seniman unggul yang pernah lahir dari Sumatra Barat. Karya-karyanya dan
keharuman namanya sampai hari ini masih mendapat tempat berarti dalam
terpesona dengan lirik lagunya Lintuah yang pertama kali dinyanyikan sekitar
tahun 1965. Lirik lagu ini merupakan ekspresi kesungguhan cinta sang
Beliau amat bersahaja, berjiwa tenang, tak banyak cingcong, tidak banyak
menuntut, malah hampir tidak pernah marah. Beliau terlalu pendiam untuk
ukuran budaya kita sekarang, ungkap Femmi, istrinya kepada Fauzul el Nurca
Ibenzani Usman yang lahir pada 15 April 1937 di Padang adalah putra dari
Endah. Usman Kagami sang ayah lebih dikenal sebagai guru menggambar
mempunyai studio gambar. Sang ibu meninggal dunia di saat Ibenzani baru
berusia 8 tahun. Selanjutnya ia besar bersama istri ayahnya yang kedua yang
di bidang seni musik dan seni lukis. Bakatnya dalam bermain musik juga
diasah oleh seorang guru musik bernama Hasan Basri. Kemampuannya
dalam penguasaan alat musik sangat baik. Pada usia belum 10 tahun ia
pada jurusan Ilmu Pengetahuan Alam. Pada masa SMA inilah ia mulai
beberapa teman, Ibenzani membentuk sebuah grup band dan sering unjuk
Namun atas anjuran ayahnya, setamat SMA pada tahun 1953, ia memilih
Setamat dari ITB pada tahun 1962, ia tidak langsung kembali ke Padang. Tapi
menjadi dosen di FPBS IKIP Padang. Dari tahun 1965-1969 dan 1973-1977
Ibenzani Usman ditunjuk sebagai Ketua Jurusan Seni Rupa di FKIP Universitas
Andalas dan dipercaya sebagai Ketua Jurusan Seni dan Kerajinan FKSS IKIP
Padang (1969-1973 dan 1977-1979). Pada Periode 1987-1990 ia ditunjuk
pula sebagai Ketua Jurusan Seni Drama Tari dan Musik (Sendratasik) FPBS IKIP
Padang, pada saat yang sama ia juga menjabat sebagai Direktur Akademi
Jenjang pendidikan tertinggi yang diraih Ibenzani adalah gelar Doktor Sejarah
Seni di ITB pada tahun 1986 dengan disertasi “Seni Ukir Tradisional pada
Rumah Adat Minangkabau; Teknik, Pola dan Fungsinya”. Topik disertasinya ini
adalah yang pertama kalinya menjadi obyek penelitian dalam meraih gelar
doktor di Indonesia. Ini adalah upaya akademis yang besar artinya bagi
Pada tahun 1964, dua lagu berirama seriosanya Ajakan Suci dan Putra
Persada dipilih dan dinyanyikan dalam ajang Pemilihan Bintang Radio se-
Indonesia. Begitu pula pada ajang yang sama tahun 1965, dua karya
Lagunya Desaku mengudara pada tahun 1975 pada acara yang sama.
Selamat Datang Tunas Warga ITB dan Selamat Jalan Sarjana ITB yang sejak
tahun 1961 menjadi lagu abadi, yang setidaknya berkumandang dua kali
Ibenzani tak hanya handal dalam mencipta lagu, tapi ia juga piawai dalam
mengolah komposisi paduan suara. Ini terbukti saat ia meraih gelar Juara
Harapan Komposisi Paduan Suara di Taman Ismail Marzuki (TIM) pada tahun
pengakuan formal, salah satu dari yang sedikit itu adalah Ibenzani. Bersama
Trisuci Kamal, Slamet Abdul Syukur dan FX. Sutopo yang tergabung dalam
Dalam seni musik terdapat sejumlah karya Ibenzani yang masih legendaris
sampai hari ini. Ia menghasilkan banyak lagu baik dalam bahasa Minang,
Manari, Lambok Malam, dan sebuah lagu khusus berjudul Minang Rhapsody.
Dambaan Kasih, Kembalilah Sayang, Senja Indah, Gita Pribadi, Putra Persada,
Ajakan Suci, Untuk Putriku, Pahlawan Revolusi, Bisikan Sukma Satria, Pesan
juga terbukti. Pada tahun 1975-1976, ia ikut Pameran Seni Rupa Bersama
Padang dan logo Hotel Indonesia Jakarta. Dalam pembuatan lambang daerah
Sumatra Barat yang sekarang dikenal dengan sebutan Tuah Sakato juga tak
lepas dari andil dan saran-saran Ibenzani Usman. Pembuatan elemen estetika
Auditorium STSI Padang Panjang (dulu ASKI) pada tahun 1970 merupakan
PLTA Batang Agam (1975) dan PT. Semen Padang (1979) juga merupakan
Selain disertasinya tentang rumah adat Minang yang cukup penting sebagai
1986 berjudul Konsep Estetika Barat tak Berlaku untuk Budaya Minang,
Minangkabau Dipandang dari Sudut Adat dan Agama yang disampaikan pada
Kotamadya Padang yang diadakan di Fakultas Adab IAIN Imam Bonjol Padang,
tak jadi ia bawakan karena saat itu Ibenzani sudah sakit-sakitan dan dan
pada hari Sabtu (28 Juli 1995) pukul 21.15 WIB, Ibenzani Usman menghadap
istri Femmy Frieda Olivia Sy., serta empat orang anak; Ir. Nancy Felizia, Selvi
terhormat itu.
Dalam sebuah wawancara dengan Emil Mahmud dari harian Singgalang yang
memahami kesenian hendaknya: Kita lebih dulu paham bahwa dalam seni
ada dua faktor penting yaitu; pertama kultural (culture), maksudnya karya
seni yang memiliki cita rasa tinggi tapi cuma bisa dipahami kalangan tertentu
saluang, dendang, dan banyak lagi yang belum terungkap. Kedua adalah
Prof. Dr. Ibenzani Usman adalah cerminan keberadaan seorang seniman yang
tekun dan seorang tokoh pendidik yang pernah dimiliki dan banyak
memberikan andil besar bagi Sumatra Barat. Ia adalah pribadi yang banyak
berkarya namun tetap hidup bersahaja. Sampai ia meninggal dunia, Ibenzani
Maya Lestari Gf