Anda di halaman 1dari 54

1

PENGGUNAAN ENZIM BROMELIN PADA PEMBUATAN


MINYAK KELAPA (Cocos nucifera) SECARA ENZIMATIS
Application of the Bromelain Enzyme in the Making of Coconut
(Cocos nucifera) Oil Enzymatically

OLEH

ENI FAJRIN

G611 08 259

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
2

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu Negara tropis yang ditumbuhi

berbagai jenis tanaman dan salah satunya adalah tanaman

kelapa.Tanaman kelapa merupakan tanaman yang serbaguna dan

hampir seluruh dari bagian kelapa dapat dimanfaatkan baik dalam

bentuk produk minuman,obat-obatan maupun bahan lainnya. Salah satu

pemanfaatan buah kelapa yaitu dapat diolah menjadi minyak goreng.

Pembuatan minyak dari buah kelapa pada umumnya dapat

dilakukan dengan menggunakan dua cara yaitu cara kering dan cara

basah. Ektraksi minyak secara kering dilakukan dengan cara

pengepresan kopra (kelapa kering) dan penambahan pelarut, kemudian

dilakukan pemurnian pada minyak yang dihasilkan. Sedangkan ekstraksi

minyak secara basah dapat dilakukan dengan proses pemanasan,

fermentasi, dan penambahan enzim.

Pembuatan minyak kelapa sacara enzimatis menggunakan berbagai

jenis enzim umumnya, telah dilakukan dan salah satunya adalah

pembuatan minyak kelapa menggunakan enzim papain dari sari buah

pepaya muda. Akan tetapi, rendemen yang dihasilkan kurang maksimal

sehingga dilakukan penambahan ragi untuk menghasilkan rendeman

yang maksimal.

Maka dari itu, perlu dilakukan pembuatan minyak kelapa dengan

menggunakan jenis enzimlain untuk menghasilkan rendemen yang

maksimal, misalnya enzim bromelin yang berasal dari sari buah nenas.

1
3

Nenas (Ananas comosus (L) Merr) adalah, salah satu tanaman

daerah tropis yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat baik dalam

bentuk olahan maupun segar. Buah nenas mengandung enzim yaitu

enzim bromelin. Bromelin merupakan enzim proteolitik yang ditemukan

pada bagian batang, tangkai, hati/bonggol dan daging buah nanas,

enzim ini mampu menghidrolisis ikatan peptida pada protein atau

polipeptida menjadi molekul yang lebih kecil yaitu asam amino (Anonim,

2009).

Penggunaan enzim bromelin pada pembuatan minyak kelapa pada

dasarnya masih dalam bentuk cair (sari buah). Berdasarkan hal itu maka,

diperlukan cara untuk mengeringkan sari buah tersebut tanpa mengubah

atau mengurangi komponen penting yang terkandung di dalam sari buah

tersebut. Berdasarkan pada hasil penelitian Meilthy (2012) bahwa,

pengeringan enzim bromelin dapat dilakukan dengan dua cara yaitu

menggunakan freeze drying dan oven vakum. Enzim yang dihasilkan dari

proses pengeringan tersebut dapat digunakan secara langsung.

Pembuatan minyak kelapa secara enzimatis dalam hal ini

menggunakan enzim bromelin dilakukan dengan metode basah

(wet rendering) dimana enzim akan mendegradasi komponen protein

dan memecah dinding sel santan sehingga minyak lebih mudah terpisah

dari air.

Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini dilakukan untuk

memanfaatkan enzim bromelin pada pembuatan minyak kelapa secara

enzimatis sehingga menghasilkan rendemen minyak yang maksimal


4

serta untuk meningkatkan nilai ekonomis dari buah nenas yang selama

ini hanya dijadikan sebagai produk makanan dan minuman.

B. Rumusan Masalah

Pengolahan minyak kelapa secara enzimatis pada umumnya masih

kurang optimal, khususnya dikalangan industri minyak kelapa. Metode

pembuatan minyak kalapa yang biasa digunakan yaitu metode basah

dengan cara pemanasan ataupun metode kering dengan pengepresan

kopra. Cara ini kurang efisien sehingga diperlukan cara atau metode

dalam membuat minyak kelapa dimana rendemen minyak yang

dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan. Pengolahan minyak kelapa

secara enzimatis menggunakan enzim bromelin kasar merupakan salah

satu metode yang dapat digunakan, penambahan enzim bromelin kasar

yang berfungsi sebagai pemecah emulgator pada krim santan sehingga

minyak dan air dapat terpisah dengan demikian, proses pengolahan

minyak kelapa menjadi lebih mudah dan mengurangi proses pemanasan

yang terlalu lama.

C. Tujuan

Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui konsentrasi enzim bromelin yang dapat

menghasilkan rendemen optimum minyak kelapa.


2. Untuk mengetahui pengaruh enzim bromelin terhadap rendemen

minyak yang dihasilkan.


5

Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai sumber informasi dan

referensi bagi produsen minyak kelapa mengenai pengunaan enzim

bromelin untuk mempercepat proses pembuatan minyak kelapa.

I. TINJAUAN PUSTAKA
A. Nenas (Ananas comosus (L) Merr)

Nenas adalah buah tropis dengan daging buah berwarna kuning

memiliki kandungan air 90% dan kaya akan kalium, kalsium, iodium,

sulfur, dan khlor. Selain itu juga kaya asam, Biotin, Vitamin B 12, Vitamin

B, Vitamin A, Vitamin C, Dekstrosa, Sukrosa (gula tebu), dan enzim

bromelin. Nanas termasuk komoditas buah yang mudah rusak, susut,

dan cepat busuk. Oleh karena itu, seusai panen memerlukan

penanganan pasca panen, salah satunya dengan pengolahan

(Kurniawan, 2008).

Menurut Anonim (2009), bahwa adapun kandungan gizi dari nanas

menurut BPPHP (Balai Pemantauan Pemanfaatan Hutan Produksi)

dapat dilihat pada Tabel 01:

Tabel 01. Kandungan Gizi dari Buah Nenas


No. Kandungan gizi Jumlah
1 Kalori 52,00 kal
2 Protein 0,40 g
3 Lemak 0,20 g
4 Karbohidrat 16,00 g
5 Fosfor 11,00 mg
6 Zat Besi 0,30 mg
7 Vitamin A 130,00 SI
8 Vitamin B1 0,08 mg
9 Vitamin C 24,00 mg
6

10 Air 85,30 g
11 Bagian dapat dimakan 53,00
Sumber : Anonim (2009)

B. Enzim Bromelin
4

Bromelin adalah enzim yang diekstrak dari buah nanas

(Ananas comosus). Bromelin diisolasi dari buah nanas dengan

menghancurkan daging buah untuk mendapatkan ekstrak kasar enzim

bromelin. Buah nanas yang muda maupun yang tua mengandung enzim

bromelin (Winarno, 1986).

Aktifitas enzim bromelin dipengaruhi oleh kematangan buah nanas

dan konsentrasi pemakaian. Untuk memperoleh hasil yang maksimum

digunakan buah nanas yang muda, karena buah nanas yang muda

mengandung enzim bromelin lebih banyak, sehingga dalam proses

pemecahan santan kelapa dalam emulsi lemak lebih cepat. Semakin

banyak nanas yang digunakan, semakin cepat proses pemecahan

lipoprotein dalam emulsi lemak (Winarno, 1986).

Aktivitas bromelin optimum pada suhu 50 0C, diatas suhu tersebut

keaktifan akan menurun. pH optimum 6,5-7 dimana enzim akan

mempunyai konformasi yang mantap dan aktivitas

maksimal (Winarno, 1986).

Pada bagian bonggol dan hati buah nanas banyak terdapat enzim

Bromelin (Setiaji, 2006). Penambahan enzim bromelin dapat

mempercepat proses perusakan sistem emulsi santan yang akan

dihidrolisis menjadi asam-asam amino melalui ikatan peptida. Emulsi


7

santan yang sudah dirusak maka akan terbentuk tiga lapisan yaitu dari

lapisan atas minyak, padatan, dan air.

Menurut Ferdiansyah (2005), Bahwa adapun kandungan enzim

bromelin pada tanaman nenas dapat di lihat pada Tabel 02.

Tabel 02. Kandungan bromelin di dalam tanaman nenas (persen)


No Bagian Buah Persentase
1 Buah utuh masak 0,060 0,080
2 Daging buah masak 0,080 0,125
3 Kulit buah 0,050 0,075
4 Tangkai 0,040 0,060
5 Batang 0,100 0,600
6 Buah utuh mentah 0,040 0,060
Sumber : Ferdiansyah (2005)

Bromelin merupakan salah satu jenis enzim protease sulfhidril yang

mampu menghidrolisis ikatan peptida pada protein atau polipeptida

menjadi molekul yang lebih kecil yaitu asam amino. Bromelin ini

berbentuk serbuk amori dengan warna putih bening sampai

kekuning-kuningan, berbau khas, larut sebagian dalam aseton, eter, dan

CHCl3 (Anonim, 2009).

C. Pengering Beku (Freeze Drying)

Pengeringan dengan cara pembekuan yaitu bahan langsung

dibekukan dan air dikeluarkan dari bahan secara sublimasi. Proses ini

dilakukan dalam keadaan vakum (P<4 mm Hg) dengan suhu 10 0F.

dengan demikian bahan pangan akan terhindar dari kerusakan kimiawi

dan mikrobiologi dan cita rasa akan tetap, daya dehidrasi akan baik.

Pengeringan beku digunakan untuk mengeringkan makanan atau bahan


8

lain seperti vaksin yang akan rusak oleh panas walaupun digunakan

panas rendah (Effendi, 2009).

Pengeringan Beku ini merupakan salah satu cara dalam

pengeringan bahan pangan. Pada pengeringan ini semua bahan pada

awalnya dibekukan, kemudian dilakukan pemanasan ringan dalam suatu

lemari hampa udara. Kristal-kristal es yang terbentuk selama tahap

pembekuan akan menyublim pada tekanan hampa yaitu berubah secara

langsung dari es menjadi uap air tanpa melewati fase cair. Ini akan

menghasilkan produk yang bersifat porous dengan perubahan yang

sangat kecil terhadap ukuran dan bentuk bahan aslinya karena panas

yang digunakan sedikit. Produk yang bersifat porous dapat direhidrasi

dengan cepat didalam air dingin(Gaman dan Sherrington, 1981).

