Anda di halaman 1dari 19

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN LAPORAN KASUS & REFERAT

UNIVERSITAS HASANUDDIN NOVEMBER 2010

GAGAL GINJAL KRONIK EC NEFROPATI


OBSTRUKSI

OLEH:

ISMIRAWATI

C11107170

Pembimbing:

dr. Suryani Alimuddin

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2010
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

NAMA : ISMIRAWATI

STAMBUK : C11107170

FAKULTAS : FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS : HASANUDDIN (UNHAS)

Telah menyelesaikan referat dan laporan kasus dengan judul GAGAL GINJAL
KRONIK EC NEFROPATI OBSTRUKSI

Yang merupakan tugas kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, November 2010

Mengetahui,

Pembimbing, Coass,

(dr. SURYANI ALIMUDDIN) ( ISMIRAWATI )


DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAAN.....
....i

DAFTAR ISIii

PENDAHULUAN........1

ETIOLOGI............2

EPIDEMIOLOGI......3

PATOGENESIS ..4

DIAGNOSIS.........5

DIAGNOSIS BANDING..9

KOMPLIKASI.......9

PENGOBATAN....9

PROGNOSIS...11

KASUS............12

DISKUSI..........21

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

DEFINISI

Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu proses patofisiologis dengan


etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan
pada umumnya berakhir dengan ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu
keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel,
pada suatu derajat yang memerlukan terapi ginjal yang tetap, berupa dialisis atau
transplantasi ginjal.1

Suatu gagal ginjal kronik dapat didiagnosis apabila memenuhi kriteria


sebagai berikut1,4

1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari tiga bulan, berupa kelainan struktural
atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG),
dengan manifestasi:
Kelainan patologis
Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah
atau urin, atau kelainan dalam pencitraan
2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,732 m 2 selama tiga
bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.

KLASIFIKASI

Klasifikasi gagal ginjal kronik didasarkan atas dua hal, yaitu atas dasar
derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar
LGF dihitung dengan mempergunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut:1

(140umur ) x berat badan


LFG (ml/mnt/1,73 m2) 72 x kreatinin plasma( mg )
dl

*) pada perempuan dikalikan 0,85


Gagal ginjal ditandai dengan penurunan Glomerulus Filtration Rate (GFR)
< 60 mL/min/1.73 m2 selama tiga bulan atau lebih. The Kidney Disease
Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) mengklasifikasikan GGK menjadi empat
stage, yaitu2

Stage 1: Kidney damage with normal or increased GFR (>90


mL/min/1.73 m2)

Stage 2: Mild reduction in GFR (60-89 mL/min/1.73 m2)

Stage 3: Moderate reduction in GFR (30-59 mL/min/1.73 m2)

Stage 4: Severe reduction in GFR (15-29 mL/min/1.73 m2)

Stage 5: Kidney failure (GFR <15 mL/min/1.73 m2 or dialysis)

Adapun klasifikasi gagal ginjal kronik atas dasar diagnosis yaitu:1

Penyakit Tipe mayor (contoh)


Penyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan 2
Penyakit ginjal non diabetes Penyakit glomerular (penyakit
autoimun, infeksi sistemik, obat,
neoplasia)
Penyakit vaskuler (penyakit
pembuluh darah besar, hipertensi,
mikroangiopati)
Penyakit tubulointerstisial
(pielonefritis kronik, batu, obstruksi,
keracunan obat)
Penyakit kistik (ginjal polikistik)
Rejeksi kronik
Keracunan obat
Penyakit pada transplantasi
(siklosporin/takrolimus)
Penyakit rekuren (glomerular)
Transplant glomerulopathy
EPIDEMIOLOGI

Di Amerika Serikat, data tahun 1995 1999 menyatakan insidens penyakit


ginjal kronik diperkirakan 100 kasus per juta penduduk per tahun dan angka ini
meningkat sekitar 85% setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta,
diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal per tahunnya. Di negara
negara berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40 60 kasus per juta
per tahun. Selanjutnya, prevalensi gagal ginjal kronik stadium 1 4 meningkat
dari 10% pada tahun 1988 1994 hingga 13,1% pada tahun 1999 2004.
Peningkatan ini seiring dengan bertambahnya prevalensi diabetes dan hipertensi,
penyebab paling sering dari gagal ginjal.1

