EFEKTIVITAS TERAPI TEATER UNTUK MENINGKATKAN SOSIOEMOSIONAL PADA ANAK DENGAN AUTISME SPECTRUM DISORDER
(ASD)
BIDANG KEGIATAN:
PKM PENELITIAN
Diusulkan oleh:
Gina Apriana
(1110322011 / 2011)
Marissa Ulkhair
(1311311089 / 2013)
(1311312021 / 2013)
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2014
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................ i
DAFTAR ISI .......................................................................................... ii
RINGKASAN......................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 4
BAB III METODE PENELITIAN ........................................................ 8
BAB IV BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN .................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 13
LAMPIRAN ........................................................................................... 14
Lampiran 1. Biodata Ketua dan Anggota ............................................... 15
Lampiran 2. Justifikasi Anggaran Kegiatan ........................................... 22
Lampiran 3. Susunan Organisasi Tim Kegiatan dan Pembagian Tugas 25
Lampiran 4. Surat Pernyataan Ketua Kegiatan ...................................... 27
Lampiran 5. Kriteria Diagnostik Autisme Spectrum Disorder ............... 28
Lampiran 6. Kuesiner/daftar Check List Kemampuan Sosial Dan Emosional..30
ii
RINGKASAN
Autisme Spectrum Disorder (ASD), adalah gangguan perkembangan berpengaruh pada
komunikasi, interaksi sosial, imajinasi dan sikap (William dan Wright, 2007). Autisme bukan
suatu gejala penyakit,tetapi berupa sindroma atau kumpulan gejala dimana terjadi
penyimpangan perkembangan sosial, kemampuan berbahasa dan kepedulian terhadap
sekitar,sehingga anak autis seperti hidup dalam dunianya sendiri (Yatim,2003). Beberapa
gejala umum dari seseorang dengan ASD meliputi kurangnya kontak mata, kesulitan dalam
memahami emosi sendiri dan masyarakat lainnya ,echolalia (pengulangan kata-kata dan
frase), gangguan sensorik pengolahan, kepentingan obsesif, kepatuhan terhadap rutinitas, dan
lainnya (CDC, 2012).
Orang tua yang memiliki anak autism selalu mencemaskan apakah anaknya dapat
sembuh secara total atau tidak. Wenar (1994) menyatakan bahwa autisma adalah gangguan
yang tidak bisa disembuhkan ( not curable ), namun bisa diterapi ( treatable ). Kelainan yang
terjadi pada otak tidak bisa diperbaiki namun gejala-gejala yang ada dapat dikurangi
semaksimal mungkin sehingga anak bisa bersosialisasi dengan anak-anak lain secara normal.
Hal terpenting yang mempengaruhi kemajuan anak autisme adalah deteksi dini yang diikuti
oleh penanganan yang tepat dan benar, serta intensitas terapi yang dijalani oleh anak autisme.
Jika hal tersebut dilakukan, anak dengan autisme masih mempunyai harapan untuk lebih baik
untuk dapat hidup mandiri (Yanwar Hadianto,2003).
Terapi Teater adalah salah satu intervensi untuk membantu individu yang memiliki
gangguan spektrum autisme (ASD), belajar keterampilan dengan konsep dan praktik yang
menggambarkan pendekatan klinis dalam perkembangan social dan emosional. Hal ini
menyajikan program terapi drama yang menarik dan lucu yang mendorong anak-anak dengan
gangguan spektrum autisme (ASD) untuk berinteraksi dan berhubungan dengan orang lain.
Fokus dalam terapi ini adalah membantu individu tumbuh dan menyembuhkan dengan
mengambil dan berlatih peran baru dengan melakukan imitasi. Memainkan drama atau teater
akan meningkatkan vokal, wajah, dan ekspresi tubuh. Praktek gerakan dan suara yang akan
berkomunikasi emosi dan ide-ide. (Leary, 2013). Tergantung pada tujuan dan kebutuhan
klien, terapis teater memilih metode (atau beberapa) yang akan mencapai kombinasi yang
diinginkan dari pemahaman, pelepasan emosional, dan belajar dari perilaku baru. Beberapa
metode, alat proses reflektif teknik yang digunakan seperti Video modelling, Guided play,
Improvisasation, Narrration, Role play, Storytelling, Movie-making, Power lines scripting,
Simulation (Chasen dkk, 2011).
Oleh sebab itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Efektivitas
Terapi Teater Untuk Meningkatkan Sosio-Emosional Pada Anak Dengan Autisme Spectrum
Disorder (ASD). Metode penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimental dengan
rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan one group pretest posttest. Sampel
yang diambil dari siswa yayasan Autisme YPPA Padang sebanyak 10 orang dengan tingkatan
ringan-sedang. Dengan pelaksanaan dari bulan Januari-Juni 2015. Pengumpulan data
penelitian dilakukan dengan observasi, ceck list scrining test, observasi rekaman video serta
wawancara pada responden.
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Anak berkebutuhan khusus secara fisik, psikologi, kognitif, atau social terhambat dalam
mencapai tujuan-tujuan atau kebutuhan secara maksimal. Mereka membutuhkan bimbingan dan
dukungan ekstra dari orang tua dan lingkungannya untuk tumbuh kembang agar dapat hidup
mandiri. Pendidikan khusus sangat dibutuhkan agar agar dapat mengembangkan potensi mereka
semaksimal mungkin sebagaimana anak-anak lainnya (Mangungsong, 2009).