D. Kelapa (Cocos nucifera)

Kandungan kimia pada daging kelapa adalah air, protein, dan lemak

yang merupakan jenis emulsi dengan emulgatornya. Emulsi adalah zat

cair yang tidak dapat tercampur yang terdiri dari dua fase (air dan

minyak). Emulgator adalah zat yang berfungsi untuk mempererat emulsi,

dalam hal ini emulgatornya adalah protein. Pada ikatan protein akan

membungkus butiran-butiran minyak kelapa dengan suatu lapisan tipis

sehingga butiran-butiran minyak tidak bisa tergabung, begitu juga

dengan air. Emulsi tidak akan terpecah, karena masih ada tegangan

muka protein air yang lebih kecil dari protein minyak. Untuk merusak

ikatan emulsi lemak pada santan kelapa mengunakan metode enzimatis

(Setiaji, 2006).
9

Buah kelapa memiliki komposisi kimia seperti air, kalori dan fosfor

yang tinggi, dan mengandung sedikit protein, lemak, karbohidrat,

kalsium, besi serta vitamin. Menurut Ketaren (1986), bahwa adapun

komposisi kimia daging buah kelapa per 100 gram dapat dilihat pada

Tabel03.

Tabel 03. Komposisi Kimia Daging Buah Kelapa per 100 Gram
Buah
Zat Gizi Buah Muda Buah Tua
Setengah Tua
Kalori 68,0 kal 180,0 kkal 359,0 kkal
Protein 1,0 g 4,0 g 3,4 g
Lemak 0,9 g 13,0 g 34,7 g
Karbohidrat 14,0 g 10,0 g 14,0 g
Kalsium 7,0 mg 8,0 mg 21,0 mg

Fosfor 30,0 mg 55,0 mg 98,0 mg

Besi 1,0 mg 1,3 mg 2,0 mg

Aktivitas vitamin A 0,0 I 10,0 I 0,0 I

Thiamin 0,06 mg 0,05 mg 0,1 mg

Asam askorbat 4,0 mg 4,0 mg 2,0 mg

Air 83,3 g 70,0 g 46,9 g

Bagian yang dapat


53 g 53 g 53 g
dimakan
Sumber : Ketaren, (1986).
10

E. Santan

Santan adalah cairan berwarna putih yang diperoleh dari

pengepresan atau pemerasan daging kelapa segar dengan atau tanpa

penambahan air.

Pengolahan santan yang tahan lama dipengaruhi oleh beberapa faktor,

antara lain jenis dan ukuran buah kelapa, cara dan tahap pemerasan dan

faktor-faktor lainnya (Sukardi, 1995; Joeswadi, 1984).

Santan kelapa diperoleh dengan memeras campuran parutan kelapa

dengan air. Banyaknya air santan yang diperoleh sangat tergantung

pada banyaknya air yang ditambahkan pada saat pembuatan santan.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pemerasan parutan kelapa

tanpa air diperoleh emulsi minyak dalam air yang mengandung minyak

sekitar 41- 44%, air sekitar 46%, zat padat bebas lemak sekitar 10%, dan

protein sekitar 4,8%. Bahan tersebut dinamakan sebagai krim kelapa

atau cocos cream (M. Qazuini, 1993).

Santan adalah cairan yang berwarna putih yang diperoleh dari

pemerasan. Jika santan didiamkan akan terpisah menjadi dua fase yaitu

fase skim yang jernih bagian bawah dan fase krim yang berwarna putih

susu dibagian atas. (Winarno,2004).


11

F. Minyak Kelapa

Minyak kelapa merupakan minyak yang diperoleh dari kopra

(daging buah kelapa yang dikeringkan) atau dari perasan santannya.

Kandungan minyak pada daging buah kelapa tua diperkirakan mencapai

30%-35%, atau kandungan minyak dalam kopra mencapai 63-72%

(Anonim, 2003).

Teknologi pengolahan minyak kelapa sangat beragam, mulai

teknologi sederhana pada skala rumah tangga sampai dengan teknologi

maju pada industri pengolahan minyak skala besar. Berbagai teknologi

dan skala usaha pengolahan minyak kelapa mempunyai persyaratan

tertentu baik dari aspek teknis proses dan pengelolaannya. Umumnya

dikenal dua metode pengolahan minyak kelapa, yakni pengolahan cara

basah (wet process) dan cara kering (dry process). Cara basah adalah

pengolahan minyak yang melalui proses pengolahan santan, sedangkan

proses kering tanpa melalui pengolahan santan (Grimwood, 1975).

Kandungan air dalam minyak mampu mempercepat kerusakan

minyak. Air yang ada dalam minyak dapat juga dijadikan sebagai

media pertumbuhan mikroorganisme yang dapat menghidrolisis

minyak (Ketaren, 1986).

Minyak kelapa merupakan minyak yang paling stabil diantara

seluruh minyak nabati, dan memiliki titik didih seperti mentega dengan

titik didih 2250C. Minyak kelapa murni merupakan minyak yang tidak

mengalami proses hidrogenasi, sehingga dilakukan dengan cara

pemanasan, sentrifugasi, atau enzimatis (Winarno, 2006, Buckle, 2007).


12

Minyak kelapa berdasarkan kandungan asam lemak digolongkan ke

dalam minyak asam laurat, karena kandungan asam lauratnya paling

besar jika dibandingkan dengan asam lemak lainnya. Berdasarkan

tingkat ketidakjenuhannya yang dinyatakan dengan bilangan Iod

(iodine value), maka minyak kelapa dapat dimasukkan ke dalam

golongan non drying oils, karena bilangan iod minyak tersebut berkisar

antara 7,5-10,5. Komposisi asam lemak minyak kelapa dapat dilihat pada

Tabel 04. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa asam lemak jenuh

minyak kelapa lebih kurang 90%. Minyak kelapa mengandung 84%

trigliserida dengan tiga molekul asam lemak jenuh, 12 persen trigliserida

dengan dua asam lemak jenuh dan 4 persen trigliserida dengan satu

asam lemak jenuh (Ketaren, 2008).

Tabel 04. Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa


Asam Lemak Rumus kimia Jumlah (%)
Asam Lemak Jenuh :
Asam kaproat C5H11COOH 0,0-0,8
Asam kaprilat C7H17COOH 5,5-9,5
Asam kaprat C9H19COOH 4,5-9,5
Asam laurat C11H23COOH 44,0-52,0
Asam miristat C13H27COOH 13,0-19,0
Asam palmitat C15H31COOH 7,5-10,5
Asam stearat C17H35COOH 1,0-3,0
Asam arachidat C19H39COOH 0,0-0,4
Asam lemak tidak jenuh:
Asam palmitoleat C15H29COOH 0,0-1,3
Asam oleat C17H33COOH 5,0-8,0
Asam linoleat C17H31COOH 1,5-2,5
Sumber : Thieme, J.G. (1968).
13

G. Pembuatan Minyak Kelapa Secara Enzimatis

Secara garis besar proses pembuatan minyak kelapa dapat

dilakukan dengan dengan dua cara: Minyak kelapa diekstrak dari daging

kelapa segar, atau dikenal dengan proses basah. Sedangkan minyak

kelapa diekstrak dari daging kelapa yang telah dikeringkan (kopra) atau

dikenal proses kering (Anonim, 2011c).

Khusus untuk cara basah, bisa juga menggunakan metode

enzimatik. Enzim yang biasa digunakan adalah enzim bromelin. Enzim

bromelin diperoleh dari buah nenas, enzim bromelin termasuk dalam

kelompok enzim hidrolase, dalam hal ini menghidrolisis

protein/peptide (Muchtadi, dkk, 1992).

Protein menyerap molekul-molekul air dengan bantuan enzim, maka

protein akan terdegradasi menjadi senyawa protease, pepton dan asam-

asam amino. Hal inilah yang menyebabkan protein sebagai emulgator

pada krim santan atau terdegeradasi melalui proses hidrolisis dengan

bantuan enzim hidrolase pemecahan protein menyebabkan sistem

emulsi menjadi tidak stabil sehingga minyak dapat terpisah dari sistem

emulsi.

H. Pemurnian Minyak Kelapa

Tujuan utama dari pemurnian minyak adalah untuk menghilangkan

rasa dan bau yang tidak enak, warna yang tidak menarik

dan memperpanjang masa simpan minyak sebelum dikonsumsi atau


14

digunakan sebagai bahan mentah dalam industri. Pada umumnya

minyak untuk tujuan bahan pangan dimurnikan melalui tahap proses

yaitu sebagai berikut:

1. Pemisahan bahan berupa suspensi dan dispersi koloid dengan


cara penguapan, degumming, dan pencucian dengan asam.
2. Pemisahan asam lemak bebas dengan cara netralisasi.
3. Dekolorisasi dengan cara pemucatan.
4. Deodorasi.
5. Pemisahan gliserida jenuh (stearin) dengan cara pendinginan
(chiling).

Disamping itu kadang-kadang dilakukan penambahan flavor dan zat

warna sehingga didapatkan minyak dengan rasa dan bau yang enak

dengan warna yang menarik.

Kotoran yang terdapat dalam minyak yaitu kotoran yang berbentuk

suspensikoloid dalam minyak dan kotoran yang terlarut dalam minyak

(fat solouble compound). Kotoran yang berbentuk suspensi koloid dalam

minyak terdiri dari fosfolipid, karbohidrat, senyawa yang mengandung

nitrogen, dan senyawa kompleks lainnya. Kotoran ini dapat dihilangkan

dengan menggunakan uap panas, elektrolisa disusul dengan proses

mekanik seperti pengendapan, sentrifusi, atau penyaringan dengan

menggunakan adsorben. Kotoran yang terlarut dalam minyak terdiri dari

asam lemak bebas, sterol, hidrokarbon, mono, dan gliserida

yang dihasilkan dari hidrolisa trigliserida. Zat warna yang terdiri dari

karotenoid, klorofil dan zat warna lainnya yang dihasilkan dari proses

oksidasi dan dekomposisi minyak yang terdiri dari keton, aldehida dan

resin serta zat lain yang belum dapat diidentifikasi.

1. Netralisasi
15

Netralisasi adalah suatu proses untuk memisahkan asam lemak

bebas dari minyak atau lemak, dengan cara mereaksikan asam lemak

bebas dengan basa atau pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun

(soap stock). Netralisasi dengan kaustik soda (NaOH) merupakan salah

satu proses netralisasi yang banyak dilakukan dalam skala industri

karena lebih efisien dan lebih murah dibandingkan dengan cara

netralisasi lainnya, selain itu penggunaan kaustik soda, membantu dalam

mengurangi zat warna dan kotoran yang berupa getah dan lendir dalam

minyak. Akan tetapi, pemakaian larutan kaustik soda dengan konsentrasi

tinggi, akan bereaksi sebagian dengan trigliserida sehingga mengurangi

rendemen minyak dan menambah jumlah sabun yang terbentuk

(Ketaren, 2008).

