Anda di halaman 1dari 35

PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

EFEKTIVITAS TERAPI TEATER UNTUK MENINGKATKAN SOSIOEMOSIONAL PADA ANAK DENGAN AUTISME SPECTRUM DISORDER
(ASD)

BIDANG KEGIATAN:
PKM PENELITIAN

Diusulkan oleh:
Gina Apriana

(1110322011 / 2011)

Marissa Ulkhair

(1311311089 / 2013)

Ririn Ajeng Kertiningsih

(1311312021 / 2013)

UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2014

DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................ i
DAFTAR ISI .......................................................................................... ii
RINGKASAN......................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 4
BAB III METODE PENELITIAN ........................................................ 8
BAB IV BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN .................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 13
LAMPIRAN ........................................................................................... 14
Lampiran 1. Biodata Ketua dan Anggota ............................................... 15
Lampiran 2. Justifikasi Anggaran Kegiatan ........................................... 22
Lampiran 3. Susunan Organisasi Tim Kegiatan dan Pembagian Tugas 25
Lampiran 4. Surat Pernyataan Ketua Kegiatan ...................................... 27
Lampiran 5. Kriteria Diagnostik Autisme Spectrum Disorder ............... 28
Lampiran 6. Kuesiner/daftar Check List Kemampuan Sosial Dan Emosional..30

ii

RINGKASAN
Autisme Spectrum Disorder (ASD), adalah gangguan perkembangan berpengaruh pada
komunikasi, interaksi sosial, imajinasi dan sikap (William dan Wright, 2007). Autisme bukan
suatu gejala penyakit,tetapi berupa sindroma atau kumpulan gejala dimana terjadi
penyimpangan perkembangan sosial, kemampuan berbahasa dan kepedulian terhadap
sekitar,sehingga anak autis seperti hidup dalam dunianya sendiri (Yatim,2003). Beberapa
gejala umum dari seseorang dengan ASD meliputi kurangnya kontak mata, kesulitan dalam
memahami emosi sendiri dan masyarakat lainnya ,echolalia (pengulangan kata-kata dan
frase), gangguan sensorik pengolahan, kepentingan obsesif, kepatuhan terhadap rutinitas, dan
lainnya (CDC, 2012).
Orang tua yang memiliki anak autism selalu mencemaskan apakah anaknya dapat
sembuh secara total atau tidak. Wenar (1994) menyatakan bahwa autisma adalah gangguan
yang tidak bisa disembuhkan ( not curable ), namun bisa diterapi ( treatable ). Kelainan yang
terjadi pada otak tidak bisa diperbaiki namun gejala-gejala yang ada dapat dikurangi
semaksimal mungkin sehingga anak bisa bersosialisasi dengan anak-anak lain secara normal.
Hal terpenting yang mempengaruhi kemajuan anak autisme adalah deteksi dini yang diikuti
oleh penanganan yang tepat dan benar, serta intensitas terapi yang dijalani oleh anak autisme.
Jika hal tersebut dilakukan, anak dengan autisme masih mempunyai harapan untuk lebih baik
untuk dapat hidup mandiri (Yanwar Hadianto,2003).
Terapi Teater adalah salah satu intervensi untuk membantu individu yang memiliki
gangguan spektrum autisme (ASD), belajar keterampilan dengan konsep dan praktik yang
menggambarkan pendekatan klinis dalam perkembangan social dan emosional. Hal ini
menyajikan program terapi drama yang menarik dan lucu yang mendorong anak-anak dengan
gangguan spektrum autisme (ASD) untuk berinteraksi dan berhubungan dengan orang lain.
Fokus dalam terapi ini adalah membantu individu tumbuh dan menyembuhkan dengan
mengambil dan berlatih peran baru dengan melakukan imitasi. Memainkan drama atau teater
akan meningkatkan vokal, wajah, dan ekspresi tubuh. Praktek gerakan dan suara yang akan
berkomunikasi emosi dan ide-ide. (Leary, 2013). Tergantung pada tujuan dan kebutuhan
klien, terapis teater memilih metode (atau beberapa) yang akan mencapai kombinasi yang
diinginkan dari pemahaman, pelepasan emosional, dan belajar dari perilaku baru. Beberapa
metode, alat proses reflektif teknik yang digunakan seperti Video modelling, Guided play,
Improvisasation, Narrration, Role play, Storytelling, Movie-making, Power lines scripting,
Simulation (Chasen dkk, 2011).
Oleh sebab itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Efektivitas
Terapi Teater Untuk Meningkatkan Sosio-Emosional Pada Anak Dengan Autisme Spectrum
Disorder (ASD). Metode penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimental dengan
rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan one group pretest posttest. Sampel
yang diambil dari siswa yayasan Autisme YPPA Padang sebanyak 10 orang dengan tingkatan
ringan-sedang. Dengan pelaksanaan dari bulan Januari-Juni 2015. Pengumpulan data
penelitian dilakukan dengan observasi, ceck list scrining test, observasi rekaman video serta
wawancara pada responden.
iii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Anak berkebutuhan khusus secara fisik, psikologi, kognitif, atau social terhambat dalam
mencapai tujuan-tujuan atau kebutuhan secara maksimal. Mereka membutuhkan bimbingan dan
dukungan ekstra dari orang tua dan lingkungannya untuk tumbuh kembang agar dapat hidup
mandiri. Pendidikan khusus sangat dibutuhkan agar agar dapat mengembangkan potensi mereka
semaksimal mungkin sebagaimana anak-anak lainnya (Mangungsong, 2009).
Autisme Spectrum Disorder (ASD), adalah gangguan perkembangan yang secara umum
tampak ditiga tahun pertama kehidupan anak. ASD berpengaruh pada komunikasi, interaksi
sosial, imajinasi dan sikap (William dan Wright, 2007). Autisme bukan suatu gejala
penyakit,tetapi berupa sindroma atau kumpulan gejala dimana terjadi penyimpangan
perkembangan sosial, kemampuan berbahasa dan kepedulian terhadap sekitar,sehingga anak
autis seperti hidup dalam dunianya sendiri. Pada anak autis terjadi kelainan emosi, intelektual
dan kemauan (Yatim,2003). Beberapa gejala umum dari seseorang dengan ASD meliputi
kurangnya kontak mata, kesulitan dalam memahami emosi sendiri dan masyarakat lainnya,
echolalia (pengulangan kata-kata dan frase), gangguan sensorik pengolahan, kepentingan obsesif,
kepatuhan terhadap rutinitas, dan lainnya (CDC, 2012).
Berdasarkan laporan UNESCO 2011 tercatat 35 juta orang penyandang autism diseluruh
dunia. Ini berarti 6 dari 1000 orang di dunia mengidap autism. Dari penelitian Center for Disease
(CDC) di Amerika Serikat 2008, perbandingan autism pada anak umur 8 tahun yang terdiagnosa
adalah 1:80. Di Asia, penelitian Hongkong Studi 2008 melaporkan tingkat kejadian autisme
dengan prevalensi 1,68 per 1000 untuk anak dibawah 15 tahun (Hadriani, 2013). Sedangkan di
Indonesia, menurut Goodwill Ambassador PBB, Christine Hakim (2011 dikutip dari
Radius,2011), prevalensi penyandang autism saat ini sebanyak 8 dari 1000 penduduk, prevalensi
ini naik pesat dibandingkan dengan data WHO 10 tahun yang lalu yang hanya 1 dari 1000
penduduk.
Saat ini belum ada penelitian khusus yang dapat menyajikan data autism pada anak di
Indonesia. Bila di asumsikan dengan prevalensi autism pada anak di Hongkong, berdasarkan dari
Badan Pusat Statistik jumlah anak di hongkong jumlah anak usia 5 hingga 19 tahun di Indonesia
mencapai 66.000.805 jiwa, maka diperkirakan mendapat lebih dari 112 ribu anak penyandang
auitime di Indonesia (Hadriani, 2013 dikutip dari Rahmi 2013). Di Sumatera Barat sampai saat
ini juga belum ada data resmi tentang penderita autisme. Berdasarkan Survei Silvia Rahmi pada
studi pendahuluan penelitian tahun 2013 dari 6 yayasan/sekolah autisme di Kota Padang terdapat
148 anak penyandang autism. Pada studi pendahuluan peneliti jumlah anak autism di Yayasan
Autisme YPPA Padang adalah 50 orang.

