Anda di halaman 1dari 19

BAB II

LATAR BELAKANG PENCIPTAAN KOMPOSISI

BUKAKAN PINTU KASIHMU (OPEN THY GATE OF LOVE O LORD)

KARYA RONALD POHAN

Karya musikal yang diciptakan komposer tidak lepas dari pengaruh-

pengaruh yang melatarbelakangi kehidupan komposer, pemikiran-pemikirannya,

pandangan dan filosofi, serta aspek-aspek lainnya seperti pendidikan dan

pengalaman yang ditempuh dan dialami. Faktor-faktor yang disebutkan ini, secara

tidak langsung akan tercermin melalui karya-karya musikalnya, yang diolah

sedemikian rupa melalui ide yang ada, sehingga mengandung pesan-pesan tertentu

untuk dapat diapresiasi oleh pendengar.

Pada bagian ini, akan dipaparkan mengenai riwayat dan latar belakang

Ronald Pohan, yang mana melalui penjabaran ini, akan dapat dijelaskan hal-hal

apa saja yang mendukung dan berpengaruh dalam komposisi-komposisi Ronald

Pohan secara umum, terlebih khusus dalam komposisi BUKAKAN PINTU

KASIHMU (OPEN THY GATE OF LOVE O LORD).

A. Riwayat Hidup Komposer

Ronald Pohan lahir di Padang Sidempuan, Tapanuli Selatan, Sumatera

Utara pada tanggal 7 Juni 1942. Beliau berasal dari keluarga pemusik sederhana.

Ayahnya bernama Ephaproditus Lawrensius PohanSiahaan, lebih akrab disapa E.

L. Pohan berasal dari kota Sibolga, Tapanuli Tengah adalah seorang tokoh Paduan
Suara Indonesia, dan ibunya bernama Siti Melia Boru Nainggolan berasal dari

Padang Sidempuan, Tapanuli Selatan. Ronald Pohan adalah anak tertua dari 7

bersaudara. Selain kedua orang tuanya, beliau diasuh pula oleh kakeknya Thomas

Pohan, seorang pembuat alat musik Hasapi (Kecapi).

Pada tahun 1949, beliau menempuh pendidikan di Sekolah Rakyat

(sekarang Sekolah Dasar) kelas I. Pada tahun yang sama, ayahnya merantau ke

Jakarta untuk mencari pekerjaan. Setahun kemudian, beliau dan ibunya menyusul

ke Jakarta dan melanjutkan sekolahnya di Sekolah Rakyat Kristen Kernolong

Kwitang. Pada waktu kelas 2 SMP, beliau lari dari rumah orang tuanya ke rumah

tantenya di Lampung. Hal ini disebabkan karena keinginannya untuk memperoleh

pendidikan musik tidak dipenuhi oleh orang tuanya diakibatkan kondisi ekonomi

keluarga yang tidak memungkinkan. Beliau kembali ke rumah orang tuanya

setelah dijemput oleh ayahnya dengan janji akan disekolahkan di sekolah musik.

Setelah menamatkan Sekolah Menengah Pertama pada tahun 1959,

beliau melanjutkan pendidikan di Sekolah Guru Agama Kristen Salemba, di mana

pada saat itu ayahnya Ephaproditus Lawrensius Pohan menjadi kepala sekolah. Di

sekolah ini ia memulai pelajaran musiknya dan mendapat bimbingan langsung

dari ayahnya. Pada usia 17 tahun, beliau mengambil kursus piano untuk pertama

kali di Yayasan Pendidikan Musik Jakarta di bawah bimbingan seorang guru piano

berkebangsaan Rusia, yaitu Mr. Reversye.

Pada waktu beliau duduk di kelas 2 SGA Kristen Salemba, sekolah ini

dikunjungi oleh seorang tokoh musik Amerika Serikat yakni DR. John Finley

Williamson, pendiri Westminster Choir College di Princeton, tempat beliau


menempuh studi selanjutnya. Akan tetapi, dalam kaitan dengan studi beliau di

Westminster Choir College di Princeton, USA bukan atas rekomendasi DR. John

Finley. Dalam masa studi beliau di Westminster Choir College, sangat

disayangkan beliau tidak sempat berjumpa dengan DR. John Finley Williamson

karena telah meninggal dunia.