2. Pemucatan (Bleaching)

Pemucatan (bleaching) adalah suatu tahap proses pemurnian untuk

menghilangkan zat-zat warna yang tidak disukai dalam minyak.

Pemucatan ini dilakukan dengan mencampur minyak dengan sejumlah

kecil adsorben, seperti tanah serap (fuller earth), lempung aktif (activated

clay) dan arang arang aktif atau dapat juga menggunakan bahan

kimia.Jenis-jenis adsorben yang biasadigunakan untuk memucatkan

minyak terdiri dari bleaching clay, arang, dan arang aktif. Zat warna yang

ada dalam lemak dan minyak termasuk karotenoid, klorofil dan bahan

warna lain. Pemutihan dengan menggunakan bahan kimia yang bersifat

mengoksidasi atau hidrogenisasi dapat juga mengurangi warna lemak

tetapi dapat menyebabkan perubahan pada minyak dan lemak itu sendiri

(Buckle, et all, 1987).


16

3. Flavor dalam minyak

Senyawa yang menimbulkan flavor dalam minyak terdiri dari dua

golongan yaitu: flavor alamiah (natural flavor) dan flavor yang berasal

dari kerusakan minyak atau bahan yang mengandung

minyak (Ketaren, 2008).

a. Flavor alamiah (Natural Flavor)

Flavor tersebut secara alamiah terdapat dalam bahan yang

mengandung minyak dan ikut terekstak pada proses pemisahan minyak

dengan cara pengepresan, rendering atau dengan ekstraksi

menggunakan pelarut menguap. Senyawa tersebut terdiri dari

hidrokarbon tidak jenuh, pigmen karotenoid, terpene, sterol, dan

tokoferol. Minyak yang berbau sengit (pungent odor) dan rasa getir

disebabkan oleh glukosida dan allyl thio sianida. Senyawa ini banyak

terdapat dalam minyak yang berasal dari biji-bijian, misalnya: minyak

brassica, rape seed, colza, dan mustard.

b. Flavor yang dihasilkan dari kerusakan minyak atau bahan yang

mengandung minyak.

Kerusakan tesebut terjadi selama pengolahan, penyimpanan,

pengangkutan, adanya kotoran dalam minyak dan pada proses

pemurnian. Senyawa yang terbentuk merupakan hasil degradasi

trigliserida dalam minyak, yang menghasilkan asam lemak bebas,

aldehida, dan keton, dikarbonil, alcohol, dan sebagainya. Bau tengik dan

rasa getir mulai dirasakan jika komponen tersebut terdapat dalam minyak

dengan jumlah lebih dari 0,1% dari berat minyak.

I. Bahan Pemurnian Minyak


17

1. Arang Aktif

Arang merupakan bahan padat yang berpori-pori dan umumnya

diperoleh dari hasil pembakaran kayu atau bahan yang mengandung

bahan unsur karbon (C). Umumnya arang mempunyai daya adsorbsi

yang rendah terhadap zat warna dan daya adsorbsi tersebut dapat

diperbesar dengan cara mengaktifkan arang menggunakan uap atau

bahan kimia.

Mekanisme adsorbs zat warna oleh arang

Adsorbsi adalah suatu peristiwa fisik padat permukaan suatu

bahan, yang terganntung dari specific affinity antara adsorben dan zat

yang diadsorbsi. Daya adsorbsi arang aktif disebabkan arang

mempunyai pori-pori dalam jumlah besar, dan adsorbsiakan terjadi

karena adanya perbedaan energi potensial antara permukaan arang

dan zat yang diserap. Berdasarkan adanya perbedaan energi

potensial, maka jenis adsorbsi terdiri dari adsorbsi listrik, adsorbsi

mekanis, adsorbsi kimia dan adsorbsi termis. Sifat adsorbsi tersebut

masing-masing disebabkan karena perbedaan muatan listrik,

perbedaan potensial sifat kimia dan perbedaan potensial kerena

panas. Efisiensi adsorbsi oleh arang tergantung dari perbedaan

muatan listrik antara arang dan zat atau ion yang diserap. Bahan yang

mempunyai listrik positif akan diserap lebih efektif oleh arang dalam

larutan yang yang bersifat basa dan sebaliknya, sedangkan

penyerapan terhadap bahan nonelektrolik tidak dipengaruhi oleh

keasaman atau sifat kebasahan oleh arang sebagai adsorben. Jumlah


18

arang aktif yang digunakan untuk menyerap warna berpengaruh

terhadap jumlah warna yang diserap (Ketaren, 2008).


Perbandingan daya pemucat antara arang aktif dan activated clay

pada proses pemucatan minyak kelapa bahwa daya pemucat arang

aktif lebih baik dari activated clay, karena arang aktif dapat menyerap

zat warna sebanyak 95-97% dari total zat warna yang terdapat dalam

minyak. Keuntungan penggunaan arang aktif sebagai bahan pemucat

minyak ialah kerena lebih efektif untuk menyerap warna bandingkan

dengan bleaching clay, sehingga arang aktif dapat digunakan dalam

jumlah kecil. Arang yang digunakan sebagai bahan pemucat biasanya

berjumlah kurang lebih 0,1- 0,2% dari berat minyak. Arang aktif dapat

juga sebagian bau yang tidak dikehendaki dan mengurangi jumlah

peroksida sehingga memperbaiki mutu minyak. Kekurangan dari

arang aktif adalah karena minyak yang tertinggal dalam activated clay,

dan otooksidasi terjadi lebih cepat pada minyak yang dipucatkan

dengan menggunakan arang aktif (activated carbon). Adsorben yang

telah bercampur dengan minyak dapat dipisahkan dengan cara

penyaringan menggunakan filter press. Biasanya filter press terdapat

dua macam kain saring, yaitu kain goni (jute) pada bagian bawah dan

kain katun (kapas) atau nilon pada bagian atas filter, dengan tekanan

dalam filter press kurang lebih 3,0-3,5 kg/cm2 ( Ketaren, 2008).


2. Zeolit

Zeolit ditemukan oleh seorang ahli mineral dari Swedia, bernama

Baron Axel Frederick Crontedt pada tahun 1756. Mineral zeolit

berbentuk kristal yang terdapat di dalam rongga batuan basal. Zeolit


19

berasal dari kata zein dan lithos yang berarti batu api atau boiling

stone (Hendritomo, 1984).

Zeolit merupakan kelompok mineral alumina silikat terhidrasi yang

secara umum memiliki rumus empiris Mx.Dy.(Al x+2Y.Six+2y.O2n).m.H2O,

di mana notasi M dan D adalah K, Na, atau kation monovalen lainnya,

x dan y adalah bilangan tertentu, n adalah muatan dari ion logam, dan

m merupakan jumlah molekul air kristal yang selalu

berubah-ubah (Setiyadi, 1999).

Hasil penelitian Vaulina (2002) menyebutkan, bahwa penggunan

zeolit mampu menyerap logam berat pada limbah perairan seperti Pb,

Hg dan Cd. Menurut Rindengan dan Hengki (2005), batu zeolit

berfungsi sebagai penyerap asam lemak bebas yang masih terdapat

dalam minyak. Zeolit merupakan mineral yang terdiri dari kristal

alumino silikat terhidrasi yang mengandung kation alkali atau alkali

tanah dalam kerangka tiga dimensinya. Ion-ion logam tersebut dapat

diganti oleh kation lain tanpa merusak struktur zeolit dan dapat

menyerap air secara reversible (Bekkum, et all, 1991).

J. Standar Mutu Minyak Kelapa

Minyak yang dihasilkan dari proses manapun yang digunakan

selayaknya aman untuk dikonsumsi. Secara nasional terdapat standar

untuk minyak goreng seperti tertera pada Tabel 05 (Anonim, 2012).

Tabel 05. Standar Mutu Minyak Goreng Berdasarkan SNI 01-3741-2002


KRITERIA UJI SATUAN SYARAT
Keadaan bau, warna
- Normal
dan rasa
Air % b/b Maks 0.30
Asam lemak bebas % b/b Maks 0.30
(dihitung sebagai
20

asam laurat)
Bahan Makanan Sesuai SNI. 022-M dan Permenkes No.
Tambahan 722/Menkes/Per/IX/88
Cemaran Logam :
- Besi (Fe) Mg/kg Maks 1.5
- Tembaga (Cu) Mg/kg Maks 0.1
- Raksa (Hg) Mg/kg Maks 0.1
- Timbal (Pb) Mg/kg Maks 40.0
- Timah (Sn) Mg/kg Maks0.005
- Seng (Zn) Mg/kg Maks 40.0/250.0)*
Arsen (As) % b/b Maks 0.1
Angka Peroksida % mg 02/gr Maks 1
Sumber : Departemen Perindustrian (SNI 01-3741-2002)
Keterangan : *) Dalam kemasan kaleng

Penggolongan kelas mutu minyak kelapa berdasarkan rekomendasi

APCC (2006) adalah sebagai berikut:

Grade I = Refined and deodorized oil (minyak yang sudah dimurnikan

dan dihilangkan bau)

Grade II = Refined oil (minyak yang sudah dimurnikan)

Grade III = White oil obtained by wet processing (minyak tak bewarna

(bening) yang diperoleh dari pegolahan cara basah)

Grade IV = Industrial oil No 1-obtained by the process of extraction

(minyak Industri No 1- diperoleh dengan cara ekstraksi)

Grade V = Industrial oil No 2-obtained by the process of solvent

extraction (minyak Industri No 1 diperoleh dengan cara

ekstraksi menggunakan pelarut)

Syarat Mutu dari setiap kelas mutu (grade) tersebut di atas disajikan

pada Tabel 06 berikut ini.

Tabel 06.Syarat mutu minyak goreng kelapa untuk setiap kelas mutu
(Grade), APCC 2006.
No Karakteristik Syarat Grade I Grade Grade Grade Grade
Mutu II III IV V
1 Asam lemak bebas 0,10 0,10 1 6 10
21

(sebagai lauric, % max)


2 Kadar air dan kotoran 0,10 0,10 0,25 0,5 0,5
tak larut (%,max)
3 Bahan yang tidak 0,5 0,5 0,5 0,8 1,0
tersabukan (%, max)
4 Warna pada 1 inchi sell, 2 2 4 11 30
pada skala Y+5R, (tidak
lebih dari)
5 Nilai penyabunan, 255 255 255 248 248
minimum
6 Bilangan iod (wijs) 7,5-9,5 7,5-9,5 7,5-9,5 7,0-11,0 7,0-11,0
7 Specific gravity pada 0,915 s/d 0,915 0,915 0,915 0,915
30oC 0,920 s/d s/d s/d s/d
0,920 0,920 0,920 0,910
8 Indek refractive pada 1,4480 s/d 1,4480 1,4480 1,4480 1,4480
40oC 1,4490 s/d s/d s/d s/d
1,4490 1,4490 1,4490 1,4490
9 Kandungan mineral nihil nihil nihil nihil nihil
asam

K. Sifat-Sifat Minyak Goreng

Sifat-sifat minyak goreng dibagi ke sifat fisik dan kimia. Sifat fisik

terdiri dari warna, odor dan flavor, kelarutan, titik cair, titik didih (boiling

point), titik lunak (softening point), sliping point, shot melting point, bobot

jenis, titik asap, dan titik kekeruhan (turbidity point). Sedangkan sifat

kimia terdiri dari hidrolisa, oksidasi, hidrogenasi dan

esterfikasi (Anonim, 2011b).

