FILSAFAT ILMU
Oleh :
Aprisal (16709251019)
Selama mengikuti perkuliahan filsafat ilmu bersama Prof. Dr. Marsigit, M.A.
begitu banyak ilmu yang saya dapatkan. Saya yang pertamanya beranggapan
bahwa filsafat itu hanya sebagai ilmu yang tersendiri, terisolir dari ilmu-ilmu lain
dan hanya sebatas pemikiran manusia saja yang kebanyakan mengandung
kontradiksi, ternyata cakupan filsafat begitu sangat luas terutama dalam
kehidupan manusia dan mempunyai segudang manfaat bagi orang-orang yang
benar-benar memahami hakekat filsafat yang sesungguhnya. Maka dari itu,
sebelum saya merefleksikan filsafat saya sendiri, saya ingin megucapkan terima
kasih yang setinggi-tingginya buat Prof.Dr.Marsigit,M.A yang telah mengarahkan
dan membimbing kami dalam memahami dan membangun filsafat kami sendiri.
Filsafat merupakan akar dari segala ilmu pengetahuan. Hal ini tergambar dari
pembahasan yang ada di dalam filsafat yaitu segala sesuatu yang ada dan yang
mungkin ada. Demikian juga filsafat berlaku untuk siapa saja, karena filsafat lahir
dari hasil olah pikiran manusia. Namun demikian filsafat yang dipahami oleh
orang lain bisa jadi berbeda dengan filsafat yang kita pahami. Hal ini disebabkan
karena secara umum filsafat itu adalah dirimu dan diriku. Artinya pandangan
orang lain tentang suatu objek bisa jadi berbeda dengna pandangan kita terhadap
objek yang sama. Di kalangan para filsuf pun tidak ada definisi secara tegas
tentang apa itu filsafat. Para filsuf mempunyai pandangan tersendiri, pandangan
yang berbeda mengenai arti, objek, metode, tujuan, dan nilai filsafat. Namun
demikian dilihat dari terminologi bahasa, filsafat mempunyai arti yang cukup
indah yaitu cinta kebijaksanaan.
Merujuk pada pada arti tersebut (cinta kebijaksanaan) memang sesuai dengan
apa yang terkandung dan yang menjadi pembahasan dalam filsafat. Hal ini
dikarenakan dalam belajar filsafat kita dituntut untuk mempelajarinya secara
keseluruhan bukan hanya sepotong-sepotong. Selain itu dalam mempelajari
filsafat, manusia diajarkan untuk senantiasa untuk menggapai kebenaran yang
sejati dalam hidupnya. Tetapi hal tersebut sangatlah sulit, karena kebenaran sejati
pada hakikatnya adalah milik Allah SWT semata, sedangkan manusia hanya
berusaha untuk menjadi yang terbaik dengan segala kemampuannya di hadapan
Allah SWT dan sebagai pecinta kebijksanaan. Pythagoras menegaskan bahwa
cukuplah seorang menjadi mulia ketika ia menginginkan hikmah dan berusaha
untuk mencapainya.
