Anda di halaman 1dari 7

HUJAN RENCANA

OLEH :

Yudha Aditia Ekaputra (1209025023)


Nur Wahid Muzakky (1209025040)
Imbran Safeie (1209025050)
Muhammad Lukman Faris (1209025043)
Irman Syarif (1209025048)
Imam Ghozali (1209025026)
Adhyat Teza Pangayu (1209025033)
Dionisius Kamilus (1209025002)

FAKULTAS TEKIK

UNIVERSITAS MULAWARMAN

SAMARINDA

2015

8.1. Umum
Dalam analisis hujan aliran untuk memperkirakan debit banjir rencana diperlukan
masukan hujan rencana ke dalam suatu DAS. Hujan rencana tersebut dapat berupa kedalaman
hujan di suatu titik atau hietograf hujan rencana yang merupakan distribusi hujan sebagai fungsi
waktu selama hujan deras. Perencanaan bangunan air didasarkan pada debit banjir rencana yang
diperoleh dari analisis hujan aliran tersebut, yang bisa berupa banjir rencana dengan periode
ulang tertentu.

Debit rencana dapat dihitung dari kedalaman hujan titik dalam penggunaan metode
rasional untuk menentukan debit puncak pada perencanaan drainase dan jembatan (gorong-
gorong). Metode rasional ini digunakan apabila daerah tangkapan air kecil. Pada perencanaan
bangunan melimpah suatu bendungan, perencanaan tanggul banjir, analisis penelusuran banjir
(flood routing) di waduk atau sungai. Hidrograf banjir dapat diperoleh dengan menggunakan
metode hidrograf satuan. Dalam hal ini data masukan yang diperlukan adalah hietograf hujan
rencana.

Pencatatan hujan biasanya dalam bentuk data hujan harian, jam jaman, atau menitan.
Distribusi hujan yang terjadi digunakan sebagai masukan data untuk mendapatkan hidrograf
aliran. Beberapa metode yang akan dipelajari dalam bab ini adalah metode Tadashi Tanimoto,
Mononobe, dan Alternating Block Method (ABM) .

8.2. Intensitas Durasi Frekuensi

Intensitas Durasi Frekuensi (IDF) biasanya diberikan dalam bentuk kurva yang
memberikan hubungan antara intensitas hujan sebagai ordinat, durasi hujan sebagai absis dan
beberapa grafik yang menunjukan frekuensi atau periode ulang. Gambar 8.1. adalah kurva IDF
untuk daerah Halim Perdana Kusuma, Jakarta (Joesron Loebis, 1984). Dalam gambar tersebut
terdapat lima grafik IDF yang masing masing menunjukan periode ulang 5, 10, 25, 50 dan 100
tahunan. Untuk hujan dengan durasi 30 menitan dengan periode ulang 10 tahunan diperoleh
intensitas hujan sekitar 170 mm/jam.

Analisis IDF dilakukan untuk memperkirakan debit puncak di daerah tangkapan kecil,
seperti dalam perencanaan sistem drainase kota, gorong gorong, dan jembatan. Di daerah
tangkapan kecil, hujan deras dengan durasi singkat yang jatuh di berbagai titik pada seluruh
daerah tangkapan hujan dapat terkonsentrasi di titik control uang ditinjau dalam waktu yang
bersamaan, yang dapat menghasilkan debit puncak. Hujan deras dengan durasi singkat (5, 10, 15
menit) dapat diperoleh dari kurva IDF yang berlaku untuk daerah yang ditinjau.

Pembuatan kurva IDF dapat dilakukan dengan prosedur sebagai berikut :


1. Ditetapkan durasi hujan tertentu (5, 10, 15.menit)
2. Dari data pencatatan hujan otomatis yang menunjukan jumlah kumulatif hujan terhadap
waktu, dicatat kedalaman hujan deras dengan beberapa durasi tersebut. Selanjutnya
dipilih kedalaman hujan maksimum untuk masing masing tahun pencatatan, sehingga
terdapat sejumlah data yang mewakili seluruh tahun pencatatan.
3. Kedalam hujan yang diperoleh dalam butir 2, dapat dikonversi menjadi intensitas hujan
dengan menggunakan hubungan i = 60 p/t, dimana p adalah kedalaman hujan dan t
adalah durasi (5, 10, 15..menit).
4. Dihitung intensitas hujan ekstrim untuk beberapa periode ulang, dengan menggunakan
cara seperti diberikan dalam BAB VII.
5. Dibuat kurva hubungan antara intensitas hujan dan durasi hujan untuk beberapa periode
ulang, sehingga didapat kurva IDF.

Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas, berikut ini diberikan suatu contoh membuat
kurva IDF :

Contoh 1 :

Diketahui data hujan dari stasiun hujan otomatis di Semarang-Jawa Tengah, seperti diberikan
dalam table 8.1. Dalam table tersebut data hujan dengan durasi 5, 10, . 120 menit dan
dari tahun 1969-1993. Buatlah kurva IDF dengan menggunakan data tersebut !