Zat warna dalam minyak terdiri dari dua golongan yaitu zat warna

alamiah dan warna dari hasil degradasi zat warna alamiah.Zat warna

yang tergolong zat warna alamiah yaitu zat warna yang secara alamiah

di dalam bahan yang mengandung minyak dan ikut terekstrak bersama

minyak pada proess ekstraksi. Zat warna tersebut antara lain terdiri dari

dan karoten, xantofil, klorofil, dan anthosyanin, zat warna ini


22

menyebabkan minyak berwarna kuning, kuning kecokelatan, kehijau-

hijauan dan kemerahan-merahan. Pigmen berwarna merah jingga atau

kuning disebabkan oleh karotenoid yang bersifat larut dalam minyak.

Karotenoid merupakan persenyawaan hidrokarbon tidak jenuh. Jika

minyak dihidrogenasi, karoten tersebut juga ikut terhidrogenasi, sehingga

intensitas warna kuning berkurang. Karotenoid bersifat tidak stabil pada

suhu tinggi, dan jika minyak dialiri uap panas, maka warna kuning akan

hilang. Karotenoid tersebut tidak dapat dihilangkan dengan proses

oksidasi (Ketaren, 2008).

Oksidasi, proses oksidasi berlangsung bila terjadi kontak antara

sejumlah oksigen dengan minyak. Terjadinya reaksi oksidasi akan

mengakibatkan bau tengik pada minyak dan lemak. Hidrogenasi, proses

hidrogenasi bertujuan untuk menumbuhkan ikatan rangkap dari rantai

karbon asam lemak pada minyak. Esterifikasi, proses esterifikasi

bertujuan untuk mengubah asam-asam lemak dari trigliserida dalam

bentuk ester. Dengan menggunakan prinsip reaksi ini hidrokarbon

rantai pendek dalam asam lemak yang menyebabkan bau tidak enak,

dapat ditukar dengan rantai panjang yang bersifat tidak

menguap (Anonim, 2011b).

Asam lemak bebas diperoleh dari proses hidrolisa, yaitu penguraian

lemak atau trigliserida oleh molekul air yang menghasilkan asam-asam

lemak bebas dan gliserol. Kerusakan lemak dan minyak yang utama

adalah karena peristiwa oksidasi dan hidrolitik, baik enzimatis maupun

nonenzimatis (Sudarmadji,1989).
23

Asam lemak bebas yang dihasilkan oleh proses hidrolisa dan

oksidasi biasanya bergabung dengan lemak netral dan pada konsentrasi

sampai 15%, belum menghasilkan rasa yang tidak disenangi. Asam

lemak bebas, walaupun berada dalam jumlah kecil mengakibatkan rasa

tidak lezat.(Ketaren, 1986).


Kadar asam lemak bebas merupakan karakteristik paling umum

untuk mengontrol kualitas minyak goreng. Minyak goreng dengan

kualitas baik mengandung asam lemak kurang dari 0,05%. Selama

proses penggorengan, terdapat peningkatan kandungan asam lemak

bebas. Asam lemak bebas terbentuk akibat panas dan keberadaan air

dari bahan yang digoreng sehingga memicu reaksi hidrolisis. Proses ini

merupakan proses dinamis, asam lemak bebas akan hilang akibat reaksi

oksidasi dan destilasi uap dari produk pangan (Krisnhamurty dan Hill,

2005).
Materi polar atau komponen polar terbentuk selama proses

penggorengan yang merupakan hasil dari reaksi kimia kompleks yang

terjadi pada minyak goreng. Hidrolisis, oksidasi dan polimerisasi terlibat

dalam pembentukan materi polar.Materi polar dapat terbagi dalam

komponen volatil dan non-volatil. Peroksida, monogliserida, digliserida,


aldehida, keton, dan asam karbonil merupakan kategori volatil,

sedangkan yang termasuk kategori non-volatil adalah monomer, dimer,

trimer, dan komponen berat molekul tinggi lainnya (Zainal, 2010).


Komponen polar ditetapkan sebagai Total Polar Material (TPM).

Penetapan TPM sangat penting sebagai fakta penentuan dari ketetapan

TPM yang terdapat dalam minyak goreng.Terdapat dua metode standar

yang dapat digunakan dalam penetapan TPM. Metode ini merupakan

metode standar antara lain, persiapan kromatografi kolom, penggunaan


24

kolom panjang, dan kolom mikro (Anomin, 2006a). Metode penentuan

TPM kedua-duanya menggunakan gravimetri (Anonim, 2006b).


Berbagai penelitian tentang hubungan komponen polar dengan

kemanan produk pangan telah dilakukan.Salah satunya percobaan

dilakukan menggunakan hewan yang diberi sejumlah besar komponen

polar di dalam pakannya dalam jangka waktu yang lama.Komponen

polar tersebut diekstrak dari minyak goreng bekas pakai.Hewan

percobaan menunjukkan pertumbuhan lambat, pembesaran hati dan

ginjal, dan kerusakan sistem enzim.Hal ini menyebabkan dikeluarkannya

regulasi di USA tentang komponen polar atau TPM sebesar 24%

(firestone, 2000).
Peningkatan komponen polar menyebabkan penurunan kualitas

produk pangan. Selain menggambarkan kualitas, analisis komponen

polar juga berhubungan dengan keamanan produk pangan yang

dihasilkan. Simbol dari Total Polar Material adalah TPM dengan satuan

persen (%).Dapat pula disebut TPC (Total Polar Compounds or

Components) (Pokorny, 1989).

Viskositas minyak akan mengalami kenaikan sangat nyata dengan

semakin meningkatnya lama waktu penggorengan. Peningkatan

viskositas minyak merupakan salah satu indikasi dari peningkatan

kerusakan minyak. Minyak yang telah mengalami proses pemanasan

dan oksidasi akan mengalami peningkatan viskositas yang disebabkan

oleh terbentuknya senyawa polimer di dalam minyak (Andarwulan, et all,

1997).
25

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu Dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan januari sampai Bulan Mei

2012, Di laboratorium Pengolahan Pangan dan di laboratorium Analisa

dan Pengawasan Mutu Pangan. Program Studi Ilmu dan Teknologi

Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas

Hasanuddin, Makassar.

B. Alat Dan Bahan


26

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, gelas piala, kain

saring, wadah, freeze dryer, timbangan analitik, erlenmeyer, pipet

volume, biuret,kompor, blender, wajan, sodet, ayakan, thermometer,

penangas, viskometer brokfild LV, batang pengaduk, kolom, alat TPM

(konstanta dielektrik), dan botol sampel.

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah enzim

bromelin kasar,air, kelapa parut, aquadesh, alcohol, indikator

phenolptalein, NaOH, aluminum foil, tissue roll, arang aktif, dan zeolit.

C. Prosedur Penelitian
a. Isolasi Enzim Bromelin
Isolasi Enzim yang dilakukan pada penelitian) dengan

menggunakan Frezee Dryer (Pengering beku):


1. Buah nenas dikupas, dipotong kecil, diblender, diperas, dan

disaring hingga diperoleh cairan jernih sari buah nenas.


2. Ditambahkan alkohol 80% dengan perbandingan 1:4
3. Disimpan selama 24 jam dalam refrigerator pada suhu 10 oC, agar

enzim mengendap.
25
4. Dimasukkan ke dalam tabung setrifuse kemudian disentrifuse pada

kecepatan 15.000 rpm selama 15 menit pada suhu 10 oC


5. Endapan yang diperolah dikeringkan dengan alat pengeringan

beku (freeze dryer)


6. Diperoleh serbuk yang merupakan enzim bromelain kasar.
b. Pembuatan Minyak Kelapa
1. Kelapa tua dikupas kulitnya kemudian diparut.
2. Kelapa parut diblender hingga halus dibuat santan

denganperbandingan ( 1 : 1 ), santan yang diperoleh ditimbang

beratnya dan dimasukkan ke dalam wadah.


3. Didiamkan selama 3 jam untuk mendapatkan skim dan krimnya.
4. Diambil krim sebanyak 1000 ml kemudian dimasukkan ke dalam

wadah.
5. Ke dalam masing-masing wadah yang berisi krim tersebut

ditambahkan enzim bromelin dengan konsentrasi A1(control), 0,5%


27

,1% ,1,5%, 2%, dan 2,5%. Kemudian diaduk rata dan didiamkan

selama 3 jam.
6. Krim yang telah ditambahkan dengan enzim bromelin kemudian

dipanaskan sampai blondo dan minyak terpisahkemudian

dilakukan penyaringan.
7. Penyaringandilakukan dengan menggunakan kain saring untuk

memisahkan blondok dan minyak.


8. Minyak yang dihasilkan kemudian dihitung rendemennya,

kandungan materi polar, asam lemak bebas, viskositas, dan

organoleptik (warna dan arom) kemudian di murnikan dengan

.proses netralisasi dan bleaching


9. Minyak yang telah dimurnikan kemudian dihitung rendemennya,

kandungan materi polar, asam lemak bebas, viskositas, dan

pengujian organoleptik (warna dan aroma).