Autisme Spectrum Disorder (ASD), adalah gangguan perkembangan yang secara umum
tampak ditiga tahun pertama kehidupan anak. ASD berpengaruh pada komunikasi, interaksi
sosial, imajinasi dan sikap (William dan Wright, 2007). Autisme bukan suatu gejala
penyakit,tetapi berupa sindroma atau kumpulan gejala dimana terjadi penyimpangan
perkembangan sosial, kemampuan berbahasa dan kepedulian terhadap sekitar,sehingga anak
autis seperti hidup dalam dunianya sendiri. Pada anak autis terjadi kelainan emosi, intelektual
dan kemauan (Yatim,2003). Beberapa gejala umum dari seseorang dengan ASD meliputi
kurangnya kontak mata, kesulitan dalam memahami emosi sendiri dan masyarakat lainnya,
echolalia (pengulangan kata-kata dan frase), gangguan sensorik pengolahan, kepentingan obsesif,
kepatuhan terhadap rutinitas, dan lainnya (CDC, 2012).
Berdasarkan laporan UNESCO 2011 tercatat 35 juta orang penyandang autism diseluruh
dunia. Ini berarti 6 dari 1000 orang di dunia mengidap autism. Dari penelitian Center for Disease
(CDC) di Amerika Serikat 2008, perbandingan autism pada anak umur 8 tahun yang terdiagnosa
adalah 1:80. Di Asia, penelitian Hongkong Studi 2008 melaporkan tingkat kejadian autisme
dengan prevalensi 1,68 per 1000 untuk anak dibawah 15 tahun (Hadriani, 2013). Sedangkan di
Indonesia, menurut Goodwill Ambassador PBB, Christine Hakim (2011 dikutip dari
Radius,2011), prevalensi penyandang autism saat ini sebanyak 8 dari 1000 penduduk, prevalensi
ini naik pesat dibandingkan dengan data WHO 10 tahun yang lalu yang hanya 1 dari 1000
penduduk.
Saat ini belum ada penelitian khusus yang dapat menyajikan data autism pada anak di
Indonesia. Bila di asumsikan dengan prevalensi autism pada anak di Hongkong, berdasarkan dari
Badan Pusat Statistik jumlah anak di hongkong jumlah anak usia 5 hingga 19 tahun di Indonesia
mencapai 66.000.805 jiwa, maka diperkirakan mendapat lebih dari 112 ribu anak penyandang
auitime di Indonesia (Hadriani, 2013 dikutip dari Rahmi 2013). Di Sumatera Barat sampai saat
ini juga belum ada data resmi tentang penderita autisme. Berdasarkan Survei Silvia Rahmi pada
studi pendahuluan penelitian tahun 2013 dari 6 yayasan/sekolah autisme di Kota Padang terdapat
148 anak penyandang autism. Pada studi pendahuluan peneliti jumlah anak autism di Yayasan
Autisme YPPA Padang adalah 50 orang.
Gangguan yang dialami anak autisme begitu luas mencakup gangguan dalam komunikasi
verbal dan non verbal serta terganggu dalam interaksi sosial dan kontrol emosi, maka terapi yang
dilakukan juga terapi multidisipliner dan terpadu mulai dari terapi perilaku (behavior therapy),
terapi okupasi, terapi wicara (speech therapy), terapi biomedis, terapi medikamentosa dan
pendidikan khusus (Danuatmaja, 2003).
Dengan adanya metoda diagnosis yang makin berkembang, hampir Berbagai jenis terapi
telah dilakukan untuk mengembangkan kemampuan anak autisme agar dapat hidup mendekati
normal. Dengan terapi dini, terpadu, dan intensif gejalagejala autisme dapat dihilangkan
sehingga anak bisa bergaul secara normal, tumbuh sebagai orang dewasa yang sehat, berkarya
bahkan membina keluarga. Hal ini dikarenakan intervensi dini membuat selsel otak baru
tumbuh, menutup selsel lama yang rusak. Jika anak autisme tidak atau terlambat mendapat
intervensi hingga dewasa, maka gejala autisme bisa menjadi semakin parah, bahkan tidak
tertanggulangi. Melalui beberapa terapi anak autisme akan mengalami kemajuan seperti anak
normal lainnya . Tentunya terapi untuk tiaptiap anak autisme berbeda-beda tergantung pada
gejala-gejala tertentu yang dimilikinya (Danuatmaja, 2003).
Orang tua yang memiliki anak autism selalu mencemaskan apakah anaknya dapat
sembuh secara total atau tidak. Wenar (1994) menyatakan bahwa autisma adalah gangguan yang
tidak bisa disembuhkan ( not curable ), namun bisa diterapi ( treatable ). Kelainan yang terjadi
pada otak tidak bisa diperbaiki namun gejala-gejala yang ada dapat dikurangi semaksimal
mungkin sehingga anak bisa bersosialisasi dengan anak-anak lain secara normal. Hal terpenting
yang mempengaruhi kemajuan anak autisme adalah deteksi dini yang diikuti oleh penanganan
yang tepat dan benar, serta intensitas terapi yang dijalani oleh anak autisme. Jika hal tersebut
dilakukan, anak dengan autisme masih mempunyai harapan untuk lebih baik untuk dapat hidup
mandiri (Yanwar Hadianto,2003). Hal ini dikuatkan dari hasil penelitian Rika Sabri (2006)
tentang pengaruh terapi terhadap kemajuan anak autisma bahwa, pemberian terapi perilaku,
terapi okupasi dan terapi wicara berpengaruh terhadap kemajuan anak autisme.
