Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

Nama : Tn. J RM : 198675


Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 37 tahun
Agama : Islam
Suku : Bugis
Bangsa : Indonesia
Alamat : Maros
Status : Menikah
MRS : 8 Mei 2016

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama : nyeri saat berkemih

RIWAYAT PENYAKIT
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien masuk RS dengan keluhan nyeri saat berkemih. Keluhan ini dirasakan
oleh pasien sejak 1 minggu yang lalu. Selain itu, pasien juga merasakan nyeri
di daerah perut bagian bawah, nyeri dirasakan seperti ditekan kadang terasa
ditusuk.
Pasien juga mengeluhkan kencingnya sedikit-sedikit dan tersendat-sendat
sehingga pasien sering merasa tidak puas setelah kencing. Warna air kencing
kuning jernih. Pasien juga mengatakan bengkak pada kedua tungkai. BAB baik.
Nafsu makan baik.

1
Riwayat Penyakit Sebelumnya
Riwayat dengan keluhan yang sama dialami sejak SD 30 tahun yang lalu dan
didiagnosa dengan batu buli-buli. Riwayat penyakit jantung, asma, kencing
manis, dan alergi disangkal oleh pasien.

Riwayat Pengobatan
Pasien mengatakan selama ini hanya berobat ke dokter umum, dan oleh dokter
pasien diberikan obat namun pasien tidak tahu nama obatnya. Selama berobat,
keluhan dirasakan berkurang setelah minum obat.

Riwayat Penyakit Dalam Keluarga


Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang lain yang menderita
keluhan yang sama dengan pasien.

III. PEMERIKSAAN FISIK


3.1 Status Present
GCS : E4V5M6 (kompos mentis)
Tekanan Darah : 120/70 mmhg
Nadi : 84 kali/menit
Pernapasan : 20 kali/menit
Temperatur Aksila : 36,7 C
3.2 Status General
Kepala : Normocephali
Mata : An -/-, ikt -/-, RP +/+ isokor
THT : Rhinorea -/-, otorea -/-
Thorak : Cor : S1S2 murni reguler murmur (-)
Paru : BP +/+, Rh -/-, Wh -/-
Abdomen : Inspkesi: Distensi (-)

2
Auskultasi: Peristaltik (+) kesan normal
Palpasi: Nyeri tekan suprasimfisis (+) , massa
Perkusi: Tympani
Ekstremitas : Akral hangat + + , edema - -
+ + + +
3.3 Status Lokalis
Regio Suprapubik
Inspeksi : Massa (-),
Palpasi : Kandung kemih teraba penuh, nyeri tekan (+)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Rutin
Darah Lengkap 03-5-2016
WBC 15,0.109/L
RBC 5,54.1012/L
HGB 16,1 g/dL
HCT 48,9%
MCV 88,4 fL
MCH 29 pg
PLT 492.109/L

CT : 6 menit 15 detik
BT : 3 menit
GDS : 164 mg/dL
SGOT : 47 u/L
SGPT : 34 u/L
Ur/cr : 76 / 0,4

3
Pemeriksaan Khusus
USG Abdomen (4-5-2016)
Kesan : - Vesicolith
- Efusi pleura dextra
- Ascites
Foto thorax PA tegak (4-5-2016)
Kesan : - Bronchitis
- Efusi pleura minimal bilateral
Foto BNO (4-5-2016)
Kesan : Vesicolith

V. RESUME
Pasien, laki-laki, 37 tahun, datang dengan keluhan disuria yang dialami sejak
1 minggu yang lalu. Selain itu, nyeri juga dirasakan di daerah simpisis osis pubis,
nyeri dirasakan seperti ditekan kadang terasa ditusuk. Nyeri dikatakan bertambah
berat apabila pasien berjalan. Pasien juga mengeluhkan polakisuria dan
tersendat-sendat sehingga pasien sering merasa tidak puas setelah miksi. Pasien
juga mengatakan sering ingin miksi terutama pada malam hari. Warna urine
kuning jernih. Pasien juga mengatakan bengkak pada kedua tungkai. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan status present dalam batas nomal, dari status
general didapatkan pada pemeriksaan abdomen terdapat nyeri tekan pada regio
suprasimpisis. Dari status lokalis didapatkan nyeri tekan pada suprasimpisis dan
vesica urinaria teraba penuh. Dari pemeriksaan penunjang: pemeriksaan
hematologi rutin dalam batas normal. Pada USG abdomen didapatkan kesan
vesicolith, efusi pleura dextra, ascites. Dari foto thorax didapatkan bronchitis dan
efusi pleura minimal bilateral. Pada foto BNO didapatkan kesan vesicolith.

