1 (2018) 26-35
ABSTRAK
Jumlah penyandang autis di dunia sekitar 35 juta orang, kisaran 60.000 – 150.000 autis terjadi pada
anak usia dibawah 15 tahun yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang
kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial. Terapi yang diberikan untuk peningkatan
kemampuan sosial pada anak autis dilakukan terapi Social Skill Training (SST). Tujuan penelitian ini
adalah mengetahui Pengaruh SST dengan dan tanpa diet CFGF terhadap Kemampuan Sosialisasi Anak
Autisme (6 -12 Tahun) di SLB Autis YPPA Padang Tahun 2018. Desain penelitian quasi experimental one-
group pre-post test. Populasi dalam penelitian ini seluruh anak autis yang berusia 6-12 Tahun dan sampel
diambil dengan convenience sampling yang berjumlah 20 orang dengan dan tanpa diet CFGF. Teknik
pengolahan data univariat distribusi frekuensi dan central tedensy dan data bivariat dengan Paired T-test.
Hasil penelitian terdapat pengaruh SST dengan dan tanpa Diet CFGF terhadap kemampuan sosialisasi anak
autis sebelum dan sesudah diberikan terapi. Saran yang dapat disampaikan pada penelitian ini keperawatan
agar dapat mendeteksi secara dini tanda gejala yang dialami oleh anak autis sehingga tidak terjadi tanda
gejala berat dan melatih kemampuan sosialisasi anak autis dengan terapi SST.
Kata Kunci : Kemampuan Sosialisasi, Social Skill Training (SST), CFGF, Anak Autisme
ABSTRACT
Number of persons with autism in the world range of 60.000 - 150.000 autism occurred in children
aged below 15 years. Therapy was given to improvement of social skills in autistic children Social Skills
Training Therapy (SST). The purpose of this study was to determine the ability of Socialization Effects of
SST with and without diet CFGF for Autism Children in SLB Autism YPPA Padang 2018. Quasi -
experimental design with one - group pre - post test. The population in this study all children with autism
aged 6-12 year, and samples were taken by convenience sampling 20 people with and without diet CFGF.
Univariate date processing techniques while the frequency distribution and central tedensy and Bivariate
date processing techniques with paired T - test. Results of research abilities children with autism after
therapy SST with and without diet CFGF with social skills of children with autism. Suggestions can be
submitted to the study of nursing in order to detect early signs of the symptoms experienced by children with
autism so there is no sign of severe symptoms and train the socialization skills of children with autism with
SST therapy.
Key Words : Ability socialization, Social Skills Training, CFGF, autistic children
Ridhyalla Afnuhazi, Febria Syafyu Sari / Indonesia Jurnal Perawat Vol.3 No.1 (2018) 26-35 | 27
bermakna skor keterampilan sosialisasi dan Diet CFGF adalah terapi yang dilaksanakan
social anxiety pada remaja tunarungu sebelum dari dalam tubuh dan apabila dilaksanakan
dan sesudah diberikan terapi SST. dengan terapi lain, seperti terapi perilaku, terapi
wicara, dan terapi okupasi yang bersifat fisik
Selama ini medis, psikolog dan terapis sudah
akan lebih baik. Setelah mengikuti dan
biasa melakukan kerjasama, kenyataannya
menjalani diet CFGF banyak anak autisme
belumlah cukup. Pengaturan makan (diet) juga
mengalami perkembangan pesat dalam
merupakan masalah penting. Pengaturan pola
kemampuan bersosialisasi dan mengejar
makan sedemikian penting bagi anak autisme
ketinggalan dari anak-anak lain (Danuatmaja,
karena suplai makanan merupakan bahan dasar
2003).
