Anda di halaman 1dari 31

Kebisingan merupakan salah satu faktor bahaya fisik yang sering di

jumpai di lingkungan kerja. Di lingkungan kerja, kebisingan merupakan

masalah kesehatan kerja yang selalu timbul pada industri besar, seperti pabrik

semen. (1)

PT. Semen Tonasa merupakan salah satu pabrik semen yang didirikan di

Kawasan Indonesia Timur tepatnya di Sulawesi Selatan yang terletak di desa

Tonasa, kecamatan Balocci, kabupaten Pangkep yang memiliki tiga unit pabrik.

Unit II, III dan IV. Unit II dan Unit III masing masing berkapasitas

510.000 ton/tahun dan 590.000 ton/tahun sedangkan unit IV dengan kapasitas

produksi 2.300.000 ton/tahun. Dan jenis semen yang di produksi oleh

PT. Semen Tonasa seperti : semen portland type I, semen campuran (PMC),

semen portland pozzolan (PPC), semen portland type II, semen portland type V

dan semen abu terbang. (2)

Proses mekanis pembuatan semen di PT. Semen Tonasa dengan

menggunakan mesin-mesin dan alat-alat kerja. Mesin-mesin dan alat-alat kerja

yang disertai suara yang keras, akan meningkatkan pemaparan suara pada

pekerja serta menambah risiko bahaya terhadap para pekerja. Berdasarkan

Keputusan Menteri Tenaga Kerja No 51/Men/1999 tentang kebisingan adalah

sebesar 80 dB (A) untuk pemaparan 8 jam sehari dan 40 jam seminggu. (3) .

Hasil
laporan kegiatan pemantauan lingkungan oleh Seksi Hiperkes, yang

mengadakan pemantauan lingkungan kerja di pabrik unit II, III dan IV pada

bulan Agustus 2005 ditemukan tingkat kebisingan yang bervariasi dan satu di

antara lingkungan kerja terdapat tingkat kebisingan yang sudah melebihi NAB

yang telah di tentukan menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja No

51/Men/1999. Hasil pemantauan tingkat kebisingan di lingkungan kerja Kontrol

Room (CCR) unit II/III pada jam 10.00 dengan tingkat kebisingan 73 dB,

Kontrol Room (CCR) unit IV pada jam 10.00 dengan tingkat kebisingan 76 dB,

Packer Tonasa unit II pada jam 10.25 dengan tingkat kebisingan 84 dB, Packer

Tonasa unit IV. A/B pada jam 10.30 dengan tingkat kebisingan 84 dB dan pada

Control Room Crusher Batu Kapur unit III pada jam 11.15 dengan tingkat

kebisingan 88 dB. (4)

Hubungan antara kebisingan dengan kemungkinan timbulnya gangguan

terhadap kesehatan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu intensitas

kebisingan, frekuensi kebisingan, dan lamanya seseorang berada di tempat atau

di dekat bunyi tersebut, baik dari hari ke hari ataupun seumur hidupnya. (5)

Kebisingan dapat berhubungan dengan terjadinya penyakit hipertensi. Hal

ini didukung dengan suatu studi epidemiologis di Amerika Serikat. Peneliti

tersebut mengaitkan masyarakat, kebisingan, serta risiko terjangkit penyakit

Hipertensi. Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa masyarakat yang


terpapar kebisingan, cenderung memiliki emosi yang tidak stabil.

Ketidakstabilan emosi tersebut akan mengakibatkan stress. Stress yang cukup

lama, akan menyebabkan terjadinya penyempitan pembuluh darah, sehingga

memacu jantung untuk bekerja lebih keras memompa darah ke seluruh tubuh.

Dalam waktu yang lama, tekanan darah akan naik, dan inilah yang disebut

hipertensi. (6)

Hipertensi merupakan gangguan kesehatan yang sering dijumpai di

hampir semua negara. 6) Kelompok ilmuwan WHO berpendapat bahwa perlu

dilakukan tindakan pencegahan primer terhadap hipertensi. Pencegahan primer

ini makin perlu dilakukan karena kira-kira setengah dari penderita hipertensi

tidak menyadari akan bahaya penyakitnya karena tanpa keluhan sama sekali. (5)

Andriukin, mengadakan penelitian pada tenaga kerja bagian mesin bubuk

di Moskwa dengan intensitas bising 93 dB didapatkan hasil tenaga kerja yang

mengalami kebisingan, tekanan darahnya dua kali lebih tinggi dari pada

kelompok kontrol. Parvizpoor pada penelitiannya terhadap tenaga kerja bagian

tenun dengan intensitas bising 96 dB menemukan 27,1 % tenaga kerja

mengalami kenaikan tekanan darah pada kelompok kontrol hanya ditemukan

8,6 %. (5)