4
VI. DIAGNOSIS

Vesicolithiasis

VIII. PENATALAKSANAAN

- IVFD RL 20 tetes/menit
- Cefuroxime 1 gr/IV 1 jam pre op
- Pro Vesicolitotomy

X. PROGNOSIS
Dubia ad bonam

5
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi

Batu buli-buli disebut juga batu vesica, vesical calculi, vesical stone, bladder
stone. Batu buli-buli atau vesikolitiasis adalah masa yang berbentuk kristal yang
terbentuk atas material mineral dan protein yang terdapat pada urin. Batu saluran
kemih pada dasarnya dapat terbentuk pada setiap bagian tetapi lebih banyak pada
saluran penampung terakhir. Pada orang dewasa batu saluran kencing banyak
mengenai sistem bagian atas (ginjal, pyelum) sedang pada anak-anak sering pada
sistem bagian bawah (buli-buli). Di negara berkembang batu buli-buli terbanyak
ditemukan pada anak laki-laki pre pubertas. Komponen yang terbanyak penyusun
batu buli-buli adalah garam calsium. Pada awalnya merupakan bentuk yang sebesar
biji padi tetapi kemudian dapat berkembang menjadi ukuran yang lebih besar.
Kadangkala juga merupakan batu yang mulitipel.

1.2 Anatomi

Buli-buli merupakan organ berongga yang terdiri atas 3 lapis otot detrusor yang
saling beranyaman. Di sebelah dalam adalah otot longitudinal, di tengah
merupakan otot sirkuler, dan yang paling luar adalah longitudinal mukosa vesika
terdiri dari sel-sel transisional yang sama seperti pada mukosa pelvis renalis, ureter
dan uretra posterior. Pada dasar buli-buli kedua muara ureter dan meatus uretra
internum membentuk suatu segitiga yang disebut trigonum buli-buli. Secara
anatomis buli-buli terdiri dari tiga permukaan, yaitu (1) permukaan superior yang
berbatasan dengan rongga peritoneum (2) permukaan inferoinferior dan (3)
permukaan posterior.

6
Gambar 1. Sistem urinarius

Gambar 2. Anatomi Buli-buli

7
Buli-buli berfungsi menampung urin dari ureter dan kemudian
mengeluarkannya melalui uretra dalam mekanisme berkemih. Dalam menampung
urin, buli-buli mempunyai kapasitas yang maksimal, yang volumenya untuk orang
dewasa kurang lebih adalah 300-450 ml, sedangkan kapasitas buli-buli pada anak
menurut formula dari koff adalah:

Kapasitas buli- buli = (umur(tahun)+ 2 )x 30

Pada saat kosong, buli-buli terdapat di belakang simpisis pubis dan pada saat
penuh berada pada atas simpisis pubis sehingga dapat di palpasi atau di perkusi.
Buli-buli yang terasa penuh memberikan rangsangan pada saraf afferen dan
menyebabkan aktivasi miksi di medulla spinalis segmen sacral S2-4. Hal ini akan
menyebabkan kontraksi otot detrusor, terbukanya leher buli-buli dan relaksasi
spingter uretra sehingga terjadilah proses miksi.

1.3 Etiologi

Secara umum ada dua faktor yang mempengaruhi terbentuknya batu buli-buli
yaitu faktor instrinsik yang terdiri dari herediter (keturunan) penyakit ini diduga
diturunkan dari orang tuanya, umur, serta jenis kelamin, jumlah pasien laki-laki
tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien perempuan. Sedangkan faktor
ekstrinsik terdiri dari keadaan geografi, iklim, temperatur, asupan air, diet, dan
pekerjaan. Geografi, kebanyakan didaerah pegunungan, padang pasir, dan daerah
tropis. Iklim, individu yang menetap di daerah beriklim panas dengan paparan sinar
ultraviolet tinggi akan cenderung mengalami dehidrasi serta peningkatan produksi
vitamin D3 (memicu peningkatan ekskresi kalsium dan oksalat) sehingga insiden
batu saluran kemih akan meningkat. Asupan air, kurangnya asupan air dan
tingginya kadar mineral kalsium pada air yang dikonsumsi dapat meningkatkan
insiden batu saluran kemih. Diet, obat sitostatik untuk penderita kanker juga
memudahkan terbentuknya batu saluran kemih, karena obat sitostatik bersifat

