Anda di halaman 1dari 4

MAKALAH TERAPI MUSIK PADA ANAK

Disusun oleh :

None atica fatra siregar (20330208119)

S1 Kebidanan

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN

UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA MEDAN

T.A 2022/2023
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap anak merupakan anugerah bagi orangtua. Orang tua menginginkan anaknya
berkembang sempurna, namun sering terjadi keadaan anak memperlihatkan suatu
gejala atau masalah perkembangan sejak usia dini. Gangguan perkembangan anak
banyak dipengaruhi oleh berbagai macam faktor seperti faktor genetika, pola hidup,
polusi lingkungan, serta keracunan dari makanan dan minuman yang dikonsumsinya.
Gangguan kelainan perkembangan anak diantaranya adalah epilepsi, hiperaktif,
retradasi mental, sindrom down dan salah satunya adalah autism (Fernando, 2004).
Autism adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan
adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku,
komunikasi dan interaksi sosial (Ratnadewi, 2004). Kata autism berasal dari bahasa
Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu “autos” yang berarti diri sendiri dan “isme”
yang secara tidak langsung menyatakan orientasi, arah atau keadaan (Fernando, 2004).
Diperkirakan terdapat 400.000 penyandang autism di Amerika Serikat. National
Information Center for Children and Youth with Disabilities (NICHCY)
memperkirakan bahwa autism pada tahun 2007 mendekati 100–200 per 10.000
kelahiran. Di Inggris, data terbaru adalah 92,6 per 10.000 kelahiran. Akhir-akhir ini
kasus autism menunjukkan peningkatan di Indonesia. Menteri Kesehatan Siti Fadillah
Supari dalam pembukaan rangkaian Expo Peduli Autism 2008 mengatakan bahwa
jumlah penderita autism di Indonesia di tahun 2004 tercatat

sebanyak 475 ribu penderita dan sekarang diperkirakan setiap 1 dari 150 anak yang
lahir, menderita autism (Ratnadewi, 2004).
Autism lebih banyak terjadi pada anak laki-laki. Umumnya mulai tampak pada anak
usia 18-30 bulan, namun barulah pada usia sekitar 6 tahun anak yang mengalami
gangguan ini untuk pertama kali memperoleh diagnosis (Rapin, 1997). Keterlambatan
dalam diagnosis dapat merugikan, karena anak-anak autism umumnya akan menjadi
lebih baik bila memperoleh diagnosis dan penanganan lebih awal (Fox, 2000). Banyak
terapi yang telah digunakan untuk menangani anak autism, diantaranya terapi applied
behavioral analysis (ABA), terapi wicara, terapi okupasi, terapi fisik, terapi sosial,
terapi bermain, terapi perilaku, terapi perkembangan, terapi visual, terapi biomedik
dan terapi musik (Budiman, 2006).
Musik dapat diaplikasikan sebagai terapi untuk pengembangan kognitif,
pengembangan motorik, komunikasi dan interaksi sosial (Humpall, 2000). Musik tidak
hanya berarti bagi orang normal saja tetapi juga berarti bagi anak-anak dengan
kebutuhan khusus, yaitu anak-anak yang mengalami gangguan perkembangan
misalnya anak retardasi mental, aphasia dan autism (Bartlert, 2003). Musik dapat
menjadi suatu terapi yang dapat membantu perkembangan anak-anak tersebut
(Robbins, 2001).
Jenis musik klasik Mozart, musik gamelan hingga lagu anak-anakpun bisa digunakan
untuk media terapi musik autism. Hasil penelitian Angelina 2011, menunjukan adanya
pengaruh musik klasik Mozart terhadap pemusatan perhatian pada anak autism.
Selanjutnya hasil penelitian Ferdinan 2008, musik tradisional gamelan Klenengan
ACD-014 dan ACD-085 (Lokananta Recording) menunjukkan pengaruh positif
terhadap ketenangan emosi anak autism.

Selanjutnya, dengan menggunakan lagu anak-anak, anak autism juga akan ikut
berpatisipasi dalam menyanyikan lagu tersebut. Seperti lagu karya Ibu Sud yang
berjudul “Menanam Jagung”, menjadi tahap terapi musik di Rumah autism, lembaga
pembelajaran bagi anak autism. Dalam proses pembelajaran mereka menggunakan
musik untuk mulai mengenal jenis tanaman, lalu menanam hingga memetik hasilnya
(Budiman, 2006).
Selain itu, Lagu “Topi saya bundar”, “Pelangi-pelangi”, “Naik ke puncak
gunung”, “Disini senang-disana senang” juga digunakan dalam proses
pembelajaran anak autism. Terapi musik menggunakan lagu anak dapat membuat
anak autism menikmati hidup dari kondisinya yang terisolasi menjadi berinteraksi dan
meningkatkan perkembangan emosi sosial anak (Yulianti, 2009).
Emosi merupakan respon individu terhadap benda, orang, dan situasi. Respon ini
dapat menyenangkan atau positif tetapi dapat juga tidak menyenangkan atau negatif
(Ekman, 1999). Anak autis mengalami kesulitan untuk memahami emosi orang lain
maupun emosi diri sendiri. Mereka memiliki keterbatasan dalam berbagi perasaan
dengan orang lain. Keterbatasan dalam mengungkapkan dan memahami emosi
seringkali menyebabkan anak autis mengalami kesulitan mengendalikan ekspresi
emosi negatif yang sesuai dengan harapan masyarakat, sehingga dapat berakibat
buruk untuk anak itu sendiri dan orang di sekitamya. Selain itu respon emosi yang
anak autis tampilkan seringkali tidak sesuai dengan situasi yang ada (Wolfe, 1999).
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa musik dapat memberikan rangsangan untuk
aspek perkembangan secara kognitif dan kecerdasan emosional.

Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti ingin mengetahui pengaruh


penggunaan terapi musik terhadap pemahaman emosi anak autism pada pusat terapi
perilaku A plus dikarenakan belum adanya terapi musik yang diberikan pada anak
autism sebelumnya.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana pengaruh penggunaan terapi musik terhadap pemahaman emosi


anak autism di Pusat Terapi Terpadu A plus Malang?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum


Untuk mengetahui pengaruh penggunaan terapi musik terhadap pemahaman emosi
anak autism di Pusat Terapi Terpadu A plus Malang.
1.3.2 Tujuan Khusus
Untuk mengetahui jumlah penyandang autism dan jenis terapi yang digunakan di
Pusat Terapi Terpadu A plus Malang.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Klinis
Menambah pengetahuan bagi para terapis bahwa terapi musik bisa meningkatkan
pemahaman emosi pada anak autism.

1.4.2 Praktis
Memberikan wawasan kepada orang tua dan masyarakat yang memiliki anak autism
tentang pemahaman emosi dan terapi musik.

Anda mungkin juga menyukai