Dari hasil penelitian yang di lakukan oleh Boedhi Raharjani, pada pekerja

PT. Kereta Api Indonesia didapatkan hasil yaitu tekanan darah sebelum kerja
rata-rata dalam batas normal, namun sesudah kerja di catat adanya kenaikan

tekanan darah baik sistolik maupun diastolik. Keadaan ini diduga kuat bukan

disebabkan oleh beban kerja masinis (ringan), tetapi lebih banyak dipengaruhi

oleh faktor tingginya tingkat kebisingan di dalam kabin kerja masinis. (5)

Morrell, mengadakan penelitian di sidney (1998) secara cross sectinal,

yang mengukur tekanan darah sistolik maupun diastolik pada 1230 anak

sekolah kelas 3 SD, dari sampel yang diambil secara random dalam radium 20

km dari Bandara Sydney. Meliputi sekitar 80 % sekolah, dan sekitar 40 % dari

anak kelas 3 SD. Diperoleh perubahan (kenaikan) tekanan darah adalah

2 mmHg. Kebisingan penerbangan dilaporkan sebesar 15 sampai 45 ANEI

(Australia Noise Energi Index). (7)

Faktor yang mempengaruhi tekanan darah yaitu faktor umur, faktor jenis

kelamin, faktor suku dan faktor status sosioekonomi. Faktor lingkungan (Polusi

udara, polusi suara, dan air lunak), faktor keturunan, faktor genetik, faktor

kehidupan dini, faktor pemrakira lain pada anak-anak, faktor bobot badan,

faktor obesitas pusat dan sindrom metabolisme, faktor nutrisi (Natrium Klorida,

Kalium, Mikronutrisi yang lain dan Makronutrisi), faktor alkohol (minuman

keras), faktor kegiatan fisik, faktor denyut jantung, faktor psikososial

merupakan faktor risiko dan pemrakira tekanan darah tinggi. (8)

Pada hasil pemeriksaan medick check up oleh hiperkes tahun 2005,


proporsi hipertensi pada karyawan PT. Semen Tonasa sebesar 20,7 %,

menduduki urutan ke-2 dari 10 penyakit. (9)

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di depan, secara kualitatif

dapat diketahui adanya kebisingan yang dapat berpengaruh terhadap

peningkatan tekanan darah. Tingginya penyakit hipertensi (20,7 % tahun 2005)

pada karyawan PT. Semen Tonasa dapat dijadikan sebagai bukti awal adanya

gangguan tekanan darah. Atas dasar itulah perlu dilakukan penelitian dengan

judul : Hubungan Antara Intensitas Kebisingan Di Lingkungan Kerja Dengan

Peningkatan Tekanan Darah (Penelitian Pada Karyawan PT. Semen Tonasa Di

Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan).

Suara

1. Definisi Suara

Beberapa definisi dari suara atau bunyi menurut beberapa ahli antara

lain :

a. Suara berarti gangguan mekanik dalam medium gas, cair atau padat

dikarenakan getaran molekul. (10)

b. Bunyi adalah rangsangan yang diterima oleh telinga karena getaran

pada media elastis. (11)

c. Suara atau bunyi adalah variasi tekanan yang merambat melalui

udara dan dapat dideteksi oleh telinga manusia. (12)


d. Menurut teori fisika, bunyi adalah rangsangan yang diterima oleh

syaraf pendengaran yang berasal dari suatu sumber bunyi. (13)

2. Karakteristik Suara

Karakteristik dasar suara secara garis besar terbagi atas 2, yaitu: (14)

a. Karakteristik fisik gelombang suara

1). Frekuensi

Sifat dari bunyi ditentukan oleh frekuensi dan intesitasnya.

Frekuensi merupakan jumlah perubahan tekanan dalam setiap

detiknya atau frekuensi setiap detiknya dalam satuan cycles per

second (cls) atau Hertz (Hz). Setiap orang relatif sedikit

berbeda, tetapi respon pendengaran orang muda terletak pada

frekuensi 16 - 2.000 Hz. Kecepatan rambatan suara bervariasi

tergantung pada medium dan suhu, tetapi untuk kecepatan

perambatan suara pada medium udara pada suhu 20 0 C berkisar

344 m/s, pada kondisi tersebut maka panjang gelombang suara

berkisar 13 inch (0,344 m) pada frekuensi 1000 Hz. (15)

Frekuensi bunyi yang terpenting adalah 250 Hz, 1.000 Hz,

2.000 Hz, 8.000 Hz (naik 1 oktaf). Frekuensi bunyi yang dapat

didengar oleh telinga manusia adalah 16 - 20.000 Hz. Bunyi

yang kurang dari 16 Hz dinamakan bunyi infrasonik dan bunyi


yang lebih dari 20.000 Hz dinamakan bunyi ultrasonik.