Terapi Teater adalah salah satu intervensi yang baik untuk membantu individu yang
memiliki gangguan spektrum autisme (ASD), belajar keterampilan dan memahami aturan-aturan
tidak tertulis dari hubungan sosial yang membingungkan mereka. Konsep dan praktik terapi
drama menggambarkan pendekatan klinis dalam perkembangan social dan emosional. Hal ini
menyajikan program terapi drama yang menarik dan lucu yang mendorong anak-anak dengan
gangguan spektrum autisme (ASD) untuk berinteraksi dan berhubungan dengan orang lain, yang
mengarah ke pengembangan kemampuan bahasa sosial, emosional, dan ekspresif penting (Leary,
2013). Terapi Teater secara aktif melibatkan Mirror Neuron karena tubuh klien secara aktif,
secara fisik terlibat dalam proses terapi. Sebagai klien berpartisipasi dan menonton drama dan
improvisasi, mereka sering benar menempatkan diri mereka "di perspekti orang lain" dengan
mengambil peran karakter lain.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Corbett dkk tahun 2011 tentang Theatre as Therapy
for Children with Autism Spectrum Disorder menunjukan intervensi teater musical penuh
menunjukan perbaikan dalam identifikasi wajah dan teori keterampilan pikiran, meningkatkan
fungsi sosioemosional anak-anak dengan ASD. Dan pada penelitian Catie Oleary 2013 tentang
The Effects of Drama Therapy for Children with Autism Spectrum Disorders Membuat kemajuan
positif pada kemampuan social dan behavioral dan membuktikan therapy drama berpotensi
menjangkau lebih bnayak anak-anak dengan ASD . Namun di Indonesia beluma ada yang
melakukan penelitian seperiti ini.
Dari penjabaran yang telah diuraikan diatas terlihat bahwa Terapi Teater memberikan
efek yang bagus dalam meningkatkan sosio-emosional, oleh sebab itu penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul Efektivitas Terapi Teater Untuk Meningkatkan SosioEmosional Pada Anak Dengan Autisme Spectrum Disorder (ASD).
2. Program dan metode yang efektif untuk meningkatkan kemampuan social, emosional,
verbal dan kognitif pada anak dengan Autisme Spectrum Disorder (ASD).
1.5 KEGUNAAN PROGRAM
Program penelitian ini memiliki beberapa kegunaan dan manfaat , antara lain:
1. Bagi peneliti
Peneliti dapat mengaplikasikan ilmu Terapi Teater ini sebagai intervensi dalam
memberikan intervensi kepada anak Autisme Spectrum Disorder (ASD) dengan
gangguan sosio-emosional.
2. Bagi masyarakat
Dapat dijadikan tambahan pengetahuan khususnya bagi para orangtua dalam merawat
dan memberikan terapi yang cocok pada anak dengan Autisme Spectrum Disorder
(ASD.
3. Bagi institusi
Dapat digunakan sebagai tambahan bahan referensi dan bacaan serta tambahan ilmu
untuk melakukan penelitian lebih lanjut.
4. Bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Memberikan informasi mengenai terapi yang tepat untuk meningkatkan kemampuan
anak dengan Autisme Spectrum Disorder (ASD).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Autisme
Autis berasal dari kata auto yang berarti sendiri. Autisme berarti preokupasi terhadap
pikiran dan khayalan sendiri atau dengan kata lain lebih banyak berorientasi kepada pikiran
subjektifnya sendiri daripada melihat kenyataan atau realita kehidupan sehari-hari. Oleh karena
itu, penyandang autisme sering disebut orang yang hidup di alamnya sendiri (Handojo, 2003).
Adapun gejala-gejalanya meliputi gangguan kognitif (kemampuan), bahasa, perilaku,
komunikasi, dan gangguan interaksi sosial (Judarwanto, 2006).
Autisme bukan suatu gejala penyakit tetapi berupa sindroma atau kumpulan gejala
dimana terjadi penyimpangan perkembangan sosial, kemampuan berbicara dan bahasa dan
kepedulian terhadap sekitar. Autisme tidak termasuk dalam golongan penyakit tetapi suatu
kumpulan gejala kelainan perilaku dan kemajuan perkembangan, seperti emosi, intelektual dan
kemauan. (Yatim, 2003).
2.2 Perubahan Sosial dan Emosional Anak Autisme
Anak-anak dengan autisme tampak mengalami masalah keterampilan sosial yang berat.
Mereka jarang mendekati orang lain dan pandangan mata mereka seolah melewati orang lain
atau membalikkan badan memunggungi mereka. Hanya sedikit anak dengan autisme yang lebih
dulu mengajak bermain anak-anak lain dan mereka biasanya tidak responsif kepada siapa pun
yang mendekati mereka. Mereka tidak mampu memahami perspektif dan reaksi emosi orang
lain, sehingga mmembuat beberapa teoris berpendapat bahwa mereka kurang memiliki empati.
Anak-anak dengan autisme kadang-kadang melakukan kontak mata, namun pandangan mata
mereka memiliki kualitas yang tidak wajar. (Davison dkk, 2010).
Beberapa anak autistik tampaknya tidak mengenali atau tidak membedakan antara orang
yang satu dengan yang lain. Meskipun demikian, mereka memiliki ketertarikan dan menciptakan
kelekatan kuat dengan berbagai benda-benda mati (seperti balok, tombol lampu, kunci, batu,
selimut) dan berbagai benda mekanis (seperti kulkas, peneyedot debu). Jika benda tersebut
merupakan sesuatu yang dapat mereka bawa, mereka dapat berjalan kemana-mana dengan
menbawa benda tersebut sehingga menghambat mereka dengan berbagai hal lain yang lebih
bermanfaat (Davison dkk, 2010).