Filsafat bukanlah sekedar ilmu untuk dipahami tetapi juga untuk diterapkan
dalam kehidupan. Hal ini karena filsafat juga dapat berfungsi sebagai ilmu
refleksi. Ilmu refleksi artinya dengan berfilsafat manusia harus menggunakan
pemikiran yang jernih dan hati yang bersih untuk merefleksikan, menginstropeksi
dirinya, dan mereview hasil pemikirannya yang dianggap berguna dan akan
memberikan manfaaat bagi dirinya pada khususnya dan bagi masyarakat sekitar
pada umumnya. Dalam berfilsafat sesuai dengan apa yang selalu disampaikan
Prof. Dr. Marsigit, M.A karena filsafat lahir dari pengamatan yang kemudian
diolah dalam pikiran, maka sebelum seseorang mengembarakan pikirannya maka
mereka harus terlebih dahulu menetapkan hatinya sebagai komandan. Artinya
jangan sampai dari hasil pemikiran-pemikiran kita justru melahirkan sesuatu yang
tidak bermanfaat bahkan merugikan orang lain. Untuk itulah hati menjadi hakim
atau penimbang terhadap segala tindakan yang akan kita lakukan. Hal ini sejalan
dengan hadist Rasulullah SWA yang artinya Ketahuilah, sesungguhnya dalam
tubuh manusia ada segumpal daging, jika segumpal daging itu baik, maka akan
baik seluruh tubuh manusia, dan jika segumpal daging itu buruk, maka akan
buruk seluruh tubuh manusia, ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati
manusia. (HR. Bukhari dan Muslim). Telihat bahwa dalam menjalani kehidupan
khususnya dalam berfilsafat kedudukan hati menjadi sangat penting.
Filsafat bagi orang-orang yang mempelajarinya ibarat pisau yang bermata
dua. Filsafat dapat memberi dampak yang baik begitupun sebaliknya dapat
memberi dampak yang buruk. Filsafat dapat menjadikan seseorang begitu hormat,
begitu menghargai orang lain dan filsafat juga dapat menjadikan seseorang tidk
hormat dan memandang rendah orang lain. Filsafat menjadikan seseorang menjadi
pribadi yang tidak baik, karena mereka yang mempelajari filsafat tidak secara
keseluruhan, tidak ikhlas, dan hanya mengandalkan pemikirannya saja. Padahal di
sisi lain orang yang mengandalkan pemikirannya saja hanya bisa memahmi
separuh dunia. Sementara itu, filsafat dapat menjadi segudang manfaat bagi
mereka yang mempelajari filsafat secara keseluruhan, ikhlas, dan
mengkorelasikan antara hati dan pikirannya.
Filsafat dapat menjadikan pribadi seseorang menjadi pribadi yang rendah
hati, menghargai orang lain, hormat pada pada orang lain. Mempelajari filsafat
dengan hati yang ihklas dan sungguh-sungguh tentunya akan menuntut usaha
yang serius dan kerja yang terus menerus. Hal ini tergambar sepanjang sejarah
bahwa filsafat telah menjadi saksi dari kerendahan hati para filsuf yang tidak
mengklaim diri mereka sebagai orang yang mampu mengetahui segala-galanya,
melainkan sekedar sebagai para pencari dan pecinta kebijaksanaan. Oleh karena
itu filsafat terkait erat dengan pengamatan dan pemikiran rasional. Dengan
demikian seorang filssuf adalah orang-orang yang sadar (terjaga) dan membuka
pandangannya terhadap segala hal yang ada di dalam eksistensi sambil berusaha
untuk memahaminya, sementara orang lain menghabiskan hidupnya dalam
keadaan tertidur. Namun demikian tentunya dalam berfilsafat juga terjadi
perbedaan pendapat di antara para filsuf.