Laporan studi epidemiologi klinik di Indonesia ternyata gagal ginjal


terminal akibat lanjut dari gagal ginjal kronik menempati urutan pertama dari
semua penyakit ginjal, khususnya bidang nefrologi.4

ETIOLOGI

Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak
massa nefron ginjal. Sebagian besar penyakit ini merupakan penyakit parenkim
ginjal difus dan bilateral, meskipun lesi obstruktif pada traktus urinarius juga bisa
menyebabkan gagal ginjal kronik. Pada awalnya, beberapa penyakit ginjal
terutama menyerang glomerulus (glomerulonefritis), sedangkan jenis yang lain
terutama menyerang tubulus ginjal (pielonefritis atau penyakit polikistik ginjal)
atau dapat juga mengganggu perfusi darah pada parenkim ginjal (nefrosklerosis).
Namun, bila proses penyakit tidak dihambat, maka pada semua kasus seluruh
nefron akhirnya hancur dan diganti dengan jaringan parut. 3 Di antara penyebab
GGK yang paling sering adalah hipertensi dan diabetes. Adapun penyebab lain
dari GGK antara lain,4,5,6,7

Penyakit ginjal herediter


Defek pada ginjal, misalnya Polycistic Kidney Disease
Obat obatan yang bersifat nefrotoksik, seperti tetrasiklin
Pengaruh bahan kimia yang bersifat toksik
Autoimun, misalnya Systemic Lupus Erythematous
Trauma
Glomerulonefritis
Batu ginjal (uropati obstruktif) dan infeksi

Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) mencatat penyebab gagal ginjal


yang menjalani hemodialisis di Indonesia sebagai berikut:1

Penyebab Insiden
Glomerulonefritis 46,39%
Diabetes Melitus 18,65%
Obstruksi dan Infeksi 12,85%
Hipertensi 8,46%
Sebab lain 13,65%

Ada beberapa keadaan yang dapat memperberat gagal ginjal kronik, selain
penyakit/kelainan yang mendasari, yaitu:2

1. Hipertensi sistemik
2. Adanya nefrotoksin atau penurunan perfusi ginjal
3. Proteinuria
4. Hiperlipidemia
5. Hiperfosfatemia
6. Merokok

PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI

Patofisiologi gagal ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit


yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi
kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural
dan fungsional nefron yang masih tersisa sebagai upaya kompensasi, yang
diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factor. Hal ini
menyebabkan terjadinya hiperinflasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan
kepiler dan aliran darah glomerulus. Proses ini berlangsung singkat yang akhirnya
diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif walaupun penyakit
dasarnya sudah tidak aktif lagi.1

Urutan peristiwa dalam patofisiologi gagal ginjal progresif dapat diuraikan


dari segi hipotesis nefron yang utuh. Meskipun gagal ginjal kronik terus
berlangsung, namun jumlah zat terlarut yang harus diekskresi oleh ginjal untuk
mempertahankan homeostasis tidaklah berubah, meskipun jumlah nefron yang
bertugas melakukan fungsi tersebut sudah menurun secara progresif. Dua adaptasi
penting yang dilakukan oleh ginjal sebagai respon terhadap ancaman
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Sisa nefron yang ada mengalami
hipertrofi dalam usahanya untuk melaksanakan seluruh beban kerja ginjal. Terjadi
peningkatan kecepatan filtrasi, beban zat terlarut dan reabsorpsi tubulus dalam
setiap nefron meskipun GFR untuk seluruh massa nefron yang terdapat dalam
ginjal turun di bawah nilai normal.3

Adanya peningkatan aktivitas aksis renin angiotensin aldosteron


intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis,
dan progresifitas tersebut. Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap
terjadinya progresifitas gagal ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi,
hipoglikemia, dislipidemia.1

Pada stadium paling dini, terjadi kehilangan daya cadang ginjal, pada
keadaan mana basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara
perlahan tetapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif yang
ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG
sebesar 60% pasien masih belum merasakan (asimtomatik), tetapi sudah terjadi
peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%,
mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu
makan kurang, dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30%,
pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia,
peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus,
mual, muntah, dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti
infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi saluran cerna. Juga
akan terjadi gangguan keseimbangan elektrolit antara lain, natrium dan kalium,
gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia. Pada LFG di bawah
15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah
memerlukan terapi pengganti ginjal, antara lain dialisis atau transplantasi ginjal.
Pada keadaan ini, pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.1