Meskipun anak-anak autistik yang memiliki keberfungsian tinggi dapat belajar dengan
mengerti pengalaman emosional dengan mengonsentrasikan upaya kognitif. (Sigman,
1994,hlm,15). Berbagai studi laboratorium terhadap anak-anak dengan autisme yang memiliki
keberfungsian tinggi menemukan bahwa meskipun anak-anak tersebut dapat menunjukkan
sedikit pemahaman terhadap emosi orang lain, mereka tidak sepenuhnya memahami mengapa
dan bagaimana orang lain dapat merasakan berbagai emosi yang berbeda. (Capps dkk., 2010).
2.2 Terapi Teater
Terapi Teater adalah salah satu intervensi untuk membantu individu yang memiliki
gangguan spektrum autisme (ASD), belajar keterampilan dengan konsep dan praktik yang
menggambarkan pendekatan klinis dalam perkembangan social dan emosional. Hal ini
menyajikan program terapi drama yang menarik dan lucu yang mendorong anak-anak dengan
gangguan spektrum autisme (ASD) untuk berinteraksi dan berhubungan dengan orang lain.
Fokus dalam terapi ini adalah membantu individu tumbuh dan menyembuhkan dengan
mengambil dan berlatih peran baru dengan melakukan imitasi. Memainkan drama atau teater
akan meningkatkan vokal, wajah, dan ekspresi tubuh. Praktek gerakan dan suara yang akan
berkomunikasi emosi dan ide-ide. (Leary, 2013). Tergantung pada tujuan dan kebutuhan klien,
terapis teater memilih metode (atau beberapa) yang akan mencapai kombinasi yang diinginkan
dari pemahaman, pelepasan emosional, dan belajar dari perilaku baru. Beberapa metode, alat
proses reflektif teknik yang digunakan seperti Video modelling, Guided play, Improvisasation,
Narrration, Role play, Storytelling, Movie-making, Power lines scripting, Simulation (Chasen
dkk, 2011).
2.3 Pengaruh Terapi Teater untuk meningkatkan Sosio-emosional pada anak auits
Sebuah teori baru-baru ini menunjukkan bahwa ASD mungkin disebabkan setidaknya
sebagian oleh penurunan sistem Mirror Neuron (Oberman & Ramachandran, 2007). Mirror
Neuron ditemukan pada awal 1990-an oleh tim ahli saraf di Parma, Italia yang memetakan
neuron individu dalam korteks motorik monyet untuk melihat mana neuron terhubung ke otot /
gerakan yang mana (Iacobon dkk, 2005). Teori Mirror Neuron penting untuk melihat secara rinci
karena sistem Mirror Neuron juga berteori sebagai asal dari empati, pemahaman sosial, dan
belajar meniru, semua kemampuan di mana orang-orang di autisme spektrum terbatas dan semua
kemampuan yang dapat dikembangkan melalui terapi drama (Goleman, 2006; Iacoboni, 2008),
Dalam korteks pre-motor otak, di mana gerakan tubuh direncanakan dan diaktifkan untuk
membuat gerakan dengan maksud tertentu, dan ada neuron cermin yang aktif ketika organisme
membuat gerakan ketika melihat, mendengar, atau dalam beberapa cara indera, tindakan yang
sama dilakukan oleh organisme lain (Gallese, Eagle, & Migone, 2005). Pada dasarnya, ini
berarti bahwa kita "memahami" tindakan orang lain dengan mensimulasikan dalam otak kita
sendiri seolah-olah kita sedang mengambil tindakan diri kita sendiri (Bailey, 2011).
Selain membantu kita memahami tindakan orang lain, Mirror Neuron memungkinkan
bagi kita untuk memahami apa yang orang lain rasakan, sebagian, karena emosi yang
diekspresikan melalui tindakan: ekspresi wajah, pernapasan, gerakan, posisi tubuh, dll
(Winkielman, & Ramachandran, 2007).
Kemampuan penting lainnya yang secara teoritis berasal dari Mirror Neuron adalah
kemampuan untuk belajar melalui imitasi. Mekanisme belajar bawaan ini dapat diamati bahkan
pada bayi baru lahir yang secara otomatis akan meniru ekspresi wajah orang dewasa yang terlibat
perhatian mereka (Blakemore & Frith, 2005). Pada 12 bulan, biasanya berkembang bayi dapat
memprediksi tujuan tindakan orang lain dan meniru mimik wajah dan tangan (Iacoboni &
Depretto, 2006). Kemudian kecenderungan untuk meniru menjadi penting dalam kemampuan
kita untuk belajar berbicara. Ramachandran dan Oberman (2006) menunjukkan bahwa
perkembangan bahasa pada anak usia membutuhkan anak untuk cermin dan meniru tindakan
pidato orang tua untuk mengubah sinyal pendengaran berbicara dalam kata-kata yang bisa
diucapkan dengan menggunakan bibir, lidah, mulut, dan napas. Perilaku sosial, olahraga,
permainan, dan keterampilan fisik semua dipelajari oleh biasanya berkembang anak-anak
melalui imitasi daripada melalui deskripsi verbal (Blakemore & Frith, 2005). Bahkan, bermain
drama yang biasanya berkembang anak-anak secara otomatis mulai terlibat dalam sekitar usia 3
adalah bentuk universal pembelajaran imitatif (Bailey, 1993; Ginsburg & Opper, 1969).
Terapi Drama secara aktif melibatkan Mirror Neuron karena tubuh klien secara aktif,
secara fisik terlibat dalam proses terapi. Sebagai klien berpartisipasi dan menonton pertandingan
drama dan improvisasi, mereka sering benar menempatkan diri mereka "di perspektif orang lain"
dengan mengambil peran karakter lain. Melalui aksi, klien dapat menghasilkan bagian baru dari
pikiran dan bereksperimen dengan perilaku baru, memperkuat koneksi baru otak, hubungan
sosial baru, dan pemahaman baru dari diri mereka sendiri dan orang lain. (North Shore ARC,
2008, hal. 2).