Penyelesaian :

Kedalam hujan dengan beberapa durasi seperti diberikan dalam table 8.1. diubah menjadi
intensitas hujan seperti diberikan dalam table 8.2. Data intensitas hujan maksimum tahunan
untuk beberapa durasi hujan tersebut dianalisis dengan menggunakan metode analisis frekuensi
(BAB VII) untuk mendapatkan intensitas hujan dengan beberapa periode ulang. Untuk
menyederhanakan analisis, dianggap bahwa dalam analisis frekuensi ini sebaran data sesuai
distribusi Gumbel (seharusnya mengikuti prosedur seperti diberikan dalam BAB VII). Untuk itu
dihitung nilai rerata dan deviasi standar dari data tersebut, yang hasilnya untuk berbagai durasi
hujan diberikan dalam dua baris terakhir dari table 8.2. Dengan menggunakan cara seperti
diberikan dalam BAB VII, dihitung intensitas hujan untuk beberapa periode ulang, yang hasilnya
diberikan dalam table 8.3. dan gambar 8.2.

Dari table 8.3. Dibuat gambar hubungan antara intensitas hujan dan durasi untuk
beberapa periode ulang. Dari sebaran data tersebut dibuat analisis regresi yang hasilnya berupa
kurva IDF yang mempunyai bentuk persamaan berpangkat. Dalam gambar tersebut persamaan
kurva IDF adalah :

Periode ulang 2 tahunan : y = 563,75x-0,4587


Periode ulang 5 tahunan : y = 709,45x-0,4597

Periode ulang 10 tahunan : y = 805,97x-0,4603

Periode ulang 25 tahunan : y = 927,97x-0,4608

Periode ulang 50 tahunan : y = 1018,5x-0,4611

8.3. Kurva IDF dengan Metode Mononobe

Penurunan kurva IDF dengan cara seperti diberikan dalam Sub Bab 8.2. dapat dilakukan
apabila tersedia data hujan otomatis, sehingga diperoleh hujan dengan durasi singkat (5, 10, 15,
. Menit). Apabila yang tersedia adalah data hujan harian, Mononobe (Suyono dan Takeda,
1983) mengusulan persamaan berikut ini untuk menurunkan kurva IDF.

R24 24 2
It =
24 t ( ) 3

Dengan :

It : intensitas curah hujan untuk lama hujan t (mm/jam),

t : lamanya curah hujan (jam),

R24 : curah hujan maksimum selama 24 jam (mm).

Contoh 2 :

Dari hasil hitungan dalam contoh 9, yaitu analisis frekuensi data hujan harian maksimum
tahunan di Stasiun Duri di Provinsi Riau dari tahun 1981 sampai 2001, diperoleh kedalaman
hujan dengan periode ulang 2, 5, 10, 25 dan 50 tahunan seperti diberikan dalam table berikut.
Buat kurva IDF dari data hujan harian tersebut.

Periode Ulang T 2 5 10 25 50
Hujan (mm) 103.0 133.8 152.56 174.5 189.9

Penyelesaian :
Dengan menggunakan Persamaan (8.1) untuk hujan dengan periode ulang p = 103 mm
dan durasi hujan 5 menit, akan diperoleh :
2
103 24
It = ( )
24 5 /60
3
= 187,1 mm

Hitungan dengan persamaan tersebut dilanjutkan untuk durasi dan kedalaman hujan yang lain,
dan hasilnya diberikan dalam table 8.4. dan gambar 8.3. Hitungan dilakukan dengan durasi
sampai 300 menit (5 jam). Persamaan kurva IDF mempunyai bentuk :

Periode ulang 2 tahunan : y = 547,03x-0,6667

Periode ulang 5 tahunan : y = 710,84x-0,6667

Periode ulang 10 tahunan : y = 810,06x-0,6667

Periode ulang 25 tahunan : y = 927,18x-0,6667

Periode ulang 50 tahunan : y = 1009,2x-0,6667

8.4. Hyetograph Hujan Rancangan

Dalam perhitungan banjir rancangan, diperlukan masukan berupa hujan rancangan yang
didistribusikan ke dalam hujan jam jaman (Hyetograph).

Cara diatas dapat dilakukan apabila tersedia data hujan otomatis. Jika yang ada hanya
data hujan harian, untuk mendapatkan kedalaman hujan jam jaman dari hujan rancangan dapat
menggunakan model distribusi hujan, berikut adalah masing masing model distribusi hujan :

1. Distribusi Hujan Seragam

Model distribusi hujan seragam merupakan cara yang paling sederhana untuk
mendapatkan distribusi hujan jam jaman yaitu dengan menganggap hujan rancangan sebesar p
mm terdistribusi secara merata selama durasi hujan rancangan Td yang telah ditetapkan.