Gangguan yang dialami anak autisme begitu luas mencakup gangguan dalam komunikasi
verbal dan non verbal serta terganggu dalam interaksi sosial dan kontrol emosi, maka terapi yang
dilakukan juga terapi multidisipliner dan terpadu mulai dari terapi perilaku (behavior therapy),
terapi okupasi, terapi wicara (speech therapy), terapi biomedis, terapi medikamentosa dan
pendidikan khusus (Danuatmaja, 2003).
Dengan adanya metoda diagnosis yang makin berkembang, hampir Berbagai jenis terapi
telah dilakukan untuk mengembangkan kemampuan anak autisme agar dapat hidup mendekati
normal. Dengan terapi dini, terpadu, dan intensif gejalagejala autisme dapat dihilangkan
sehingga anak bisa bergaul secara normal, tumbuh sebagai orang dewasa yang sehat, berkarya
bahkan membina keluarga. Hal ini dikarenakan intervensi dini membuat selsel otak baru
tumbuh, menutup selsel lama yang rusak. Jika anak autisme tidak atau terlambat mendapat
intervensi hingga dewasa, maka gejala autisme bisa menjadi semakin parah, bahkan tidak
tertanggulangi. Melalui beberapa terapi anak autisme akan mengalami kemajuan seperti anak
normal lainnya . Tentunya terapi untuk tiaptiap anak autisme berbeda-beda tergantung pada
gejala-gejala tertentu yang dimilikinya (Danuatmaja, 2003).
Orang tua yang memiliki anak autism selalu mencemaskan apakah anaknya dapat
sembuh secara total atau tidak. Wenar (1994) menyatakan bahwa autisma adalah gangguan yang
tidak bisa disembuhkan ( not curable ), namun bisa diterapi ( treatable ). Kelainan yang terjadi
pada otak tidak bisa diperbaiki namun gejala-gejala yang ada dapat dikurangi semaksimal
mungkin sehingga anak bisa bersosialisasi dengan anak-anak lain secara normal. Hal terpenting
yang mempengaruhi kemajuan anak autisme adalah deteksi dini yang diikuti oleh penanganan
yang tepat dan benar, serta intensitas terapi yang dijalani oleh anak autisme. Jika hal tersebut
dilakukan, anak dengan autisme masih mempunyai harapan untuk lebih baik untuk dapat hidup
mandiri (Yanwar Hadianto,2003). Hal ini dikuatkan dari hasil penelitian Rika Sabri (2006)
tentang pengaruh terapi terhadap kemajuan anak autisma bahwa, pemberian terapi perilaku,
terapi okupasi dan terapi wicara berpengaruh terhadap kemajuan anak autisme.
Terapi Teater adalah salah satu intervensi yang baik untuk membantu individu yang
memiliki gangguan spektrum autisme (ASD), belajar keterampilan dan memahami aturan-aturan
tidak tertulis dari hubungan sosial yang membingungkan mereka. Konsep dan praktik terapi
drama menggambarkan pendekatan klinis dalam perkembangan social dan emosional. Hal ini
menyajikan program terapi drama yang menarik dan lucu yang mendorong anak-anak dengan
gangguan spektrum autisme (ASD) untuk berinteraksi dan berhubungan dengan orang lain, yang
mengarah ke pengembangan kemampuan bahasa sosial, emosional, dan ekspresif penting (Leary,
2013). Terapi Teater secara aktif melibatkan Mirror Neuron karena tubuh klien secara aktif,
secara fisik terlibat dalam proses terapi. Sebagai klien berpartisipasi dan menonton drama dan
improvisasi, mereka sering benar menempatkan diri mereka "di perspekti orang lain" dengan
mengambil peran karakter lain.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Corbett dkk tahun 2011 tentang Theatre as Therapy
for Children with Autism Spectrum Disorder menunjukan intervensi teater musical penuh
menunjukan perbaikan dalam identifikasi wajah dan teori keterampilan pikiran, meningkatkan
fungsi sosioemosional anak-anak dengan ASD. Dan pada penelitian Catie Oleary 2013 tentang
The Effects of Drama Therapy for Children with Autism Spectrum Disorders Membuat kemajuan
positif pada kemampuan social dan behavioral dan membuktikan therapy drama berpotensi
menjangkau lebih bnayak anak-anak dengan ASD . Namun di Indonesia beluma ada yang
melakukan penelitian seperiti ini.
Dari penjabaran yang telah diuraikan diatas terlihat bahwa Terapi Teater memberikan
efek yang bagus dalam meningkatkan sosio-emosional, oleh sebab itu penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul Efektivitas Terapi Teater Untuk Meningkatkan SosioEmosional Pada Anak Dengan Autisme Spectrum Disorder (ASD).

1.2 PERUMUSAN MASALAH


Dapatkah Terapi Teater meningkatkan sosio-emosional pada Anak dengan Autisme Spectrum
Disorder (ASD).
1.3 TUJUAN PROGRAM
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Efektivitas terapi teater untuk meningkatkan sosio-emosional
pada anak dengan Autisme Spectrum Disorder (ASD).
2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui tingkat sosio-emosiomal pada anak autis sebelum diberikan
terapi teater.
2. Untuk mengetahui tingkat sosio-emosional pada anak autis setelah diberikan
terapi teater
3. Untuk mengetahui perubahan sosio-emosional pada anak autis sebelum dan
setelah pemberian terapi teater

1.4 LUARAN YANG DIHARAPKAN


Penelitian Efektivitas Terapi Teater Untuk Meningkatkan Sosio-Emosional Pada Anak
Dengan Autisme Spectrum Disorder (ASD) diharapkan akan diperoleh hasil sebagai berikut:
1. Sebuah terapi yang akan membantu anak dengan Autisme Spectrum Disorder (ASD)
untuk meningkatkan kemampuan Sosio-Emosional.

