Objektif Penelitian
Metoclopramide intravena merupakan terapi efektif untuk migrain akut, namum dosis
optimal dari pengobatan ini masih belum diketahui. Objektif penelitian ini adalah untuk
membandingkan efikasi dan keamanan dari 3 dosis yang berbeda dari metoclopramide
intravena sebagai pengobatan migrain akut.
Metode
Penelitian ini merupakan acak, double-blind dan mencari dosis yang dilakukan pada
pasien yang datang ke departemen kegawatdaruratan (emergency departemen [ED]) kami
yang memenuhi kriteria Classification of Headache Disorders untuk migrain tanpa aura.
Kami mengacak pasien untuk mendapatkan 10, 20, atau 40 mg metoclopramide intravena.
Kami juga memberikan obat tambahan diphenhydramine pada semua pasien untuk mencegah
efek samping ekstrapiramidal. Hasil primer adalah perbaikan nyeri pada 11 poin skala
numerik pada 1 jam. Hasil sekunder termasuk periode bebas nyeri selama 48 jam dan efek
samping
Hasil
Pada penelitian ini, 356 pasien diacak. Demografik pada baseline dan ciri nyeri kepala
dibandingkan diantara kelompok. Pada 1 jam, mereka yang mendapatkan 10mg
metoclopramide intravena membaik dengan rata-rata 4,7 poin skala numerik (95%
confidence interval [CI] 4.2 sampai 5.2 poin); mereka yang mendapatkan 20mg membaik 4,9
poin (95% CI 4.4 sampai 5.4 poin), dan mereka yang mendapatkan 40mg membaik 5,3 poin
(95% CI 4.8 sampai 5.9 poin). Angka bebas nyeri 48 jam pada 10,20 dan 40mg adalah
masing-masing 16% (95% CI 10% sampai 24%), 20% (95% CI 14% sampai 28%) dan 21%
(95% CI 15% sampai 29%). Efek samping paling sering yang terjadi adalah mengantuk, yang
mengganggu funsi asalah 17% (95% CI 13% sampai 21%) pada semua populasi penelitian.
Akathisia terjadi pada 33 pasien. Mengantuk dan akathisia terjadi pada 3 lengan penelitian
yang terdistribusi secara sama. Satu bulan kemudian, tidak ada pasien yang mengalami
tardive diskinesia.
Kesimpulan
Dua puluh miligram dan 40 mg metoclopramide tidak lebih baik untuk migrain akut
dibandingkan dengan 10mg metoclopramide.
INTRODUKSI
Latar belakang
Kami melakukan penelitian pada ED Montefiore Medical Center, sebuah ED urban
yang menerima 100.000 kunjungan dewasa tiap tahunnya. Staf ED diberikan komisi, dilatih,
peneliti bilingual (bahasa Inggris dan Spanyol) yang mengeksekusi penelitian dibawah
supervisi investigator utama.
Seleksi Partisipan
Pasien dewasa lebih muda dari 70 tahun yang memiliki migrain eksaserbasi akut tanpa aura,
yang didefinisikan oleh International Classification of Headache Disorders-2, memenuhi
syarat sebagai partisipan. Apabila nyeri kepala akut memenuhi kriteria migrain, dengan
pengecualian durasi yang memanjang (>72 jam) atau durasi yang insufisien (<4jam),
dimasukkan kedalam penelitian. Kami mengeksklusikan pasien apabila memiliki nyeri kepala
sekunder (nyeri kepala organik), apabila pasien menerima pungsi lumbal di ED, atau mereka
memiliki temperatur masksimum lebih tinggi dari 100,3F yang terdokumentasikan,
abnormalitas neurologik baru, alergi atau intoleransi pengobatan penelitian, atau hamil.
Setelah randomisasi namun sebelum unblinding, telah ditentukan apabila beberapa pasien
menerima keteroloc diluar protocol pada saat yang sama saat pengobatan penelitian. Kami
mengeluarkan pasien ini pada semua analisis.