8
meningkatkan asam urat dalam tubuh, diet banyak purin, oksalat, dan kalsium
mempermudah terjadinya penyakit batu saluran kemih. Dan pekerjaan, penyakit ini
sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang
aktifitasnya.
Batu buli-buli atau vesikolitiasis sering terjadi pada pasien yang menderita
gangguan miksi atau terdapat benda asing di buli-buli yang aktivitasnya sebagai
inti batu. Gangguan miksi terjadi pada pasien-pasien hiperplasia prostat, striktura
uretra, divertikel buli-buli dan buli-buli neurogenik. Pada suatu studi dilaporkan
pada pasien dengan cidera spinal dimana ia mempunyai kelainan neurogenik blader
dalam delapan tahun, 36%nya berkembang menjadi batu buli-buli. Benda asing
tersebut dibedakan menjadi iatrogenic dan non iatrogenik. Benda iatrogenic terdiri
dari bekas jahitan, balon folley kateter yang pecah, kalsifikasi yang disebabkan
karena iritasi balon kateter, staples, uretral stens, peralatan kontrasepsi, prostetik
uretral stents. Noniatrogenik disebabkan adanya benda yang terkandung pada buli-
buli seusai pasien rekreasi atau alasan yang lain. Selain itu batu buli-buli dapat
berasal dari batu ginjal atau batu ureter yang turun ke buli-buli yang banyak
dijumpai pada anak-anak yang menderita kurang gizi atau yang sering menderita
dehidrasi atau diare. Infeksi pada saluran kemih akan mempercepat timbulnya batu.
Inflamasi pada buli-buli dapat disebabkan karena hal sekunder misalnya sinar
radiasi atau infeksi shiztomiasis yang juga merupakan predisposisi batu buli-buli.
Gangguan metabolik juga merupakan faktor predisposisi terjadi pembentukan
batu. Pada pasien ini batu umumnya terbentuk dari bahan calsium dan struvit. Pada
pasien yang mempunya predisposisi dilakukan evaluasi ada tidaknya hal yang
memicu statisnya urin, misalnya BPH. Pada perempuan yang memakai celana
ketat, dan cystocele.

1.4 Patofisiologi
Pada umumnya batu buli-buli terbentuk dalam buli-buli, tetapi pada beberapa
kasus batu buli terbentuk di ginjal lalu turun menuju buli-buli, kemudian terjadi

9
penambahan deposisi batu untuk berkembang menjadi besar. Batu buli yang turun
dari ginjal pada umumnya berukuran kecil sehingga dapat melalui ureter dan dapat
dikeluarkan spontan melalui uretra.

Gambar 3. Batu Buli-buli

Secara teoritis batu dapat terbentuk diseluruh saluran kemih terutama pada
tampat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (statis urine), yaitu
pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises
(stenosis uretro-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti pada
hyperplasia prostate benigna, striktura, dan buli-buli neurogenik merupakan
keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu. Batu terdiri atas
kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik maupun anorganik yang
terlarut di dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan
metastable (tetap terlarut) dalam urine jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu
yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling
mengadakan presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan
mengadakan agregasi, dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang

10
lebih besar. Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan
belum cukup mampu membuntu saluran kemih. Untuk itu agregat kristal menempel
pada epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan dari sini bahan-bahan
lain diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk
menyumbat saluran kemih. Kondisi metastabel dipengaruhi oleh pH larutan,
adanya koloid di dalam urine, konsentrasi solute di dalam urine, laju aliran urine di
dalam saluran kemih, atau adanya korpus alienum di dalam saluran kemih yang
bertindak sebagai inti batu. Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu
kalsium, baik yang berikatan dengan oksalat maupan dengan fosfat, membentuk
batu kalsium oksalat dan kalsium fosfat; sedangkan sisanya berasal dari batu asam
urat, batu magnesium ammonium fosfat (batu infeksi), batu xanthyn, batu sistein,
dan batu jenis lainnya. Meskipun patogenesis pembentukan batu-batu diatas hampir
sama, tetapi suasana didalam saluran kemih yang memungkinkan terbentuknya
jenis batu itu tidak sama. Dalam hal ini misalkan batu asam urat mudah terbentuk
dalam asam, sedangkan batu magnesium ammonium fosfat terbentuk karena urine
bersifat basa.
Pada penderita yang berusia tua atau dewasa biasanya komposisi batu
merupakan batu asam urat yaitu lebih dari 50% dan batu paling banyak berlokasi
di vesika. Batu yang terdiri dari calsium oksalat biasanya berasal dari ginjal. Pada
batu yang ditemukan pada anak umumnya ditemukan pada daerah yang endemik
dan terdiri dari asam ammonium material, calsium oksalat, atau campuran
keduanya. Hal itu disebabkan karena susu bayi yang berasal dari ibu yang banyak
mengandung zat tersebut. Makanan yang mengandung rendah pospor menunjang
tingginya ekskresi amonia. Anak-anak yang sering makan makanan yang kaya
oksalat seperti sayur akan meningkatkan kristal urin dan protein hewan (diet rendah
sitrat).
Batu buli-buli juga dapat terjadi pada pasien dengan trauma vertebra/ spinal
injury, adapun kandungan batu tersebut adalah batu struvit/Ca fosfat. Batu buli-buli
dapat bersifat single atau multiple dan sering berlokasi pada divertikel dari

11
ventrikel buli-buli dan biasanya berukuran besar atau kecil sehingga menggangu
kerja dari vesika. Gambaran fisik batu dapat halus maupun keras. Batu pada vesika
umumnya mobile, tetapi ada batu yang melekat pada dinding vesika yaitu batu yang
berasal dari adanya infeksi dari luka jahitan dan tumor intra vesika.

1.5 Komposisi Batu


Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur kalsium oksalat atau
kalsium fosfat, asam urat, magnesium ammonium fosfat, xanthin, sistein, silikat
dan senyawa lainnya. Data mengenai kandungan atau komposisi batu sangat
penting untuk pencegahan timbulnya batu yang residif.
a. Batu Kalsium
Batu ini merupakan batu yang paling banyak ditemukan yaitu sekitar 70- 80%
dari seluruh batu saluran kemih. Adapun kandungannya adalah kalsium oksalat,
kalsium fosfat atau campuran keduanya. Faktor terjadinya batu oksalat adalah
sebagi berikut:
Hiperkalsiuri merupakan kenaikan kadar kalsium dalam urin yang melebihi
250-300mg/24jam, disebabkan oleh peningkatan absorbsi kalsium melalui
usus, gangguan reabsorbsi kalsium oleh ginjal, dan peningkatan reabsorbsi
tulang karena hiperparatiroid atau tumor paratiroid.
Hiperoksaluri merupakan peningkatan ekskresi oksalat melebihi 45 gram/
hari, keadaan ini banyak diderita oleh penderita yang mengalami kelainan
usus karena post operasi dan diet kaya oksalat, misalnya teh, kopi instant,
minuman soft drinks, kokoa, jeruk, sitrun, dan sayuran yang berwarna hijau
terutama bayam.
Hiperurikosuri merupakan kadar asam urat di dalam urin melebihi 850mg/
24 jam. Asam urat yang berlebihan dalam urin bertindak sebagai inti batu
terhadap pembentukan batu kalsium oksalat. Sumber asam urat dalam urin
berasal dari makanan yang mengandung banyak purin maupun berasal dari
metabolisme endogen.