GAMBARAN KLINIK

Penderita GGK tahap awal biasanya tidak memberikan gejala. Pada psien
yang fungsi ginjalnya sudah memburuk, gejala yang biasanya timbul antara
lain,4,5,6,7

Perasaan selalu ingin berkemih, terutama pada malam hari


Susah atau nyeri pada saat berkemih
Merasa lelah
Gatal dan kulit kering
Sakit kepala
Berat badan menurun
Mual dan muntah

Edema pada palpebra, kaki, dan tangan

Gangguan sikap dan konsentrasi

Kram kram pada otot

Perdarahan abnormal

Bau pernapasan khas

Nyeri tulang, osteomalasia

Pasien gagal ginjal kronik dengan ureum darah kurang dari 150 mg%
biasanya tanpa keluhan maupun gejala dan seringkali ditemukan kebetulan pada
pemeriksaan rutin. Gambaran klinik makin nyata bila ureum darah lebih dari 200
mg%. Seperti diketahui, ureum darah bukan satu satunya penyebab gambaran
klinik gagal ginjal kronik. Konsentrasi ureum darah merupakan indikator adanya
retensi sisa sisa metabolisme protein yang termasuk dalam golongan dialyzable
dan non-dialyzable substances.4

Pada gagal ginjal kronik tingkat awal dengan LFG kurang dari 25% dari
normal, gambaran klinik sangat minimal. Kelainan yang sering ditemukan hanya
albuminuria, hiperurikemia, dan hipertensi.4

Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat
komplek, meliputi kelainan kelainan berbagai organ seperti; hemopoeitik, mata,
kulit, selaput serosa, psikiatri dan neurologi, dan sistem kardiopulmonal.4

1. Kelainan hemopoeisis
Anemia normokrom normositer (MCHC 32 36%) dan normositer
(MCV 78 94 CU), sering ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik.
Anemia sangat bervariasi bila ureum darah lebih dari 100 mg% atau
penjernihan kreatinin kurang dari 25 ml per menit.