Adapun kunjungan DR. John Finley Williamson bersama istrinya ke

Indonesia adalah berdasarkan petunjuk Leopold Stokowsky, seorang conductor

Orchestra Symphony pada masa itu. Kedatangan beliau ke Indonesia melalui

Dewan Gereja Indonesia (sekarang PGI), pada akhirnya dipertemukan dengan E.

L. Pohan.

Selanjutnya, DR. John Finley Williamson mengunjungi SGA Kristen dan

membentuk Paduan Suara siswa di sana dan diberi nama Williamson Choir, di

mana Ronald Pohan terpilih sebagai salah satu anggotanya. Paduan Suara ini pada

akhirnya mengadakan concert di Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jl. Merdeka

Selatan Jakarta, dengan dipimpin langsung oleh DR. John Finley Williamson

sebagai conductor-nya.

Selama Ronald Pohan menempuh pendidikan di SGA Kristen, beliau

mendapat pelajaran musik dari E. L. Pohan sebagai guru Seni Suara. Dalam hal-

hal tertentu beliau memiliki persepsi tersendiri mengenai kepribadian ayah

sekaligus gurunya itu. Ayahnya sering mengatakan, bahwa di sekolah, saya

gurumu., di rumah, saya bapakmu, di lapangan, saya kolegamu. Demikian

ungkapan ayah beliau dalam maksud membentuk kepribadian seorang Ronald

Pohan dalam kehidupan kesehariannya.


Sosok seorang ayah bagi Ronald Pohan benar-benar merupakan figur

yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan yang dicapainya, baik dalam

membentuk pola kepribadian, karakter maupun pengetahuan-pengetahuan musik.

Beliau melalui ayahnya dididik dengan cara-cara yang praktis demi membangun

karakter dan kepribadian, dan bukan hanya sekedar kemampuan intelektual

semata. Sebagai contoh, ayah beliau pernah mengatakan ketika beliau memimpin

Paduan Suara dalam Pesparawi Tingkat DKI Jakarta, kamu bukan anakku.

Ungkapan ini disampaikan ketika pada waktu itu Paduan Suara yang dipimpin

oleh Ronald Pohan tidak memperoleh juara, akan tetapi pada tahun berikutnya

untuk even yang sama, Paduan Suara yang dipimpinnya mendapat juara, sehingga

sepulangnya beliau ke rumah, ayahnya langsung mengatakan Nah, itu baru

anakku!. Ungkapan-ungkapan yang seperti ini bukanlah sekedar ungkapan tanpa

makna, akan tetapi dibalik semua itu, beliau melalui ayahnya diajarkan untuk

berusaha semaksimal mungkin dalam melakukan suatu pekerjaan. Prinsip-prinsip

seperti ini yang senantiasa terpatri dalam kehidupan beliau, termasuk dalam

kehidupan bermusiknya, dan tercermin pula dalam komposisi-komposisi

musikalnya.

Pada tahun 1962, beliau menamatkan pendidikannya di SGA dan

melanjutkan ke FKIP (Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan) Jurusan Musik

Universitas Indonesia, yang kemudian menjadi IKIP. Semasa beliau menempuh

studi di sana, beliau memperoleh pendidikan musik, khususnya Sejarah Musik

dari Amir Pasaribu (beliau kemudian pindah ke Puerto Rico menjadi pengajar di

sana sebagai seorang Profesor Musik).