2. Program dan metode yang efektif untuk meningkatkan kemampuan social, emosional,
verbal dan kognitif pada anak dengan Autisme Spectrum Disorder (ASD).
1.5 KEGUNAAN PROGRAM
Program penelitian ini memiliki beberapa kegunaan dan manfaat , antara lain:
1. Bagi peneliti
Peneliti dapat mengaplikasikan ilmu Terapi Teater ini sebagai intervensi dalam
memberikan intervensi kepada anak Autisme Spectrum Disorder (ASD) dengan
gangguan sosio-emosional.
2. Bagi masyarakat
Dapat dijadikan tambahan pengetahuan khususnya bagi para orangtua dalam merawat
dan memberikan terapi yang cocok pada anak dengan Autisme Spectrum Disorder
(ASD.
3. Bagi institusi
Dapat digunakan sebagai tambahan bahan referensi dan bacaan serta tambahan ilmu
untuk melakukan penelitian lebih lanjut.
4. Bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Memberikan informasi mengenai terapi yang tepat untuk meningkatkan kemampuan
anak dengan Autisme Spectrum Disorder (ASD).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Autisme
Autis berasal dari kata auto yang berarti sendiri. Autisme berarti preokupasi terhadap
pikiran dan khayalan sendiri atau dengan kata lain lebih banyak berorientasi kepada pikiran
subjektifnya sendiri daripada melihat kenyataan atau realita kehidupan sehari-hari. Oleh karena
itu, penyandang autisme sering disebut orang yang hidup di alamnya sendiri (Handojo, 2003).
Adapun gejala-gejalanya meliputi gangguan kognitif (kemampuan), bahasa, perilaku,
komunikasi, dan gangguan interaksi sosial (Judarwanto, 2006).
Autisme bukan suatu gejala penyakit tetapi berupa sindroma atau kumpulan gejala
dimana terjadi penyimpangan perkembangan sosial, kemampuan berbicara dan bahasa dan
kepedulian terhadap sekitar. Autisme tidak termasuk dalam golongan penyakit tetapi suatu

kumpulan gejala kelainan perilaku dan kemajuan perkembangan, seperti emosi, intelektual dan
kemauan. (Yatim, 2003).
2.2 Perubahan Sosial dan Emosional Anak Autisme
Anak-anak dengan autisme tampak mengalami masalah keterampilan sosial yang berat.
Mereka jarang mendekati orang lain dan pandangan mata mereka seolah melewati orang lain
atau membalikkan badan memunggungi mereka. Hanya sedikit anak dengan autisme yang lebih
dulu mengajak bermain anak-anak lain dan mereka biasanya tidak responsif kepada siapa pun
yang mendekati mereka. Mereka tidak mampu memahami perspektif dan reaksi emosi orang
lain, sehingga mmembuat beberapa teoris berpendapat bahwa mereka kurang memiliki empati.
Anak-anak dengan autisme kadang-kadang melakukan kontak mata, namun pandangan mata
mereka memiliki kualitas yang tidak wajar. (Davison dkk, 2010).
Beberapa anak autistik tampaknya tidak mengenali atau tidak membedakan antara orang
yang satu dengan yang lain. Meskipun demikian, mereka memiliki ketertarikan dan menciptakan
kelekatan kuat dengan berbagai benda-benda mati (seperti balok, tombol lampu, kunci, batu,
selimut) dan berbagai benda mekanis (seperti kulkas, peneyedot debu). Jika benda tersebut
merupakan sesuatu yang dapat mereka bawa, mereka dapat berjalan kemana-mana dengan
menbawa benda tersebut sehingga menghambat mereka dengan berbagai hal lain yang lebih
bermanfaat (Davison dkk, 2010).
Meskipun anak-anak autistik yang memiliki keberfungsian tinggi dapat belajar dengan
mengerti pengalaman emosional dengan mengonsentrasikan upaya kognitif. (Sigman,
1994,hlm,15). Berbagai studi laboratorium terhadap anak-anak dengan autisme yang memiliki
keberfungsian tinggi menemukan bahwa meskipun anak-anak tersebut dapat menunjukkan
sedikit pemahaman terhadap emosi orang lain, mereka tidak sepenuhnya memahami mengapa
dan bagaimana orang lain dapat merasakan berbagai emosi yang berbeda. (Capps dkk., 2010).
2.2 Terapi Teater
Terapi Teater adalah salah satu intervensi untuk membantu individu yang memiliki
gangguan spektrum autisme (ASD), belajar keterampilan dengan konsep dan praktik yang
menggambarkan pendekatan klinis dalam perkembangan social dan emosional. Hal ini
menyajikan program terapi drama yang menarik dan lucu yang mendorong anak-anak dengan
gangguan spektrum autisme (ASD) untuk berinteraksi dan berhubungan dengan orang lain.
Fokus dalam terapi ini adalah membantu individu tumbuh dan menyembuhkan dengan
mengambil dan berlatih peran baru dengan melakukan imitasi. Memainkan drama atau teater
akan meningkatkan vokal, wajah, dan ekspresi tubuh. Praktek gerakan dan suara yang akan
berkomunikasi emosi dan ide-ide. (Leary, 2013). Tergantung pada tujuan dan kebutuhan klien,
terapis teater memilih metode (atau beberapa) yang akan mencapai kombinasi yang diinginkan
dari pemahaman, pelepasan emosional, dan belajar dari perilaku baru. Beberapa metode, alat
proses reflektif teknik yang digunakan seperti Video modelling, Guided play, Improvisasation,