Frekuensi bunyi antara 250 - 3000 Hz pada tekanan suara

1 x 10 -3 dyne/cm 2 sampai kurang dari 1,2 x 10 -2 dyne/cm 2

merupakan frekuensi dimana manusia dapat melakukan

percakapan dengan baik, sehingga pada tekanan

1 x 10 -3 dyne/cm 2 merupakan suara yang sudah tidak nyaman.

Frekuensi 4000 Hz merupakan frekuensi yang paling peka

ditangkap oleh pendengaran kita, biasanya ketulian pemaparan

bising atau adanya gangguan pendengaran terjadi pada

frekuensi ini. (15)

2). Periode

3). Amplitudo

Amplitudo sebuah gelombang suara adalah tingkat gerakan

molekul-molekul udara dalam gelombang, yang sesuai

terhadap perubahan dalam tekanan udara yang sesuai

gelombang. Lebih besar amplitudo gelombang maka lebih

keras molekul-molekul udara untuk menabrak gendang telinga

dan lebih keras suara yang terdengar. (14)

Amplitudo gelombang suara dapat diekspresikan dalam

istilah satuan absolut dengan pengukuran jarak sebenarnya


perubahan letak molekul-molekul udara, perubahan tekanan

atau energi yang terkandung dalam gelombang. (15)

4). Panjang

Salah satu satuan yang erat dengan frekuensi adalah

panjang gelombang. Panjang gelombang merupakan jarak

antara dua gelombang yang dekat dengan perpindahan dan

kecepatan partikel yang sama dalam satu bidan medan bunyi

datar. Sehingga dengan mengetahui kecepatan dan frekuensi

bunyi dapat ditentukan panjang gelombangnya. Panjang

gelombang suara yang dapat didengar telinga manusia mulai

dari beberapa sentimeter sampai kurang lebih 20 meter. (1)

b. Karakteristik mekanik gelombang suara

1). Pemantulan gelombang suara

2). Penggabungan gelombang suara

3). Kualitas suara

Untuk menyatakan kualitas bunyi/suara digunakan

pengertian sebagai berikut : (15)

a). Frekuensi bunyi, yaitu jumlah getaran per detik. Satuan

bunyi dinyatakan dalam Herzt (Hz).

b). Intensitas bunyi, yaitu perbandingan tegangan suara yang


datang dan tegangan suara standar yang dapat didengar

oleh manusia normal pada frekuensi 1000 Hz dinyatakan

dalam desibel (dB).

3. Sumber suara

Di lingkungan kerja, jenis dan jumlah sumber suara sangat beragam.

Beberapa diantaranya adalah : (14)

a. Suara mesin

Jenis mesin penghasil suara di tempat kerja sangat bervariasi,

demikian pula karakteristik suara yang dihasilkan. Contonya adalah

mesin pembangkit tenaga listrik seperti genset, mesin diesel, dan

sebagainya. Di tempat kerja, mesin pembangkit tenaga listrik

umumnya menjadi sumber-sumber kebisingan berfrekuensi rendah

adalah < 400 Hz.

b. Benturan antara alat kerja dan benda kerja

Proses menggerinda permukaan mental dan umumnya pekerjaan

penghalusan permukaan benda kerja, penyemprotan, pengupasan cat

(sand blasting), pengelingan (riveting), memalu (hammering), dan

pemotongan seperti proses penggergajian kayu dan metal cutting,

merupakan sebagian contoh bentuk benturan antara alat kerja dan

benda kerja (material-material solid, liquaid, atau kombinasi antara


keduanya) yang menimbulkan kebisingan. Penggunaan gergaji

bundar (circular blades) dapat menimbulkan tingkat kebisingan

antara 80 dB 120 dB.

c. Aliran material

Aliran gas, air atau material-material cair dalam pipa distribusi

material di tempat kerja, apalagi yang berkaitan dengan proses

penambahan tekanan (high pressure processes) dan pencampuran,

sedikit banyak akan menimbulkan kebisingan di tempat kerja.

Demikian pula pada proses-proses transportasi material-material

padat seperti batu, kerikil, potongan-potongan mental yang melalui

proses pencurahan (gravity based).

d. Manusia

Dibandingkan dari sumber suara lainnya, tingkat kebisingan suara

manusia memang tetap diperhitungkan sebagai sumber suara di

tempat kerja.

B. Anatomi Dan Fisiologi Alat Pendengaran

1. Alat pendengaran manusia

Alat pendengaran pada manusia berupa telinga. Telinga merupakan

organ pendengaran dan juga memainkan peran penting dalam

mempertahankan keseimbangan. (16) Bagian-bagian yang berperan dalam


pendengaran yaitu : 14)

a. Telinga luar

Terdiri dari daun telinga, liang atau kanal telinga sampai membran

tympani. Daun telinga berfungsi sebagai pengumpal energi bunyi

dan di konsentras pada membran tympani. Pada liang telinga (kanal)

terdapat wax (malam) yang berfungsi sebagai peningkatan.