pembentuk neurotransmitter. Di samping itu,
sebagian besar anak autisme juga mengalami Hasil penelitian oleh Sabri, dkk (2006)
reaksi alergi dan intoleransi terhadap makanan menyebutkan bahwa terdapat pengaruh
dengan kadar gizi tinggi. Efeknya, zat-zat pemberian terapi terhadap kemajuan anak
makanan yang seharusnya membentuk autisme.
neurotransmitter untuk menunjang Di Sumatera Barat khususnya di sekolah
kesinambungan kerja sistem saraf, justru dalam autis Yayasan Pengembangan Potensi Anak
tubuh anak autisme diubah menjadi zat lain (YPPA) yang telah berdiri sejak tahun 1999
yang bersifat meracuni saraf dan neurotoksin mengalami peningkatan jumlah anak penderita
(Hembing, 2004). Saat ini diet khusus untuk autis. Berdasarkan data yang di dapat jumlah
penyandang autisme dikenal dengan Diet anak penderita autis pada tahun 2014 berjumlah
Casein Free Gluten Free (Diet CFGF) yang 54 orang, pada tahun 2015 berjumlah 56 orang,
merupakan bagian dari intervensi biomedis dan pada tahun 2016 berjumlah 60 orang
(Pratiwi dan Hadi, 2004). Intervensi biomedis dengan rentang usia tahap perkembangan anak
menuntut anak untuk menjalani diet tertentu dan remaja. Berdasarkan hasil wawancara
dan pada umumnya anak autisme dilarang
dengan kepala sekolah di YPPA memiliki 11
mengkonsumsi susu sapi dan makanan yang kelas dan 23 orang guru pembimbing, upaya
mengandung tepung terigu (Persi, 2004). atau terapi yang dilakukan seperti : Terapi
Diet CFGF dilaksanakan pada anak autisme Applied Behavioral Analysis (ABA), terapi
dengan cara mengganti semua bahan makanan okupasi, terapi wicara, terapi sensorik
berasal dari susu sapi dan tepung terigu. Susu intelegensi, Hydrotherapy, kemampuan
sapi mengandung protein kasein sedangkan sosialisasi, dan pengaturan makan (diet CFGF).
terigu mengandung protein gluten. Menurut Dr. Dalam upaya kemampuan sosialisasi
Rudi Sutadi, SpA spesialis anak dari pusat dilakukan yaitu membina hubungan realisasi
terapi Kid Autis, tubuh anak-anak autisme tidak sosialisasi dengan teman sebaya, dari membina
bisa mencerna kasein dan gluten secara kemampuan sosialisasi ini hanya sebagian kecil
sempurna, sehingga rantai protein tidak anak dengan autis yang dapat melaksanakan
terpecah total melainkan menjadi rantai-rantai komunikasi dua arah atau adanya umpan balik
pendek asam amino yang disebut peptida. antara anak yang satu dengan yang lainnya
Uraian senyawa yang tidak sempurna masuk ke ditandai adanya kontak mata, tersenyum,
pembuluh darah dan sampai ke otak sebagai kemampuan menjawab pertanyaan dan
morfin. Keberadaan morfin jelas kemampuan bertanya. Sebagian besar anak
mempengaruhi kerja otak dan pusat-pusat saraf tidak dapat merespon kegiatan sosialisasi hanya
sehingga anak berperilaku aneh dan sulit sibuk dengan dirinya sendiri, bahkan sama
berinteraksi dengan lingkungannya. Dengan sekali tidak ada kontak mata.
diet kasein dan gluten dapat meminimalkan
gangguan morfin dan merangsang kemampuan Melihat pentingnya sosialisasi dalam
anak dalam menerima terapi (Persi, 2004). kehidupan sehari-hari dan berdasarkan
fenomena diatas, dimana sebagian besar anak
30 | Ridhyalla Afnuhazi, Febria Syafyu Sari / Indonesia Jurnal Perawat Vol.3 No.1 (2018) 26-35
penderita autis tidak mampu melakukan berkomunikasi, sesi 2 melatih kemampuan
sosialisasi maka penulis tertarik untuk meneliti untuk menjalin persahabatan, sesi 3 melatih
“Pengaruh Terapi Social Skills Training (SST) kemampuan terlibat dalam aktivitas bersama,
dengan dan tanpa Diet Casein Free Gluten Free Pengolahan data dilakukan dengan
(Diet CFGF) Terhadap Kemampuan Sosialisasi menggunakan komputer dengan mnggunakan
Anak Autisme di SLB Autis Yayasan Statistical Program for Social Science (SPSS).
