Anda di halaman 1dari 2

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Analisis Situasi


Tuna Grahita/Cacat Ganda adalah kelainan dalam pertumbuhan dan
perkembangan pada mental intelektual (mental retardasi) sejak bayi / dalam
kandungan atau masa bayi dan anak-anak yang disebabkan oleh faktor organik
biologis maupun faktor fungsional, adakalanya disertai dengan cacat fisik. Menurut
A. Salim Choiri dan Rafik Karsidi (1999: 47) anak tuna grahida adalah anak dimana
perkembangan mental berlangsung secara normal, sehingga sebagai akibatanya
terdapat ketidak mampuan dalam bindang intelektual, mental, kemauan, rasa,
penyesuaian sosial dan sebagainya. Tunagrahita ialah istilah yang digunakan untuk
menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata
(Somantri,2006:103). Istilah lain untuk siswa (anak) tunagrahita dengan sebutan anak
dengan hendaya perkembangan.

Hasil survey yang dilakukan oleh Hallahan pada, didapatkan bahwa jumlah
penyandang tunagrahita adalah 2,3%. Di Swedia diperkirakan 0,3% anak yang
berusia 5-16 tahun merupakan penyandang retardasi mental yang berat dan 0,4%
retardasi mental ringan. Data Biro Pusat Statistik (BPS) tahun 2006, dari 222
juta penduduk Indonesia, sebanyak 0,7% atau 2,8 juta jiwa adalah penyandang
cacat. Sedangkan populasi anak tunagrahita menempati angka paling besar
dibanding dengan jumlah anak dengan keterbatasan lainnya. Tuna grahita di
Amerika Serikat yang tercantum dalam buku Mental Retardation The Changing
Outlook ( Robert P. Ingals; 1978; 72 ) menyimpulkan bahwa 86,7% dari populasi
ttuna grahita adalah tuna grahita ringan, 10% dari populasi tuna grahita adalah tuna
grahita sedang, dan hanya 3,3% dari populasi anak tuana grahita adalah tuna grahita
berat dan sangat berat.

((http://eprints.undip.ac.id/16469/3/JURNAL_ SKRIPSI.pdf).)
Menurut organisasi kesehatan dunia (World Health Organization/WHO) bahwa
Prevalensi tunagrahita di Indonesia saat ini diperkirakan 1-3% dari penduduk
Indonesia, sekitar 6,6 juta jiwa. Anak tunagrahita ini memperoleh pendidikan
formal di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri dan SLB swasta. Laporan WHO
yang dikutip (Triman Prasedio) menunjukkan bahwa di Indonesia didapatkan 10-30
dari 1000 penderita yang mengalami tuna grahita terdapat 1.750.000-5.250.000 jiwa
menderita tuna grahita. Melalui data demologi dilaporkan bahawa 34,39%
pengunjung puskesmas berusia 5-15 tahun menunjjukan gangguan mental emosional.

Berdasarkan hasil pengkajian mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan


Universitas Jember pada tanggal 20 September 2015 ditemukan kasus Tuna Grahita
yang berada di Desa Bintoro Kecamatan Patrang Kabupaten Jember. Dari hasil
pengkajian diketahui terdapat 67 jiwa yang mengalami Tuna Grahita, dengan 45 jiwa
yang mengalami tuna Grahita berat dan 17 jiwa yang mengalami Tuna Grahita ringan.
Dari 67 jiwa yang mengalami Tuna Grahita terdapat 32 jiwa yang pernah bersekolah
di SLB dan 7 yang bersekolah di sekolah umum, sedangkan yang lainnya tidak
pernah bersekolah.
Sebagian besar anak yang mengalami Tuna Grahita di Desa Bintoro untuk
melakukan aktivitas sehari-hari memerlukan bantuan dari orang lain. Seperti dalam
mememenuhi kebutuhan sehari-harinya yaitu makan, berpakaian, dan terutama dalam
memenuhi perawatan dirinya masih memerlukan bantuan orang lain. Sebagian besar
warga Desa Bintoro yang mengalami Tuna Grahita jarang mampu melakukan
perawatan kebersihan diri karena kurang dukungan dari keluarga dan juga warga
sekitar. Kebanyakan dari mereka hanya melakukan kebersihan diri berupa mandi
yang mampu dilakukan secara mandiri tanpa bantuan dari orang lain.

Anda mungkin juga menyukai