Jika disfungsi dalam sistem neuron cermin merupakan penyebab atau faktor yang ASD,
maka terapi drama justru menjadi intervensi yang sempurna karena dilakukan dengan
menggunakan pembelajaran imitasi, dan memungkinkan untuk latihan berulang keterampilan
dalam cara yang menyenangkan dan bermain. Salah satu penemuan paling penting tentang otak
dalam 20 tahun terakhir adalah plastisitas otak: kemampuannya untuk tumbuh, berubah, dan rekawat itu sendiri (Blakemore & Frith, 2005). Otak berubah melalui penggunaan (atau ketiadaan);
seperti otot berubah melalui latihan (atau kurang olahraga). Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan
yang mendorong penggunaan neuron cermin yang orang dengan ASD mungkin di bawahpenggunaan akan memperkuat neuron cermin yang sudah mereka miliki dan, mungkin,
mendorong pertumbuhan yang baru.
Anak-anak dengan ASD membutuhkan interaksi hidup agar keterampilan sosial untuk
menjadi 'terprogram' dalam otak mereka. Mereka belajar dengan melakukan, melalui
pengalaman langsung, lebih dari apa yang mereka belajar dengan mengamati dan mendengarkan
"(Grandin & Scardino, 1986; Grandin, 1995), (hal. 51).
Sebuah keuntungan dari drama adalah bahwa peserta menerima umpan balik dalam
proses adegan dari aktor lain dan dari penonton, serta setelah itu ketika kelompok membahas
adegan dan / atau ketika mereka memutar ulang adegan dengan koreksi (Jensen & Dabney, 2000;
Posner et al, 2008). Karena isu-isu sosial-emosional dan sensorik integrasi terlibat dengan ASD,
terapis drama perlu menyadari bagaimana membuat adaptasi dan akomodasi yang tepat untuk
kliennya. Adaptasi ini diperlukan tidak peduli teknik terapi drama atau metode mana yang
digunakan. Penggunaan kegiatan nyata dan media visual dan kinestetik melibatkan perhatian
sementara pendekatan mono-channel informasi akan mengurangi kelebihan indrawi. Rutin dan
ritual menjamin prediktabilitas dan rasa aman bagi peserta. (Bailey, 2011).
Dalam kasus apapun, orang-orang dengan ASD tampaknya "pemikir otak kanan."
Artinya, mereka cenderung skor tinggi dalam kecerdasan cairan dan keterampilan nonverbal
berpikir (visual, spasial, dan pembuatan pola) (Grandin, 1995). Sering kali, mereka adalah
pelajar visual dan kinestetik. Beberapa mahir menciptakan dengan tangan mereka, tetapi yang
lain mengalami kesulitan perencanaan bermotor (Grandin & Scariano, 1986). Kegiatan
pantomim dan gerakan, oleh karena itu, mungkin menjadi titik awal yang baik untuk kelompok
baru karena mereka akan mengakses kekuatan komunikasi dan, setelah anggota kelompok
merasa diterima dan nyaman, keterampilan baru menggunakan teknik lisan dapat dibangun
(Bailey, 2011)
Sherry Haar (2005,), seorang profesor pakaian dan tekstil di Kansas State University,
telah menciptakan garis kostum terapi untuk meningkatkan integrasi sensorik, perkembangan
motorik, dan keterampilan kognitif. Desain tematik kostum (bug dan kupu-kupu) memungkinkan
anak untuk menggunakan imajinasinya saat berlatih keterampilan perkembangan. Kostum
mencakup berbagai tekstur, band resistensi, dan bobot penting bagi taktil dan indera
proprioseptif. Keterampilan motorik halus didorong melalui manipulasi penutupan (yaitu,
ritsleting, tombol, kancing, dan tali) dan objek (yaitu, antena dan mata pada helm). Bentuk dalam
berbagai warna dan ukuran bantuan dalam perkembangan kognitif. Tanjung bagian dari kostum
mendorong anak untuk "terbang," demikian mempromosikan keseimbangan dan keterampilan
motorik kasar lainnya.
Dengan cara yang sama, wayang dan tokoh sandtray dapat digunakan untuk memainkan
drama visual pada jarak dari klien, membuat mereka merasa lebih memegang kendali drama.
Satu-satunya cara untuk belajar bagaimana menggunakan jelas, komunikasi ekspresif adalah
memiliki model yang jelas dan didorong untuk berlatih. Drama terapis harus memimpin dan
menjadi panutan bagi ekspresif. Mainkan permainan drama yang akan meningkatkan vokal,
wajah, dan ekspresi tubuh. Praktek gerakan dan suara yang akan berkomunikasi emosi dan ideide (Bailey, 2011).
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupaka jenis penelitian quasi eksperimental dengan rancangan penelitian
yang digunakan adalah rancangan one group pretest posttest. Quasi eksperimental merupakan
penelitian eksperimen semu, karena eksperimen ini belum atau tidak memiliki ciri-ciri rancangan
eksperimen sebenarnya, karena variabel-variabel yang seharusnya dikontrol atau dimanipulasi
tidak dapat atau sulit dilakukan (Notoatmodjo, 2010).
Penelitian ini dilakukan untuk melihat keefektivan terapi teater untuk meningkatkan sosioemosional anak dengan Autism Spectrum Disorders, yaitu kelompok yang akan dilakukan
pengukuran tingkat sosio-emosional sebelum diberikan terapi teater (pretest), kemudian
diberikan intervensi dengan terapi teater, setelah itu dilakukan kembali pengukuran tingkat
sosio-emosional setelah diberikan intervensi (posttest).