Pengembangan Potensi Anak (YPPA) Padang Pada penelitian ini analisa data menggunakan
Tahun 2018. uji T (Paired T-test) untuk melihat kemajuan
anak autisme yang melaksanakan terapi SST
II. METODOLOGI dengan dan tanpa diet CFGF dengan tingkat
Desain penelitian adalah model atau metode kemaknaan p ≤ 0,05 (Hastono, 2001).
yang digunakan peneliti untuk melakukan suatu
penelitian yang memberikan arah terhadap III. HASIL
jalannya penelitian (dharma, 2011). Desain Tabel 5.1 Kemampuan Sosialisasi Anak Autisme
yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan Diet CFGF di SLB Autis YPPA Padang
“ quasi experimental one-group pre-post test” Sebelum diberikan Terapi SST
dengan intervensi SST dan pengambilan sampel Variabel Kategori F %
dilakukan dengan teknik convenience sampling. Kemampuan Kurang
Jumlah sampel 20 orang anak autis yang berusia 8 80
sosialisasi Mampu
6 – 12 tahun terdiri dari 10 orang anak dengan sebelum
diet CFGF dan 10 orang tanpa diet CFGF. diberikan Mampu 2 20
Alat Pengumpulan data Kuesioner A terapi SST
( Kerakteristik Reponden) : Merupakan Total 10 100
instrumen untuk mendapatkan gambaran Berdasarkan tabel 5.1 diketahui bahwa
kerakteristik responden. Data kerakteristik distribusi kemampuan sosialisasi anak autis
respon masuk dalam lembar kuesioner A, terdiri dengan diet CFGF sebelum diberikan terapi
dari 3 (tiga) pernyataan, yaitu : Jenis kelamin, SST sebagian besar kurang mampu sebanyak 8
usia, tingkat pendidikan (kelas). Kuesioner B orang (80 %).
(Berat Ringan Gejala) : Instrumen untuk
Tabel 5.2 Kemampuan Sosialisasi Anak Autisme
mengukur berat ringan gejala yang dialami anak tanpa Diet CFGF di SLB Autis YPPA Padang
autis, instrumen ini menggunakan ICD-10 Sebelum diberikan Terapi SST
(International Classification of Diseases, 1993)
dan DSM-IV (Diagnostic and Statistical Variabel Kategori F %
Manual, 1994). Kuesioner C (Kemampuan Kemampuan Kurang
6 60
Sosialisasi) : Instrumen untuk mengukur sosialisasi Mampu
kemampuan sosialisasi pada anak autis di buat sebelum
sendiri oleh peneliti sesuai dengan keadaan diberikan terapi Mampu 4 40
anak autis dan evaluasi modul SST yang telah SST
dilakukan uji kompetensi oleh dengan Spesialis Total 10 100
Keperawatan Jiwa yang telah melaksanakan Berdasarkan tabel 5.2 diketahui bahwa
penelitian SST, pelaksanaan dengan melakukan distribusi kemampuan sosialisasi anak autis
observasi. Instrumen ini terdiri atas 20 tanpa diet CFGF sebelum diberikan terapi SST
pernyataan dengan menggunakan skala Gutman sebagian besar kurang mampu sebanyak 6
(ya atau tidak) dengan memberikan tanda orang (60 %).