Kepindahan beliau ke Puerto Rico membuat Ronald Pohan merasa sangat

kehilangan, dan di sisi lain beliau menyerahkan tanggung jawab yang besar

kepada Ronald Pohan untuk menangani Paduan Suara Mahasiswa, di mana

Ronald Pohan masih berada pada tingkat II dalam perkuliahan. Ronald Pohan

sendiri merasa belum mampu untuk menerima tanggung jawab sebesar ini, akan

tetapi pada akhirnya Ronald Pohan merasa sedikit lega dengan diperolehnya

kesempatan menjadi murid dari Rudy Laban, seorang Pianis dari Paris

Conservatory of Music. Kesempatan ini dapat dikatakan sebagai kesempatan emas

karena dari sekian mahasiswa yang menjadi kandidat murid, hanya 2 orang yang

terpilih, termasuk Ronald Pohan sendiri. Di mata Ronald Pohan, Rudy Laban

adalah seorang pedagog yang hebat, di mana beliau mendapat Grand Prac di

Paris Conservatory of Music. Melalui beliau, Ronald Pohan dididik dan dibimbing

bukan hanya dalam bidang musik Piano saja, tetapi dalam bidang komposisi,

sejarah musik, analisa musik, vokal, conducting dan Paduan Suara. Sebagai

contoh, ketika Rudy Laban menjadi juri dalam PESPARANI se-DKI, Ronald

Pohan langsung menemui beliau setelah penampilan bersama Paduan Suara

dengan maksud meminta pendapat beliau mengenai kualitas dan performance

Paduan Suara yang dipimpinnya. Beliau memberikan petunjuk-petunjuk, sampai

pada suatu waktu beliau mengatakan bahwa sekali ini, saya tidak dapat

berkomentar. Pembawaan musikalnya bagus.

Pada tahun 1965, kegiatan perkuliahan di Universitas Indonesia terhenti

akibat peristiwa pemberontakan G30S/PKI pada tanggal 30 September 1965.

Beliaupun sebagai seorang mahasiswa mengambil bagian dalam Gerakan


Mahasiswa Anti PKI pada waktu itu. Setelah peristiwa itu, pada tahun 1966,

kegiatan perkuliahan dilanjutkan kembali dan beliau menyelesaikan studinya

sampai pada tahun 1968, dan menjadi tenaga pengajar di SGA Santa Maria, di Jl.

JR. H Juanda selama 1 tahun.

Pada tahun 1969, Ronald Pohan memperoleh beasiswa dari World

Council of The Churches untuk memperoleh pendidikan di luar Indonesia.

Berbagai universitas di benua Amerika dan Eropa seperti Cambridge University,

Harvard University, Oxford University, Routledge University, Hamburg

University serta sejumlah universitas-universitas lainnya, ditawarkan untuk

memperoleh pendidikan di sana, akan tetapi beliau memutuskan untuk menempuh

pendidikan di Westminster Choir College, Princeton, New Jersey, USA.

Westminster Choir College ini adalah bagian dari Rider University di Princeton,

New Jersey.

Adapun persyaratan yang harus ditempuh beliau sebagai calon

mahasiswa yaitu mengikuti ujian di Jakarta dengan materi ujian yang dikirim

langsung dari Westminster Choir College di Princeton, New Jersey melalui

Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta dengan diawasi secara langsung oleh

pihak yang ditetapkan oleh Kedutaan Besar Amerika Serikat. Pihak yang

ditetapkan oleh Kedutaan Besar Amerika Serikat adalah orang yang benar-benar

dijamin kompetensi dan netralitasnya. Beliau kemudian menempuh ujian di YPM

(Yayasan Pendidikan Musik) Jakarta, dan hasilnya kemudian dibawa ke Kedutaan

Besar Amerika Serikat untuk dikirim langsung ke Westminster Choir College di


Princeton, New Jersey, USA. Demi menempuh pendidikan ini, beliau memperoleh

dukungan dari Dewan Gereja Indonesia dan Sekolah Tinggi Theologia Jakarta.

Persyaratan lainnya adalah, dikarenakan beliau mengambil jurusan

Sacred Music dengan major-nya adalah voice, beliau diwajibkan melakukan

pementasan komposisi musikal secara terekam melalui tape recorder dan dikirim

ke Westminster Choir College untuk diuji kelayakannya. Setelah beliau menanti

beberapa waktu, pada akhirnya beliau dikabarkan untuk segera berangkat ke

Westminster Choir College di Princeton, New Jersey, USA.