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Notoatmodjo,
2010).Populasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah keluarga dari anak yang bersekolah di
yayasan autisme YPPA Padang yang terdiagnosa Autisma sebanyak 30 orang.
2. Sampel
Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo,
2010). Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive
sampling. Pengambilan sampel secara purposive didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu
yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui
sebelumnya (Notoatmodjo, 2010). Sampel dalam penelitian ini adalah keluarga dan anak autisma
ringan dan sedang dengan jumlah 10 orang. Teknik pengambilan sampel adalah dengan melihat
berat ringan gejala yang dialami. Kriteria sampel untuk anak autis adalah anak dengan kategori
autis tanpa disertai penyakit lain, jadi sampel untuk anak autis sebanyak 10 orang. Kategori
untuk anak dengan autis berat tidak dimasukkan karena kategori autis berat di sekolah ini adalah
autisma ditambah dengan gangguan lain jadi anak mengalami gangguan yang kompleks.
Kriteria sampel pada penelitian ini adalah:
1.
2.
3.
4.
10
4. Justice
F. Metode Pengumpulan Data
1. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunaka dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data
primer didapatkan dengan pengamatan menggunakan instrumen daftar check list untuk
mendapatkan data tentang tingkat sosio-emosional sebelum dan setelah pemberian
intervensi. Data sekunder didapatkan dari informasi orng tua, guru dan pelatih yang ada di
yayasan.
2. Langkah-langkah Pengumpulan Data
a.
Setelah responden ditetapkan sesuai kriteria, daftar check list pretest dibagikan kepada
masing-masing orang tua responden dan wawancara dengan responden untuk melakukan
pengukuran tingkat sosio-emosional sebelum pemberian intervensi
b. Sekitar 1 minggu pertama diagnostic dan scrinning responden, wawancara dengan anakanak dan orangtua mereka untuk menentukan tipe model terapi yang akan diberikan dan
intervensi yang cocok bagi responden.
c. Setiap responden didampingi oleh satu orang pelatih atau terapis, dimana nantinya akan
melakukan pengamatan secara intensif merekam masing-masing responden sebelum,
selama, atau sesudah latihan. Dan juga pelatih akan menjadi model dan pemandu.
d. Setiap responden didampingi oleh satu orang pelatih atau terapis, dimana nantinya akan
melakukan pengamatan secara intensif merekam masing-masing responden sebelum,
selama, atau sesudah latihan. Dan juga pelatih akan menjadi model dan pemandu.
e. Pemberian intervensi Video modelling , Video yang mereka lihat akan membantu
membangun dan mempertahankan perilaku dalam memori yang kemudian perilaku
tersebut di tiru dan di praktikkan. Perilaku model dapat disajikan dalam vivo (hidup),
dicatat (misalnya difilmkan, direkam), atau dibayangkan. Menggambarkan tantangan
pribadi dari pengalaman peserta ke dalam kehidupan nyata. Anak-anak akan di minta
terlibat dalam setiap adegan dan mengulangi scripted serta bermain tanpa naskah.
(Corbett & Maryam, 2005)
f. Narration ; responden diminta untuk memahami isi dari cerita yang digunakan selama
proses , refleksi verbal, rangkaian aktivitas, tindakan sandiwara yang terjadi dalam
lingkungan. Narration ini memungkinkan individu untuk imitasi dan mengambil peran
dalam rangka untuk belajar dari karakter lain. keterampilan komunikasi dapat langsung
diterapkan untuk mereka yang autisme yang berjuang mengekspresikan emosi.
g. Storytelling dan Power lines scripting : Didokumentasikan ungkapan verbal dikonstruksi
melalui pembuatan yang cepat, mencerminkan dan memberdayakan bahasa pragmatis
kecerdasan emosional, pemecahan masalah dan keterampilan pemberdayaan diri
Mencerminkan peristiwa fiksi dan non-fiksi yang mendukung konstruksi alur cerita,
11
h.
i.
j.
k.
l.
m.
12
BAB IV
BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN
4.1 Anggaran Biaya
Table 2. Format Ringkasan Anggaran Biaya
No.
1
2
3
4
Jenis Pengeluaran
Peralatan penunjang
Bahan habis pakai
Perjalanan
Lain-lain
Jumlah
Biaya (Rp)
Rp. 3.679.000,00
Rp. 6.575.500,00
Rp. 2.500.000,00
Rp. 1.450.000,00
Rp. 12.454.500,00
Bulan ke-1
Bulan ke-2
Bulan ke-3
Bulan ke-4
13
Persiapan
Penelitian
pendahuluan
Penelitian utama
Interpretasi data
Analisa hasil
Penyusunan laporan
Bimbingan
Pembuatan
laporan akhir
draft
DAFTAR PUSTAKA
Bailey, S. (2010). Drama therapy. In K. Siri & T. Lyons (Eds.), Cutting Edge Therapies for
Autism 2010-2011. NY: Skyhorse Publishing.
Bailey, S.D. (1993). Wings to fly: Bringing theatre arts to students with special needs. Rockville,
MD: Woodbine House.
Blumberg, M.L. (1981). Drama: An outlet for mental and physical handicaps. In R. Courtney G.
Schattner (Eds.), Drama in therapy, Volume 2: Adults (pp. 101-110). New York: Drama Book
Specialists.
Budhiman, M. (2002). Makalah: Autistic spectrum disorder. Jakarta: Yayasan Autisma
Indonesia.
Centers for Disease Control and Prevention. (2014, August 29). Facts about ASDs. Retrieved
from http://www.cdc.gov/ncbddd/autism/facts.html
Chasen, L. R. (2011). Social Skills, Emotional Growth and Drama Therapy. Philadelphia, PA:
Jessica Kingsley Publishers.