checlist pada salah satu jawaban, jawaban ya Tabel 5.3 Kemampuan Sosialisasi Anak Autisme
nilai 1 dan jawaban tidak nilai 0. Kuesioner C dengan dan tanpa Diet CFGF di SLB Autis YPPA
(SST) : Modul SST untuk anak autis terdiri dari Padang Sebelum diberikan Terapi SST
3 (tiga) sesi yaitu : Sesi 1 orientasi kelompok,
pengkajian, dan melatih kemampuan
Ridhyalla Afnuhazi, Febria Syafyu Sari / Indonesia Jurnal Perawat Vol.3 No.1 (2018) 26-35 | 31
Variabel Kategori F % Tabel 5.5 Kemampuan Sosialisasi Anak Autisme
Kemampuan Kurang tanpa Diet CFGF di SLB Autis YPPA Padang
14 70 Setelah diberikan Terapi SST
sosialisasi Mampu
sebelum
diberikan terapi Variabel Kategori F %
Mampu 6 30
SST Kemampuan Kurang
5 50
Total 20 100 sosialisasi setelah Mampu
Berdasarkan tabel 5.3 diketahui bahwa diberikan terapi
Mampu 5 50
SST
distribusi kemampuan sosialisasi anak autis
Total 10 100
dengan dan tanpa diet CFGF sebelum diberikan
Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa
terapi SST sebagian besar kurang mampu
distribusi kemampuan sosialisasi anak autis
sebanyak 14 orang (70 %).
tanpa diet CFGF setelah diberikan terapi SST
Tabel 5.4 Kemampuan Sosialisasi Anak Autisme mampu sebanyak 5 orang (50 %).
dengan Diet CFGF di SLB Autis YPPA Padang
Setelah diberikan Terapi SST Tabel 5.6 Kemampuan Sosialisasi Anak Autisme
dengan dan tanpa Diet CFGF di SLB Autis YPPA
Variabel Kategori F % Padang Setelah diberikan Terapi SST
Kemampuan Kurang Variabel Kategori F %
5 50
sosialisasi Mampu
setelah Kemampuan Kurang
10 50
sosialisasi Mampu
diberikan Mampu 5 50
sebelum
terapi SST diberikan terapi Mampu 10 50
Total 10 100 SST
Berdasarkan tabel 5.4 diketahui bahwa Total 20 100
distribusi kemampuan sosialisasi anak autis
dengan diet CFGF setelah diberikan terapi SST Berdasarkan tabel 5.6 diketahui bahwa
mampu sebanyak 5 orang (50 %). distribusi kemampuan sosialisasi anak autis
dengan dan tanpa diet CFGF setelah diberikan
terapi SST mampu sebanyak 10 orang (50 %).
Tabel 5.7 Perbedaan Kemampuan Sosialisasi Anak Autis dengan Diet CFGF di SLB Autis YPPA Padang
Sebelum dan Sesudah diberikan Terapi SST
n Mean SD SE T P-Value
Kemampuan
10 0,4 0,516 0,163 2.449 0,037
Sosialisasi
Berdasarkan tabel 5.7 diketahui ada setelah diberikan terapi SST di SLB Autis
perbedaan yang signifikan antara rerata Yayasan Pengembangan Potensi Anak (YPPA)
kemampuan sosialisasi anak autis dengan diet Padang dengan p-value 0,037.