D. Pemurnian Minyak
Pemurnian minyak dilakukan secara dua tahap. Tahapan pemurnian

yang pertama yaitu netralisasi, dimana minyak yang telah diperoleh

dipisahkan dari asam lemaknya dengan penambahan NaOH kemudian

dilakukan pemucatan dengan penambahan arang aktif dan tahapan

kedua yaitu proses bleachingatau penghilangan zat warna yang tidak

disukai pada minyak dengan cara penyaringan minyak menggunakan

zeolit.
E. Perlakuan Penelitan

Perlakuan penelitian yang dilakukan yaitu sebagai berikut:

A : Konsentrai enzim bromelin kasar

A0 (kontrol) : 1000 ml krim santan


A1 : 1000 ml krim santan + 0,5% Enzim Bromelin Kasar
A2 : 1000 ml krim santan + 1% Enzim Bromelin Kasar
A3 :1000 ml krim santan + 1,5% Enzim Bromelin Kasar
A4 : 1000 ml krim santan + 2% Enzim Bromelin Kasar
A5 : 1000 ml krim santan + 2,5% Enzim Bromelin Kasar
28

B : Proses pemurnian

B1 : Sebelum Pemurnian

B2 : Setelah Pemurnian

F. Parameter Pengamatan

a. Rendemen Minyak Goreng (AOAC, 1995)

Rendemen minyak kelapa yang telah diperoleh dihitung

menggunakan rumus:
Beratminyakyangdi h asilkan
Rendemen = 100
volumekrim

b. Pengukuran Viskositas (AOAC, 1995)

Pengukuran viskositas dilakukan dengan menggunakan

viskometer brokfild LV. sampel diambil sekitar 100ml sampel

dimasukkan ke dalam gelas piala dan ditempatkan pada spindle rotasi

yang sesuai dengan kecepatan 100rpm hingga dicapai kestabilan

pengukuran. Viskositas sampel langsung dapat diketahui dengan

membaca nilai yang ditunjukkan oleh alat tersebut.

c. Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas (FFA) (Mehlenbacher, 1960)


Penentuan kadar asam lemak bebas pada minyak kelapa dapat

dilakukan sebagai berikut:


1. Bahan ditimbang sebanyak 5 gram, dimasukkan ke dalam

Erlenmeyer yang sudah diketahui beratnya.


2. Ditambahkan 50 ml alcohol netral kemudian dipanaskan,

ditambahkan 2-3 tetes indikator phenolptalein 1%,dihomogenkan.


3. Campuran dititrasi dengan larutan NaOH (+ 0,01 N) sampai

terbentuk warna merah muda.


4. Dicatat Volume NaOH yang digunakan
5. Dilakukan perhitungan kadar ALB dengan rumus:

VNaOH N BM
100
% FFA= 1000 BeratSampel
29

Ket:

N = Normalitas NaOH

BM = 200,3

d. Kandungan Materi Polar (Konstanta Dielektrik)


Pengukuran kandungan materi polar pada minyak kelapa dapat

dilakukan dengan menggunakan alat konstanta dielektrik. Adapun

prosedurnya adalah sebagai berikut:


1. Sampel minyak dipanaskan minimal 400C
2. Alat ukur TPM (Konstanta Dielektik) dimasukkan keminyak sampai

semua sensor terendam.


3. Alat ukur dinyalakan dan tunggu 10 detik.
4. Catat kandungan TPM yang muncul pada display alat ukur.
e. Uji Organoleprtik

Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui warna dan oroma

pada minyak goreng yang dihasilkan.

f. Pengolahan data

Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan metode

rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial dengan dua kali ulangan.

Jika hasil analisa sidik ragam menunjukkan hasil yang berbeda nyata

maka, dilakukan pengujian lanjutan Beda Nyata Terkecil (BNT).

Dimana faktor:

A :Konsentrasi Enzim Bromelin kasar

A0 (kontrol) : 1000 ml krim santan


30

A1 : 1000 ml krim santan + 0,5% Enzim Bromelin Kasar


A2 : 1000 ml krim santan + 1% Enzim Bromelin Kasar
A3 :1000 ml krim santan + 1,5% Enzim Bromelin Kasar
A4 : 1000 ml krim santan + 2% Enzim Bromelin Kasar
A5 : 1000 ml krim santan + 2,5% Enzim Bromelin Kasar

B :Proses pemurnin

B1 : Sebelum Pemurnian

B2 : Setelah Pemurnian Penggunaan enzim bromelin kasar

Kelapa tua diparut

Kelapa parut + air

Diblender hingga
halus

Santan

Didiamkan selama 3 skim


jam Perlakuan :
A0: kontrol
krim A1: 0,5%.
A2: 1%
A3: 1,5%
1000 ml krim + Enzim A4: 2%
Bromelin dan aduk rata A5: 2,5%
31

Didiamkan selama 3
jam

Pemanasan krim santan


hingga terpisah blondo dan
minyak

Penyaringan dengan
menggunakan kain saring Blondo

Minyak

Analisa Pemurnian minyak


- Perhitungan rendemen - Netralisasi (NaOH dan Arang
minyak goreng aktif)
- Viskositas - Bleaching (Zeolit)
- Asam lemak bebas
- Kandungan materi polar
Pengujian organoleptik
- Aroma dan warna

Gambar 01. Diagram alir pembuatan minyak kelapa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Rendemen Minyak Kelapa


Rendemen adalah persentase rasio berat produk dengan berat

bahan baku. Rendemen minyak kelapa merupakan salah satu parameter

yang diujikan pada penelitian ini. Meningkatnya rendemen minyak kelapa

dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah tingkat

kematangan buah kelapa yang digunakan.


Hasil analisa mengenai hubungan rendemen minyak kelapa

terhadap penggunaan enzim bromelin kasar pada pembuatan minyak


32

kelapa dapat dilihat pada (Gambar 01).Menunjukkan persentase

rendemen minyak mulai dari perlakuan tanpa penambahan enzim

bromelin kasar (kontrol) dengan nilai rendemen 30,6%, perlakuan 0,5%

penambahan enzim bromelin kasar dengan nilai rendemen 34,25%,

perlakuan 1% penambahan enzim bromelin kasar dengan nilai rendemen

35,25%, perlakuan 1,5% penambahan enzim bromelin kasar dengan nilai

rendemen 39,2%, perlakuan 2% penambahan enzim bromelin kasar

dengan nilai rendemen 40%, perlakuan 2,5% penambahan enzim

bromelin kasar dengan nilai rendemen 39%.


Hasil analisa pengaruh penggunaan enzim bromelin kasar terhadap

rendemen minyak kelapa yang dihasilkan sebelum pemurnian semakin

meningkat seiring dengan bertambahnya konsentrasi enzim yang

digunakan Semakin besar konsentrasi enzim bromelin kasar yang

ditambahkan maka, semakin cepat menghidrolisis protein yang ada pada

santan kelapa akan tetapi, hanya sampai pada batas tertentu. Hal ini

bisa terjadi karena enzim bromelin telah jenuh dengan substrat akibatnya
33
enzim bromelin tidak maksimal dalam menghirolisis protein yang ada

pada substrat.
Hasil analisa menunjukkan pengaruh penggunaan enzim bromelin

kasar terhadapat rendemen minyak kelapa tertinggi sebelum pemurnian

terdapat pada perlakuan 2% penamabahan enzim bromelin kasar

dengan nilai rendemen 40% dan rendemen terendah terdapat pada

perlakuan tanpa penambahan enzim dengan nilai rendemen 30,6%.

Tingginya rendemen minyak kelapa pada perlakuan penambahan 2%

enzim bromelin kasar menunjukkan aktivitas enzim maksimal terdapat

pada perlakuan tersebut. Dimana, enzim memutuskan ikatan peptide


33

sehingga protein dapat terdenaturasi menjadi bagian yang lebih

sederhana yaitu asam amino dan komponen lainnya, sehingga minyak

yang terikat akan kaluar dan menggumpal menjadi satu.


Rendemen minyak kelapa setelah dilakukan proses pemurnian

secara umum mengalami penurunan. Rendemen minyak kelapa tertinggi

terdapat pada perlakuan 2% penambahan enzim bromelin kasar dengan

nilai rendemen 29,95% dan rendemen terendah terdapat pada perlakuan

0,5% penambahan enzim bromelin kasar dengan nilai rendemen sebesar

18,45%. Hal ini bisa terjadi disebabkan karena, pada proses pemurnian

minyak khususnya netralisasi terjadi pemisahan asam lemak bebas

menjadi sabun yang menyebabkan sebagian rendemen akan berkurang

dan pada proses bleaching yaitu penyerapan zat warna pada minyak

menggunakan zeolit mengakibatkan rendemen minyak kelapa menurun.


Hasil analisa sidik ragam menunjukkan pengaruh penambahan

enzim bromelin kasar berpengaruh sangat nyata terhadap rendemen

minyak kelapa yang dihasilkan (Lampiran 01c). Sehingga perlu dilakukan

pengujian lanjutan Beda Nyata Terkecil (BNT).

45
39.2 40 39
40 35.25
34.25
35 30.6
29.95
29.75
30
25 23.523.75
19 18.45
20
Rendemen (%)
15 Sebelum Pemurnian
10 Setelah Pemurnian
5
0

Jumlah Penggunaan Enzim Bromelin Kasar (%)


34

Gambar. 01. Hubungan antara Penggunaan Enzim Bromelin Kasar


Terhadap Rendemen Minyak.

Hasil pengujian lanjutan Beda Nyata Terkecil (BNT) (Lampiran 01d)

menunjukkan bahwa rendemen minyak kelapa sebelum pemurnian

berpengaruh nyata baik pada taraf 5% dan 1% kecuali pada perlakuan

0,5% dan 1% enzim bromelin kasar berpengaruh tidak nyata, sedangkan

rendemen minyak kelapa setelah pemurnian berpengaruh tidak nyata

baik pada taraf 5% maupun 1%, hal ini disebabkan karena adanya

pengaruh penambahan enzim bomelin pada semua perlakuan dan

adanya proses pemurnian yang mempengaruhi rendemen minyak

kelapa yang dihasilkan.

Hasil analisa rendemen minyak kelapa sebelum pemurnian lebih

tinggi dibandingkan dengan rendemen minyak setelah pemurnian.

Meningkatnya rendemen minyak kelapa disebabkan karena adanya

penambahan enzim bromelin kasar pada saat pembuatan minyak kelapa

yang dimana enzim bromelin dapat merusak emulsi santan sehingga

minyak mudah terpisah dengan air. Hal ini sesuai dengan pernyataan

(Setiaji, 2006) bahwa, penambahan enzim bromelin dapat mempercepat

proses perusakan sistem emulsi santan yang akan dihidrolisis menjadi

asam-asam amino melalui ikatan peptida. Emulsi santan yang sudah

dirusak maka akan terbentuk tiga lapisan yaitu dari lapisan atas minyak,

padatan, dan air. Sedangkan penurunan rendemen minyak kelapa

setelah pemurnian disebabkan karena adanya penambahan NaOH yang

dapat bereaksi dengan trigliserida sehingga jumlah sabun yang


35

dihasilkan meningkat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ketaren (2008)

bahwa pemakaian larutan kaustik soda dengan konsentrasi tinggi, akan

bereaksi dengan trigliserida sehingga mengurangi rendemen minyak dan

menambah jumlah sabun yang terbentuk.