Kepekaan terhadap frekuensi suara 3000 4000 Hz, panjang liang

telinga ini adalah 2,5 4 cm terbentuk dari jaringan kartilago,

membran dan tulang dan dibalut oleh kulit yang mengandung

kelenjar minyak (wax). Membaran tympani mempunyai ketebalan

0,1 mm dan luas 65 mm 2 , membran ini mengalami vibrasi yang akan

diteruskan ke telinga tengah yaitu pada tulang malleus, incus, dan

stapes.

b. Telinga tengah

Mulai dari membran tympani sampai tube eustachius, yang terdiri

dari tiga buah tulang pendengaran (osicles) yaitu tulang malleus,

incus stapes. Suara yang masuk akan mengalami pemantulan sebesar

99,9 % dan yang diteruskan 0,1 %. Saluran eustachius

menghubungkan ruang telinga tengah dengan pharynx, sehingga

berfungsi sebagai penyeimbang tekanan udara pada kedua sisi


ruangan tersebut. Telinga bagian tengah memegang proteksi

terhadap suara yang terlalu keras karena adanya tuba eustachius

yang mengatur tekanan di dalam telinga bagian tengah yang

berhubungan langsung dengan pharynx. Apabila mendengarkan

suara yang terlalu keras (petir) maka dengan membuka mulut

lebar-lebar, suara tersebut akan banyak berkurang kekerasannya

dalam telinga.

c. Telinga dalam

Telinga dalam berada di belakang tulang tengkorat kepala terdiri dari

cochlea (rumah siput) dan oval window (tingkat oval). Cochlea

berbentuk spiral (seperti rumah siput) dengan isi cairan di dalamnya.

Ukuran panjang cochlea berkisar 3 cm yang terdiri dari dua saluran

membran. Yang pertama mulai dari oval window sampai sepanjang

tabung spiral yang berbalik pada ujung saluran tersebut, selanjutnya

berjalan turun menuju round window. Yang kedua merupakan

sebuah sistem tertutup yang terdiri dari organ corti terletak dalam

ruangan yang terbentuk oleh kedua saluran. Kedua saluran ini

mengandung cairan yang disebut prelymph dan cairan yang disebut

tulang yang kurang sempurna dan membran basiler. Organ corti

mengandung lebih dari 20.000 sel sensor, terletak pada membran


basiler, sejumlah rambut halus terletak pada ujung sel sensor

tersebut dan berhadapan dengan membran tectorial, dan

serat-seratnya bergabung bersama sel-sel rambut untuk

tersambung/membentuk saraf pendengaran. Jika suara sampai pada

telinga luar maka akan diteruskan ke gendang yang akan

mengentarkan dan menggerakkan tulang pendengaran. Tulang tapes

melekat pada oval window dan cairan pada saluran membran yang

dirubah menjadi gerakan gelombang, dan berbalik kemudian

merangsang organ corti.

2. Mekanisme mendengar (16)

Suara dari lingkungan akan diterima daun telinga dan liang telinga

yang merupakan bagian telinga luar. Semua bunyi yang mencapai telinga

kita sebenarnya merupakan tenaga suatu gelombang suara. Selanjutnya

gelombang suara akan menggetarkan gendang telinga (membran tympani)

yang merupakan selaput tipis dan transparan. Selanjutnya getaran-getaran

tersebut mulai sampai ke telinga tengah yang berisi tulang-tulang

pendengaran.

Tulang tersebut antara lain tulang-tulang malleus, incus dan stapes.

Sebagian tulang malleus melekat pada sisi dalam gendang telinga dan

akan bergetar bila membran tympani bergetar. Tulang stapes berhubugan


dengan selaput oval window (tingkat oval) yaitu telinga bagian dalam.

Karena ketiga tulang pendengaran saling bersendi satu sama lain maka

akan menjembatani getaran dari gendang telinga, memperkeras dan

menyampaikan ke telinga dalam.

Cochlea termasuk telinga dalam berisi cairan elektrolik yang

mempunyai struktur pipa dengan dua setengah lingkaran yang mirip

rumah siput. Pergerakan tulang-tulang pendengaran akan menggetarkan

selaput oval window yang menyebabkan aliran cairan cochlea. Aliran

tersebut akan menggerakkan sel-sel rambut yang halus yang melekat pada

saluran cochlea, pada saat inilah terjadi perubahan gelombang suara

menjadi gelombang listrik. Potensial listrik yang timbul akan diteruskan

ke otak untuk diolah/diterjemahkan melalui saraf pendengaran.

Peristiwa gelombang suara menjadi potensial listrik pada saraf melalui

tulang-tulang pendengaran ini dinamakan sebagai gejala sensasi bunyi

atau bone conductio. Proses terjadinya getaran pada gendang telinga dan

kemudian sampai pada tulang pendengaran dinamakan air conduction,

sehingga gelombang yang datang dari telinga luar sampai ke telinga dalam

berlangsung secara borne conduction.