CFGF sebelum diberikan terapi SST dengan
Tabel 5.8 Perbedaan Kemampuan Sosialisasi Anak Autis tanpa Diet CFGF di SLB Autis YPPA Padang
Sebelum dan Sesudah diberikan Terapi SST
N Mean SD SE t P-Value
Kemampuan
10 0,3 0,483 0,153 1.964 0,081
Sosialisasi
Berdasarkan tabel 5.8 diketahui tidak ada kemampuan sosialisasi anak autis tanpa diet
perbedaan yang signifikan antara rerata CFGF sebelum diberikan terapi SST dengan
32 | Ridhyalla Afnuhazi, Febria Syafyu Sari / Indonesia Jurnal Perawat Vol.3 No.1 (2018) 26-35
setelah diberikan terapi SST di SLB Autis sekali tidak dapat berbicara, menggunakan
Yayasan Pengembangan Potensi Anak (YPPA) kata-kata tanpa menghubungkannya dengan arti
dengan p-value 0,081. yang lazim digunakan, berkomunikasi dengan
Tabel 5.9 Perbedaan Kemampuan Sosialisasi Anak menggunakan bahasa tubuh dan hanya dapat
Autis dengan dan tanpa Diet CFGF di SLB Autis berkomunikasi dalam waktu singkat, serta
YPPA Padang Sebelum dan Sesudah diberikan gangguan dalam bidang interaksi sosial
Terapi SST meliputi gangguan menolak atau menghindar
untuk bertatap muka.
Me P-
n SD SE t Menurut analisa peneliti, kemampuan
an Value
sosialisasi pada anak autis sebagian besar
Kemamp kurang mampu, karena pada anak autis tidak
uan mampu membentuk hubungan sosial atau
2 0,4 0,1 3.1
Sosialisa 0,35 0,005
0 89 09 99 mengembangkan komunikasi yang normal,
si
sehingga mengakibatkan anak menjadi
Berdasarkan tabel 5.9 diketahui ada terisolasi dari kontak manusia serta tenggelam
perbedaan yang signifikan antara rerata dalam dunianya sendiri yang diekspresikan
kemampuan sosialisasi anak autis dengan dan dalam minat dan perilaku yang terpaku dan
tanpa diet CFGF sebelum diberikan terapi SST diulang-ulang. Ini bisa disebabkan karena
dengan setelah diberikan terapi SST di SLB gangguan susunan saraf pusat terutama
Autis Yayasan Pengembangan Potensi Anak mengalami pengecilan otak kecil (lobus VI-VII
(YPPA) Padang dengan p-value 0,005. terjadi pengurangan sel purkinje) yang dapat
menyebabkan kacaunya proses penyaluran
IV. PEMBAHASAN informasi antar otak, kelainan struktur pada
pusat emosi.
A. Kemampuan Sosialisasi Anak Autis
dengan dan tanpa Diet CFGF B. Pengaruh Terapi SST terhadap
Kemampuan sosialisasi pada anak autis Kemampuan Sosialisasi Anak Autis
dengan dan tanpa diet CFGF sebelum dilakukan Kemampuan sosialisasi pada anak autis
intervensi sebagian besar berada pada kurang dengan dan tanpa diet CFGF sebelum diberikan
mampu bersosialisasi yaitu 14 orang (70%). Ini terapi SST rata – rata berada pada tingkat
sama dengan penelitian yang dilakukan kurang mampu setelah diberikan terapi SST
Sisiliana (2013) yang mana kemampuan meningkat berada pada kategori mampu.
sosialisasi anak autis sebelum diberikan Sedangkan kemampuan anak autis dengan diet
perlakuan pada kategori kurang mampu CFGF setelah diberikan terapi SST meningkat
(66,7%). secara bermakna dengan p-value 0,037,
kemampuan anak autis tanpa diet CFGF setelah
Samsu Yusuf (dalam Budiamin dkk,
diberikan terapi SST tidak bermakna dengan p-
2000) menyatakan bahwa sosialisasi
value 0,081, dan kemampuan anak autis dengan
merupakan pencapaian kematangan dalam
dan tanpa diet CFGF setelah diberikan terapi
hubungan sosial, perkembangan sosial diartikan
SST bermakna dengan p-value 0,005.
sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri
terhadap norma-norma kelompok, moral dan Penelitian serupa dilakukan oleh Cotugno
tradisi meleburkan diri menjadi satu kesatuan (2009) mengenai “Social Competence and
saling berkomunikasi dan kerja sama. Menurut Social Skills Training and Intervention for
Judarwanto (2006) anak autisme mempunyai Children with Autism Spectrum Disorders
masalah atau gangguan dalam bidang : (ASD)”, dilakukan pada anak usia 7-11 tahun
Gangguan dalam berkomunikasi verbal hasil penelitian menunjukkan bahwa
rnaupun non verbal meliputi kemampuan pendekatan ini dapat efektif dalam
berbahasa mengalami keterlambatan atau sama
Ridhyalla Afnuhazi, Febria Syafyu Sari / Indonesia Jurnal Perawat Vol.3 No.1 (2018) 26-35 | 33
meningkatkan defisit sosial inti pada individu pada anak autis tidak hanya terapi saja kita
dengan ASD. berikan tetapi harus memperhatikan juga
makanan yang dimakannya. Seperti kita ketahui
Menurut Cartledge dan Milbun (1995, dalam
anak autis tidak bisa makan yang mengandung
Chen, 2006), terapi SST merupakan
banyak protein karena bisa mempengaruhi kerja
kemampuan yang dapat dipelajari oleh
otak yang mana akan membuat anak susah
seseorang sehingga memungkinkan orang
untuk berinteraksi. Peningkatan kemampuan
tersebut berinteraksi dengan memberikan
sosialisasi pada anak autis terjadi karena pada
respon positif terhadap lingkungan dan
terapi SST anak autis diberikan latihan
mengurangi respon negatif yang mungkin hadir
sebanyak 3 (tiga) sesi yaitu keterampilan
pada dirinya. Kneisl (2004) menyatakan bahwa
berkomunikasi, menjalin persahabatan dan
terapi SST metode yang didasarkan pada
melakukan aktivitas bersama sebanyak 3 x pada
prinsip-prinsip sosial pembelajaran dan
masing-masing sesi pelaksanaan terapi SST
menggunakan teknik perilaku bermain peran,
dengan metode modelling, role model, feed
praktik dan umpan balik untuk meningkatkan
back, transfer training. Hal ini melibatkan
kemampuan menyelesaikan masalah. Hal
kemampuan untuk memulai dan menjaga
senada juga dikemukakan oleh Pratiwi dan Hadi
interaksi positif dan saling menguntungkan.
(2004), bahwa melihat kompleksnya
Sedangkan pada tahapan kurang mampu banyak
permasalahan pada penyandang autisme,
terjadi pada aktivitas bersama anak sulit
dibutuhkan penanganan terpadu yang
menentukan pemenang ini bisa disebabkan dari
melibatkan kerja sama tenaga ahli profesional
karakteristik anak autis seperti jenis kelamin,
baik dalam aspek medis (dokter anak dan
usia, tingkat pendidikan, dan berat ringan gejala
psikiatri), psikologi, terapis, dan ahli gizi dalam
yang dialami anak autis.
tim kerja. Pengaturan pola makan (diet) penting
bagi anak autisme karena suplai makanan V. KESIMPULAN
merupakan bahan dasar pembentuk
1. Ada perbedaan kemampuan sosialisasi anak
neurotransmitter. Diet CFGF dilaksanakan pada
autis dengan diet CFGF sebelum diberikan
anak autisme dengan cara mengganti semua
terapi SST dengan setelah diberikan terapi
bahan makanan berasal dari susu sapi dan
SST.
tepung terigu. Susu sapi mengandung protein
kasein sedangkan terigu mengandung protein 2. Ada perbedaan kemampuan sosialisasi anak
gluten. Menurut Dr. Rudi Sutadi, SpA spesialis autis tanpa diet CFGF sebelum diberikan
anak dari pusat terapi Kid Autis, tubuh anak- terapi SST dengan setelah diberikan terapi
anak autisme tidak bisa mencerna kasein dan SST.