Keberangkatan beliau ke Princeton pada tahun 1969 bersama-sama

dengan Aida Simanjuntak (Ibu Aida Swenson Simanjuntak), yang juga mengalami

proses yang sama untuk menempuh pendidikan ini. Setibanya di Princeton,

ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Beliau beranggapan, bahwa proses

ujian masuk sebagai calon mahasiswa telah berakhir di Jakarta pada beberapa

waktu sebelumnya, akan tetapi di Westminster Choir College, calon mahasiswa

harus menempuh ujian dengan materi yang lebih spesifik termasuk materi musik

dan non musik (World History, History of Art, Churches History, Anatomi Tubuh,

Linguistik, dan sebagainya), di mana materi-materi non musik ini diuji

berdasarkan kompetensi yang akan diambil oleh calon mahasiswa termasuk beliau

dalam kaitannya dengan Sacred Music dengan major voice.

Adapun konsekuensi dari ujian ini adalah apabila calon mahasiswa yang

bersangkutan tidak lulus, maka akan dikembalikan ke negara asal. Dalam bidang

voice, beliau dihadapkan dengan Dewan Penguji yang terdiri dari beberapa dosen

dan guru besar.


Untuk ujian Linguistik khusus Bahasa Inggris, beliau dinyatakan tidak

lulus, sekalipun beliau telah menempuh ujian ini sepanjang hari (pagi sampai

sore), akan tetapi di sisi lain, beliau lulus dalam ujian kemampuan dan

pengetahuan musik. Setelah dinyatakan lulus, beliau ditempatkan pada tingkat

Sophomore1 dan bukan pada tingkat Elementary2 atau tingkat dasar.

Leadership Development Presbyterian Church di New York merupakan

sponsor yang ditunjuk oleh World Council of The Churches untuk mengawasi dan

menyediakan kebutuhan mahasiswa selama menempuh studi di Westminster Choir

College, Princeton, New Jersey.

Di lain pihak, sponsor mengharuskan beliau untuk memperoleh

rekomendasi dari The Council of Westminster Choir College (Dewan Guru Besar)

selama 1 tahun mengenai kelayakan dan kemampuan menyelesaikan studi. Hal ini

dikarenakan dalam bidang Linguistik (Bahasa Inggris) yang ditempuh beliau pada

ujian masuk dinyatakan tidak lulus. Apabila nantinya beliau tidak memperoleh

rekomendasi dalam jangka waktu yang ditetapkan, maka beliau diharuskan pindah

ke universitas lain di New York untuk melanjutkan studi di sana.

Dengan perjuangan dan kerja keras selama 1 tahun, beliau menempuh

kuliah Bahasa Inggris pada musim libur di Rider University yang merupakan

2 Tingkat Elementary dalam lingkup pendidikan musik di Westminster Choir College


bukanlah pemahaman mengenai tingkat dasar, di mana calon mahasiswa adalah mereka
yang baru mulai mengenal musik, akan tetapi diwajibkan telah memiliki pengalaman dan
kemampuan di bidang yang dipilih oleh mahasiswa itu sendiri, dan ditempatkan pada
tingkat tertentu berdasarkan otoritas universitas atas dasar penilaian kompetensi dan
kemampuan calon mahasiswa (grade).
induk dari Westminster Choir College, pada akhirnya dinyatakan lulus dan

memperoleh rekomendasi dari The Council of Westminster Choir College dengan

nilai tertinggi.

Selama beliau menempuh pendidikan musik di Westminster Choir

College, beliau memperoleh berbagai pelajaran antara lain mengenai voice dari

Robert Simpson, dan melanjutkan studi mengenai voice pada Miss Louis Loverty,

dan Vocal Paedagogy pada Herbert Pete. Untuk bidang Choral Conducting dan

Orchestral Conducting, beliau dididik oleh Robert Cartwhiten dan DR. Joseph

Flummerfelt, di samping mata kuliah lainnya yang sifatnya musikal dan non

musikal.

Pada saat summer session, atas izin sponsor serta dipicu oleh

keingintahuan mengenai status dan kedudukan musik dalam kehidupan dan di

tengah-tengah bidang seni lainnya, beliau mengambil studi di Rider University

untuk bidang Visual Art, Theatre Music, Film Music, Psychology of Music dan

English Literature, di mana untuk setiap bidang ini, masing-masing mata kuliah

hanya ditempuh selama 1 bulan (senilai dengan 1 semester perkuliahan).