14
Corbett, B., Gunther, J., Comins, D., Price, J., Ryan, N., Simon, D., Schupp, C., & Rios, T.
(2011). Brief Report: Theatre as Therapy for Children with Autism Spectrum Disorder. Journal
of Autism and Developmental Disorders, 41 (4),505-511. Retrieved from
http://link.springer.com/article/10.1007%2Fs10803-010-1064-1?LI=true#
Data Autis di Indonesia, http://autismindonesia.org/, Diakses 10 September 2014
Gallese, V., Eagle, M.N., & Migone, P. (2005). Intentional attunement: Mirror neurons and the
neural underpinnings of interpersonal relations. Journal of the American Psychological
Association, 55 (1), 131-175.
Gamayanti, (2012), Better Future with Child with Autistic, Modul: Comprehensive Programme
Training, IPK dan Kemuning Kembar.
Handojo, Y. (2003). Autisma. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia.
Mangungsong, Frieda.(2009). Psikologi dn Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Jilid
Kesatu, LPSP3, Depok
Nelson. A. & Ramamoorthi, P. (2011). Drama Education for Individuals on the Autism
Spectrum. Key Concepts in Theatre/Drama Education, 177-182.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi, Rineka
Cipta,Jakarta
OLeary, Katie (2013). The Effects of Drama Therapy for Children with Autism Spectrum
Disorders. Journal of Autism and Developmental Disorders. Springfield
Oberman, L.M. & Ramachandran, V.S. (2007). The simulating social mind: The role of the
mirror neuron systemand simulation in the social and communicative deficits of autism
spectrum disorders. Psychological Bulletin, 133 (2), 310-327.
Prasetyono, D.s. (2008). Serba-Serbi anak Autis. DIVA Press, Jogjakarta Puspa Swara.
R. Courtney & G. Schattner. (1981). Drama in therapy, Volume 2: Adults. New York: Drama
Book Specialists.
Rizzolatti, G. & Sinigaglia, C. (2006). Mirrors in the brain: How our minds share actions and
emotions. London: Oxford University Press
Silverman, T. (2006). Drama Therapy Theoretical Perspectives. In Brooke, S.L. (Ed.), Creative
Arts Therapies Manual (pp. 223-231). Springfield, IL: Charles C. Thomas
Stanislavski, C. (1961). Creating a role. New York: Theatre Arts Books
Suryana, A. (2004). Terapi autisme, anak berbakat dan anak hiperaktif. Jakarta: Progres Jakarta.
Yatim, F. (2003). Autisme suatu gangguan jiwa pada anak-Anak. Jakarta: Pustaka Populer Obor.
15
LAMPIRAN
Lampiran 1. Biodata Ketua dan anggota
1. Ketua
A.
Identitas Diri
1
Nama Lengkap
Gina Apriana
Jenis Kelamin
Perempuan
Program studi
Ilmu Keperawatan
NIM
1110321011
Apriana_ariesty@rocketmail.com
No Telepon/HP
085289650066
B.
Riwayat Pendidikan
SD
SMP
SMA
Nama Institusi
Pondok SMA
Jakarta Padangganting
Jurusan
IPA
TahunMasuk-lulus
1999 - 2005
2005 - 2009
2008 - 2011
Jenis Penghargaan
Juara
UMUM
Padangganting
Harapan
3
Mapres
Keperawatan Unand
Tahun
2010
2013
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
16
( Gina Apriana )
17
2.
Anggota
A. Identitas Diri
Nama Lengkap
Jenis Kelamin
Perempuan
Program Studi
Ilmu Keperawatan
NIM
1311311089
marissaulkhair@gmail.com
Nomor Telepon/HP
085356039035
Marissa Ulkhair
B. Riwayat Pendidikan
SD
SMP
SMA
Nama Institusi
SDN 14 Sentosa
SMP N 1 Rao
Selatan
SMA N 1 Lubuk
Sikaping
Jurusan
IPA
Tahun Masuk
Lulus
2001 - 2007
2007 2010
2010 2013
Dinas Pendidikan
Provinsi Sumbar
2008
2.
Exchange Student
Fakultas
Keperawatan
UNAND
2014
18
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam pengajuan Hibah PKM-K
Padang, 2 Septemeber 2014
Pengusul,
( Marissa Ulkhair )
19
3.
1
Anggota
A. Identitas Diri
Nama Lengkap
Jenis Kelamin
Perempuan
Program Studi
Ilmu Keperawatan
NIM
1311312021
Kartini.yiyin@gmail.com
Nomor Telepon/HP
081367703927
B. Riwayat Pendidikan
SD
SMP
SMA
Nama Institusi
SMP N 2 Lahat
SMA N 4 Lahat
SD N 32 Lahat
Jurusan
Tahun Masuk
Lulus
IPA
2001-2007
2007-2010
2010-2013
PASKIBRAKA
PEMDA Kab.
Lahat
2011
2.
Exchange Student
Fakultas
Keperawatan
UNAND
2014
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.