B. Viskositas Minyak Kelapa


Viskositas merupakan salah satu parameter yang diujikan untuk

mengetahui kualitas minyak kelapa. Tingginya rendahnya viskositas

minyak kelapa dipengaruhi oleh suhu dan lamanya proses pemanasan

yang dilakukan.

Hasil analisa mengenai hubungan viskositas terhadap penggunaan

enzim bromelin kasar pada pembuatan minyak kelapa dapat dilihat pada

(Gambar 02). Menunjukkan pengaruh penggunaan enzim bromelin kasar

terhadap viskositas minyak kelapa mulai dari perlakuan tanpa

penambahan enzim bromelin kasar dengan nilai viskositas sebesar

232,2cP, perlakuan 0,5% penambahan enzim bromelin kasar dengan

nilai viskositas sebesar 232,2cP, perlakuan 1% penambahan enzim

bromelin kasar dengan nilai viskositas sebesar 232,2cP, perlakuan 1,5%

penambahan enzim bromelin kasar dengan nilai viskositas sebesar

232,2cP, perlakuan 2% penambahan enzim bromelin kasar dengan nilai

viskositas sebesar 219,9cP,perlakuan 2,5% penambahan enzim bromelin

kasar dengan nilai viskositas sebesar 216,1cP.


Hasil analisa menunjukkan viskositas minyak kelapa tertinggi

terdapat pada perlakuan tanpa (kontrol), 0,5%, 1%, 1,5% penambahan

enzim bromelin kasar dengan nilai viskositas sebesar 232,2cP

sedangkan viskositas minyak kelapa terendah terdapat pada perlakuan


36

penambahan 2% enzim bromelin kasar dengan nilai sebesar 219,9cP

dan penambahan 2,5% enzim bromelin kasar dengan nilai sebesar

216,1cP. Menurunnya viskositas minyak kelapa sebelum pemurnian

disebabkan karena proses pemanasan pada suhu tinggi dan dalam

waktu yang relatif singkat, lamanya proses pemanasan dipengaruhi oleh

kandungan air dan pembentukan blondo pada minyak, dimana dengan

penambahan enzim bromelin pada minyak menyebabkan air lebih cepat

terpisah dengan minyak serta ukuran blondo yang semakin kecil. Selain
itu, terbentuknya viskositas disebabkan karena adanya proses oksidasi

yang terjadi pada minyak. Dimana, viskositas minyak kelapa akan

meningkat dengan bertambahnya molekul asam lemak.


Hasil analisa sidik ragam menunjukkan pengaruh penambahan

enzim bromelin kasar tidak berpengaruh nyata terhadap viskositas

minyak kelapa (Lampiran 02c).Hasil uji lanjutan Beda Nyata Terkecil

(BNT) (Lampiran 02d) menunjukkan bahwa viskositas minyak kelapa

sebelum pemurnian berbeda nyata baik pada taraf 5% dan 1%.

Sedangkan viskositas minyak kelapa setelah pemurnian berbeda nyata

baik pada taraf 5% maupun 1% kecuali pada perlakuan tanpa

penambahan enzim bromelin kasar dan perlakuan 0,5% penambahan

enzim bromelin kasar berbeda tidak nyata.


37

240
216.1 216.1
220 207.9
200
180
160
Viskositas (cP)
140 129.6 Sebelum Pemurnian
127.5
Setelah Pemurnian
120
100
232.2
232.2
232.2
224
232.2
219.9
132.5

Jumlah Penggunaan Enzim Bromelin Kasar (%)

Gambar 02. Hubungan antara Penggunaan Enzim Bromelin Kasar


Terhadap Viskositas Minyak Kelapa.

Penurunan nilai viskositas minyak kelapa setelah pemurnian

disebabkan karena adanya penyerapan beberapa senyawa organik yang

terlarut oleh media penyaringan. Penyerapan menyebabkan terjadinya

homogenisasi panjang rantai asam lemak sehingga ukurannya menjadi

sedang atau asam lemak berantai panjang menjadi pendek akibat

lepasnya beberapa senyawa-senyawa yang terikat tidak kuat dengan

asam lemak. Panjang rantai karbon asam lemak bebas yang lebih

pendek menyebabkan viskositas minyak menjadi lebih rendah. Hal ini


sesuai dengan pernyataan syah (2005), kekentalan minyak lebih rendah

atau akan menjadi rendah disebabkan panjang rantai asam lemaknya

lebih pendek.
Hasil analisa menunjukkan penurunan viskositas minyak kelapa

menunjukkan tingkat kerusakan minyak kelapa semakin rendah.

Viskositas terbentuk karena minyak mengalami pembentukan senyawa

polimer akibat proses pemanasan dan oksidasi. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Andarwulan et all (1997), bahwa peningkatan viskositas


38

minyak merupakan salah satu indikasi dari peningkatan kerusakan

minyak. Minyak yang telah mengalami proses pemanasan dan oksidasi

akan mengalami peningkatan viskositas yang disebabkan oleh

terbentuknya senyawa polimer di dalam minyak.


C. Asam Lemak Bebas Minyak
Asam lemak bebas merupakan salah satu komponen yang terdapat

dalam minyak, tinggi rendahnya asam lemak bebas pada minyak akan

mempengaruhi kualitas minyak kelapa yang dihasilkan karena komponen

ini merupakan salah satu penyebab ketengikan.


Hasil analisa hubungan kadar asam lemak bebas terhadap

pembuatan minyak kelapa dengan penambahan enzim bromelin kasar

(Gambar 03) menunjukkan, persentase asam lemak bebas pada

perlakuan tanpa penambahan enzim bromelin kasar sebesar 0,18%,

persentase asam lemak bebas pada perlakuan 0,5% penambahan enzim

bromelin kasar sebesar 0,27%, persentase asam lemak bebas pada

perlakuan 1% penambahan enzim bromelin kasar sebesar 0,23%,

persentase asam lemak bebas pada perlakuan 1,5% penambahan enzim

bromelin kasar sebesar 0,28%, persentase asam lemak bebas pada

perlakuan 2% penambahan enzim bromelin kasar sebesar 0,28%, dan

persentase asam lemak bebas pada perlakuan 2,5% penambahan enzim

bromelin kasar sebesar 0,25%.


Hasil analisa menunjukkan asam lemak bebas minyak kelapa

tertinggi sebelum pemurnian terdapat pada perlakuan 1,5% dan 2%

penambahan enzim bromelin kasar dengan nilai asam lemak bebas

sebesar 0,28%. Sedangkan, asam lemak bebas terendah terdapat pada

perlakuan tanpa penambahan enzim bromelin kasar sebesar 0,18%.


39

Meningkatnya asam lemak bebas disebabkan karena adanya

kandungan air pada substrat (santan) yang akan dijadikan sebagai

sumber minyak kelapa. Adanya air pada substrat menyebabkan

terjadinya proses hidrolisis pada minyak kelapa pada saat proses

pemanasan yang memicu terbentunya asam lemak bebas. Asam lemak

bebas tertinggi pada minyak kelapa setelah dilakukan pemurnian

terdapat pada perlakuan penambahan 2,5% enzim bromelin kasar

dengan nilai asam lemak bebas sebesar 0,20% sedangkan asam lemak

bebas minyak terendah terdapat pada perlakuan penambahan 1% enzim

bromelin kasar dengan nilai asam lemak bebas sebesar 0,10%.


Hasil analisa sidik ragam menunjukkan perlakuan penambahan

enzim bromelin kasar berpengaruh tidak nyata terhadap asam lemak

bebas minyak kelapatetapi, berpengaruh sangat nyata terhadap

perlakuan pemurnian (Lampiran 03c).Sehingga perlu dilakukan uji

lanjutan Beda Nyata Terkecil (BNT). Hasil uji lanjutan beda nyata terkecil

(Lampiran 03d) menunjukkan bahwa asam lemak bebas minyak kelapa

sebelum pemurnian berpengaruh nyata baik pada taraf 5% dan 1%

kecuali pada perlakuan penambahan 1% dan 2,5% enzim bromelin kasar

berpengaruh tidak nyata, sedangkan asam lemak bebas minyak kelapa

setelah pemurnian berpengaruh tidak nyata baik pada taraf 5% maupun

1%.

Hasil analisa menunjukkan kadar asam lemak bebas minyak kelapa

pada dasarnya mengalami penurunan setelah dilakukan pemurnian hal

ini bisa terjadi karena media pemurnian (Penyaring) yang digunakan akan

menyerap kandungan asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak


40

yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Rindengan dan Hengki

(2005), bahwa media penyaring (zeolit) berfungsi sebagai penyerap asam

lemak bebas yang masih terdapat dalam minyak.

0.3

0.25

0.2
0.14
Asam lemak bebas (%) 0.15
Sebelum pemurnian
0.1 Setelah pemurnian
0.05

0
Kontrol
0.18
0.12
0.27
0.16
0.23
010.28
.1
0.16
0.28
20.25
0.2
Jumlah Penggunaan Enzim Bromelin Kasar (%)

Gambar 03. Hubungan antara Penggunaan Enzim Bromelin Kasar


Terhadap AsamLemak Bebas Minyak Kelapa.

Kandungan asam lemak bebas merupakan salah satu faktor

digunakan dalam penentuan kualitas minyak. Minyak goreng yang

berkualitas baik mengandung asam lemak bebas minimal 0,01% dan

maksimal 0,30%. Minyak kelapa yang dihasilkan dari semua perlakuan

baik sebelum dan setelah pemurnian mengandung asam lemak bebas

rata-rata dibawah 0,30%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Krisnhamurty

dan Hill (2005), bahwa kadar asam lemak bebas merupakan karakteristik

paling umum untuk mengontrol kualitas minyak goreng. Minyak goreng

dengan kualitas baik mengandung asam lemak kurang dari 0,05%.

Selama proses penggorengan, terdapat peningkatan kandungan asam

lemak bebas. Hal ini didukung pula oleh SNI 01-3741-2002 yang berisi

syarat kandungan asam lemak bebas maksimal 0,30%.


41

D. Total Polar Material (TPM)

Total Polar Materia lmerupakan salah satu parameter pengujian

untuk mengetahui kualitas minyak. Total materi polar yang dikandung

minyak tergantung dari jumlah komponen polar yang terbentuk selama

proses pemanasan (penggorengan).

Hasil analisa total materi polar dapat dilihat pada (Gambar 04).