Dalam keberadaannya di Westminster Choir College, sebagaimana

mahasiswa-mahasiswa lainnya, beliau diharuskan menjadi anggota Westminster

Symphonic Choir. Beliau semasa menjadi anggota Westminster Symphonic Choir

melakukan sejumlah pementasan bersama dengan beberapa Symphony Orchestra

seperti American Symphony Orchestra dari Carnigie Hall, Lincoln Centre

Philharmonic Symphony, Philladelphia Symphonic Orchestra, Pittsburgh


Symphony Orchestra, dan beberapa kelompok Symphony Orchestra maupun

Philharmonic Orchestra lainnya di Amerika Serikat.

Semasa menempuh studi di Westminster Choir College, beliau

memperoleh studi dan bimbingan langsung dari berbagai komposer, pedagog

vokal, dan conductor antara lain; Leopold Stokowsky, Leonard Bernstein, Von

Karayan, Eugene Ormandy, William Steinberg, Antal Doratti, Zubin Mehta, Lorin

Mazel, dan lain-lain.

Beliau menjadi anggota Westminster Symphonic Choir yang dibawahi

oleh Westminster Choir sekaligus menjadi anggota dalam kelompok Paduan Suara

utama tersebut. Keanggotaan Westminster Choir terdiri dari 40 orang yang

diseleksi melalui ujian berbagai ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan musik

dan seni secara umum, di mana setiap calon anggota diuji dihadapan Dewan

Penguji yang terdiri dari 10 orang yang berpredikat Professor of Music dan bukan

pengajar biasa. Setelah calon dinyatakan lulus, dilanjutkan dengan ujian secara

perorangan yang dilakukan oleh conductor yang dikontrak oleh pihak

Westminster Choir College selama 1 tahun. Keanggotaan untuk paduan suara

Westminster Choir ini hanya berlaku selama 1 tahun, dan apabila hendak

memperpanjang masa keanggotaan harus menempuh ujian yang sama

sebagaimana halnya untuk kandidat baru.

Adapun beliau ketika menempuh ujian untuk menjadi anggota

Westminster Choir, bukan hanya sekedar mutu dan kemampuan musikal, akan

tetapi menyangkut kemampuan untuk tetap mengikuti perkembangan perkuliahan

dalam hal mata kuliah yang dikontrak, yang berkenaan dengan tour concert yang
dilakukan bersama Westminster Choir selama 1 tahun. Apabila yang bersangkutan

tiba pada masa ujian perkuliahan, mahasiswa anggota Westminster Choir

diwajibkan memiliki kemampuan untuk mengikuti ujian dengan mahasiswa yang

bukan anggota Westminster Choir. Pada tahun 1971, beliau menjadi anggota

Westminster Choir, beliau menjadi penyanyi Solo bersama dengan choir dan

memperoleh award atau penghargaan dari pihak Westminster Choir College.

Dalam tahun yang sama pula, Westminster Choir College mendapat

kunjungan dari seorang komposer kebangsaan Inggris yaitu DR. Malcolm

Williamson. Beliau adalah murid dari komposer Olivier Messian, di mana beliau

adalah sebagai minister of music dari gereja Kerajaan Inggris yaitu Westminster

Abbey di London. Pada masa itu, beliau diakui sebagai seorang komposer dan

conductor kelas dunia, dan beliau ditugaskan oleh pihak Kerajaan Inggris untuk

tinggal sebagai staf pengajar di Westminster Choir College untuk berkarya dan

mengadakan pementasan musikal bersama Westminster Choir selama 1 tahun atas

nama Westminster Choir College.

Melalui beliau, Ronald Pohan memperoleh pelajaran mengenai ilmu

komposisi, sejarah musik, analisa, conducting, dan vokal. Adapun untuk menjadi

murid yang dibimbing langsung oleh DR. Malcom Williamson, setiap calon murid

harus membuat sebuah komposisi musikal yang akan dinilai di hadapan Dewan

Penguji dan seluruh civitas academica Westminster Choir College, dan calon

murid yang akan diterima hanya berjumlah 5 orang saja.