20
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam pengajuan Hibah PKM-K
Padang, 2 Septemeber 2014
Pengusul,
21
Dosen Pembimbing
B. Identitas Diri
Nama Lengkap
Jenis Kelamin
Perempuan
Program Studi
Ilmu Keperawatan
NIP
198101262008122001
Nomor Telepon/HP
081367703927
B. Riwayat Pendidikan
No. Program
1. S1 Keperawatan
2. 2000-2005
Tempat
Tahun
PSIK FK Unand
FIK UI
2000-2005
2008-2011
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam pengajuan Hibah PKM-K
Padang, 2 Septemeber 2014
22
Kuantitas
5
1
Harga satuan
(Rp)
80.000
1.000.000
Jumlah (Rp)
400.000
1.200.000
500.000
500.000
5
1
60.000
100.000
300.000
100.000
430.000
430.000
250.000
250.000
50.000
1 50.000
120.000
220.000
150.000
150.000
Rp. 3.600.000,00
Material
Spidol
Bolpoint
Book Note
Map Plastik
Justifikasi
pemakaian
Penjelasan
materi
Alat tulis
peserta
Alat tulis
peserta
Alat tulis
peserta
Kuantitas
3 buah
Harga satuan
(Rp)
10.000,00
Jumlah (Rp)
30.000,00
20 buah
3.000,00
60.000,00
20 buah
5.000,00
100.000,00
20 buah
7.000,00
140.000,00
23
Print modul
Panduan
Simbolis
peserta
Simbolis
peserta
Simbolis
peserta
Kostum peraga
Alat peraga
Rumah keluarga
mainan
SUB TOTAL (Rp)
Alat untuk
penampilan
bakat peserta
Kostum role
play
Media role
play
Media role
play
20 modul
@5 lmbr
20 buah
10.000,00
120.000,00
5.000,00
100.000,00
30 buah
10.000,00
300.000,00
30 buah
100.000,00
3.000.000,00
60 kotak
60 kotak
60 botol
12.000,00
10.000,00
5.000,00
550.000,00
440.000,00
165.000,00
1.500.000
1.500.000
20
50.000
1.000.000
10
50.000
500.000
200.000
200.000
Rp.
6.575.500,00
3. Perjalanan
Material
Transportasi
Justifikasi pemakaian
Kuantitas
Perjalanan anggota
menuju yayasan
5 orang x
5 bulan
Harga satuan
(Rp)
100.000
Jumlah (Rp)
2.500.000,0
Rp. 2.500.000,00
4. Lain-lain
Material
Justifikasi
Kuantitas
Harga
Jumlah (Rp)
24
pemakaian
Pembuatan
Proposal
Pembuatan
pengajuan
proposal
Pembuatan
Pembuatan
laporan
laporan akhir
Dokumentasi Untuk
dokumentasi
acara
Pamphlet
Media
sosialisasi
Undangan
Mengundang
orang tua, anak
dll
Spanduk
Media
pemberitahuan
acara
Backdrop
Media
pemberitahuan
acara
Banner
Media
pemberitahuan
acara
SUB TOTAL (Rp)
Total (Keseluruhan)
5 eksemplar
satuan
(Rp)
20.000,00
100.000,00
5 eksemplar
20.000,00
100.000,00
100.000,00
100.000,00
60 eksemplar
5.000,00
300.000,00
1 buah
250.000,00
250.000,00
1 buah
135.000,00
135.000,00
1 buah
250.000,00
250.000,00
Rp.1.450.000,00
Rp12.454.500,00
25
Nama/NIM
Alokasi
Waktu
24
jam/mgg
Gina Apriana
1110321011
Keperawatan
Kesehatan
Marissa
Ulkhair
1311311089
Keperawatan
Kesehatan
30
jam/mgg
Kesehatan
30
jam/mgg
Uraian Tugas
Ketua :
- Pelaksana penelitian
- Sebagai pelatih terapi
teater
- Melakukan monitoring/
kontrol
terhadap
pelaksanaan penelitian
- Mengkoordinir
Anggota
- Mengatur pembagian
tugas dan merancang
jadwal kegiatan.
- Melakukan
kontrak/
kerjasama
dengan
pihak Yayasan
- Pelaksana terapi
- Evaluasi kerja
26
- Sebagai
pelaksana
penelitian
- Bertanggung
jawab
untuk
penyediaan
bahan, peralatan serta
segala kebutuhan yang
diperlukan.
27
28
Enam atau lebih dari kriteria A,B dan C di bawah ini, dengan minimal dua kriteria dari A
dan masing-masing satu dari B dan C :
A. Hendaya dalam interaksi social yang terwujud dal;am minimal dua dari kriteria berikut :
-
Hendaya yang tampak jelas dalam penggunaan prilaku nonverbal seperti kontak mata,
ekspresi wajah, Bahasa tubuh
Kurang melakukan hal-hal atau aktivitas bersama orang lain secara spontan
Kurangnya melakukan hal-hal atau aktivitas bersama orang lain secara spontan
B. Hendaya dalam komunikasi seperti terwujud dalam minimal satu dari kriteria berikut :
-
Keterlambatan atau sangat kurangnya Bahasa bicara tanpa upaya untuk menggantinya
dengan gerakan nonverbal
Pada mereka yang cukup mampu berbicara, hendayana yang tampak jelas dalam
kemampuan untuk mengawali atau mempertahankan percakapan dengan orang lain
C. Perilaku atauminat yang di ulang-ulang atau stereotip, terwujud dalam minimal satu dari
kriteria berikut ini :
-
29
Keterlambatan atau keberfungsian abnormal dalam minimal satu dari bidang berikut,
berawal sebelum usia 3 tahun : interaksi social, Bahasa untuk berkomunikasi dengan orang
lain, atau permainan imajinatif
Gangguan yang tidak dapat dijelaskan sebagai gangguan Rett atau gangguan disintegrative
di masa kanak-kanak.
30
31
9. Apakah anak tersebut berbeda dengan tren anak sekarang atau tekanan teman? Angka
nol (0) berarti bahwa anak tersebut tergila-gila tren. Contohnya, anak tidak menuruti
tren mutakhir dalam memilih mainan atau baju-baju.
|0|1|2|3|4|5|6|