12
Hipositraturia merupakan sitrat berikatan dengan kalsium di dalam urin
sehingga calsium tidak lagi terikat dengan oksalat maupun fosfat, karenanya
merupakan penghambat terjadinya batu tersebut. Kalsium sitrat mudah larut
sehingga hancur dan dikeluarkan melalui urin.
Hipomagnesia, magnesium juga merupakan penghambat seperti halnya
sitrat. Penyebab tersering dari hipomagnesia adalah inflamasi usus yang
diikuti gangguan absorbsi. Penyebab tersering hipomagnesuria ialah penyakit
inflamasi usus (inflammatory bowel disease) yang diikuti dengan gangguan
malabsorbsi.
b. Batu struvit disebut juga sebagai batu infeksi karena terbentuknya batu ini
karena proses infeksi pada saluran kemih. Hal ini disebabkan karena infeksi
yang sebagian besar karena kuman pemecah urea, sehingga urea yang
menghasilkan suasana basa yang mempermudah mengendapnya magnesium
fosfat, ammonium, karbonat. Kuman tersebut diantaranya adalah Proteus spp,
Klebsiella, Enterobacter, Pseudomonas, dan stafilokokus.
c. Batu Asam urat merupakan batu yang terjadi pada 5-10% kasus batu. 75- 80%
adalah batu asam urat murni dan sisanya merupakan campuran dengan asam
oksalat. Batu ini banyak diderita oleh pasien dengan gout, penyakit
mieloproliferatif, pasien yang mendapat terapi antikanker, dan banyak
menggunakan obat urikosurik diantaranya tiazid, salisilat, kegemukan,
peminum alkohol, diet tinggi protein. Adapun faktor predisposisi terjadinya
batu asam urat adalah urin yang terlalu asam, dehidrasi atau konsumsi air
minum yang kurang dan tingginya asam urat dalam darah.
d. Batu jenis lain diantaranya batu sistin, batu santin, dan batu silikat sangat jarang
dijumpai. Batu sistin didapatkan karena kelainan metabolisme yaitu kelainan
absorbsi sistin di mukosa usus. Pemakaian antasida yang mengandung silikat
berlebihan dalam jangka waktu yang lama dapat memungkinkan terbentuknya
batu silikat.

13
1.6 Pemeriksaan klinis
Pasien yang mempunyai batu buli sering asimtomatik, tetapi pada anamnesis
biasanya dilaporkan bahwa penderita mengeluh nyeri suprapubik, disuria, gross
hematuri terminal, perasaan ingin kencing, sering kencing di malam hari, perasaan
tidak enak saat kencing, dan kencing tiba-tiba terhenti kemudian menjadi lancar
kembali dengan perubahan posisi tubuh. Gejala lain yang umumnya terjadi dalam
menyertai nyeri yaitu nyeri menjalar dari ujung penis, scrotum, perineum,
punggung dan panggul, perasaan tidak nyaman tersebut biasa bersifat tumpul atau
tajam, disamping sering menarik-narik penisnya pada anak laki-laki dan
menggosok-gosok vulva pada anak perempuan. Rasa sakit diperberat saat pasien
sedang beraktivitas, karena akan timbul nyeri yang tersensitisasi akibat batu
memasuki leher vesika. Pasien anak dengan batu buli sering disertai dengan
priapism dan disertai ngompol.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan vesika urinaria tampak penuh pada inspeksi,
ketika dipalpasi didapatkan blader distended pada retensi akut. Adapun tanda yang
dapat dilihat adalah hematuri mikroskopik atau bahkan gross hematuri, pyuria,
bakteri yang positif pada pemeriksaan kultur urin.

1.7 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan urin
Pemeriksaan urin sering dilakukan karena tidak mahal dan hasilnya dapat
menggambarkan jenis batu dalam waktu yang singkat. Pada pemeriksaan
dipstick, batu buli berhubungan dengan hasil pemeriksaan yang positif jika
mengandung nitrat, leukosit esterase dan darah. Batu buli sering menyebabkan
disuri dan nyeri hebat, oleh sebab itu banyak pasien sering mengurangi
konsumsi air minum sehingga urin akan pekat. Pada orang dewasa, batu buli
akan menyebabkan urin asam. Pemeriksaan mikroskopis menunjukkan adanya
sel darah merah dan pyuria( leukosit), dan adanya kristal yang menyusun batu

14
buli. Pemeriksaan urin juga berguna untuk memberikan antibiotik yang rasional
jika dicurigai adanya infeksi.

b. Pemeriksaan Imaging
Urografi
Pemeriksaan radiologis yang digunakan harus dapat memvisualisasikan
saluran kemih yaitu ginjal, ureter dan vesika urinaria (KUB). Tetapi
pemeriksaan ini mempunyai kelemahan karena hanya dapat menunjukkan
batu yang radioopaque. Batu asam urat dan ammonium urat merupakan batu
yang radiolucent. Tetapi batu tersebut terkadang dilapisi oleh selaput yang
berupa calsium sehingga gambaran akhirnya radioopaque. Pelapisan adalah
hal yang sering, biasanya lapisan tersebut berupa sisa metabolik, infeksi dan
disebabkan hematuri sebelumnya.