2. Kelainan saluran cerna


Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien
gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesisnya belum
jelas tetapi diduga ada kaitannya dengan pembentukan amonia (NH3) yang
menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus. Hiccup
sering mengganggu dan sulit diatasi kecuali dengan rangsangan selaput faring.
Stomatitis azotemia ditandai dengan mukosa kering disertai lesi ulserasi luas,
dinamakan bright red stomatitis yang disebabkan oleh sekresi cairan saliva
yang mengandung banyak urea. Pankreatitis tidak jarang dijumpai pada gagal
ginjal kronik dan diduga mempunyai hubungan dengan gangguan sekresi
enzim amilase.
3. Kelainan mata
Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil
pasien gagal ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari
mendapat pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat, misal hemodialisis.
Kelainan saraf mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis, dan pupil
asimetris. Kelainan retina mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia
yang sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik.
4. Kelainan kulit
Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan
diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini
akan segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering
dan bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan
dinamakan urea frost. Easy bruishing tidak jarang ditemukan pada beberapa
pasien gagal ginjal kronik dan diduga mempunyai hubungan dengan gangguan
faal trombosit dan kenaikan permeabilitas kapiler kapiler pembuluh darah.
5. Kelainan selaput serosa
Pleuritis dan perikarditis sering ditemukan pada penderita gagal ginjal
stadium terminal. Kelainan selaput serosa merupakan salah satu indikasi
mutlak untuk segera dilakukan dialisis. Cairan rongga pleura maupun perikard
biasanya berdarah dengan jumlah trombosit kurang dari 10.000 mm3.
Perikarditis tidak jarang dijumpai pada beberapa pasien yang sedang
menjalani hemodialisis intermiten, patogenesisnya belum jelasdan dikenal
sebagai pericarditis associated with hemodialysis.
6. Kelainan neuropsikiatri
Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi, labil, dilusi, insomnia,
depresi, kelainan mental berat seperti konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan
gejala psikosis.
Kejang otot sering ditemukan pada pasien yang sudah berat, misalnya
koma. Konvulsi atau kejang yang terdapat pada pasien gagal ginjal kronik
mungkin disebabkan beberapa faktor:
Hiponatremia menyebabkan sembab jaringan otak
Ensefalopati hipertensif
Tetani hipokalsemia
Keadaan azotemia sendiri
7. Kelainan sistem kardiopulmonal
Patogenesis GJK pada GGK sangat komplek. Beberapa faktor seperti
anemia, hipertensi, aterosklerosis, penyebaran kalsifikasi mengenai sistem
vaskuler sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik terutama pada
stadium terminal, dapat menyebabkan gagal faal jantung. Gejala jantung yang
berhubungan dengan anemia dinamakan high output heart failure.
Patogenesis hipertensi ginjal sangat komplek, banyak faktor turut
memegang peranan seperti keseimbangan natrium, aktivitas RAA, penurunan
zat dipresor dari medula ginjal, aktivitas sistem saraf simpatis, dan faktor
hemodinamik lainnya seperti cardiac output dan hipokalsemia. Retensi Na+
dan sekresi renin menyebabkan kelainan volume plasma (VP) dan volume
cairan ekstraseluler (VCES). Ekspansi VP akan mempertinggi tekanan
pengisian jantung (cardiac filling pressure) dan cardiac output (COP).
Kenaikan COP akan mempertinngi tonus arteriol sehingga tahanan perifer
meningkat. Pada pasien pasien dengan azotemia, mekanisme bufer dari sinus
karotikus bufer yang mengatur tekanan darah manusia tidak berfaal lagi
untuk mengatur tekanan darah karena telah terjadi perubahan mengenai
volume dan tonus pembuluh darah arteriol. Sekitar 10% hipertensi yang
terdapat pada gagal ginjal kronik berhubungan dengan aktivasi sistem renin
angiotensin aldosteron (RAA).
Gambaran radiologik paru azotemia (uremic lung) sangat khas dan
dinamakan butterfly atau bat wing distribution. Paru azotemia merupakan
indikasi mutlak untuk segera dilakukan dialisis.

PENDEKATAN DIAGNOSIS

1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik

BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. M
Umur : 64 tahun
Jenis Kelamin : Laki laki
No. RM : 444878
Alamat : Desa Mongcongbori Pundata
Ruangan : LIBB K4/III RSWS
Tanggal Masuk RS : 18 Oktober 2010
Pekerjaan : Petani
II. ANAMNESIS
Anamnesis : Autoanamnesis
Keluhan Utama : Nyeri saat berkemih
Anamnesis Terpimpin:
Rasa nyeri dialami sejak kurang lebih 1 bulan sebelum masuk
rumah sakit, nyeri bertambah berat sejak 2 hari sebelum masuk
rumah sakit. Nyeri dirasakan sepanjang berkemih.
BAK berpasir dan berwarna merah.
BAB belum selama 10 hari.
Demam (-), menggigil (-), mual (-), muntah (-), sesak (-).
Nafsu makan kesan menurun.

Riwayat Penyakit Sebelumnya:

Riwayat Hipertensi (-)


Riwayat Diabetes Mellitus (-)
Riwayat asam urat tidak diketahui (-)
Riwayat nyeri lutut dan kram (+)
Riwayat merokok (+)

STATUS PRESENT

Sakit sedang
Gizi cukup, BB=46 kg; TB=160 cm; IMT=17,97 kg/m2
Komposmentis

TANDA VITAL

Tensi : 130/70 mmHg


Nadi : 82 kali/menit
Pernapasan : 20 kali/menit Tipe: Abdominal
Suhu : 36,70C

PEMERIKSAAN FISIS
Kepala:

Ekspressi : Normal
Simetris Muka : Simetris
Deformitas : (-)
Rambut : Hitam, sukar dicabut

Mata:

Eksoptalmus/ Enoptalmus : (-)


Kelopak mata : normal, tidak ditemukan kelainan.
Konjungtiva : anemis (+)
Sklera : ikterus (-)
Kornea : reflex cahaya (+)/(+).
Pupil : isokor, diameter 2,5 mm / 2,5 mm.