Narrration, Role play, Storytelling, Movie-making, Power lines scripting, Simulation (Chasen
dkk, 2011).
2.3 Pengaruh Terapi Teater untuk meningkatkan Sosio-emosional pada anak auits
Sebuah teori baru-baru ini menunjukkan bahwa ASD mungkin disebabkan setidaknya
sebagian oleh penurunan sistem Mirror Neuron (Oberman & Ramachandran, 2007). Mirror
Neuron ditemukan pada awal 1990-an oleh tim ahli saraf di Parma, Italia yang memetakan
neuron individu dalam korteks motorik monyet untuk melihat mana neuron terhubung ke otot /
gerakan yang mana (Iacobon dkk, 2005). Teori Mirror Neuron penting untuk melihat secara rinci
karena sistem Mirror Neuron juga berteori sebagai asal dari empati, pemahaman sosial, dan
belajar meniru, semua kemampuan di mana orang-orang di autisme spektrum terbatas dan semua
kemampuan yang dapat dikembangkan melalui terapi drama (Goleman, 2006; Iacoboni, 2008),
Dalam korteks pre-motor otak, di mana gerakan tubuh direncanakan dan diaktifkan untuk
membuat gerakan dengan maksud tertentu, dan ada neuron cermin yang aktif ketika organisme
membuat gerakan ketika melihat, mendengar, atau dalam beberapa cara indera, tindakan yang
sama dilakukan oleh organisme lain (Gallese, Eagle, & Migone, 2005). Pada dasarnya, ini
berarti bahwa kita "memahami" tindakan orang lain dengan mensimulasikan dalam otak kita
sendiri seolah-olah kita sedang mengambil tindakan diri kita sendiri (Bailey, 2011).
Selain membantu kita memahami tindakan orang lain, Mirror Neuron memungkinkan
bagi kita untuk memahami apa yang orang lain rasakan, sebagian, karena emosi yang
diekspresikan melalui tindakan: ekspresi wajah, pernapasan, gerakan, posisi tubuh, dll
(Winkielman, & Ramachandran, 2007).
Kemampuan penting lainnya yang secara teoritis berasal dari Mirror Neuron adalah
kemampuan untuk belajar melalui imitasi. Mekanisme belajar bawaan ini dapat diamati bahkan
pada bayi baru lahir yang secara otomatis akan meniru ekspresi wajah orang dewasa yang terlibat
perhatian mereka (Blakemore & Frith, 2005). Pada 12 bulan, biasanya berkembang bayi dapat
memprediksi tujuan tindakan orang lain dan meniru mimik wajah dan tangan (Iacoboni &
Depretto, 2006). Kemudian kecenderungan untuk meniru menjadi penting dalam kemampuan
kita untuk belajar berbicara. Ramachandran dan Oberman (2006) menunjukkan bahwa
perkembangan bahasa pada anak usia membutuhkan anak untuk cermin dan meniru tindakan
pidato orang tua untuk mengubah sinyal pendengaran berbicara dalam kata-kata yang bisa
diucapkan dengan menggunakan bibir, lidah, mulut, dan napas. Perilaku sosial, olahraga,
permainan, dan keterampilan fisik semua dipelajari oleh biasanya berkembang anak-anak
melalui imitasi daripada melalui deskripsi verbal (Blakemore & Frith, 2005). Bahkan, bermain
drama yang biasanya berkembang anak-anak secara otomatis mulai terlibat dalam sekitar usia 3
adalah bentuk universal pembelajaran imitatif (Bailey, 1993; Ginsburg & Opper, 1969).
Terapi Drama secara aktif melibatkan Mirror Neuron karena tubuh klien secara aktif,
secara fisik terlibat dalam proses terapi. Sebagai klien berpartisipasi dan menonton pertandingan

drama dan improvisasi, mereka sering benar menempatkan diri mereka "di perspektif orang lain"
dengan mengambil peran karakter lain. Melalui aksi, klien dapat menghasilkan bagian baru dari
pikiran dan bereksperimen dengan perilaku baru, memperkuat koneksi baru otak, hubungan
sosial baru, dan pemahaman baru dari diri mereka sendiri dan orang lain. (North Shore ARC,
2008, hal. 2).
Jika disfungsi dalam sistem neuron cermin merupakan penyebab atau faktor yang ASD,
maka terapi drama justru menjadi intervensi yang sempurna karena dilakukan dengan
menggunakan pembelajaran imitasi, dan memungkinkan untuk latihan berulang keterampilan
dalam cara yang menyenangkan dan bermain. Salah satu penemuan paling penting tentang otak
dalam 20 tahun terakhir adalah plastisitas otak: kemampuannya untuk tumbuh, berubah, dan rekawat itu sendiri (Blakemore & Frith, 2005). Otak berubah melalui penggunaan (atau ketiadaan);
seperti otot berubah melalui latihan (atau kurang olahraga). Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan
yang mendorong penggunaan neuron cermin yang orang dengan ASD mungkin di bawahpenggunaan akan memperkuat neuron cermin yang sudah mereka miliki dan, mungkin,
mendorong pertumbuhan yang baru.
Anak-anak dengan ASD membutuhkan interaksi hidup agar keterampilan sosial untuk
menjadi 'terprogram' dalam otak mereka. Mereka belajar dengan melakukan, melalui
pengalaman langsung, lebih dari apa yang mereka belajar dengan mengamati dan mendengarkan
"(Grandin & Scardino, 1986; Grandin, 1995), (hal. 51).
Sebuah keuntungan dari drama adalah bahwa peserta menerima umpan balik dalam
proses adegan dari aktor lain dan dari penonton, serta setelah itu ketika kelompok membahas
adegan dan / atau ketika mereka memutar ulang adegan dengan koreksi (Jensen & Dabney, 2000;
Posner et al, 2008). Karena isu-isu sosial-emosional dan sensorik integrasi terlibat dengan ASD,
terapis drama perlu menyadari bagaimana membuat adaptasi dan akomodasi yang tepat untuk
kliennya. Adaptasi ini diperlukan tidak peduli teknik terapi drama atau metode mana yang
digunakan. Penggunaan kegiatan nyata dan media visual dan kinestetik melibatkan perhatian
sementara pendekatan mono-channel informasi akan mengurangi kelebihan indrawi. Rutin dan
ritual menjamin prediktabilitas dan rasa aman bagi peserta. (Bailey, 2011).
Dalam kasus apapun, orang-orang dengan ASD tampaknya "pemikir otak kanan."
Artinya, mereka cenderung skor tinggi dalam kecerdasan cairan dan keterampilan nonverbal
berpikir (visual, spasial, dan pembuatan pola) (Grandin, 1995). Sering kali, mereka adalah
pelajar visual dan kinestetik. Beberapa mahir menciptakan dengan tangan mereka, tetapi yang
lain mengalami kesulitan perencanaan bermotor (Grandin & Scariano, 1986). Kegiatan
pantomim dan gerakan, oleh karena itu, mungkin menjadi titik awal yang baik untuk kelompok
baru karena mereka akan mengakses kekuatan komunikasi dan, setelah anggota kelompok
merasa diterima dan nyaman, keterampilan baru menggunakan teknik lisan dapat dibangun
(Bailey, 2011)

Sherry Haar (2005,), seorang profesor pakaian dan tekstil di Kansas State University,
telah menciptakan garis kostum terapi untuk meningkatkan integrasi sensorik, perkembangan
motorik, dan keterampilan kognitif. Desain tematik kostum (bug dan kupu-kupu) memungkinkan
anak untuk menggunakan imajinasinya saat berlatih keterampilan perkembangan. Kostum
mencakup berbagai tekstur, band resistensi, dan bobot penting bagi taktil dan indera
proprioseptif. Keterampilan motorik halus didorong melalui manipulasi penutupan (yaitu,
ritsleting, tombol, kancing, dan tali) dan objek (yaitu, antena dan mata pada helm). Bentuk dalam
berbagai warna dan ukuran bantuan dalam perkembangan kognitif. Tanjung bagian dari kostum
mendorong anak untuk "terbang," demikian mempromosikan keseimbangan dan keterampilan
motorik kasar lainnya.
Dengan cara yang sama, wayang dan tokoh sandtray dapat digunakan untuk memainkan
drama visual pada jarak dari klien, membuat mereka merasa lebih memegang kendali drama.
Satu-satunya cara untuk belajar bagaimana menggunakan jelas, komunikasi ekspresif adalah
memiliki model yang jelas dan didorong untuk berlatih. Drama terapis harus memimpin dan
menjadi panutan bagi ekspresif. Mainkan permainan drama yang akan meningkatkan vokal,
wajah, dan ekspresi tubuh. Praktek gerakan dan suara yang akan berkomunikasi emosi dan ideide (Bailey, 2011).
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupaka jenis penelitian quasi eksperimental dengan rancangan penelitian
yang digunakan adalah rancangan one group pretest posttest. Quasi eksperimental merupakan
penelitian eksperimen semu, karena eksperimen ini belum atau tidak memiliki ciri-ciri rancangan
eksperimen sebenarnya, karena variabel-variabel yang seharusnya dikontrol atau dimanipulasi
tidak dapat atau sulit dilakukan (Notoatmodjo, 2010).
Penelitian ini dilakukan untuk melihat keefektivan terapi teater untuk meningkatkan sosioemosional anak dengan Autism Spectrum Disorders, yaitu kelompok yang akan dilakukan
pengukuran tingkat sosio-emosional sebelum diberikan terapi teater (pretest), kemudian
diberikan intervensi dengan terapi teater, setelah itu dilakukan kembali pengukuran tingkat
sosio-emosional setelah diberikan intervensi (posttest).
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Notoatmodjo,
2010).Populasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah keluarga dari anak yang bersekolah di
yayasan autisme YPPA Padang yang terdiagnosa Autisma sebanyak 30 orang.