Dalam filsafat juga dikenal kontradiktif. Kontradiksi meliputi yang ada
dan yang mungkin ada, bila tidak mau mengalami kontradiksi
maka hidup anda diabaikan saja, segeralah berkemas-kemas
meninggalkan dunia dan menuju akhirat untuk mendapatkan
kebenaran yang sebenarnya, mendapatkan kebenaran yang
identitas. Dalam menjalani kehidupan tentunya seseorang tidak
terlepas dari peranannya. Kadangkala seseorang dapat berperan
sebagai subjek dan kadangkala berperan sebagai objek. Tetapi
banyak orang di sekitar kita ingin menjadi subjek. Hal ini
dikeranakan oleh banyak alasan. salah satu godaan menjadi
seorang subjek adalah determine terhadap objek. Determine
terhadap objek dapat berarti bahwa subjek memaksakan
kehendak terhadap objek atau dengan kata lain berusaha
mengatur kehidupan orang lain sesuai dengan kemauan sendiri,
padahal apa yang kita pikirkan baik terhadap orang tersebut
belum tentu baik untuk kehidupan orang tersebut. Karena
sesungguhnya orang yang paling berbahaya adalah orang yang
memaksakan kehendak kepada orang lain. Contohnya dalam
lingkungan keluarga, orang tua yang secara keras memaksakan
kehendaknya untuk memilih salah satu jurusan di perguruan
tinggi misalnya, namun di sisi lain anak yang bersangkutan
merasa kurang cocok atau tidak menemukan pashion nya di
jurusan tersebut. Hal ini tentunya akan berdampak yang tidak
bagi bagi sang anak. Anak tersebut akan menjalani
perkuliahannya secara tidak ikhlas dan hanya setengah hati,
sehingga pada akhirnya hal ini tidak hanya akan membunuh
bakat sang anak tetapi juga hasilnya tidak akan sesuai dengan
apa yang diharapkan oleh orang tuanya.
Selama perkuliahan filsafat salah satu pelajaran yang sangat
saya pahami adalah menumbuhkan sikap kekonsistenan dan rasa
ikhlas dalam belajar. Mungkin sepele dalam bagi orang lain tetapi
ini membuat apa yang kita raih dalam belajar bisa dikatakan
mencapai hasil yang maksimal. Misalnya dalam pembuatan
komen dengan standar tertentu, tentunya membutuhkan waktu
untuk memahami isi dari setiap postingan dan kemudian
mahasiswa berusaha untuk memberikan tanggapan. Apabila hal
tersebut dilakukan hanya sekejap waktu atau dalam istilah
mahasiswa disebut SKS (sistem kebut semalam) tidak akan
mencapai hasil yang maskimal. Apabila dikerjakan dengan sistem
SKS, mungkin kebanyakan dari mereka akan menghalalkan
segala cara untuk mencapai target tersebut, misalnya copy
paste yang menunjukkan mereka tidak ikhlas dalam belajar
filsafat dan termakan oleh jebakan mereka sendiri.
Dan terakhir ingin saya sedikit refleksikan adalah bagaimana
filsafat dalam pandangan agama. Teringat salah satu pernyataan
Prof. Dr. Marsigit, M.A bahwa kehidupan dalam pandangan filsafat
berstruktur berhirarki, memilki wadah dan isi. Di kehidupan dunia
struktur yang paling sesuai adalah struktur yang menempatkan
spiritual ditempat yang paling tinggi. Artinya segala sesuatu
yang kita amati dan pelajari adalah dalam rangka upaya untuk
mendekatkan diri kepada sang Pencipta. Filsafat lahir dari hasil
olah pikiran, dan agama adalah korelasi antara pikiran dengan
hati. Artinya sesuatu yang dapat dipikirkan secara logis dan
dibenarkan oleh hati. Maka demikian filsafat dan agama
mempunyai hubungan yang esensial. Hal ini telihat dengan
munculnya pandangan filsuf-filsuf muslim, yang berfilsafat untuk
dapat menopang keimanan. Di sisi lain, keimanan dan
keberagamaan tidak melarang seseorang untuk berpikir
produktif, kreatif, dan inovatif. Ajaran-ajaran dalam islam
khususnya menganjurkan kita untuk membangun basis keimanan
di atas dasar raionalitas. Islam senantiasa mendorong kita untuk
menggunakan akal dan pikiran. Banyak ayat dalam Al Qur an
yang memerintahkan untuk mengembangkan potensi tersebut
seperti QS Al- Alaq ayat 1-5, QS. An-Nahl: 78, Al-AAraf:185, dan
sebagianya. Bahkan Ibnu Rusyd berpendapat bahwa berfilsafat
merupakan sebuah kewajiban agama bagi umat Islam. Dia
menyatakan bahwa filsafat adalah kawan akrab sekaligus
saudara sesusuan syariah (agama).