerak menjauhi
reruntuhan. Tongkat berkepala tiganya memuntahkan uap dan berkas merah ke
langit.
*****
Mungkin, eh?
Jika aku bisa minum ramuan penyembuhmu, kau pasti juga bisa makan ambrosia.
Bersulang, kalau begitu, Sadie menggigit sepotong dan pipinya pun kembali
merona, sorot matanya kembali cerah, Terasa seperti roti scone buatan nenekku.
Sayang sekali, Sadie menggigit sekali lagi dan menelan ambrosia itu, Scone
buatan nenekku selalu gosong dan rasanya agak ... mengerikan. Ah itu dia teman
kita.
Mata Sadie membelalak, Bagus sekali. Sekarang kau tak kasat mata. Kau tak akan
muali menghasilkan percikan api kan?
Oh ... abangku dulu pernah menggunakan sihir tak kasat mata dan ... sihirnya tidak
berjalan mulus. Ngomong-ngomong, semoga beruntung.
Kau juga.
Annabeth berlari ke satu sisi selagi Sadie melambaikan tangannya dan berseru, Oi,
Serapis!
Annabeth berlari mengejar Serapis, yang akhirnya bertemu dengan Sadie di tepian
pantai.
Untungnya, ucapan dalam bahasa Yunani kuno itu sudah cukup untuk membuat
Serapis terdiam. Sang dewa bergidik, tongkat berkepala tiganya masih terangkat.
Apa yang kau .
Isis, dengarkan aku! Sadie melanjutkan, Athena, bantulah aku! ia terus saja
mengoceh, kadang dalam bahasa Yunani, kadang bahasa Mesir kuno.
Sudah selesai? tanya Serapis, Apa sih yang kamu bicarakan, gadis cilik? Ah
sudahlah, aku akan menghancurkanmu sekarang.
Dan jika kau lakukan itu, Sadie memperingatkan, kau akan mengaktifkan garis
kematian yang akan membuatmu menjadi sesuatu yang terlupakan.
Garis kematian? Tak ada benda semacam itu! Serapis menurunkan tongkatnya.
Tiga kepala hewan itu kini sejajar dengan mata Annabeth.
Tapi kenapa masa depan harus berbentuk seekor anjing? Labrador hitam itu tampak
tidak berbahaya dibandingkan kepala lainnya. Dengan bola matanya yang besar dan
berwarna emas serta cuping telinganya yang terlipat, kepala itu malah mengingatkan
Annabeth akan aneka hewan peliharaan lucu yang pernah ia temui.
Itu bukan hewan betulan, ia berkata pada dirinya sendiri. Itu adalah bagian dari
sebuah tongkat sihir.
Tapi saat ia tiba pada posisi menyerang, lengannya tiba-tiba menjadi berat. Ia tak
bisa menatap si anjing tanpa merasa bersalah.
Si anjing seolah mengatakan, Hei, masa depan adalah sesuatu yang baik. Aku
hewan lucu dan buluku halus!
Ibuku, Ruby Kane, Sadie berkata pada Serapis, ia mengorbankan hidupnya untuk
menyegel Apopis di Duat. Apopis, kau dengar? Makhluk yang usianya ribuan tahun
lebih tua darimu dan lebih kuat. Jadi jika kau pikir aku akan membiarkan seorang
dewa kelas dua hendak menguasai dunia, pikirkan lagi!
Amarah di nada suaranya sama sekali tidak dibuat-buat, dan tiba-tiba saja Annabeth
merasa lega karena telah membiarkan Sadie menghadapi Serapis. Si penyihir itu
bisa menjadi sangat menakutkan kalau ia mau.
Semoga beruntung, kata Sadie, Aku telah mengikatmu dengan sihir dari Yunani
dan Mesir, sihir yang amat kuat dan mampu menyerakkan atom-atom penyusun
dirimu ke angkasa luar.
Kau bohong! Serapis berteriak, Aku tak merasakan mantra apapun melekat
padaku. Bahkan dia yang memanggilku kemari tak punya sihir seperti itu.
Sementara itu, Sadie tampak sedang tertawa gagah, Dia yang memanggilmu?
Maksudmu si tukang tipu tua bernama Setne itu?
Annabeth tidah tahu-menahu soal nama itu, tapi Serapis jelas-jelas tahu. Udara di
sekitarnya tampak beriak karena suhu panas. Sang singa menggeram dan sang
serigala memamerkan gigi-giginya.
Oh ya, Sadie melanjutkan perkataanya, Aku kenal baik dengan si Setne ini. Kukira
dia tidak memberitahumu siapa yang membiarkannya kembali ke dunia. Ia bisa
hidup hanya karena aku mengampuninya. Kau pikir sihirnya hebat? Coba saja kau
serang aku sekarang. Lakukan SEKARANG!