Intervensi pada lengan 1 adalah 10mg metoclopramide + diphenhydramine 25mg,
intravena selama 20 menit. Lengan 2 adalah 20mg metoclopramide + diphenhydramine
25mg, intravena selama 20 menit. Lengan 3 adalah 40mg metoclopramide +
diphenhydramine 25mg, intravena selama 20 menit.
Apoteker penelitian membuat daftar randomisasi pada 6 blok, menggunakan
pengacakan tabel yang dihasilkan oleh komputer (tersedia di http://www.randomization.com).
Hal ini dilakukan pada lokasi yang berbeda dari ED dan tidak dapat diakses oleh personel
ED. Apoteker meletakkan pengobatan pada vial identik dan meletakkannya pada tas
penelitian identik yang telah diberi angka. Tas penelitian ini kemudian digunakan secara urut
oleh tim peneliti. Hanya apoteker yang mengetahui pemberian perngobatan. Setiap tas
penelitian berisi 2 vial, satu berisi metoclopramide dan satu berisi 25mg diphenhydramine.
Apoteker menambahkan larutan saline normal pada vial yang berisi 10 dan 20 mg
metoclopramide sehinggan setiap vial berisi 8mL larutan bening. Dua vial dari setiap tas
penelitian diletakkan pada larutan 50mL normal saline oleh perawat klinis. Kemudian larutan
50mL diberikan secara pelan dengan drip intravena.
Setelah mendapatkan persetujuan, kami melakukan penilaian nyeri secara singkat dan
memberikan pengobatan penelitian secata drip intravena antara waktu 0 dan 20 menit.
Peneliti kemudian kebali setiap 30 menit untuk menilai level nyeri kepala. Pada 1 jam dan 2
jam setelah pengobatan, penelti menanyakan 10 pertanyaan yang lebih detail mengenai nyeri,
keterbatan fungsi dan efek samping. Apabila subjek membutuhkan pengobatan nyeri
tambahan pada atau setelah 1 jam, maka dokter memberikan pengobatan tambahan. Kamu
mengontak kembali semua subjek penelitian setelah 48 jam dengan telepon setelah keluar
dari ED untuk menanyakan status nyeri kepala, kepuasan terhadap pengobatan, dan adanya
efek samping. Kami mereview database pusat medis secara terus menerus untuk menentukan
apakah ada pasien yang kembali pada klinik atau ED lain selama 1 bulan. Apabila terjadi,
kami melakukan review blinded rekam medis untuk menentukan apakah ada efek samping
terkait dengan pengobatan penelitian yang dilakukan.
Metode Pengukuran
Pengkuran primer dari intensitas nyeri kepala, kami menggunakan standar, tervalidasi,
11-poin NRS. Skala ini menanyakan pasien untuk menilai nyeri dengan angka antara 0
sampai 10, dengan 0 menunjukkan tanpa nyeri dan 10 menunjukkan nyeri terburuk yang
dapat dibayangkan. Alat pengukuran sekunder termasuk 4 poin standar intensitas nyeri yang
dikategorikan dengan severe,moderate,mild, dan none yang dideskripsikan oleh
pasien dan 4poin skala disabilitas fungsi, dideskripsikan pasien yang berhubungan dengan
nyeri kepala, sebagai severe (tidak dapat bangun dari tempat tidur), moderate (kesulitan besar
yang dialami untuk melakukan hal yang biasa dilakukan atau hanya dapat beraktifitas
ringan), mild (sedikit kesulitan untuk melakukan hal yang biasa dilakukan) atau none (tidak
ada keterbatasan). Semua skala ini direkomendasikan penggunaannya oleh International
Headache Society. Satu jam setelah pengobatan kami menanyakan kepada pasien apakah
mereka memerlukan pengobatan tambahan untuk nyeri. Pada akhirnya, kami menilai
kepuasan pasien terhadap pengobatan dengan bertanya kepada mereka, 48 jam setelah
pengobatan., apakah mereka mau menerima pengobatan yang sama apabila mereka
mengunjungi ED dengan migrain akut. Pertanyaan ini kemudian menjadikan pasien dapat
menilai efikasi relatif dan tolerabilitas pengobatan.