2. Sampel
Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo,
2010). Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive
sampling. Pengambilan sampel secara purposive didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu
yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui
sebelumnya (Notoatmodjo, 2010). Sampel dalam penelitian ini adalah keluarga dan anak autisma
ringan dan sedang dengan jumlah 10 orang. Teknik pengambilan sampel adalah dengan melihat
berat ringan gejala yang dialami. Kriteria sampel untuk anak autis adalah anak dengan kategori
autis tanpa disertai penyakit lain, jadi sampel untuk anak autis sebanyak 10 orang. Kategori
untuk anak dengan autis berat tidak dimasukkan karena kategori autis berat di sekolah ini adalah
autisma ditambah dengan gangguan lain jadi anak mengalami gangguan yang kompleks.
Kriteria sampel pada penelitian ini adalah:
1.
2.
3.
4.

Anak Autisme Spectrum Disorder tingkat ringan-sedang


Mengalami gangguan sosio-emosional
Orang tua mengizinkan anak mengikuti pelatihan
Orang tua mau ikut serta dalam pelatihan responden.

C. Waktu dan tempat penelitian


Penelitian ini akan dilakukan dari bulan Januari-Juni 2015 dan akan dilaksanakan di
sekolah khusus Yayasan autisme YPPA Padang .
D. Instrumen penelitian
Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk mengumpulkan data
(Notoatmodjo, 2010). Instrumen yang digunakan untuk mengetahui tingkat sosioemosional responden sebelum dan setelah pemberian terapi teater adalah daftar Check
List yaitu daftar untuk men cek, yang berisi nama subjek dan beberapa gejala serta
identitas lainnya dari sasaran pengamatan (Notoatmodjo, 2010).
E. Etika Penelitian
Sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu meminta surat keterangan
perizinan terkait penggunaan data dan informasi ke Dekan Fakultas Keperawatan
Universitas Andalas, setelah itu peneliti mulai melakukan penelitian dengan
memperhatikan etika penelitian yang meliputi:
1. Lembar persetujuan menjadi responden (inform consent).
2. Anonimity
3. Confidentially (kerahasiaan)

10

4. Justice
F. Metode Pengumpulan Data
1. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunaka dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data
primer didapatkan dengan pengamatan menggunakan instrumen daftar check list untuk
mendapatkan data tentang tingkat sosio-emosional sebelum dan setelah pemberian
intervensi. Data sekunder didapatkan dari informasi orng tua, guru dan pelatih yang ada di
yayasan.
2. Langkah-langkah Pengumpulan Data
a.

Setelah responden ditetapkan sesuai kriteria, daftar check list pretest dibagikan kepada
masing-masing orang tua responden dan wawancara dengan responden untuk melakukan
pengukuran tingkat sosio-emosional sebelum pemberian intervensi

b. Sekitar 1 minggu pertama diagnostic dan scrinning responden, wawancara dengan anakanak dan orangtua mereka untuk menentukan tipe model terapi yang akan diberikan dan
intervensi yang cocok bagi responden.
c. Setiap responden didampingi oleh satu orang pelatih atau terapis, dimana nantinya akan
melakukan pengamatan secara intensif merekam masing-masing responden sebelum,
selama, atau sesudah latihan. Dan juga pelatih akan menjadi model dan pemandu.
d. Setiap responden didampingi oleh satu orang pelatih atau terapis, dimana nantinya akan
melakukan pengamatan secara intensif merekam masing-masing responden sebelum,
selama, atau sesudah latihan. Dan juga pelatih akan menjadi model dan pemandu.
e. Pemberian intervensi Video modelling , Video yang mereka lihat akan membantu
membangun dan mempertahankan perilaku dalam memori yang kemudian perilaku
tersebut di tiru dan di praktikkan. Perilaku model dapat disajikan dalam vivo (hidup),
dicatat (misalnya difilmkan, direkam), atau dibayangkan. Menggambarkan tantangan
pribadi dari pengalaman peserta ke dalam kehidupan nyata. Anak-anak akan di minta
terlibat dalam setiap adegan dan mengulangi scripted serta bermain tanpa naskah.
(Corbett & Maryam, 2005)
f. Narration ; responden diminta untuk memahami isi dari cerita yang digunakan selama
proses , refleksi verbal, rangkaian aktivitas, tindakan sandiwara yang terjadi dalam
lingkungan. Narration ini memungkinkan individu untuk imitasi dan mengambil peran
dalam rangka untuk belajar dari karakter lain. keterampilan komunikasi dapat langsung
diterapkan untuk mereka yang autisme yang berjuang mengekspresikan emosi.
g. Storytelling dan Power lines scripting : Didokumentasikan ungkapan verbal dikonstruksi
melalui pembuatan yang cepat, mencerminkan dan memberdayakan bahasa pragmatis
kecerdasan emosional, pemecahan masalah dan keterampilan pemberdayaan diri
Mencerminkan peristiwa fiksi dan non-fiksi yang mendukung konstruksi alur cerita,

11

h.

i.

j.

k.
l.

m.

representasi simbolis, proyeksi , evisioning, imitasi, pemeranan, interaksi pragmatis,


kecerdasan emosional dan self-assesment terkait dengan keterampilan sosial yang
berorientasi pada proses.
Selanjutnya Responden akan melakukan Simulation ; Pembuatan kembali peristiwa sosial
tertentu dan pertemuan untuk memberdayakan imitasi dan latihan interaksi pragmatis dan
respon.
Tahap selanjutnya responden akan melakukan Role play bersama-sama. Sehingga
reponden akan melakukan imitasi dan membuat diri sendiri sama dengan yang lain, atau
menggambarkan diri dalam setting dan bingkai yang berbeda, mengalami suatu Bahasa
dan gerak-gerik, individual atau di dalam grup. Difasilitasi dengan Guided play seperti
kostum, boneka, alat peraga, rumah keluarga mainan dan orang-orang, tokoh pemain dan
Objek lakon lainnya . Di tambah dengan teknik Improvisasation pada saat percakapan
atau keterampilan bermain, sehingga peserta dapat menghubungkan kreatifitas dengan
emosional melalui gerakan, suara, gambar dan intonasi ekspresif
Camera siap untuk merekan setiap gerak-gerik, wajah gerakan reponden. Untuk tindakan
seluruh tubuh, seperti koreografi khusus, seluruh actor direkam untuk menunjukan
tindakan penuh yang merekalakukan. Kamera yang dibingkai dalam close-up atau
menengah close-up shot.
Orang tua peserta di beri akses untuk merekam setiap tindakan peserta responden yang
memungkinkan anak-anak mereka berulang kali mempraktekkan tindakan
Terapi diberikan satu kali sehari selama 2 jam. Responden diobservasi dan di wawancarai
setiap hari apakah ada peningkatan sosio-emosional. Pelatih akan mengevaluasi setiap
hari. Video rekaman setiap tindakan responden menjadi sumber observasi bagi peneliti.
Posttest dilakukan setiap satu kali dalam seminggu dalam satu bulan dengan memberikan
kuesioner pada orang tua,daftar ceck list scrining test, observasi rekaman video serta
wawancara pada responden.