Annabeth terhenyak. Ia sadar bahwa Sadie barusan bicara padanya, bukan pada
sang dewa. Gertak sambal ini sudah mulai tidak efektif. Ia sudah kehabisan waktu.
Alih-alih demikian, pisau itu malah terserap ke dalam leher si anjing seperti sebuah
penjepit kertas yang dihisap masuk ke dalam vacuum cleaner.Annabeth bahkan tak
sempat melihatnya terhisap.
Merampas masa depanmu, kata Annabeth, Tanpa itu, kau bukan siapa-siapa.
Tongkat itu terbelah dan memancarkan suhu yang luar biasa panas sehingga
Annabeth merasa rambut-rambut halus di lengannya terbakar. Ia merangkak mundur
melalui perbukitan pasir saat kepala singa dan serigala juga turut terhisap ke dalam
cangkang. Seluruh tongkat itu kini berubah wujudnya menjadi sebuah bola api di
tagan sang dewa.
Serapis mencoba untuk melepaskannya namun itu hanya membuat bola api itu
bersinarmakin terang. Jari-jarinya tampak melengkung ke dalam. Tangannya
terhisap. Seluruh lengannya turut menyusul kemudian dan menguap saat dihisap ke
dalam bola api membara itu.
Aku tak dapat dihancurkan! Serapis berseru, Aku adalah puncak dari kedua dunia
kalian! Tanpa bimbinganku, kalian takkan mampu mendapatkan mahkotanya! Kalian
semua akan binasa! Kalian akan .
Bola api itu membesar dan menghisap sang dewa ke dalam pusarannya. Lalu benda
itu mengecil dan menghilang seolah tidak pernah ada.
*****
Mereka berdua duduk di pantai saat matahari terbenam, menatap ombak dan
mendengarkan sirene mobil-mobil pemadam kebakaran di belakang mereka.
Annabeth menyesap Ribenanya minuman asal Inggris yang Sadie panggil dari
tempat penyimpanan pribadinya di Duat.
Karena sangat haus, Ribena itu terasa lebih nikmat daripada nektar.
Sadie sendiri tampak lebih baik sekarang. Ambrosia itu benar-benar manjur.
Sekarang ia tak lagi tampak seperti orang di ambang pintu kematian, ia hanya
tampak seperti ditabrak sekawanan bagal.
Sadie mengerutkan hidungnya, Ceritanya panjang. Dia penyihir jahat yang bangkit
kembali dari kematian.
Oh, aku benci kala orang jahat bangkit dari antara orang mati. Kau bilang ... kau
membiarkannya bebas?
Well, aku dan abangku butuh bantuannya. Saat itu, kami tak punya banyak pilihan.
Pokoknya, Setne berhasil kabur membawa Kitab Thoth buku kumpulan mantra
paling berbahaya di dunia.
Masuk akal, Sadie mengangkat bahu, Monster buaya yang dilawan abangku dan
pacarmu beberapa waktu yang lalu, Putra Dewa Sobek ... aku tak terlalu terkejut
kalau itu adalah salah satu hasil eksperimen Setne. Ia mencoba menggabungkan
sihir Yunani dan sihir Mesir.
Setelah hari berat yang baru saja ia jalani, Annabeth rasanya ingin memakai topi
tembus pandangnya, merangkak masuk ke dalam sebuah lubang, dan tidur
selamanya. Ia sudah cukup menyelamatkan dunia. Ia tak ingin lagi memikirkan
ancaman potensial lainnya. Namun ia juga tak bisa mengabaikannya begitu saja. Ia
meraba pinggiran topi Yankee-nya dan berpikir mengapa ibunya memberikan benda
ini lagi kepadanya dengan sihir yang telah dipulihkan.
Athena tampaknya mengirim pesan : Selalu ada ancaman yang terlalu kuat untuk
dihadapi secara langsung. Urusanmu dengan dunia tak terlihat beum selesai. Kamu
harus melangkah lebih hati-hati sekarang.
Angin yang berhembus dari laut tiba-tiba terasa dingin. Baunya tak lagi seperti udara
laut yang segar, lebih mirip seperti reruntuhan yang terbakar.
Seorang dewa, Sadie bergidik, Si tua bangka bercawat dan berambut Elvis itu?
Sungguh mengerikan.
Sadie tertawa getir, Oh tidak. Dia hanya sedang bermain-main dengan kami
sekarang. Putra Sobek ... Serapis. Aku bertaruh Setne merencanakan dua peristiwa
ini hanya untuk melihat apa yang akan terjadi, bagaimana para demigod dan para
penyihir akan bereaksi. Ia tengah menguji sihir barunya, dan kemampuan kita
sebelum dia menunjukkan kekuatannya yang sebenarnya.