Kami menilai efek samping 1, 2 dan 48 jam setelah pengobatan. Karena akthisia
merupakan efek samping metoclopramide yang telah dikenal, reaksi ini dinilai secara spesifik
dengan Short Akathisia Instrument setelah pengobatan. Pada skala ini, akhathisi didiagnosis
dengan peningkatan kegelisahan subjektif setelah pengobatan, dengan penguatan objektif.
Kami mempertimbangkan pasien mungkin memiliki akithisia subjektif apablia mereka
melaporkan kegelisahan yang parah atau ansietas kapan saja setelah pemberian pengobatan,
tanpa tanda objektif.
Pengukuran Hasil
Hasil primer dari penelitian ini adalah perbandingan perubahan skor NRS antara
baseline dan 1 jam setiap pengobatan pada ketiga lengan penelitian. Walaupun 2 jam,
merupakan waktu yang lebih standar sebagai endpoint pada penelitian migrain, kami belajar
pada penelitian sebelumnya bahwa pasien sudah keluar dari ED sebelum 2 jam.
Hasil sekunder termasuk keinginan untuk mendapatkan pengobatan yang sama pada
kunjungan ED selanjutnya karena migrain, periode bebas nyeri kepala (didefinisikan sebagai
status bebas nyeri kepala selama 2 jam setelah pengobatan dan bertahan setelah 48 jam, tanpa
penggunaan obat tambahan), mencapai status fungsi normal setelah 2 jam, permintaan obat
tambahan, dan waktu yang dihabiskan di ED.
Penelitian ini merupakan 3 lengan dengan 3 perbandingan berpasangan. Kami
menggunakan koreksi Bonferroni konservatif untuk perbandingan multipel, kami menetapkan
=0,017. Review penelitian akut migrain terbaru menunjukkan tipikal SD 2,8 poin NRS.
Untuk penghitungan besar sampel, kami mengasumsikan bahwa distribusi normal dan
perbedaan antar kelompok adalah 1,3 unit NRS; 1,3 unit NRS divalidasi dan berbeda minimal
secara klinis pada keparahan nyeri. Dengan parameter ini, kami menghitung bahwa setiap
lengan membutukan 100 subjek, dengan total 300 subjek. Setelah menambahkan 10% angka
penyimpangan protokol, kami merencanakan memasukkan 330 subjek (110 pasien setiap
lengan).
HASIL
Penelitian dilakukan pada Mei 2008 sampai 21 bulan kemudian. Kami menyaring 869
pasien dengan nyeri kepala non trauma dan mendapatkan subjek sebanyak 356 yang
menjalani randomisasi. Kami kemudian mengekslusikan 13 pasien yang mendapatkan
pengobatan penelitian dari semua analisis karena review blinded rekam medis
memperlihatkan mereka tidak memenuhi syarat karena demam atau baru-baru ini menjalani
pungsi lumbal. Kami mengeksklusikan 7 pasien dari penelitian setelah randomisasi karena
review blinded rekam medis karena mereka menerima analgesik diluar protokol bersamaan
dengan pengobatan penelitian. Dua puluh pasien tersebut tidak dimasukkan ke dalam analisis
primer.
Demografik baseline dan ciri nyeri kepala dibandingkan pada 3 kelompok (Tabel 1).
Lebih dari sepertiga pasien tidak menerima pengobatan sebelum masuk ke ED.
KETERBATASAN
DISKUSI
Penelitian ini acak, double-blind, 3-lengan, dose-finding, percobaan klinis, kami tidak
menemukan bahwa terjadi peningkatan efikasi 40 atau 20mg metoclopramide intravena
dibandingkan dengan dosis standar 10mg. Kami sebelumnya merekomendasikan 10mg
sebagai dosis inisial metoclopramide intravena untuk pengobatan migrain akut di ED.
Penelitian ini tidak didesain untuk menentukan apakah diphenhydramine seharusnya
diberikan sebagai tambahan dengan metoclopramide.