3. Teknik Pengolahan Data


Pengolahan data dilakukan secara manual dan menggunakan komputer dengan tahapan
sebagai berikut:
a. Editing (pemeriksaan data)
b. Coding (pengkodean data)
c. Entry data (memasukkan data)
d. Cleaning (membersihkan data)

12

G. Teknik Analisis Data


1. Analisis Univariate
Analisis univariate bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik
setiap variabel penelitian (Notoatmodjo, 2010). Dala penelitian ini dilakukan analisis data
untuk mengetahui gambaran peningkatan sosio-emosional anak dengan ASD sebelum dan
sesudah diberikan intervensi.
2. Analisis Bivariate
Analisis bivariate adalah analisis yang dilakukan terhadap dua variabel untuk
menganalisis adanya hubungan atau pengaruh antara kedua variabel tersebut. Data diolah
secara komputerisasi untuk mengetahui pengaruh variabel independen yang dalam penelitian
ini adalah terapi teater terhadap variabel dependen yaitu tingkat sosio-emosional. Sebelum
dilakukan analisis bivariate, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dengan uji Shapiro
Wilk, dimana dengan jumlah sampel <50 (dahlan, 2013 dalam Hikmah, 2014). Hasil uji
normalitas untuk pretest didapatkan nilai p=0,001 dan untuk posttest didapatkan nilai
p=0,001. Setelah itu baru dilakukan analisis bivariate dengan menggunakan uji Wilcoxon.

BAB IV
BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN
4.1 Anggaran Biaya
Table 2. Format Ringkasan Anggaran Biaya
No.
1
2
3
4

Jenis Pengeluaran
Peralatan penunjang
Bahan habis pakai
Perjalanan
Lain-lain
Jumlah

Biaya (Rp)
Rp. 3.679.000,00
Rp. 6.575.500,00
Rp. 2.500.000,00
Rp. 1.450.000,00
Rp. 12.454.500,00

4.2 Jadwal Kegiatan


Table 3. jadwal kegiatan
Kegiatan

Bulan ke-1

Bulan ke-2

Bulan ke-3

Bulan ke-4

13

Persiapan
Penelitian
pendahuluan
Penelitian utama
Interpretasi data
Analisa hasil
Penyusunan laporan
Bimbingan
Pembuatan
laporan akhir

draft

DAFTAR PUSTAKA
Bailey, S. (2010). Drama therapy. In K. Siri & T. Lyons (Eds.), Cutting Edge Therapies for
Autism 2010-2011. NY: Skyhorse Publishing.
Bailey, S.D. (1993). Wings to fly: Bringing theatre arts to students with special needs. Rockville,
MD: Woodbine House.
Blumberg, M.L. (1981). Drama: An outlet for mental and physical handicaps. In R. Courtney G.
Schattner (Eds.), Drama in therapy, Volume 2: Adults (pp. 101-110). New York: Drama Book
Specialists.
Budhiman, M. (2002). Makalah: Autistic spectrum disorder. Jakarta: Yayasan Autisma
Indonesia.
Centers for Disease Control and Prevention. (2014, August 29). Facts about ASDs. Retrieved
from http://www.cdc.gov/ncbddd/autism/facts.html
Chasen, L. R. (2011). Social Skills, Emotional Growth and Drama Therapy. Philadelphia, PA:
Jessica Kingsley Publishers.

14

Corbett, B., Gunther, J., Comins, D., Price, J., Ryan, N., Simon, D., Schupp, C., & Rios, T.
(2011). Brief Report: Theatre as Therapy for Children with Autism Spectrum Disorder. Journal
of Autism and Developmental Disorders, 41 (4),505-511. Retrieved from
http://link.springer.com/article/10.1007%2Fs10803-010-1064-1?LI=true#
Data Autis di Indonesia, http://autismindonesia.org/, Diakses 10 September 2014
Gallese, V., Eagle, M.N., & Migone, P. (2005). Intentional attunement: Mirror neurons and the
neural underpinnings of interpersonal relations. Journal of the American Psychological
Association, 55 (1), 131-175.
Gamayanti, (2012), Better Future with Child with Autistic, Modul: Comprehensive Programme
Training, IPK dan Kemuning Kembar.
Handojo, Y. (2003). Autisma. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia.
Mangungsong, Frieda.(2009). Psikologi dn Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Jilid
Kesatu, LPSP3, Depok
Nelson. A. & Ramamoorthi, P. (2011). Drama Education for Individuals on the Autism
Spectrum. Key Concepts in Theatre/Drama Education, 177-182.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi, Rineka
Cipta,Jakarta
OLeary, Katie (2013). The Effects of Drama Therapy for Children with Autism Spectrum
Disorders. Journal of Autism and Developmental Disorders. Springfield
Oberman, L.M. & Ramachandran, V.S. (2007). The simulating social mind: The role of the
mirror neuron systemand simulation in the social and communicative deficits of autism
spectrum disorders. Psychological Bulletin, 133 (2), 310-327.
Prasetyono, D.s. (2008). Serba-Serbi anak Autis. DIVA Press, Jogjakarta Puspa Swara.
R. Courtney & G. Schattner. (1981). Drama in therapy, Volume 2: Adults. New York: Drama
Book Specialists.
Rizzolatti, G. & Sinigaglia, C. (2006). Mirrors in the brain: How our minds share actions and
emotions. London: Oxford University Press
Silverman, T. (2006). Drama Therapy Theoretical Perspectives. In Brooke, S.L. (Ed.), Creative
Arts Therapies Manual (pp. 223-231). Springfield, IL: Charles C. Thomas
Stanislavski, C. (1961). Creating a role. New York: Theatre Arts Books
Suryana, A. (2004). Terapi autisme, anak berbakat dan anak hiperaktif. Jakarta: Progres Jakarta.
Yatim, F. (2003). Autisme suatu gangguan jiwa pada anak-Anak. Jakarta: Pustaka Populer Obor.