Gambar 4. Batu buli-buli pada urografi

15
Cystogram/ intravenous pyelografi
Jika pada pemeriksaan secara klinik dan foto KUB tidak dapat menunjukkan
adanya batu, maka langkah selanjutnya adalah dengan pemeriksaan IVP.
Adanya batu akan ditunjukkan dengan adanya filling defek.

Gambar 5. IVP

Ultrasonografi (USG)
Batu buli akan terlihat sebagai gambaran hiperechoic, efektif untuk melihat
batu yang radiopaque atau radiolucent.

16
Gambar 6. USG

CT scan
Pemeriksaan ini dilakukan untuk banyak kasus pada pasien yang nyeri perut,
massa di pelvis, suspect abses, dan menunjukkan adanya batu buli- buli yang
tidak dapat ditunjukkan pada IVP. Batu akan terlihat sebagian batu yang
keruh.
MRI
Pemeriksaan ini akan menunjukkan adanya lubang hitam yang semestinya
tidak ada pada buli yang seharusnya terisi penuh, ini diassosiasikan sebagai
batu.
Sistoskopi
Pada pemeriksaan ini dokter akan memasukkan semacam alat endoskopi
melalui uretra yang ada pada penis, kemudian masuk kedalam blader.

17
Gambar 7. Sistoskopi

1.8 Pengobatan
a. Konservatif
Terapi ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm, karena
diharapkan batu dapat keluar spontan. Memberikan minum yang berlebihan
disertai diuretik. Dengan produksi air kemih yang lebih banyak diharapkan
dapat mendorong batu keluar dari saluran kemih. Pengobatan simptomatik
mengusahakan agar nyeri, khususnya kolik, yang terjadi menghilang dengan
pemberian simpatolitik. Dan berolahraga secara teratur.
Adanya batu struvit menunjukkan terjadinya infeksi saluran kemih,
karena itu diberikan antibiotik. Batu strufit tidak dapat dilarutkan tetapi dapat
dicegah pembesarannya bila diberikan pengobatan dengan pengasaman urin
dan pemberian antiurease, seperti Acetohidroxamic acid. Ini untuk
menghambat bakteri urease dan menurunkan kadar ammonium urin.
Pengobatan yang efektif untuk pasien yang mempunyai batu asam urat
pada saluran kemih adalah dengan alkalinisasi supaya batu asam yang terbentuk
akan dilarutkan. Pelarutan batu akan terjadi apabila pH urin menjadi lebih
tinggi atau berjumlah 6,2. Sehingga dengan pemberian bikarbonas natrikus

18
disertai dengan makanan alkalis, batu asam urat diharapkan larut. Potasium
Sitrat (polycitra K, Urocit K) pada dosis 60 mEQ dalam 3-4 dosis perhari
pemberian digunakan untuk terapi pilihan. Tetapi terapi yang berlebihan
menggunakan sediaan ini akan memicu terbentuknya deposit calsium pospat
pada permukaan batu sehingga membuat terapi tidak efektif lagi. Atau dengan
usaha menurunkan produksi kadar asam urat air kemih dan darah dengan
bantuan alopurinol, usaha ini cukup memberi hasil yang baik. Dengan dosis
awal 300 mg perhari, baik diberikan setelah makan.

b. Litotripsi
Pemecahan batu telah mulai dilakukan sejak lama dengan cara buta, tetapi
dengan kemajuan tehnik endoskopi dapat dilakukan dengan cara lihat langsung.
Untuk batu kandung kemih, batu dipecahkan dengan litotriptor secara mekanis
melalui sistoskop atau dengan memakai gelombang ultrasonic atau
elektrohidrolik. Makin sering dipakainya gelombang kejut luar tubuh (ESWL
= Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) yang dapat memecahkan batu tanpa
perlukaan ditubuh sama sekali. Gelombang kejut dialirkan melalui air ke tubuh
dan dipusatkan di batu yang akan dipecahkan. Batu akan hancur berkeping-
keping dan keluar bersama kemih.

c. Terapi pembedahan
Terapi bedah digunakan jika tidak tersedia alat litotriptor, alat gelombang kejut
atau bila cara non bedah tidak berhasil. Walaupun demikian kita harus
memerlukan suatu indikasi. Misalnya apabila batu kandung kemih selalu
menyebabkan gangguan miksi yang hebat sehingga perlu diadakan tindakan
pengeluarannya. Litotriptor hanya mampu memecahkan batu dalam batas
ukuran 3 cm kebawah. Batu diatas ukuran ini dapat ditangani dengan batu kejut
atau sistolitotomi.