Sempat muncul pertanyaan dalam diri Ronald Pohan sendiri. Apakah

saya berbakat?. Untuk memenuhi persyaratan tersebut, Ronald Pohan


menciptakan sebuah komposisi berjudul Born in Betlehem dengan suasana

tematik Timur Tengah, dan pada akhirnya usaha ini membuahkan hasil, di mana

dari sekian banyak calon murid, hanya 5 orang yang terpilih termasuk Ronald

Pohan sendiri.

Dalam kaitannya antara pembelajaran komposisi yang ditempuh beliau

pada DR. Malcom Williamson, sebagai seorang mahasiswa diharuskan untuk

mempersiapkan karya terbaru untuk dikoreksi. Beliau bersama dengan rekan-

rekan mahasiswa lainnya memiliki kesempatan yang sangat kecil untuk bertanya

tentang hal ikhwal komposisi musik, akan tetapi demi melengkapi kemampuan

dan mengejar ilmu, beliau bersama rekan-rekan lainnya berusaha menempuh

pembelajaran ini sekalipun di luar silabus kurikulum perkuliahan. Sebagai contoh,

beliau harus menempuh mata kuliah Instrumentation atau Orchestration untuk

mengenal dunia dari setiap instrumen, sekalipun untuk bidang mayor dalam

Sacred Music adalah voice.

Pada suatu waktu, dalam pembelajaran komposisi pada DR. Malcolm

Williamson, beliau memiliki seorang sahabat bernama David McClinton, seorang

Negro dengan mayor pipe organ. Ia adalah seorang yang memiliki kemampuan

luar biasa, mampu menciptakan 100 Hymne dalam sehari. Keinginan beliau untuk

menjadi seperti itu diutarakan pada DR. Malcom Williamson, akan tetapi beliau

hanya mengatakan kepada Ronald Pohan, kamu tidak perlu menjadi seperti itu.

Saya sudah melihat komposisi-komposisi kamu, you have to be universal,

katanya sembari menunjuk tuts piano dari ujung ke ujung. Pengalaman-


pengalaman ini turut membentuk kepribadian Ronald Pohan dan tercermin pula

dalam sejumlah karya-karyanya.

Dalam masa pendidikan di Westminster Choir College, beliau

memperoleh pelajaran komposisi musik dari guru DR. Malcom Williamson yaitu

Olivier Messian, dan pada akhirnya beliau dipilih untuk mementaskan karya

terbaru Olivier Messian (Gala Premiere) yaitu The Transfiguration di Lincoln

Centre Hall, Washington DC.

Pada masa studi beliau ini, sering diadakan kompetisi bagi para

mahasiswa untuk dipilih dalam pementasan musik yang akan dilaksanakan di

seluruh negara bagian Amerika Serikat dan beberapa negara dan kota besar di

Eropa. Pada tahun 1971, beliau terpilih sebagai soloist dalam kompetisi ini, dan

melakukan pementasan di 50 negara bagian Amerika Serikat dan di Eropa untuk

karya G. F. Handel yang berjudul Messiah bersama dengan Ford Lauderdalle

Symphonic Orchestra, Florida. Pada penampilan beliau ini, oleh seorang

conductor, beliau dikatakan you are hit here now. Akan tetapi pujian-pujian

yang seperti itu bukanlah sesuatu yang membuat motivasi untuk belajar semakin

memudar, melainkan semakin memacu jiwa seorang Ronald Pohan untuk terus

belajar dan berkarya. Dalam suatu pembicaraan, beliau mengatakan bahwa :

bukan urusanmu untuk menilai karyamu. Biarkan masyarakat


dan dunia yang menilai bagus tidaknya apa yang kau perbuat,
yang terutama adalah apabila melalui karyamu orang-orang akan
bertobat dan memuliakan Tuhan, jadi penilaian yang
sesungguhnya adalah dari Tuhan.

Ungkapan beliau ini memberikan suatu pemahaman, bahwa karya

bukanlah suatu tolok ukur melainkan buah-buah apa yang dihasilkan melalui
karya yang dibuat, dan sesungguhnya hal-hal yang demikian tidak membuat

manusia untuk berhenti berkarya dan berpuas diri melainkan senantiasa

melakukan yang terbaik.