Menunjukkan total materi polar mulai dari perlakuan tanpa penambahan

enzim bromelin kasar sebesar 36,5%, total materi polar perlakuan 0,5%

penambahan enzim bromelin kasar sebesar 37,25%, total materi polar

perlakuan 1% penambahan enzim bromelin kasar sebesar 37,25%, total

materi polar perlakuan 1,5% penambahan enzim bromelin kasar sebesar

37,31%, total materi polar perlakuan 2% penambahan enzim bromelin

kasar sebesar 37%, dan total materi polar perlakuan 2,5% penambahan

enzim bromelin kasar sebesar 36,82%.

Hasil analisa menunjukkan total materi polar tertinggi sebelum

pemurnian terdapat pada perlakuan 1,5% penambahan enzim 37,31%

dan total materi polar terendah terdapat pada perlakuan tanpa

penambahan enzim bromelin kasar dengan nilai 36,5%. Penurunan total

materi polar pada minyak kelapa disebabkan karena belum adanya

kontak antara minyak kelapa dengan bahan pangan, yang menyebabkan

terbentuknya senyawa-senyawa volatile yang yang dapat membentuk

senyawa polar.
42

38
37.25 37.25 37.31
37 36.82
37 36.5

36

35 34.5 34.5
Total Polar Material (%) 33.75
34

33

32

31
kontrol 0.5 34
1 1.5
34 34
2 2.5

Jumlah Penggunaan Enzim Bromelin Kasar (%)

Gambar 04.Hubungan antara Penggunaan Enzim Bromelin Kasar


Terhadap Total Polar MateriMinyak Kelapa.
Total materi polar minyak kelapa tertinggi setelah pemurnian terdapat

pada perlakuan tanpa penambahan enzim bromelin kasar dan pada

perlakuan 2,5% penambahan enzim bromelin kasar dengan nilai total

materi polar adalah 34,5%. Sedangkan, total materi polar terendah

terdapat pada perlakuan 0,5% penambahan enzim bromelin kasar

dengan nilai total materi polar sebesar 33,5%. Penurunan nilai total

materi polar pada minyak setelah pemurnian disebabkan karena

komponen-komponen pembentuk materi polar yang terkandung dalam

minyak diserap oleh bahan maupun adsorben yang digunakan pada saat

proses pemurnian.

Hasil analisa sidik ragam (Lampiran 04c) menunjukkan hubungan

penambahan enzim bromelin kasar terhadap total materi polar pada

pembuatan minyak kelapa berpengaruh tidak nyata tetapi, berpengaruh

sangat nyata terhadap prelakuan pemurnian sehingga, perlu dilakukan

pengujian lanjutan Beda Nyata Tekecil (BNT). Hasil uji Lanjutan Beda
43

nyata Terkecil (Lampiran 04d) menunjukkan bahwa total materi polar

minyak kelapa sebelum pemurnian berpengaruh tidak nyata baik pada

taraf 5% dan 1% sedangkan total materi polar minyak kelapa setelah

pemurnian berpengaruh tidak nyata baik pada taraf 5% maupun 1%.

Meningkatnya total materi polar minyak kelapa akibat dari pengaruh

suhu tinggi yang digunakan pada proses pembuatan minyak kelapa yaitu

sekitar 180-2000C, yang menyebabkan terurainya komponen non polar

menjadi kompnen polar. Tingginya total materi polar pada minyak kelapa

menunjukkan bahwa minyak kelapa tersebut kurang aman untuk

dikonsumsi. Ambang batas total polar material tiap negara berbeda

misalnya di Jepang total polar material maksimal 30%, di Amerika Serikat

(USA) total material polar minyak ditetapkan maksimal 24-25%

sedangkan di Indonesia ambang batas total materi polar pada minyak

belum diterapkan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hal ini sesuai

dengan pernyataan (Pokorny, 1989), bahwa peningkatan komponen

polar menyebabkan penurunan kualitas produk pangan. Selain

menggambarkan kualitas, analisis komponen polar juga berhubungan

dengan keamanan produk pangan yang dihasilkan.

E. Aroma Minyak Kelapa

Aroma merupakan salah satu parameter baik tidaknya kualitas

minyak kelapa. Minyak kelapa merupakan minyak yang diolah secara

tradisional dan sangat berbeda dengan jenis minyak goreng lainnya.

Minyak kelapa memiliki aroma yang khas sehingga sangat mudah untuk

dikenali.
44

5
4.5
4
3.47 3.5
3.5 3.2 3.17
3
Aroma (Skor) 2.5
sebelum pemurnian
2
setelah pemurnian
1.5
1
3.5
2.83 3 3.37
3.2 3.373.23 3

Jumlah Penggunaan Enzim Bromelin Kasar (%)

Gambar 05. Hubungan antara Penggunaan Enzim Bromelin Kasar


Terhadap AromaMinyak Kelapa.

Hasil pengujian organoleptik terhadap aroma minyak kelapa yang

dihasilkan (Gambar 05) menunjukkan respon panelis terhadap aroma

minyak kelapa, mulai dari perlakuan tanpa penambahan enzim bromelin

kasar dengan skor 3,5, perlakuan 0,5% penambahan enzim bromelin

kasar dengan skor 3,2, perlakuan 1% penambahan enzim bromelin kasar

dengan skor 3,37, perlakuan 1,5% penambahan enzim bromelin kasar

dengan skor 3,47, perlakuan 2% penambahan enzim bromelin kasar

dengan skor 3,5 dan perlakuan penambahan 2,5% enzim bromelin kasar

sebelum pemurnian dengan skor 3.

Hasil analisa menunjukkan respon panelis tertinggi terhadap aroma

minyak kelapa yang dihasilkan sebelum pemurnian terdapat pada

perlakuan tanpa penambahan enzim bromelin kasar dengan skor 3,5 dan

pada perlakuan 2% penambahan enzim bromelin kasar dengan skor 3,5.

Sedangkan respon panelis terendah terdapat pada perlakuan 2,5%

penambahan enzim bromelin kasar dengan skor 3. Tingginya skor


45

menunjukkan tingkat kesukaan pada aroma minyak kelapa. Dimana,

aroma minyak kelapa yang dihasilkan sangat khas karena ada

kandungan sterol, terpen, dan pigmen warna karotenoid dan tokoferol

yang dapat memicu aroma khas pada minyak kelapa pada saat proses

pengolahan minyak. Sedangkan, respon panelis yang rendah (tidak suka)

terhadap aroma minyak kelapa yang dihailkan disebabkan karena adanya

glukosida dan allyl thio sianida pada minyak pada minyak.

Respon panelis tertinggi terhadap aroma minyak kelapa setelah

pemurnian terdapat pada perlakuan 1,5% penambahan enzim bromelin

kasar dengan skor 3,37 sedangkan respon panalis terendah terdapat

pada perlakuan tanpa penambahan enzim bromelin kasar dengan skor

2,83. Tingginya skor menunjukkan tingkat kesukaan pada aroma minyak

kelapa. Dimana, aroma minyak kelapa yang dihasilkan sangat khas

karena ada kandungan sterol, terpen, dan pigmen karotenoid, tokoferol

yang dapat memicu aroma khas pada minyak kelapa pada saat proses

pengolahan minyak. Sedangkan, respon panelis yang rendah (tidak suka)

terhadap aroma minyak kelapa yang dihasilkan disebabkan karena

adanya glukosida dan allyl thio sianida pada minyak. Glukosida dan allyl

thio sianida merupakan salah satu pemicu aroma sengit dan rasa getir

pada minyak. Selain itu aroma atau bau tengik yang terbentuk akibat

adanya kontak antara oksigen dan minyak yang menyebabkan terjadinya

proses oksidasi yang dapat membentuk asam-asam berantai pendek. Hal

ini sesuai dengan Anonim (2011b), bahwa oksidasi, proses oksidasi

berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak.


46

Terjadinya reaksi oksidasi akan mengakibatkan bau tengik pada minyak

dan lemak.

Hasil analisa sidik ragam (Lampiran 05b) menunjukkan hubungan

antara aroma minyak kelapa yang dihasilkan dengan penambahan enzim

bromelin kasar pada pembuatan minyak kelapa berpengaruh tidak nyata

sehingga tidak perlu dilakukan pengujian lanjutan.

Hasil pengujian organoleptik menunjukkan bahwa aroma minyak

kelapa dengan penambahan enzim bromelin kasar lebih disukai

dibandingkan dengan minyak kelapa tanpa penambahan enzim bromelin

kasar baik sebelum dan setelah pemurnian. Hal ini disebabkan karena

penambahan enzim bromelin pada minyak kelapa dapat mempengaruhi

aroma minyak kelapa yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan pernyataan

(Anonim, 2009), bahwa bromelin berbentuk serbuk amori dengan warna

putih bening sampai kekuning-kuningan, berbau khas.

F. Warna Minyak Kelapa

Warna adalah spektrum tertentu yang terdapat dalam suatau cahaya

sempurna (warna putih). Warna merupakan salah satu parameter uji

organoleptik yang dilakukan. Warna minyak kelapa pada dasarnya

berwarna putih pucat hingga kuning.

Hasil pengujian organolpetik hubungan warna terhadap penggunaan

enzim bromelin kasar pada pembuatan minyak kelapa (Gambar 06),

menunjukkan bahwa respon panelis terhadap warna minyak kelapa

untuk perlakuan tanpa penambahan enzim bromelin kasar dengan skor

2,67, perlakuan 0,5% penambahan enzim bromelin kasar dengan skor 3,


47

perlakuan 1% penambahan enzim bromelin kasar dengan skor

perlakuan 3,5, perlakuan 1,5% penambahan enzim bromelin kasar

dengan skor 3,67, perlakuan 2% penambahan enzim bromelin kasar

dengan skor 3,43, perlakuan 2,5% penambahan enzim bromelin kasar

dengan skor 3,13.

Respon panelis tertinggi terhadap warna minyak kelapa yang

dihasilkan sebelum pemurnian yaitu terdapat pada perlakuan 1,5%

penambahan enzim bromelin kasar dengan skor 3,67. Sedangkan

respon panelis terendah terdapat pada perlakuan tanpa penambahan

enzim bromalin kasar dengan skor 2,67. Tingginya respon (kesukaan)

panelis terhadap warna minyak kelapa yang dihasilkan yaitu berwarna

kuning sedangkan respon terendah (tidak suka) panelis terhadap warna

minyak kelapa yang dihasilkan yaitu berwarna kuning pucat.