19
1. Transurethral Cystolitholapaxy: tehnik ini dilakukan setelah adanya batu
ditunjukkan dengan sistoskopi, kemudian diberikan energi untuk membuat
nya menjadi fragmen yang akan dipindahkan dari dalam buli dengan alat
sistoskopi. Energi yang digunakan dapat berupa energi mekanik (pneumatic
jack hummer), ultrasonic dan elektrohidraulik dan laser.
2. Percutaneus Suprapubic cystolithopaxy: tehnik ini selain digunakan untuk
dewasa juga digunakan untuk anak- anak, tehnik percutaneus menggunakan
endoskopi untuk membuat fragmen batu lebih cepat hancur lalu
dievakuasi.sering tehnik ini digunalan bersama tehnik yang pertama denagn
tujuan stabilisasi batu dan mencegah irigasi yang ditimbulkan oleh debris
pada batu.
3. Suprapubic Cystostomy: tehnik ini digunakan untuk memindah batu dengan
ukuran besar, juga di indikasikan untuk membuang prostate, dan
diverculotomy. Pengambilkan prostate secara terbuka diindikasikan jika
beratnya kira- kira 80-100gr. Keuntungan tehnik ini adalah cepat, lebih
mudah untuk memindahkan batu dalam jumlah banyak, memindah batu yang
melekat pada mukosa buli dan kemampuannya untuk memindah batu yang
besar dengan sisi kasar. Tetapi kerugian penggunaan tehnik ini adalah pasien
merasa nyeri post operasi, lebih lama dirawat di rumah sakit, lebih lama
menggunakan kateter.

20
Gambar 8. Suprapubic Cystostomy

1.9 Pencegahan
Diuresis yang adekuat
Untuk mencegah timbulnya kembali batu maka pasien harus minum banyak
sehingga urin yang terbentuk tidak kurang dari 1500 ml. pada pasien dengan
batu asam urat dapat digunakan alkalinisasi urin sehingga pH dipertahankan
dalam kisaran 6,5-7, mencegah terjadinya hiperkalsemia yang akan
menimbulkan hiperkalsiuria pasien dianjurkan untuk mengecek pH urin dengan
kertas nitrasin setiap pagi.
Diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu
Eradikasi infeksi saluran kemih khususnya untuk batu struvit.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Purnomo, BB. Dasar-dasar Urologi, SMF/Lab Ilmu Bedah RSUD Dr. Saiful
Anwar Fakultas Kedokteran Univ. Brawijaya. CV Sagung Seto, Jakarta. 2003.
Hal 5-6 & 57-61.
2. Moore, KL & Agur, AMR. Essential Clinical Anatomy, Williams and Wilkins,
1996. pp. 156-161.
3. Jong WD, dan Sjamsuhidajat. Buku Ajar Ilmu Bedah, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta, 2005. Hal 756-763
4. Basler J,(August,10,2007), Bladder stone. Available at:
htpp//www.Emedicine.com. Accessed : april 10th 2016.
5. Halstead, S. dan Valyasevi, A. (1967), Studies Of Blader Stone Disease in
Thailand. Epidemiologic Studies in Ubol Province, American Journal of
Clinical Nutrition, vol. 20, no.12, pp 1332-1339
6. Paul A. Jhonson (Agustus, 14, 2006), Blader Stone. Available at:
www.healthAtoZ.com . Accessed : april 10th 2016
7. Vargas, B. , Robert, L. (1987), Stones in The Urinary Bladder in Children and
Young Adults, American Journal of Radiology, vol.148, pp. 491-495
8. C. Trk (chair), et al, Guidelines on Urolithiasis. European Association of
Urology. 2014
9. Fabio cesar miranda torricelli. Et al. Surgical management of bladder stones:
literature review.

22

Anda mungkin juga menyukai