Ketika menjadi anggota Westminster Choir, beliau mendapat pelajaran

mengenai vocal drill, psikologi dan penerapannya dalam komposisi melalui

seorang conductor yaitu Roger Wagner. Roger Wagner memberikan pembelajaran

berdasarkan pengalaman-pengalaman dari pentas ke pentas yang dilakukan pada

saat tour concert bersama Westminster Choir. Pada masa ini, beliau mengadakan

tour concert di seluruh negara bagian Amerika Serikat, Eropa, bahkan sampai ke

Spoletto, Italia. Dalam pembelajaran berdasarkan pengalaman yang diperoleh

beliau bersama Roger Wagner, beliau diajarkan untuk melihat perbedaan-

perbedaan antar peserta festival atau concert dalam hal phonetic dan diksi.

Pada waktu pementasan di kota Spoletto, Italia, beliau mendapatkan

penghargaan sebagai The Ambasador. Dalam pementasan di Spoletto ini, beliau

bersama anggota choir yang lain mengikuti festival (tidak dipertandingkan, tetapi

wajib pentas. Dalam festival ini dilangsungkan kegiatan Pentas Karya dari Artis

ke Artis, di mana penonton umum tidak diperkenankan hadir, dan ditampilkan

beberapa Cantata, karya J. S. Bach dengan diiringi Orchestra dengan dipentaskan

oleh pemenang audisi. Beliaupun mengikuti audisi tersebut dan pada akhirnya

terpilih untuk mementaskan karya tersebut. Pada saat beliau selesai mementaskan

karya tersebut, sekelompok penonton bersorak mengatakan Bach just come out.

Melalui pementasan tersebut, beliau memperoleh award atau penghargaan Coro

Artisto.
Masa studi beliau diselesaikan pada tahun 1973 dan kembali ke

Indonesia. Setibanya di Indonesia, beliau diminta untuk menjadi tenaga pengajar

(dosen) di LPKJ (Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta) dan Akademi Musik.

Pada tahun 1974, beliau terpilih sebagai ketua Akademi Musik. Setelah beliau

menyelesaikan masa tugasnya, beliau ditempatkan sebagai staf ahli pada Dinas

Pendidikan dan Kebudayaan Pemerintah DKI Jakarta, dan selama itu beliau

dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan dan program-program pemerintah untuk

musik Ansambel, Bina Musik Paduan Suara di tingkat daerah dan tingkat

nasional.

Pada tahun 1978, oleh Dewan Gereja Indonesia (DGI), beliau ditugaskan

untuk memenuhi undangan Vereignte Evangelische Mission di Jerman dalam

rangka Yubelium Nomensen untuk mengisi acara di 30 kota di Jerman dan Swiss

dengan membentuk Vocal Group.

Pada tahun 2001, beliau diundang ke Auckland oleh St. Andrew Church

untuk mengadakan pelatihan dan concert dalam rangka kegiatan Pray for

Indonesia (Doa Bagi Indonesia), yang turut dihadiri pula oleh Duta Besar RI dan

mantan Perdana Menteri New Zealand.

Beberapa tahun kemudian yaitu tahun 2007, International Comitte for

Who is Who in Choral Music in The World mencari 1000 tokoh musik dan Paduan

Suara di seluruh dunia untuk dicantumkan dalam Encyclopedy Who is Who in

Choral Music in The World 1st Edition. Beliau memperoleh kehormatan ini, di

mana beliau dicantumkan dalam daftar 1000 tokoh komposer Paduan Suara Dunia

di bawah label Indonesia and composer profecy, dan pada tahun 2011, beliau
dipercayakan sebagai Dewan Pembina oleh Yayasan Musik Gereja Indonesia

(YAMUGER).

B. Aktifitas Musikal

C. Teknik Komposional (Compositional Technique)


Dalam hal teknik komposisi, beliau dapat disebut sebagai orang yang sangat

prinsip dalam memberdayakan elemen-elemen musikal yang ada. Dengan

beberapa pertimbangan yang dapat dikatakan cukup matang, beliau berusaha

sedapat mungkin menerapkan elemen-elemen musikal yang ada pada porsi,

kondisi, situasi dan kebutuhan yang tepat.