gluten secara sempurna, sehingga rantai protein 3. Ada Perbedaan kemampuan sosialisasi anak
tidak terpecah total melainkan menjadi rantai- autis dengan dan tanpa diet CFGF sebelum
rantai pendek asam amino yang disebut peptida. diberikan terapi SST dengan setelah
Uraian senyawa yang tidak sempurna masuk ke diberikan terapi SST.
pembuluh darah dan sampai ke otak sebagai
morfin. Keberadaan morfin jelas 4. Terapi SST berpengaruh terhadap
mempengaruhi kerja otak dan pusat-pusat saraf kemampuan sosialisasi anak autisme
sehingga anak berperilaku aneh dan sulit dengan diet CFGF di SLB Autis YPPA
berinteraksi dengan lingkungannya (Persi, Padang.
2004). 5. Terapi SST tidak berpengaruh terhadap
Menurut analisa peneliti, kemampuan kemampuan sosialisasi anak autisme tanpa
sosialisasi pada anak autis dengan diet CFGF diet CFGF di SLB Autis YPPA Padang.
mengalami peningkatan kemampuan yang 6. Terapi SST berpengaruh terhadap
sangat signifikan dibandingkan tanpa diet kemampuan sosialisasi anak autisme
CFGF sesudah diberikan terapi SST, karena
34 | Ridhyalla Afnuhazi, Febria Syafyu Sari / Indonesia Jurnal Perawat Vol.3 No.1 (2018) 26-35
dengan dan tanpa diet CFGF di SLB Autis Hartika, Sintia. (2012). Terapi Bermain :
YPPA Padang. Cooperative Play Dengan Puzzle
Meningkatkan Kemampuan Sosialisasi
DAFTAR PUSTAKA Anak Retardasi Mental. Tidak
Arikunto, S. (2005). Prosedur Penelitian : dipublikasikan.
Suatu Pendekatan Praktik. Edisi revisi. Herbert, J.D & Kasdan, T.B. (2001). Social
Jakarta : Rineka Cipta. Anxiety Disorder in Childhood and
Budhiman, M. (2001). Langkah Awal Adolescence : Current Status and Future
Menanggulangi Autisme. Jakarta: Nirmala. Directions.
Budiamin, dkk. (2006). Perkembangan Peserta www.mason.gmu.edu/tkashdan/childsad/p
Didik. Bandung : UPI PRESS. df. Diakses pada tanggal 14 Juni 2015.
Chen, K, & Walk. (2006). Social Skills Training Hidayat, A.A. (2007). Metode Penelitian
Intevension for Student with Emotional/ Keperawatan dan Teknik Analisa Data.
Behavioral Disorder : A Literature Review Jakarta : Salemba Medika.
from American Perspective. Judarwanto W (2010).
www.ccbd.net/dokuments/bb/BB.15(3)%so http://puterakembara.org/archives10/0000
cial% 20 skills pdf. Diakses pada tanggal 14 0055.shtml. Di akses pada tanggal 14 Juni
Juni 2015. 2015.
Cotugno, A.J. (2009). Social Competence and Jumaini. (2010). Pengaruh Cognitive
Social Skills Training and Intervention for Behavioral Social Skills Training (CBSST)
Children with Autism Spectrum Disorders. terhadap Kemampuan bersosialisasi di
Published online : 14 April 2009 Springer BLU RS Dr. H. Marzzoeki Mahdi Bogor.
Science+Business Media, LLC. Tesis FIK-UI. Tidak dipublikasikan.
Danuatmaja. (2003). Faktor Penyebab Autisme. Kneils, C.R., Wilson, H.S., & Trigoboff, E.
http://health.kompas.com/read/2011/01/11 (2004). Contemporary Psychiatry Mental
/09501535/Lima.Faktor.Penyebab.Autism Health Nursing. New Jersey : Pearson
e.Diakses pada tanggal 10 Juni 2015. Prentice Hall.