C. Kebisingan

1. Definisi Kebisingan
Bising merupakan suara yang tidak dikehendaki (unwanted sound).

Tetapi defenisi ini sangat subyektif.

(17) Defenisi lain tentang kebisingan

antara lain : (1)

a. Denis dan Spooner, bising adalah suara yang timbul dari getaran-

getaran yang tidak teratur dan periodik.

b. Hirrs dan ward, bising adalah suara yang komplek yang mempunyai

sedikit atau bahkan tidak periodik, bentuk gelombang tidak dapat

diikuti atau di produsir dalam waktu tertentu.

c. Spooner, bising adalah suara yang tidak mengandung kualitas musik.

d. Sataloff, bising adalah bunyi yang terdiri dari frekuensi yang acak

dan tidak berhubungan satu dengan yang lainnya

e. Burn, Littler, dan wall bising adalah suara yang tidak dikehendaki

kehadirannya oleh yang mendengar dan mengganggu.

f. Menurut permenkes RI NO : 718 / MENKES / PER / XI / 1987

tentang kebisingan yang berhubungan dengan kesehatan, BAB I

pasal I (a) : kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak

dikehendaki, sehingga menganggu dan atau membahayakan

kesehatan.

2. Klasifikasi Kebisingan
Di tempat kerja, kebisingan diklasifikasikan ke dalam dua jenis

golongan besar, yaitu : (14)

a. Kebisingan yang tetap (steady noise) dipisahkan lagi menjadi dua

jenis, yaitu :

1). Kebisingan dengan frekuensi terputus (discrete frequency

noise)

Kebisingan ini merupakan

nada-nada murni pada frekuensi

yang beragam., contohnya suara mesin, suara kipas dan

sebagainya.

2). Kebisingan tetap (Brod band noise)

Kebisingan dengan frekuensi terputus dan Brod band noise

sama-sama digolongkan sebagai kebisingan tetap (steady

noise). Perbedaannya adalah brod band noise terjadi pada

frekuensi yang lebih bervariasi (bukan nada murni).

b. Kebisingan tidak tetap (unsteady noise) dibagi lagi menjadi tiga

jenis, yaitu :

1). Kebisingan fluktuatif (fluctuating noise)

Kebisingan yang selalu berubah-ubah selama rentang waktu

tertentu.
2). Intermitent noise

Kebisingan yang terputus-putus dan besarnya dapat

berubah-ubah., contoh kebisingan lalu lintas.

3). Kebisingan impulsif (Impulsive noise)

Kebisigan ini dihasilkan oleh suara-suara berintensitas tinggi

(memekakkan telinga) dalam waktu relatif singkat, misalnya

suara ledakan senjata dan alat-alat sejenisnya.

3. Sumber kebisingan

Di tempat kerja, sumber kebisingan berasal dari peralatan dan

mesin-mesin. Peralatan dan mesin-mesin dapat menimbulkan kebisingan

karena: (14)

a. Mengoperasikan mesin-mesin produksi yang sudah cukup tua.

b. Terlalu sering mengoperasikan mesin-mesin kerja pada kapasitas

kerja cukup tinggi dalam periode operasi cukup panjang.

c. Sistem perawatan dan perbaikan mesin-mesin produksi ala kadarnya.

Misalnya mesin diperbaiki hanya pada saat mesin mengalami

kerusakan parah.

d. Melakukan modifikasi/perubahan/pergantian secara parsial pada

komponen-komponen mesin produksi tanpa mengidahkan

kaidah-kaidah keteknikan yang benar, termasuk menggunakan


komponen-komponen mesin tiruan.

e. Pemasangan dan peletakan komponen-komponen mesin secara tidak

tepat (terbalik atau tidak rapat/longgar), terutama pada bagian

penghubung antara modul mesin (bad conection).

f. Penggunaan alat-alat yang tidak sesuai dengan fungsinya.

4. Besaran Bising

Rumus : (5)

Li = 10 log (I/IO) dB

Dimana :

Li = Tingkat intensitas bunyi (dB)

I = Intensitas suara/bunyi (WATT/m 2 )

IO = Intensitas bunyi referensi(10 -12 Watt/m 2 )

5. Dampak Kebisingan Terhadap Kesehatan

Kebisingan di tempat kerja dapat menimbulkan gangguan yang

dapat dikelompokkan secara bertingkat sebagai berikut : (18)

a. Gangguan fisiologis

Gangguan fisiologis adalah gangguan yang mula-mula timbul

akibat bising, dengan kata lain fungsi pendengaran secara fisiologis

dapat terganggu. Pembicaraan atau instruksi dalam pekerjaan tidak

dapat didengar secara jelas, sehingga dapat menimbulkan gangguan


lain seperti: kecelakaan. Pembicaraan terpaksa berteriak-teriak

sehingga memerlukann tenaga ekstra dan juga menambah

kebisingan. Di samping itu kebisingan dapat juga mengganggu

Cardiac Out Put dan tekanan darah. (1)