Telinga:

Tophi : (-)
Pendengaran : normal
Nyeri tekan di proc. Mastoideus : (-)

Hidung:

Perdarahan : (-)
Sekret : (-)

Mulut:

Oral ulcer : (-)


Gigi geligi : caries (-)
Gusi : perdarahan (-)
Tonsil : T1/T1, dalam batas normal
Pharynx : Hiperemis (-)

Leher:

Kelenjar getah bening : tanpa pembesaran


Kelenjar gondok : tanpa pembesaran
DVS : R+1 cmH2O
Pembuluh darah : pulsasi (+), dilatasi (-)
Kaku kuduk : tidak ada
Tumor : tidak ditemukan

Dada:

Inspeksi : sela iga tampak, simetris kiri dan kanan


Bentuk : normochest
Buah dada : simetris
Sela Iga : tidak ada pelebaran sela iga

Paru:

Palpasi : Fremitus Raba : simetris kiri dan kanan


Nyeri tekan : (-)
Perkusi : Paru kiri : sonor
Paru kanan : sonor
Batas Paru Hepar : sela iga V depan dextra
Batas Paru belakang kanan : vertebra thoracal IX
Batas Paru belakang kiri : vertebra thoracal X
Auskultasi : Bunyi pernapasan vesikuler
Bunyi Tambahan (-)

Jantung:

Inspeksi : ictus cordis tidak nampak


Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V linea medio clavikularis
sinistra sinistra
Perkusi : pekak, batas jantung kesan normal (batas jantung kanan
terletak pada linea sternalis kanan, batas jantung kiri sesuai dengan ictus
cordis terletak pada sela iga 5-6 linea medioclavikularis kiri)
Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni reguler
Bunyi tambahan : (-)

Abdomen:

Inspeksi : Datar, ikut gerak napas


Auskultasi : Peristaltik (+)
Palpasi : NT (-), MT (-), H/L: tidak teraba
Perkusi :Tympani

Punggung:
Inspeksi : Simetris kiri kanan
Palpasi : NT (-), MT (-)
Nyeri ketok : (-)

Ekstremitas:

Edema (-)/(-)

RT:

Sfingter : mencekik
Mukosa : licin
Ampula berisi feses
Handschoen :
o Feses (+) warna coklat
o Darah (-)
o Lendir (-)

Pemeriksaan Lab:

SGOT 29u/l
SGPT 19u/l
Ureum 455 mg/dl
Kreatinin 17.6 mg/dl
Natrium 132 mmol/l
Kalium 3,3 mmol/l
Klorida 101 mmol/l
GDS 187 mg/dl
Asam urat 16,2

DIAGNOSIS SEMENTARA:

Akut on CKD
Konstipasi

DIAGNOSIS DIFERENSIAL:

CKD stage V ec nefropathy obstruksi

PENATALAKSANAAN
Diet renndah protein, rendah purin, rendah kalium, rendah garam
IVFD Nacl 0,9% 10 tpm
Dulcolax supp 0 0 2

RENCANA PEMERIKSAAN

HbA1c
Urinalisis
Foto thorax PA
Konsul subdivisi GH
Konsul bedah urologi
Rencana transfusi PRC 2 bag (bersamaan HD)
Rencana HD (keluarga masih merundingkan)

FOLLOW UP

Tanggal Perjalanan Penyakit Instruksi Dokter


19/10/2010 Perawatan hari II - Diit rendah garam, rendah
T : 160/80 KU: lemah purin, rendah kalium
N : 72x/i S : sakit BAK (+), BAB belum 10- Diet rendah protein 0,6
P : 18x/i hari g/kgBB/hari
S : 36,70C O : SS/GC/CM - Amlodipine 10 mg 1-0-0
- IVFD Nacl 0,9% 10 tpm
Anemis (+), ikterus (-), sianosis (-)
Thorax: BP vesikuler, BT (-)
Abdomen: peristaltik (+) kesan N
Ext: edema (-)
1. IPD
2. www.emedicine.medscape.com
3. Patofis
4. Buku nefro
5. www.nlm.nih.gov
6. www.kidney.niddk.nih.gov
7. www.kidney.org
8.

Anda mungkin juga menyukai