Kami terkejut dengan hasil, walaupun hal ini sama dengan penelitian dose-finding
dari parenteral droperidol dan prochloperazine, anti dopaminergik lain yang
didemonstrasikan efikasinya pada akut migrain. Efikasi droperidol puncak pada dosis yang
relatif rendah -2,75mg- pada penelitian dose-finding yang terandomisasi. Pada penelitian
quasi-eksperimental, meningkat pada dosis prochlorperazine lebih dari 3,5mg, pada
kombinasi dengan dihydroergotamine 1,0mg, tidak meningkatkan efikasi.
Kami menemukan angka relatif yang rendah dari nyeri kepala menetap pada
penelitian ini, mirip dengan penemuan penelitian berbasis ED lain. Tujuan dari bebas nyeri
kepala tetap sukar dipahami oleh pasien, walaupun banyak pasien yang puas hanya dengan
pengurangan nyeri kepala sepertiga dari intensitas sebelumnya.
Kegagalan untuk mencapai bebeas nyeri kepala sebagian disebabkan oleh renspon
tidak lengkap pengobatan di ED dan sebagian akibat kekambuhan setelah keluar dari ED.
Nyeri kepala setelah keluar dari ED adalah umum terjadi- sepertiga pasien migrain
melaporkan nyeri kepala ringan atau berat 24 jam setelah keluar dari ED dan sebagian tetap
terganggu fungsinya. Dokter gawadarurat dan lainnya yang mengobati nyeri kepala akut
diberikan pilihan untuk menyediakan pengobatan yang sesuai setelah keluar dari ED.
Naproxen oral dan sumatriptan oral dibandingkan dan efektif untuk mengurangi nyeri kepala
setelah keluar dari ED. Dexamethasone memiliki keuntungan yang kecil, dengan angka
membutuhkan pengobatan kembali 9 dari 10.
Mengantuk merupakan efek samping umum yang terjadi pada semua 3 lengan
penelitian ini. Tidak mengejutkan apabila semua pasien diberikan tambahan diphenhydramine
pada pengobatan metoclopramide. Walaupun begitu, kegelisahan atau keterbatasan fungsi
umum terjadi pada pasien migrain di ED, walaupun telah diberikan pengobatan yang tidak
menyebabkan hal ini, seperti sumatriptan subkutan. Faktanya, mengantuk atau sedasi
merupakan hal yang umu pada pasien yang mendapatkan sumatriptan, sama dengan mereka
yang mendapatkan dosis tinggi metoclopramide+diphenhydramine atau
prochlorperazine+diphenhydramine.
Sejauh ini kami tidak dapat menentukan bahwa, tidak ada pasien yang didiagnosis
dengan tardive dyskinesia selama 1 bulan setelah pengobatan penelitian. Hal ini konsisten
dengan tidak adanya laporan tardive dyskinesia setelah isolasi dosis parenteral
metoclopramide. Tidak ada laporan disritmia relevan pada penelitian kami. Walaupun
terdapat laporan kasus mengenai henti jantung setelah pemberian metoclopramide, hubungan
sebab akibat masih belum ditentukan.
Variabilitas respon pada pengobatan ditandai dan diobservasi secara muda pada plot
box-and-whiskers (Figure 2). Ciri klinis baseline seperti nausea atau durasi nyeri kepala tidak
memprediksi respon dan tidak dapat dijadikan acuan terapi.
Penelitian ini tidak menilai keuntungan dari tambahan dosis pada pasien yang tidak
mencapai kepuasan dari dosis inisial. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa bebas nyeri
yang lebih tinggi dicapai oleh pasien yang diobati dengan 20mg metoclopramide intravena.
Hipotesis ini ditinggalkan untuk penelitian selanjutnya.
Sebagai kesimpulan, kami tidak menemukan bukti bahwa dosis yang lebih tinggi dari
metoclopramide parenteral untuk migrain akut lebih dari 10mg lebih efektif daripada dosis
standar 10mg. Oleh karena itu, kami merekomendasikan 10g metoclopramide intravena
sebagai dosis inisial pengobatan migrain akut.