Pada berbagai penyelidikan ditemukan bahwa pemaparan

bunyi terutama yang mendadak menimbulkan reaksi fisiologis

seperti: denyut nadi, tekanan darah, metabolisme, gangguan tidur

dan penyempitan pembuluh darah. Reaksi ini terutama terjadi pada

permulaan pemaparan terhadap bunyi kemudian akan kembali pada

keadaan semula. Bila terus menerus terpapar maka akan terjadi

adaptasi sehingga perubahan itu tidak tampak lagi. Kebisingan dapat

menimbulkan gangguan fisiologis melalui tiga cara yaitu: (5)

1). Sistem internal tubuh

Sistem internal tubuh adalah sistem fisiologis yang

penting untuk kehidupan seperti:

a). Kardiovaskuler (jantung, paru-paru, pembuluh)

b). Gastrointestinal (perut,usus)

c). Syaraf (urat syaraf)

d). Musculoskeletal (otot, tulang) dan

e). Endocrine (kelenjar).


Sebenarnya proses adaptasi sendiri adalah indikasi dari

perubahan fungsi tubuh karenanya tidak begitu disukai.

Kebisingan yang tinggi juga dapat mengubah ketetapan

koordinasi gerakan, memperpanjang waktu reaksi dan

menaikkan respon waktu, semuanya ini dapat berkahir dengan

human error.

Pada keadaan-keadaan tertentu, kebisingan dapat

menyebabkan penurunan resistensi listrik dalam kulit,

penurunan aktifitas lambung, atau adanya bukti

elektromiographic dalam hal peningkatan tensi otot Nesswetha

pada tahun 1964 telah melakukan studi eksperimental teknis

mengenai adaptasi sistem syaraf vegetatif dan

pertimbangan-pertimbangan bahwa yang menjadi subyek

percobahan adalah mereka yang telah terbiasa dengan

kebisingan. Umumnya mereka ini memiliki sistem kompensasi

yang memungkinkan untuk bekerja pada suatu lingkungan

yang bising, dimana pada kasus subyek yang belum terbiasa

sistem tersebut harus dibentuk secara perlahan-lahan.

Peningkatan refleks-refleks labyrinthin telah dilaporkan pada

telephonist. (5)
2). Ambang pendengaran

Ambang pendengaran adalah suara terlemah yang masih

bisa di dengar. Makin rendah level suara terlemah yang di

dengar berarti makin rendah nilai ambang pendengaran, berarti

makin baik pendengaranya. Kebisingan dapat mempengaruhi

nilai ambang batas pendengaran baik bersifat sementara

(fisiologis) atau menetap (patofisiologis). Kehilangan

pendengaran bersifat sementara apabila telinga dengan segera

dapat mengembalikan fungsinya setelah terkena kebisingan. (5)

3). Gangguan pola tidur

Pola tidur sudah merupakan pola alamiah, kondisi

istirahat yang berulang secara teratur, dan penting untuk tubuh

normal dan pemeliharaan mental serta kesembuhan.

Kebisingan dapat menganggu tidur dalam hal kelelapan,

kontinuitas, dan lama tidur. 18)

Seseorang yang sedang tidak bisa tidur atau sudah tidur

tetapi belum terlelap. Tiba-tiba ada gangguan suara yang akan

mengganggu tidurnya, maka orang tersebut mudah

marah/tersinggung. Berprilaku irasional, dan ingin tidur.

Terjadinya pergeseran kelelapan tidur dapat menimbulkan


kelelahan. (18)

Berdasarkan penelitian yang menemukan bahwa

presentase seseorang bisa terbangun dari tidurnya sebesar 5 %

pada tingkat intensitas suara 40 dB (A) dan meningkat sampai

30 % pada tingkat 70 dB (A). Pada tingkat intensitas suara

100 dB (A) sampai 120 dB (A), hampir setiap orang akan

terbangun dari tidurnya. (19)

Tabel 2.1 Intesitas dan Lama Kebisingan Terhadap Tubuh

No Gangguan Intensitas dB (A) Lama Waktu

1 Sistem internal tubuh 85 Sewaktu-waktu

2 Ambanng pendengaran

A. Continuous 80 16 jam

85 8 jam

90 4 jam

95 2 jam

100 1 jam

105 30 menit

110 15 menit

115 7,5 menit

> 115 Tidak Pernah


B. Impulsif 140 10000 microsec

3. Pola tidur

A. Terbagun 55 60 Sewaktu-waktu

B. Pergantian jam

tidur 35 45 Sewaktu-waktu

Sumber : Jain, R. K. et al : Environmental impact Analysis, 1981:

280

b. Gangguaan psikologis

Gangguan fisiologis lama kelamaan bisa menimbulkan

gangguan psikologis. (1) Kebisingan dapat mempengaruhi stabilitas

mental dan reaksi psikologis, seperti rasa khawatir, jengkel, takut

dan sebagainya. Stabilitas mental adalah kemampuan seseorang

untuk berfungsi atau bertindak normal. Suara yang tidak dikehendaki

memang tidak menimbulkan mental illness akan tetapi dapat

memperberat problem mental dan perilaku yang sudah ada. (19)

Reaksi terhadap gangguan ini sering menimbulkan keluhan

terhadap kebisingan yang berasal dari pabrik, lapangan udara dan

lalu lintas. Umumnya kebisingan pada lingkungan melebihi

50 55 dB pada siang hari dan 45 55 dB akan mengganggu

kebanyakan orang. Apabila kenyaringan kebisingan meningkat,


maka dampak terhadap psikologis juga akan meningkat. Kebisingan

dikatakan mengganggu, apabila pemaparannya menyebabkan orang

tersebut berusaha untuk mengurangi, menolak suara tersebut atau

meninggalkan tempat yang bisa menimbulkan suara yang tidak

dikehendakinya. (5)

c. Gangguan patologis organis

Gangguan kebisingan yang paling menonjol adalah

pengaruhnya terhadap alat pendengaran atau telinga, yang dapat

menimbulkan ketulian yang bersifat sementara hingga permanen. (1)

Kelainan yang timbul pada telinga akibat bising terjadi tahap demi

tahap sebagai berikut: (1)

1). Stadium adaptasi

Adaptasi merupakan suatu daya proteksi alamiah dan keadaan

yang dapat pulih kembali, atau kata lain sifatnya reversible.

2). Stadium temporary threshold shiff

Disebut juga audtory fatigue yang merupakan kehilangan

pendengaran reversible sesudah 48 jam terhindar dari bising

itu. Batas waktu yang diperlukan untuk pulih kembali sesudah

terpapar bising adalah 16 jam. Bila pada waktu bekerja

keesokan hari pendengaran hanya sebagian yang pulih maka


akan terjadi permanent hearing lose.

3). Stadium persistem trehold shiff

Dalam stadium ini ambang pendengaran meninggi lebih lama,

sekurang-kurangnya 48 jam setelah meninggalkan lingkungan

bising, pendengaran masih terganggu.

4). Stadium permanent trehold shiff

Pada stadium ini meningginya ambang pendengaran menetap

sifatnya, gangguan ini banyak ditemukan dan tidak dapat

disembuhkan. Tuli akibat bising ini merupakan tuli persepsi

yang kerusakannya terdapat dalam cochlea berupa rusaknya

syaraf pendengaran.

Proses terjadinya gangguan pendengaran terjadi secara

berangsur-angsur, yaitu mula-mula tidak terasa adanya gangguan

pendengaran, baru setelah penderita sadar bahwa ia memerlukan

suara-suara keras untuk sanggup mendengarkan suatu percakapan

diketahui adanya gangguan pendengaran. Pergeseran ambang

pendengaran nampak dalam tahun-tahun pertama terpapar

kebisingan. Orang yang belum pernah berada dalam kebisingan

biasanya menunjukkan perbaikan yang bagus setelah dipindakan dari

kebisingan, sedangkan orang yang sudah bertahun-tahun terkena


bising dan tuli agak berat sekali kemungkinan untuk pulih. (18)

d. Komunikasi

Kebisingan dapat menganggu pembicaraan. Paling penting

disini bahwa kebisingan menganggu kita dalam menangkap dan

mengerti apa yang di bicarakan oleh orang lain, apakah itu berupa: (5)

1). Percakapan langsung (face to face).

2). Percakapan telepon.

3). Melalui alat komunikasi lain, misalnya radio, televisi dan

pidato.

Tempat dimana komunikasi tidak boleh terganggu oleh

suara bising adalah sekolah, area latihan dan test, teater, pusat

komunikasi militer, kantor, tempat ibadah, perpustakaan,

rumah sakit dan laboratorium. Banyaknya suara yang bisa

dimengerti tergantung dari faktor seperti : level suara

pembicaraan, jarak pembicaraan dengan pendengaran,

bahasa/kata yang dimengerti, suara lingkungan dan

faktor-faktor lain. (19)

6. Nilai Ambang Batas Kebisingan

Lingkungan kerja industri, tingkat kebisingan biasanya tinggi

sehingga harus ada batas waktu pajanan kebisingan. Batasan kebisingan


yang diberikan oleh The Workplace and Safety (Noise) Compliance

Standar 1995, SL No 381 adalah 8 jam terus menerus pada level tekanan

suara 85 dB (A), dengan refrensi 20 micropascal. (20)

Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No 51/Men/1999

tentang kebisingan adalah sebagai berikut :

Tabel 2.2 Nilai Ambang Batas Kebisingan

No Waktu Pemajanan Per Hari Tingkat Suara Dalam dB (A)

1 8 jam 85

2 4 jam 88

3 2 jam 91

4 1 jam 94

5 30 menit 97

6 15 menit 100

7 7,5 menit 130

8 3,5 menit 106

9 1, 88 menit 109

Sumber : US Department Of Health and Human Service, Occuational

Noise Exposure (Revised Criterial 1998), Public Health

Service Centre for Disease Control and Prevetion, National

Institute for Occupational Safety and Health, Cincinnati, Ohio,


June 1998

7. Pengendalian Kebisingan

Pada prinsipnya pengendalian kebisingan di tempat kerja terdiri

dari: (21)

a. Pengendalian secara teknis

Pengendalian secara teknis dapat dilakukan pada sumber bising,

media yang dilalui bising dan jarak sumber bising terhadap pekerja.

Pengendalian bising pada sumbernya merupakan pengendalian yang

sangat efektif dan hendaknya dilakukan pada sumber bising yang

paling tinggi.

Cara-cara yang dapat dilakukan antara lain :

1). Desain ulang peralatan untuk mengurangi kecepatan atau

bagian yang bergerak, menambah muffler pada masukan

maupun keluaran suatu buangan, mengganti alat yang telah

usang dengan yang lebih baru dan desain peralatan yang lebih

baik.

2). Melakukan perbaikan dan perawatan dengan mengganti bagian

yang bersuara dan melumasi semua bagian yang bergerak.

3). Mengisolasi peralatan dengan cara menjauhkan sumber dari

pekerja/penerima, menutup mesin ataupun membuat


barrier/penghalang.

4). Merendam sumber bising dengan jalan memberi bantalan karet

untuk mengurangi getaran peralatan dari logam, mengurangi

jatuhnya sesuatu benda dari atas ke dalam bak maupun pada

sabuk roda.

5). Menambah sekat dengan bahan yang dapat menyerap bising

pada ruang kerja. Pemasangan perendam ini dapat dilakukan

pada dinding suatu ruangan yang bising.

b. Pengendalian secara administrasi.

Pengendalian ini meliputi rotasi kerja pada pekerja yang terpapar

oleh kebisingan dengan intensitas tinggi ke tempat atau bagian lain

yang lebih rendah, pelatihan bagi pekerja terhadap bahaya

kebisingan, cara mengurangi paparan bising dan melindungi

pendengaran.

c. Pemakaian alat pelindung diri (ppe = personal protective eguipment)

Alat pelindung diri untuk mengurangi kebisingan meliputi ear plugs

dan ear muffs. Pengendalian ini tergantung terhadap pemilihan

peralatan yang tepat untuk tingkat kebisingan tertentu, kelayakan

dan cara merawat peralatan.

8. Pengukuran Intensitas Kebisingan


Pengukuran intensitas kebisingan ditujukan untuk membandingkan

hasil pengukuran pada suatu saat dengan standar yang telah ditetapkan

serta merupakan langkah awal untuk pengendalian. (15) Alat yang

dipergunakan untuk mengukur intensitas kebisingan adalah Sound Level

Meter (SLM). (14)

Metode pengukuran kebisingan :

a. Melakukan kalibrasi sebelum alat sound level meter digunakan

untuk mengukur kebisingan, agar menghasilkan data yang valid.

Alat dikalibrasi dengan menempatkan kalibrator suara (pistonphon)

pada mikrofon sound level meter pada frekuensi 1 kHZ dan

intensitas 114 dB, kemudian aktifkan dengan memencet tombol

ON, kemudian putar sekerup (ke kanan untuk menambah dan

kekiri untuk mengurangi) sampai didapatkan angka 114.

b. Mengukur kebisingan bagian lingkungan kerja, dengan cara alat

diletakkan setinggi 1,2 sampai 1,5 meter dari alas lantai atau tanah

pada suatu titik yang ditetapkan.

c. Angka yang terlihat pada layar atau display dicatat setiap 5 detik dan

pengukuran dilakukan selama 10 menit untuk setiap titik lingkungan

kerja.

d. Setelah selesai alat di matikan dengan menekan tombol OFF.


e. Data hasil pengukuran, kemudian dimasukkan ke rumus:

Leg = 10 log 1/N [(n 1 x 10

L1/10 ) + (n 2 x 10 L2/10 ) + ... + (n n x 10

Ln/10 )]

Keterangan:

Leg = Tingkat kebisingan ekivalen (dB)

N = Jumlah bagian yang diukur

Ln = Tingkat kebisingan (dB)

nn = Frekuensi kemunculan Ln (tingkat kebisingan).

Anda mungkin juga menyukai