Respon panelis tertinggi terhadap warna minyak kelapa yang

dihasilkan setelah pemurnian yaitu terdapat pada perlakuan 2,5%

penambahan enzim bromelin kasar dengan skor 3,63. Sedangkan

respon panelis terendah terdapat pada perlakuan tanpa penambahan

enzim bromalin kasar dengan skor 2,47. Tingginya respon (kesukaan)

panelis terhadap warna minyak kelapa yang dihasilkan yaitu berwarna

kuning keemasan sedangkan respon terendah (tidak suka) panelis

terhadap warna minyak kelapa yang dihasilkan yaitu berwarna putih

bening.
48

5
4.5
4
3.43
3.5
3.13
3 2.93
Warna (Skor) 3 2.67
sebelum pemurnian
2.5
setelah pemurnian
2
1.5
1
Kontrol
2.47 0.5
2.9 3.5
1 3.67
3.43
1.5 3.57
2 2.5
3.63

Jumlah Penggunaan Enzim Bromelin Kasar (%)

Gambar 06. Hubungan antara Penggunaan Enzim Bromelin Kasar


TerhadapWarna Minyak

Hasil analisa sidik ragam (Lampiran 06b) menunjukkan hubungan

antara penambahan enzim bromelin kasar terhadap warna minyak kelapa

yang dihasilkan pada pembuatan minyak kelapa berpengaruh tidak nyata

sehingga tidak perlu dilakukan pengujian lanjutan.

Warna minyak kelapa yang dihasilkan dari perlakuan penambahan

enzim bromelin baik sebelum dan setelah pemurnian pada penelitian ini

lebih kuning dibandingkan dengan warna minyak kelapa tanpa

penambahan enzim bromelin (kontrol).Warna kuning pada minyak kelapa

disebabkan karena adanya penambahan enzim bromelin yang dapat

mempengaruhi warna pada minyak kelapa yang dihasilkan.Hal ini sesuai

dengan pernyataan (Anonim, 2009), bahwa bromelin berbentuk serbuk

amori dengan warna putih bening sampai kekuning-kuningan, berbau

khas dan didukung pula oleh pendapat (Ketaren, 1986) bahwa, warna
49

kuning pada minyak disebabkan oleh adanya senyawa karotenoid yang

larut dalam minyak. Karotenoid merupakan pigmen warna yang tidak

stabil dengan panas.

G. Warna Minyak Kelapa Berdasarkan Absorbansi

Pengujian warna minyak kelapa menggunakan spektrokfotometer

bertujuan untuk mengetahui tingkat warna tertinggi (berwarna kuning)

pada minyak kelapa dibandingkan dengan minyak kelapa yang dijadikan

sebagai blanko.

Hasil analisa warna minyak kelapa dengan penambahan enzim

bromelin kasar (Gambar 07) menunjukkan adanya perbedaan warna

setiap perlakuan baik itu sebelum pemurnian maupun setelah pemurnian.

Warna minyak yang tertinggi (sangat kuning) adalah pada perlakuan

penambahan 2,5% enzim bromelin kasar dengan nilai absorbansi 0,48

sebelum pemurnian dan 0,18 setelah pemurnian. Sedangkan warna

minyak terendah (warna putih pucat) adalah perlakuan 0,5% dan 1%

enzim bromelin kasar dengan nilai absorbansi 0,04 sebelum pemurnian

dan warna minyak terendah setelah pemurnian adalah perlakuan kontrol

(Tanpa penambahan enzim bromelin kasar) dengan nilai absorbansi 0.

Semakin tinggi konsentrasi enzim bromelin kasar semakin kuning pula

warna minyak yang dihasilkan.Hal ini disebabkan karena enzim bromelin

kasar mengandung pigmen karotenoid (warna kuning).Selain itu, minyak

kelapa juga mengandung pigmen karotenoid atau zat warna alami yang

dapat membentuk warna kuning pada saat dilakukan pemanasan.


50

0.6

0.5 0.48

0.4

Absorbansi 0.3 0.23 sebelum pemurnian


0.2 0.18
setelah pemurnian
0.1 0.09
0.1 0.05
0.04 0.04 0.06
0.01 0.01
0
Kontrol0.5
0 1 1.5 2 2.5
Jumlah Penggunaan Enzim Bromelin Kasar (%)

Gambar 07. Hubungan antara Penggunaan Enzim Bromelin Kasar


terhadap Warna Minyak Kelapa yang Dihasilkan
Berdasarkan Absorbansi.

Warna minyak yang dihasilkan setelah pemurnian lebih baik

(bersih dan cerah) dibandingkan dengan warna minyak sebelum

pemurnian. Ini disebabkan karena pada saat proses pemurnian zat-zat

warna yang menyebabkan warna minyak menjadi pucat akan diserap

oleh adsorben seperti arang aktif dan zeolit pada saat penyaringan. Hal

ini sesuai dengan pernyataan (Ketaren, 2008), bahwa arang aktif dapat

menyerap zat warna sebanyak 95-97% dari total zat warna yang terdapat

dalam minyak.
51

V. PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Rendemen terbaik diperoleh dari perlakuan 1000 ml krim santan

ditambah 2% (20 gram) enzim bromelin kasar dengan nilai rendemen

minyak kelapa sebesar 40%.


2. Enzim bromelin kasar berpengaruh terhadap rendemen, viskositas,

total materi polar, asam lemak bebas, warna dan aroma minyak

kelapa yang dihasilkan.


B. Saran

Untuk mendapatkan rendemen terbaik sebaiknya digunakan santan

dari jenis kelapa yang sama dan waktu (lamanya) proses pembuatan

minyak kelapa dimasukkan dalam variable untuk membedakan cepat

lambatnya proses pembuatan minyak kelapa menggunakan enzim

bromelin kasar.

53
DAFTAR PUSTAKA
52

Aisjah, G. 1993. Biokomia I, Edisi Ketiga. PT. Gramedia Pustaka Utama.


Jakarta.

Andarwulan, N., Y. T. Sadikin dan F. G. Winarno., 1997.Pengaruh Lama


Penggorengan dan Penggunaan Adsorben Terhadap Mutu Minyak
Goreng Bekas Penggorengan Tahu- Tempe.
http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/81974045.pdf.

Anonim, 2003.
Proses Pengolahan Minyak Kelapa.http://www.dekindo.com/
content/teknologi/Proses_Pengolahan_Minyak_Kelapa.pdf. Akses
Tanggal 23 Januari 2012, Makassar.

Anonim, 2009. Manfaat Nenas. http://rocky16amelungi.wordpress.com/


2009/09/14/vi-manfaat-nanas/. Diakses tanggal 23 Januari 2012.
Makassar
Anonim, 2011b. Minyak Goreng.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20973/4/Chapter
%20II.pdf. Diakses tanggal 23 Juni 2012.Makassar.

Anonim, 2011c. Pembuatan Minyak


Kelapa.http://www.dekindo.com/content/teknologi/Proses_Pengolahan
_Minyak_Kelapa.pdf. Diakses tanggal 22 Desember 2011.Makassar.

Anonim, 2012.Standar Mutu Minyak Goreng.


http://sisni.bsn.go.id/index.php?/sni_main/ sni/detail_sni/6448.Tanggal
Akses 23 Januari 2012.Makassar.

AOAC, 1995.Official Methods of Analysis of The Association.


Washington: AOAC.

Bekkum, H. V., Flanigen, E. M., Jansen, J. C., 1991. Intruduction to Zeolite


Science and Practice.Elsevier.Netherland.

Buckle, K. A, dkk., Alih Bahasa Hari Purnomo. 2007. IImu Pangan.


Universitas
Indonesia Press. Jakarta.

DGF: Deutche Einheitsmethoden Zur Untersucung Von Fotten,


Feetprodukten, Tensiden und Verwandten Stiffen. Polar Compounds:
Determination of the Content in Fats n Oils.Section fat, C-III 36
(84), DGF, Wissenschaftliche Verlagsgesellschaft. 2006a.

DGF: Deutche Einheitsmethoden Zur Untersucung Von Fotten,


Feetprodukten, Tensiden und Verwandten Stiffen. Polar Compounds
content: Micromethod according to sculte. Section fat, C-III 3e (06),
DGF, Wissenschaftliche Verlagsgesell schaft, stuttgart (Germany),
54
2006b.
53

Ferdiansyah, V. 2005.Pemanfaatan Kitosan Dari Cangkang Udang


Sebagai Matriks Penyangga pada Imobilisasi Enzim Protease.
Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan.Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Gaman, P. M. dan K. B. Sherrington. 1981. Ilmu Pangan : Pengantar Ilmu


Pangan Nutrisi dan Mikrobiologi.UGM-Press, Yogyakarta.

Grimwood, B.E. 1975. Coconut Palm Products; Their Processing In


Developing Countries. FAO. Rome.

Haeniyah, N. 2004.Pembuatan VCO Secara Enzimatis mengunakan


papain dan Bromelin.Skripsi Jurusan Kimia Universitas Brawijaya
Malang .

Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan.


Universitas Indonesia-Press. Jakarta.

Ketaren, S. 2008. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan.


Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Krisnamurty, R. G., Hill, S. E. 2005. Cooking Oils, Salad Oils, and


Dressing.Di dalam : Romaria, Mayland. 2008. Karakteristik Fisiko
Kimia Minyak Goreng Pada Proses Penggorengan Berulang Dan
Umur Simpan Kacang Salut Yang Dihasilkan. Institute Pertanian
Bogor, Bogor.

Mehlenbacher, 1960.Analysis of Fats and Oils. Arrad Press.

Muchtadi, D., Palupi N. H., Astawan, M. 1992. Enzim dalam Industri


Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian
Bogor.

M.Qazuini.1993. Proses Pembentukan Bau Pada Minyak Kelapa.


Yogyakarta. Liberty.

Rindengan, Berlina., dan Hengki Novarianto. 2005. Pembuatan dan


Pemanfaatan Virgin Coconut Oil. Penebar Swadaya. Jakarta.

Setiaji, B. 2006.Membuat VCO (Virgin Coconut Oil) Berkualitas


Tinggi.Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Sudarmadji, S., 2003.Prosedur Analisa Bahan Makanan dan Pertanian.
Yogyakarta Liberty.

Sukardi dkk.1995. Pembuatan Model Industri Kecil Santan Awet di Sentra


Produksi. Lembaga Penelitian Universitas Brawijaya. Malang.
Supli Effendi. 2009. Teknologi Pengolahan dan Pengawetan
Pangan.Alfabeta. Bandung.
54

Syah, Andi Nur Alam. 2005. Virgin Coconut Oil Minyak Penakluk Aneka
Penyakit. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Winarno, F.G. 1986. Enzim Pangan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Winarno, F.G. 2004.Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama.


Jakarta.

Winarno, F.G. 2006.Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama.


Jakarta.

Wirahadikusumah, M. 2008. Biokimia protein Enzim dan Asam


Nukleat.ITB. Bandung.

Zainal, 2010.Investigation On The Stability of Different Frying Oils


During Frying With And Without Foods. Shaker Verlag, Germany.

Anda mungkin juga menyukai