15

LAMPIRAN
Lampiran 1. Biodata Ketua dan anggota
1. Ketua
A.
Identitas Diri
1
Nama Lengkap

Gina Apriana

Jenis Kelamin

Perempuan

Program studi

Ilmu Keperawatan

NIM

1110321011

Tempat dan Tanggal Lahir

Jakarta, 6 April 1992

Email

Apriana_ariesty@rocketmail.com

No Telepon/HP

085289650066

B.

Riwayat Pendidikan
SD

SMP

SMA

Nama Institusi

SD 07 Tanah Air SMP 87


Ulak Karang
Pinang
Selatan

Pondok SMA
Jakarta Padangganting

Jurusan

IPA

TahunMasuk-lulus

1999 - 2005

2005 - 2009

2008 - 2011

C . penghargaan dalam 10 thun terakhir


No

Jenis Penghargaan

Juara
UMUM
Padangganting

Harapan
3
Mapres
Keperawatan Unand

Intitusi Pemberi penghargaan


SMA SMA Padangganting

Fakultas Fakultas Keperawatan Unand

Tahun
2010

2013

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat

16

dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai


ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu
persyaratan dalam pengajuan Hibah PKM-K
Padang, 1 Oktober 2013
Pengusul,
Tanda tangan

( Gina Apriana )

17

2.

Anggota

A. Identitas Diri
Nama Lengkap

Jenis Kelamin

Perempuan

Program Studi

Ilmu Keperawatan

NIM

1311311089

Tempat dan Tanggal Lahir

Tapus, 30 Maret 1995

E-mail

marissaulkhair@gmail.com

Nomor Telepon/HP

085356039035

Marissa Ulkhair

B. Riwayat Pendidikan
SD

SMP

SMA

Nama Institusi

SDN 14 Sentosa

SMP N 1 Rao
Selatan

SMA N 1 Lubuk
Sikaping

Jurusan

IPA

Tahun Masuk
Lulus

2001 - 2007

2007 2010

2010 2013

C. Penghargaan dalam 10 tahun Terakhir (dari pemerintah, asosiasi atau


institusi lainnya)
No. Jenis Penghargaan
Institusi Pemberi
Tahun
Penghargaan
1.

Peringkat 1 Olimpiade Biologi

Dinas Pendidikan
Provinsi Sumbar

2008

2.

Exchange Student

Fakultas
Keperawatan
UNAND

2014

18

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam pengajuan Hibah PKM-K
Padang, 2 Septemeber 2014
Pengusul,

( Marissa Ulkhair )

19

3.
1

Anggota
A. Identitas Diri
Nama Lengkap

Jenis Kelamin

Perempuan

Program Studi

Ilmu Keperawatan

NIM

1311312021

Tempat dan Tanggal Lahir

Lahat, 25 April 1996

E-mail

Kartini.yiyin@gmail.com

Nomor Telepon/HP

081367703927

Ririn Ajeng Kartiningsih

B. Riwayat Pendidikan
SD

SMP

SMA

Nama Institusi

SMP N 2 Lahat

SMA N 4 Lahat

SD N 32 Lahat

Jurusan
Tahun Masuk
Lulus

IPA
2001-2007

2007-2010

2010-2013

C. Penghargaan dalam 10 tahun Terakhir (dari pemerintah, asosiasi atau


institusi lainnya)
No. Jenis Penghargaan
Institusi Pemberi
Tahun
Penghargaan
1.

PASKIBRAKA

PEMDA Kab.
Lahat

2011

2.

Exchange Student

Fakultas
Keperawatan
UNAND

2014

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.

20

Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam pengajuan Hibah PKM-K
Padang, 2 Septemeber 2014
Pengusul,

( Ririn Ajeng Kartiningsih)

21

Dosen Pembimbing

B. Identitas Diri
Nama Lengkap

Jenis Kelamin

Perempuan

Program Studi

Ilmu Keperawatan

NIP

198101262008122001

Tempat dan Tanggal Lahir

Ns. Ira Erwina, M.Kep, Sp.KepJ

Nomor Telepon/HP

081367703927

B. Riwayat Pendidikan
No. Program
1. S1 Keperawatan
2. 2000-2005

Ns. Ira Erwina, M.Kep, Sp.KepJ

Tempat

Tahun

PSIK FK Unand
FIK UI

2000-2005
2008-2011

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam pengajuan Hibah PKM-K
Padang, 2 Septemeber 2014

22

Lampiran 2. Justifikasi Anggaran Kegiatan


1. Peralatan Penunjang
Justifikasi
Material
pemakaian
Kaset film
Video modelling
Camdig
Alat rekam
kegiatan
Property
Pentas untuk
pentas
penampilan
roleplay
Boneka
Media role play
Papan tulis
Alat pemberian
materi
DVD
Untuk memutar
eksternal
film
Speaker
Alat pengeras
suara
Kabel
Kabel sambungan
sambungan
Microfon
untuk membantu
memandu acara
Sewa LCD
Pemutaran video
SUB TOTAL (Rp)

Kuantitas
5
1

Harga satuan
(Rp)
80.000
1.000.000

Jumlah (Rp)
400.000
1.200.000

500.000

500.000

5
1

60.000
100.000

300.000
100.000

430.000

430.000

250.000

250.000

50.000

1 50.000

120.000

220.000

150.000

150.000
Rp. 3.600.000,00

2. Bahan Habis Pakai

Material
Spidol
Bolpoint
Book Note
Map Plastik

Justifikasi
pemakaian
Penjelasan
materi
Alat tulis
peserta
Alat tulis
peserta
Alat tulis
peserta

Kuantitas
3 buah

Harga satuan
(Rp)
10.000,00

Jumlah (Rp)
30.000,00

20 buah

3.000,00

60.000,00

20 buah

5.000,00

100.000,00

20 buah

7.000,00

140.000,00

23

Print modul

Panduan

Pin dan panitia

Simbolis
peserta
Simbolis
peserta
Simbolis
peserta

Cindera mata dan


panitia
Baju peserta dan
panitia
Konsumsi Peserta dan
panitia sosialisasi
A. Makan
B. Snack
C. Air mineral
Dekorasi panggung

Kostum peraga
Alat peraga
Rumah keluarga
mainan
SUB TOTAL (Rp)

Alat untuk
penampilan
bakat peserta
Kostum role
play
Media role
play
Media role
play

20 modul
@5 lmbr
20 buah

10.000,00

120.000,00

5.000,00

100.000,00

30 buah

10.000,00

300.000,00

30 buah

100.000,00

3.000.000,00

60 kotak
60 kotak
60 botol

12.000,00
10.000,00
5.000,00

550.000,00
440.000,00
165.000,00

1.500.000

1.500.000

20

50.000

1.000.000

10

50.000

500.000

200.000

200.000
Rp.
6.575.500,00

3. Perjalanan
Material
Transportasi

Justifikasi pemakaian

Kuantitas

Perjalanan anggota
menuju yayasan

5 orang x
5 bulan

Harga satuan
(Rp)
100.000

SUB TOTAL (Rp)

Jumlah (Rp)
2.500.000,0

Rp. 2.500.000,00

4. Lain-lain
Material

Justifikasi

Kuantitas

Harga

Jumlah (Rp)