Berikut ini diuraikan mengenai teknik komposional (compositional

technique) yang digunakan komposer dalam karya-karya musikalnya.


1. Sistem Melodi

Dalam menyusun suatu melodi, sangat penting untuk


memperhatikan huruf vokal maupun konsonan dalam pencapaian
tinggi-rendahnya suatu nada. Bukanlah berlebihan apabila kita
mengatakan bahwa kita harus berbangga dengan bahasa yang kita
miliki yaitu Bahasa Indonesia, karena Bahasa Indonesia memiliki
pilihan kata yang sangat kaya untuk disubstitusi, manakala kita
menganggap mungkin dalam tingkat ketinggian nada tertentu, kata
yang satu lebih cocok dari pada kata yang lain.

2. Sistem Tangga Nada/ Modus


3. Sistem Ritme
4. Sistem Harmoni
5. Tempo
6. Dinamika
7. Disonan dan Konsonan
8. Aksentuasi
9. Tekstur
10. Bentuk Musik (Form of Music)
11. Birama
12. Timbre
Beliau mengatakan bahwa dalam hal menghasilkan interpretasi lirik yang

tepat, terlebih agar pesan dapat disampaikan kepada pendengar, timbre dan lirik
saling berkaitan. Sebagai contoh sebagaimana diungkapkan beliau, misalkan

untuk menggambarkan kata malam selain memilih chord dan progress yang

sesuai, dalam kaitannya dengan timbre, tampaknya sangat pantas apabila melalui

melodi dan lirik yang menggunakan kata malam menggunakan timbre Bass atau

Alto, yang terkesan berat dan gelap. Sedangkan untuk menggambarkan kata

riang, pagi, burung-burung berkicau, dapat digunakan timbre sopran yang

terkesan cerah dan ringan. Hal ini hanyalah sebagai contoh pandangan beliau

dalam memberdayakan elemen timbre dalam komposisi-komposisi musikalnya.

Akan tetapi, hal-hal seperti pada contoh di atas perlu untuk dipertimbangkan

secara matang, dalam kondisi dan situasi seperti apa yang hendak disampaikan

oleh syair tersebut.


13. Instrumentasi
14. Lirik/ Syair
Menurut beliau, untuk dapat menyampaikan pesan yang terkandung dalam

suatu komposisi musikal, lirik bukanlah sekedar elemen pelengkap, melainkan

lebih dari pada itu merupakan jiwa dari suatu komposisi musikal. Untuk memilih

lirik yang tepat dalam berkomposisi haruslah dipikirkan secara matang, dari aspek

mental, filosofi, bahkan dalam pandangan secara rohani.

D. Pandangan Filosofis Komposer


Dalam beberapa hal melalui sejumlah komposisi-komposisi beliau untuk

musik Sakral (Sacred Music), benar-benar terlihat apa yang mendasari ide

komposer dalam penggarapan komposisi-komposisinya. Unsur-unsur religi,

penghayatan dan perenungan mendalam terhadap Sang Pencipta sangat tercermin

dalam karya-karyanya.
Sebagai contoh, dalam komposisi beliau yang berjudul Siapakah Kami?,

dalam suatu bagian mengungkapkan prinsip-prinsip komposisi beliau dalam


kaitannya dengan relita kehadiran karya-karya musikal dan komposisi-komposisi

musik Sakral, seperti pada potongan lagu berikut.

Dalam hal berkomposisi, beliau mengatakan bahwa,


Kita tidak perlu terlalu sulit memikirkan komposisi seperti apa
yang harus kita buat. Semuanya telah tersedia di alam ini. Tuhan
sebagai Komposer, telah menciptakan komposisi yang megah
melalui alam ini. Kita sebagai manusia hanyalah perpanjangan
Tuhan untuk menuliskan melodi dan komposisi utuh untuk
kemuliaan nama Tuhan.

E. Pandangan Pakar Terhadap Komposisi BUKAKAN PINTU

KASIHMU (OPEN THY GATE OF LOVE O LORD), karya Ronald

Pohan

Anda mungkin juga menyukai