2. Distribusi Hujan Segitiga

Model distribusi hujan segitiga menganggap bahwa kedalaman hujan jam jaman
terdistribusi mengikuti bentuk segitiga. Hyetograph segitiga bisa dibentuk setelah kedalaman
hujan rancangan p dan durasi hujan Td diketahui. Luas segitiga merupakan nilai kedalaman
hujan dan ordinat puncak hyetograph yang dihitung dengan rumus
2p
I p=
Td

Untuk menetapkan waktu terjadinya intensitas hujan puncak, dipaai factor koefisien r
yang didefinisikan sebagai rasio dari waktu intensitas hujan puncak Tp . Jadi waktu dimana
terjadi intensitas hujan puncak ditentukan dengan rumus :

Td = r. Tp

Nilai r umumnya ditetapkan sebesar 0,3 sampai dengan 0,5. Jika r ditetapkan sebesar 0,5
maka puncak hyetograph akan terletak pada pertengahan lama hujan.

3. Alternating Block Method (ABM)

Adalah cara sederhana untuk membuat hyetograph rencana dari kurva IDF (Chow et al.,
1998). Hyetograph rencana yang dihasilkan oleh metode ini adalah hujan yang terjadi dalam
n rangkaian interval waktu yang berurutan dengan durasi t selama waktu Td = n t. Untuk
periode ulang tertentu, intensitas hujan diperoleh dari kurva IDF pada setiap durasi waktu t,
2t, 3t, kedalaman hujan diperoleh dari perkalian antara intensitas hujan dan durasi waktu

tersebut.

Contoh 3 :

Dari hasil hitungan hujan dengan periode ulang 10 tahunan di stasiun duri di provinsi riau
seperti diberikan dalam contoh 9 pada bab VII, didapat P10 = 152 mm. Buatlah hyetograph
hujan dengan menggunakan metode ABM dengan interval waktu t = 1 jam.

Penyelesaian :

Hitungan dilakukan dengan menggunakan Tabel 8.5. dari persamaan (8.1) dihitung intensitas
hujan untuk Td = t, Td = 2t, Td = 3t dan seterusnya dengan t = 1 jam seperti diberikan
dalam kolom 1, 2 dan 3. Dalam hal ini durasi hujan adalah 6 jam. Kedalaman hujan (kolom
4) adalah perkalian antara intensitas hujan (kolom 3) dan durasi (kolom 1). Pertambahan
hujan atau kedalaman hujan jam jaman (kolom 5) adalah selisih kedalaman hujan yang
berurutan (kolom 4). Kolom 6 adalah selisih kedalaman hujan jam jaman yang dinyatakan
dalam persen. Kolom 7 adalah hyetograph yang dinyatakan dalam persen, yang diperoleh
dengan menempatkan nilai (%) hujan tertinggi pada kolom 6 di tengah tengah durasi hujan
yaitu baris 3 pada kolom 7, baris 2 kolom 6 menjadi baris 4 kolom 7, baris 3 kolom 6
menjadi baris 2 kolom 7, dan seterusnya. Kolom 8 hyetograph dalam mm, yaitu perkalian
antara persen hyetograph pada kolom 7 dengan kedalaman hujan periode 10 tahunan yaitu
152 mm.
4. Distribusi Hujan Tadashi Tanimoto

Tadashi Tanimoto (1969) mengembangkan distribusi hujan jam jaman yang dapat digunakan
di pulau jawa. Gambar 8.8. menunjukan distribusi kumulatf hujan untuk beberapa daerah.
Dari gambar tersebut, untuk kurva tipe I yang berlaku di jawa, dapat diturunkan distribusi
hujan jam jaman seperti ditunjukan dala table 8.6. dan digambarkan dalam gambar 8.9.

8.5. Penurunan Distribusi Hujan

Hari Indra Prayoga melakukan penelitian pengaruh pola distribusi hujan terhadap banjir
rancangan, dengan studi kasus di DAS Cimanuk jawa Barat di stasiun Bantar Merak,
Sukatali, dan Dam Kamun.

Pola distribusi hujan didasarkan pada hujan deras yang tercatat oleh alat ukur hujan
otomatis. Data hujan yang digunakan adalah yang mempunyai kedalaman hujan di atas 50
mm, yang diperkirakan setara periode ulang satu tahunan. Tercatat 81 data kejadian hujan
lebat yang nilai totalnya lebih dari 50 mm. Data tersebut dikelompokan berdasarkan tinggi
hujan seperti yang terlihat pada gambar 8.10. Untuk tinggi hujan 50<P<75 mm, frekuensi
kejadian hujan terbesar adalah hujan dengan durasi 5 jam yaitu sebanyak 20 kejadian.
Sedangkan tinggi hujan 75<P<100 mm dan P>100 mm, hujan lebih sering terjadi dengan
durasi 6 jam. Profil hujan rerata tersebut merupakan pola distribusi hujan di lokasi studi,
yang bisa dinyatakan dalam grafik nilai rerata pada table 8.7.

Anda mungkin juga menyukai