24

pemakaian
Pembuatan
Proposal

Pembuatan
pengajuan
proposal
Pembuatan
Pembuatan
laporan
laporan akhir
Dokumentasi Untuk
dokumentasi
acara
Pamphlet
Media
sosialisasi
Undangan
Mengundang
orang tua, anak
dll
Spanduk
Media
pemberitahuan
acara
Backdrop
Media
pemberitahuan
acara
Banner
Media
pemberitahuan
acara
SUB TOTAL (Rp)
Total (Keseluruhan)

5 eksemplar

satuan
(Rp)
20.000,00

100.000,00

5 eksemplar

20.000,00

100.000,00

100.000,00

100.000,00

60 eksemplar

5.000,00

300.000,00

1 buah

250.000,00

250.000,00

1 buah

135.000,00

135.000,00

1 buah

250.000,00

250.000,00

Rp.1.450.000,00
Rp12.454.500,00

25

Lampiran 3. Susunan Organisasi tim Peneliti dan Pembagian tugas


No

Nama/NIM

Program Studi Bidang Ilmu

Alokasi
Waktu
24
jam/mgg

Gina Apriana
1110321011

Keperawatan

Kesehatan

Marissa
Ulkhair
1311311089

Keperawatan

Kesehatan

30
jam/mgg

Ririn Ajeng Keperawatan


Kertaningsih
1311312021

Kesehatan

30
jam/mgg

Uraian Tugas
Ketua :
- Pelaksana penelitian
- Sebagai pelatih terapi
teater
- Melakukan monitoring/
kontrol
terhadap
pelaksanaan penelitian
- Mengkoordinir
Anggota
- Mengatur pembagian
tugas dan merancang
jadwal kegiatan.
- Melakukan
kontrak/
kerjasama
dengan
pihak Yayasan
- Pelaksana terapi
- Evaluasi kerja

Sekretaris dan Bendahara


- Pelaksana terapi
- Menyimpan arsip-arsip
- Pembuat
surat
menyurat
- Merekap
absen,
kuesioner
- Mencatat uang masuk
dan keluar
- Membuat
laporan
keuangan
- Mengelola
alokasi
keuangan
Operasional
- Sebagai pelatih terapi
teater

26

- Sebagai
pelaksana
penelitian
- Bertanggung
jawab
untuk
penyediaan
bahan, peralatan serta
segala kebutuhan yang
diperlukan.

27

Lampiran 4. Surat Pernyataan Ketua Pelaksana

28

Lampiran 5. Kriteria diagnostik Autisme


International Classification of Diseases (ICD) 1993 maupun Diagnostic and Statistical
Manual (DSM-IV) 1994, merumuskan kriteria diagnosis untuk autisme infantil adalah :

Enam atau lebih dari kriteria A,B dan C di bawah ini, dengan minimal dua kriteria dari A
dan masing-masing satu dari B dan C :

A. Hendaya dalam interaksi social yang terwujud dal;am minimal dua dari kriteria berikut :
-

Hendaya yang tampak jelas dalam penggunaan prilaku nonverbal seperti kontak mata,
ekspresi wajah, Bahasa tubuh

Kelemahan dalm perkembangan hubungan dengan anak-anak sebaya sesuai dengan


tahap perkembangan

Kurang melakukan hal-hal atau aktivitas bersama orang lain secara spontan

Kurangnya melakukan hal-hal atau aktivitas bersama orang lain secara spontan

Kurangnya ketimbalbaliakan social atau emosional

B. Hendaya dalam komunikasi seperti terwujud dalam minimal satu dari kriteria berikut :
-

Keterlambatan atau sangat kurangnya Bahasa bicara tanpa upaya untuk menggantinya
dengan gerakan nonverbal

Pada mereka yang cukup mampu berbicara, hendayana yang tampak jelas dalam
kemampuan untuk mengawali atau mempertahankan percakapan dengan orang lain

Bahasa yang diulang-ulang atau idiosinkratik

Kurangnya bermain sesuai tahap perkembanganny

C. Perilaku atauminat yang di ulang-ulang atau stereotip, terwujud dalam minimal satu dari
kriteria berikut ini :
-

Preokupasi yang tidak normal pada objek atau aktivitas tertentu

Tingkah laku stereotip

Preokupasi yang tidak normal

Pada bagian tertentu dari suatu objek

29

Keterlambatan atau keberfungsian abnormal dalam minimal satu dari bidang berikut,
berawal sebelum usia 3 tahun : interaksi social, Bahasa untuk berkomunikasi dengan orang
lain, atau permainan imajinatif

Gangguan yang tidak dapat dijelaskan sebagai gangguan Rett atau gangguan disintegrative
di masa kanak-kanak.

30

Lampiran 6. Lembar Kuisioner KEMAMPUAN SOSIAL DAN EMOSIONAL


1. Apakah anak tersebut kurang memiliki pemahaman tentang bagaimana cara bermain
dengak menyadari akan adanyn anak lain? Contohnya, anak tidak menyadari akan
adanya aturan permainan yang tidak tertulis.
|0|1|2|3|4|5|6|
2. Jika anak sedang bebas bermain dengan anak lain, seperti saat makan siang di
sekolah, apakah anak tersebut menolak melakukan kontak social dengan anak lain?
Misalnya suka memilih tempat yang sunyi atau pergi ke ruangan perpustakaan.
|0|1|2|3|4|5|6|
3. Apakah anak tersebut tidak menyadari akan kebiasaan social atau tata cara bertingkah
laku, lalu melakukan tindakan dan memberikan komentar-komentar yang tidak pada
tempatnya? Contohnya, dia melontarkan suatu komentar pribadi kepada sesorang
sedangkan dia sendiri tampaknya tidak sadar bahwa ucapannya itu akan membuat
orang lain marah. | 0 | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 |
4. Apakah anak tersebut mengharapkan orang lain mengerti perasaan, pengalaman, dan
pendapat mereka? Misalnya, dia tidak menyadari bahwa kita tidak dapat mengetahui
hal tersebut karena pada saat itu kita tidak berada di samping dia.
|0|1|2|3|4|5|6|
5. Apakah anak tersebut perlu selalu diyakinkan kembali, terutama ketika ada perubahan
atau jika terjadi suatu kesalahan? | 0 | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 |
6. Apakah anak tersebut tidak dapat mengekspresikan pengalaman emosionalnya?
Contohnya anak tersebut memberikan reaksi tertekan atau mengasihi yang tidak
sesuai dengan suatu situasi atau keadaan. | 0 | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 |
7. Apakah anak tersebut kurang memiliki kemampuan dalam mengekspresikan
emosinya?
|0|1|2|3|4|5|6|
8. Apakah anak tersebut tidak berminat untuk ikut serta dalam pertandingan olah raga,
permainan dan aktivitas lainnya? Angka nol (0) berarti anak tersebut menyukai
pertandingan olah raga.
|0|1|2|3|4|5|6|

31

9. Apakah anak tersebut berbeda dengan tren anak sekarang atau tekanan teman? Angka
nol (0) berarti bahwa anak tersebut tergila-gila tren. Contohnya, anak tidak menuruti
tren mutakhir dalam memilih mainan atau baju-baju.
|0|1|2|3|4|5|6|

Anda mungkin juga menyukai