Efendi, dkk. (2013). Gambaran Faktor Pre Melissa, E. (2010). The Efficacy of a Social
Natal Sebagai Penyebab Autis Di Sekolah Skills Group Intervention for Improving
Anak Khusus Kembang Mekar Desa Social Behaviors in Children with High
Kepanjen Kecamatan Jombang Kabupaten Functioning Autism Spectrum Disorders.
Jombang. Published online Springer
Erika, K. Autisme di Indonesia Terus Science+Business Media, LLC.
Meningkat. Minropa, Aida. (2013). Analisis Faktor –
http://lifestyle.okezone.com/read/2015/04/ Faktor Yang Mempengaruhi Kemajuan
02/481/1128312/autisme-di-indonesia- Terapianak Autis Di Kota Padang. Tidak
terus-meningkat. dipublikasikan.
Handoyo, Y. (2003). Autisma. Jakarta: Bhuana Notoatmojo, S. (2005). Metodologi Penelitian
Ilmu Populer. Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Hapsari, M.I & Hasanat, N.U. (2000). Peeters, T. (2004). Autisme. Jakarta: Dian
Efektifitas Pelatihan Keterampilan Sosial Rakyat.
pada Remaja dengan Gangguan Potter dan Perry. (2005). Fundamental
Kecemasan. Keperawatan Volume I Edisi 4. Jakarta:
www.Jurnal.ump.ac.id/index.php/psikologi EGC.
/article/view. Diakses pada tanggal 14 Juni
2015.
Ridhyalla Afnuhazi, Febria Syafyu Sari / Indonesia Jurnal Perawat Vol.3 No.1 (2018) 26-35 | 35
Prawitasari, dkk. (2002). Psikoterapi Sisiliana. (2013). Pengaruh Metode Aba
Pendekatan Konvensional dan (Applied Behaviour Analysis):
Kontemporer. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Kemampuan Bersosialisasi Terhadap
dan Unit Publikasi Fakultas Pikologi UGM. Kemampuan Interaksi Sosial Anak Autis di
Renidayati. (2008). Pengaruh Social Skill SLB TPA (Taman Pendidikan Dan Asuhan)
Training (SST) pada Klien Isolasi Sosial di Kabupaten Jember. Tidak dipublikasikan.
RSJ H.B Saanin Padang Sumatera Barat. Stuat, G.W. (2009). Principles and practice of
Tesis FIK-UI. Tidak dipublikasikan. pshychiatric nursing. Louis
Sabri, Rika. (2008). Pengaruh Pendekatan Missouri :Mosby Elsevier.
Home Base Program Dalam Pemberian ------.Undang-Undang Keperawatan Jiwa.
Terapi Metoda Applied Behaviour (2014).
Analysis (ABA) Terhadap Kemajuan http://www.kompasiana.com/bempsikoui/u
Penderita Autisma di Sekolah Autisma u-kesehatan-jiwa-
Kota Padang. Tidak dipublikasikan. apapentingnya_54f3f2a87455137f2b6c83c
Sabri, Rika dkk. (2009). Pengaruh Terapi Autis e. Diakses pada tanggal 2 April 2015.
Terhadap Kemajuan Anak Autis di Sekolah Yatim, F. (2003). Autisme Suatu Gangguan
Khusus Autisme di Kota Padang. Tidak Jiwa Pada Anak-Anak. Jakarta: Pustaka
dipublikasikan. Populer Obor.
Sambodo, Sriadi. (2012). Pengaruh SST Yosep, I. (2009). Keperawatan Jiwa. Bandung:
terhadap keterampilan sosialisasi dan Refika Aditama.
social anxiety remaja tunarungu di SLB Worskshop Keperawatan Jiwa ke-8. (2014).
Kabupaten Wonosobo.Tesis FIK-UI. Modul Terapi Keperawatan Jiwa. Depok :
Sastroasmoro, S & Ismael, S,. (2010). Dasar- FIK-UI
Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi
ke-3. Jakarta : Sagung Seto.