Dia takkan berhasil, kata Annabeth penuh harap, Tak ada seorangpun bisa
membuat dirinya menjadi dewa hanya dengan merapal mantra.
Ekspresi Sadie tampak tidak yakin, Aku harap kau benar. Karena adanya seorang
dewa yang tahu sihir dari Yunani dan Mesir, yang bisa mengontrol kedua dunia ini ...
sungguh-sungguh tak bisa kubayangkan.
Perut Annabeth bergejolak seperti baru saja belajar posisi yoga yang baru. Di setiap
perang, perencanaan yang matang selalu lebih penting daripada kekuatan semata.
Jika Setne ini telah mengatur pertempuran Percy dan Carter dengan si buaya, jika ia
sudah merencanakan kebangkitan Serapis sehingga menarik Sadie dan Annabeth
untuk menghadapinya ... Seorang musuh yang merencanakan segalanya dengan
matang akan sangat sulit untuk dihentikan.
Annabeth mengerutkan kening, Aku tidak tahu istilah itu. Apa tadi? Shent?
Sadie mengejanya, Mahkota Mesir, bentuknya mirip pin bowling. Bukan gaya
fashion yang bagus sebenarnya, tapi pschent menyertai seorang pharaoh dengan
kekuatan ilahiahnya. Jika Setne mencoba membuat ulang sihir-menjadi-dewa milik
raja-raja kuno, aku bertaruh sebesar lima pound dan sepiring roti scone gosong
buatan nenekku bahwa ia tengah mencoba menemukan mahkota Ptolemy.
Benar, Sadie menyesap Ribenanya, Aku akan kembali ke Rumah Brooklyn. Dan
setelah meninju abangku karena tidak jujur soal keberadaan kalian para demigod,
aku akan memerintahkan tim riset kami untuk mencari tahu segala sesuatu tentang
Ptolemy. Mungkin saja mahkotanya masih berada di entah museum mana, Sadie
mengerutkan bibirnya, Meskipun aku benci museum.
Hari ini Serapis nyaris saja menghabisi Annabeth dan Sadie. Ia mengancam akan
menggunakan mereka sebagai pintu gerbang untuk memanggil Athena dan Isis
pada kehancuran mereka.
Mata Sadie berkilat-kilat, seolah ia memikirkan hal yang sama, Kita tak bisa
membiarkan Setne terus bereksperimen. Ia bisa mengoyak dunia kita jadi dua. Kita
harus temukan mahkota ini, atau .
Matanya menatap langit dan kata-katanya terhenti, Ah, tumpanganku sudah datang.
Annabeth menoleh. Untuk sesaat ia mengira kapal Argo II turun dari awan, tapi yang
turun ternyata jenis kapal terbang yang lain kapal Mesir yang ukurannya lebih kecil,
dibuat dari alang-alang papirus, dengan gambar mata di haluannya dan layar yang
digambari simbol tyet.
Sadie bangkit dan membersihkan pasir dari celana panjangnya, Mau kuantar
pulang?
Sadie tampak terkejut, Sungguh? Aku nggak pernah memperhatikan. Oke, jadi aku
nggak boleh mengirimkan foto-foto selfieku di Instagram ya?
Sebaiknya jangan.
Annabeth sedikit kaget dipeluk oleh seorang gadis yang baru saja ia temui gadis
yang bisa saja mengira Annabeth adalah musuhnya. Tapi isyarat itu membuatnya
merasa lebih baik. Dalam situasi hidup-dan-mati, Annabeth belajar hal baru : kau
bisa cepat akrab dengan orang lain.
Selalu, Sadie naik ke atas kapalnya dan kapal itu mulai bergerak menuju lautan.
Kabut tiba-tiba datang entah dari mana, berkumpul di sekeliling kapal. Ketika kabut
itu menipis, baik kapal itu maupun Sadie Kane telah pergi.
Annabeth menatap lautan lepas. Ia berpikir tentang Kabut dan Duat serta
bagaimana mereka saling terhubung.
Dan lebih-lebih ia berpikir mengenai tongkat Serapis, dan lolongan si anjing hitam
yang hewan itu keluarkan saat ia menusuknya dengan pisaunya.
Tapi di suatu tempat di luar sana, seorang penyihir bernama Setne punya gagasan
lain. Jika Annabeth harus menghentikannya, ia harus membuat rencana untuk itu.
Gadis itu membalikkan badan dan berjalan melalui pantai, bergerak ke timur untuk
sebuah perjalanan panjang ke Perkemahan Blasteran.
==00==
Penulis : Rick Riordan